Dampak Aplikasi Herbisida IPA Glifosat pada Pertanaman Padi Sawah Sistem TOT terhadap Tanah dan Tanaman Padi

3
DAMPAK APLIKASI HERBISIDA
IPA GLIFOSAT
PADA PERTANAMAN PADI SAWAH SISTEM TOT
TERHADAP TANAH DAN TANAMAN PADI

S DHARMA KESUMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Aplikasi
Herbisida IPA Glifosat pada Pertanaman Padi Sawah Sistem TOT Terhadap
Tanah dan Tanaman Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
S Dharma Kesuma
P052120301

RINGKASAN

S DHARMA KESUMA. Dampak Aplikasi Herbisida IPA Glifosat pada
Pertanaman Padi Sawah Sistem TOT terhadap Tanah dan Tanaman Padi.
Dibimbing oleh HARIYADI dan SYAIFUL ANWAR.
Gulma merupakan faktor penting dalam penurunan produktifitas padi,
sehingga upaya pengendalian gulma perlu menjadi perhatian serius. Pengaruh
gangguan gulma terhadap penurunan produksi tanaman padi masih tinggi yaitu 6
– 87 %. Pengendalian gulma umumnya dilakukan secara kimiawi dengan
menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat paling
banyak digunakan di lahan pertanian di seluruh dunia. Herbisida ini merupakan

jenis pasca tumbuh dan bersifat non selektif. Herbisida dinilai jauh lebih efisien,
murah, dan cepat karena hemat tenaga kerja yang diperlukan untuk penyiangan.
Aplikasi teknologi tanpa olah tanah (TOT) dengan menggunakan herbisida
dianggap jauh lebih efektif dan efisien. Namun, penggunaan herbisida secara terus
menerus dapat mengakibatkan residu di dalam tanah, tanaman dan hasil panen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh TOT dan kombinasinya
dengan herbisida IPA Glifosat terhadap produksi padi dan nilai ekonominya dan
konsentrasi residu herbisida IPA Glifosat di dalam tanah, jerami dan beras dan
batas maksimum residu.
Penelitian ini dilakukan di lapang dengan lahan sawah yang dilakukan
dengan pemetakan dengan luas 3 m x 3 m sebanyak 5 petak perlakuan dengan 3
kali ulangan sehingga diperoleh petakan percobaan sebanyak 15 petak.
Pengolahan tanah tidak dilakukan pada petak percobaan kecuali pada 3 petak
dengan perlakuan Gm yang dilakukan pengolahan tanah secara sempurna (OTS)
disesuaikan dengan kebiasan petani di lapang. Penyemprotan herbisida glifosat
dilakukan satu kali sebelum ditanam padi dengan menggunakan herbisida
berbahan aktif IPA glifosat dengan perlakuan olah tanah sempurna (Gm), G0
(tanpa penyemprotan herbisida), glifosat dengan dosis 1.5 l ha-1 (G1), 3 l ha -1 (G2)
dan 4.5 l ha-1 (G3). Penyemprotan herbisida dilakukan masing-masing pada petak
sampel perlakuan pada saat cuaca terang. Aplikasi herbisida disemprot pada petak

perlakuan secara merata diluar petak kontrol dengan tepat dosis yang telah
ditentukan. Benih disebar merata dengan menggunakan benih padi varietas
Mekongga. Pesemaian disesuaikan dengan perlakuan yang dilakukan oleh petani.
Bibit siap tanam berumur 25 Hari Setelah Sebar (HSS) dan ditanam di petak
percobaan. Penananam bibit dilakukan dengan cara ditugal pada petak perlakuan
kontrol dan aplikasi herbisida yang tanpa olah tanah (TOT) dengan menggunakan
batang kayu yang ujungnya telah diruncing untuk memudahkan penanaman di
lahan sawah. Penanaman di petak olah tanah sempurna (OTS) dilakukan seperti
biasa tanpa ditugal. Pemupukan dengan menggunakan pupuk urea sebanyak 200
kg ha-1, SP36 100 kg ha-1 dan NPK Phonska 100 kg ha-1 untuk 2 kali pemupukan.
Pemupukan pupuk kimia dengan cara disebar secara merata pada pertanaman
padi. Penyiangan dilakukan pada petak perlakuan Gm sebanyak 2 kali pada padi
umur 30 dan 60 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan pada umur ± 4 bulan
dimana tananan padi yang siap panen berwarna kuning dan malai padi merunduk.
Pemanenan dilakukan pada petak sampel yang diamati dengan melakukan

pengubinan dengan ukuran 1 m x 1 m pada setiap petakan. Pemanenan pada petak
sampel dilakukan dengan hati-hati. Sampel masing-masing perlakuan diambil
gabah dan ditimbang. Sampel jerami dan tanah masing-masing perlakuan diambil
dipetak yang telah diubin. Pengujian residu herbisida dilakukan pada tiga jenis

sampel yaitu pada tanah, jerami dan hasil panen (beras). Pengambilan sampel
tanah, jerami dan hasil panen (beras) dilakukan di 5 titik sampel. Penentuan titik
sampel ini berdasarkan 5 perlakuan. Tiap lokasi terdiri dari 3 titik ulangan
kemudian dari masing-masing titik tersebut diambil satu komposit. Sampel tanah
dari petak sawah diambil pada kedalaman 10-20 cm dengan menggunakan sekop,
sampel tanah diambil sebanyak 500 gram, kemudian disimpan dalam plastik.
Pengambilan sampel jerami dan hasil panen (beras) dilakukan pada lokasi.
Analisis residu dilakukan pada sampel tanah, jerami dan beras dengan
menggunakan metode HPLC (high performance liquid chromatography).
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan Gm (OTS) dan G1 (1.5 l ha-1)
menghasilkan produksi gabah yang paling tinggi dengan rerata produksi gabah
kering giling masing-masing sebesar 9.380 ton hektar-1 dan 7.280 ton hektar-1.
Perlakuan Gm lebih menguntungkan dengan R/C Ratio sebesar 1.84 dengan
keuntungan Rp 13 714 000, tetapi penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak
akan sulit dilakukan bila diterapkan pada daerah yang minim tenaga kerja.
Perlakuan G1 merupakan alternatif pilihan yang dapat diterapkan pada wilayah
yang kurang tenaga kerja. Glifosat terkandung pada sampel tanah, jerami dan
beras. Hasil analisis residu glifosat pada sampel tanah kandungan residu berkisar
0.001-0.048 mg kg-1, sampel jerami berkisar 0.004-0.147 mg kg-1 dan sampel
beras berkisar 0.009-0.272 mg kg-1. Kandungan residu glifosat paling tinggi

ditemukan pada sampel beras perlakuan G3 (4.5 l ha-1) sebesar 0.272 mg kg-1,
nilai tersebut di atas ambang batas maksimum residu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yakni sebesar 0.1 mg kg-1.
Kata kunci : Batas maksimum residu, herbisida glifosat, padi, pengendalian gulma

