Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanaan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku
i
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA
PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA PROVINSI MALUKU
WELEM WAILERUNY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemanfaatan
Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut
Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Welem Waileruny
NRP: C462090041
iv
RINGKASAN
WELEM WAILERUNY. Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku
Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO, SUGENG HARI WISUDO, TRI WIJI
NURANI, ARI PURBAYANTO.
Laut Banda sebagai daerah penangkapan utama ikan cakalang di Provinsi
Maluku diduga telah mengalami tekanan penangkapan. Indikasi ini terlihat dari data
terbaru dari instansi terkait dan beberapa hasil penelitian terakhir. Penutupan beberapa
perusahan penangkapan ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku juga menjadi
indikasi merosotnya sumberdaya ini. Kondisi ini bukan hanya menjadi ancaman
kelestarian sumberdaya ikan cakalang, tetapi juga ancaman bagi pertumbuhan
ekonomi daerah dan pendapatan nelayan. Untuk mengatasi hal tersebut maka
penentuan jumlah upaya optimum secara biologi dan ekonomi penting dilakukan.
Sebagai tambahan, Provinsi Maluku yang terkenal karena kaya sumberdaya perikanan,
tetapi masih banyak nelayan yang hidup dalam kemiskinanan. Apakah karena
rendahnya kemampuan mereka untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan atau ada
kebijakan pemerintah yang tidak berpihak.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Menentukan tingkat pemanfaatan optimum
sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi; 2) Menentukan ukuran
layak tangkap secara biologis serta dinamika spasial dan temporal ikan cakalang di
Laut Banda Provinsi Maluku; 3) Memetakan daerah penangkapan ikan cakalang di
Laut Banda dan perairan sekitar berdasarkan musim; 4) Menentukan jenis teknologi
penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan; 5) Menentukan tingkat sosial
ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan merumuskan bentuk pengupahan yang
sesuai bagi nelayan; 6) Membangun model dinamis pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar.
Potensi sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar pada tingkat
MSY adalah 32.954,98 ton/tahun. Keuntungan maksimum dicapai pada titik MEY
dengan jumlah upaya 20.431 trip/tahun dan produksi 32.905,91 ton/tahun.
Keseimbangan bioekonmi terjadi pada upaya 40.862 trip (jumlah upaya pada
keseimbangan opes access) yang memberikan keuntungan sama dengan nol. Sekalipun
demikian, jumlah produksi saat ini sudah melewati tingkat MSY, artinya terjadi
pemanfaatan berlebihan yang mengancam keberlanjutan sumberdaya sekaligus
industri prikanan cakalang di Maluku. Pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya
cakalang dari sisi biologi dan ekonomi adalah pada upaya 20.431 trip/tahun dan
produksi 32.905,91 ton/tahun.
Potensi sumber daya cakalang yang ada menyebar tidak merata sepanjang tahun,
tetapi berfluktuasi mengikuti perubahan musim. Potensi tertinggi pada musim
pancaroba dua dan terendah pada musim pancaroba pertama. Potensi pada musim
pancaroba dua adalah 41,44% dari total potensi yang tersedia, musim barat 21,52%
musim pancaroba pertama 12,46% dan musim timur 24,58%. Di sisi lain, kehadiran
ikan cakalang yang layak tangkap setiap musim juga berbeda mengikuti perubahan
musim. Kehadiran ikan cakalang layak tangkap terbanyak pada musim timur dan
terendah pada musim pancarobah pertama. Ukuran layak tangkap ikan cakalang di
Laut Banda dan perairan sekitar adalah di atas 58 cm. Persentasi kehadiran ikan
cakalang layak tangkap di musim pancaroba pertama adalah 21,48%, musim barat
24,22% musim pancaroba dua 30,64% dan musim timur 52,99% dari total populasi
setiap musim. Ikan cakalang memijah di wilayah lepas pantai pada musim timur
sampai awal musim barat dengan puncak pada musim timur. Anakan ikan cakalang
v
hasil pemijahan mulai masuk kembali ke wilayah pesisir pada usia sekitar tiga bulan.
Ikan-ikan ini hidup dan membesar sampai usia 9-12 bulan saat organ reproduksinya
mulai terbentuk dan memijah pertama pada usia dua tahun.
Kelimpahan ikan cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar dipengaruhi oleh
perubahan suhu permukaan laut (SPL) dan memiliki korelasi negatif dengan CPUE.
SPL tertinggi berada pada musim pancaroba pertama dan terendah di musim timur,
sebaliknya konsentrasi klorofil-a, tertinggi pada musim timur dan terendah pada
musim barat. Perubahan ini turut mempengaruhi pembentukan daerah penangkapan
ikan pada wilayah tersebut. Daerah penangkapan dengan CPUE tertinggi pada semua
musim ada di sebelah barat Pulau Seram, sekitar Pulau-pulau Buano, Kelang dan
Manipa atau pada posisi 126,70–1280 BT dan 2,60–3,40 LS. Di sekitar Laut Banda
pada posisi 1270–130,30 BT dan 3,20–40 LS.
Selain pembatasan jumlah dan ukuran ikan yang boleh ditangkap, salah satu
cara yang boleh diambil untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah
membatasi jenis alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap yang menjamin
keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah pole and line. Penggunaan pukat cincin
ukuran besar menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang.
Pembatasan jenis alat tangkap bukan hanya menjamin keberlanjutan sumberdaya
cakalang, tetapi juga memberikan keuntungan/ pendapatan bagi pengusaha dan
nelayan. Saat ini, pendapatan nelayan pada kapal-kapal pole and line di bawah UMP
Provinsi Maluku. Sekitar 60% nelayan mendapatkan upah di bawah UMP selama
tujuh bulan dan berfluktuasi. Penyebab utamanya karena upah yang diterima nelayan
berdasarkan sistem bagi hasil bukan upah tetap. Selayaknya nelayan mendapatkan
upah tetap, karena mereka sudah melakukan kewajibannya sebagai tenaga kerja. Di
sisi lain keuntungan usaha kapal-kapal pole and line cukup tinggi, rata-rata sebesar Rp
348.079.291/kapal/tahun dengan NPV positif, IRR > biaya sosialnya dan Net B/C > 1.
Kondisi ini dapat dipertahankan jika ada pembatas penggunaan pukat cincin ukuran
besar. Pembatasan pukat cincin ukuran besar selain untuk menjaga keberlangsungan
industri perikanan tetapi juga keberlanjutan sumberdaya cakalang.
Ada tiga pilihan untuk menentukan kebijakan pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya cakalang yaitu membatasi jumlah tangkapan sebesar 32.954,98 ton/tahun,
membatasi ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu lebih besar dari 58 cm dan
membatasi penggunaan teknologi penangkapan dengan menggunakan pole and line
sebagai alat tangkap utama. Pembatasan jumlah tangkapan dan ukuran ikan yang boleh
ditangkap adalah bentuk pengelolaan dari segi pembatasan output. Bentuk pengelolaan
yang menghasilkan keuntungan ekonomi dan memberikan perlindungan yang tinggi
terhadap sumberdaya cakalang adalah melalui pembatasan ukuran ikan yang layak
tangkap (> 58 cm).
Kata kunci: Berkelanjutan, ikan cakalang, layak tangkap, musim, teknologi
penangkapan.
vi
SUMMARY
WELEM WAILERUNY. Sustainable of Fisheries Resources Skipjack
(Katsuwonus pelamis) in the Banda Sea and Surrounding Province of Maluku. Under
the guidance of EKO SRI WIYONO, SUGENG HARI WISUDO, TRI WIJI
NURANI, ARI PURBAYANTO.
Banda Sea as a principal skipjack fishing areas in Maluku province is allegedly
experienced fishing pressure. This indication can be seen from the latest data from
relevant agencies and some results of recent researches. The closure of some skipjack
companies in the Banda Sea of Maluku province is also an indication of the decline of
this resource. This condition is not only a threat to the sustainability of skipjack
resources, but also to economic growth in the area as well as fishermen's income. To
resolve the matter, the determination of the optimum amount of both biologically and
economically effort is important. In addition, the Maluku province is famous for its
rich in fishery resources but many fishermen are still lived in poverty. Probably, it is
because they lack of the ability to exploit fishery resources or the government policies
that did not favor to them.
The purpose of this study is e.g.: 1) to determine the optimum utilization of
fishery resources of skipjack in both biology and economic aspects; 2) to determine
the size of feasible biologically catch as well as the spatial and temporal dynamics of
skipjack in Banda Sea of Maluku Province; 3) to map skipjack fishing grounds in
Banda Sea and adjacent waters based on seasons; 4) to determine the type of
technology that is sustainable for skipjack fishing; 5) to determine the level of fishing
and socioeconomic feasibility and to formulate an appropriate form of remuneration
for fishermen; 6) to build a dynamic model of sustainable use of skipjack resources in
the Banda Sea and adjacent waters.
Skipjack resource potential in the Banda Sea and surrounding waters at MSY
level is 32954.98 tons/ year. A maximum profit is achieved at the point to the amount
of MEY effort 20.431 trips/ year and production of 32905.91 tons/ year. Bio-economic
balance occurs at effort of 40. 862 trips (number of attempts to balance open access)
that provide benefits equal to zero. However, a total production is now past the MSY
level, which means there is excessive utilization of resources that threaten the
sustainability of the industry as well as skipjack fishery in Maluku. Sustainable use of
resources in terms of biological and economical aspects is the attempt to 20.431 trips/
year and production of 32905.91 tons/ year.
The potential resources of available skipjack not spread evenly throughout the
year, but fluctuated following the change of seasons. Highest potential occurred in the
2nd transition season and the lowest one in the 1st transition season. A potential
resource in the 2nd transition is 41.44% of the total available resources, in the dry
season (musim barat) 21.52%, in the 1st transition season 12.46% and in the wet
season (musim timur) 24.58%. On the other hand, the presence of a viable skipjack to
catch in each season is different following the change of seasons. The presence of
most viable skipjack to catch is in wet season and the lowest one in the 1st transition
season. A decent size of skipjack fishing in the Banda Sea and surrounding waters are
above 58 cm. The percentage of viable skipjack presence to catch in the 1st transition
season was 21.48%, in dry season 24.22%, in 2nd transition season 30.64%, and in the
wet season 52.99% of the total population of each season. Skipjack spawn in offshore
areas in the wet season until the beginning of dry season with the peak season is in the
wet. Juvenile skipjack started to go back to the coastal region at the age of about three
vii
months. These fish live and grow until 9-12 months of age when their reproductive
organs begin to form and the first spawn occurs at the age of two years.
The abundance of skipjack in Banda Sea and surrounding waters are affected
by changes in sea surface temperatures (SSTs) and has a negative correlation with
CPUE. The SPL was highest in the 1st transition season and the lowest one in wet
season, otherwise the concentration of chlorophyll-a highest in wet season and lowest
in dry season. This change also affects the formation of fishing grounds in the region.
Fishing areas with the highest CPUE in all seasons is in west Seram Island, around
Buano, Kelang and Manipa islands, or at position of 126.70-1280 LE and 2.60-3.40 LS.
In surrounding Banda Sea is at position of 1270 to 130.30 LE and 3.20-40 LS.
In addition to restrictions on the number and size of fish caught, one way
would be taken to ensure the sustainability of skipjack resources is to limit the type of
fishing gear used. Fishing gear that ensures the sustainability of the resource is pole
and line. The use of the large size purse seine is a threat to the sustainability of
skipjack resources fisheries. Restrictions on gear types not only ensure the
sustainability of skipjack resources, but also provide benefits/ incomes to
entrepreneurs and fishermen. Currently, the income of fishermen in boats pole and line
is under minimal provincial wages (UMP, upah minimum provinsi) of Maluku
province. Approximately 60% of fishermen earn wages below the UMP for seven
months and is always fluctuated. The main cause for receiving wages is based on
sharing system and not fixed wage. Fishermen should get a fixed wage, because they
have work on their duty as labor. On the other hand, the profit venture of pole and line
vessels is quite high to reach the average Rp 348.079.291/ ship/ year with positive
NPV, IRR> social opportunity cost and Net B/C > 1. This condition can be maintained
if there is limitation to the use of large size purse seine. Restriction of large size purse
seine is to sustain the fishing industry besides maintain the sustainability of skipjack
resources.
There are three options for determining sustainable resource as policies that
limit the amount of skipjack catches 32954.98 tons/ year, which may limit the size of
fish caught greater than 58 cm and limit the use of capture technology using a pole and
line as the main gear. Restrictions number and size of fish caught is a form of
management in terms of restriction output. This management form may generate
economic benefits and provide high protection to fish resources through restrictions of
skipjack catch by decent size of fish (> 58 cm).
