Pencirian Biosolar Dengan Penambahan Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Biji Karet

PENCIRIAN BIOSOLAR DENGAN PENAMBAHAN METIL
ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK BIJI KARET

AI FANI SULASTRI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pencirian
Biosolar dengan Penambahan Metil Ester Asam Lemak dari Minyak Biji Karet
adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Ai Fani Sulastri
NIM G44100046

4

ABSTRAK
AI FANI SULASTRI. Pencirian Biosolar dengan Penambahan Metil Ester Asam
Lemak dari Minyak Biji Karet. Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan
DADANG GAMALWAN.
Kebutuhan energi yang semakin meningkat,. mendorong banyak
dikembangkannya energi alternatif seperti biosolar. Penelitian ini bertujuan
membuat biosolar dan metil ester asam lemak (FAME) dari minyak biji karet
sebagai slah satu komponennya, serta menentukan mutunya. Keberhasilan sintesis
FAME minyak biji karet ditunjukkan dengan spektrum inframerah, dan mutu
biosolar dicirikan berdasarkan parameter bilangan setana, viskositas kinematik,
kandungan sulfur, titik nyala, titik tuang, kadar residu karbon, densitas, suhu

distilasi, bilangan asam, dan korosi tembaga. Rendemen minyak biji karet yang
didapatkan adalah 11.6% dan FAME minyak biji karetnya sebesar 71.2%.
Campuran petrosolar, FAME minyak sawit kasar, dan FAME minyak biji karet
dicampurkan dengan beberapa nisbah volume. Semua sampel biosolar yang dibuat
menunjukkan parameter mutu yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Republik Indonesia.
Kata kunci: biji karet, biosolar, FAME, minyak.

ABSTRACT
AI FANI SULASTRI. Characterization of Biosolar by Added Fatty Acid Methyl
Ester from Rubber Seed’s Oil. Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and
DADANG GAMALWAN.
Increasing energy demand has grown people’s concern regarding alternative
energy sources. In this study, fatty acid methyl ester (FAME) derived from rubber
seed’s oil was used as a biodiesel mixture and the quality of the biodiesel was
determined. The synthesis success of rubber seed oil’s FAME was checked from
the infrared spectra the biodiesel was characterized from the cetane number,
kinematic viscosity, sulfur content, flash point, pour point, carbon residue content,
density, distillation temperature, acid number, and copper corrosion. The yield of
rubber seed’s oil is 11.6% and the yield of FAME from this oil is 71.2%. Diesel

fuel, crude palm oil FAME, and rubber seed’s FAME oil were mixed with several
different volume ratios all biodiesel samples have quality parameters which fulfill
the values specified by The Directorate General of Oil and Gas in Indonesia.
Keywords: biodiesel, FAME, oil, rubber seed.

6

PENCIRIAN BIOSOLAR DENGAN PENAMBAHAN METIL
ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK BIJI KARET

AI FANI SULASTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

8

iii

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan keridhoan-Nyalah skripsi yang berjudul Pencirian Biosolar dengan
Penambahan Metil Ester Asam Lemak dari Minyak Biji Karet ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih cukup banyak kekurangan
dalam tulisan ini. Oleh karena itu, saran dan masukan dari pembaca untuk karya
selanjutnya yang lebih baik sangat diharapkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Gustini Syahbirin,
MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Dadang Gamalwan, SE selaku
pembimbing kedua. Ribuan terima kasih penulis haturkan kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta Bapak Selamat dan Ibu Ade Sunariyah serta kepada orang tua
angkat penulis Bapak dan Ibu Albaet Pikri. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Adinda Sutan Samudra dan Isra Livera, kepada teman-teman, yaitu
Aridho, Nanda, Adisty, Nirmala, Dhanur, dan yang lainnya yang selalu setia
mendukung dan memberi masukan. Atas dukungan semuanya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas doa dan dukungannya selama ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Amin.