SUMMARY
S DHARMA KESUMA. Impacts of Glyphosate IPA Herbicide Application on
Soil and Plant in No Tillage Paddy Cultivation. Supervised by HARIYADI and
SYAIFUL ANWAR
Weeds are among factors in decreasing paddy production, therefore should
be controlled. The effects of weeds in decreasing paddy ranging from 6-87%.
Weed control is generally carried out chemically by using herbicides. The use of
herbicide with active subtance glyphosate is very common in agricultural areas in
the world. This herbicide is used for post-emergence of weeds and it is nonselective. Using herbicides to control weeds is more efficient, inexpensive, and
faster. In fact, it is more practical and cost-saving because there is no need to hire
many laborers to remove unwanted plants. Application of no-tillage technology
(TOT) using herbicides is considered far more effective and efficient. However,
continuous use of herbicides can result in residues in the soil, plants and harvest
results. The objective of this study was to analyze the influence of TOT and its
combination with Glyphosate IPA herbicide on paddy production and its

economic value, and the concentration of the residues of Glyphosate IPA
herbicide in soil, straw and rice, and the maximum residue limit.
This research was carried out in the paddy field with a plot size of 3 by 3 m
as many as 5 treatment plots with 3 replications in order to total 15 experimental
plots. The tillage was not performed on the experimental plots, except on the 3
plots with Gm treatment where conventional tillage (OTS) as farmer habits in the
field. The spraying of herbicide was done once before paddy planting by using
herbicide with active glyphosate IPA on perfect tillage treatment (Gm), G0
(without herbicide, control), with a glyphosate dose of 1.5 l ha-1 (G1), 3 l ha-1
(G2) and 4.5 l ha-1 (G3). Application of herbicides was carried out by spraying on
treatment plots, except the control plot, with the right dose which had been
determined. Seeds were evenly spread using paddy seeds of Mekongga variety.
The seedbed was adapted to the common treatment carried out by farmers. The
seedlings are ready for planting at aged 25 days. The planting method was carried
out by placing the seedling in a digged-hole (ditugal). The planting on
conventional tillage (OTS) was performed as usual, without ditugal. Fertilization
was done twice using urea fertilizer as much as 200 kg ha-1, SP36 100 kg ha-1 and
NPK Phonska 100 kg ha-1. Chemical fertilization was done by distributing it
evenly on paddy plants. Weeding was carried out 2 times on the plots of Gm
treatment, that is, when the paddy was 30 days and 60 days after seedling

planting. Harvesting was done at the age of ± 4 months in which ready-to-harvest
paddy was yellow and the branches already bent. Harvesting was done on the
sample plots observed by covering each plot with tiles measuring 1 m by 1 m.
Harvesting on the sample plots was carried out with caution. The paddy grain
samples of each treatment were taken and weighed. The straw and soil samples of
each treatment were taken from the tiled plots. Herbicide residue tests were
carried out on the three types of samples: soil, straw and rice (milled paddy). The
sampling of soil, straw and rice was conducted in 5 sample points. The
determination of these sample points were based on 5 treatments. Each location

consisted of 3 repeated points, and one composite was taken from each of these
points. The soil samples of the rice fields as much as 500 grams were taken at a
depth of 10-20 cm using a trowel, and then they were put in a plastic bag. The
sampling of straw and rice harvest was done on location. The residual analysis
was performed on the samples of soil, straw and rice by using a method of HPLC
(high performance liquid chromatography).
The research results showed that treatments Gm (OTS) and G1 (1.5 l ha-1)
produced the highest grain production with the average production of dried mill
paddy by 9,380 tons ha-1 and 7,280 tons ha-1 respectively. Gm treatment was more
profitable with R / C ratio of 1.84 with a profit of Rp 13 714 000. However, the

use of more laborers would be difficult to realize when applied to areas that lack
manpower. G1 treatment is an alternative treatment that can be applied to areas
that have less labor. Glyphosate contained in soil, straw and rice. Results of the
analysis of glyphosate residue in the soil samples ranging 0.001-0.048 mg kg-1,
straw 0.004-0.147 mg kg-1 and rice 0.009-0.272 mg kg-1. The highest glyphosate
residue was found in rice samples of treatment G3 (4.5 l ha-1) as much as 0.272
mg kg-1, and the value was above the threshold of maximum residue set by the
government (0.1 mg kg-1).
Keywords : Glyphosate herbicide, maximum residue limits, paddy, weed control

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


1

DAMPAK APLIKASI HERBISIDA IPA GLIFOSAT
PADA PERTANAMAN PADI SAWAH SISTEM TOT
TERHADAP TANAH DAN TANAMAN PADI

S DHARMA KESUMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Dyah Tjahyandari S, MApplSc

3
Judul Tesis : Dampak Aplikasi Herbisida IPA Glifosat pada Pertanaman Padi
Sawah Sistem TOT terhadap Tanah dan Tanaman Padi
Nama
: S Dharma Kesuma
NIM
: P052120301

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Hariyadi, MS
Ketua

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:

18 Juni 2015

Tanggal Lulus:

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil
diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Dampak Aplikasi Herbisida IPA
Glifosat pada Pertanaman Padi Sawah Sistem TOT Terhadap Tanah dan
Tanaman Padi.
Bagian dari tesis ini telah diterima untuk diterbitkan di Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL) Vol 5 No 1 tahun 2015
dengan judul “Dampak Aplikasi Herbisida IPA Glifosat dalam Sistem Tanpa
Olah Tanah (TOT) terhadap tanah dan Tanaman Padi Sawah”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Hariyadi, MS
dan Dr Ir Syaiful Anwar, MSc yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir R A Dyah Tjahyandari
Suryaningtyas, M Appl Sc sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan
saran dan koreksi yang bersifat konstruktif. Terima kasih juga di sampaikan
kepada Bupati Tanggamus yang telah memberikan ijin belajar. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke
jenjang S-2. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada segenap
tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL SPS IPB.
Penulis menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada ayahanda
(Alm) Soehaemi, ibunda (Alm) Soeliam, kakakanda Irianti dan Hamangku
Siswanto; Kakanda Tamrin HS dan Asniatun dan para keponakanku dan
sahabat sejatiku teman-teman PSL angkatan 2012, atas segala doa, dan
kebersamaan selama ini, serta semua pihak yang telah membantu dalam
diskusi, saran, doa hingga tesis ini terselesaikan dengan baik.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
S Dharma Kesuma