Keywords: Decent fishing, fishing technology, skipjack, season, sustainable.
viii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA
PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA PROVINSI MALUKU
WELEM WAILERUNY
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
x
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Domu Simbolon, M.Si
2. Dr Ir M Fedi A Sondita, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof Dr Ir Agus Tupamahu, M.Si
2. Prof Dr Ir John Haluaan, M.Sc
xi
Judul Disertasi
:
Nama
NIM
:
:
Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanaan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi
Maluku
Welem Waileruny
C462090041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si
Ketua
Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota
Prof Dr Ir Ari Purbayanto, M.Sc
Anggota
Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Laut
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. M.S Baskoro, M.Sc
Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr
Tanggal Ujian: 20 Juni 2014
Tanggal Lulus:
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakusa atas kasih dan
sayang-Nya sehingga disertasi ini boleh terselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah “Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku”. Karya ilmiah
yang dihasilakan sebagai prasarat mengikuti ujian tertutup-terbuka adalah: 1) BioEconomics Analysis of Skipjack (Katsuwonus pelamis) Fishery on Banda Sea–
Maluku Province. Diterbitkan pada International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). 2) Sistem Bagi Hasil dan Upah Nelayan Buruh pada
Perikanan Pole and Line di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Naskahnya
telah ditelaah oleh Mitra Bestari Jurnal Sosiologi Masyarakat (JSM)-Lab Sosio/Pusat
Kajian Sosiologi FISIP Universitas Indonesia untuk selanjutnya menunggu proses
penerbitan. Disertasi ini boleh terselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti atas ijin yang
diberikan bagi penulis untuk melanjutkan studi di IPB.
2. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis studi di IPB. Terima kasih kepada
Pimpinan PS. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), staf pengajar dan tata
usaha dalam proses pembelajaran selama ini
3. Dr Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof Dr Ir Ari
Purbayanto, M.Sc dan Dr Ir Tri Wiji Nurani, M.Si selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan demi
perbaikan penulisan ini sejak penyusunan proposal sampai penyelesaian disertasi.
4. Prof Dr Agus Tupamahu dan Prof Dr John Haluan selaku penguji luar kamosi
pada ujian terbuka. Prof Dr Domu Simbolon dan Dr Fedi Sondita selaku penguji
luar kamosi pada ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan demi
penyempurnaan disertasi ini.
5. Pihak sponsor (NUFFIC-Belanda) melalui Proyek Fish-4 yang dikelola oleh MDF
Pacific Indonesia di Bali dalam pembiayaan studi dan penelitian.
6. Nelayan pole and line, pukat cincin dan pancing tonda di Kota Ambon dan
Kabupaten Maluku Tengah yang telah memberikan banyak informasi/data yang
dibutuhkan untuk penyelesaian disertasi ini.
7. Teman-teman angkatan 2009 (Ibu Tri Ningsih, Ibu Himelda, Ibu Yola Apituley,
Ibu Delly Matruty, Pak Fis Purwangka, Pak Suparman, Pak Umar dan Pak
Donald) atas dukungan dan persahabatan yang dibangun.
8. Teman-teman Persatuan Mahasiswa Maluku di Bogor atas kekeluargaan yang
dibina serta dukungan yang diberikan.
9. Ayah dan Ibu (Almarhum dan Almarhumah) yang sangat kubanggakan dan
kucintai atas kasih sayang yang diberikan.
10. Kakak-kakakku: Bung Max bersama istri dan anak-anak (Elisabth, Richardo dan
Ari), Bung Cada serta istri dan anak-anak (Yustin dan istri dan Ita serta cucu
tersayang), Bung Semi serta istri dan anak-anak (Ula, Gebi dan Sherly), Mimi
serta anak-anak (Ina dan suami, Pice dan istri, Ince dan suami serta cucu-cucu
tersayang), Sar serta suami dan anak-anak (Ekel, Victor, dan Ona) dan adik Feri
serta istri dan anak-anak (Lukas, Aldi, Chorneles dan Fioleta). Keluarga besar
Waileruny, Keluarga Latuny-Tuny dan Keluarga Lohy-Latuny atas dukungan
terutama doa yang diberikan
xiii
11.
Istri (Ferderika) dan ke empat anak tersayang (Wendy, Willy, Fileo dan Filesia)
atas dukungan dan doa yang selalu diberikan. Terima kasih untuk pengorbanan
yang dilakukan sebagai sumber motifasi dan dorongan dalam meraih semua
kesuksesan, termasuk penyelesaian studi ini. Semoga semua perjuangan yang
telah dilakukan bersama, menjadi berkat untuk kemuliaan Tuhan.
Bogor, Juni 2014
Welem Waileruny
xiv
D
Disertasi ini kupersembahkan untuk istri dan anak-anakku tercinta
(Wendy, Willy, Fileo dan Filecya) serta keluarga besar Waileruny
sebagai sumber inspirasi, penyemangat dan motivator.
xv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Novelti
2 KESEIMBANGAN BIO-EKONOMI PERIKANAN CAKALANG DI
LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
3 UKURAN LAYAK TANGKAP DAN DINAMIKA SPASIAL TEMPORAL
IKAN CAKALANG
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
4 MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI
LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
5 TEKNO-SOSIO EKONOMI PERIKANAN CAKALANG DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
6 MODEL DINAMIS PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBER
DAYA CAKALANG DI LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
7 PEMBAHASAN UMUM
8 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
RIWAYAT HIDUP
1
1
3
4
4
5
6
6
8
12
20
21
21
22
24
38
39
39
40
40
59
60
60
62
65
93
94
94
95
97
109
110
115
117
125
129
130
xvi
DAFTAR TABEL
1. Produksi, Nilai Produksi dan Jumlah Unit Penangkapan Ikan Cakalang di Provinsi
Maluku periode 2005-2010.
1
2. Model optimasi statis untuk menghitung keseimbangan bioekonomi dari berbagai
Rezim Pengelolaan
11
3. Koefisien regresi model bioekonomi yang digunakan untuk menghitung
15
parameter biologi ikan cakalang
4. Parameter biologi ikan cakalang dari setiap model bioekonomi
16
5. Solusi bioekonomi dari berbagai rezim pengelolaan.
18
6. Klasifikasi tingkat kematangan gonad (TKG) untuk ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis).
23
7. Tingkat kematangan gonad ikan cakalang selama periode Oktober 2011 sampai
September 2012 di Laut Banda dan sekitarnya Provinsi Maluku
25
8. Persen kehadiran ikan cakalang berdasarkan ukuran panjang di Laut Banda dan
29
sekitarnya selama periode Oktober 2011-September 2012
33
9. Sebaran spasial dan temporal ikan cakalang berdasarkan status pemijahannya
36
10. Estimasi panjang ikan cakalang di beberapa perairan dunia
37
11. Estimasi umur dan pertumbuhan ikan cakalang di Laut Band
41
12. Kisaran SPL Laut Banda dan sekitarnya bulan Oktober 2011-September 2010
45
13. Provil suhu permukaan secara musiman di Laut Banda dan sekitarnya
14. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda dan sekitarnya pada periode Oktober 201147
September 2012.
50
15. Konsentrasi klrorofil-a hasil penelitian sebelumnya
16. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda dan sekitarnya pada periode Musim
51
Pancaroba II 2011 – Musim Timur 2012
52
17. ANOVA hubungan perubahan suhu dengan konsentrasi klorofil-a
53
18. ANOVA hubungan perubahan suhu CPUE
69
19. Hasil analisis teknologi penangkapan berkelanjutan
20. Pendidikan, usia dan startus pernikahan dari nelayan yang bekerja pada kapal pole
71
and line.
72
21. Jumlah anak, tanggungan anak sekolah dan pekerja istri para nelayan
73
22. Sistem bagi hasil pada perikanan pole and line di Maluku Tengah
23. Pembagian upah bagi nelayan berdasarkan tanggung jawab/jabatan pada kapal pole
76
and line di Kabupaten Maluku Tengah
79
24. Upah nelayan buruh pada kapal pole and line di Kabupaten Maluku Tengah
25. Keuntungan usaha perikanan pole and line berdasarkan sistem bagi hasil
82
dibandingkan dengan pemberian upah tetap
83
26. Lokasi dan sasaran penjualan ikan berdasarkan unit tangkapan
87
27. Besarnya biaya investasi kapal pole and line menurut barang investasi
89
28. Biaya tetap usaha perikanan pole and line
91
29. Total penerimaan, biaya dan keuntungan setahun kapal-kapal pole and line
99
30. Model kuantitatif setiap variabel submodel biologi
100
31. Model kuantitatif submodel ekonomi
32. Skenario pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikaan cakalang di Maluku
107
Tengah dan Kota Ambon Provinsi Maluku
xvii
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikanan cakalang
di Laut Banda dan sekitarnya
1
2. Perkembangan produksi ikan cakalang di perairan Laut Banda dan sekitarnya
Provinsi Maluku periode 1990 – 2010
12
3. Perkembangan upaya tangkap dan CPUE ikan cakalang di perairan Laut Banda
dan sekitarnya Provinsi Maluku periode 1990-2010
4. Hubungan effort dengan CPUE ikan cakalang di perairan Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku periode 1990-2010
5. Sebaran produksi aktual terhadap produksi lestari sumberdaya perikanan
cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku Periode 1990-2010.
6. Rezim pengelolaan sumber daya perikanan cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku
7. Hubungan total penerimaan dan biaya operasi penangkapan
8. Gonad ikan cakalang fase TKG 1
9. Ikan cakalang ukuran 37-45 cm TL saat organ reproduksi utama (gonad) mulai
terbentuk
10. Penampakan gonad TKG 1 dan TKG V
11. Gonad ikan cakalang pada fase TKG II dan TKG III
12. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim pancaroba ke dua
13. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim barat
14. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim pancaroba pertama
15. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim timur
16. Persentasi ikan cakalang yang layak dan tidak layak tangkap berdasarkan
perubahan musim
17. Citra SPL bulan Oktober 2011 sampai September 2012
18. Citra SPL Musim Pancaroba II 2011 (a), Barat 2011-2012 (b), Pancaroba I 2012
(c), dan Musim Timur 2012 (d)
19. Citra CHL bulan Oktober 2011 sampai September 2012
20. Citra CHL Musim Pancaroba II 2011 (a), Barat 2011-2012 (b), Pancaroba I
2012 (c), dan Musim Timur 2012 (d)
21. Sebaran SPL dan klorofil terhadap produksi ikan cakalang berdasarkan
musim
22. Sebaran data CPUE terhadap sisaanya
23. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Peralihan II di Laut Banda
dan sekitarnya
24. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Barat di Laut Banda dan
sekitarnya
25. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Peralihan I di Laut Banda
dan sekitarnya
26. Peta daerah penangkapan ikan cakalang Musim Timur di Laut Banda dan
sekitarnya
27. Peta Lokasi Penelitian
28. Kapal pole and line dengan berbagai ukuran yang sementara tambat pada salah
satu dermaga swasta di Teluk Ambon Dalam
13
13
17
18
19
24
25
26
27
30
30
31
31
33
42
45
48
52
53
53
55
56
58
59
63
66
xviii
29. Fluktuasi upah bulanan nelayan pada kapal-kapal pole and line
30. Pendapatan bulanan pemancing dari berbagai sistem bagi hasil
31. Pendapatan bulanan boi-boi, koki, pembantu nahkoda dan lainnya dari
berbagai sistem bagi hasil
32. Saluran pemasaran ikan cakalang di Kota Ambon dan Maluku Tengah
33. Persentasi berbagai komponen biaya variabel
34. Perbandingan upah nelayan dan komponen biaya lainnya terhadap biaya
total.
