Strategi Pengendalian Pencemaran Organik Di Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Tasikagung Rembang Jawa Tengah

STRATEGI PENGENDALIAN PENCEMARAN ORGANIK
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIKAGUNG
REMBANG JAWA TENGAH

NELY ZULFA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengendalian
Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Nely Zulfa
NRP P052130471

RINGKASAN
NELY ZULFA. Strategi Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung Rembang Jawa Tengah. Dibimbing oleh
ETTY RIANI dan HEFNI EFFENDI.
Pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan
yang merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah.
Keberadaan pelabuhan perikanan juga merupakan salah satu upaya dalam rangka
mempercepat kemajuan kawasan pesisir, dengan mengoptimalkan sumberdaya
pantai, melalui peningkatan sarana dan prasarana di bidang perikanan. Bahan
limbah yang berada di wilayah pesisir sebagian besar dibuang ke laut. Aktivitas
rutin yang terjadi di pelabuhan perikanan berpotensi sebagai sumber pencemar.
Hal tersebut karena limbah yang berasal dari aktivitas perikanan berpotensi
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan perairan diantaranya sampah yang
merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah

domestik. Sampah organik merupakan sampah yang dalam proses penguraian
memerlukan oksigen.
Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) Analisis kualitas air diwilayah perairan
PPP Tasikagung sebagai dasar untuk penilaian mutu lingkungan perairan akibat
aktivitas pelabuhan perikanan; 2) Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran
mengenai aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah organik yang dihasilkan di
PPP Tasikagung; 3) Menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP
Tasikagung serta dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung; 4)
Merancang strategi pengendalian pencemaran organik terhadap keberadaan PPP
Tasikagung. Untuk memperoleh metode tersebut yang digunakan adalah metode
purposive sampling melalui observasi langsung, wawancara mendalam dengan
pelaku aktivitas pelabuhan, studi pustaka terkait, dokumentasi serta analisis
strategi yang digunakan adalah dengan AHP.
Hasil analisis laboratorium terhadap parameter kualitas air laut pada 13 titik
sampling (lima stasiun) sesuai Keputusan Menteri LH No 5 Tahun 2004
memperlihatkan besar nilai beberapa parameter yang sudah melebihi nilai ambang
batas baku mutu pada masing-masing titik pengambilan sampel. Diantaranya
parameter fisika dan kimia tidak memenuhi baku mutu lingkungan tersebut.
Indeks keanekaragaman makrozoobenthos pada titik sampling 2 tercemar sedang
(1,277), titik sampling 3 tercemar berat (0,637), sedangkan pada titik sampling 13

masih tercemar ringan (1,05). Sumber pencemaran laut dan pantai secara umum
berasal dari berbagai kegiatan baik di darat maupun di laut. Namun demikian
sumber pencemaran laut dapat berasal dari limbah industri, limbah pemukiman,
dan limbah alami. sumber pencemar perairan pelabuhan secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah di luar kawasan dan kegiatan dalam
kawasan pelabuhan yang menghasilkan limbah. Sumber antropogenik yang paling
banyak memberikan kontribusi kontaminasi ke lingkungan laut diantaranya
limbah domestik karena di PPP Tasikagung berada dekat dengan pemukiman
padat penduduk. Oleh sebab itu, pengolahan limbah harus dilakukan dengan baik
dan benar agar tidak berdampak terhadap perairan tersebut. Sementara itu,
persepsi mengenai lingkungan di PPP Tasikagung sangat penting karena biasanya
keputusan atau pilihan perencanaan ditentukan oleh persepsi lingkungan dari

perencana. Apabila perencana tidak mencoba memahami persepsi lingkungan
masyarakat kemungkinan besar kualitas lingkungan baik tidak akan tercipta.
Persepsi penilaian keberadaan PPP Tasikagung dapat meliputi kualitas air,
ekonomi, sosial dan kelembagaan. Jumlah responden secara keseluruhan memberi
tanggapan terhadap keberadaan PPP Tasikagung setuju (85%), sangat setuju
(10%), sangat setuju (5%) dan sangat tidak setuju, tidak setuju (0%) artinya
masyarakat Tasikagung sangat beranggapan positif terhadap keberadaan PPP

