Analysis of Land Use and Land Cover Change in 2006 and 2011 and Critical Land Identification at Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve

(1)

             

LAMPIRAN

 

             


(2)

(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anam, S. 2005. Menggunakan ArcInfo untuk Proyeksi Peta. Penerbit Informatika. Jakarta.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Aronoff S. 1989. Geographic Information Systems: A Management Perspective. Ottawa: WDI Publications

Bakosurtanal, 2007. Pedoman Penyusunan Direktori Pulau-pulau Kecil. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pusat Survei Sumber Daya

Alam Laut. http://pssdal. Bakosurtanal.go.id/laporan/ 2003/ lap2003_ 000045.pdf (10 Desember 2012)

Basuni, S. 2003. Inovási Institusi Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut

Pertanian Bogor.

Basyuni, M. 2002. Panduan Restorasi Hutan Mangrove Yang Rusak (Degraded). Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Medan

Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Cambell, J. B. 1987. Introduction to Remote Sensing. Virginia Polytechnic Institute. The Guilford Press, New York, United States of America.

Darmawan A. 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2008. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2008. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Ginting, A. Y. 2012. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Karo. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Hadipurnomo. 1995. Fungsi dan Manfaat Mangrove di dalam Mintakat Pantai

(Coastal Zone). Duta Rimba/Maret-April/177-178/XXI/1995. Perum Perhutani. Jakarta


(5)

Harahap, M. M. 2011. Pemetaan Tingkat Kerusakan Mangrove Di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. UGM. Yogyakarta

Kementerian Kehutanan. 2010. Rencana Strategis 2010-2014. Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta

Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Departemen konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor.

Kusmana, C. 2010. Respon Mangrove Terhadap Perubahan Iklim Global : Aspek Biologi dan Ekologi Mangrove. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Lambin, E.F., H.J. Geist, and E. Lepers. 2003. “Dynamics of Use and Land-Cover Change in Tropical Regions”. Annual Review of Environment and Resources, 28. pp. 205–241.

Lillesand dan Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa R. Dubahri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lillesand T.M, Kiefer FW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih

bahasa. R. Dubahri. Gadjah Mada University Press.

Lillesand dan Kiefer, 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri (Penerjemah). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lo, C.P. 1995. Penginderaan jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera

Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 163-17.

Passaribu, N. 2004. Krisis Hutan Mangrove di Sumatera Utara dan Solusinya. Makalah Peribadi Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana: Institute Pertanian Bogor.

Prabowo D.A, Nugroho T, Palapa dan Ardiansyah H. 2005. Modul Pengenalan GIS, GPS dan Remote Sensing. Jakarta: Dept. GIS, FWI. Yogyakarta Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua.


(6)

Purwoko, A dan Onrizal, 2002. Identifikasi Potensi Sosial Ekonomi Hutan Mangrove di SM KGLTL. Makalah Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian Dosen Muda dan Kajian Wanita, Ditjend DIKTI. Jakarta. Purwoko. 2006. Analisis perubahan fungsi lahan di kawasan pesisir dengan

menggunakan citra satelit berbasis sistem informasi geografis. (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut). Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan Sitorus., J., Purwandari., Darwini, E., L., Widyastuti, R., Suharno. 2006. Kajian

Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf (10 Desember 2012)

Saragih, F., 2011. Persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Universitas Diponegoro

Satriya, INB, Haryo DA dan Dian S. 2010. Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency. Seminar Nasional Pasca Sarjana-ITS. Surabaya. Sulistiyono, S. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Mendeteksi

Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso kabupaten Sukabumi, Jawa Barat http://www.google.co.id/Frepository.usu.ac.id/kpr-jun2008.pdf (10 Desember 2012)

Sutanto. 1986. Pengideraan Jauh I. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Tambunan, R, Hamdani H dan Zulkifli L. 2005. Pengelolaan Hutan mangrove di

Kabupaten Asahan (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Lima puluh Kabupaten Asahan). Jurnal Studi Pembangunan. Vol. 1. No. 1. Hal. 56

Thoha, A.S. 2008. Karakteristik Citra Landsat. Universitas Sumatera Utara. Medan

Wahyunto. 2007. Peranan Citra Satelit Dalam Penentuan Potensi Lahan. http://www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.html. (10 desember 2012]

     


(7)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Juli 2012-Maret 2013.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu GPS (Global Positioning Sistem), kamera, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis termasuk software Arcview 3.3 dan ENVI 47.

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah Peta Tata Batas Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut.

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah titik sampel ground check. Untuk data sekunder yang dikumpulkan adalah peta batas kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.


(8)

2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Menurut Sumantri (2006) Change detection adalah suatu analisis deteksi perubahan (change detection analysis) dilakukan untuk menentukan laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua atau lebih periode waktu. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan (2006 dan 2011) dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar 2).

Proses kegiatan dalam menganalisis peta perubahan penutupan lahan adalah sebagai berikut :

1. Peta perubahan tutupan lahan tahun 2006 dengan peta perubahan tutupan lahan tahun 2011 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2011.

2. Identifikasi dan klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan monogram sumatera

3. Peta perubahan tutupan lahan.


(9)

NO  TIPE TUTUPAN LAHAN  KODE  KUNCI PENAFSIRAN  MONOGRAM 

Hutan Lahan Kering Primer  (Sumut) 

 

Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum

menampakkan bekas penebangan, belum adanya jaringan jalan atau aktivitas manusia  

     

Hp/ 2001 

- Rona agak gelap - Warna hijau tua

- Tekstur agak kasar s.d kasar - Pola tidak teratur

- biasanya areal cukup luas

 

2  Hutan  Lahan  Kering  Sekunder 

(Sumut)   

Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (jaringan jalan bercak bekas tebang dan aktifitas masyarakat         Hs/2002 

- Rona agak terang dibanding - Warna hijau terang kekuningan - Tekstur agak kasar

- Bentuk tidak beraturan - Pola terdapat bukaan dan jaringan jalan loging

 

   

Hutan Rawa Primer  (Sumut) 

 

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang belum menampakkan bekas penebangan, jaringan jalan dan unsur bangunan 

       

Hrp/2005 

- Rona gelap - Warna hijau tua

- Tekstur halus s.d agak halus - Pola tidak teratur

- berada didaerah dataran rendah

- dekat dengan sungai/ perairan (basah)

4  Hutan Rawa Sekunder  (Sumut) 

 

Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk ra-wa payau dan rawa gambut yang telah menampakkan bekas penebangan, jaringan jalan dan unsur bangunan 

     

Hrs/  20051 

- Rona agak terang

- Warna hijau muda dan tua - Tekstur agak halus dan agak kasar - berada didaerah dataran rendah

- dekat dengan sungai/ perairan (basah

- Pola tidak teratur, adanya jaringan jalan dan bukaan/ aktifitas manusia

 

   


(10)

5  Hutan Mangrove Primer  (NAD) 

 

Hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pan-tai yang belum menampakkan bekas penebangan, jaringan jalur2 dan unsur bangunan 

     

Hmp/  2004 

- Rona agak gelap - Warna hijau tua - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur

- biasanya terletak didaerah pantai dan dimuara sungai2 besar

 

6  Hutan Mangrove Sekunder  (Sumut) 

 

Hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pan-tai yang telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. 

