Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Menggunakan Katalis Amberlite

(1)

PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI METIL ESTER ASAM

LEMAK SAWIT DESTILAT MENGGUNAKAN

KATALIS

AMBERLITE

TESIS

Oleh

SYAWALUDDIN NASUTION

067022011/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI METIL ESTER ASAM

LEMAK SAWIT DESTILAT MENGGUNAKAN

KATALIS

AMBERLITE

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

dalam Program Studi Magister Teknik Kimia

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAWALUDDIN NASUTION

067022011/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis :

PEMBUATAN SENYAWA EPOKSI DARI

METIL ESTER ASAM LEMAK SAWIT

DESTILAT MENGGUNAKAN KATALIS

AMBERLITE

Nama Mahasiswa : Syawaluddin Nasution

Nomor Pokok :

067022011

Program Studi : Teknik Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc) (Mersi Suriani Sinaga, ST. MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal

: 10 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

K e t u a : Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc A n g g o t a : 1. Mersi Suriani Sinaga, ST. MT

2. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia 3. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc 4. Zuhrina Masyithah, ST, M.Sc 5. Rondang Tambun, ST, MT


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Syawaluddin Nasution, ST Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 14 Desember 1970 Riwayat Pendidikan, Tamat : SD Inpres 0604958 tahun1984

SMP Negeri 4 Medan tahun 1987 SMA Negeri 13 Medan tahun 1990 Sarjana Teknik Kimia

Universitas Sumatera Utara tahun 1991 Pascasarjana Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara tahun 2006 Nama Orang Tua

Ayah : Baharuddin Nasution

Ibu : (alm) Nursari Siregar

Istri : Rifdah, S.Pd

Anak : 1. Maulana Dzamar Shiddiq Nasution 2. Alya Dzikra Syarif Nasution


(6)

ABSTRAK

Sintesa senyawa epoksi dengan reaksi epoksidasi terus dikembangkan untuk memperoleh senyawa epoksi dengan kandungan oksigen oksiren yang lebih tinggi. Pemakaian katalis amberlite memberikan respon reaksi epoksidasi yang dihasilkan semakin besar. Rancangan Percobaan Pendahuluan dilakukan untuk penentuan Center Point dengan memvariasikan ketiga variabel percobaan antara lain konsentrasi katalis 5, 11, 22, 25, 36 dan 42 (% b/b) hasil oksigen oksiren pada konsentrasi 25% sebesar 2,10%, temperatur reaksi 46, 52, 60, 65, 70 dan 800C menghasilkan konversi oksigen oksiren sebesar 2,03% pada temperatur 700C, waktu reaksi 3, 6, 8, 13, 24 dan 48 jam menghasilkan konversi oksigen oksiren sebesar 1,96% pada waktu 24 jam. Optimasi proses pembuatan senyawa epoksi dilakukan dengan rancangan percobaan metode RSM (Response Surface Methodology) yaitu metode rancangan yang digunakan untuk memperoleh kondisi optimum dari variabel percobaan dan desain percobaan berbentuk CCD (Central Composite Design) yaitu percobaan yang dilakukan dengan level terkode. Variabel percobaan dengan memvariasikan konsentrasi katalis sebesar 15, 19, 25, 31, 35 (%b/b), temperatur reaksi 60, 64, 70, 76 dan 80°C dan waktu reaksi 14, 18, 24, 30 dan 34 jam. Me.ALSD diepoksidasikan dengan katalis amberlite untuk mendapatkan senyawa yang mengandung oksigen oksiren. Konversi optimum epoksidasi sebesar 70,802% diperoleh pada konsentrasi katalis 25% (b/b), temperatur reaksi 70ºC dan waktu reaksi 24 jam.


(7)

ABSTRACT

Synthetic reaction of epoxy compound with epoxidized are kept on developed for getting epoxy compound content with higher oksiran oxygen. Usage of amberlite katalis, increasing the respon of epoxidition reaction more higher. The former planning is done to ensure Center Point by variating the three variable of planning such as : katalis consentration is 5, 11, 22, 25, 36, and 42 %w/w oxygen oxyren consentration is 2,10%, the reaction temperature are 46, 52, 60, 65, 70, and 80oC, on 70 oC produce 2,03% oxygen oxyren convertion, period of reaction are 3, 6, 8, 13, 24 and 48 hours, on 24 hours which produce 1,96% oxygen oxyren convertion. Optimation process of epoxidation is done with experimental planning of RSM (Response Surface Methodologi) methode is the planning of experiment which use to get optimal condition of operation variable and design of CCD (Central Composite Design) is the sure level to decide center point of the experiment. The experimental variable by making amberlite katalis variation concentration 15, 19, 25, 31, 37 % (w/w), reaction temperature at 60, 64, 70, 76, 80°C, and reaction time at 14 , 18 , 24 , 30, 36 hour. Me.PFAD epoxidized in katalis amberlite yield oksiran oxygen. The optimum convertion epoxidation is 70,802% obtained at concentration 25% (w/w), reaction temperature 70ºC dan reaction time during 24 hour.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb., Puji dan Syukur disampaikan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kepada kita semua kesehatan lahir dan bathin, Amiin. Teriring pula ucapan Alhamdulillahi rabbil’alamin atas segala karunia-Nya penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam kepada junjungan ummat Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa Ummat dari alam kebodohan sehingga berpengetahuan sampai saat ini. Tesis ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Kimia USU yang berjudul ” Pembuatan Senyawa Epoksi dari Metil Ester Fatty Acid Destilate (Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat menggunakan Katalis Amberlite”.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan banyak menerima bantuan, bimbingan dan fasilitas dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, Ketua Program Studi Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing. 4. Ibu Mersi Suriani Sinaga, ST, MT, selaku Anggota Komisi Pembimbing. 5. Bapak Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc yang memberi kesempatan kepada

penulis untuk melakukan riset di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

6. Para staff dan teknisi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang telah membantu dan memberikan fasilitas penulis.

7. Ayahanda Baharuddin Nasution, yang tak hentinya memberikan dukungan dan (Alm) Ibunda Tercinta Nursari Siregar, dengan dedikasi dan didikannya sehingga penulis dapat melanjutkan Studi dan menyelesaikan Tesis ini.


(9)

8. Istri penulis Rifdah, S.Pd dan Kedua Anak penulis Maulana Dzamar Shiddiq Nst dan Alya Dzikra Syarif Nst, yang memberikan semangat sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

9. Seluruh Kakanda dan Adinda serta kemanakan.

10.Rekan penelitian Azhar Ramadhani Tarigan, serta Seluruh rekan Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara

Akhirul Salam penulis memohon saran serta nasehat mengenai tulisan ini, tulisan ini masih banyak membutuhkan perbaikan untuk perkembangannya. Mudah-mudahan Allah membukakan hati penulis untuk mau menerima nasehat dan mampu melaksanakannya, Jazakumullah Khairon Katsiro, Amiin Ya Rabbal A’lamin.

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Senyawa Epoksi ... 6

2.2. Reaksi Epoksidasi ... 6

2.3. Metil Ester Asam Lemak Destilat (Me.ALSD)... 10

2.4. Katalis ... 14

2.4.1. Jenis Katalis ... 14

2.4.2. Spesifikasi Senyawa Amberlite...15

2.4.3. Beberapa Penelitian Mengenai Penggunaan Katalis dalam Pembuatan Senyawa Epoksi. ... 16


(11)

III. METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2. Bahan dan Alat... 19

3.3. Rancangan Percobaan ... 20

3.4. Pengolahan Data...23

3.4.1 Optimasi Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD)... 23

3.4.2 Analisa respons surface methodology (RSM)... 23

3.5. Tahapan Penelitian... 24

3.5.1. Karakterisasi Bahan Baku ... 24

3.5.2. Reaksi Epoksidasi... 24

3.5.3. Analisa Senyawa Epoksi ... 28

3.6. Teknik Sampling ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

4.1. Penelitian Pendahuluan ... 30

4.1.1. Karakterisasi Bahan Baku Metil Ester ALSD ... 30

4.1.2. Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD) ...31

4.1.2.1. Penentuan Jumlah Katalis Amberlite ... 31

4.1.2.2. Penentuan Nilai Temperatur ... 33

4.1.2.3. Penentuan Waktu Reaksi ... 35

4.2. Optimasi Epoksidasi Menggunakan Katalis Amberlite ... 37

4.2.1. Analisa Pengaruh Variabel ... 39

4.2.1.1. Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren...41

4.2.1.2. Pengaruh Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren... 44

4.2.1.3. Pengaruh Waktu dan Temperatur Reaksi Terhadap Konversi Oksigen Oksiren... 47

4.3. Analisa Variansi (ANAVA)... 51


(12)

4.4. Analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 60

5.1. Kesimpulan ...60

5.2. Saran... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Pengaruh Rasio Molar (Asam Asetat dan Hidrogen Peroksida)

terhadap Hasil Epoksidasi Tidak Jenuh ...10

2. Kandungan Asam Lemak Pada Minyak Kelapa Sawit dan ALSD...11

3. Perlakuan Terkode Epoksidasi...21

4. Central Composite Design (CCD) untuk 3 Variabel...22

5. Hasil Analisa Bahan Baku Me.ALSD...30

6. Kandungan Asam Lemak Bahan Baku Me.ALSD...31

7. Level Terkode Epoksidasi...37

8. Hasil Percobaan...38

9. Hasil Statistika Minitab 14 untuk Response Surface Methodology (RSM)...39

10. ANAVA Model Persamaan Regresi Pada Epoksidasi ALSD Menjadi Epoksi Menggunakan Minitab 14. ...52

11.Hasil analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam Senyawa Epoksi ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Reaksi Epoksidasi Hidrokarbon... 6

2. Mekanisme Kerja Senyawa Epoksi sebagai Penstabil dan Pelentur pada Polivinil Khlorida (PVC)... 7

3. Reaksi Pembentukan Asam Peroksida ... 7

4. Reaksi Kimia Proses Epoksidasi secara in situ... 8

5. Mekanisme Pembentukan Senyawa Epoksi Melalui Reaksi Epoksidasi ………...………... 9

6. Bagan Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Minyak Goreng ...12

7. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester Asam Lemak Sawit ... 13

8. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester dari Trigliserida... 13

9. Diagram Kerja Optimasi Proses Pembuatan Senyawa Epoksi dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat ………...………... 28

10. Pengaruh Level Konsentrasi Katalis Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren ... 32

11. Pengaruh Level Temperatur Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren ... 34

12. Pengaruh Level Waktu Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren ... 36

13. Respon Permukaan dari Temperatur dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren ... 42

14. Kontur dari Plot Temperatur Reaksi Terhadap Konsentrasi Katalis ... 43


(15)

15. Respon Permukaan dari Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis

Terhadap Konversi Oksigen Oksiren ... 44

16. Kontur dari Plot Waktu Reaksi Terhadap Konsentrasi Katalis ... 45

17. Respon Permukaan dari Waktu dan Temperatur Reaksi Terhadap Konversi Oksigen Oksiren ... 47

18. Kontur dari Plot Waktu dan Temperatur Reaksi ... 48

19. Plot Residual dengan Taksiran Model ... 54

20. Plot Residual dengan Order Model ... 54

21. Plot Distribusi Normal Residual Model Regresi... 56

22. Hubungan Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi, dan Bilangan Asam dengan Konversi Oksigen Oksiren ... 59


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Prosedur Analisis... 65

2. Response Surface Methodology... 70

3. Out Put Analisa Statistika... 73

4. Tabel Statistika...75

5. Hasil Analisa GC... 76

6. Hasil Analisa FT – IR... 78


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri oleokimia merupakan salah satu industri hilir kelapa sawit yang mempunyai peranan penting pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini disebabkan luasnya penggunaan produk oleokimia di masyarakat, misalnya sebagai bahan baku surfaktan, emulsifier, cat, farmasi, dan kosmetik.