Tasikagung. Adanya PPP Tasikagung hal ini sangat berpengaruh terhadap sektor
perekonomian masyarakat Rembang dan sekitarnya. Pembangunan pelabuhan
perikanan pantai memiliki tujuan untuk membangun masyarat pesisir guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan.
Pendekatan analisis hierarki proses (AHP) untuk mendapatkan skenario optimal
dalam pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung Rembang. Alternatif
pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung diurutkan sesuai
prioritasnya adalah penyadaran masyarakat tentang sanitasi lingkungan (0,437),
prioritas kedua adalah pengadaan IPAL di pelabuhan (0,328), prioritas ketiga
adalah penegakan hukum lingkungan (0,167) dan urutan ke empat adalah
pembersihan laut dari sampah (0,068) dengan inconsistency 0,08.
Kata kunci: Pelabuhan perikanan, limbah, analisis hierarki proses

SUMMARY
NELY ZULFA. Organic Pollution Control Strategy at the Fishery Port Beach
Tasikagung Rembang, Central Java. Supervised by ETTY RIANI and HEFNI
EFFENDI.
Fishing port is an area of fisheries development an embryonic economic
development in an area. The existence of the fishing port is also one of the efforts
in order to accelerate the progress of the coastal region, by optimizing the coastal

resources, through the improvement of facilities and infrastructure in the field of
fisheries. The waste material in the coastal areas largely thrown into the sea.
Routine activities that occur in the fishing port as a potential source of
contaminants. This is because the waste originating from fishing activity has the
potential to cause pollution to the marine environment include garbage which is
one of the main ingredients contained in domestic waste disposal. Organic waste
is waste that in the process of decomposition requires oxygen.
The objectives of this research are 1) Analysis of water quality in the region
of Fishery Port Tasikagung Beach waters as a basis for assessing the quality of the
aquatic environment due to the activity of fishing ports; 2) Identify and get an
overview of port activity and management of organic waste generated in the the
Fishery Port Beach Tasikagung; 3) Analyze public perception of the existence of
Fishery Port Tasikagung Coast as well as the impact of the existence of Fishery
Port Tasikagung Beach; 4) Designing organic pollution control strategies against
the existence Ports Tasikagung coastal fisheries. To obtain the method used is
purposive sampling method through direct observation, in-depth interviews with
perpetrators of port activity, related literature, documentation and analysis of the
strategies used is the Analytical hierarchy process.
The results of laboratory analysis of the parameters of the sea water quality
at 13 sampling points (five stations) according to the Decree of the Minister of

Environment No 5 of 2004 shows the great value of several parameters that have
exceeded the threshold value quality standards at each sampling point. Among the
physical and chemical parameters do not meet the environmental quality
standards. Diversity index of Macrozoobenthos at the sampling point 2
contaminated medium (1.277), the sampling point 3 heavily polluted (0.637),
whereas at the sampling point 13 is still lightly polluted (1.05). The coastal
pollution sources and marine are generally derived from various activities both on
land and at sea. Nevertheless marine pollution source can originate from industrial
waste, residential waste, and natural waste. Pollutant sources harbor waters
broadly grouped into two waste outside the region and activities within the port
area that produce waste. Most anthropogenic sources contributing to the
contamination of the marine environment such as domestic waste in the fishing
port beach Tasikagung near densely populated. Therefore, waste treatment must
be done properly in order not to affect these waters. Meanwhile, the perception of
the environment in coastal fishing ports Tasikagung very important because it is
usually a decision or choice is determined by the perception of the environmental
planning of the planner. If the planner does not try to understand the perception of
society is most likely a good environmental quality will not be created. Existence
perception assessment coast fishing port Tasikagung can include water quality,
economic, social and institutional. The number of respondents as a whole to