5

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Herbisida
Glifosat
Mekanisme Kerja Glifosat
Sifat-Sifat Bahan Aktif IPA Glifosat
Akumulasi dan Penyebaran Glifosat
Dampak Residu Herbisida pada Tanah
Dampak Residu Herbisida terhadap Manusia
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian Lapangan
Tanaman Padi
Pengolahan Tanah
Aplikasi Herbisida
Pesemaian dan Penanaman Bibit
Pemeliharaan Tanaman
Pemanenan
Analisis Laboratorium
Pengambilan Sampel Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras)
Analisis Residu Glifosat
Penghitungan Konsentrasi Residu Herbisida dan Batas Maksimum Residu
Analisis Biaya Budidaya Padi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Produksi Pertanaman Padi
Analisis Biaya Budidaya Padi Tanpa Olah Tanah
Residu Herbisida di Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras)
Batas Maksimum Residu Glifosat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
4
5
5
6
6
7
7
8
9
10
10
12
12
12
13
13
13
13
14
14
14
14
14
14
15
15
16
17
17
18
19
24
25
26
26
27
32
56

6

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Sifat Kimia Glifosat
Sifat Fisikokimia Glifosat
Pengaruh Glifosat pada terhadap Manusia
Jenis Perlakuan dan Dosis Herbisida
Hasil Analisis Uji Lanjut Bobot Gabah Kering Giling (GKG)
Perbandingan Analisis Biaya pada Setiap Perlakuan
Deteksi Glifosat Pada Perlakuan Sampel Dengan Metode
Kromatografi

8
9
11
13
17
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir kerangka pemikiran
Mekanisme Glifosat dalam menghambat enzim EPSPS
Penyebaran dan Akumulasi Glifosat di Lapang
Interaksi Glifosat di dalam Tanah (Huber 2010a)
Peta Lokasi Penelitian di Cijujung Kecamatan Ciampea
Kandungan Residu Glifosat dalam Sampel Tanah Pada Tiap
Perlakuan
Kandungan Residu Glifosat dalam Sampel Jerami Pada Tiap
Perlakuan
Kandungan Residu Glifosat dalam Sampel Beras Pada Tiap
Perlakuan

4
8
10
10
12
21
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Denah Penelitian
Chromatogram Larutan Standar Glifosat 0.032 ppm
Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Kontrol (G0)
Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan OTS (Gm)
Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Glifosat 1.5 l/ha (G1)
Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Glifosat 3 l/ha (G2)
Chromatogram Sampel Tanah Perlakuan Glifosat 4.5 l/ha (G3)
Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Kontrol (G0)
Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan OTS (Gm)
Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Glifosat 1.5 l/ha (G1)
Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Glifosat 3 l/ha (G2)
Chromatogram Sampel Jerami Perlakuan Glifosat 4.5 l/ha (G3)
Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Kontrol (G0)
Chromatogram Sampel Beras Perlakuan OTS (Gm)
Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Glifosat 1.5 l/ha (G1)
Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Glifosat 3 l/ha (G2)

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47

7
25
26
27
28
29
30
31
32

Chromatogram Sampel Beras Perlakuan Glifosat 4.5 l/ha (G3)
Hasil Analisis Ragam Data Bobot Gabah
Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Kontrol
Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan OTS
Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Glifosat
1.5 l ha-1
Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Glifosat 3 l
ha-1
Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dengan Perlakuan Glifosat
4.5 l ha-1
Dokumentasi penelitian

48
49
50
51
52
53
54
55

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sawah merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan yang sangat
strategis karena lahan tersebut merupakan sumber daya utama untuk
memproduksi padi/beras sebagai pangan pokok utama, sumber daya utama
bagi pemantapan ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi nasional bagi
Indonesia (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2004).
Kebutuhan bahan pangan terutama beras di Indonesia akan terus
meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan
konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Hingga saat ini dan
beberapa tahun mendatang, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi
bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia (Balitan 2005). Beras merupakan
komoditas pangan yang sangat strategis karena merupakan makanan pokok
utama bagi masyarakat Indonesia. Kecukupan pangan wajib terpenuhi dari
produksi dalam negeri dan impor sebagai hak dan kelangsungan hidup bangsa.
Untuk menjaga kestabilan ekonomi dan politik bangsa, pangan harus tersedia
secara memadai, bahkan di saat menghadapi perubahan iklim global yang
berdampak pada sistem usaha tani padi di semua negara produsen padi dunia,
maka harus ada surplus beras sebagai cadangan pangan (Kementan 2011).
Namun dilain pihak, upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh
berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus
berjalan, penyimpangan iklim (Climate anomaly), gejala kelelahan teknologi
(Technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (Land
degradation) yang berdampak terhadap penurunan produktivitas (Pramono et
al. 2005).
Salah satu upaya meningkatkan produksi beras adalah intensifikasi.
Intensifikasi pertanian dapat dilakukan dengan cara pemupukan yang baik,
pemilihan benih unggul, pengendalian hama dan penyakit, dan juga
pengendalian gulma. Pengaruh gangguan gulma terhadap penurunan produksi
tanaman pangan sangat bervariasi tergantung keadaan yang mempengaruhinya.
Pitoyo (2006) menyatakan bahwa penurunan produksi pangan khususnya padi
yang diakibatkan oleh gulma masih tinggi yaitu 6 – 87 %. Secara nasional,
penurunan produksi padi sawah mencapai 15 – 42 % dan padi gogo 47-87 %.
Penurunan produksi tersebut dinilai sangat berarti sehingga upaya
pengendalian gulma perlu memperoleh perhatian yang serius.
Pengendalian gulma umumnya dilakukan secara kimiawi dengan
menggunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia yang dapat mematikan
tumbuhan atau menghambat pertumbuhan normalnya. Penggunaan herbisida
dinilai jauh lebih efisien, murah, dan cepat karena hemat tenaga kerja yang
diperlukan untuk penyiangan (Tjitrosoedirjo et al. 1984). Duke dan Powles
(2008) dalam Gomes et al. (2014) menyatakan herbisida berbahan aktif
glifosat paling banyak digunakan di seluruh dunia. Herbisida ini merupakan
jenis pasca tumbuh dan bersifat non selektif. Umumnya herbisida tersebut
digunakan di lahan pertanian. Katritzky et al. (2002) dalam Supawan (2013)
menyatakan Indole-3-propionic acid (IPA) adalah hormon tanaman endogen