Senyawa epoksi merupakan produk komersial yang dapat diaplikasikan untuk beberapa kegunaan seperti pelentur (plasticizer), penstabil (stabiliser) dan coating

pada resin polimer, serta merupakan antioksidan pada pengolahan karet alam. Senyawa epoksi juga dapat digunakan sebagai surfaktan dan agen anti korosif (Yamamura dkk, 1989), aditif pada minyak pelumas (Sadi dkk, 1995), dan bahan baku pestisida (Ahmad dkk, 1984).

Senyawa epoksi dapat disintesa dari minyak nabati, seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak jarak dan minyak sawit. Minyak sawit merupakan minyak nabati yang mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Kandungan asam lemak jenuh minyak sawit terutama asam palmitat sekitar 32-47%, sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuh terutama asam oleat berkisar 40-52% (Corley dan Hardon, 1976).


(18)

Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh ini, memungkinkan terjadinya reaksi epoksidasi pada suhu dan waktu tertentu dengan bantuan katalis yang menghasilkan minyak sawit epoksi. Bahan baku senyawa epoksi ini merupakan minyak nabati mentah ataupun minyak nabati yang sudah mengalami pengolahan lebih lanjut.

Proses sintesa senyawa epoksi dengan reaksi epoksidasi terus dikembangkan untuk memperoleh senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen yang lebih tinggi. Optimasi proses dilakukan dengan berbagai cara seperti, diversifikasi bahan baku, penggunaan katalis, penggunaan suhu selama reaksi dan waktu operasi. Penggunaan minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku reaksi epoksidasi dilaporkan oleh Haya (1991) menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen sebesar 3,4% pada suhu reaksi 100 ± 5OC dan pelarut n-heksan 10%. Haryati dan S. Oerip juga melakukan epoksidasi dari minyak sawit mentah (CPO) dan menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksiran oksigen sebesar 1,19% pada suhu 70OC dan pelarut n-heksan pada kisaran 10-30% (Haryati dan Oerip 1991). Kandungan oksiran oksigen teoritis epoksi minyak sawit adalah 3,90% (Sadi, 1992).

Methyl ester fatty acid destilate (Me-PFAD) atau Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) merupakan turunan minyak nabati yang kurang dimanfaatkan (Yuliasari dan Herawan, 1999). Penelitian ini menunjukkan peranan H2SO4 pada reaksi epoksidasi metil oleat asam lemak sawit untuk menghasilkan konversi oksigen oksiren yang optimum. Disamping turunan-turunan lain seperti olein, stearat dan lain-lain dalam penggunaannya untuk aplikasi produk oleokimia.


(19)

Oleh karena itu Me.ALSD diepoksidasikan dengan menggunakan katalis Amberlite untuk mendapatkan senyawa epoksi.

Temperatur reaksi yang tinggi dan waktu reaksi yang lama tidak memberikan konversi oksigen oksiren optimum pada respon katalis (Sinaga, Mersi S., 2005). Pembatasan reaksi epoksidasi ini disebabkan karena senyawa Me.ALSD semakin jenuh dan terkonversi oleh degradasi ikatan rangkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaksi epoksidasi tanpa menggunakan H2SO4 pekat memerlukan waktu selama 14 jam untuk memperoleh oksigen oksiren tertinggi, yaitu sebesar 3,73%. Sedangkan reaksi epoksidasi dengan penambahan H2SO4 pekat memerlukan waktu yang lebih cepat sekitar 8-14 jam untuk memperoleh oksigen oksiren tertinggi (Gall dan Greenspan, 1995). Degradasi gugus oksigen oksiren yang terjadi selama reaksi epoksidasi juga disebabkan oleh adanya asam asetat yang berasal dari hasil reaksi pembentukan asam peroksi asetat yang bersifat stabil.

Haya (1991) menggunakan katalis H2SO4 (50%) sebanyak 4,28 gram dan menghasilkan nilai oksigen oksiren 0,95 – 1,15% dari minyak sawit mentah pada interval suhu reaksi 60 – 650C dengan katalis. Konsentrasi pelarut dan viskositas berpengaruh terhadap kandungan oksigen oksiren. Peningkatan konsentrasi pelarut akan meningkatkan kandungan oksigen oksiren dan menurunkan viskositas. Suhu berpengaruh terhadap semua parameter yang diukur.

Peningkatan pemakaian jumlah katalis amberlite memberikan peningkatan respon reaksi epoksidasi yang dihasilkan semakin besar, hal ini disebabkan selama


(20)

reaksi epoksidasi berlangsung asam peroksida mengoksidasi ikatan rangkap dalam senyawa tidak jenuh Me.ALSD, sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap dan pembentukan senyawa oksiren.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh suhu, waktu reaksi dan jumlah katalis amberlite pada reaksi epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) dalam menghasilkan kandungan oksigen oksiren optimum.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi operasi optimum pada rentang penelitian yaitu suhu, waktu reaksi dan jumlah katalis amberlite, pada reaksi epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) untuk menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksigen-oksiren optimum.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari turunan minyak sawit sebagai stabilizer, plastisizer pada PVC, surfaktan, pencegah korosi, bahan tambahan pada minyak pelumas dan bahan baku pestisida. Sebagai informasi dalam memilih katalis yang tepat untuk menghasilkan senyawa epoksi dengan kandungan oksigen oksiren optimum.


(21)

1.5. Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan epoksi adalah Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) dengan katalis amberlite.

Variabel percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain percobaan berbentuk Central Composite Design (CCD) adalah :

1. Konsentrasi katalis : 15% ; 19% ; 25% ; 31% ; 35% ( % berat, terhadap jumlah hidrogen

Peroksida + asam asetat glasial ) 2. Temperatur reaksi : 60 ; 64 ; 70 ; 76 dan 80 ( °C ) 3. Waktu reaksi : 14 ; 18 ; 24 ; 30 ; dan 34 jam

Variabel di atas diperoleh dari Perlakuan Terkode Epoksidasi yang merupakan hasil dari Percobaan Pendahuluan yang telah dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Parameter uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kandungan bilangan oksigen-oksiren (AOCS Cd 9-57, 1989), bilangan hidroksi (AOCS Cd 13-60, 1989), bilangan asam (Porim Test Methode, 1995), dan bilangan iod (AOCS Cd 1-25, 1989), selama waktu reaksi.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Senyawa Epoksi

Senyawa epoksi mengandung gugus oksigen oksiren yang dibentuk melalui reaksi epoksidasi antara asam peroksi (perasam) dengan olefinat atau senyawa aromatik tidak jenuh. Senyawa epoksi adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi epoksidasi minyak nabati atau minyak alam yang memiliki ikatan tidak jenuh. Penggunaan minyak alam sebagai bahan baku sudah jarang dilakukan dengan keterbatasan sumber bahan baku minyak alam. Minyak nabati dan derivatnya merupakan bahan baku yang kini banyak digunakan untuk sintesa senyawa epoksi.

2.2. Reaksi Epoksidasi

Reaksi epoksidasi adalah reaksi asam peroksi organik dengan ikatan rangkap untuk membentuk senyawa oksiren (Wood dan Termini, 1958), atau reaksi dimana senyawa hidrokarbon tidak jenuh diubah menjadi siklik ester (Kirk dan Othmer, 1965). Epoksi atau senyawa oksiren merupakan produk dari proses autooksidasi asam – asam lemak tidak jenuh atau minyak mengering (drying oil).

Proses epoksidasi berlangsung sebagai berikut :


(23)

Minyak nabati yang baik digunakan dalam pembuatan epoksi adalah yang mengandung asam lemak tidak jenuh dengan kadar relatif tinggi misalnya kedelai. Senyawa epoksi dapat dibuat dari minyak nabati (minyak terepoksidasi), epoksi ester campuran dan epoksi ester spesifik. Senyawa epoksi sering digunakan sebagai

plasticizer dan stabilizer pada resin polivinil klorida (Carlson dan Chang, 1985). Gambar 2. menunjukkan mekanisme kerja senyawa epoksi sebagai penstabil dan pelentur pada polivinil khlorida (Swern, 1982).

Gambar 2. Mekanisme Kerja Senyawa Epoksi sebagai Penstabil dan Pelentur pada Polivinil Khlorida (PVC)

Dalam mempelajari pembuatan senyawa epoksi dari olefin, asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh direaksikan dengan asam peroksi alifatik. Asam peroksi asetat bebas air diperoleh dari reaksi antara asam karboksilat dan hidrogen peroksida. Gambar 3. menunjukkan reaksi pembentukan asam peroksida.

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Asam Peroksida

Pembentukan asam peroksida dengan menggunakan hidrogen peroksida dapat dilakukan dengan empat cara (Upidi, 1979) :


(24)

1. Asam peroksi asetat yang dibentuk terlebih dahulu. 2. Asam peroksi asetat yang dibentuk secara in situ. 3. Asam peroksi format yang dibentuk terlebih dahulu. 4. Asam peroksi format yang dibentuk secara in situ.

Reaksi kimia epoksidasi secara in situ dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4. Reaksi Kimia Proses Epoksidasi secara in situ (Upidi, 1979). Mekanisme pembentukan senyawa epoksi melalui reaksi epoksidasi seperti terlihat pada Gambar 5. pertama sekali ditemukan pada tahun 1995 oleh Bartlett (Kwart dan Hoffman, 1996).

Gall dan Greenspan (1995) menyatakan bahwa senyawa epoksi dengan bilangan Iod yang rendah menunjukkan mutu yang baik. Reaksi epoksidasi menggunakan teknik in situ memiliki beberapa keuntungan, antara lain mengurangi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh reaksi epoksidasi, mengurangi pemakaian hidrogen peroksida serta mengurangi biaya (Swern, 1982).


(25)

C C + O O O O O O O O C C C C C H H R R Senyawa tidak

jenuh Asam peroksida Produk intermediet

C C

+ HO

R

Senyawa epoksi Asam karboksilat

Gambar 5. Mekanisme Pembentukan Senyawa Epoksi Melalui Reaksi Epoksidasi Katalis yang dapat digunakan pada reaksi epoksidasi adalah asam sulfat pekat dan resin penukar ion. Produksi optimal senyawa epoksi diperoleh dengan menggunakan pelarut inert seperti benzen dan heksan, katalis asam sulfat atau resin

amberlite dan lama reaksi sekitar 8-14 jam. Reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan hidrogen peroksida yang berlebih (Gall dan Greenspan, 1995).