     

Hms/  20041 

- Rona agak gelap s/ d terang - Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur

- biasnya terdapat bukaan tambak dan lahan terbuka

- biasanya terletak didaerah pantai dan dimuara sungai2 besar

7  Hutan Tanaman  (Sumut,Riau)   

Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong), adanya jaringan jalan dan bangunan. 

 

     

Ht/2006 

- Rona terang s/ d agak gelap - Warna hijau tua campur muda

- Tekstur agak halus,agak kasar

- Pola teratur, adanya jaringan jalan dan lahan terbangun - biasanya didalam kawasan hutan

- kenampakan homogen


(11)

8  Perkebunan  (Sumut)   

Seluruh kawasan perkebunan, baik yang

sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). 

     

Pk/2010 

- Rona agak terang

- Warna hijau muda sampai tua - Tekstur agak halus dan agak kasar - Bentuk beraturan

- Pola seragam dan terdapat pemukiman,

bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan - Biasanya berada diluar kawasan

hutan   

9  Semak Belukar  (Sumut)   

Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kem-bali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kawas-an ini

biasanya tidak menampakkan lagi bekas/bercak te-bangan, bekas lading yang ditinggal 

 

     

B/2007 

- Rona agak terang

- Warna hijau muda kekuningan - Tekstur agak kasar

- Bentuk tidak beraturan - Pola tidak teratur

- topografi landai s/ d curam

 

10  Semak Belukar Rawa  (Sumut) 

 

Kawasan bekas hutan rawa / mangrove yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Ka-wasan ini

biasanya tidak menampakkan lagi bekas /

bercak tebangan 

 

     

Br/20071 

- Rona terang

- Warna hijau muda agak kecoklatan - Tekstur agak halus

- Bentuk tidak beraturan

- Pola tidak seragam dan topografi datar

- dekat dengan sungai/ perairan (basah)


(12)

12  Pertanian Lahan Kering  (Sumut) 

 

Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang 

          Pt/20091 

- Rona agak terang

- Warna merah muda dan bercak2 hijau

- Tekstur agak kasar sampai kasar - Bentuk tidak beraturan

- Pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman

- terdapat jaringan jalan 13  Pertanian  Lahan  Kering 

Campur Semak  (Sumut)   

Semua jenis pertanian lahan kering yang berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst. 

          Pc/20092 

- Rona agak terang

- Warna merah muda dan bercak2 warna hijau

- Tekstur agak kasar s/ d kasar - Bentuk tidak beraturan - Pola tidak beraturan

 

14  Sawah  (Sumut)   

Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang 

 

     

Sw/20093 

- Rona agak terang sampai gelap - Warna biru bercak merah muda - Tekstur halus

- Pola seragam

- dekat dgn pemukiman dan perairan

 

15  Tambak  (Sumut)   

Aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai 

 

     

Tm/20094

- Rona agak gelap - Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola seragam

- terdapat lahan terbagun / jalan

- dekat dgn muara sungai/ pinggir


(13)

Gambar 1. Monogram Sumatera 16  Pemukiman 

(Sumut,Medan)   

Kawasan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industri dll. Yang memperlihatkan pola alur rapat 

     

Pm/2012 

- Rona terang

- Warna merah muda - Tekstur agak kasar - Pola seragam

- terdapat jaringan jalan - kenampakan lahan terbangun

 

18  Tanah Terbuka  (Sumut)   

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (sing-kapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran, dan lahan ter-buka yang ditumbuhi alang-alang/rumput.          T/2014 

- Rona agak terang - Warna kemerahan - Tekstur halus - Pola tidak teratur

- dat. Rendah s/ d curam / Tidak Terbatas

 

20  Tubuh Air  (Sumut)   

Semua kenampakan perairan, terasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dll. 

     

A/5001 

- Rona gelap

- Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola tidak teratur

 

21  Rawa  (Riau)   

Kenamapakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan 

          Rw/50011 

- Rona gelap

- Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola tidak teratur, dekat dgn jaringan sungai

- topografi dataran rendah


(14)

Gambar 2. Bagan Analisis perubahan tutupan Lahan dengan Change Detection 3. Survey lapangan

Tujuan dilakukannya survey lapangan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS). Alat ini dapat menentukan keberadaan lokasi penelitian tersebut melalui ketepatan koordinat lokasi yang di ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta tutupan lahan untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan hasil change detection. Kemudian ditentukan nilai akurasi hasil ground check di lapangan.

Peta Perubahan Tutupan Lahan

Peta tahun 2006.shp Peta tahun 2011.shp

Change detection

Peta perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2011

Identifikasi dan klasifikasi tutupan lahan


(15)

Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove A. Teknik Penilaian

Cara penilaian tingkat kekritisan lahan mangrove adalah sebagai berikut :

1. Pada kawasan hutan mangrove dikumpulkan data GIS (peta dasar dan peta pendukung) dan inderaja (citra satelit)

2. Dilakukan teknik overlay (tumpang tindih) pada peta tutupan lahan SMKGLTL tahun 2011 (Jpl), peta kerapatan tajuk (Kt) dan peta ketahanan tanah terhadap abrasi (Kta)

3. Ditentukan tingkat kekritisan lahan mangrove 4. Peta tingkat kekritisan lahan mangrove.

Kawasan hutan mangrove

                     

Gambar 3.Cara penilaian tingkat kekrtisan lahan mangrove dengan metode GIS Data GIS dan inderaja

Peta tingkat kekritisan lahan mangrove

Peta tutupan lahan SMKGLTL tahun 2011

(Jpl)

Peta kerapatan tajuk (Kt)