2
dan konjugasi asam aminonya diketahui untuk berinteraksi dengan albumin
serum. IPA glifosat merupakan herbisida pasca tumbuh yang diformulasi
dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan
gulma berdaun sempit, berdaun lebar, dan teki-tekian serta mempunyai
spektrum yang luas (Nufarm 2012 dalam Supawan 2013).
Kerangka Pemikiran
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya (Undang Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1982).
Pencemaran terjadi pada tanah, air tanah, badan air atau sungai, udara,
bahkan terputusnya rantai dari suatu tatanan lingkungan hidup atau
penghancuran suatu jenis organisme yang pada akhirnya akan menghancurkan
ekosistem (Soemarwoto 1991). Tercemarnya tanah, air, udara dan unsur
lingkungan lainnya oleh pestisida terjadi karena penanganan pestisida yang
tidak tepat dan sifat fisiko kimia pestisidanya dapat berpengaruh buruk secara
langsung maupun tidak langsung terhadap manusia dan kelestarian lingkungan
hidup (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2011).
Kurnia et. al (2004) menyatakan penyebab pencemaran pada lahan
pertanian dapat digolongkan kedalam: (1) kegiatan non pertanian, yaitu industri
dan pertambangan dan (2) kegiatan pertanian, yaitu penggunaan bahan-bahan
agrokimia. Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah
industri, dan aktivitas budi daya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia
seperti pupuk dan pestisida yang kurang terkendali.
Salah satu program intensifikasi pertanian yang penting adalah
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama gulma pada
lahan pertanaman padi. Sebagian besar petani menggunakan herbisida karena
dinilai lebih efektif dan efisien dalam mengendalikan organisme pengganggu
tanaman (OPT). Akan tetapi, pengaplikasian herbisida pada lahan persawahan
secara terus menerus dikhawatirkan dapat meninggalkan residu didalam tanah,
tanaman maupun hasil panen sehingga dapat menurunkan produktivitas
tanaman.
Residu pestisida merupakan zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
penggunaan pestisida, mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa
hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pengotor yang dapat
memberikan pengaruh toksikologik (BSN 2008). Residu herbisida yang diserap
dan terakumulasi dalam tanah dan tanaman padi sawah dapat menyebabkan
keracunan terhadap penggunanya (manusia), resistensi tanaman induk, biotabiota lain, pada tanaman yang dipanen (beras) serta lingkungan sekitar.
Besarnya residu herbisida yang tertinggal di dalam tanah dan tanaman
tergantung pada dosis, banyaknya dan interval aplikasi, bahan aktif, formulasi,
dan persistensi dari herbisida tersebut serta saat aplikasi terakhir sebelum hasil
tanaman dipanen.

3
Dampak residu herbisida terhadap kesehatan manusia disamping
ditentukan oleh besarnya residu juga ditentukan oleh daya racun baik akut
maupun kronik yang berbeda antara herbisida yang satu dengan yang lainnya.
Residu herbisida tidak saja dijumpai sebagai akibat penggunaannya, tetapi
dapat juga dijumpai pada benda-benda lainnya secara tidak sengaja atau karena
kecelakaan terkontaminasi herbisida. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat
pengangkutan ataupun penyimpanan herbisida yang tidak hati-hati. Residu
tersebut menjadi sangat berbahaya apabila ditemukan pada bahan makanan
yang terkontaminasi herbisida dengan konsentrasi yang tinggi (Direktorat
Pupuk dan Pestisida 2011).
Beberapa kasus residu herbisida berbahan aktif glifosat di Propinsi Jawa
Barat dengan kandungan sebesar 0.0009–0.00012 ppm, Jawa Tengah dengan
residu glifosat sebesar 0.0004–0.0125 ppm dan di Jawa Timur ditemukan
parakuat, glifosat, oksadiazon, DMA, metil metsulfuron. Residu parakuat
ditemukan dalam beras sebesar 0,0024-0,0045 ppm dan tanah sawah sebesar
0,0031-0,0074 ppm (Adi 2003).
Teknologi pengolahan tanah mempunyai tujuan ganda, baik dalam
penyiapan lahan dan pengelolaan air maupun pengendalian gulma. Penyiapan
lahan lahan pada lahan budidaya padi sawah hanya diawali dengan pengolahan
tanah sederhana, bahkan tanpa olah tanah hanya dengan menebas gulma
kemudian membakarnya (Lamid 1993 dalam Lamid 2011). Pada era revolusi
hijau dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengolahan
tanah secara sederhana ditinggalkan oleh petani dan diganti dengan olah tanah
sempurna (OTS) dengan menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Penerapan teknologi OTS awalnya berdampak positif terhadap efisiensi usaha
tani padi karena menghemat biaya dan tenaga kerja untuk pengendalian gulma
(Kasryno 1983; Ananto 1989 dalam Lamid 2011).
Balitan (2010) menyatakan teknologi tanpa olah tanah (TOT) merupakan
salah satu cara pengolahan lahan yang prospektif dikembangkan untuk
mengatasi beberapa kelemahan olah tanah sempurna (OTS). Tanpa olah tanah
dikenal sebagai teknologi olah tanah konservasi (conservation tillage) karena
memiliki beberapa keuntungan, antara lain mencegah erosi, mempertahankan
keanekaragaman biologi, menekan populasi beberapa jenis gulma dan hama
invertebrata, memperbaiki efisiensi penggunaan pupuk, meningkatkan
intensitas penanaman dan pendapatan (Effendi dan Utomo 1993; Lamid et al.
1996; Lamid 1998; Lamid 2011). Teknologi ini membuka peluang bagi
penggunaan herbisida non selektif purna tumbuh yang bekerja secara sistemik
atau secara kontak (Bangun 1995; Utomo 1995; Lamid 2011). Penggunaan
herbisida dinilai jauh lebih efisien, murah, dan cepat karena hemat tenaga kerja
yang diperlukan untuk penyiangan (Tjitrosoedirjo et al. 1984). Meskipun
demikian, pengaplikasian herbisida pada lahan persawahan secara terus
menerus dikhawatirkan dapat meninggalkan residu di dalam tanah, tanaman
dan hasil panen.
Untuk mengetahui apakah residu herbisida tersebut melebihi ambang
batas atau tidak, maka dapat dilakukan perbandingan antara tingkat residu
herbisida yang telah diketahui dengan baku mutu dari komoditas pertanian
tersebut disajikan pada Gambar 1.