Penggunaan rasio molar antara asam asetat dan hidrogen peroksida yang tinggi menyebabkan terbukanya cincin epoksi sehingga rendemen epoksi ester yang dihasilkan relatif rendah seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Rasio Molar (Asam Asetat dan Hidrogen Peroksida) terhadap Hasil Epoksidasi Tidak Jenuh

Epoksi Ester Rasio Molar Waktu

Reaksi (jam) Oksigen Oksiren (%) Rendemen Bilangan Bilangan Iod (%) Reaksi (%)


(26)

15 : 11 1.7 : 1 0.5 : 1

3 8 13 0.0 0.2 3.6 0.0 4.4 80.0 4 8 5 95 89 93

Sumber : Gall dan Greenspan, 1995.

Wood dan Termini (1958) menyatakan bahwa proses epoksidasi biasanya dilakukan pada suhu 65 – 75 OC, bila digunakan suhu yang lebih rendah akan memperpanjang waktu epoksidasi dan menurunkan efisiensi epoksidasi. Hasil penelitian Haya (1991) menunjukkan bahwa epoksidasi juga dapat dilakukan pada suhu 100±5OC.

2.3. Metil Ester Asam lemak Sawit Destilat (Me.ALSD)

ALSD (Asam Lemak Sawit Destilat) merupakan hasil samping pada tahap

refining dalam industri minyak goreng. ALSD yang dihasilkan berkisar 2,5%-3,5% dari minyak sawit yang diolah (Haryati dan Buana, 1992). Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit dan ALSD terlihat pada pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Asam Lemak Pada Minyak Kelapa Sawit dan ALSD Komposisi Minyak Kelapa Sawit (%)* ALSD (%)**

Asam Laurat (C12) - 0,45

Asam Miristat (C14) 0,96 2,38

Asam Palmitat (C16) 41,62 60,50

Asam Stearat (C18) 4,23 2,57

Asam Oleat (C18-1) 42,12 27,08

Asam Linoleat (C18-2) 10,41 6,82

Asam Linolenat (C18-3) 0,22 0,19

Sumber : * Haryati dkk, (1999),


(27)

Perkembangan industri minyak goreng sawit pada dasawarsa terakhir mengalami peningkatan sejalan dengan beralihnya pola konsumsi masyarakat dari minyak goreng kelapa ke minyak goreng kelapa sawit. Konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16,5 kg per tahun dimana konsumsi per kapita khusus untuk minyak goreng sawit sebesar 12,7 kg per tahun (Rephi’s, 2007). Kondisi ini memberikan gambaran, bahwa dengan peningkatan industri minyak goreng maka perolehan asam lemak sawit distilat turut meningkat. Hingga saat ini, pemanfaatan asam lemak sawit distilat masih terbatas pada pembuatan sabun kualitas rendah. Sehingga membutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah dari asam lemak sawit destilat.

Berikut adalah bagan proses refining dalam industri pengolahan minyak kelapa sawit.

Syawaluddin Nasution : Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat Menggunakan Katalis Amberlite, 2009

USU Repository © 2008

Penghilangan Getah (Degumming) Penjernihan Warna (Bleaching)

Deacidification &Deodorisation

RBD Palm Oil

Bleaching Earth

Fraksinasi

Crude Palm Olein (CPO)

Asam Lemak Sawit Distilat


(28)

(Sumber :http//www.Rephi’s Weblong, 2007)

Gambar 6. Bagan Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi Minyak Goreng Senyawa metil ester asam lemak dapat diperoleh dengan cara esterifikasi asam lemak bebas dengan gugus metil, yang disebut dengan metilasi. Pada proses ini asam lemak bebas diesterifikasi dengan menggunakan metanol anhidrat berlebihan dalam suasana asam. Pereaksi yang biasa digunakan pada proses ini adalah asam klorida anhidrat dalam metanol (Anonim, 1977). Pada Gambar 7. menunjukkan reaksi pembentukan senyawa metil ester asam lemak.

Gambar 7. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester Asam Lemak Sawit Selanjutnya Paquot dan Hantfene (1987) menyatakan, pembuatan metil ester dapat dilakukan secara langsung dari trigliserida, melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol berlebih, dan katalis asam. Pereaksi lain yang dapat digunakan pada proses metilasi adalah H2SO4/Metanol, HCl/Metanol dan diazometer/eter. Metil ester yang diperoleh dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut inert seperti, heksan dan petroleum eter (Anonim, 1966). Pada Gambar 8. menunjukkan reaksi pembentukan metil ester dari trigliserida.


(29)

Gambar 8. Reaksi Pembentukan Senyawa Metil Ester dari Trigliserida

2.4. Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Sementara senyawa yang memperlambat laju reaksi kimia tanpa mengalami perubahan adalah senyawa inhibitor (http://id.wikipedia.org/wiki/Katalis, 2007).

2.4.1. Jenis Katalis

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama (http://id.wikipedia.org/wiki/Katalis, 2007).

1. Katalis homogen


(30)

yang dikatalisinya. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.

2. Katalis heterogen.

Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi untuk sementara terserap dalam substrat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A + C AC ...(1) B + AC AB + C ...(2)

Meskipun katalis (C) terabaikan oleh reaksi (1), namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi (2), sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi :

A + B + C AB + C


(31)

Amberlite merupakan nama jual dari senyawa kimia Styrena - divinylbenzena

dengan kode IR 120 Na dan rumus senyawa C6H5CH=CH2, mempunyai efisiensi katalis yang tinggi mengkatalisis antar reaksi senyawa – senyawa lain, mempunyai titik didih diatas 1000C dan daya larut yang kecil terhadap air sebesar 0,24 g/lt. Senyawa ini berwarna coklat mengkilat dan berbentuk butiran dengan ukuran 16 – 50 mesh, spesifikasi lain :

1. Kekuatan pengadukan : 10 – 15 ppm 2. (density) : 0,909 g/ml/250C 3. Indeks bias : 1,5458 (200C, 589 nm)

4. Tekanan uap : 6 hPa

5. Daya larut dalam air : 0,24 g/lt 6. M ( Berat Molekul ) : 104,15 g/mol 7. Titik Jenuh : 25,6 mg/lt

8. Titik didih : 1450C 9. Suhu Pembakaran : 4800C

10. Daya ledak : 1,1 – 8,9 mol%

(Merck KgaA, Darmstadt Catalog Chemical Reagent, 2002)

2.4.3. Beberapa Penelitian Mengenai Penggunaan Katalis dalam Pembuatan

Senyawa Epoksi

Diversifikasi utama minyak sawit adalah mengolah minyak sawit menjadi produk lain, yang dapat diproses dengan jalan alkoholisis atau hidrolisis


(32)

menggunakan katalis. Pada umumnya reaksi hidrolisis minyak nabati bertujuan untuk membentuk gliserol dan asam lemak. Penelitian hidrolisis minyak nabati menggunakan katalis telah banyak dilakukan. Hendrawati (1992) meneliti tentang hidrolisis minyak biji karet dengan katalisator reagentwitchell. Kumoro (1995), telah meneliti hidrolisis minyak biji kluwak dengan katalisator asam sulfat, dalam autoklaf. Dari penelitian-penelitian di atas, konstanta reaksi hidrolisis dihitung dengan asumsi orde reaksi sama dengan satu terhadap minyak, dan orde nol untuk air, dengan kata lain berorde satu semu terhadap minyak. Mengingat pentingnya data kinetik dalam perancangan alat alat pabrik, terutama untuk perancangan reaktor, maka pada penelitian ini, peneliti mencoba menghitung konstanta reaksi (konstanta kecepatan reaksi, dan orde reaksi terhadap pereaksi) hidrolisis minyak sawit.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid), dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) yang relatif berimbang jumlahnya. Hal ini memungkinkan menjadikan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan senyawa epoksi, sebagai salah satu alternatif diversifikasi produk olahan minyak sawit. Pengaruh konsentrasi pelarut dan penambahan katalis, pada proses epoksidasi metil ester asam lemak dari fraksi olein minyak sawit, sehingga dapat menghasilkan senyawa epoksi metil ester asam lemak dengan rendemen dan mutu yang tinggi. Hasil penelitian Koto (1992) menunjukkan bahwa konsentrasi pelarut, konsentrasi katalis, dan kombinasi keduanya sangat mempengaruhi Rendemen, Bilangan Hidroksi, Warna, dan Viskositas senyawa epoksi metil ester asam lemak yang dihasilkan. Kedua perlakuan tersebut dan kombinasinya


(33)

tidak mempengaruhi Kandungan Oksigen Oksiren, Bilangan Iod, Bilangan Penyabunan, dan Bilangan Ester senyawa epoksi metil ester asam lemak yang dihasilkan.

Sofiah (1989), telah meneliti hidrolisis minyak biji karet dengan katalisator damar penukar kation (Amberlite 15) dalam reaktor autoklaf secara batch. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan suhu reaksi mempercepat kenaikan konsentrasi Asam Lemak Bebas (ALB). Hal ini disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk mengaktifkan pereaksi dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak.


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)/Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Brigjend Katamso No.51, Kampung Baru, Medan - Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 10 (sepuluh) bulan, mulai 05 Maret 2008 sampai 01 Desember 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam percobaan ini adalah Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)/Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI). Prosedur yang digunakan dalam pembuatan senyawa epoksi ini dengan memodifikasi cara kerja Gall dan Greenspan (1995) yaitu :

1. Bahan Baku (Utama)

Butil oleat diganti dengan Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD)

2. Bahan Penolong

a. Pelarut benzena diganti dengan n-heksan (Haryati dan Buana, 1992) b. pelarut n-Hexan (p.a) 40 %.


(35)

c. Hidrogen peroksida dengan kemurnian 30%. d. Asam asetat (p.a) 100 %.

e. Katalis Amberlite (IR 120 Na)/ Styrena – divinylbenzena yang diperoleh dari UD. Karlim.

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Labu leher tiga 500 ml sebagai tempat berlangsungnya reaksi, yang dilengkapi dengan thermometer.

2. Hot plate merek Cimarex yang dilengkapi pengaduk magnetis dengan kecepatan pengadukan 400 rpm digunakan sebagai media pemanas.

3. Rotary evaporator pada tekanan 1 atm digunakan untuk menguapkan sisa pelarut.

4. Kromatografi gas digunakan untuk menganalisa kandungan asam lemak dan identifikasi senyawa epoksi.

5. Alat untuk analisa bilangan oksigen oksiren, bilangan iodium, bilangan hidroksi dan bilangan asam karakteristik produk antara lain : buret, pipet tetes, erlenmeyer, beaker glass, labu takar, pipa kapiler.