Peta ketahanan tanah terhadap abrasi Data GIS

- Data sekunder - Peta dasar - Peta pendukung

Inderaja - Citra satelit

Tingkat kekritisan lahan mangrove Overlay (tumpang tindih)


(16)

B. Kriteria Penilaian

a. Jenis penggunaan lahan, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) hutan (kawasan berhutan), 2) tambak tumpangsari dan perkebunan, dan 3) areal non-vegetasi hutan (pemukiman, industri, tambak non-tumpangsari, sawah, dan tanah kosong).

b. Kerapatan tajuk, dimana berdasarkan nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dapat diklasifikasikan menjadi: kerapatan tajuk lebat, kerapatan tajuk sedang, dan kerapatan tajuk jarang.

c. Ketahanan tanah terhadap abrasi, yang dapat diperoleh dari peta land system dan data GIS lainnya. Dalam hal ini, jenis-jenis tanah dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu: jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung), jenis tanah peka erosi (tekstur campuran), dan jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir). Tabel 1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja

No Kriteria Bobot Skor Penilaian

1 Jenis penggunaan Lahan (Jpl)

45 a.3 : hutan (kawasan berhutan) b.2 : tambak tumpangsari, perkebunan

c.1 :pemukiman, industri, tambak non-tumpangsari, sawah, tanah kosong

2 Kerapatan tajuk (Kt) 35 a. 3 : kerapatan tajuk lebat

(70 – 100%, atau 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00) b. 2 : kerapatan tajuk sedang

(50 – 69%, atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42) c. 1 : kerapatan tajuk jarang

(<50%, atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32) 3 Ketahanan tanah

terhadap abrasi (Kta)

20 a. 3 : jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung) b. 2 : jenis tanah peka erosi (tekstur campuran) c. 1 : jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir) Sumber : Departemen Kehutanan, 2005

Catatan : skor 1 = jelek

Berdasarkan Tabel 1 di atas, total nilai skoring (TNS1) dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(17)

Dari total nilai skoring (TNS1), selanjutnya dapat ditentukan tingkat kekritisan lahan mangrove sebagai berikut:

Tabel 2. Tingkat kekritisan lahan mangrove

Nilai Kriteria

100-166 Rusak berat

167-233 Rusak

234-300 Tidak rusak


(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011

Pengklasifikasian tipe penutupan lahan yang telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2011 di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut dari masing-masing tipe penutupan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel. 3 Distribusi penutupan lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut tahun 2006 dan 2011

Penutupan Lahan Luas Tahun 2006 (Ha) Luas Tahun 2011 (Ha)

Semak Belukar 1739.801 1731.235

Perkebunan 1061.237 1170.848

Tanah Terbuka 12.638 12.638

Tubuh Air 32.359 39.576

hutan Mangrove Sekunder 814.114 600.495 Semak Belukar Rawa 6759.416 6760.777

Sawah 130.993 130.993

Tambak 2787.866 2923.889

Rawa 56.320 30.403

Pertanian Lahan Kering 69.622 63.512

Klasifikasi penutupan lahan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan antara tutupan lahan pada tahun 2006 dan tahun 2011. Pada tahun 2006 penutupan lahan terbesar adalah semak belukar rawa dengan luas 6759,416 Ha. Selanjutnya diikuti secara berturut yaitu : tambak seluas 2787,866 Ha, semak belukar seluas 1730,801 Ha, perkebunan seluas 1061,237 Ha, hutan mangrove sekunder seluas 814,114 Ha, sawah seluas 130.993 Ha, pertanian lahan kering seluas 69,622 Ha, rawa seluas 56,320 Ha, tubuh air seluas 32,359 Ha dan, tanah terbuka seluas 12,638 Ha.

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa luasan hutan mangrove mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 600,495 Ha. Selanjutnya diikuti


(19)

semak belukar menjadi 1731,235 Ha, rawa menjadi 30,403 Ha, dan pertanian lahan kering menjadi 63,512 Ha. Sedangkan yang mengalami penambahan pada tahun 2011 yaitu perkebunan menjadi 1170,848 Ha, tubuh air menjadi 39,576 Ha, semak belukar rawa menjadi 6760,777 Ha,dan tambak menjadi 2923,889 Ha. Sedangkan untuk tutupan lahan tanah terbuka dan sawah tidak mengalami penambahan dan pengurangan pada tahun 2011 atau bisa dikatakan tetap.

Perubahan Tutupan Lahan di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut

Hutan mangrove memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekosistem flora dan fauna pantai sekaligus sebagai pelindung garis pantai dari abrasi, gelombang laut maupun angin topan. Secara tidak langsung menurunnya kondisi hutan mangrove mempengaruhi ketersediaan sumberdaya perairan. Para nelayan di sekitar kawasan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut mengaku bahwa hasil-hasil tangkapan mereka di sekitar hutan mangrove semakin berkurang dari tahun ke tahun seiring dengan berkurangnya luasan hutan mangrove. Berbagai kepentingan dan aktifitas manusia memberikan dampak terhadap kondisi hutan mangrove dan berbagai perubahan tutupan lahan yang terjadi.

Berdasarkan laporan USU (1999) dan Purwoko (2005), terjadi berbagai perubahan tutupan lahan di SMKGLTL yang diakibatkan karena banyaknya kegiatan pemanfaatan dan/atau eksploitasi yang selain illegal logging bahkan secara teknis juga dilakukan secara tidak lestari. Bahkan di areal ini juga pernah beroperasi HPHTI yang operasinya bersifat eksploitatif. Pasca beropersinya HPHTI, penebangan-penebangan liar yang dilakukan masyarakat dilakukan


(20)

dengan sangat intensif sehingga tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada pohon-pohon bakau untuk melakukan regenerasi secara generatif.

Pengamatan terhadap penutupan lahan di kawasan hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut dengan rentang waktu enam tahun, yaitu tahun 2006 dan 2011 menunjukkan bahwa kawasan ini mengalami perubahan penutupan lahan baik penambahan maupun pengurangan luasan.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006-2011

Hasil klasifikasi penutupan lahan peta shp pada tahun 2006 dan tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian besar tipe tutupan lahan mengalami perubahan menjadi tipe tutupan lahan lainnya. Hal ini diiringi dengan penambahan dan pengurangan luasan dari setiap penutupan lahan. Dapat dilihat secara jelas dari satu kesatuan peta tutupan lahan di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut hanya sebagian kecil hutan mangrove sekunder selebihnya di dominasi oleh semak belukar rawa, semak belukar, tambak, dan perkebunan. Untuk lebih jelas perubahan bentuk dan luasan dari setiap tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.