35. Fluktuasi pendapatan dan keuntungan dari kapal-kapal pole and line di
Kabupatan Maluku Tengan dan Kota Ambon Provinsi Maluku
36. Pendapatan dan keuntungan kapal-kapal pole and line berdasarkan
perubahan musim
37. Model konseprual submodel biologi ikan cakalang
38. Model konseptual submodel ekonomi
39. Kondisi sumberdaya ikan dengan pole and Line sebagai alat tangkap
utama
40. Pendapatan dengan alat tangkap pole and line sebagai alat tangkap utama
41. Analisis pendapatan dengan alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap
utama
42. Perubahan sumberdaya ikan dengan purse seine sebagai alat tangkap
utama
43. Hasil simulasi skenario pada variabel populasi ikan cakalang
44. Hasil simulasi skenario pada variabel kelayakan finansial
45. Hasil simulasi skenario pada variabel kelayakan ekonomi
46. Jumlah dan upaya lestari dari pendekatan MSY/MEY dan ukuran ikan
cakalang layak tangkap sesuai musim
47. Perbandingan keuntungan dari pendekatan MSY/MEY dan ukuran ikan
layak tangkap menurut musim
79
80
81
85
89
90
92
92
98
101
102
103
103
104
107
108
109
113
114
DAFTAR LAMPIRAN
1 . Jumlah ikan matang gonad menurut selang kelas panjang
2. Kriteria kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan
3. Deskripsi kapal pole and line di Maluku Tengah dan Kota Ambon
4. Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional
5. Hasil perhitungan produksi dan upaya berdasarkan index kehadiran ikan
dan konstanta ikan layak tangkap menurut musim
6. Perhitungan keuntungan berdasarkan pendekatan MSY/MEY dan
ukuran layak tangkap menurut musim
125
126
127
128
129
130
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L) tergolong sumberdaya perikanan
pelagis, penyebarannya sangat luas di seluruh Samudra Pasifik, di perairan tropis
dan sub tropis (Schaefer 2001) Ikan cakalang terdapat hampir di seluruh perairan
Indonesia, terutama di Bagian Timur Indonesia diantaranya di Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku. Ikan ini merupakan salah satu komoditi ekspor non
migas Indonesia terutama dari Maluku. Tahun 2010 produksi ikan cakalang di
Provinsi Maluku sebanyak 35.952,4 ton atau 4,79% dari total produksi (750.375
ton) dengan nilai produksi Rp. 135.097.100.- atau 5,93% dari total nilai produksi
perikanan Provinsi Maluku sebesar Rp. 2.277.349.977.- (Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Maluku 2011). Penangkapan ikan cakalang di Provinsi Maluku
dengan menggunakan alat tangkap huhate (pole and line), pukat cincin (purse
seine) dan pancing tangan (hand line).
Laut Banda merupakan salah satu daerah penangkapan ikan di Provinsi
Maluku dengan kekayaan sumberdaya alam yang cukup tinggi. Hasil pengkajian
stok ikan di Perairan Indonesia oleh DKP bekerjasama dengan LIPI Tahun 2002
mendapati bahwa potensi perikanan di Laut Banda sebesar 590.620 ton/tahun.
Potensi sumberdaya dimaksud terdiri dari ikan pelagis besar sebanyak 104.120
ton/tahun, ikan pelagis kecil sebesar 132.000 ton/tahun, ikan demersal 9.320
ton/tahun, ikan karang konsumsi 32.100 ton/tahun, lobster 400 ton/tahun dan
cumi-cumi 5 ton/tahun. Ikan cakalang termasuk dalam kelompok ikan pelagis
besar. Walaupun memiliki sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, namun
beberapa data dan hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa sumberdaya
perikanan di wilayah tersebut sudah mengalami tekanan penangkapan.
Hasil penelitian Sukresno et al. (2007) dengan menggunakan data satelit
untuk menduga produktivitas perairan, mendapatkan bahwa tingkat pemanfaatan
sumberdaya perikanan di Laut Banda sudah mencapai 98,22% dari total potensi
yang tersedia. Nikijuluw (2009) menjelaskan bahwa tingkat pemanfaatan
sumberdaya perikanan pelagis besar di Laut Banda sudah melewati jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Data Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Maluku selama enam tahun terakhir menujukkan bahwa sudah terjadi
pertambahan yang menurun (deminishing return) produksi ikan cakalang sejak
Tahun 2005-2010, walaupun jumlah unit alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan tersebut terus bertambah (Tabel 1).
Tabel 1 Produksi, Nilai Produksi dan Jumlah Unit Penangkapan Ikan Cakalang di
Provinsi Maluku periode 2005-2010.
Produksi Nilai Produksi Jumlah Unit Penangkapan
Tahun
(ton)
(x Rp. 1000)
Purse Seine Pancing Huhate
2005 11,777.8 35,526,000
245
23,679 216
2006 20,719.2 71,802,860
251
24,152 244
2007 34,139.1 120,520,490
272
24,788 404
2008 35,653.9 125,750,440
378
22,611 467
2009 35,717.9 140,984,236
373
23,644 468
2010 35,952.4 135,097,100
492
30,359 587
Sumber (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2011)
2
Data ini memberikan indikasi sementara bahwa ada hubungan antara
beberapa hasil penelitian di atas dengan kondisi yang terjadi pada sumberdaya
perikanan cakalang di Provinsi Maluku saat ini. Indikasi sementara menunjukkan
bahwa sudah terjadi penurunan sumberdaya perikanan cakalang di Provinsi
Maluku akibat pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini ditunjang dengan penutupan
beberapa perusahan penangkapan ikan di Provinsi Maluku yang selama ini
menangkap ikan cakalang sebagai komoditi utamanya. Perusahan-perusahan
tersebut yaitu PT. (UM) di Kota Ambon, PT. (LJ) dan PT. (ATM) di Maluku
Tengah. PT. (UM) walaupun saat ini sudah mulai beroperasi lagi setelah sempat
terhenti beberapa tahun, namun komoditi utamanya bukan lagi ikan cakalang
seperti sebelumnya (Hasil survey pendahuluan 2010). Kenyataan ini menunjukkan
bahwa sumberdaya perikanan cakalang di Provinsi Maluku sudah mengalami
tekanan penangkapan termasuk di Laut Banda yang menjadi daerah penangkapan
utama ikan cakalang di Maluku.
Kenyataan seperti ini menjadi pertimbangan bahwa upaya peningkatan
produksi ikan secara maksimal, guna pemenuhan kebutuhan saat ini
membutuhkan strategi pengelolaan yang tepat sesuai dengan keadaan ekosistem
kelautan yang ada. Artinya, di satu pihak produksi ikan perlu ditingkatkan,
namun di lain pihak peningkatan itu harus sesuai dengan daya dukung
sumberdaya ikan yang tersedia, atau tingkat eksploitasi harus disesuaikan dengan
tingkat pertumbuhan dan besarnya sediaan sumberdaya yang ada. Untuk
menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan, maka pengelolaan yang benar
sesuai bukti ilmiah terbaik yang tersedia harus dilakukan sebagaimana
diamanatkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Salah satu pendekatan yang dikembangkan untuk menjaga kesimbangan
antara tingkat pemanfaatan dengan laju pertumbuhan sumberdaya perikanan
adalah pendekatan bioekonomi. Pendekatan ini dipandang lebih baik jika
dibandingkan dengan pendekatan biologi yang hanya menentukan besarnya upaya
pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY). Pendekatan biologi dengan
hanya menentukan batas MSY dipandang gagal dalam upaya mempertahankan
sumberdaya perikanan dari kepunahan karena mengabaikan aspek sosial dan
ekonomi (Fauzi 2010).
Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki suatu daerah seharusnya menjadi
sumber pendapatan daerah yang dapat mensejahterakan masyarakat di daerah
tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa Provinsi Maluku, walaupun memiliki
sumberdaya alam khususnya ikan yang cukup tinggi namun banyak masyarakat
Maluku lebih khusus para nelayan masih hidup dalam kemiskinan. Data Pusat
Statistik Provinsi Maluku menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi
Maluku sampai Tahun 2008 sebesar 29,66% atau sebanyak 346.700 jiwa dari
1.420.433 jiwa total penduduk provinsi Maluku. Penyebaran penduduk miskin di
Provinsi Maluku di semua Kabupaten/Kota berada di wilayah pesisir yang
kebanyakan dari mereka adalah nelayan.
Pemecahan masalah perikanan di Provinsi Maluku sebagaimana
digambarkan di atas, tidak dapat dilakukan secara partial namun harus dilakukan
secara bersamaan untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat. Dengan
demikian, pendekatan sistem adalah penting untuk memecahkan persoalanpersoalan tersebut secara bersamaan. Membangun model dinamis pengelolaan
perikanan sebagai panduan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang
3
berkelanjutan di Laut Banda, adalah solusi pemecahan yang dilakukan melalui
penelitian ini. Pemecahan masalah dimulai dengan analisis kondisi saat ini
terhadap potensi, aspek biologi, musim dan daerah penangkapan ikan cakalang
serta aspek teknologi dan sosial ekonomi nelayan. Terhadap sub sistem
managemen tidak dilakukan analisis, namun hasil dari sub sistem sumberdaya dan
manusia menjadi saran dalam merumuskan kebijakan. Selain itu, kebijakan yang
berhubungan dengan hasil penelitian ini dijadikan sebagai acuan untuk
membandingkan hasil yang didapat. Hasilnya menjadi masukan dalam
membangun model dinamis untuk merumuskan strategi pemanfaatan
berkelanjutan (Gambar 1). Studi kasus dilakukan terhadap sumberdaya perikanan
cakalang, karena sumberdaya ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan
konsumsi lokal, maupun untuk kepentingan ekspor. Pengusahaannya dilakukan
oleh nelayan tradisional, maupun industri penangkapan skala besar. Laut Banda
dipilih karena laut ini terkenal kaya dengan sumberdaya perikanan cakalang di
Provinsi Maluku.
Perumusan Masalah
Ikan cakalang merupakan ikan yang bermigrasi, dengan demikian
kehadirannya pada suatu wilayah hanya pada saat atau musim-musim tertentu
kemudian menghilang lagi. Kenyataan di perairan Laut Banda dan sekitarnya
tidaklah demikian, ikan cakalang dapat ditangkap sepanjang tahun dengan kisaran
ukuran yang berbeda. Dengan demikian perubahan struktur populasi dan
reproduksi sepanjang tahun yang menggambarkan siklus hidup ikan cakalang di
Laut Banda dan sekitarnya penting diketahui. Informasi-informasi ini penting
untuk kepentingan pengelolaan. Di sisi lain, eksploitasi sumberdaya dimaksud
pada wilayah ini dipengaruhi oleh perubahan musim yang terjadi. Penyebaran ikan
cakalang diperairan Laut Banda dan sekitarnya berdasarkan perubahan musim
yang terjadi merupakan fenomena-fenomena yang belum diungkapkan secara pasti.
Pertambahan produksi cakalang yang terus menurun di Provinsi Maluku
sejak Tahun 2005–2010 (Dinas Perikanan Provinsi Maluku, 2011), diikuti oleh
penutupan perusahan-perusahan penangkapan cakalang yang beroperasi di Laut
Banda dan sekitarnya, mengindikasikan terjadi eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumberdaya perikanan cakalang Laut Banda dan perairan sekitarnya,
memungkinkan terjadinya ancaman terhadap keberlanjutan sumberdaya tersebut.
Hal ini terjadi sebagai akibat tidak ada batasan besarnya upaya sesuai tingkatan
teknologi yang digunakan. Selain itu, tidak ada informasi dasar sebagai landasan
penentuan kebijakan pengelolaan. Akibatnya terjadi kemerosotan sumberdaya,
terjadi pemborosan secara ekonomi dan tidak optimalnya penggunaan faktor-faktor
produksi untuk mengeksploitasi sumberdaya dimaksud.
Tingginya penduduk miskin di Provinsi Maluku menunjukkan tidak ada
korelasi antara besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat khusus nelayan. Masalah apa yang mengakibatkan
kondisi tersebut terjadi. Apakah karena rendahnya kemampuan masyarakat yang
mengekploitasi sumberdaya tersebut ataukah kebijakan makro oleh pemerintah
yang belum berpihak. Bagaimana memecahkan semua masalah tersebut secara
bersamaan, pendekatan sistem merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan.
Model seperti apa yang dapat dibangun untuk menentukan strategi pengelolaan
4
yang tepat untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan. Permasalahanpermasalahan inilah yang mendasari penelitian ini.
Beberapa permasalahan yang menjadi dasar penyusunan model pengelolaan
yang akan dibangun adalah:
1. Berapa potensi dan tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya
perikanan cakalang di Laut Banda, Provinsi Maluku secara biologi dan
ekonomi
2. Berapa ukuran layak tangkap secara biologis ikan cakalang di Laut
Banda dan sekitarnya Provinsi Maluku dan bagaimana dinamika spasial
dan temporalnya.
3. Dimana sebaran daerah penangkapan ikan cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya berdasarkan perubahan musim.
4. Jenis teknologi penangkapan apa yang ramah lingkungan dan menjamin
keberlanjutannya eksploitasi sumberdaya cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya.