(36)

Metode Response Surface Methodology (RSM) digunakan untuk merancang percobaan dalam menentukan kondisi optimum epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD)menggunakan katalis Amberlite dengan tiga faktor sebagai variabel bebas, yaitu :

1. Konsentrasi katalis 2. Temperatur reaksi 3. Waktu reaksi

Percobaan dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD) (Cochran & Cox, 1976). Level terkode untuk penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perlakuan Terkode Epoksidasi Perlakuan Terkode Perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682

Katalis (% w/w) 15 19 25 31 35

Temperatur (°C) 60 64 70 76 80

Waktu reaksi (Jam) 14 18 24 30 34

Penentuan Center point (25%,700C dan 24 jam) berdasarkan Response Surface Methodology (RSM) (metode rancangan percobaan yang digunakan penelitian-penelitian untuk memperoleh kondisi optimum dari variabel operasi (Cohran and Cox, 1976) dan dengan melakukan Percoban Pendahuluan.

Berikut ini adalah rancangan percobaan untuk tiga variabel yang disusun dalam kombinasi perlakuan dengan mengikuti pola yang ada pada Tabel 4. sebagai berikut :


(37)

Tabel 4. Central Composite Design (CCD)untuk 3 variabel No

Konsentrasi Katalis (% w/w)

(X1)

Temperatur Reaksi (°C) (X2)

Waktu Reaksi (Jam) (X3)

1 -1 -1 -1

2 1 -1 -1

3 -1 1 -1

4 1 1 -1

5 -1 -1 1

6 1 -1 1

7 -1 1 1

8 1 1 1

9 -1,682 0 0

10 1,682 0 0

11 0 -1,682 0

12 0 1,682 0

13 0 0 -1,682

14 0 0 1.682

15 0 0 0

16 0 0 0

17 0 0 0

18 0 0 0

19 0 0 0

20 0 0 0

Response Surface Methodology (RSM) adalah suatu metode rancangan

percobaan yang digunakan secara luas dalam penelitian-penelitian untuk memperoleh kondisi optimum dari variabel operasi. (Cohran and Cox, 1976). Nilai optimum yang diperoleh dapat berupa titik maupun daerah/zona tertentu. Hal ini memberi bantuan dalam menentukan kondisi operasi yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan alat dan ketersediaan bahan yang digunakan. Diharapkan dengan jumlah perlakuan/run percobaan yang lebih sedikit dapat memberikan hasil yang sama dengan metode lain yang jumlah run/perlakuannya jauh lebih banyak.


(38)

3.4.Pengolahan Data

3.4.1. Optimasi Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD)

Responce Surface Methode (RSM) digunakan untuk mengamati pengaruh

konsentasi katalis, waktu reaksi dan temperatur reaksi pada epoksidasi Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) untuk untuk mengetahui kondisi optimum epoksidasi. Untuk melihat pengaruh-pengaruh diatas, digunakan regresi multiple untuk memenuhi persamaan berikut ini :

Y = β1+β2x1+β3x2 + β4x3 +β5x1x2+β6x2x3+β7x1x3+β8x12+β9x22+β10x32+ε

Keterangan :

Y : Variabel response yang diukur yaitu % yield epoksidasi

1- 10 : Konstanta linier, kuadratik dan hasil regresi koefisien diagonal

: error term

3.4.2. Analisa Response Surface Methodology(RSM)

Data percobaan dianalisa dengan metode statsoft software untuk mendapatkan koefisien, model dan persamaan statistiknya. Untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh secara signifikan nilai p (probabilitas) dibatasi pada p ≤ 5% (Cochran & Cox, 1976).


(39)

3.5.Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dilakukan secara bertahap sebagai berikut : 1. Karakteristik Bahan Baku

2. Reaksi Epoksidasi

3. Analisa Senyawa Epoksi

3.5.1. Karakterisasi Bahan Baku

Analisa senyawa kandungan asam lemak metil ester ALSD Sebagai bahan baku epoksi dilakukan dengan menggunakan gas kromatografi (Shimadcu GC 148 dengan detektor FID, jenis kolom DB- 1 HT : 15 m x 0,25 mm ID, tebal film 0,1 µm, carrier gas : Helium, flushing gas : Nitrogen, suhu oven 500C, suhu injektor 4000C dan suhu detektor 4000C).

3.5.2. Reaksi Epoksidasi

Reaksi epoksidasi dimulai dengan menimbang Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) sebanyak 50 g kemudian dimasukkan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin tegak, thermometer, magnetik stirrer dan pemanas berpengaduk (hot plate).


(40)

Selanjutnya ditambahkan pelarut n-Hexana, lalu ditambahkan asam asetat glasial 100%, selanjutnya ditambahkan katalis amberlite yang divariasikan jumlahnya, kemudian dipanaskan sambil diaduk.

Setelah suhu campuran mencapai 60OC, kemudian ditambahkan hidrogen peroksida (H2O2) 30% sebanyak 9,78 gr dengan perbandingan mol 5,5:1 (H2O2 30% : Me.ALSD) secara perlahan-lahan.

Setelah selesai penambahan hidrogen peroksida, campuran tetap dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan berdasarkan perlakuan percobaan. Selanjutnya reaksi dihentikan kemudian katalis amberlite dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Campuran dicuci dengan air untuk memisahkan hidrogen peroksida (H2O2) sisa, kemudian produk epoksi yang bercampur dengan n-Hexana dipisahkan dengan menggunakan rotary evaporator pada 80OC. Setelah proses pemisahan, senyawa epoksi kemudian dianalisa dan dilakukan karakterisasi.

Optimasi proses pembuatan senyawa epoksi dilakukan dengan memvariasikan penggunaan katalis amberlite, waktu reaksi dan suhu. Pemilihan kondisi proses yang optimum berdasarkan kandungan oksigen oksiren maksimum yang terkandung dalam produk yang dihasilkan. Gambar 9. menunjukkan flow diagram kerja reaksi epoksidasi Me. ALSD menggunakan katalis amberlite.


(41)

Penambahan Heksan pa   (40 % dari Me. PFAD ) 

Pengadukan

Penambahan Asam Asetat Glasial 100 % 

8,04 gr ( 0,27 mol ) 

Penambahan katalis  Metil Ester

 Asam Lemak Sawit Destilat 


(42)

A

A

Refluks

Penambahan  H2O230%

Perbandingan mol 5,5 : 1  ( H2O2 30%  :  Me.PFAD ) 

Sebanyak 9,78 gr. 

Refluks

Pencucian dengan  air panas 1 : 1 

( 40 – 45 )oC 

Air &  Katalis amberlite 

Senyawa Epoksi dan  Heksan 

  Penguapan 

  Heksan  


(43)

Gambar 9. Diagram Kerja Optimasi Proses Pembuatan Senyawa Epoksi dari Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat

3.5.3. Analisa Senyawa Epoksi

Analisa senyawa epoksi dilakukan dengan pengujian seperti : analisa kandungan bilangan oksigen-oksiren (AOCS Cd 9-57, 1989), bilangan hidroksi (AOCS Cd 13-60, 1989), bilangan asam (Porim Test Methode, 1995), dan bilangan iod (AOCS Cd 1-25, 1989) (Lampiran 1). Karakterisasi dilakukan berdasarkan gas

B B

Senyawa Epoksi  Metil Ester  Asam Lemak Sawit  Destilat (Me.ALSD ) 

  Pengujian 


(44)

kromatogram dan gugus fungsionalnya berdasarkan spektofotometer (FT – IR) (Lampiran 6).

3.6.Teknik Sampling

Sampling dilakukan pada setiap akhir percobaan. Sampling dilakukan untuk menganalisa kandungan Metil Ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) dengan pengulangan dua kali (duplo) untuk setiap kali pengambilan sampel. Prosedur untuk parameter ini terlampir pada Lampiran 1.


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Penelitian Pendahuluan 

4.1.1 Karakterisasi Bahan Baku Metil Ester ALSD

Metil ester Asam Lemak Sawit Destilat (Me.ALSD) terdiri dari senyawa ester jenuh dan tidak jenuh. Karakteristik bahan baku Me.ALSD meliputi bilangan oksigen oksiren, bilangan hidroksi, bilangan asam dan bilangan iod seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisa Bahan Baku Me.ALSD

Parameter Hasil Bilangan Oksigen Oksiren (%) 0,0114

Bilangan Hidroksi (mg KOH/g) 0,6592

Bilangan Iodin (mg/g) 50,651

Bilangan Asam (mg KOH/g) 5,8899

Untuk mengetahui komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, maka bahan baku Me.ALSD dianalisis secara kromatografi gas. Melalui analisa GC pada Lampiran 5. dan data spektrum GC tersebut dapat diketahui komposisi asam lemak Me.ALSD seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa bahan baku Me.ALSD mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Kadar asam lemak jenuh yaitu asam palmitat lebih besar dibanding dengan kadar asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat


(46)

dan asam linoleat. Kedua asam lemak tidak jenuh inilah yang memberikan bilangan iodine yang tinggi (tertera dalam Tabel 5.).

Tabel 6. Kandungan Asam Lemak Bahan Baku Me.ALSD

Nama Jumlah C Komposisi

Asam Laurat C12-0 -

Asam Miristat C14-0 1,1479 %

Asam Palmitat C16-0 51,7555 %

Asam Starat C18-0 3,8133 %

Asam Oleat C18-1 36,0950 %

Asam Linoleat C18-2 6,9769 %

Asam Linolenat C18-3 0,2114 %

4.1.2 Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD) 4.1.2.1 Penentuan Jumlah Katalis Amberlite

Katalis yang digunakan adalah amberlite yang mampu bekerja pada substrat asam lemak dan minyak. Konsentrasi katalis dilakukan pada 6 level yaitu 5%, 11%, 22%, 25%, 36% dan 42% (b/b) sebagai kontrol reaksi. Ini mengacu dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusch gen Klass dkk (1996) dengan konsentrasi katalis 5% - 6% (b/b). Konsentrasi katalis yang digunakan dalam jumlah 2% - 10% (b/b) dari penelitian T. Vlcek dan Z. S. Petrovic (2006) untuk menghasilkan produk epoksi. Reaksi epoksidasi dilakukan selama 24 jam dan pada temperatur ruang (30OC). Setelah waktu reaksi mencapai 24 jam dilakukan pengambilan sampel guna


(47)

dianalisa bilangan oksigen oksirennya. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 10. berikut dibawah ini.

Gambar 10. Pengaruh Level Konsentrasi Katalis Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren

Gambar 4.1. menunjukkan konsentrasi katalis amberlite mampu melakukan epoksidasi dengan hasil rata-rata dimana bilangan oksigen oksirennya meningkat sebesar 30% - 40%, sedangkan pada konsentrasi 0% - 15% dan di atas 25% hasil bilangan oksigen oksirennya dianggap kecil. Hal ini berhubungan dengan adanya hambatan substrat pada reaksi epoksidasi pada konsentrasi 0 - 15% (b/b) aktifitas katalis yang lemah terhadap substrat, sedangkan di atas 25% (b/b) hambatan produk berasal dari telah penuhnya ruang aktif katalis yang berikatan dengan substrat. Berarti dalam keadaan ini reaksi tidak melakukan reaksi epoksidasi. Berdasarkan hasil di atas


(48)

ditetapkan jumlah konsentrasi katalis amberlite pada level terkode sebagai center point sebesar 25% dalam desain response surface methodology (RSM) yang akan digunakan.