(21)

Tabel 4. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut periode tahun 2006-2011

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar tipe penutupan lahan di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut pada tahun 2006 dan 2011 mengalami perubahan luasan baik pengurangan maupun penambahan.

Pengurangan jumlah luasan terbesar terjadi pada hutan mangrove sekunder sebesar 213.62 ha diikuti rawa dan semak belukar masing-masing 25.92 ha dan 8.57 ha.

Penambahan jumlah luasan terbesar terjadi pada perkebunan sebesar 109.61 ha diikuti dengan tambak, tubuh air, semak belukar rawa masing-masing 136.02 ha, 7.22 ha dan 1.36 ha. Sedangkan tutupan lahan pada tanah terbuka dan sawah tidak terjadi perubahan tutupan lahan dari tahun 2006 sampai 2011. Selain terjadi pengurangan dan penambahan luasan, pada table di atas juga menunjukan adanya perubahan bentuk yaitu pada tahun 2006 pertanian lahan kering campur semak dan pada tahun 2011 menjadi pertanian lahan kering dan mengalami pengurangan luasan sebesar 6.11 ha.

Total Tutupan Lahan Semak Tanah Tubuh Hutan Semak Pertanian Luas Tahun 2006 Belukar Perkebunan Terbuka Air Mangrove Belukar lahan Sawah Tambak Rawa 2006

Sekunder Rawa kering

Semak Belukar 1703.030 31.468 4.004 1.299 1,739.801

Perkebunan 1061.237 1,061.237

Tanah terbuka 12.638 12.638

Tubuh Air 0.001 32.356 0.001 0.001 32.359

Hutan Mangrove Sekunder 78.143 600.495 135.476 814.114

Semak Belukar rawa 3.216 6754.829 1.371 6,759.416

Pertanian lahan kering campur semak 1.462 4.648 63.512 69.622

Sawah 130.993 130.993

Tambak 0.825 2787.041 2,787.866

Rawa 25.917 30.403 56.320

Total Luas 2011 1,731.235 1,170.848 12.638 39.576 600.495 6,760.777 63.512 130.993 2,923.889 30.403 13,464.370 Perubahan tutupan (ha) -8.57 109.61 0.00 7.22 -213.62 1.36 -6.11 0.00 136.02 -25.92 Perubahan tutupan (%) -0.49 63.13 0.00 22.30 -26.24 0.02 -8.78 0.00 4.88 -46.02


(22)

Berdasarkan hasil survey lapangan pengurangan jumlah luasan dan perubahan bentuk hutan mangrove menjadi berbagai bentuk tutupan lahan lainnya disebabkan oleh banyaknya aktifitas manusia di sekitar hutan dan kepentingan berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga melakukan konversi hutan menjadi perkebunan, tambak, sawah, pertanian lahan kering campuran serta masih terjadinya illegal logging. Selanjutnya Purwoko (2006) menyatakan bahwa besarnya perubahan penggunaan lahan di SMKGLTL diakibatkan oleh adanya kegiatan manusiapada kawasan ini. Perubahan ini umumnyaterjadi akibat adanya perubahan tutupanlahan dari hutan di konversi menjadiareal untuk tambak, lahan kosong.

Hasil survey lapangan menunjukkan sebagian besar perkebunan yang berada di dalam kawasan Suaka Margastwa Karang gading dan Langkat Timur Laut adalah milik perusahaan sedangkan milik masyarakat hanya sebagian kecil. Tetapi untuk tutupan lahan yang lainnya seperti sawah, tambak, dan pertanian lahan kering hampir sepenuhnya milik masyarakat sekitar kawasan Suaka Margastwa Karang gading dan Langkat Timur Laut.


(23)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

Gambar 4. Perubahan hutan mangrove menjadi (a) perkebunan, (b) pertanian lahan kering, (c) rawa, (d) sawah, (e) semak belukar, (f) tambak, (g) tanah terbuka, (h) tubuh air

Bertambahnya jumlah penduduk juga memicu terjadinya penurunan luasan hutan mangrove. Peningkatan jumlah penduduk diiringi dengan kebutuhan akan ruang yang lebih luas sebagai tempat tinggal dan beraktifitas. Tambunan dkk (2005) menegaskan bahwa keterbatasan pemahaman atas nilai dan manfaat mangrove sangat menentukan bentuk, strategi dan kegiatan dalam pengelolaan mangrove yang ada.

Interaksi antara masyarakat dan lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan terhadap penggunaan lahan memiliki potensi menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap kelangsungan sumberdaya itu. Menurut Purwoko dan Onrizal (2002), interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan


(24)

biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya.

Berdasarkan hasil survey lapangan perubahan bentuk atau berkurangnya luasan hutan mangrove sekunder menjadi tambak tidak terlepas dari perlakuan manusia baik secara individu ataupun kelompok masyarakat. Sedangkan perubahan bentuk atau berkurangnya luasan hutan mangrove menjadi perkebunan di dalam kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut secara umum dilakukan oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang memiliki kepentingan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dengan tidak melihat aspek konservasi dengan melakukan konversi yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Onrizal (2010) perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, perkebunan, dan areal pertanian lainnya. 


(25)

(26)

Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut

Tingkat kerusakan kawasan di SMKGLTL cukup parah hal ini disebabkan adanya banyaknya aktifitas manusia di sekitar hutan mangrove dan sedikitnya tenaga ahli dalam melakukan pengawasan kawasan SMKGLTL sehingga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberadaan kawasana SMKGLTL. Kerusakan kawasan dan perubahan bentuk dan luasan kawasan seringkali disebabkan oleh adanya kepentingan dari berbagai pihak yang tekait di dalamnya. Hal ini dimulai dari yang paling mendasar, yaitu pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat akan ruang untuk hidup dan mencari makan dengan cara mengkonversi hutan sampai kepada pengusahaan areal hutan oleh pihak swasta menjadi bentuk penggunaan lahan seperti perkebunan maupun tambak. Oleh sebab itu, kegiatan penebangan pun tidak dapat terelakkan. Hal ini lah yang terjadi pada kawasan SMKGLTL.

Interpretasi citra yang telah dilakukan pada citra Landsat menunjukkan bahwa kawasan SMKGLTL terbagi menjadi tiga kriteria tingkat kerusakan. Hal ini sesuai dengan Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove (DepHut, 2005). Kriteria tingkat kerusakan yang terjadi pada kawasan SMKGLTL dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.