4

Intensifikasi Budidaya Padi Sawah
Sistem TOT

Pengendalian organism
pengganggu tanaman

Penggunaan pupuk
kimia dan non kimia

Pengendalian gulma

Penggunaan benih
varietas unggul

Residu herbisida

Aplikasi herbisida

Diserap dan terakumulasi
dalam tanah dan tanamanan

Pencemaran
Lingkungan

Bersifat toksik terhadap
lingkungan dan manusia

Tanah

Beras

Jerami

Batas Maksimum Residu

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran
Perumusan Masalah
Pengendalian gulma terutama pada lahan pertanian dengan menggunakan
senyawa kimia yaitu herbisida sudah sangat berkembang saat ini. Untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pengaplikasian herbisida
pada pertanaman padi perlu dilakukan pengamatan terhadap residu herbisida
pada komponen lingkungan dan tanaman seperti tanah, jerami dan hasil panen
(beras) yang berpotensi tercemar oleh herbisida. Oleh karena itu diperlukan
penelitian di lokasi pertanaman padi sawah untuk mendapatkan lebih banyak
informasi mengenai residu herbisida yang mencemari lahan dan tanaman padi

5
serta mengetahui batas maksimum residu herbisida. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka dapat dirangkum rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh TOT dan kombinasinya dengan herbisida IPA Glifosat
terhadap produksi dan nilai ekonominya?
2. Bagaimana konsentrasi residu herbisida IPA Glifosat di dalam tanah, jerami
dan beras dan batas maksimum residu (BMR)?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh TOT dan kombinasinya dengan herbisida IPA
Glifosat terhadap produksi dan nilai ekonominya.
2. Menganalisis konsentrasi residu herbisida IPA Glifosat di dalam tanah,
jerami dan beras dan batas maksimum residu (BMR).
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Sebagai informasi resiko penggunaan herbisida yang diaplikasikan secara
terus menerus akan berdampak negatif pada kesehatan pengguna dan
lingkungan.
2. Sebagai bahan pertimbangan petani dalam penggunaan herbisida harus
dilakukan secara tepat dosis, tepat waktu dan tepat sasaran sehingga
intensifikasi pertanian dengan memperhatikan aspek lingkungan pun dapat
tercipta dengan baik secara yang berkelanjutan.

Pengendalian gulma terutama pada lahan pertanian dengan menggunakan
senyawa kimia yaitu herbisida sudah sangat berkembang saat ini. Untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pengaplikasian herbisida
pada pertanaman padi perlu dilakukan pengamatan terhadap residu herbisida
pada komponen lingkungan dan tanaman seperti tanah, jerami dan hasil panen
(beras) yang berpotensi tercemar oleh herbisida. Oleh karena itu diperlukan
penelitian di lokasi pertanaman padi sawah untuk mendapatkan lebih banyak
informasi mengenai residu herbisida yang mencemari lahan dan tanaman padi
serta mengetahui batas maksimum residu herbisida. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka dapat dirangkum rumusan masalah sebagai berikut:
3. Bagaimana pengaruh TOT dan kombinasinya dengan herbisida IPA Glifosat
terhadap produksi dan nilai ekonominya?
4. Bagaimana konsentrasi residu herbisida IPA Glifosat di dalam tanah, jerami
dan beras dan batas maksimum residu (BMR)?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
3. Menganalisis pengaruh TOT dan kombinasinya dengan herbisida IPA
Glifosat terhadap produksi dan nilai ekonominya.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Herbisida
Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan perangsang
tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman (Undang-Undang Republik Indonesia No. 12
Tahun 1992).
Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011) menyatakan bahwa berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, yang dimaksud Pestisida adalah semua
zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman,
bagian- bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan
dan ternak.
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang-binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Herbisida merupakan salah satu dari jenis pestisida. Herbisida dapat
didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk membunuh gulma
atau menghambat pertumbuhan tanaman untuk melindungi tanaman yang
dibudidayakan. Herbisida memberikan aplikasi yang mudah, ekonomis dan
efektif dalam mengelola gulma (Lingenfelter dan Hartwig 2013)
Hance (1987) dalam Djojosumarto (2008), Herbisida bersifat mematikan
gulma dengan berbagai macam cara. Efek herbisida terhadap gulma (site of
action) antara lain :
1. Herbisida mempengaruhi respirasi gulma
2. Hebisida yang mempengaruhi proses fotosintesis gulma
3. Herbisida menghambat perkecambahan
4. Herbisida yang memiliki efek terhadap sintesa asam amino
5. Herbisida yang mempengaruhi metabolism lipida
Herbisida dibagi dua berdasarkan pada gulma sasaran (Djojosumarto
2008) yaitu :
1. Herbisida kontak (non sistemik) yaitu hebisida yang membunuh jaringan
gulma yang terkena langsung oleh herbisida tersebut. Herbisida ini tidak
ditranslokasikan di dalam jaringan tumbuhan. Contoh : paraquat, diquat dan
propanil
2. Herbisida sistemik (translocated herbicides) yaitu herbisida yang bias
masuk ke dalam jaringan tumbuhan dan ditranslokasikan ke bagian
tumbuhan lainnya. Oleh karena bersifat sistemik, herbisida ini mampu