4.1.2.2Penentuan Nilai Temperatur

Reaksi epoksidasi dengan katalis amberlite pada umumnya dapat bereaksi pada temperatur antara 25 – 75°C. Untuk menentukan nilai atau harga temperatur pada level terkode mengacu pada penelitian Rusch gen Klass (1996) yang melakukan penelitian epoksidasi asam lemak tidak jenuh pada minyak kedelai untuk merubah ikatan rangkap karbon (C=C) pada temperatur 40°C. Sementara itu, T. Vlcek dan Z. S. Petrovic (2006) melakukan penelitian optimasi epoksidasi minyak kedelai secara enzimatik pada suhu 25°C dan 50°C. Sofiah (1989) melakukan penelitian hidrolisis minyak biji karet dengan katalis amberlite pada suhu 50°C - 75°C. Maka dilakukan percobaan epoksidasi yang mengacu kepada ketiga penelitian tersebut dengan menggunakan temperatur reaksi sebesar 46°C, 52°C, 60°C, 65°C, 70°C dan 80°C. Reaksi dilakukan dengan besar konsentrasi katalis sebesar 25% (b/b). Setelah waktu reaksi mencapai 24 jam dilakukan pengambilan sampel guna dianalisa bilangan oksigen oksirennya. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 11. berikut ini.


(49)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

46 51 56 61 66 71 76 81 86

T e m pe ra tur (oC )

%   B il a n g a n   O k s ir a n   O k s ig e n

Gambar 11. Pengaruh Level Temperatur Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren

Dari Gambar 4.2. dapat diketahui bahwa untuk reaksi dengan bilangan oksigen oksiren yang semakin meningkat terdapat pada suhu 66OC - 71OC . Perolehan produk epoksi yang terbaik terdapat pada suhu 70OC, tetapi pada saat temperatur yang lebih tinggi di atas 75OC dan pada suhu di bawah 60OC , aktifitas katalis menurun sehingga perolehan epoksi juga mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada suhu di bawah 60OC katalis amberlite kurang aktif bekerja, sedangkan pada suhu di atas 75OC mengakibatkan katalis amberlite mengalami proses denaturasi (hilangnya nutrisi pada substrat). Berdasarkan hasil di atas, ditetapkan temperatur 70OC sebagai nilai center point dalam desain response surface methodology (RSM) yang akan digunakan.


(50)

4.1.2.3Penentuan Waktu Reaksi

Penentuan waktu reaksi bergantung kepada senyawa yang digunakan sebagai katalisatornya. Pada umumnya, reaksi yang melibatkan katalis hayati berlangsung dalam waktu reaksi yang cukup lama, hal ini berkaitan dengan kemampuan katalis untuk mensintesa suatu substrat pada reaksi epoksidasi asam lemak tidak jenuh minyak kedelai selama 10 – 66 jam (Rusch gen Klass,1996). Penelitian epoksidasi dengan katalis heterogen pada umumnya menggunakan waktu lebih singkat (Sinaga, Mersi S., 2005). Hal ini berkaitan dengan kemampuan katalisator untuk merombak atau mensintesa suatu substrat pada kondisi tertentu. Tujuan penentuan waktu reaksi adalah untuk mengetahui waktu terbaik yang dibutuhkan dalam reaksi epoksidasi. Reaksi dilakukan pada suhu 70°C dan konsentrasi katalis 25% (b/b). Reaksi berlangsung selama 3 - 28 jam. Waktu yang ditentukan ini berdasarkan penelitian Mersi (2005) yang melakukan penelitian epoksidasi metil ester asam lemak destilat selama 100 – 160 menit. Selama waktu reaksi yang telah ditentukan dilakukan analisa bilangan oksigen oksiren. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 12.


(51)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

3 8 13 18 23 28 33 38 43 48 53

W a ktu R e a ksi (J a m )

% B il a n g a n   O k s ir a n   O k s ig e n

Gambar 12. Pengaruh Level Waktu Terhadap % Bilangan Oksigen Oksiren Gambar 12. memperlihatkan bilangan oksigen oksiren (%) terhadap waktu pada reaksi epoksidasi pada berbagai variasi waktu reaksi pada masing-masing jumlah katalis 25% (b/b) dengan temperatur reaksi 70°C. Gambar 4.3. menunjukkan persen bilangan oksigen oksiren cenderung meningkat pada waktu reaksi selama 24 jam, sedangkan pada waktu di bawah 18 jam dan di atas 25 jam menunjukkan nilai bilangan oksigen oksiren yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena pada waktu di bawah 18 jam dimungkinkan reaksi antara katalis dan Me.ALSD yang diiringi penambahan hidrogen peroksida sehingga terjadi pembatasan oleh substrat terhadap reaksi epoksidasi, sedangkan pada waktu di atas 25 jam atau saat pencapaian titik waktu optimum, ikatan rangkap mulai menurun yang berarti senyawa sudah mendekati jenuh, maka reaksi epoksidasi berjalan lambat yang mengakibatkan kandungan senyawa epoksi yang dihasilkan menurun. Mengarah pada konsep dan


(52)

kondisi tersebut maka center point ditetapkan waktu reaksi selama 24 jam dalam desain response surface methodology (RSM) yang akan digunakan untuk optimasi reaksi epoksidasi dengan katalis amberlite.

4.2. Optimasi Epoksidasi Menggunakan Katalis amberlite

Reaksi epoksidasi Me.ALSD direaksikan menggunakan katalis amberlite. Reaksi ini menggunakan metode Respons Surface Methodology (RSM) meliputi variabel konsentrasi katalis (b/b), temperatur reaksi dan waktu reaksi dengan desain percobaan berbentuk Central Composite Design (CCD).

Tabel 7. Level Terkode Epoksidasi Perlakuan Terkode Perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682

Katalis (% b/b) 15 19 25 31 35

Temperatur (°C) 60 64 70 76 80

Waktu reaksi (Jam) 14 18 24 30 34

Level-level pada variabel di atas diperoleh dengan mempertimbangkan batas-batas pengoperasian alat-alat dan bahan-bahan penelitian serta sifat-sifat reaktan. Respon yang diamati untuk diukur adalah konversi oksigen oksiren yang terbentuk setelah reaksi berlangsung. Konversi oksigen oksiren yang diperoleh pada setiap run

dianalisa menggunakan Gas Cromatografy (GC). Percobaan terdiri atas 20 kombinasi pada berbagai variasi jumlah katalis, temperatur reaksi dan waktu reaksi. Penelitian ini memilih CCD sebagai bentuk desain eksperimen disebabkan oleh CCD memberikan rancangan yang sistematik untuk memperoleh interaksi antar variabel.


(53)

Dari rancangan CCD ini akan diperoleh interaksi dari ketiga variabel yaitu konsentrasi katalis (X1), temperatur reaksi (X2) dan waktu reaksi (X3). Rumus untuk mencari harga oksigen oksiren ( O – O ) teori dan Persen konversi oksigen oksiren dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berikut adalah hasil konversi oksigen oksiren percobaan yang telah dilakukan.

Tabel 8. Hasil Percobaan Konsentrasi Katalis

Amberlite (%b/b)

(X1)

Temperatur Reaksi (X2)

Waktu Reaksi (X3) No

Aktual Kode Aktual Kode Aktual Kode

Konversi (%)

1 19 -1 64 -1 18 -1 7,388

2 31 1 64 -1 18 -1 10,944

3 19 -1 76 1 18 -1 16,277

4 31 1 76 1 18 -1 13,368

5 19 -1 64 -1 30 1 11,429

6 31 1 64 -1 30 1 16,115

7 19 -1 76 1 30 1 11,105

8 31 1 76 1 30 1 6,742

9 15 -1,682 70 0 24 0 8,035

10 35 1,682 70 0 24 0 11,590

11 25 0 60 -1,682 24 0 10,782

12 25 0 80 1,682 24 0 9,651

13 25 0 70 0 14 -1,682 12,075

14 25 0 70 0 34 1,682 7,550

15 25 0 70 0 24 0 70,575

16 25 0 70 0 24 0 70,155

17 25 0 70 0 24 0 69,121

18 25 0 70 0 24 0 70,802

19 25 0 70 0 24 0 66,050


(54)

Matrik eksperimental (Tabel 4.4.) untuk rancangan tiga faktor dengan dua level (23) yang terdiri dari 8 run pertama (run 1-8) dengan level terkode (±1) untuk masing faktor. Selanjutnya 6 run yang disebut star point dengan level terkode (± ) sebagai significant curvature effect (run 9-14), sedangkan 6 run tambahan (run 15-20) memuat titik pusat (center point) sebagai perkiraan daerah pusat.

4.2.1 Analisa Pengaruh Variabel

Pengaruh signifikansi variabel-variabel yang digunakan dapat diobservasi dari hasil pengolahan data percobaan. Analisa statistika untuk signifikansi pengaruh dari ketiga variabel yaitu konsentrasi katalis (X1), temperatur reaksi (X2) dan waktu reaksi (X3) dari masing-masing konsentrasi katalis serta interaksinya masing-masing tercantum pada Tabel 9. berikut ini.

Tabel 9. Hasil Statistika Minitab 14 Untuk Response Surface Methodology (RSM)

Parameter

Hasil Analisa Statistika

Koefisien Nilai p

Konstanta -1245,26 0,000

Konsentrasi katalis amberlite (X1) 16,05 0,000

Temperatur reaksi (X2) 28,07 0,000

Waktu reaksi (X3) 9,83 0,000

Konsentrasi katalis amberlite (X1*X1) -0,31 0,000

Temperatur reaksi (X2*X2) -0,20 0,000

Waktu reaksi (X3*X3) -0,16 0,000

X1*X2 -0,02 0,136

X1*X3 -0,00 0,974

X2*X3 -0,02 0,053

R2 0,992

Nilai p Pemodelan 0,120


(55)

Berdasarkan hasil analisa statistika di atas, dapat diketahui bahwa konsentrasi katalis amberlite memberikan pengaruh yang positif sebesar 16,05 dan signifikan terhadap pembentukan produk. Tetapi kuadrat variabel konsentrasi katalis memberikan pengaruh negatif sebesar -0,31 dan interaksinya dengan temperatur memberikan efek negatif yaitu sebesar -0,02, begitu pula interaksi konsentrasi katalis amberlite dengan waktu reaksi yang memberikan efek negatif -0,00 dengan nilai p 0,974. Hal ini menunjukkan adanya batasan dalam penggunaan katalis amberlite, temperatur dan waktu reaksi yang dilibatkan pada reaksi. Temperatur reaksi turut memberikan pengaruh yang signifikan dan positif yang cukup besar dibandingkan variabel lainnya sebesar 28,77. Tetapi interaksinya dengan waktu reaksi (X2.X3) memberikan efek negatif yang tidak signifikan (-0,02).