Bogor, Januari 2015

Ai Fani Sulastri

iv

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
FAME Minyak Biji Karet
Hasil Pencirian FAME Minyak Biji Karet
Hasil Pencirian Biosolar dengan Penambahan FAME Minyak
Biji Karet
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2

2
6
6
8
8
15
15
15
15
18
24

v

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12

Persamaan reaksi transesterifikasi
Hasil pencirian FTIR FAME minyak biji karet
Densitas biosolar pada 15 °C
Viskositas kinematik biosolar pada 40 °C
Suhu distilasi 90% biosolar
Bilangan setana biosolar
Titik nyala biosolar
Bilangan asam biosolar
Kadar residu karbon biosolar
Papan standar uji korosi tembaga ASTM
Uji korosi lempeng tembaga oleh sampel biosolar
Kadar sulfur sampel biosolar


7
8
9
10
10
11
12
12
13
13
14
14

DAFTAR TABEL
1
2

Nisbah volume campuran petrosolar dengan FAME minyak biji karet dan
CPO

4
Rangkuman hasil uji sampel biosolar
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Rendemen minyak kasar biji karet
Rendemen FAME minyak biji karet
Spesifikasi untuk biosolar
Parameter mutu FAME minyak biji karet, FAME CPO, dan solar (petrosolar)
Hasil uji parameter terhadap biosolar
Perhitungan bilangan setana
Kadar residu karbon


18
18
18
19
20
21
22

1

PENDAHULUAN
Bahan bakar minyak fosil merupakan sumber energi yang terus meningkat
penggunaannya, sementara persediaannya semakin menipis. Saat ini banyak
dikembangkan sumber energi alternatif seperti biodiesel dan biosolar untuk
memenuhi kebutuhan energi. Hal ini berkaitan juga dengan Instruksi Presiden No.
1 Tahun 2006 mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain (Tim Nasional Pengembangan BBN 2007).
Metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester, FAME) yang disebut juga
biodiesel, berasal dari minyak hewani maupun nabati. Secara kimiawi, biodiesel
didefinisikan sebagai monoester asam lemak rantai panjang yang bersumber dari
lipid terbarukan (Gowthaman dan Velmurugun 2012). Biodiesel tidak hanya
digunakan dalam bentuk murni, tetapi juga dicampur dengan petrosolar
membentuk biosolar. Biosolar yang digunakan di Indonesia merupakan campuran
petrosolar dengan FAME dari crude palm oil (CPO). Selain CPO, bahan lain yang
sedang dikembangkan di antaranya minyak alga, biji bunga matahari, biji jarak,
dan biji karet. Biji karet kurang dimanfaatkan dalam industri sehingga minyaknya
dapat dijadikan sebagai bahan baku FAME. Yusup dan Khan (2010) melaporkan
bahwa biji karet yang berasal dari perkebunan karet di Sungai Buloh, Selangor,
Malaysia ketika dikempa dengan cangkangnya dapat menghasilkan minyak kasar
sebanyak 30−40%. Menurut Ramadhas et al. (2005), minyak kasar biji karet
mampu menghasilkan FAME sebanyak 40–50%. Balai Penelitian Perkebunan
Bogor juga melaporkan bahwa minyak kasar biji karet menghasilkan FAME
sekitar 45−50%.
Karet (Hevea brasiliansis Muell. Arg) merupakan salah satu komoditas
terbesar di Indonesia. Tingginya produksi karet di Indonesia pada tahun 2014
menjadikan biji karet sebagai bahan baku potensial pengganti bahan bakar fosil.
Kandungan dalam minyak biji karet terdiri atas 17−22% asam lemak jenuh, yaitu
asam palmitat, asam stearat, dan asam arakidat. Sisanya merupakan asam lemak
takjenuh (sekitar 77−82%), yaitu asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
(Ikwuagwu et al. 2000).
Sejak tahun 2006, pemerintah menggunakan FAME CPO sebagai bahan
campuran biosolar. Komposisi FAME CPO ditingkatkan secara bertahap, mulai
dari 5% kemudian menjadi 7.5% pada tahun 2010, dan pada tahun 2012 hingga
sekarang menjadi 10%, yang dikenal sebagai biosolar B10. Pada penelitian ini,
petrosolar dicampurkan dengan FAME CPO dan FAME minyak biji karet. Nisbah
volume petrosolar dan FAME minyak biji karet dijadikan peubah pada penelitian
ini. Biosolar yang dihasilkan diuji beberapa parameternya berdasarkan metode
American Society for Testing and Materials (ASTM). Hasil pengujian biosolar
dibandingkan dengan spesifikasi yang ditetapkan Direktorat Jenderal Minyak dan
Gas Republik Indonesia (Ditjen Migas RI).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
mengenai potensi FAME minyak biji karet sebagai bahan baku alternatif dan
peranannya dalam meningkatkan mutu biosolar.