respond to the existence of the fishing port beach Tasikagung agree (85%)
strongly agree (10%) strongly agree (5%) and strongly disagree, disagree (0%)
means that people Tasikagung very considered positive for the existence of coast
fishing port Tasikagung. The existence of coastal fishing port Tasikagung it
affects the economic sector of Rembang and surrounding communities.
Development of coastal fishing port has a goal to build coastal communities in
order to improve the welfare of the community, especially the fishing community.
Approach to the analysis of hierarchy process (AHP) to obtain the optimum
scenario in organic pollution control Tasikagung beach in the fishing port of
Rembang. Alternative pollution control organic in the fishing port beach
Tasikagung sorted according to priority is public awareness about environmental
sanitation (0.437), the second priority is the provision of wastewater treatment
plant in the port (0.328), the third priority is the enforcement of environmental
law (0.167) and ranks fourth is the cleansing sea of garbage (0.068) with an
inconsistency index of 0.08.
Keywords: Fishing port, waste, analytical hierarchy process

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENGENDALIAN PENCEMARAN ORGANIK
DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIKAGUNG
REMBANG JAWA TENGAH

NELY ZULFA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr-Ing Ir Suprihatin

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tesis ini ialah pengendalian pencemaran organik, dengan judul Strategi
Pengendalian Pencemaran Organik di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Tasikagung Rembang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etty Riani, MS dan Bapak
Dr Ir Hefni Effendi, MPhil selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi
pengetahuan dan saran dalam penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dikti Kemendikbud RI atas beasiswa yang diberikan selama
studi.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya disampaikan
kepada kedua orang tua (Kafil Sodikin dan Syamsiyah), bapak dan ibu mertua

(Alm. Ramin dan Rubiatun, SPd), serta adik-adikku atas segala doa, dukungan
dan motivasinya. Ucapan terima kasih spesial penulis sampaikan kepada suami
tercinta (Eko Riyanto, SPd MKom) atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Januari 2016
Nely Zulfa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat
Kerangka Kepemikiran
2 TINJUAN PUSTAKA
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Jenis Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Fungsi Pelabuhan Perikanan

Sumber Pencemaran di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Makrozoobenthos
Analisis Hierarki Proses (AHP)
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Analasis Data
4 KEADAAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN
PANTAI TASIKAGUNG
Sejarah Perkembangan Pelabuhan Perikanan
Letal Geografis dan Administratif
Hidroocenografi
Perumahan Nelayan
Fasilitas Perbaikan Kapal dan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional
Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Peraturan tentang Kualitas Air
Realisasi Pengelolaan Lingkungan PPP Tasikagung
Kualitas Air di PPP Tasikagung
Identifikasi serta Gambaran Mengenai Aktivitas Pelabuhan dan
Pengelolaan Limbah yang Dihasilkan di PPP Tasikagung
Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan PPP Tasikagung
Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung
6 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
xv
xv
1
1
2
3
3
3
5
5
7
7
8
16
17
20
20
20
20
22
23
24
29
29
30
31
33
37
37
39
39
42
45
59
64
66
72
73
79

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Skala banding secara berpasangan dalam AHP
Paramater kualitas air yang diteliti
Hubungan nilai IP dengan status mutu air
Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener
Jumlah kapal di Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung
Data bidang perikanan dan kelautan Kabupaten Rembang tahun
2011-2013
7 Keuntungan, produksi dan retribusi 3,5% TPI se-Kabupaten
Rembang tahun 2014
8 Jumlah volume dan nilai produksi tahunan PPP Tasikagung Unit 1
9 Jumlah volume dan nilai produksi tahunan PPP Tasikagung Unit 2
10 Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan pelabuhan
11 Nilai pengukuran paramater fisik, kimia dan biologi di perairan PPP
Tasikagung Rembang
12 Lokasi pengambilan sampel kualitas air
13 Indeks pencemaran (Pij) untuk perairan pelabuhan
14 Indeks pencemaran (Pij) untuk biota laut
15 Hasil pengukuran makrozoobenthos di perairan PPP Tasikagung
Rembang
16 Jumlah plastik yang digunakan oleh nelayan kapal cantrang di PPP
Tasikagung Rembang dalam setiap trip
17 Capaian kinerja sasaran terbangunnya sarana dan prasarana yang
Mendukung terwujudnya sea front city