Variabel waktu reaksi, turut memberikan efek yang singnifikan dan positif sebesar 9,83. Interaksi temperatur dengan variabel reaksi lainnya juga tidak signifikan. Ini menunjukkan bahwa laju reaksi katalis amberlite antara Me.ALSD dengan hidrogen peroksida banyak dipengaruhi oleh besarnya temperatur reaksi dan waktu reaksi terhadap metil ester asam lemak sawit distilat, sedangkan peningkatan konsentrasi katalis amberlite memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap laju pembentukan produk epoksi. Namun penggunaan variabel temperatur reaksi dan waktu reaksi juga memiliki batasan tertentu, sebab dalam reaksi katalis amberlite tidak dikenal adanya hambatan oleh substrat.


(56)

Selanjutnya, model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi dan interaksinya terhadap % konversi oksigen oksiren dengan nilai toleransi galat sebesar p >| T | = 0,005 diperoleh sebagai berikut :

Y = -1245,26 + 16,05X1 + 28,77X2 + 9,83X3 – 0,31X12 – 0,20X22 – 0,16X32

(Pers. 4.1.)

Model orde dua yang diperoleh akan diplot sebagai respon permukaan dan kontur permukaan tiga dimensi untuk mengekspresikan respon % konversi dari percobaan.

4.2.1.1 Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

Interaksi dari tiga variabel percobaan dalam desain central composite design

(CCD) dianalisa melalui respon permukaan (surface response) dan countur. Respon permukaan dan grafik kontur tiga dimensi untuk pengaruh konsentrasi katalis amberlite terhadap temperatur dapat diplot dimana respon konversi sebagai sumbu y,

temperatur sebagai sumbu x dan konsentrasi katalis pada sumbu z dengan waktu reaksi tetap. Dari respon tersebut akan diketahui level variabel yang dapat digunakan untuk mendapatkan konversi oksigen oksiren optimum.


(57)

40 30

Konver si ( % )

-50 0 50

20 Konsent r asi k at alis ( % b/ b)

50 60

70 80 10

T emper at ur ( oC)

Gambar 13. Respon Permukaan dari Temperatur dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

Gambar 13. di atas menunjukkan ekspresi respon permukaan % konversi oksigen oksiren pada temperatur terhadap metil ester asam lemak sawit distilat tetap. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi katalis amberlite tidak berpengaruh dalam perolehan % konversi, sedangkan temperatur pada level tertentu. Ekspresi permukaan kurva menunjukkan bahwa kondisi optimum reaksiterhadap temperatur terdapat pada pusat lengkungan kurva. Hal ini memungkinkan penggunaan temperatur yang moderat yaitu 64oC – 70oC pada reaksi untuk perolehan produk optimum yang diwujudkan oleh pengaruh terbesar dan positif sebesar 28,77. Untuk penggunaan konsentrasi katalis yang tinggi pada temperatur yang moderat tidak dapat meningkatkan perolehan produk, yang diekspresikan dari interaksi bernilai negatif dari variabel konsentrasi katalis amberlite dan temperatur (X1.X3). Tetapi pengaruh yang diberikan oleh temperatur lebih besar dari pada konsentrasi katalis. Hal ini


(58)

menunjukkan katalis amberlite kurang aktif bekerja untuk mensintesa substrat pada kondisi tertentu.

Temperat ur ( oC)

K o n s e n t ra s i k a t a lis ( % ) 60 40 20 0 0 0 0 -20 -20 85 80 75 70 65 60 55 35 30 25 20 15 10

Gambar 14. Kontur dari Plot Temperatur reaksi Terhadap Konsentrasi Katalis Dari kontur di atas, dapat diketahui bahwa dengan mendesain kondisi temperatur pada 64oC - 67oC serta konsentrasi katalis amberlite pada 25% b/b dapat menghasilkan perolehan % konversi oksigen oksiren yang maksimum. Pada temperatur 64oC - 67oC memungkinkan adanya peningkatan aktifitas katalis terhadap reaksi epoksidasi. Kenaikan temperatur pada penggunaan konsentrasi katalis pada level tetap pada awalnya akan meningkatkan perolehan produk. Tetapi pada akhirnya, kenaikan temperatur akan menurunkan perolehan produk. Hal ini menunjukkan


(59)

bahwa pada temperatur >67oC katalis kurang aktif bekerja. Kondisi ini mengekspresikan bahwa temperatur dapat memicu aktifitas katalis pada substrat Me.ALSD pada reaksi epoksi. Penggunaan temperatur >67oC dapat mengakibatkan katalis mengalami proses denaturasi. Apabila proses denaturasi terjadi, maka bagian aktif katalis akan berkurang dan kecepatan reaksinya akan mengalami penurunan.

4.2.1.2 Pengaruh Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

40 30 Konver si ( % )

-50 0 50

20 Konsentr asi k atalis ( % b/ b)

10 20

10

30 40

Wak tu r eak si ( Jam)

Gambar 15. Respon Permukaan dari Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

Respon permukaan menggambarkan, bahwa pada konsentrasi katalis amberlite 18% (b/b), perolehan % konversi oksigen oksiren meningkat seiring dengan lamanya waktu pada reaksi. Hal ini diwujudkan oleh analisa statistik yang memberikan nilai


(60)

positif pada variabel waktu reaksi dan temperatur. Tetapi pengaruh yang signifikan dan tajam lebih diberikan oleh variabel temperatur dibandingkan dengan waktu reaksi. Karena perubahan temperatur epoksidasi terhadap Me.ALSD mempengaruhi hasil pembentukan senyawa epoksi. Hal ini juga ditunjukkan oleh interaksi antara dua variabel tersebut (X2.X3) yang memberikan respon negatif dan tidak signifikan. Grafik tiga dimensi untuk pengaruh waktu reaksi terhadap konsentrasi katalis amberlite, memperlihatkan bahwa perolehan produk terbesar berada pada kondisi waktu reaksi pada titik pusat (center point)

wakt u reaksi ( jam)

k o n s e n tr a s i k a t a li s ( % ) 60 40 20 0 0 0 0 -20 -20 -20 40 35 30 25 20 15 10 35 30 25 20 15 10

Gambar 16. Kontur dari Plot Waktu Reaksi Terhadap Konsentrasi Katalis Respon kontur menunjukkan bahwa untuk mendapatkan perolehan persentase produk oksigen oksiren yang maksimum, variabel waktu reaksi dapat didesain pada


(61)

waktu 24 jam dan konsentrasi katalis pada 25% b/b. Pada kondisi tersebut, perolehan konversi dapat mencapai 71%. Hal ini diikuti dengan tinjauan bahwa untuk penggunaan waktu reaksi yang lebih besar dari 24 jam baik pada konsentrasi katalis yang rendah diperoleh penurunan konversi produk.

Kondisi ini merupakan hasil interaksi antara katalis amberlite dengan waktu reaksi yang bernilai negatif yang signifikan. Hal ini dimungkinkan oleh reaksi antara katalis dengan Me.ALSD, yang diiringi dengan penambahan hidrogen peroksida sehingga terjadi pembatasan terhadap reaksi epoksidasi ini. Sehingga tidak ada lagi ruang aktif (active site) dalam katalis untuk dapat berikatan atau mengadakan kontak dengan substrat. Setelah membentuk reaksi epoksidasi yang aktif dan bersifat sementara, maka akan terurai kembali apabila reaksi yang diinginkan untuk pembentukan produk telah terjadi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan rasio substrat tidak lagi mampu meningkatkan konversi produk.


(62)

4.2.1.3Pengaruh Waktu dan Temperatur Reaksi Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

80 Konver si ( % )

-50

70 0

50

T emper atur ( oC) 60

10

20 30 50

40 Wak tu r eak si ( Jam)

Gambar 17. Respon Permukaan dari Waktu dan Temperatur Reaksi Terhadap Konversi Oksigen Oksiren

Respon permukaan menunjukkan bahwa konversi oksigen oksiren meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan waktu reaksi hingga batasan tertentu yaitu pada temperatur 75oC dan 24 jam. Jika melebihi dari batasan tersebut akan menyebabkan aktifitas katalis amberlite akan terhenti. Plot permukaan ini mengekspresikan bahwa peningkatan konversi oksigen oksiren lebih tajam pada peningkatan temperatur dibandingkan dengan bertambahnya waktu reaksi. Bertambahnya waktu reaksi akan menyebabkan peningkatan konsentrasi campuran.


(63)

Pada konsentrasi substrat yang tinggi peluang terjadinya tumbukan antar partikel semakin besar, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi epoksidasi semakin besar.

Hal ini bersesuaian dengan hasil analisis statistika, bahwa variabel yang memberikan signifikansi terbesar kedua dan positif adalah waktu reaksi sebesar 9,83. Hal ini ditunjukkan pada kondisi reaksi dengan temperatur yang rendah 64oC, memberikan kisaran konversi sebesar 66% bila waktu reaksi terhadap asam lemak sawit distilat dinaikkan.

Wakt u reaksi ( Jam)

T e m p e r a t u r ( o C ) 50 25 0 0 0 0 -25 40 35 30 25 20 15 10 85 80 75 70 65 60 55

Gambar 18. Kontur dari Plot Waktu dan TemperaturReaksi

Permukaan kontur menunjukkan bahwa untuk nilai maksimum konversi oksigen oksiren dapat diperoleh apabila Waktu Reaksi berada pada Waktu Reaksi 24


(64)

jam, sedangkan pada temperatur 67oC - 70oC. Pada kondisi reaksi ini, dapat diperoleh konversi oksigen oksiren mencapai 71%.

Temperatur memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada waktu reaksi terhadap pembentukan oksigen oksiren. Karena katalis amberlite dapat melakukan aktifitas terhadap subtrat pada temperatur 45oC dan akan menunjukkan aktifitas yang lemah pada temperatur lebih dari 45oC (Yadav, dkk, 2001). Pada kondisi waktu reaksi yang moderat (24 jam), penambahan waktu reaksi pada awalnya mampu meningkatkan perolehan secara tajam, tetapi pada akhirnya akan memberikan penurunan konversi yang cukup besar, begitu juga dengan peningkatan temperatur. Kondisi ini terlihat dari analisa statistik, bahwa temperatur memberikan pengaruh sebesar 28,77 sedangkan waktu reaksi memberikan pengaruh sebesar 9,83 terhadap produk.

Hal ini berhubungan dengan adanya hambatan oleh produk pada reaksi katalis amberlite. Dalam hambatan produk, aktifitas katalis secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi dan produk didalam lingkungan reaksi epoksidasi. Pada kondisi ini, hambatan produk dapat terjadi karena telah penuhnya ruang aktif katalis yang berikatan dengan asam peroksida , sehingga katalis tidak mampu lagi bereaksi dengan substrat.