2

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di
Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, IPB dan
Laboratorium Penelitian Research & Development PT Pertamina, Pulogadung,
Jakarta.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah oven, alat kempa hidraulik, hot plate, labu
leher dua, pengaduk bermagnet, corong pisah, neraca analitik, termometer,
kondensor, indikator pH, stopwatch, viskometer tipe 404.073 Rigosha, tabung
kapiler tipe S.75 Normande LABO 5.75, alat uji bilangan asam Metrohm, alat uji
distilasi tipe Manual Atmospheric Distillation Petrotest, alat uji titik nyala tipe
Semiautomatic Flash Point PMCC Petrotest, alat uji titik tuang tipe CPP97-2 ISL,
alat uji fluoresens sinar-X (XRF) tipe PANanalytical AXIOS, alat uji residu
karbon tipe Micro Carbon Residue Tester Alcor, alat uji densitas tipe Vida 40
ISL, tabung uji tembaga tipe 660-05B Rigosha, spektrofotometer inframerah
transformasi Fourier (FTIR) tipe IRPrestige-21 Shimadzu, dan alat-alat kaca
lainnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji karet yang berasal dari
daerah Way Tuba-Lampung, asam fosfat, Na2SO4, akuades, metanol, HCl, KOH,
isopropanol, toluena, dan NaOH.

Metode
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahap.
Tahap pertama adalah pembuatan FAME dari minyak biji karet dan tahap
selanjutnya adalah pencampuran FAME minyak biji karet dengan petrosolar yang
didapat dari kilang dan FAME CPO. Tahap pembuatan FAME minyak biji karet
terdiri atas penyiapan sampel, pembuatan FAME, dan pencirian FAME minyak
biji karet menggunakan FTIR (Sudradjat et al. 2007). Tahap pencampuran FAME
minyak biji karet dengan petrosolar dan CPO untuk membuat biosolar terdiri atas
tahap pencampuran dan uji pencirian.
Penyiapan Sampel (modifikasi Siahaan 2009)
Sebanyak 15 kg biji karet dijemur selama 8 hari untuk mengurangi
kandungan airnya. Biji karet yang telah kering lalu dioven pada suhu 100 °C
selama 1 jam, kemudian dikupas cangkangnya agar ketika dikempa dengan alat
kempa hidraulik, rendemen minyak biji karet yang dihasilkan lebih banyak. Biji
karet yang telah dikupas cangkangnya seberat 5.0140 kg dikempa dengan alat
kempa hidraulik hingga minyak kasarnya keluar.