5. Bagaimana tingkat sosial ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan
sistem pengupahan bagaimana yang menjamin kesejahteraan nelayan
dan keberlanjutan usaha perikanan cakalang Provinsi Maluku
6. Bagaimana model pengelolaan yang baik terhadap sumberdaya cakalang
di Laut Banda dan sekitarnya supaya tetap berkelanjutan dan memberikan
manfaat yang tinggi.
Pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui kerangka pemecahan masalah
seperti disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pemanfaatan perikanan cakalang
yang berkelanjutan di Laut Banda, Provinsi Maluku. Diharapkan model yang
dihasilkan akan menjadi dasar perumusan kebijakan pemanfaatan perikanan
cakalang yang berkelanjutan, serta pengembangan industri penangkapan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara spesifik tujuan khususnya adalah:
1. Menentukan tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya perikanan cakalang di
Laut Banda, Provinsi Maluku secara biologi dan ekonomi serta keseimbangan
bioekonominya.
2. Menentukan ukuran layak tangkap secara biologis serta dinamika spasial dan
temporal ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku.
3. Memetakan daerah penangkapan ikan cakalang di Laut Banda Provinsi
Maluku berdasarkan perubahan musim.
4. Menentukan jenis teknologi penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan
di Laut Banda dan sekitarnya
5. Menentukan tingkat sosial ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan
merumuskan sistem pengupahan yang menjamin kesejahteraan nelayan dan
keberlanjutan usaha perikanan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya
6. Menentukan strategi pemanfaatan berkelanjuatan sumberdaya cakalang yang
memberikan manfaat ekonomi dan biologi yang tinggi berdasarkan model dinamis
yang dibangun.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan
perikanan cakalang yang berkelanjutan di Provinsi Maluku
Masukan bagi dunia usaha dalam rangka pengembangan industri
penangkapan cakalang di Provinsi Maluku.
Sebagai acuan model pengembangan sumberdaya perikanan lainnya.
Novelti
Novelti menunjukkan sesuatu yang baru dari sebuah penelitian yang belum
ada sebelumnya. Novelti atau kebaruan adalah kemampuan untuk menemukan
hubungan-hubungan baru untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan
untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada
dalam pikiran (Evans 1991). Setelah melakukan studi pustaka terhadap perikanan
cakalang di Laut Banda dan sekitarnya maka informasi terbaru yang belum
diungkapkan dan merupakan novelti penelitian ini adalah: Penentuan produksi
dan upaya tangkap sumberdaya cakalang berdasarkan musim dan ukuran layak
tangkap sepanjang tahun.
6
Identifikasi Permasalahan Perikanan
Cakalang di Laut Banda
ANALISIS KONDISI SAAT INI
PENDEKATAN
SISTEM
Sub Sistem
Sumberdaya
Siklus Hidup
dan Aspek
Biologi
Musim dan
Daerah
Penangkapan
Sub Sistem
Manajemen
Sub Sistem
Manusia
Potensi &
Tingkat
Pemanfaatan
Teknologi
Penangkapan
Aspek Sosial
Ekonomi
Aspek Pasar
dan Finansial
Kebijakan
Pemerintah
MEMBANGUN MODEL DINAMIS
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA PERIKANAN CAKALANG
Kondisi ke depan
Gambar 1 Kerangka pemikiran pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikanan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya
7
KESEIMBANGAN BIOEKONOMI PERIKANAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis) DI LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
PROVINSI MALUKU
Latar Belakang
Sistem ekonomi dunia tergantung sepenuhnya pada pasokan sumber daya
alam, namun belum tentu stok sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dalam jangka panjang (Clark 2013). Kebutuhan hidup dan tuntutan
ekonomi manusia yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk
dunia telah berimplikasi pada kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan
umum maupun perairan laut (Purbayanto et al. 2010). Di sisi lain, sifat sumber
daya perikanan milik bersama rawan terhadap tangkap lebih atau over fishing
(Monintja 1999). Pertanyaannya berapa banyak ikan dapat diambil tanpa
mengganggu keberadaan stok, atau lebih tepatnya bagaimana panen biomasa ikan
dapat dimaksimumkan, tanpa mengganggu prospek eksploitasi perikanan yang
bersangkutan di masa depan. Pertanyaan sederhana ini merupakan landasan dari
semua analisis produksi perikanan, kegagalan dalam menjawabnya dengan baik
telah menimbulkan kesalahan dalam pengelolaan perikanan (Pitcher dan Hart
1982).
Bagaimana memanfaatkan sumber daya tersebut sehingga menghasilkan
manfaat ekonomi yang tinggi tetapi kelestarian sumber daya tersebut selalu
terjaga. Kaitan dengan ini maka ada dua isu yang harus dijawab bersama, yakni
isu ekonomi dan biologi (Zulbainarni 2012). Kaitan dengan isu ekonomi maka
rente sumber daya terkait dengan derajat pengelolaan perikanan. Rente negatif
dihasilkan dari pengeolaan perikanan yang buruk sebaliknya rente positif
dihasilkan dari pengelolaan yang baik (Fauzi 2010).
Pengelolaan sumber daya perikanan pada mulanya didasarkan pada faktor
biologi, dengan pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY) yang didasarkan
pada Model Schaefer. Model pengelolaan secara biologi kemudian dikembangkan
oleh Gordon (1954) dengan memasukan variabel ekonomi (harga dan biaya) ke
dalam model Schaefer sehingga melahirkan konsep Maximum Economic Yield
(MEY). Model ini kemudian dikenal dengan nama model bioekonomi GordonSchaefer (Cunningham et al. 1985; Clark 1976; 1985; Saijo et al. 1998; Fauzi dan
Anna 2005). MSY adalah cara sederhana untuk mengelola sumber daya dengan
mempertimbangkan bahwa eksploitasi berlebihan sumber daya menyebabkan
hilangnya produktivitas (Kar dan Chakraborty 2009).
Memaksimalkan nilai bruto produksi perikanan pada tingkat MSY belum
tentu mendapatkan keuntungan ekonomi secara maksimal. Tergantung pada harga
ikan dan biaya oprasi, dapat terjadi keuntungan ekonomi dari penangkapan pada
tingkat MSY mungkin nol atau negatif (Kompas, Grafton & Che 2011). Konsep
hasil ekonomi maksimum (MEY) adalah sebuah konsep ekuilibrium jangka
panjang yang mengacu pada tingkat output dan tingkat upaya yang sesuai untuk
memaksimalkan keuntungan ekonomi dari perikanan (Dichmont et al. 2010).
Pemodelan bioeconomic memberikan penilaian yang paling efisien melalui
analisis MEY. Model ini memerlukan informasi yang signifikan pada biaya
perikanan, harga, dan biologi ikan. Model bioeconomic biasanya model optimasi.
Artinya, mereka digunakan untuk memperkirakan satu set variabel kontrol, seperti
8
ukuran armada, atau upaya penangkapan dan memaksimalkan variabel tertentu,
seperti laba (Kompas et al. 2011).
Ikan cakalang merupakan sumber daya perikanan ekonomis penting yang
menjadi salah satu komoditi ekspor non-migas Indonesia. Ikan cakalang
terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia, terutama di Bagian Timur
Indonesia. Di Provinsi Maluku, sampai tahun 2010 jumlah produksi ikan cakalang
sebanyak 35,852.4 ton atau 4,79% dari total produksi sebesar 750,375.0 ton
(Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku 2011). Laut Banda dan
sekitarnya merupakan daerah penangkapan utama perikanan cakalang di provinsi
Maluku saat ini. Alat tangkap utama penangkapan ikan cakalang di Provinsi
Maluku adalah huhate (pole and line) selain pukat cincin ukuran kecil dan
pancing tonda. Beberapa tahun terakhir sudah dioperasikan pukat cincin ukuran
besar untuk penangkapan ikan cakalang di daerah ini.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah menjadikan Provinsi Maluku
sebagai lumbung ikan nasional serta kebijakan pemerintah pusat RI mengijinkan
pengoperasian kapal pukat cincin ukuran besar untuk mengeksploitasi sumber
daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku menjadi ancaman kelestarian sumber
daya tersebut. Pertanyaan mendasar dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber
daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku adalah berapa banyak ikan yang
dapat ditangkap tanpa mengganggu keseimbangan biologi dan ekonomi sumber
daya tersebut. Berapa besar upaya yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan maksimum dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan. Informasi ilmiah
yang dapat menentukan tingkat pemanfaatan optimum sumber daya perikanan
cakalang untuk mencapai keseimbangan biologi dan ekonomi menjadi kebutuhan
dasar pengelelolaan sumber daya perikanan cakalang saat ini. Pada akhirnya,
pengelolaan yang benar sesuai bukti ilmiah terbaik sebagaimana diamanatkan
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dapat dicapai (FAO, 1995).
Dengan demikian eksploitasi berlebihan sebagaimana terjadi dengan perikanan
dunia saat ini (Meyers dan Worm 2003; NOAA 2010), dapat dihindari terhadap
sumber daya perikanan cakalang di provinsi Maluku.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keseimbangan bioekonomi
sumber daya perikanan cakalang di Laut Banda dalam wilayah Provinsi Maluku.
Diharapkan informasi ini menjadi dasar kebijakan pemanfaatan berkelanjutan
sumber daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku.
Metodologi
Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012
berlokasi di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Dua
wilayah ini dipilih karena merupakan pusat pendaratan ikan cakalang di Provinsi
Maluku. Time series data produksi dan jumlah upaya/trip diambil dari Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku periode 1990 – 2010. Alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan cakalang di lokasi penelitian adalah pole and
line, pukat cincin dan pancing tangan (Dinas Perikanan Provinsi Maluku 2011).
Data primer berupa harga ikan, biaya produksi dan pendapatan tiap unit
penangkapan diambil langsung dari pemilik kapal secara purposive. Kapal pole
9
and line yang dijadikan sampel adalah 12 unit, pukat cincin 9 unit dan pancing
tonda 20 unit. Data primer yang terkumpul kemudian diseleksi untuk menghitung
rata-rata biaya, harga dan pendapatan tiap trip dari masing-masing unit
penangkapan. Kapal-kapal yang datanya tidak lengkap selama setahun operasi
dikeluarkan dari perhitungan. Hasil perhitungan dari kapal-kapal yang datanya
lengkap sepanjang tahun dijadikan masukan dalam analisis bioekonomi.
Analisis data
Catch per Unit Effort (CPUE)
CPUE dihitung untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan
sumber daya perikanan di wilayah perairan tertentu. Perhitungan dilakukan
setelah data produksi dan upaya (effort) ditabulasi menurut jenis alat tangkap.
Upaya dalam penelitian ini adalah trip penangkapan. Perhitungan CPUE
dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
CPU� =
Keterangan :
� ℎ
CPUEt = hasil tangkapan per upaya penangkapan pada tahun ke-t
Catcht = hasil tangkapan pada tahun ke-t
effortt = upaya penangkapan pada tahun ke-t
Standarisasi alat tangkap
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang di lokasi
penelitian adalah pole and line, pancing tangan dan pukat cincin. Standarisasi
dilakukan untuk menghitung input upaya secara agregat karena tiap alat tangkap
memiliki kemampuan tangkap yang berbeda. Jika standarisasi tidak dilakukan
maka tidak mungkin dapat menjumlahkan total input agregat (total effort) dari
perikanan yang dianalisis (Fauzi dan Anna, 2005). Alat tangkap standar adalah
yang memiliki produktivitas tertinggi dalam penangkapan ikan cakalang atau
mempunyai rata-rata CPUE terbesar dengan indeks kemampuan tangkap (fishing
power indeks) satu. Standarisasi alat tangkap ke n pada periode waktu t adalah:
� =� �
φxt diukur berdasarkan rasio CPUE dari alat tangkap n terhadap alat tangkap
standar pada periode waktu t
keterangan :
Estd
Φnt
Ent
�
=
.
= Effort standar
= indeks kemampuan alat tangkap jenis ke n pada waktu t
= Upaya nominal alat tangkap ke-n pada waktu t
10
Unt
Ustd
= CPUE alat tangkap ke-n pada waktu t
= CPUE alat tangkap standar
Pendugaan parameter bioteknik
Analisis dilakukan dengan menggunkan pendekatan bioekonomi. Untuk
menghasilkan model terbaik sesuai kondisi sumberdaya, análisi
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA
PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA PROVINSI MALUKU
WELEM WAILERUNY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pemanfaatan
Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut
Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Welem Waileruny
NRP: C462090041
iv
RINGKASAN
WELEM WAILERUNY. Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku
Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO, SUGENG HARI WISUDO, TRI WIJI
NURANI, ARI PURBAYANTO.