(27)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 Ga Kawasan besarnya p kriteria ru dari besar kriteria ru Hal ini d

Rusak Be 13928,

Luas

 

K

Prop

Gam ambar 6 dan SMKGLTL proporsi kr usak yaitu 2 rnya luas ke usak dan tid

disebabkan

rat R

,344

Kerusaka

2%

porsi

 

Lu

S

Gambar.6. Lu

mbar.7. Propor n 7 member L sangat p riteria rusak 2% dan krit erusakan kr dak rusak m karena ba

Rusak 252,902

an

 

Kawa

97% 1%

uas

 

Keru

SMKGT

uas kerusakan

rsi luas kerusa rikan inform parah kerus k berat yait

teria tidak r riteria rusak masing-masi

anyaknya a

Tidak Rusak 219,755

asan

 

SM

usakan

 

K

L

 

(%)

kawasan SMK

akan kawasan masi tentan sakannya h tu 97% dib rusak yaitu k berat yait ng adalah 2 aktifitas ma k 5

MKGTL

 

(

Kawasan

KGLTL

SMKGLTL g kerusakan hal ini dap

andingkan 1%, dan ju tu 13928.34 252.902 ha anusia baik

Ha)

Rusak B Rusak Tidak Ru

n

 

Rusak B Rusak Tidak Ru

n yang terja pat dilihat dengan pro uga dapat d 44 ha sedan dan 219.75 k yang ind

erat usak erat usak adi di lebih oporsi dilihat ngkan 55 ha. dividu


(28)

ataupun kelompok di kawasan SMKGTL berupa perubahan alih fungsi lahan menjadi sawah, perkebunan, tambak, pertanian lahan kering maupun semak dan lahan terbuka sebagai dampak penebangan liar.

Kerusakan ekosistem hutan mangrove telah terjadi di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Salah satu faktor kerusakannya menurut Onrizal (2010) adalah konversi lahan untuk tambak dan pengambilan pohon mangrove untuk kayu arang. Menurut Lambin et al. (2003) salah satu efek perubahan pengunaan lahan di daerah tropis adalah terjadinya kerusakan lahan dan Dephut (2008) juga melaporkan tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Tingkat kerusakan yang terjadi pada kawasan SMKGLTL dapat disajikan ke dalam bentuk peta seperti pada Gambar 8.


(29)

(30)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut pada tahun 2006 dan 2011 telah banyak mengalami perubahan alih fungsi lahan menjadi perkebunan, sawah, tambak, rawa, pertanian lahan kering, semak belukar hingga lahan terbuka. Pengurangan jumlah luasan terbesar pada terjadi pada hutan mangrove sekunder sebesar 213.62 ha diikuti rawa dan semak belukar masing-masing 25.92 ha dan 8.57 ha dan penambahan jumlah luasan terbesar terjadi pada perkebunan sebesar 109.61 ha diikuti dengan tambak, tubuh air, semak belukar rawa masing-masing 136.02 ha, 7.22 ha dan 1.36 ha dan tutupan lahan pada tanah terbuka dan sawah tidak terjadi perubahan tutupan lahan dari tahun 2006 dan 2011

2. Faktor-faktor utama penyebab kerusakan di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut yaitu antropogenik atau tidak terlepas dari manusia baik individu maupun perusahaan yang melakukan kegiatan pengkonversian lahan dari hutan mangrove menjadi peruntukkan lainnya yaitu perkebunan, sawah, tambak dan pertanian campuran.

3. Kerusakan yang terjadi pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut sangat parah. Karena kriteria rusak berat sangat mendominasi dengan luasannya sekitar 13928.344 ha dibandingkan dengan kriteria rusak dan tidak rusak dengan masing-masing luasannya yaitu 252.902 ha dan 219.755 ha.


(31)

Saran

  Perlu adanya peningkatan pengawasan ekstra dari para stakeholder khususnya dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) dan sanksi yang jelas dan tegas terhadap segala bentuk pelanggaran yang terjadi di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut serta adanya penegasan batas-batas kawasan agar tidak terjadi pemanfaatan lahan lebih lanjut sehingga mengakibatkan kerusakan yang semakin parah. Kegiatan penanaman kembali direkomendasikan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi di dalam kawasan. Penggunaan citra satelit yang lebih baik dapat meningkatkan hasil interpretasi yang dilakukan.


(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Penutupan Lahan Indonesia

Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan) dan Benua Australia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan Wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brasil dan Zaire, sehingga sangat penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat hutan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, yaitu minimal 30% (tiga puluh persen), seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun 1999. Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi, lindung atau produksi (Dephut, 2008).

Lahan dan Pengunaan Lahan

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan tutupan lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya lahan, maka data ini bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan


(33)

hidupnya baik material mauoun spititual. Penggunaan lahan dapat ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, dkk., 2006).

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat. Sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat di tafsir secara langsung dari penutupan lahannya. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer, 1993). Deteksi perubahan mencakup


(34)

penggunaan fotografi udara berurutan diatas wilayah tertentu dari fotografi tersebut peta penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995). Sulistyo (2004) menambahkan bahwa salah satu data penginderaan jauh merupakan data digital sehingga memerlukan pengolahannya untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam peta tematik.

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang

dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk., 2006).

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Lillesand dan Kiefer (1993) menyatakan bahwa perubahan lahan terjadi karena manusia yang mengubah lahan pada waktu yang berbeda. Pola-pola perubahan lahan terjadi akibat responnya terhadap pasar, teknologi, pertumbuhan populasi, kebijakan pemerintah, degradasi lahan, dan faktor sosial ekonomi lainnya (Basuni, 2003). Menurut Darmawan (2003), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama masyarakat sekitar kawasan.


(35)

Menurut Pasaribu (2004) permasalahan-permasalahan utama yang melatarbelakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara tidak terlepas dari beberapa hal, antara lain:

1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah

Kebanyakan masyarakat di kawasan pesisir bekerja sebagai nelayan tradisional. Meskipun cukup potensial namun tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir relatif masih rendah jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Hal ini disebabkan terbatasnya peralatan yang dimiliki nelayan tradisional yang mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan penghasilan nelayan. Dalam satu bulan nelayan tradisional hanya efektif bekerja 20 hari. Untuk mengisi waktu saat tidak melaut nelayan melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan seperti beternak kepiting, ikan kerapu dan mencari kayu bakar. Pencarian kayu bakar dilakukan di hutan mangrove di sekitar mereka dengan penebangan yang tidak memenuhi aturan sehingga mengakibatkan percepatan kerusakan.