3

Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Biji Karet (modifikasi
Sudrajat et al. 2007)
Minyak biji karet kasar sebanyak 632 mL dipanaskan di atas hot plate dan
diaduk dengan pengaduk bermagnet hingga suhu 70 °C setelah itu, ditambahkan
asam fosfat 20% sebanyak 2.0% (v/v) dan diaduk selama 30 menit. Gom dan
minyak dibiarkan memisah selama semalam dalam corong pisah 1000 mL agar
didapatkan minyak biji karet murni. Gom atau getah (lapisan bawah) dipisahkan,
sedangkan minyak (lapisan atas) ditampung, lalu diukur kadar asamnya.
Minyak yang telah dipisahkan selanjutnya dipanaskan di atas hot plate dan
diaduk dengan pengaduk bermagnet hingga suhu 60 °C. Sebanyak 5% (b/v)
Na2SO4 ditambahkan dan pengadukan dilanjutkan selama 30 menit. Minyak
kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 1000 mL dan dibiarkan selama
semalam agar Na2SO4 dan getah (lapisan bawah) terpisah sempurna dengan
minyak (lapisan atas), lalu minyak diukur kadar asamnya.
Minyak kemudian diesterifikasi dengan cara dipanaskan menggunakan labu
leher dua yang telah dilengkapi pengaduk bermagnet, termometer, dan dirangkai
dengan pendingin balik di atas hot plate. Campuran metanol p.a. sebanyak 20%
(v/v) dan katalis HCl 6% sebanyak 1% (v/v) dari volume minyak ditambahkan ke
dalam minyak dan pemanasan dilanjutkan. Proses esterifikasi dilakukan selama
1.5 jam pada suhu 60 °C. Minyak yang telah diesterifikasi dimasukkan ke dalam
corong pisah dan didiamkan selama semalam hingga terpisah sempurna. Minyak
pada lapisan bawah diukur derajat keasamannya. Bila pH di bawah 5, maka
minyak dapat ditransesterifikasi.
Proses transesterifikasi merupakan lanjutan dari proses esterifikasi. Minyak
yang telah diesterifikasi dimasukkan ke dalam labu leher dua yang telah
dilengkapi pengaduk bermagnet, kemudian dipanaskan hingga suhu 60 °C.
Campuran metanol p.a. sebanyak 20% (v/v) dan katalis NaOH sebanyak 1% (b/v)
ditambahkan, lalu pemanasan dilanjutkan selama 1 jam dengan pendingin telah
terangkai. Setelah pemanasan, proses selanjutnya adalah pemisahan lapisan
gliserol yang berada di bagian bawah dengan lapisan biodiesel di atasnya
menggunakan corong pisah, lalu derajat keasaman metil esternya diukur.
Metil ester hasil transesterifikasi dimasukkan ke dalam corong pisah dan
ditambahkan air hangat sebanyak 30% (v/v). Campuran diaduk, lalu didiamkan
beberapa saat hingga memisah baik menjadi 2 lapisan. Lapisan air (bagian bawah)
ditentukan pH-nya, dan dicuci hingga pH air cucian netral. Air dihilangkan dari
FAME dengan memanaskannya di atas hot plate hingga suhu FAME mencapai
105 °C selama 2 jam. Proses ini berakhir ketika tidak terlihat lagi gelembung saat
FAME diaduk.
Pencirian FAME Minyak Biji Karet Menggunakan FTIR
FAME minyak biji karet yang didapatkan dianalisis menggunakan FTIR
tipe IRPrestige-21 Shimadzu untuk membuktikan bahwa metil ester telah
terbentuk. Setetes sampel diteteskan pada plat uji, kemudian spektrum FTIR akan
muncul pada monitor yang terhubung dengan alat FTIR, dan kemudian dicetak.

4

Pencampuran FAME Minyak Biji Karet dengan Petrosolar dan FAME CPO
Pada tahap ini petrosolar dicampurkan dengan FAME CPO dan FAME
minyak biji karet yang didapatkan dari hasil pemurnian pada tahap sebelumnya.
Pencampuran dilakukan secara manual di dalam botol berukuran 1 L. Beberapa
nisbah volume petrosolar, FAME minyak biji karet, dan FAME CPO digunakan
(Tabel 1).
Tabel 1 Nisbah volume campuran petrosolar dengan FAME minyak biji karet dan
CPO
Petrosolar
FAME CPO
FAME minyak
Nama sampel
(mL)
(mL)
biji karet (mL)
B10
900
100
0
B11
890
100
10
B15
850
100
50
B20
800
100
100
Pencirian Biosolar dengan Penambahan FAME Minyak Biji Karet
Pencirian biosolar dilakukan sesuai metode ASTM untuk densitas,
viskositas kinematik, suhu distilasi, bilangan setana, titik nyala, titik tuang,
bilangan asam, residu karbon, korosi tembaga, dan kandungan sulfur. Spesifikasi
pencirian yang diujikan berdasarkan SNI No. 04-7182-2006 tentang biosolar.
Densitas (ASTM 4052-96)
Sampel dimasukkan melalui pengisap ke dalam alat uji sebanyak 3 mL
menggunakan alat suntik. Alat uji akan melakukan proses perhitungan densitas
secara automatis dan menampilkan hasilnya setelah beberapa menit. Sampel
kemudian akan dialirkan ke wadah pembuangan jika pengukuran telah selesai.
Viskositas Kinematik (ASTM D 445-06)
Suhu penangas air diatur pada 40 °C hingga konstan. Sampel sebanyak 10
mL dimasukkan ke dalam viskometer Oswald, lalu viskometer dimasukkan ke
dalam penangas tersebut selama 30 menit agar suhu sampel sama dengan suhu
penangas. Kemudian laju alir sampel dihitung menggunakan stopwatch. Pengujian
dilakukan triplo untuk setiap sampel.
Perhitungan untuk viskositas kinematik diberikan dalam rumus berikut:
ν1,2= C × t1,2