7
membunuh jaringan gulma yang berada di dalam tanah (akar, rimpang,
umbi). Contoh : 2,4D, glifosat dan glufosinat.
Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), herbisida sistemik adalah herbisida
yang ditranslokasikan ke dalam jaringan tumbuhan sehingga akan mematikan
jaringan sasaran seperti daun, tunas, dan perakaran. Glifosat adalah salah satu
jenis herbisida yang bersifat sistemik. Herbisida non selektif ini digunakan
untuk membunuh tumbuhan baik berdaun lebar dan rumput baik tanaman
pangan dan non pangan (Beyond Pesticides 2003; NPIC 2010).
Glifosat
Herbisida berbahan aktif glifosat [N-(phosphonomethyl)glysin] adalah
salah satu herbisida dari golongan phosphono amino acid yang memiliki sifat
non selektif dan efektif untuk rerumputan daripada gulma daun lebar.
Herbisida glifosat bersifat sistemik, mengendalikan gulma dengan cara
menghambat proses sintesis asam amino (Spectrum Laboratories 1998).
Glifosat sangat cocok untuk mengendalikan gulma-gulma jenis rumput, tekitekian dan daun lebar yang bersifat semusim (annual), dwi tahunan (biennial),
dan tahunan (perennial).
Mekanisme Kerja Glifosat
Cara kerja glifosat adalah menyerang enzim 5- enoylpyruvate
shikimicacid-3-phosphate synthase (EPSP synthase) yang terdapat di kloroplas.
Enzim ini berperan dalam biosintesis asam amino aromatik seperti triptopan,
fenilalanin, dan tirosin (Spectrum Laboratories 1998). Asam amino ini sangat
penting pada proses sintesa protein sebagai penghubung metabolisme primer
dan sekunder (Carlisle dan Trevors 1988 dalam Tu et al. 2001). Senyawa
EPSPS berada pada bagian kloroplas tumbuhan (Tu et al. 2001).
Glifosat juga dapat bertindak sebagai inhibitor kompetitif
fosfoenolpiruvat (PEP), yang merupakan salah satu prekursor untuk sintesis
asam amino aromatik. Hal ini juga mempengaruhi proses biokimia lainnya,
meskipun efek ini dianggap sekunder, akan tetapi proses tersebut penting
sebagai efek dari glifosat (Tu et al. 2001). Glifosat dan metabolit utama
glifosat berupa (2-amino-3-(5-methyl- 3-oxo-1,2-oxazol-4-yl)propanoic acid
(AMPA) berfungsi sebagai produk utama pendegrasi glifosat di dalam tanah,
tidak dapat hancur bertahun-tahun setelah aplikasi. AMPA berupa racun dalam
membunuh tanaman non target (Helander et al. 2012). Proses Mekanisme
penghambatan glifosat ditunjukan pada Gambar 2.

8

Gambar 2 Mekanisme Glifosat dalam menghambat enzim EPSPS
Sifat-Sifat Bahan Aktif IPA Glifosat
Glifosat merupakan nama kimia umum dari bahan aktif ini dan sifat-sifat
kimia dan fisikokimia dari glifosat/IPA glifosat disajikan pada Tabel 1 dan 2 :
Tabel 1 Sifat Kimia Glifosat
Nomenklatur


Nama Umum (ISO)



Tatanama IUPAC



Tatanama CAS



Nomer Registrasi CAS



Formula Molekuler



Berat Molekul



Struktur Kimia



Kelompok Kimia

Keterangan
Glifosat
( dalam bentuk garam isopropilamin)
N-(phosphonometil)-glicin
Garam N-(fosfonometil)-glicin IPA
N-(phosphonometil)-glycine
Garam N-(fosfonometil)-glycine IPA
1071-83-6
38641-94-0
C3H8NO5P
C6H17N2O5P
169.1 g/mol
228.19 g/mol

Asam fosfonik asiklat; Organofosfonat.

Sumber : FAO (2001); Tu et al. (2001) dan Dost (2003)

9
Tabel 2 Sifat Fisikokimia Glifosat
Parameter
Warna
Bau
Bentuk Fisik
Titik Leleh
Formulasi
Titik Didih
Berat Jenis pada 20oC
Tekanan Uap pada 25oC
Kelarutan dalam Air pada 20oC
Konstanta Henry Law
Octanol – Koefisiensi Partisi Air
Tegangan
Permukaan
0.5%
(berat/volume) pada suhu sekitar 25 °C
pH pada larutan 1%
Nilai pKa
Keterserapan Mol pada at 295 nm
Kemampuan untuk terbakar
Sifat Eksplosif
Sumber : Mensink dan Janssen (1994)

Keterangan
Putih
Tidak berbau
Bubuk Kristal
184.5 °C; Dekomposisi
187°C
SL, EC
Tidak terdata
1.704 g/Ml
< 1 x 10-5 Pa
10 - 100 mg/liter
< 7 x 10-11
-2.8

pada

0.072 N/m
2.5
< 2, 2.6, 5.6, 10.6
0.086 litre/mol per cm
Tidak mudah terbakar
Tidak meledak

Akumulasi dan Penyebaran Glifosat
Glifosat yang diaplikasikan pada daun gulma sebagai tanaman target,
masuk kedalam seluruh bagian tanaman terutama di meristem apikal dan
perakaran. Glisofat kontak langsung dengan akar dan berasosiasi dengan
mikroba tanah. Glifosat tidak dapat terdegradasi baik di tanaman, dimana pada
sistem perakaran utama gulma berperan dalam menyebarkan glifosat kedalam
lapisan tanah dimana aktivitas mikroba relatif rendah. Semakin banyak bukti
kuat mengungkapkan bahwa penggunaan glifosat dapat mengubah fungsi
keanekaragaman hayati dan ekosistem. Glifosat selain menargetkan tanaman
(gulma), melakukan interaksi ke tanaman non sasaran (tanaman dan tanaman
lain), dan organisme lain (mikroba dan hewan) baik di lingkungan darat dan
perairan (Helander et al. 2012).

10

Gambar 3 Penyebaran dan Akumulasi Glifosat di Lapang
Dampak Residu Herbisida pada Tanah
Keberadaan dan penyebaran glifosat di dalam tanah dipengaruhi oleh
komposisi tanah, kondisi iklim dan aktivitas mikroba. Glifosat yang tidak
hancur dan bersifat inaktif secara instan terserap melalui partikel tanah dan
berkurang dalam penyebarannya pada matrik tanah atau tercuci dalam bentuk
terlarut (Tu et al. 2001; Watts 2009; Helander et al. 2012). Glifosat dapat
dipecah oleh bakteri dalam tanah (NPIC 2010).

Gambar 4 Interaksi Glifosat di dalam Tanah (Huber 2010a)
Senyawa glifosat tidak mungkin masuk kedalam air bawah tanah karena
glifosat mengikat erat tanah. Dalam sebuah penelitian, setengah glifosat
ditemukan pada daun-daun kering yang telah mati dalam 8 atau 9 hari. Studi
lain menunjukkan bahwa glifosat terbawa oleh tanaman wortel dan selada
setelah tanah diolah dengan menggunakan glifosat (NPIC 2010).