19
21
24
26
34
35
37
38
38
42
46
47
56
56
57
59
67

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran
4
2 Lokasi penelitian di PPP Tasikagung
20
3 Tingkat hierarki proses strategi pengendalian pencemaran organik
di PPP Tasikagung Rembang
28
4 Struktur organisasi kantor di Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung
sesuai dengan Pergub No 6 tahun 2008
30
5 Peta informasi cuaca pelayaran tanggal 30 Januari 2015
32
6 Peta informasi cuaca pelayaran tanggal 3 Februari 2015
32
7 Hasil pengukuran suhu air di beberapa lokasi penelitian
47
8 Hasil pengukuran TSS di beberapa lokasi penelitian
48
9 Hasil pengukuran kekeruhan di beberapa lokasi penelitian
49
10 Hasil pengukuran pH di beberapa lokasi penelitian
50
11 Hasil pengukuran fosfat di beberapa lokasi penelitian
50
12 Hasil pengukuran nitrat (NO3-) di beberapa lokasi penelitian
51
13 Hasil pengukuran nitrit (NO2 ) di beberapa lokasi penelitian
52
14 Hasil pengukuran salinitas di beberapa lokasi penelitian
52
15 Hasil pengukuran BOD di beberapa lokasi penelitian
53
16 Hasil pengukuran COD di beberapa lokasi penelitian
53
17 Hasil pengukuran DO di beberapa lokasi penelitian
54
18 Hasil pengukuran amonia total dan N total di beberapa
lokasi penelitian
55
219 Hasil pengukuran sulfat (SO4 ) di beberapa lokasi penelitian
55
20 TPI Tasikagung
60
21 Sampah berserakan
60
22 Diagram jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden
62
23 Diagram jenis pekerjaan responden
63
24 Diagram jumlah anggota keluarga dan jumlah penghasilan
63
25 Diagram prosentase responden terhadap keberadaan PPP Tasikagung 65
26 Hasil perhitungan aspek dengan menggunakan soflware expert choice 68
27 Hasil perhitungan alternatif dengan menggunakan soflware
choice
69

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Sertifikat hasil uji laboratorium mutu air
Laporan pengujian makrozoobenthos
Identitas responden
Rekapitulasi skor likert
Skor akhir likert

79
82
88
90
91

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mendukung kekayaan alam
potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan tersebut
diantaranya dari sisi sumber daya perikanan, sumber daya mineral tambang dan
lain-lain (Mukhtasor, 2007). Indonesia merupakan negara maritim oleh sebab itu
di sekitar pulau di Indonesia banyak terdapat pelabuhan perikanan. Perikanan
mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan
kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup masyarakat pada
umumnya dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan
sumberdaya ikan. Disamping itu perikanan merupakan salah satu kegiatan
pembangunan yang terbukti dapat tetap bertahan dalam kondisi krisis ekonomi
yang pernah dialami Bangsa Indonesia beberapa tahun lalu. Sesuai Permen
Kelautan dan Perikanan RI No 08/ MEN/ 2012 pelabuhan perikanan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/ atau bongkar muat ikan
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan. Hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan
industri perikanan yang merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu
daerah (Suherman dan Dault 2009). Disamping itu keberadaan pelabuhan
perikanan merupakan salah satu upaya dalam rangka mempercepat kemajuan
kawasan pesisir dengan mengoptimalkan sumberdaya pantai melalui peningkatan
sarana dan prasarana dibidang perikanan. Namun pada kenyataannya hampir
seluruh kegiatan yang berada di wilayah pesisir membuang bahan limbah mereka
ke laut (Ediyanto, 2008).
Kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang terletak di bagian Utara
Pantai Pulau Jawa dengan luas sebesar 1.014 km2 dan garis pantai sepanjang 63,5
km. 35% dari luas wilayah tersebut merupakan kawasan pesisir, seluas 355,95
km2. Secara geografis, Kabupaten Rembang terletak di antara 111o00’- 111o30’
Bujur Timur dan 06o30’- 07o00’ Lintang Selatan dengan 14 wilayah kecamatan,
yaitu Kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, Sarang, Sale, Sedan,
Gunem, Pamotan, Sulang, Sumber, Bulu, Pancur. Sebelah utara berbatasan
dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Blora, sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Tuban, dan sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Pati. PPP Tasikagung merupakan salah satu pelabuhan perikanan
terbesar di Kabupaten Rembang dan tulang punggung perekonomian di
Kecamatan Rembang (DKP 2013). Di Kabupaten Rembang memiliki 14 TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) namun yang aktif beroperasi ada 11 TPI yang tersebar
di enam kecamatan di sekitar kawasan pesisir Kabupaten Rembang, yaitu Kaliori,
Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. Hasil perikanan 60 % yang ada di
Kabupaten Rembang berasal dari Kecamatan Rembang.
Pelabuhan Perikanan Pantai Tasikagung sebagai penyedia fasilitas
operasional kapal-kapal perikanan memiliki peran yang cukup signifikan dalam