2. Penebangan liar (illegal logging)

Kayu mangrove termasuk bahan baku terbaik dalam pembuatan arang, yang bernilai ekonomi untuk dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri terutama Jepang. Dampak dari tingginya nilai arang bakau di pasaran mengakibatkan masyarakat mendirikan dapur arang yang beroperasi secara liar. Untuk memenuhi bahan bakar tidak jarang masyarakat melakukan penebangan liar di kawasan lindung dan sempadan pantai yang seharusnya terlarang bagi pengambilan kayu.


(36)

3. Pembukaan tambak udang secara liar

Peningkatan harga udang di pasaran nasional sejak tahun delapan puluhan, menyebabkan banyak masyarakat membuka lahan tambak di daerah pantai yang menimbulkan konversi lahan. Kawasan mangrove berubah menjadi hamparan tambak dan kerusakan mangrove di perparah oleh kurangnya kesadaran pengusaha dan masyarakat dalam melakukan pelestarian di daerah lindung dan sempadan. Pembukaan tambak tidak hanya dilakukan di kawasan hutan produksi yang secara umum diperkenankan, juga dijumpai oknum-oknum tertentu melakukan ekstensifikasi tambak sampai ke hutan lindung.

4. Persepsi yang keliru tentang mangrove

Banyak masyarakat maupun birokrat yang berhubungan dengan bidang kesehatan mempunyai pandangan yang keliru tentang mangrove. Mangrove dianggap sebagai tempat kotor untuk tempat bersarang dan berkembang biak nyamuk malaria, lalat dan berbagai jenis serangga lainnya. Hal ini telah mendorong terjadinya pembabatan mangrove yang berlebihan untuk mengatasi timbulnya wabah penyakit.

5. Lemahnya penegakan hukum

Pada dasarnya telah banyak peraturan perundangan yang bertujuan untuk mengatur dan melindungi sumberdaya mengrove melalui cara-cara pengelolaan yang didasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian namun demikian belum dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang memadai. Sehingga dari waktu ke waktu semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tanpa adanya upaya penegakan hukum yang berarti.


(37)

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1993). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan (Lo, 1995).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan computer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 1989). Sedangkan Prahasta (2005) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer untuk

1. Akusisi dan verifikasi data, 2. Kompilasi data

3. Penyimpanan data

4. Perubahan dan updating data 5. Manajemen dan pertukaran data 6. Manipulasi data

7. Pemanggilan dan presentasi data 8. Analisa data


(38)

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yaitu generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3. Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor Thematic Mapper (TM) (Budiyanto, 2002).

Menurut Prabowo et al. (2005) menyatakan bahwa sistem informasi geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis.

Menurut Satriya (2010) Pemetaan habitat mangrove berperan penting dalam manajemen pengelolaan hutan mangrove mencakup inventarisasi sumberdaya spesies, deteksi perubahan lahan yang terjadi dan perencanaan tata ruang ekosistem yang berkelanjutan.

Penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1) Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (geographic information system) dan inderaja (citra satelit), dan


(39)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peubahan tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan berubah dengan cepat dan sangat dinamis dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Beberapa kegiatan penyebab pengurangan luas hutan adalah konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain misalnya untuk perkebunan dan transmigrasi; pencurian kayu atau penebangan liar (illegal logging); perambahan dan okupasi lahan serta kebakaran hutan. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya terkait dengan masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan (Khalil, 2009).

Tutupan hutan pada wilayah berhutan dari tahun ke tahun semakin berkurang dikarenakan terjadinya alih fungsi hutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Basyuni (2002) yang menyatakan tekanan populasi, pengelolaan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian, perkembangan industri dan perkotaan memberikan proporsi yang signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan meningkatnya populasi, lahan produksi semakin berkurang sehingga hutan mangrove dikonsversi menjadi lahan pertanian, pertambakan (aqua culture), bahan bakar, dan tujuan lainnya.

Masyarakat melakukan kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang dapat menyebabkan berkurangnya kawasan hutan, untuk peruntukan yang lain seperti perkebunan, perladangan tidak terkendali, pemukiman, pembangunan industri dan lain-lain.


(40)

Luas hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian Onrizal (2010) dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dalam 4 kali pengukuran berbeda (1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) terus menurun. Jika dibandingkan dengan hutan mangrove tahun 1977, pada tahun 1988/1989, 1997, dan 2006 hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara secara berturut-turut terus berkurang, yaitu sebesar 14,01% (tersisa menjadi 88.931 ha), 48,56% (tersisa menjadi 53.198 ha) dan 59,68% (hanya tersisa 41.700 ha) dari luas awal sebesar 103.415 ha pada tahun 1977. Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa laju kerusakan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara adalah sebesar 2128,103 ha/tahun.

Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan ekosistem hutan mangrove bagi daerah pantai, maka penataan dan pengelolaan hutan mangrove yang sesuai dengan sifat dan karakteristiknya sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, salah satu upaya yang diperlukan adalah kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan adanya pedoman inventarisasi dan identifikasi hutan mangrove yang dapat memberikan dasar dan arahan bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

Inventarisasi dan identifikasi lahan kritis mangrove didasarkan pada kenyataan bahwa pengelolaan hutan mangrove yang telah dilaksanakan selama ini, yang lebih menekankan pada tujuan ekonomi yang cenderung mengabaikan aspek kelestarian, telah banyak menimbulkan dampak negatif yang ditunjukkan oleh semakin luasnya lahan kritis mangrove.

Untuk mencegah semakin meluasnya lahan kritis mangrove, maka upaya rehabilitasi hutan mangrove mutlak diperlukan guna memulihkan keberadaan dan


(41)

fungsi dari ekosistem mangrove. Lebih lanjut, pengelolaan hutan mangrove harus dilakukan secara baik dan benar dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Dengan demikian, diharapkan hutan mangrove mampu berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan pembangunan nasional secara keseluruhan.

Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan. Pembuatan peta tutupan lahan, dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), dimana dalam prosesnya menggunakan perangkat lunak (Howard, 1996).

Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut adalah salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan ini juga merupakan bentuk pengelolaan sumberdaya alam pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 Nopember 1980. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara dan terletak di Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dan Kecamatan Labuan Deli, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dengan luas 15.765 ha. Kawasan ini mempunyai fungsi sebagai hutan penyangga atau benteng dari abrasi pantai, selain itu juga sebagai tempat kehidupan (nursery

ground) sekaligus habitat bagi ikan, udang, kepiting dan lain-lain (Kemeterian Kehutanan, 2010). Oleh karena itu, diperlukan observasi penggunaan

lahan dan perubahan tutupan lahan di periode 2006-2011 di kawasan konservasi tersebut.


(42)

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan di kawasan Suaka Margastwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut pada selang waktu 2006 dan 2011

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan di kawasan Suaka Margastwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. 3. Menginventarisasi dan identifikasi lahan kritis mangrove.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan di kawasan Suaka Margastwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut pada selang waktu 2006 dan 2011 kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi.


(43)

i

ABSTRACT

MUAMMAR BM : Analysis of Land Use and Land Cover Change in 2006 and 2011 and Critical Land Identification at Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and SITI LATIFAH.

Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve was currently under pressure due to the utilization and management of the less concern on sustainability aspect. This study aimed to determine land cover changes and the level of damage to the area of the Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve. Land cover changes detection was performed using Arc View GIS 3.3. Mapping the extent of damage done by employing the score and weight for each criteria (land cover, canopy density and soil resistance to abration).

The results showed that throughout 2006 and 2011 in area of Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve, land cover changes both either to additional or reduction area. The damage level in area of Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve divided into three criteria : severely damage, damaged and undamaged. The latest data (2011) showed that the criteria were severely damaged in the area of the Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve extents very large amounting 13928.344 ha compared with an area of damaged and undamaged criteria amounted to 252.902 ha and 219.755 ha, respectively.


(44)

ii

ABSTRAK

MUAMMAR BM : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 serta Identifikasi Lahan Kritis Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan SITI LATIFAH.

Kondisi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan tingkat kerusakan pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Perubahan tutupan lahan dilakukan

extention change detection Arc View GIS 3.3. Pemetaan tingkat kerusakan dilakukan

dengan memberikan skor dan bobot pada tiap kriteria (tutupan lahan, kerapatan tajuk dan ketahanan tanah terhadap abrasi).

Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2006 dan 2011 Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut mengalami perubahan bentuk tutupan lahan baik yang mengalami penambahan luasan hingga pengurangan luasan. Tingkat kerusakan kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur terbagi ke dalam tiga kriteria yakni rusak berat, rusak dan tidak rusak. Data terakhir (tahun 2011) menunjukkan bahwa kriteria rusak berat pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur sangat besar luasannya yaitu sebesar

13928.344 ha dibandingkan dengan luasan kriteria rusak dan tidak rusak masing-masing sebesar 252.902 ha dan 219.755 ha.

Kata kunci: Pemetaan, Perubahan lahan, Tingkat Kerusakan.


(45)

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DI KAWASAN SUAKA

MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR

LAUT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh: MUAMMAR BM

091201026

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(46)

Judul Penelitian : Analisis Penggunaan Lahan Dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 Dan 2011 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

Nama : Muammar BM

Nim : 091201026

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D

Nip. 19730421 20012 1 001 Nip. 19710406 200112 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Nip. 19710406 200112 2 001


(47)

MUAMMAR BM : Analysis of Land Use and Land Cover Change in 2006 and 2011 and Critical Land Identification at Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and SITI LATIFAH.

Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve was currently under pressure due to the utilization and management of the less concern on sustainability aspect. This study aimed to determine land cover changes and the level of damage to the area of the Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve. Land cover changes detection was performed using Arc View GIS 3.3. Mapping the extent of damage done by employing the score and weight for each criteria (land cover, canopy density and soil resistance to abration).

The results showed that throughout 2006 and 2011 in area of Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve, land cover changes both either to additional or reduction area. The damage level in area of Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve divided into three criteria : severely damage, damaged and undamaged. The latest data (2011) showed that the criteria were severely damaged in the area of the Karang Gading and Langkat Timur Laut wildlife reserve extents very large amounting 13928.344 ha compared with an area of damaged and undamaged criteria amounted to 252.902 ha and 219.755 ha, respectively.

Keywords: mapping, land changes, level of damage.


(48)

MUAMMAR BM : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 serta Identifikasi Lahan Kritis Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan SITI LATIFAH.

Kondisi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan tingkat kerusakan pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Perubahan tutupan lahan dilakukan

extention change detection Arc View GIS 3.3. Pemetaan tingkat kerusakan dilakukan

dengan memberikan skor dan bobot pada tiap kriteria (tutupan lahan, kerapatan tajuk dan ketahanan tanah terhadap abrasi).

Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2006 dan 2011 Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut mengalami perubahan bentuk tutupan lahan baik yang mengalami penambahan luasan hingga pengurangan luasan. Tingkat kerusakan kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur terbagi ke dalam tiga kriteria yakni rusak berat, rusak dan tidak rusak. Data terakhir (tahun 2011) menunjukkan bahwa kriteria rusak berat pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur sangat besar luasannya yaitu sebesar

13928.344 ha dibandingkan dengan luasan kriteria rusak dan tidak rusak

masing-masing sebesar 252.902 ha dan 219.755 ha.

Kata kunci: Pemetaan, Perubahan lahan, Tingkat Kerusakan.


(49)

Muammar BM dilahirkan di kota Medan pada tanggal 10 September 1991

dari pasangan bapak Sutan Bakaruddin Koto dan Ibu Murniati Chan. Penulis

merupakan anak kelima dari enam bersaudara dalam keluarga.

Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 067694 Medan Area

dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Yayasan

Perguruan Islam Azizi Medan dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis

menyelesaikan pendidikan menengah akhir di SMA Swasta UISU Medan. Pada

tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi

Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Silvika, Inventarisasi Hutan,

Ekologi Hutan, Klimatologi di Program Studi Kehutanan dan asisten Praktik

Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan

Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo pada tahun 2012. Penulis mengikuti

kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan

Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo tahun 2011.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di TN Sebangau

Kalimantan Tengah pada tahun 2013. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan

penelitian dengan judul “Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan

Lahan Tahun 2006 dan 2011 serta Identifikasi Lahan Kritis Di Kawasan Suaka

Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.” di bawah bimbingan

Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Siti Latifah,

S.Hut, M.Si., Ph.D


(50)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah

mengkaruniakan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Lahan

dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 serta Identifikasi Lahan

Kritis Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut”.

Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua Bapak Sutan Bakaruddin Koto dan Ibu Murniati Chan, yang

senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa, memberikan cinta dan

dukungan berupa moril maupun materil. Terima kasih atas segala yang telah

dilakukan demi penulis dan terimakasih atas setiap cinta yang terpancar serta

doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah penulis sehingga penulis

bisa sampai ke titik ini. Serta seluruh keluarga besar yang senantiasa

memotivasi serta selalu mendoakan kelancaran studi, dukungan materi serta

semangat yang tulus kepada penulis hingga skripsi ini terselesaikan.

2. Komisi pembimbing saya Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D

dan Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D yang telah banyak memberikan

bantuan serta masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan

skripsi penelitian ini.

3. Kepala RKW SM KGLTL I Bapak Ilham dan Kepala RW SM KGLTL II

Bapak Sukardi yang telah banyak membantu dalam pengambilan data dan

panduannya selama di lokasi penelitian.


(51)

Lisnawati Hutabarat yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat

melakukan penelitian.

5. Seluruh keluarga besar program studi kehutanan khususnya Budidaya Hutan

2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal

penelitian hingga akhir skripsi ini.

6. Rekan – rekan seperjuangan Nurhayati, Winda Lestari br Gurusinga, Novha

Nurul Fadilla, Ade Dwi Fonna Rizki, M. Iqbal R Nasution, Monika Lestari

Zalugu, Najmatul Khairat, Novita Ariani Sitorus, Nicho Chandra Siregar,

Kanvel Singh dan tidak lupa juga kepada abang alumni yaitu Moehar Maragih

Harahap, S.Hut dan Marris Hendra Sitindaon, S.Hut yang telah memberikan

bantuan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis

cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa

sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat

kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan skripsi penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu.

.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pihak yang membutuhkan.


(52)

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... 4

Manfaat Penelitian... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ... 5

Lahan dan Penggunaan Lahan... ... 5

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove... ... 7

Penginderaan Jauh ... ... 10

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 12

1. Pengumpulan Data ... 12

2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 13

3. Survey Lapangan ... 19

Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis mangrove ... 20

A. Teknik Penilaian ... 20

B. Kriteria Penilaian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 ... 23

Perubahan Tutupan Lahan Di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut ... 24

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011... 25

Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut ... 31


(53)

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... 40


(54)

No. Halaman

1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan

lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja ... 21

2. Tingkat kekritisan lahan mangrove ... 22

3. Distribusi tutupan lahan di kawasan suaka margasatwa karang gading dan langkat timur laut tahun 2006 dan 2011 ... 23

4. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di suaka margasatwa karang gading dan langkat timur laut ... 26


(55)

No. Halaman

1. Monogram Sumatera ... 18

2. Bagan Analisis perubahan tutupan Lahan dengan Change Detection ... 19

3. Cara penilaian tingkat kekrtisan lahan mangrove dengan metode GIS ... 20

4. Perubahan Hutan Mangrove menjadi (a) Perkebunan, (b) Pertanian Lahan Kering, (c) Rawa, (d), Sawah, (e), Semak Belukar (f) Tambak, (g) Tanah Terbuka, (h) Tubuh Air ... 28

5. Peta perubahan tutupan lahan di SMKGLTL tahun 2006 dan 2011 ... 30

6. Luas Kerusakan Kawasan SMKGLTL ... 32

7. Proporsi Luas Kerusakan Kawasan SMKGLTL ... 32

8. Peta Tingkat Kerusakan Kawasan ... 34


(56)

No. Halaman

1. Peta Tutupan Lahan di SMKGLTL Tahun 2006 ... 41

2. Peta Tutupan Lahan di SMKGLTL Tahun 2011 ... 42

3. Peta Tekstur Tanah Kawasan SMKGLTL ... 43

4. Peta Kerapatan Tajuk Kawasan SMKGLTL ... 44


(1)

4. Seluruh rekan tim peneliti M. Kholis Hamdy Batubara, Jaka Perwira Maulana, Dian Novita Sari, Putri Ester Sihaloho, Berliana Nainggolan dan Tetty Lisnawati Hutabarat yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat melakukan penelitian.

5. Seluruh keluarga besar program studi kehutanan khususnya Budidaya Hutan 2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.

6. Rekan – rekan seperjuangan Nurhayati, Winda Lestari br Gurusinga, Novha Nurul Fadilla, Ade Dwi Fonna Rizki, M. Iqbal R Nasution, Monika Lestari Zalugu, Najmatul Khairat, Novita Ariani Sitorus, Nicho Chandra Siregar, Kanvel Singh dan tidak lupa juga kepada abang alumni yaitu Moehar Maragih Harahap, S.Hut dan Marris Hendra Sitindaon, S.Hut yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... 4

Manfaat Penelitian... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ... 5

Lahan dan Penggunaan Lahan... ... 5

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove... ... 7

Penginderaan Jauh ... ... 10

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 12

1. Pengumpulan Data ... 12

2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 13

3. Survey Lapangan ... 19

Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis mangrove ... 20

A. Teknik Penilaian ... 20

B. Kriteria Penilaian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 ... 23

Perubahan Tutupan Lahan Di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut ... 24

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011... 25

Tingkat Kerusakan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut ... 31


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(4)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan

lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja ... 21 2. Tingkat kekritisan lahan mangrove ... 22 3. Distribusi tutupan lahan di kawasan suaka margasatwa karang gading dan langkat timur laut tahun 2006 dan 2011 ... 23 4. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di suaka margasatwa karang gading dan langkat timur laut ... 26


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Monogram Sumatera ... 18

2. Bagan Analisis perubahan tutupan Lahan dengan Change Detection ... 19

3. Cara penilaian tingkat kekrtisan lahan mangrove dengan metode GIS ... 20

4. Perubahan Hutan Mangrove menjadi (a) Perkebunan, (b) Pertanian Lahan Kering, (c) Rawa, (d), Sawah, (e), Semak Belukar (f) Tambak, (g) Tanah Terbuka, (h) Tubuh Air ... 28

5. Peta perubahan tutupan lahan di SMKGLTL tahun 2006 dan 2011 ... 30

6. Luas Kerusakan Kawasan SMKGLTL ... 32

7. Proporsi Luas Kerusakan Kawasan SMKGLTL ... 32


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Tutupan Lahan di SMKGLTL Tahun 2006 ... 41

2. Peta Tutupan Lahan di SMKGLTL Tahun 2011 ... 42

3. Peta Tekstur Tanah Kawasan SMKGLTL ... 43

4. Peta Kerapatan Tajuk Kawasan SMKGLTL ... 44