Dampak Residu Herbisida terhadap Manusia
Pengaruh glifosat pada manusia tidak boleh diabaikan. Manusia dapat
terkontaminasi oleh glifosat melalui interaksi secara langsung saat pemakaian
glifosat atau saat glifosat diaplikasikan ke tanaman, dan glifosat memasuki
rantai makanan melalui tanaman tanaman terkena glifosat baik residu dari
tanah, atau melalui air minum yang telah terkontaminasi. Glifosat sangat

11
menpengaruhi kesehatan manusia. Dosis glifosat yang masuk ke dalam tubuh
manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit yang dapat berakibat kematian.
Tes laboratorium menunjukan bahwa glifosat dapat mempengaruhi umbilikal,
sel embrio dan plasenta pada manusia (Helander et al. 2012). Tabel 3
memperlihatkan pengaruh glifosat pada manusia.
Tabel 3 Pengaruh Glifosat pada terhadap Manusia
Dosis
(ppm)
0.5
0.5
1.0
1-10
1-10
2.0
5.0
5.0
10
10
10
1-10
1-10

Sistem tubuh yang dipengaruhi

Referensi

Gangguan sel endokrin pada manusia
Anti adrogenik
Gangguan pada enzim aramatase
Menghambat LDH, AST, ALF pada enzim
Kerusakan hati, mitokondria
Anti Oestrogenik
Kerusakan DNA
Placenta, eumbilikal dan embrio
Citotoksik
Kerusakan banyak sel
Seluruh sel mati
Menekan respirasi mitokondria
Penyakit Parkinson

Toxicology 262:184-196 2009
Gasner et al. 2009
Gasnier et al. 2009
Malatesta et al. 2005
Malatesta et al. 2005
Gasnier et al. 2009
Toxicology 262:184-196 2009
Chem.Res.Toxicol. J. 22:2009
Toxicology 262:184-196 2009
Seralini et al. 2009
Andon et al. 2009
Peixoto et al. 2005
Demerdash et al. 2001

Sumber : Huber (2011)

12

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa
Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan
Agustus hingga Nopember 2013. Analisis residu herbisida untuk sampel tanah,
jerami dan hasil panen (beras) dilakukan di Laboratorium Residu Bahan
Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Bogor yang
telah memiliki akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan
nomor akreditasi LP-556-IDN pada bulan Agustus hingga Nopember 2013
(Gambar 5).

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian di Cijujung Kecamatan Ciampea
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah bibit padi
varietas Mekongga, sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras), pupuk sesuai
dengan kebutuhan tanaman dan anjuran, herbisida berbahan aktif IPA Glifosat
konsentrasi 480 g l-1 (setara dengan Glifosat 356 g l-1 ) dengan dosis anjuran 3 l
ha-1.
Alat yang digunakan antara lain sprayer knapsack semi otomatis
bertekanan 1 kg cm-2 (15-20 psi) dan nozel T-jet warna biru, gelas ukur, oven
dan timbangan, kantung plastik, bor tanah, perangkat HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dengan merk Shimadzu tipe LC-20AB
dan dilengkapi kolom VPODS 250L x 4.6, serta kamera digital.

13
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
satu faktor tunggal yaitu dosis herbisida berbahan aktif IPA Glifosat.
Percobaan terdiri dari 5 perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari
3 ulangan sehingga terdapat 15 petak percobaan. Volume semprot yang
digunakan adalah 400 l ha-1. Perlakuan yang diberikan untuk petak percobaan
terdiri atas:

Dosis perlakuan herbisida : 1.5 l ha-1, 3 l ha -1 dan 4.5 l ha-1.

OTS (Olah Tanah Sempurna) dilakukan menurut cara yang dilakukan di
lokasi setempat.

Kontrol adalah perlakuan pembanding tidak dilakukan pengolahan tanah,
tanpa penyiangan dan penyemprotan herbisida.
Tabel 4 Jenis Perlakuan dan Dosis Herbisida
Herbisida
G-m (OTS)
G-0 Kontrol
G-1 IPA Glifosat
G-2 IPA Glifosat
G-3 IPA Glifosat

Dosis formulasi
1.5 l ha-1
3 l ha-1
4.5 l ha-1

Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = μ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan data mengunakan metode analisis ragam (Anova) dengan
program SAS 9.1. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut terhadap perbedaan nilai rata-rata pada taraf 5 % dengan
uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Penelitian Lapangan

Tanaman Padi
Pengolahan Tanah
Lahan yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan pemetakan
dengan luas 3 m x 3 m sebanyak 5 petak perlakuan dengan 3 kali ulangan
sehingga diperoleh petakan percobaan sebanyak 15 petak. Pengolahan tanah
tidak dilakukan pada petak percobaan kecuali pada 3 petak dengan perlakuan
Gm yang dilakukan pengolahan tanah secara sempurna (OTS) disesuaikan
dengan kebiasan petani di lapang. Masing-masing petakan diberi batas

14
pematang antar perlakukan dengan satu titik pintu masuk air irigasi. Sistem
irigasi di lokasi percobaan menggunakan sistem non teknis dengan pengairan
yang cukup baik.
Aplikasi Herbisida
Penyemprotan herbisida glifosat dilakukan satu kali sebelum ditanam
padi. Penyemprotan herbisida dilakukan masing-masing pada petak sampel
perlakuan pada saat cuaca terang. Aplikasi herbisida disemprot pada petak
perlakuan secara merata diluar petak kontrol dengan tepat dosis yang telah
ditentukan. Gulma dan singgang padi mati 3 MSA maka dilakukan pemasukan
air irigasi pada petak perlakuan untuk memudahkan dalam melakukan
penanaman padi baik pada petak perlakuan dan kontrol.
Pesemaian dan Penanaman Bibit
Benih disemai dengan menggunakan benih padi varietas Mekongga.
Pesemaian disesuaikan dengan perlakuan yang dilakukan oleh petani. Bibit
siap tanam berumur 25 Hari Setelah Sebar (HSS) dan ditanam di petak
percobaan. Penananam bibit dilakukan dengan cara ditugal pada petak
perlakuan kontrol dan aplikasi herbisida yang tanpa olah tanah (TOT) dengan
menggunakan batang kayu yang ujungnya telah diruncing untuk memudahkan
penanaman di lahan sawah. Penanaman di petak olah tanah sempurna (OTS)
dilakukan seperti biasa tanpa ditugal.
Pemeliharaan Tanaman
Pemupukan dengan menggunakan pupuk urea sebanyak 200 kg ha-1,
SP36 100 kg ha-1 dan NPK Phonska 100 kg ha-1 untuk 2 kali pemupukan.
Pemupukan pupuk kimia dengan cara disebar secara merata pada pertanaman
padi. Penyiangan dilakukan pada petak perlakuan Gm sebanyak 2 kali pada
padi umur 30 dan 60 hari setelah tanam. Penyemprotan pestisida hanya
dilakukan apabila tanaman terserang hama walang sangit.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada umur ± 4 bulan dimana tanaman padi yang
siap panen dengan ciri – ciri tanaman menguning dengan malai padi yang
merunduk. Pemanenan dilakukan pada petak sampel yang diamati dengan
melakukan pengubinan dengan ukuran 1 m x 1 m pada setiap petakan.
Pemanenan pada petak sampel dilakukan dengan hati-hati. Sampel masingmasing perlakuan diambil gabah dan ditimbang. Sampel jerami dan tanah
masing-masing perlakuan diambil dipetak yang telah diubin.
Analisis Laboratorium
Pengambilan Sampel Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras)
Pengujian residu herbisida dilakukan pada tiga jenis sampel yaitu pada
tanah, jerami dan hasil panen (beras). Pengambilan sampel tanah, jerami dan
hasil panen (beras) dilakukan di 5 titik sampel. Penentuan titik sampel ini
berdasarkan 5 perlakuan. Tiap lokasi terdiri dari 3 titik ulangan kemudian dari
masing-masing titik tersebut diambil satu komposit. Sampel tanah dari petak