Laut Banda sebagai daerah penangkapan utama ikan cakalang di Provinsi
Maluku diduga telah mengalami tekanan penangkapan. Indikasi ini terlihat dari data
terbaru dari instansi terkait dan beberapa hasil penelitian terakhir. Penutupan beberapa
perusahan penangkapan ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku juga menjadi
indikasi merosotnya sumberdaya ini. Kondisi ini bukan hanya menjadi ancaman
kelestarian sumberdaya ikan cakalang, tetapi juga ancaman bagi pertumbuhan
ekonomi daerah dan pendapatan nelayan. Untuk mengatasi hal tersebut maka
penentuan jumlah upaya optimum secara biologi dan ekonomi penting dilakukan.
Sebagai tambahan, Provinsi Maluku yang terkenal karena kaya sumberdaya perikanan,
tetapi masih banyak nelayan yang hidup dalam kemiskinanan. Apakah karena
rendahnya kemampuan mereka untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan atau ada
kebijakan pemerintah yang tidak berpihak.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Menentukan tingkat pemanfaatan optimum
sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi; 2) Menentukan ukuran
layak tangkap secara biologis serta dinamika spasial dan temporal ikan cakalang di
Laut Banda Provinsi Maluku; 3) Memetakan daerah penangkapan ikan cakalang di
Laut Banda dan perairan sekitar berdasarkan musim; 4) Menentukan jenis teknologi
penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan; 5) Menentukan tingkat sosial
ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan merumuskan bentuk pengupahan yang
sesuai bagi nelayan; 6) Membangun model dinamis pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar.
Potensi sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar pada tingkat
MSY adalah 32.954,98 ton/tahun. Keuntungan maksimum dicapai pada titik MEY
dengan jumlah upaya 20.431 trip/tahun dan produksi 32.905,91 ton/tahun.
Keseimbangan bioekonmi terjadi pada upaya 40.862 trip (jumlah upaya pada
keseimbangan opes access) yang memberikan keuntungan sama dengan nol. Sekalipun
demikian, jumlah produksi saat ini sudah melewati tingkat MSY, artinya terjadi
pemanfaatan berlebihan yang mengancam keberlanjutan sumberdaya sekaligus
industri prikanan cakalang di Maluku. Pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya
cakalang dari sisi biologi dan ekonomi adalah pada upaya 20.431 trip/tahun dan
produksi 32.905,91 ton/tahun.
Potensi sumber daya cakalang yang ada menyebar tidak merata sepanjang tahun,
tetapi berfluktuasi mengikuti perubahan musim. Potensi tertinggi pada musim
pancaroba dua dan terendah pada musim pancaroba pertama. Potensi pada musim
pancaroba dua adalah 41,44% dari total potensi yang tersedia, musim barat 21,52%
musim pancaroba pertama 12,46% dan musim timur 24,58%. Di sisi lain, kehadiran
ikan cakalang yang layak tangkap setiap musim juga berbeda mengikuti perubahan
musim. Kehadiran ikan cakalang layak tangkap terbanyak pada musim timur dan
terendah pada musim pancarobah pertama. Ukuran layak tangkap ikan cakalang di
Laut Banda dan perairan sekitar adalah di atas 58 cm. Persentasi kehadiran ikan
cakalang layak tangkap di musim pancaroba pertama adalah 21,48%, musim barat
24,22% musim pancaroba dua 30,64% dan musim timur 52,99% dari total populasi
setiap musim. Ikan cakalang memijah di wilayah lepas pantai pada musim timur
sampai awal musim barat dengan puncak pada musim timur. Anakan ikan cakalang
v
hasil pemijahan mulai masuk kembali ke wilayah pesisir pada usia sekitar tiga bulan.
Ikan-ikan ini hidup dan membesar sampai usia 9-12 bulan saat organ reproduksinya
mulai terbentuk dan memijah pertama pada usia dua tahun.
Kelimpahan ikan cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar dipengaruhi oleh
perubahan suhu permukaan laut (SPL) dan memiliki korelasi negatif dengan CPUE.
SPL tertinggi berada pada musim pancaroba pertama dan terendah di musim timur,
sebaliknya konsentrasi klorofil-a, tertinggi pada musim timur dan terendah pada
musim barat. Perubahan ini turut mempengaruhi pembentukan daerah penangkapan
ikan pada wilayah tersebut. Daerah penangkapan dengan CPUE tertinggi pada semua
musim ada di sebelah barat Pulau Seram, sekitar Pulau-pulau Buano, Kelang dan
Manipa atau pada posisi 126,70–1280 BT dan 2,60–3,40 LS. Di sekitar Laut Banda
pada posisi 1270–130,30 BT dan 3,20–40 LS.
Selain pembatasan jumlah dan ukuran ikan yang boleh ditangkap, salah satu
cara yang boleh diambil untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah
membatasi jenis alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap yang menjamin
keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah pole and line. Penggunaan pukat cincin
ukuran besar menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang.
Pembatasan jenis alat tangkap bukan hanya menjamin keberlanjutan sumberdaya
cakalang, tetapi juga memberikan keuntungan/ pendapatan bagi pengusaha dan
nelayan. Saat ini, pendapatan nelayan pada kapal-kapal pole and line di bawah UMP
Provinsi Maluku. Sekitar 60% nelayan mendapatkan upah di bawah UMP selama
tujuh bulan dan berfluktuasi. Penyebab utamanya karena upah yang diterima nelayan
berdasarkan sistem bagi hasil bukan upah tetap. Selayaknya nelayan mendapatkan
upah tetap, karena mereka sudah melakukan kewajibannya sebagai tenaga kerja. Di
sisi lain keuntungan usaha kapal-kapal pole and line cukup tinggi, rata-rata sebesar Rp
348.079.291/kapal/tahun dengan NPV positif, IRR > biaya sosialnya dan Net B/C > 1.
Kondisi ini dapat dipertahankan jika ada pembatas penggunaan pukat cincin ukuran
besar. Pembatasan pukat cincin ukuran besar selain untuk menjaga keberlangsungan
industri perikanan tetapi juga keberlanjutan sumberdaya cakalang.
Ada tiga pilihan untuk menentukan kebijakan pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya cakalang yaitu membatasi jumlah tangkapan sebesar 32.954,98 ton/tahun,
membatasi ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu lebih besar dari 58 cm dan
membatasi penggunaan teknologi penangkapan dengan menggunakan pole and line
sebagai alat tangkap utama. Pembatasan jumlah tangkapan dan ukuran ikan yang boleh
ditangkap adalah bentuk pengelolaan dari segi pembatasan output. Bentuk pengelolaan
yang menghasilkan keuntungan ekonomi dan memberikan perlindungan yang tinggi
terhadap sumberdaya cakalang adalah melalui pembatasan ukuran ikan yang layak
tangkap (> 58 cm).
Kata kunci: Berkelanjutan, ikan cakalang, layak tangkap, musim, teknologi
penangkapan.
vi
SUMMARY
WELEM WAILERUNY. Sustainable of Fisheries Resources Skipjack
(Katsuwonus pelamis) in the Banda Sea and Surrounding Province of Maluku. Under
the guidance of EKO SRI WIYONO, SUGENG HARI WISUDO, TRI WIJI
NURANI, ARI PURBAYANTO.
Banda Sea as a principal skipjack fishing areas in Maluku province is allegedly
experienced fishing pressure. This indication can be seen from the latest data from
relevant agencies and some results of recent researches. The closure of some skipjack
companies in the Banda Sea of Maluku province is also an indication of the decline of
this resource. This condition is not only a threat to the sustainability of skipjack
resources, but also to economic growth in the area as well as fishermen's income. To
resolve the matter, the determination of the optimum amount of both biologically and
economically effort is important. In addition, the Maluku province is famous for its
rich in fishery resources but many fishermen are still lived in poverty. Probably, it is
because they lack of the ability to exploit fishery resources or the government policies
that did not favor to them.
The purpose of this study is e.g.: 1) to determine the optimum utilization of
fishery resources of skipjack in both biology and economic aspects; 2) to determine
the size of feasible biologically catch as well as the spatial and temporal dynamics of
skipjack in Banda Sea of Maluku Province; 3) to map skipjack fishing grounds in
Banda Sea and adjacent waters based on seasons; 4) to determine the type of
technology that is sustainable for skipjack fishing; 5) to determine the level of fishing
and socioeconomic feasibility and to formulate an appropriate form of remuneration
for fishermen; 6) to build a dynamic model of sustainable use of skipjack resources in
the Banda Sea and adjacent waters.
Skipjack resource potential in the Banda Sea and surrounding waters at MSY
level is 32954.98 tons/ year. A maximum profit is achieved at the point to the amount
of MEY effort 20.431 trips/ year and production of 32905.91 tons/ year. Bio-economic
balance occurs at effort of 40. 862 trips (number of attempts to balance open access)
that provide benefits equal to zero. However, a total production is now past the MSY
level, which means there is excessive utilization of resources that threaten the
sustainability of the industry as well as skipjack fishery in Maluku. Sustainable use of
resources in terms of biological and economical aspects is the attempt to 20.431 trips/
year and production of 32905.91 tons/ year.
The potential resources of available skipjack not spread evenly throughout the
year, but fluctuated following the change of seasons. Highest potential occurred in the
2nd transition season and the lowest one in the 1st transition season. A potential
resource in the 2nd transition is 41.44% of the total available resources, in the dry
season (musim barat) 21.52%, in the 1st transition season 12.46% and in the wet
season (musim timur) 24.58%. On the other hand, the presence of a viable skipjack to
catch in each season is different following the change of seasons. The presence of
most viable skipjack to catch is in wet season and the lowest one in the 1st transition
season. A decent size of skipjack fishing in the Banda Sea and surrounding waters are
above 58 cm. The percentage of viable skipjack presence to catch in the 1st transition
season was 21.48%, in dry season 24.22%, in 2nd transition season 30.64%, and in the
wet season 52.99% of the total population of each season. Skipjack spawn in offshore
areas in the wet season until the beginning of dry season with the peak season is in the
wet. Juvenile skipjack started to go back to the coastal region at the age of about three
vii
months. These fish live and grow until 9-12 months of age when their reproductive
organs begin to form and the first spawn occurs at the age of two years.
The abundance of skipjack in Banda Sea and surrounding waters are affected
by changes in sea surface temperatures (SSTs) and has a negative correlation with
CPUE. The SPL was highest in the 1st transition season and the lowest one in wet
season, otherwise the concentration of chlorophyll-a highest in wet season and lowest
in dry season. This change also affects the formation of fishing grounds in the region.
Fishing areas with the highest CPUE in all seasons is in west Seram Island, around
Buano, Kelang and Manipa islands, or at position of 126.70-1280 LE and 2.60-3.40 LS.
In surrounding Banda Sea is at position of 1270 to 130.30 LE and 3.20-40 LS.
In addition to restrictions on the number and size of fish caught, one way
would be taken to ensure the sustainability of skipjack resources is to limit the type of
fishing gear used. Fishing gear that ensures the sustainability of the resource is pole
and line. The use of the large size purse seine is a threat to the sustainability of
skipjack resources fisheries. Restrictions on gear types not only ensure the
sustainability of skipjack resources, but also provide benefits/ incomes to
entrepreneurs and fishermen. Currently, the income of fishermen in boats pole and line
is under minimal provincial wages (UMP, upah minimum provinsi) of Maluku
province. Approximately 60% of fishermen earn wages below the UMP for seven
months and is always fluctuated. The main cause for receiving wages is based on
sharing system and not fixed wage. Fishermen should get a fixed wage, because they
have work on their duty as labor. On the other hand, the profit venture of pole and line
vessels is quite high to reach the average Rp 348.079.291/ ship/ year with positive
NPV, IRR> social opportunity cost and Net B/C > 1. This condition can be maintained
if there is limitation to the use of large size purse seine. Restriction of large size purse
seine is to sustain the fishing industry besides maintain the sustainability of skipjack
resources.
There are three options for determining sustainable resource as policies that
limit the amount of skipjack catches 32954.98 tons/ year, which may limit the size of
fish caught greater than 58 cm and limit the use of capture technology using a pole and
line as the main gear. Restrictions number and size of fish caught is a form of
management in terms of restriction output. This management form may generate
economic benefits and provide high protection to fish resources through restrictions of
skipjack catch by decent size of fish (> 58 cm).