(Persamaan 3)

Keterangan:
ν = viskositas kinematik (mm2/s)
C = tetapan kalibrasi viskometer (mm2/s2)
t = waktu alir sampel (s)
Suhu Distilasi (ASTM D 1160-06)
Sampel sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam labu bulat. Alat distilasi
dirangkai kemudian pemanas dinyalakan dan laju distilat diatur pada 6–8
mL/menit. Suhu, waktu, dan tekanan dari setiap fraksi dicatat, dimulai dari titik
didih awal (IBP, initial boiling point), lalu ketika 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80,

5

90, dan 95% distilat telah dihasilkan, hingga titik akhir distilasi. Setelah mencapai
titik akhir, distilasi dihentikan dan volume fraksi pada penampung dicatat.
Bilangan Setana (ASTM D 613-05)
Bilangan setana didapatkan dari hasil densitas pada 15 ºC dan suhu distilasi
sampel pada saat 10, 50, dan 90% distilat dihasilkan. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Bilangan setana = (–386.26 × rerata densitas 15 °C) + (0.174 × suhu distilat 10%)
+ (0.1215 × suhu distilat 50%) + (0.0185 × suhu distilat 90%) +
297.24
(Persamaan 1)
Titik Nyala (ASTM D 93-07)
Instrumen dinyalakan, lalu sampel dimasukkan ke dalam wadah/cangkir uji
secukupnya. Wadah ditutup, termometer dimasukkan pada tempat yang tersedia,
lalu tombol run pada alat ditekan. Api dinyalakan dan diatur hingga berwarna
biru. Sampel diamati hingga api padam, dan suhu perubahan dicatat.
Titik Tuang (ASTM D 97-06)
Alat pendingin yang digunakan untuk menguji titik tuang dinyalakan hingga
suhu −50 °C. Sampel dikocok dalam wadah kaca, lalu dimasukkan ke dalam
tabung uji pada alat pendingin tersebut dan ditutup dengan penutup yang
terintegrasi dengan sensor untuk mendeteksi titik tuangnya. Alat dijalankan sesuai
prosedur kerja yang disyaratkan pembuatnya. Hasil titik tuang dicatat.
Bilangan Asam (ASTM D 664-07)
Instrumen yang digunakan untuk pengujian merupakan instrumen modern
yang telah dilengkapi elektrode untuk mengukur bilangan asam yang terkandung
dalam sampel. Sebanyak 5±0.1 g sampel dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian
ditambahkan 50 mL campuran pelarut yang terdiri atas toluena, isopropanol, dan
air dengan nisbah volume 500 mL:495 mL:5 mL. Campuran lalu dititrasi
menggunakan larutan KOH dalam alkohol. Volume titran yang dibutuhkan
dicatat. Nilai bilangan asam diberikan dengan rumus
Bilangan Asam =

(Persamaan 4)

Keterangan :
V = Volume KOH yang dibutuhkan saat titrasi
N = Normalitas KOH
M= Berat sampel
Residu Karbon (ASTM D 4530-06)
Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung uji yang telah diketahui
bobotnya. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat Microcarbon Residu Test
dengan suhu 500 ºC dan dialiri gas nitrogen dengan laju alir gas diatur tertinggi
pada 600 mL/menit dan terendah pada 150 mL/menit. Setelah suhu tanur
mencapai di bawah 250 ºC, sampel dikeluarkan dan didinginkan di dalam
desikator, lalu gas nitrogen dihentikan alirannya. Sampel yang telah dingin

6

kemudian ditimbang bobotnya, dan dihitung % residu karbonnya dengan
persamaan 2.
% residu karbon =

(Persamaan 2)