2

mendukung kegiatan peningkatan perikanan laut. Keberadaan pelabuhan
perikanan perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangan dan
implementasi sebagai penyedia fasilitas pokok kegiatan penangkapan perikanan
laut, hal ini juga berpotensi sebagai sumber limbah. Aktivitas rutin yang terjadi di
pelabuhan perikanan berpotensi sebagai sumber pencemar karena limbah yang
berasal dari aktivitas perikanan tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan perairan diantaranya sampah yang merupakan salah satu
bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah domestik. Sampah yang
dalam proses penguraian memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung
sampah organik.
Pelabuhan perikanan juga merupakan titik kedua (setelah kapal) yang
potensial sebagai sumber kontaminan bagi produk perikanan sebelum
didistribusikan, diolah dan dipasarkan. Oleh karena itu praktek sanitasi dan
higienis lingkungan pelabuhan merupakan faktor kunci dalam menekan tingkat
kontaminasi produk perikanan. Kegiatan manusia yang berkaitan dengan bahan
kimia dapat mempengaruhi perairan pantai dan lautan terbuka (Weis, 2014).
Disamping itu aktivitas sosial ekonomi di PPP Tasikagung belum disertai dengan
berfungsinya fasilitas yang disediakan sesuai harapan, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas air di sekitar lokasi pelabuhan perikanan yang
berada di sekitar perairan PPP Tasikagung. Dampak adanya pencemaran di sekitar
perairan akan mengakibatkan keanekaragaman spesies menurun (Sastrawijaya,
2000). Disamping itu juga rusaknya suatu ekosistem selalu tidak terlepas dari
masyarakat yang tinggal di dalam ekosistem tersebut ( Erari et al. 2012). Selain itu
dampak adanya pencemaran terhadap organisme perairan mengakibatkan
menurunnya keanekaragaman dan kemelimpahan hayati pada lokasi yang terkena
dampak pembuangan limbah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui
pengaruh aktivitas PPP Tasikagung terhadap kualitas air sekitar PPP Tasikagung,
jenis aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan serta persepsi
masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung dan dampak yang ditimbulkan,
merancang strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung sesuai
dengan kondisi yang ada saat ini.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas terlihat bahwa
ada keterkaitan fungsi pelabuhan perikanan dengan penurunan kualitas air yang
terjadi di wilayah perairan PPP Tasikagung. Oleh karena itu, rumusan
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini diajukan dalam beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah aktivitas pelabuhan perikanan berpengaruh terhadap penurunan
kualitas air di wilayah PPP Tasikagung?
2. Bagaimana aktivitas pelabuhan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan di PPP
Tasikagung?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung dan
dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung?
4. Strategi seperti apa yang dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran
organik terhadap keberadaan PPP Tasikagung?