Dari hasil olah data Response Surface Methodology kondisi optimum reaksi diperoleh pada konsentrasi katalis sebesar 25% (b/b), temperatur 70oC dan waktu reaksi selama 24 jam dengan konversi oksigen oksiren sebesar 70,802 %. Besar


(65)

konversi tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil konversi epoksidasi secara kimia menggunakan katalis homogen H2SO4 yaitu sebesar 63,78% (Sinaga, Mersi S., 2005).

Bahan baku Me.ALSD dianalisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red/Analisa Bilangan Gelombang) menunjukkan tidak terdapatnya pita hidroksi (ikatan O-H) dan pita oksigen oksiren (ikatan C-O-C), Sementara ikatan alkil (ikatan C-H) sebesar 2854,25 cm-1 dan pita ester (ikatan C=O) sebesar 1743,93 cm-1 (Lampiran 6).

Hasil analisa FT-IR dari reaksi epoksidasi menunjukkan bahwa pada temperatur 70OC dan waktu reaksi 24 jam menunjukkan adanya pembentukan epoksi hidroksi. Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan waktu reaksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap reaksi epoksidasi. Analisa FT-IR pada temperatur 70OC dan waktu reaksi 24 jam menunjukkan pita hidroksi pada 3463,83 cm-1 (ikatan O-H), ikatan alkil (ikatan C-H) 2925,52 cm-1 serta pita ester (C=O) pada 1742,76 cm-1, sedangkan puncak pita oksiran (ikatan C-O-C) pada 1247,36 cm-1 dan 843,09 cm-1 (Lampiran 6).

Hasil analisa bahan baku dan senyawa epoksi memberikan respon yang baik terutama pada pita hidroksi (ikatan O-H) dan pita oksigen oksiren menunjukkan kenaikan yang signifikan sebesar 3463,83 cm-1 dan 1247,36 cm-1. Pada ikatan alkil (ikatan C-H) terjadi kenaikan dari bahan baku dan senyawa epoksi sebesar 2925,02 cm-1 menjadi 2925,52 cm-1, untuk pita ester (ikatan rangkap 2 antara C dan O) ikatan C=O terjadi penurunan dari bahan baku dan senyawa epoksi sebesar 1743,93 cm-1 menjadi 1742,76 cm-1, hal ini memberikan bukti terjadinya pemutusan ikatan rangkap


(66)

pada senyawa hasil epoksidasi. Pemutusan ikatan rangkap yang digambarkan dari hasil FT-IR bahan sebesar Bilangan gelombang analisa FT-IR pada gugus epoksida (pita oksigen oksiren) sama dengan hasil yang diperoleh Ayorinde, dkk (1990) dan Siddiqi, dkk (1984) untuk senyawa epoksi alami dari Vernonia galamensis, yaitu pada bilangan gelombang sekitar 1250 cm-1 dan 846 – 820 cm-1. Pada penelitian Vlcek, dkk (2006) untuk senyawa epoksi dari minyak kedelai secara enzimatik juga menghasilkan bilangan gelombang pada gugus epoksida sekitar 822 cm-1 dan 833 cm-1.

4.3. Analisa Variansi (ANAVA)

Pengujian model persamaan regresi yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisa variansi (ANAVA). Akurasi sebuah model persamaan regresi dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R2. Sebab nilai koefisien determinasi R2 mencerminkan besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel penelitian (Iriawan dkk, 2006). Semakin besar nilai R2 suatu model, maka model semakin baik. Variabel bebas yang digunakan akan menunjukkan pengaruh dan interaksi yang akan tercermin dari persamaan regresi. Berikut adalah hasil analisa ANAVA untuk analisa regresi data eksperimental.

Tabel 10. ANAVA Model Persamaan Regresi Pada Epoksidasi Asam Lemak Sawit Distilat Menjadi Epoksi Menggunakan Minitab 14


(67)

FAKTOR Regresi SS 14271,6 DK 9 MS 1585,73 F 138,69 P 0,000

Linier 11,2 3 2131,43 186,42 0,000

Kuadratik 14175,2 3 4725,06 413,26 0,000

Interaksi 85,3 3 28,43 2,49 0,120

Residual Error 114,3 10 11,43 - -

Lack Of Fit (LOF) 98,5 5 19,69 6,20 0,033

Pure Error 15,9 5 3,17 - -

Total 14385,9 19 - - -

R2 99,2% - - - -

R2 (Adj) 98,5% - - - -

S 3,381 - - - -

Keterangan : SS = Sum of Square; MS = Mean of Square; DK : Derajat Kebebasan

Hasil analisa pada Tabel 4.6. menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 99,2%. Nilai R2 (Adj) sebesar 98,5% dengan nilai S sebesar 3,381. Semakin besar nilai R2 suatu model, maka model semakin baik, karena sebanyak 99,2% perolehan epoksi ditunjukkan oleh tiga variabel penelitian, yaitu konsentrasi katalis amberlite, temperatur dan waktu reaksi. Berdasarkan analisa variansi (ANAVA) model regresi yang tepat untuk epoksi asam lemak sawit distilat dengan menggunakan 3 variabel bebas adalah regresi linier. Untuk regresi linier ditunjukkan dengan F sebesar 186,42 dengan nilai P = 0,00 (faktor signifikansi Kolmogorov Smirnov = 0,05), hal ini mencerminkan bahwa regresi linier merupakan model persamaan yang signifikan. Untuk regresi kuadratik ditunjukkan dengan F sebesar 413,26 dengan nilai P = 0,00. Sedangkan untuk interaksi ditunjukkan dengan F sebesar 2,49dan nilai P = 0,120. Untuk model regresi kuadratik dan interaksi menunjukkan model yang tidak signifikan, karena nilai P pengamatan telah melampaui faktor signifikansi 5%.


(68)

Selain melalui analisa variansi, uji kenormalan model juga dapat dilihat melalui lack of fit. Hasil analisis pada Tabel 10. menunjukkan hasil uji lack of fit

(LOF) yang juga dapat digunakan untuk menguji kecukupan model. Bila digunakan sebuah hipotesis

Hipotesisnya adalah :

H0 : Tidak ada lack of fit H1 : Ada lack of fit

Hipotesis awal yang mengatakan tidak ada lack of fit berarti model yang dibuat telah sesuai dengan data, sedangkan hipotesis alternatif berarti model yang telah dibuat belum mewakili data.

Daerah Penolakan

Hipotesis awal (H0) akan ditolak bila nilai p kurang dari nilai , sebaliknya, hipotesis awal akan gagal tolak apabila nilai p melebihi . Dari hasil analisis statistika, diperoleh harga lack of fit bernilai 0. Apabila digunakan nilai sebesar 5%, maka hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat telah dapat mewakili data.


(69)

Fit t e d V a lu e R e s id u a l 70 60 50 40 30 20 10 0 4 3 2 1 0 - 1 - 2 - 3 - 4

Gambar 19. Plot Residual Dengan Taksiran Model

Obse r v a t ion Or de r

R e s id u a l 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 4 3 2 1 0 - 1 - 2 - 3 - 4


(70)

Untuk memeriksa kecukupan model, tidak hanya melihat data lack of fit

(LOF) saja, tetapi juga harus dilakukan analisa residual. Ada tiga hal yang harus dilalakukan dalam analisa residual, yaitu :

1. Membuat plot antara residual dengan taksiran model (Gambar 19.) 2. Membuat plot antara residual dengan order model (Gambar 20.) 3. Memeriksa kenormalan residual (Gambar 21.)

Gambar 19. menunjukkan titik-titik telah membentuk sebuah pola yang acak, hal ini dapat menyimpulkan bahwa model regresi yang dibuat telah cukup tepat dengan data. Gambar 20. digunakan untuk memeriksa residual dengan order model. Dalam analisa statistika Minitab 14, dapat dilakukan analisa terhadap unusual observation. Unusual observation adalah kondisi dimana residual antara nilai pengamatan dengan prediksi memiliki penyimpangan yang cukup besar dari pengamatan lainnya. Dengan adanya analisa terhadap besarnya nilai penyimpangan, dapat dilakukan penajaman dan peninjauan pengamatan pada penelitian selanjutnya. Berdasarkan analisa statistika (output ANAVA pada Lampiran 3) untuk penelitian epoksidasi Me.ALSD dengan menggunakan tiga variabel bebas ini, diketahui unusual observation berada pada run (order model) 4, 8 dan 18.

Berdasarkan analisa statistika terhadap taksiran model, konversi epoksi (oksiran) yang diperoleh untuk run 4, 8 dan 18 secara berturut-turut adalah 13,368%, 6,742% dan 70,802%. Tahap selanjutnya untuk verifikasi model persamaan adalah dengan menganalisa uji kenormalan residual. Interpretasi kenormalan dilakukan


(71)

dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (KS), sehingga besarnya nilai yang digunakan adalah 5%. Berdasarkan data statistika Kolmogorov Smirnov pada lampiran 4 untuk = 0,05 dan jumlah pengamatan sebanyak 20 pengamatan diperoleh 0,294 (uji dua arah). Nilai ini akan dijadikan pedoman dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil uji kenormalan data penelitian.

Residual P e r c e n t 5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1

Gambar 21. Plot Distribusi Normal Residual Model Regresi

Gambar 21. di atas menunjukkan bahwa titik residual yang dihasilkan telah sesuai atau mendekati garis lurus yang ditentukan berdasarkan data (residual), maka residual telah mengikuti distribusi normal. Sebaliknya, apabila residual tidak mengikuti garis lurus atau banyak penyimpangan, maka ada indikasi bahwa residual tidak mengikuti distribusi normal. Keputusan bahwa suatu data telah mengikuti


(72)

distribusi normal diperkuat oleh informasi rata-rata dan standar deviasi residual sebesar 76,06 dan 5,852. Rata-rata residual sangat kecil karena mendekati 0. Nilai statistik Kolmogorov Smirnov pengamatan adalah 0,166 dan nilai p uji normal residual grafik melebihi 15%. Nilai statistik Kolmogorov Smirnov yang diperoleh dari pengamatan kurang dari nilai statistik Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4, yaitu 0,294. Oleh karena itu, kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model regresi linier yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Sehingga, asumsi kenormalan residual pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model regresi linier sehingga model regresi yang dibuat telah sesuai dan dapat digunakan.

4.4. Analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam

Hasil analisa bilangan iod, bilangan hidroksi dan bilangan asam bahan baku Me.ALSD dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil tersebut bilangan iod mengalami penurunan dari 50,651 mg/g menjadi 2,150 mg/g setelah epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 11.

Bilangan iod menunjukkan banyaknya jumlah ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam minyak dan lemak. Bilangan iod juga sebagai indikator tingkat epoksidasi dimana bilangan iod akan mengalami penurunan seiring dengan semakin tingginya tingkat epoksi. Penurunan bilangan iod disebabkan degradasi ikatan rangkap oleh senyawa asam peroksi menghasilkan senyawa epoksi. Dari hasil penelitian Sinaga, Mersi S., (2005) yang melakukan epoksidasi menggunakan katalis asam sulfat menunjukkan bilangan iod menurun seiring meningkatnya konversi epoksi.