Keywords: Decent fishing, fishing technology, skipjack, season, sustainable.
viii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA
PERIKANAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA PROVINSI MALUKU
WELEM WAILERUNY
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
x
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Domu Simbolon, M.Si
2. Dr Ir M Fedi A Sondita, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof Dr Ir Agus Tupamahu, M.Si
2. Prof Dr Ir John Haluaan, M.Sc
xi
Judul Disertasi
:
Nama
NIM
:
:
Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanaan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi
Maluku
Welem Waileruny
C462090041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si
Ketua
Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota
Prof Dr Ir Ari Purbayanto, M.Sc
Anggota
Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Laut
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. M.S Baskoro, M.Sc
Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr
Tanggal Ujian: 20 Juni 2014
Tanggal Lulus:
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakusa atas kasih dan
sayang-Nya sehingga disertasi ini boleh terselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah “Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku”. Karya ilmiah
yang dihasilakan sebagai prasarat mengikuti ujian tertutup-terbuka adalah: 1) BioEconomics Analysis of Skipjack (Katsuwonus pelamis) Fishery on Banda Sea–
Maluku Province. Diterbitkan pada International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). 2) Sistem Bagi Hasil dan Upah Nelayan Buruh pada
Perikanan Pole and Line di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Naskahnya
telah ditelaah oleh Mitra Bestari Jurnal Sosiologi Masyarakat (JSM)-Lab Sosio/Pusat
Kajian Sosiologi FISIP Universitas Indonesia untuk selanjutnya menunggu proses
penerbitan. Disertasi ini boleh terselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti atas ijin yang
diberikan bagi penulis untuk melanjutkan studi di IPB.
2. Rektor dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis studi di IPB. Terima kasih kepada
Pimpinan PS. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), staf pengajar dan tata
usaha dalam proses pembelajaran selama ini
3. Dr Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof Dr Ir Ari
Purbayanto, M.Sc dan Dr Ir Tri Wiji Nurani, M.Si selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan demi
perbaikan penulisan ini sejak penyusunan proposal sampai penyelesaian disertasi.
4. Prof Dr Agus Tupamahu dan Prof Dr John Haluan selaku penguji luar kamosi
pada ujian terbuka. Prof Dr Domu Simbolon dan Dr Fedi Sondita selaku penguji
luar kamosi pada ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan demi
penyempurnaan disertasi ini.
5. Pihak sponsor (NUFFIC-Belanda) melalui Proyek Fish-4 yang dikelola oleh MDF
Pacific Indonesia di Bali dalam pembiayaan studi dan penelitian.
6. Nelayan pole and line, pukat cincin dan pancing tonda di Kota Ambon dan
Kabupaten Maluku Tengah yang telah memberikan banyak informasi/data yang
dibutuhkan untuk penyelesaian disertasi ini.
7. Teman-teman angkatan 2009 (Ibu Tri Ningsih, Ibu Himelda, Ibu Yola Apituley,
Ibu Delly Matruty, Pak Fis Purwangka, Pak Suparman, Pak Umar dan Pak
Donald) atas dukungan dan persahabatan yang dibangun.
8. Teman-teman Persatuan Mahasiswa Maluku di Bogor atas kekeluargaan yang
dibina serta dukungan yang diberikan.
9. Ayah dan Ibu (Almarhum dan Almarhumah) yang sangat kubanggakan dan
kucintai atas kasih sayang yang diberikan.
10. Kakak-kakakku: Bung Max bersama istri dan anak-anak (Elisabth, Richardo dan
Ari), Bung Cada serta istri dan anak-anak (Yustin dan istri dan Ita serta cucu
tersayang), Bung Semi serta istri dan anak-anak (Ula, Gebi dan Sherly), Mimi
serta anak-anak (Ina dan suami, Pice dan istri, Ince dan suami serta cucu-cucu
tersayang), Sar serta suami dan anak-anak (Ekel, Victor, dan Ona) dan adik Feri
serta istri dan anak-anak (Lukas, Aldi, Chorneles dan Fioleta). Keluarga besar
Waileruny, Keluarga Latuny-Tuny dan Keluarga Lohy-Latuny atas dukungan
terutama doa yang diberikan
xiii
11.
Istri (Ferderika) dan ke empat anak tersayang (Wendy, Willy, Fileo dan Filesia)
atas dukungan dan doa yang selalu diberikan. Terima kasih untuk pengorbanan
yang dilakukan sebagai sumber motifasi dan dorongan dalam meraih semua
kesuksesan, termasuk penyelesaian studi ini. Semoga semua perjuangan yang
telah dilakukan bersama, menjadi berkat untuk kemuliaan Tuhan.
Bogor, Juni 2014
Welem Waileruny
xiv
D
Disertasi ini kupersembahkan untuk istri dan anak-anakku tercinta
(Wendy, Willy, Fileo dan Filecya) serta keluarga besar Waileruny
sebagai sumber inspirasi, penyemangat dan motivator.
xv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Novelti
2 KESEIMBANGAN BIO-EKONOMI PERIKANAN CAKALANG DI
LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
3 UKURAN LAYAK TANGKAP DAN DINAMIKA SPASIAL TEMPORAL
IKAN CAKALANG
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
4 MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI
LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
5 TEKNO-SOSIO EKONOMI PERIKANAN CAKALANG DI LAUT
BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
6 MODEL DINAMIS PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBER
DAYA CAKALANG DI LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
7 PEMBAHASAN UMUM
8 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
RIWAYAT HIDUP
1
1
3
4
4
5
6
6
8
12
20
21
21
22
24
38
39
39
40
40
59
60
60
62
65
93
94
94
95
97
109
110
115
117
125
129
130
xvi
DAFTAR TABEL
1. Produksi, Nilai Produksi dan Jumlah Unit Penangkapan Ikan Cakalang di Provinsi
Maluku periode 2005-2010.
1
2. Model optimasi statis untuk menghitung keseimbangan bioekonomi dari berbagai
Rezim Pengelolaan
11
3. Koefisien regresi model bioekonomi yang digunakan untuk menghitung
15
parameter biologi ikan cakalang
4. Parameter biologi ikan cakalang dari setiap model bioekonomi
16
5. Solusi bioekonomi dari berbagai rezim pengelolaan.
18
6. Klasifikasi tingkat kematangan gonad (TKG) untuk ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis).
23
7. Tingkat kematangan gonad ikan cakalang selama periode Oktober 2011 sampai
September 2012 di Laut Banda dan sekitarnya Provinsi Maluku
25
8. Persen kehadiran ikan cakalang berdasarkan ukuran panjang di Laut Banda dan
29
sekitarnya selama periode Oktober 2011-September 2012
33
9. Sebaran spasial dan temporal ikan cakalang berdasarkan status pemijahannya
36
10. Estimasi panjang ikan cakalang di beberapa perairan dunia
37
11. Estimasi umur dan pertumbuhan ikan cakalang di Laut Band
41
12. Kisaran SPL Laut Banda dan sekitarnya bulan Oktober 2011-September 2010
45
13. Provil suhu permukaan secara musiman di Laut Banda dan sekitarnya
14. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda dan sekitarnya pada periode Oktober 201147
September 2012.
50
15. Konsentrasi klrorofil-a hasil penelitian sebelumnya
16. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda dan sekitarnya pada periode Musim
51
Pancaroba II 2011 – Musim Timur 2012
52
17. ANOVA hubungan perubahan suhu dengan konsentrasi klorofil-a
53
18. ANOVA hubungan perubahan suhu CPUE
69
19. Hasil analisis teknologi penangkapan berkelanjutan
20. Pendidikan, usia dan startus pernikahan dari nelayan yang bekerja pada kapal pole
71
and line.
72
21. Jumlah anak, tanggungan anak sekolah dan pekerja istri para nelayan
73
22. Sistem bagi hasil pada perikanan pole and line di Maluku Tengah
23. Pembagian upah bagi nelayan berdasarkan tanggung jawab/jabatan pada kapal pole
76
and line di Kabupaten Maluku Tengah
79
24. Upah nelayan buruh pada kapal pole and line di Kabupaten Maluku Tengah
25. Keuntungan usaha perikanan pole and line berdasarkan sistem bagi hasil
82
dibandingkan dengan pemberian upah tetap
83
26. Lokasi dan sasaran penjualan ikan berdasarkan unit tangkapan
87
27. Besarnya biaya investasi kapal pole and line menurut barang investasi
89
28. Biaya tetap usaha perikanan pole and line
91
29. Total penerimaan, biaya dan keuntungan setahun kapal-kapal pole and line
99
30. Model kuantitatif setiap variabel submodel biologi
100
31. Model kuantitatif submodel ekonomi
32. Skenario pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikaan cakalang di Maluku
107
Tengah dan Kota Ambon Provinsi Maluku
xvii
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikanan cakalang
di Laut Banda dan sekitarnya
1
2. Perkembangan produksi ikan cakalang di perairan Laut Banda dan sekitarnya
Provinsi Maluku periode 1990 – 2010
12
3. Perkembangan upaya tangkap dan CPUE ikan cakalang di perairan Laut Banda
dan sekitarnya Provinsi Maluku periode 1990-2010
4. Hubungan effort dengan CPUE ikan cakalang di perairan Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku periode 1990-2010
5. Sebaran produksi aktual terhadap produksi lestari sumberdaya perikanan
cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku Periode 1990-2010.
6. Rezim pengelolaan sumber daya perikanan cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku
7. Hubungan total penerimaan dan biaya operasi penangkapan
8. Gonad ikan cakalang fase TKG 1
9. Ikan cakalang ukuran 37-45 cm TL saat organ reproduksi utama (gonad) mulai
terbentuk
10. Penampakan gonad TKG 1 dan TKG V
11. Gonad ikan cakalang pada fase TKG II dan TKG III
12. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim pancaroba ke dua
13. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim barat
14. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim pancaroba pertama
15. Persentasi ukuran panjang ikan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya pada
musim timur
16. Persentasi ikan cakalang yang layak dan tidak layak tangkap berdasarkan
perubahan musim
17. Citra SPL bulan Oktober 2011 sampai September 2012
18. Citra SPL Musim Pancaroba II 2011 (a), Barat 2011-2012 (b), Pancaroba I 2012
(c), dan Musim Timur 2012 (d)
19. Citra CHL bulan Oktober 2011 sampai September 2012
20. Citra CHL Musim Pancaroba II 2011 (a), Barat 2011-2012 (b), Pancaroba I
2012 (c), dan Musim Timur 2012 (d)
21. Sebaran SPL dan klorofil terhadap produksi ikan cakalang berdasarkan
musim
22. Sebaran data CPUE terhadap sisaanya
23. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Peralihan II di Laut Banda
dan sekitarnya
24. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Barat di Laut Banda dan
sekitarnya
25. Peta daerah penangkapan ikan cakalang pada Musim Peralihan I di Laut Banda
dan sekitarnya
26. Peta daerah penangkapan ikan cakalang Musim Timur di Laut Banda dan
sekitarnya
27. Peta Lokasi Penelitian
28. Kapal pole and line dengan berbagai ukuran yang sementara tambat pada salah
satu dermaga swasta di Teluk Ambon Dalam
13
13
17
18
19
24
25
26
27
30
30
31
31
33
42
45
48
52
53
53
55
56
58
59
63
66
xviii
29. Fluktuasi upah bulanan nelayan pada kapal-kapal pole and line
30. Pendapatan bulanan pemancing dari berbagai sistem bagi hasil
31. Pendapatan bulanan boi-boi, koki, pembantu nahkoda dan lainnya dari
berbagai sistem bagi hasil
32. Saluran pemasaran ikan cakalang di Kota Ambon dan Maluku Tengah
33. Persentasi berbagai komponen biaya variabel
34. Perbandingan upah nelayan dan komponen biaya lainnya terhadap biaya
total.