15
sawah diambil pada kedalaman 10-20 cm dengan menggunakan sekop, sampel
tanah diambil sebanyak 500 gram, kemudian disimpan dalam plastik.
Pengambilan sampel jerami dan hasil panen (beras) dilakukan pada lokasi.
Sampel tanah dan beras dikeringanginkan lalu digerus hingga halus (Balingtan
2007).
Analisis Residu Glifosat
Tahap analisis residu adalah suatu cara yang harus dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang komposisi residu suatu pestisida dalam suatu
contoh bahan, sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi residu
pestisida bahan tersebut. Cara tersebut meliputi tahap pembuatan larutan
standar, tahap ekstraksi yang bertujuan untuk mendapatkan sampel yang
homogen, tahap pembersihan (clean up) bertujuan untuk menghilangkan
bahan-bahan lain yang dapat mengganggu proses analisis, tahap penetapan, dan
tahap evaluasi data (Balingtan 2007 ; Komisi Pestisida 2006).
a. Tahap Pembuatan Larutan Standar
Larutan standar yang digunakan adalah larutan yang dibuat dari bahan
aktif herbisida. Jenis bahan aktif herbisida yang digunakan adalah IPA glifosat
480 g l-1 (setara dengan glifosat 356 g l-1). Kemudian dibuat larutan stok
standar dengan konsentrasi 100 ppm dan untuk larutan kerja digunakan
konsentrasi sebesar 1 ppm. Larutan standar dibuat dengan melarutkan 480 g
IPA glifosat dalam 10 ml metanol, kemudian diencerkan hingga volume
larutan 100 ml sehingga diperoleh larutan standar 100 ppm.
b. Tahap Ekstraksi dan Pemurnian
Ekstraksi sampel tanah dilakukan setelah sampel tanah dikeringanginkan
selama kurang lebih satu hari. Ekstraksi untuk sampel jerami dilakukan dengan
cara mencacah menjadi bagian-bagian kecil. Sedangkan sampel beras
dilakukan ekstaksi dengan menghaluskan beras. Masing-masing sampel tanah
diambil sebanyak 25 g sedangkan sampel jerami diambil sebanyak 25 g.
Kemudian masing-masing sampel tersebut dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan diklorometan : aseton dengan perbandingan 1:1
sebanyak 100 ml. Ekstrak tanah, jerami dan beras kemudian disaring dengan
kertas saring ke dalam labu rotavapor, kemudian dilakukan penguapan dengan
menggunakan alat rotavapor hingga tersisa ± 50 ml.
Pada tahap pemurnian (clean up), hasil ekstrak tanah, jerami dan beras
yang telah dilakukan penguapan kemudian disaring dengan menggunakan buret
yang berisi Florisil dan Na2SO4 anhidrat. Sampel hasil pemurnian kemudian
diuapkan kembali dengan menggunakan alat rotavapor hingga dihasilkan sisa
larutan di dalam labu rotavapor ± 1 ml. Sisa larutan tersebut merupakan residu
herbisida. Dinding labu dibilas dengan metanol 60%, dan disaring ke dalam
tabung reaksi 10 ml menggunakan kertas saring, kemudian ditera hingga 10 ml
dengan metanol 60%.
Penghitungan Konsentrasi Residu Herbisida dan Batas Maksimum Residu
Konsentrasi residu herbisida ditentukan berdasarkan hasil rekaman yang
tercatat dalam kromatografi yaitu berupa kromatogram. Cara membaca
kromatogram tersebut yaitu dengan membandingkan data retensi waktu dan
area puncak (peak area) dari herbisida sampel yang dihasilkan dalam

16
kromatogram dengan nilai yang mendekati data retensi waktu dan peak area
herbisida standar. Penentuan konsentrasi residu herbisida dihitung
menggunakan rumus sesuai dengan rumus dari Komisi Pestisida (2006) :
Residu R =

Ac x Ks x FP
As x Bc

Keterangan : R = Konsentrasi residu (ppm); Ac = Area contoh; As = Area
standar; Ks = Konsentrasi standar (ppm); FP = Faktor
Pengencer (ml) dan Bc = Bobot contoh (g)
Konsentrasi residu glifosat yang dihasilkan dari perhitungan di atas
dibandingkan dengan nilai batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan
oleh Badan Standar Nasional Indonesia yaitu 0.1 mg kg-1 (BSN 2008).
Analisis Biaya Budidaya Padi

Pengambilan data untuk analisis ekonomi ini dilakukan antara lain
melalui wawancara langsung dengan petani disekitar lahan penelitian,
wawancara langsung dengan penjual alat dan sarana produksi pertanian, serta
data produksi bobot gabah kering giling (GKG). Perbandingan analisis
dilakukan dari masing-masing perlakuan yang diuji. Parameter yang akan
dibandingkan secara ekonomi antara lain adalah: biaya benih, biaya pupuk,
biaya herbisida, biaya tenaga kerja.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kelayakan (Soekartawi 2002) sebagai berikut:
a = R/C
Keterangan:
a = R/C ratio
R = penerimaan (revenue)
C = biaya (cost)
Kriteria keputusan:
R/C>1, usahatani menguntungkan (tambahan penerimaan lebih besar dari
tambahan biaya)
R/C