Keterangan:
A = residu karbon
W= bobot sampel
Korosi Lempeng Tembaga (ASTM D 130-04)
Lempeng tembaga yang akan digunakan dibersihkan dengan ampelas atau
karborundum dengan digosok ke 1 arah. Uji korosi lempeng tembaga dilakukan
pada suhu 100 °C. Sampel dimasukkan ke dalam tabung uji sebanyak 30 mL,
kemudian lempeng tembaga yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalamnya.
Tabung lalu dimasukkan ke dalam alat uji dan direndam selama 3 jam. Setelah itu,
tabung dikeluarkan dan warna lempeng tembaga disamakan dengan standar korosi
lempeng tembaga.
Kadar Belerang (ASTM D 5453-06)
Kadar belerang ditentukan dengan menggunakan alat XRF. Alat
dikondisikan terlebih dahulu sekitar 1 sampai 2 jam, kemudian distandardisasi
dengan standar belerang 500 ppm. Setelah siap, alat dijalankan untuk menguji
sampel. Sebelum diuji sampel ditimbang ke dalam wadah sebanyak 5 g. Hasilnya
akan terbaca pada komputer secara otomatis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
FAME Minyak Biji Karet
Minyak kasar biji karet yang didapat sebanyak 11.62% (b/b) (Lampiran 1).
Hasil ini lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh Yusup dan Khan (2010),
yaitu 30−40%, Biji karet yang digunakan dalam penelitian tersebut berasal dari
tempat yang berbeda dengan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu dari
perkebunan karet di Sungai Buloh, Selangor, Malaysia. Selain itu, biji karet juga
dikempa dengan cangkangnya sehingga rendemennya lebih tinggi. Densitas
minyak biji karet yang diperoleh Ramadhas et al. (2005) sebesar 0.9220 g/mL.
Minyak kasar biji karet belum dapat digunakan sebagai bahan bakar karena
masih mengandung pengotor, sehingga tidak dapat digunakan oleh mesin dalam
pembakaran. Oleh karena itu, minyak perlu diproses hingga menjadi FAME.
Menurut Kusmaningtyas dan Bachtiar (2012), pengolahan biji karet menjadi
FAME terdiri atas 4 tahap, yaitu penghilangan gom (degumming), esterifikasi,
transesterifikasi, dan pencucian. Proses degumming merupakan pemisahan
minyak dengan gom atau getah, padatan, air, dan asam lemak bebas (Dixit dan
Kanakraj 2010). Esterifikasi merupakan reaksi asam lemak bebas dengan alkohol.
Transesterifikasi merupakan reaksi minyak dengan metanol dan katalis basa

7

seperti NaOH, untuk membentuk FAME dan gliserin atau gliserol (Gowthaman
dan Velmurugun 2012). Hasil transesterifikasi dimurnikan dengan akuades untuk
melarutkan metanol, katalis, dan garam yang tersisa dari reaksi, agar dapat
dipisahkan dari FAME (Prihandana et al. 2007).
Proses degumming terdiri atas beberapa cara, yaitu dengan pemanasan,
hidrasi, penambahan asam, dan penambahan garam (Sumarna 2007). Gom
biasanya terdiri atas fosfatida, protein, residu, dan air. Terdapat 2 jenis gom, yaitu
yang sukar dipisahkan dari minyak atau nonhydratable, sehingga harus ditambah
asam dan yang mudah dipisahkan dari minyak atau hydratable (Raswan dan
Ghozali 2011). Asam fosfat yang ditambahkan akan membentuk fosfolipid
dengan bantuan pemanasan dan pengadukan. Proses degumming mengubah
fosfolipid tersebut menjadi gom yang tidak terhidrasi dalam minyak (Arita et al.
2009). Asam fosfat juga berfungsi mengendapkan logam-logam dengan
membentuk garam (Hafidi 2004). Gom yang terbentuk dan residu lainnya akan
berada pada lapisan bawah ketika dipisahkan dalam corong pisah, sebab fraksi
tersebut lebih berat dibandingkan dalam minyak biji karet.
Degumming selanjutnya dilakukan dengan penambahan garam Na2SO4.
Na2SO4 akan menjerap air dan sisa gom yang terhidrasi dan belum terpisah secara
sempurna dari minyak biji karet. Proses esterifikasi merupakan tahap penting
selanjutnya dalam pembentukan FAME. Proses ini menghasilkan 2 produk dan
terbentuk 2 lapisan ketika dipisahkan dalam corong pisah. Lapisan atas
merupakan produk samping esterifikasi dan lapisan bawah merupakan ester yang
kemudian akan diproses lebih lanjut pada tahap transesterifikasi. pH ester yang
diperoleh ialah 3 maka dapat langsung dilakukan transesterifikasi. Proses
transesterifikasi hanya dapat dilakukan jika pH ester