35. Fluktuasi pendapatan dan keuntungan dari kapal-kapal pole and line di
Kabupatan Maluku Tengan dan Kota Ambon Provinsi Maluku
36. Pendapatan dan keuntungan kapal-kapal pole and line berdasarkan
perubahan musim
37. Model konseprual submodel biologi ikan cakalang
38. Model konseptual submodel ekonomi
39. Kondisi sumberdaya ikan dengan pole and Line sebagai alat tangkap
utama
40. Pendapatan dengan alat tangkap pole and line sebagai alat tangkap utama
41. Analisis pendapatan dengan alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap
utama
42. Perubahan sumberdaya ikan dengan purse seine sebagai alat tangkap
utama
43. Hasil simulasi skenario pada variabel populasi ikan cakalang
44. Hasil simulasi skenario pada variabel kelayakan finansial
45. Hasil simulasi skenario pada variabel kelayakan ekonomi
46. Jumlah dan upaya lestari dari pendekatan MSY/MEY dan ukuran ikan
cakalang layak tangkap sesuai musim
47. Perbandingan keuntungan dari pendekatan MSY/MEY dan ukuran ikan
layak tangkap menurut musim
79
80
81
85
89
90
92
92
98
101
102
103
103
104
107
108
109
113
114
DAFTAR LAMPIRAN
1 . Jumlah ikan matang gonad menurut selang kelas panjang
2. Kriteria kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan
3. Deskripsi kapal pole and line di Maluku Tengah dan Kota Ambon
4. Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional
5. Hasil perhitungan produksi dan upaya berdasarkan index kehadiran ikan
dan konstanta ikan layak tangkap menurut musim
6. Perhitungan keuntungan berdasarkan pendekatan MSY/MEY dan
ukuran layak tangkap menurut musim
125
126
127
128
129
130
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L) tergolong sumberdaya perikanan
pelagis, penyebarannya sangat luas di seluruh Samudra Pasifik, di perairan tropis
dan sub tropis (Schaefer 2001) Ikan cakalang terdapat hampir di seluruh perairan
Indonesia, terutama di Bagian Timur Indonesia diantaranya di Laut Banda dan
sekitarnya Provinsi Maluku. Ikan ini merupakan salah satu komoditi ekspor non
migas Indonesia terutama dari Maluku. Tahun 2010 produksi ikan cakalang di
Provinsi Maluku sebanyak 35.952,4 ton atau 4,79% dari total produksi (750.375
ton) dengan nilai produksi Rp. 135.097.100.- atau 5,93% dari total nilai produksi
perikanan Provinsi Maluku sebesar Rp. 2.277.349.977.- (Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Maluku 2011). Penangkapan ikan cakalang di Provinsi Maluku
dengan menggunakan alat tangkap huhate (pole and line), pukat cincin (purse
seine) dan pancing tangan (hand line).
Laut Banda merupakan salah satu daerah penangkapan ikan di Provinsi
Maluku dengan kekayaan sumberdaya alam yang cukup tinggi. Hasil pengkajian
stok ikan di Perairan Indonesia oleh DKP bekerjasama dengan LIPI Tahun 2002
mendapati bahwa potensi perikanan di Laut Banda sebesar 590.620 ton/tahun.
Potensi sumberdaya dimaksud terdiri dari ikan pelagis besar sebanyak 104.120
ton/tahun, ikan pelagis kecil sebesar 132.000 ton/tahun, ikan demersal 9.320
ton/tahun, ikan karang konsumsi 32.100 ton/tahun, lobster 400 ton/tahun dan
cumi-cumi 5 ton/tahun. Ikan cakalang termasuk dalam kelompok ikan pelagis
besar. Walaupun memiliki sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, namun
beberapa data dan hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa sumberdaya
perikanan di wilayah tersebut sudah mengalami tekanan penangkapan.
Hasil penelitian Sukresno et al. (2007) dengan menggunakan data satelit
untuk menduga produktivitas perairan, mendapatkan bahwa tingkat pemanfaatan
sumberdaya perikanan di Laut Banda sudah mencapai 98,22% dari total potensi
yang tersedia. Nikijuluw (2009) menjelaskan bahwa tingkat pemanfaatan
sumberdaya perikanan pelagis besar di Laut Banda sudah melewati jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Data Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Maluku selama enam tahun terakhir menujukkan bahwa sudah terjadi
pertambahan yang menurun (deminishing return) produksi ikan cakalang sejak
Tahun 2005-2010, walaupun jumlah unit alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan tersebut terus bertambah (Tabel 1).
Tabel 1 Produksi, Nilai Produksi dan Jumlah Unit Penangkapan Ikan Cakalang di
Provinsi Maluku periode 2005-2010.
Produksi Nilai Produksi Jumlah Unit Penangkapan
Tahun
(ton)
(x Rp. 1000)
Purse Seine Pancing Huhate
2005 11,777.8 35,526,000
245
23,679 216
2006 20,719.2 71,802,860
251
24,152 244
2007 34,139.1 120,520,490
272
24,788 404
2008 35,653.9 125,750,440
378
22,611 467
2009 35,717.9 140,984,236
373
23,644 468
2010 35,952.4 135,097,100
492
30,359 587
Sumber (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2011)
2
Data ini memberikan indikasi sementara bahwa ada hubungan antara
beberapa hasil penelitian di atas dengan kondisi yang terjadi pada sumberdaya
perikanan cakalang di Provinsi Maluku saat ini. Indikasi sementara menunjukkan
bahwa sudah terjadi penurunan sumberdaya perikanan cakalang di Provinsi
Maluku akibat pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini ditunjang dengan penutupan
beberapa perusahan penangkapan ikan di Provinsi Maluku yang selama ini
menangkap ikan cakalang sebagai komoditi utamanya. Perusahan-perusahan
tersebut yaitu PT. (UM) di Kota Ambon, PT. (LJ) dan PT. (ATM) di Maluku
Tengah. PT. (UM) walaupun saat ini sudah mulai beroperasi lagi setelah sempat
terhenti beberapa tahun, namun komoditi utamanya bukan lagi ikan cakalang
seperti sebelumnya (Hasil survey pendahuluan 2010). Kenyataan ini menunjukkan
bahwa sumberdaya perikanan cakalang di Provinsi Maluku sudah mengalami
tekanan penangkapan termasuk di Laut Banda yang menjadi daerah penangkapan
utama ikan cakalang di Maluku.
Kenyataan seperti ini menjadi pertimbangan bahwa upaya peningkatan
produksi ikan secara maksimal, guna pemenuhan kebutuhan saat ini
membutuhkan strategi pengelolaan yang tepat sesuai dengan keadaan ekosistem
kelautan yang ada. Artinya, di satu pihak produksi ikan perlu ditingkatkan,
namun di lain pihak peningkatan itu harus sesuai dengan daya dukung
sumberdaya ikan yang tersedia, atau tingkat eksploitasi harus disesuaikan dengan
tingkat pertumbuhan dan besarnya sediaan sumberdaya yang ada. Untuk
menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan, maka pengelolaan yang benar
sesuai bukti ilmiah terbaik yang tersedia harus dilakukan sebagaimana
diamanatkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Salah satu pendekatan yang dikembangkan untuk menjaga kesimbangan
antara tingkat pemanfaatan dengan laju pertumbuhan sumberdaya perikanan
adalah pendekatan bioekonomi. Pendekatan ini dipandang lebih baik jika
dibandingkan dengan pendekatan biologi yang hanya menentukan besarnya upaya
pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY). Pendekatan biologi dengan
hanya menentukan batas MSY dipandang gagal dalam upaya mempertahankan
sumberdaya perikanan dari kepunahan karena mengabaikan aspek sosial dan
ekonomi (Fauzi 2010).
Kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki suatu daerah seharusnya menjadi
sumber pendapatan daerah yang dapat mensejahterakan masyarakat di daerah
tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa Provinsi Maluku, walaupun memiliki
sumberdaya alam khususnya ikan yang cukup tinggi namun banyak masyarakat
Maluku lebih khusus para nelayan masih hidup dalam kemiskinan. Data Pusat
Statistik Provinsi Maluku menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi
Maluku sampai Tahun 2008 sebesar 29,66% atau sebanyak 346.700 jiwa dari
1.420.433 jiwa total penduduk provinsi Maluku. Penyebaran penduduk miskin di
Provinsi Maluku di semua Kabupaten/Kota berada di wilayah pesisir yang
kebanyakan dari mereka adalah nelayan.
Pemecahan masalah perikanan di Provinsi Maluku sebagaimana
digambarkan di atas, tidak dapat dilakukan secara partial namun harus dilakukan
secara bersamaan untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat. Dengan
demikian, pendekatan sistem adalah penting untuk memecahkan persoalanpersoalan tersebut secara bersamaan. Membangun model dinamis pengelolaan
perikanan sebagai panduan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang
3
berkelanjutan di Laut Banda, adalah solusi pemecahan yang dilakukan melalui
penelitian ini. Pemecahan masalah dimulai dengan analisis kondisi saat ini
terhadap potensi, aspek biologi, musim dan daerah penangkapan ikan cakalang
serta aspek teknologi dan sosial ekonomi nelayan. Terhadap sub sistem
managemen tidak dilakukan analisis, namun hasil dari sub sistem sumberdaya dan
manusia menjadi saran dalam merumuskan kebijakan. Selain itu, kebijakan yang
berhubungan dengan hasil penelitian ini dijadikan sebagai acuan untuk
membandingkan hasil yang didapat. Hasilnya menjadi masukan dalam
membangun model dinamis untuk merumuskan strategi pemanfaatan
berkelanjutan (Gambar 1). Studi kasus dilakukan terhadap sumberdaya perikanan
cakalang, karena sumberdaya ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan
konsumsi lokal, maupun untuk kepentingan ekspor. Pengusahaannya dilakukan
oleh nelayan tradisional, maupun industri penangkapan skala besar. Laut Banda
dipilih karena laut ini terkenal kaya dengan sumberdaya perikanan cakalang di
Provinsi Maluku.
Perumusan Masalah
Ikan cakalang merupakan ikan yang bermigrasi, dengan demikian
kehadirannya pada suatu wilayah hanya pada saat atau musim-musim tertentu
kemudian menghilang lagi. Kenyataan di perairan Laut Banda dan sekitarnya
tidaklah demikian, ikan cakalang dapat ditangkap sepanjang tahun dengan kisaran
ukuran yang berbeda. Dengan demikian perubahan struktur populasi dan
reproduksi sepanjang tahun yang menggambarkan siklus hidup ikan cakalang di
Laut Banda dan sekitarnya penting diketahui. Informasi-informasi ini penting
untuk kepentingan pengelolaan. Di sisi lain, eksploitasi sumberdaya dimaksud
pada wilayah ini dipengaruhi oleh perubahan musim yang terjadi. Penyebaran ikan
cakalang diperairan Laut Banda dan sekitarnya berdasarkan perubahan musim
yang terjadi merupakan fenomena-fenomena yang belum diungkapkan secara pasti.
Pertambahan produksi cakalang yang terus menurun di Provinsi Maluku
sejak Tahun 2005–2010 (Dinas Perikanan Provinsi Maluku, 2011), diikuti oleh
penutupan perusahan-perusahan penangkapan cakalang yang beroperasi di Laut
Banda dan sekitarnya, mengindikasikan terjadi eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumberdaya perikanan cakalang Laut Banda dan perairan sekitarnya,
memungkinkan terjadinya ancaman terhadap keberlanjutan sumberdaya tersebut.
Hal ini terjadi sebagai akibat tidak ada batasan besarnya upaya sesuai tingkatan
teknologi yang digunakan. Selain itu, tidak ada informasi dasar sebagai landasan
penentuan kebijakan pengelolaan. Akibatnya terjadi kemerosotan sumberdaya,
terjadi pemborosan secara ekonomi dan tidak optimalnya penggunaan faktor-faktor
produksi untuk mengeksploitasi sumberdaya dimaksud.
Tingginya penduduk miskin di Provinsi Maluku menunjukkan tidak ada
korelasi antara besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat khusus nelayan. Masalah apa yang mengakibatkan
kondisi tersebut terjadi. Apakah karena rendahnya kemampuan masyarakat yang
mengekploitasi sumberdaya tersebut ataukah kebijakan makro oleh pemerintah
yang belum berpihak. Bagaimana memecahkan semua masalah tersebut secara
bersamaan, pendekatan sistem merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan.
Model seperti apa yang dapat dibangun untuk menentukan strategi pengelolaan
4
yang tepat untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan. Permasalahanpermasalahan inilah yang mendasari penelitian ini.
Beberapa permasalahan yang menjadi dasar penyusunan model pengelolaan
yang akan dibangun adalah:
1. Berapa potensi dan tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya
perikanan cakalang di Laut Banda, Provinsi Maluku secara biologi dan
ekonomi
2. Berapa ukuran layak tangkap secara biologis ikan cakalang di Laut
Banda dan sekitarnya Provinsi Maluku dan bagaimana dinamika spasial
dan temporalnya.
3. Dimana sebaran daerah penangkapan ikan cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya berdasarkan perubahan musim.
4. Jenis teknologi penangkapan apa yang ramah lingkungan dan menjamin
keberlanjutannya eksploitasi sumberdaya cakalang di Laut Banda dan
sekitarnya.