(73)

Bilangan hidroksi bahan baku Me.ALSD sebesar 0,6592 mg KOH/g mengalami peningkatan pada senyawa epoksi menjadi 2,624 mg KOH/g. Hal ini memberikan bukti terjadinya pemutusan ikatan rangkap pada senyawa hasil epoksidasi. Terbentuknya gugus hidroksi (ikatan O-H) sehingga meningkatkan bilangan hidroksi pada larutan senyawa epoksi ini disebabkan oleh pembentukan hasil reaksi samping yaitu hidrolisis terhadap metil ester. Ini dikarenakan katalis amberlite merupakan katalisator dengan efisiensi yang tinggi dan dirancang untuk mengkatalisis antar reaksi-reaksi lain (Merck KgaA, Darmstadt Catalog Chemical Reagent, 2002). Keberadaan katalis amberlite asam peroksida sebagai oksidanya dapat dengan mudah menyerang ester lemah secara relatif dari ikatan rangkap minyak nabati (Vlcek, dkk, 2006).

Bilangan asam bahan baku Me.ALSD sebesar 5,8899 mg KOH/g mengalami peningkatan pada senyawa epoksi menjadi 15,153 mg KOH/g. Hal ini memperlihatkan bertambahnya asam lemak jenuh dan berkurangnya kadar asam lemak tidak jenuh dengan terjadinya pemutusan ikatan rangkap (C=O).


(74)

Tabel 11. Hasil analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam Senyawa Epoksi

Parameter Hasil Bilangan Hidroksi (mg KOH/g) 2,624

Bilangan Iodin (mg/g) 2,150

Bilangan Asam (mg KOH/g) 15,153

Hubungan Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam dengan Konversi Oksigen Oksiren digambarkan dengan grafik bar pada Gambar 22.

Gambar 22. Hubungan Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam dengan Konversi Oksigen Oksiren


(75)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai epoksidasi terhadap Me.ALSD menggunakan katalis amberlite, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Kondisi optimum reaksi diperoleh pada konsentrasi katalis amberlite sebesar 25% (b/b), temperatur reaksi 70oC dan waktu reaksi selama 24 jam dengan konversi oksigen oksiren sebesar 70,802 %.

5.2. Saran

Untuk penelitian mengenai epoksidasi dari metil ester asam lemak sawit distilat (Me.ALSD) menggunakan katalis amberlite, beberapa hal berikut ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian selanjutnya : 1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan studi waktu reaksi,

konsentrasi dan suhu reaksi dan dipilih sebagai variabel tetap. Dengan demikian penetapan waktu reaksi, konsentrasi dan suhu reaksi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan konversi oksigen oksiran.

2. Pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut pada reaksi epoksidasi dengan katalis amberlite bisa terjadi pada perbandingan mol hidrogen peroksida terhadap bahan baku metil ester asam lemak sawit destilat (Me.ALSD) dan dapat digunakan sebagai variabel bebas.


(1)

Tabel 11. Hasil analisa Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam Senyawa Epoksi

Parameter Hasil Bilangan Hidroksi (mg KOH/g) 2,624

Bilangan Iodin (mg/g) 2,150

Bilangan Asam (mg KOH/g) 15,153

Hubungan Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam dengan Konversi Oksigen Oksiren digambarkan dengan grafik bar pada Gambar 22.

Gambar 22. Hubungan Bilangan Iod, Bilangan Hidroksi dan Bilangan Asam dengan Konversi Oksigen Oksiren


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai epoksidasi terhadap Me.ALSD menggunakan katalis amberlite, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Kondisi optimum reaksi diperoleh pada konsentrasi katalis amberlite sebesar 25% (b/b), temperatur reaksi 70oC dan waktu reaksi selama 24 jam dengan konversi oksigen oksiren sebesar 70,802 %.

5.2. Saran

Untuk penelitian mengenai epoksidasi dari metil ester asam lemak sawit distilat (Me.ALSD) menggunakan katalis amberlite, beberapa hal berikut ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian selanjutnya : 1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan studi waktu reaksi,

konsentrasi dan suhu reaksi dan dipilih sebagai variabel tetap. Dengan demikian penetapan waktu reaksi, konsentrasi dan suhu reaksi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan konversi oksigen oksiran.

2. Pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut pada reaksi epoksidasi dengan katalis amberlite bisa terjadi pada perbandingan mol hidrogen peroksida terhadap bahan baku metil ester asam lemak sawit destilat (Me.ALSD) dan dapat digunakan sebagai variabel bebas.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S., F. Ahmad, and S.M. Osman, 1984, Derivatization of Keto Fatty Acids: V. Syinthesis and Characterization of 1,3 Dioxolane, JAOCS 61 (9): 1464-1465.

Anonim, 1966, Gas Chromatografic Analysis of The Fatty Acid, Kent Hammarstrand Applications Chemist, Varian Aerograph, California.

Anonim, 1977, Lipids Analysis, Pergamon International Library, Oxford, New York.

Ayorinde, F.O., Bobby D. Butler and Marcella T. Clayton,1990. Vernonia galamensis : A rich Source of Epoxy Acid. JAOCS 67 (11) : 844-845.

Carlson, R.D., and S.P.Chang, 1985, Chemical Epoxidation of Natural Unsaturated Epoxy Seed Oil From Verononia Galamensis and a Look at Epoxy Oil Market, JAOCS 62 (5): 924-939.

Cochran,W.G., Cox, G.M., 1976, Experiment Designs. 2nd ed John Wiley and Sons Inc., New York.

Corley, R.V.H., and J.J Hardon, 1976, Oil Palm Research Elsevier Scientific Pub. Co., New York.

Elisabeth, Jenny., Jatmika,Angga., E.Nainggolan., dan D.M Malau, 1998, Preparasi Mono-dan Digliserida Dari Minyak Sawit Dengn Gliserolisis Enzimati, Jurnal Penelitian Kelapas Sawit 6(1): 79-94

Gall, R.J., and F.P. Greenspan, 1995, Epoxy Compound From Unsaturated Fatty Acid Ester, Industrial and Engineering Chemistry 47(1):147-148.

Gen Klaas, M.R., S. Warwel, 1996, CHemoenzymatic Epoxidation of Unsaturated Fatty Acid Esters and Plant Oils. JAOCS 73 (11) : 1453 – 1457.

Godtfredsen, S.E., O. Kirk, and F. Bjorkling, 1991, A Process for Preparing Peroxocarboxylic Acids Using an Enzyme Catalyst, WO 91/04333.


(4)

Haya, Marlina Daniel, 1991, Mempelajari Pembuatan Senyawa Epoksi dari Minyak Kelapa Sawit Kasar, Tesis. IPB, Bogor.

Haryati, T., dan Buana. L, 1992, Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Kristalisasi Terhadap Pemisahan Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit, Menara Perkebunan, 60(3), 94-98.

Haryati, T., dan Oerip,S, 1991, Epoksidasi Metil Ester Asam Lemak dari Fraksi Olein, Menara Perkebunan, 60(3), 90-94.

Hendrawati, T.Y., 1992, Hidrolisis Minyak Biji Karet dengan Katalisator Reagen Twitchell, Laporan Penelitian, Yogyakarta, Lab. Proses Kimia Jurusan Teknik Kimia FT. UGM.

Koto, Zulham S., 1992, Pembuatan Senyawa Epoksi Metil Ester Asam Lemak dari Fraksi Olein Minyak Sawit, Tesis, IPB, Bogor.

Kumoro, A.C, 1995, Hidrolisis Minyak Biji Kluwak pada suhu diatas 1000C., Laporan Penelitian, Yogyakarta, Lab. Proses Kimia Jurusan Teknik Kimia FT. UGM.

Kirk, R.E., and D.F. Othmer, 1965, Encyclopedia of Chemical Technology, Vol. 2nd ed., John Wiley and Hall., London.

Kwart, H., and D. M. Hoffman, 1996, Journal Organic Chemistry Chemical Society Northampton Streets Easton, Perrisylvania, 31:419-425.

Merck KgaA, Darmstadt, Catalog Chemical Reagent, edited by DR Wolfgang Baden, 2002)

Lemoult, S.C., P.F. Richardson and S.M. Roberts, 1995, Lipase-Catalyzed Baeyer-Villiger Reactions, J. Chem. Soc., Perkin Trans. I:89.

Paquot, C dan A. Hantfene, 1987, Standart Methods for The Analysis of Oils, Fats, and Derivates of The IUPAC, Blackwell Scientific Pub, London.

Sadi,S., K. Pamin, and Darnoko, 1995, Preparation of Butyl Epoxystearate From Palm Oil and Palm Fatty Acid, Paper is presented at 21st World Congres and


(5)

Exhibition of The International Socienty for Fat Research 1 – 6 Oct, The Hagua, Netherland.

Sadi, S., 1992, Proses In- Situ Epoksidasi Minyak Sawit, Buletin Perkebunan, 23 (2), 115 – 1234.

Sinaga, Mersi S., 2005, Optimasi Proses Pembuatan Senyawa Epoksi dari Metil Ester Palm Fatty Acid Distillate, Tesis, USU, Medan.

Sofiah, 1989, Hidrolisis Minyak Biji Karet dengan Katalisator Damar Penukar Ion. Laporan Penelitian, Yogyakarta, Lab. Proses Kimia Jurusan Teknik Kimia FT. UGM.

Swern, D., 1982, Bailey’s Industrial Oil and Fat Producs, Vol 1 dan 2, 4th ed., John Wiley & Sons, New York.

Upidi , K., 1979, Styrene Butadien, Epoxidation of a Block Polymer, JAPS, 23:3301-3309.

Vlcek, Tomas and Zoran S.Petrovic, 2006. Optimization of Chemoenzymatic Epoxidation of Soybean Oil. JAOCS 83 (3) : 247 – 252.

Warwel, S., M. Ruch gen. Klaas, and M. Sojka, 1991, Formation of Vicinal Diols by Re2O7-Catalyzed Hydroxylation of Alkenes with Hydrogen Peroxide, J. Chem. Socs., Chem Commun.:1578-1579.

Wood, W., and J. Termini, 1958, Ion Exchange Resin Catalyst Stability in In Situ Epoxidation, JAOCS 35(7):331-335.

Yadav, G.D. and K. Manjula Devi, 2001. A. Kinetic Model for Enzyme – Catalyzed Self – Epoxidation of Oleic Acid. JAOCS 78 (4) : 347 – 351.

Yamamura, S., M. Nakamura, and T. Takeda, 1989, Synthesis and Properties of Destructible Anionic and Cationic Surfactants with a 1,3-Dioxolane ring, JAOCS 66(8):1165-1170.

Yuliasari, R dan Herawan T., 1999, Peranan H2SO4 Pada Reaksi Epoksidasi Metil Oleat Asam Lemak Sawit, Warta PPKS 7(2): 81 – 86.


(6)

http ://www.Rephi’s Weblong, 2007. http : // id.Wikipedia.org/wiki/katalis.