5. Bagaimana tingkat sosial ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan
sistem pengupahan bagaimana yang menjamin kesejahteraan nelayan
dan keberlanjutan usaha perikanan cakalang Provinsi Maluku
6. Bagaimana model pengelolaan yang baik terhadap sumberdaya cakalang
di Laut Banda dan sekitarnya supaya tetap berkelanjutan dan memberikan
manfaat yang tinggi.
Pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui kerangka pemecahan masalah
seperti disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pemanfaatan perikanan cakalang
yang berkelanjutan di Laut Banda, Provinsi Maluku. Diharapkan model yang
dihasilkan akan menjadi dasar perumusan kebijakan pemanfaatan perikanan
cakalang yang berkelanjutan, serta pengembangan industri penangkapan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara spesifik tujuan khususnya adalah:
1. Menentukan tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya perikanan cakalang di
Laut Banda, Provinsi Maluku secara biologi dan ekonomi serta keseimbangan
bioekonominya.
2. Menentukan ukuran layak tangkap secara biologis serta dinamika spasial dan
temporal ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku.
3. Memetakan daerah penangkapan ikan cakalang di Laut Banda Provinsi
Maluku berdasarkan perubahan musim.
4. Menentukan jenis teknologi penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan
di Laut Banda dan sekitarnya
5. Menentukan tingkat sosial ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan
merumuskan sistem pengupahan yang menjamin kesejahteraan nelayan dan
keberlanjutan usaha perikanan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya
6. Menentukan strategi pemanfaatan berkelanjuatan sumberdaya cakalang yang
memberikan manfaat ekonomi dan biologi yang tinggi berdasarkan model dinamis
yang dibangun.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan
perikanan cakalang yang berkelanjutan di Provinsi Maluku
Masukan bagi dunia usaha dalam rangka pengembangan industri
penangkapan cakalang di Provinsi Maluku.
Sebagai acuan model pengembangan sumberdaya perikanan lainnya.
Novelti
Novelti menunjukkan sesuatu yang baru dari sebuah penelitian yang belum
ada sebelumnya. Novelti atau kebaruan adalah kemampuan untuk menemukan
hubungan-hubungan baru untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan
untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada
dalam pikiran (Evans 1991). Setelah melakukan studi pustaka terhadap perikanan
cakalang di Laut Banda dan sekitarnya maka informasi terbaru yang belum
diungkapkan dan merupakan novelti penelitian ini adalah: Penentuan produksi
dan upaya tangkap sumberdaya cakalang berdasarkan musim dan ukuran layak
tangkap sepanjang tahun.
6
Identifikasi Permasalahan Perikanan
Cakalang di Laut Banda
ANALISIS KONDISI SAAT INI
PENDEKATAN
SISTEM
Sub Sistem
Sumberdaya
Siklus Hidup
dan Aspek
Biologi
Musim dan
Daerah
Penangkapan
Sub Sistem
Manajemen
Sub Sistem
Manusia
Potensi &
Tingkat
Pemanfaatan
Teknologi
Penangkapan
Aspek Sosial
Ekonomi
Aspek Pasar
dan Finansial
Kebijakan
Pemerintah
MEMBANGUN MODEL DINAMIS
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN
PEMANFAATAN BERKELANJUTAN SUMBERDAYA PERIKANAN CAKALANG
Kondisi ke depan
Gambar 1 Kerangka pemikiran pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya perikanan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya
7
KESEIMBANGAN BIOEKONOMI PERIKANAN CAKALANG
(Katsuwonus pelamis) DI LAUT BANDA DAN SEKITARNYA
PROVINSI MALUKU
Latar Belakang
Sistem ekonomi dunia tergantung sepenuhnya pada pasokan sumber daya
alam, namun belum tentu stok sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dalam jangka panjang (Clark 2013). Kebutuhan hidup dan tuntutan
ekonomi manusia yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk
dunia telah berimplikasi pada kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan
umum maupun perairan laut (Purbayanto et al. 2010). Di sisi lain, sifat sumber
daya perikanan milik bersama rawan terhadap tangkap lebih atau over fishing
(Monintja 1999). Pertanyaannya berapa banyak ikan dapat diambil tanpa
mengganggu keberadaan stok, atau lebih tepatnya bagaimana panen biomasa ikan
dapat dimaksimumkan, tanpa mengganggu prospek eksploitasi perikanan yang
bersangkutan di masa depan. Pertanyaan sederhana ini merupakan landasan dari
semua analisis produksi perikanan, kegagalan dalam menjawabnya dengan baik
telah menimbulkan kesalahan dalam pengelolaan perikanan (Pitcher dan Hart
1982).
Bagaimana memanfaatkan sumber daya tersebut sehingga menghasilkan
manfaat ekonomi yang tinggi tetapi kelestarian sumber daya tersebut selalu
terjaga. Kaitan dengan ini maka ada dua isu yang harus dijawab bersama, yakni
isu ekonomi dan biologi (Zulbainarni 2012). Kaitan dengan isu ekonomi maka
rente sumber daya terkait dengan derajat pengelolaan perikanan. Rente negatif
dihasilkan dari pengeolaan perikanan yang buruk sebaliknya rente positif
dihasilkan dari pengelolaan yang baik (Fauzi 2010).
Pengelolaan sumber daya perikanan pada mulanya didasarkan pada faktor
biologi, dengan pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY) yang didasarkan
pada Model Schaefer. Model pengelolaan secara biologi kemudian dikembangkan
oleh Gordon (1954) dengan memasukan variabel ekonomi (harga dan biaya) ke
dalam model Schaefer sehingga melahirkan konsep Maximum Economic Yield
(MEY). Model ini kemudian dikenal dengan nama model bioekonomi GordonSchaefer (Cunningham et al. 1985; Clark 1976; 1985; Saijo et al. 1998; Fauzi dan
Anna 2005). MSY adalah cara sederhana untuk mengelola sumber daya dengan
mempertimbangkan bahwa eksploitasi berlebihan sumber daya menyebabkan
hilangnya produktivitas (Kar dan Chakraborty 2009).
Memaksimalkan nilai bruto produksi perikanan pada tingkat MSY belum
tentu mendapatkan keuntungan ekonomi secara maksimal. Tergantung pada harga
ikan dan biaya oprasi, dapat terjadi keuntungan ekonomi dari penangkapan pada
tingkat MSY mungkin nol atau negatif (Kompas, Grafton & Che 2011). Konsep
hasil ekonomi maksimum (MEY) adalah sebuah konsep ekuilibrium jangka
panjang yang mengacu pada tingkat output dan tingkat upaya yang sesuai untuk
memaksimalkan keuntungan ekonomi dari perikanan (Dichmont et al. 2010).
Pemodelan bioeconomic memberikan penilaian yang paling efisien melalui
analisis MEY. Model ini memerlukan informasi yang signifikan pada biaya
perikanan, harga, dan biologi ikan. Model bioeconomic biasanya model optimasi.
Artinya, mereka digunakan untuk memperkirakan satu set variabel kontrol, seperti
8
ukuran armada, atau upaya penangkapan dan memaksimalkan variabel tertentu,
seperti laba (Kompas et al. 2011).
Ikan cakalang merupakan sumber daya perikanan ekonomis penting yang
menjadi salah satu komoditi ekspor non-migas Indonesia. Ikan cakalang
terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia, terutama di Bagian Timur
Indonesia. Di Provinsi Maluku, sampai tahun 2010 jumlah produksi ikan cakalang
sebanyak 35,852.4 ton atau 4,79% dari total produksi sebesar 750,375.0 ton
(Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku 2011). Laut Banda dan
sekitarnya merupakan daerah penangkapan utama perikanan cakalang di provinsi
Maluku saat ini. Alat tangkap utama penangkapan ikan cakalang di Provinsi
Maluku adalah huhate (pole and line) selain pukat cincin ukuran kecil dan
pancing tonda. Beberapa tahun terakhir sudah dioperasikan pukat cincin ukuran
besar untuk penangkapan ikan cakalang di daerah ini.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah menjadikan Provinsi Maluku
sebagai lumbung ikan nasional serta kebijakan pemerintah pusat RI mengijinkan
pengoperasian kapal pukat cincin ukuran besar untuk mengeksploitasi sumber
daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku menjadi ancaman kelestarian sumber
daya tersebut. Pertanyaan mendasar dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber
daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku adalah berapa banyak ikan yang
dapat ditangkap tanpa mengganggu keseimbangan biologi dan ekonomi sumber
daya tersebut. Berapa besar upaya yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan maksimum dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan. Informasi ilmiah
yang dapat menentukan tingkat pemanfaatan optimum sumber daya perikanan
cakalang untuk mencapai keseimbangan biologi dan ekonomi menjadi kebutuhan
dasar pengelelolaan sumber daya perikanan cakalang saat ini. Pada akhirnya,
pengelolaan yang benar sesuai bukti ilmiah terbaik sebagaimana diamanatkan
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dapat dicapai (FAO, 1995).
Dengan demikian eksploitasi berlebihan sebagaimana terjadi dengan perikanan
dunia saat ini (Meyers dan Worm 2003; NOAA 2010), dapat dihindari terhadap
sumber daya perikanan cakalang di provinsi Maluku.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keseimbangan bioekonomi
sumber daya perikanan cakalang di Laut Banda dalam wilayah Provinsi Maluku.
Diharapkan informasi ini menjadi dasar kebijakan pemanfaatan berkelanjutan
sumber daya perikanan cakalang di Provinsi Maluku.
Metodologi
Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012
berlokasi di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Dua
wilayah ini dipilih karena merupakan pusat pendaratan ikan cakalang di Provinsi
Maluku. Time series data produksi dan jumlah upaya/trip diambil dari Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku periode 1990 – 2010. Alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan cakalang di lokasi penelitian adalah pole and
line, pukat cincin dan pancing tangan (Dinas Perikanan Provinsi Maluku 2011).
Data primer berupa harga ikan, biaya produksi dan pendapatan tiap unit
penangkapan diambil langsung dari pemilik kapal secara purposive. Kapal pole
9
and line yang dijadikan sampel adalah 12 unit, pukat cincin 9 unit dan pancing
tonda 20 unit. Data primer yang terkumpul kemudian diseleksi untuk menghitung
rata-rata biaya, harga dan pendapatan tiap trip dari masing-masing unit
penangkapan. Kapal-kapal yang datanya tidak lengkap selama setahun operasi
dikeluarkan dari perhitungan. Hasil perhitungan dari kapal-kapal yang datanya
lengkap sepanjang tahun dijadikan masukan dalam analisis bioekonomi.
Analisis data
Catch per Unit Effort (CPUE)
CPUE dihitung untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan
sumber daya perikanan di wilayah perairan tertentu. Perhitungan dilakukan
setelah data produksi dan upaya (effort) ditabulasi menurut jenis alat tangkap.
Upaya dalam penelitian ini adalah trip penangkapan. Perhitungan CPUE
dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
CPU� =
Keterangan :
� ℎ
CPUEt = hasil tangkapan per upaya penangkapan pada tahun ke-t
Catcht = hasil tangkapan pada tahun ke-t
effortt = upaya penangkapan pada tahun ke-t
Standarisasi alat tangkap
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang di lokasi
penelitian adalah pole and line, pancing tangan dan pukat cincin. Standarisasi
dilakukan untuk menghitung input upaya secara agregat karena tiap alat tangkap
memiliki kemampuan tangkap yang berbeda. Jika standarisasi tidak dilakukan
maka tidak mungkin dapat menjumlahkan total input agregat (total effort) dari
perikanan yang dianalisis (Fauzi dan Anna, 2005). Alat tangkap standar adalah
yang memiliki produktivitas tertinggi dalam penangkapan ikan cakalang atau
mempunyai rata-rata CPUE terbesar dengan indeks kemampuan tangkap (fishing
power indeks) satu. Standarisasi alat tangkap ke n pada periode waktu t adalah:
� =� �
φxt diukur berdasarkan rasio CPUE dari alat tangkap n terhadap alat tangkap
standar pada periode waktu t
keterangan :
Estd
Φnt
Ent
�
=
.
= Effort standar
= indeks kemampuan alat tangkap jenis ke n pada waktu t
= Upaya nominal alat tangkap ke-n pada waktu t
10
Unt
Ustd
= CPUE alat tangkap ke-n pada waktu t
= CPUE alat tangkap standar
Pendugaan parameter bioteknik
Analisis dilakukan dengan menggunkan pendekatan bioekonomi. Untuk
menghasilkan model terbaik sesuai kondisi sumberdaya, análisi