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Analisis kualitas air di wilayah perairan PPP Tasikagung sebagai dasar untuk
penilaian mutu lingkungan perairan akibat aktivitas pelabuhan perikanan.
2. Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran mengenai aktivitas pelabuhan
dan pengelolaan limbah organik yang dihasilkan di PPP Tasikagung.
3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan PPP Tasikagung serta
dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PPP Tasikagung.
4. Merancang strategi pengendalian pencemaran organik terhadap keberadaan
PPP Tasikagung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yaitu :
1. Bagi penulis: menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kondisi terkini
kualitas air PPP Tasikagung akibat pengaruh pengaruh aktivitas pelabuhan
perikanan dan pengelolaan limbah organik di PPP Tasikagung sehingga dapat
dijadikan acuan dalam memberikan masukan kebijakan pengelolaan
lingkungan pelabuhan yang optimal.
2. Bagi masyarakat: memperoleh informasi tentang kualitas air PPP Tasikagung
sebagai dasar penilaian mutu lingkungan perairan akibat aktivitas pelabuhan
perikanan.
3. Bagi pemerintah: sebagai dasar masukan dalam menentukan prioritas kebijakan
perencanaan pengelolaan PPP Tasikagung dengan memperhatikan kualitas
lingkungan.
Kerangka Pemikiran
Sumber pencemaran diantaranya berasal dari aktivitas pelabuhan perikanan
meliputi aktivitas daratan dan aktivitas perairan. Aktivitas tersebut sebagai
kegiatan, masyarakat, pemerintahan dan kegiatan bisnis perikanan. Aktivitas
tersebut menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Keberadaan limbah tersebut
apabila tidak di kelola dengan baik dan benar akan mengganggu perairan PPP
Tasikagung sehingga kualitas lingkungan pelabuhan menurun. Disamping itu
kegiatan bisnis perikanana harus tetap diatur, dibina, dikendalikan dan diawasi
sehingga menjadi sustainable fisheries. Keberlanjutan perikanan diartikan sebagai
konservasi jangka panjang sehingga sebuah kegiatan perikanan akan disebut
berkelanjutan apabila mampu melindungi Sumber Daya Perikanan (SDP) dari
kepunahan. Dengan demikian, pelabuhan diharapkan dapat menjadi tempat
kontrol jumlah dan jenis tangkapan ikan dengan tetap menjaga kualitas perairan.
Di sekitar perairan PPP Tasikagung merupakan pemukiman yang cukup padat,
dari pemukiman tersebut menghasilkan limbah domestik. Limbah pengolahan
ikan juga mencemari perairan sebagai bahan pencemar organik yang masuk ke
perairan PPP Tasikagung pada konsentrasi tertentu akan menyebabkan
menurunnya kualitas air ditandai oleh berubahnya sifat fisik kimia perairan pada
proses selanjutnya akan membahayakan bagi kehidupan organisme perairan
terutama makrozoobenthos, karena sifat hidup hewan ini yang relatif menetap di

4

dasar perairan. Kehidupan organisme perairan dapat tercermin dari struktur
komunitasnya terutama nilai indeks keanekaragaman jenis yang dapat digunakan
sebagai indikator atau petunjuk bagi suatu daerah perairan yang tercemar.
Perairan yang tercemar selain membahayakan bagi organisme penghuninya
juga akan berakibat lanjut terhadap terganggunya keseimbangan ekosistem
perairan di sekitar PPP Tasikagung. Apabila bahan organik yang larut dalam air
akan mengalami penguraian dan pembusukan akibatnya kadar oksigen dalam air
turun drastis sehingga biota perairan akan mati. Penelitian terhadap penduduk
sekitar pelabuhan juga perlu dilakukan hal ini sebagai data pendukung penelitian.
Dalam penelitian ini pendekatan masalah lebih ditekankan pada adanya gangguan
bahan pencemar organik dan pengaruh yang ditimbulkan terhadap kualitas air
(parameter fisik, kimia), organisme perairan (biota) dalam hal ini
makrozoobenthos, dan lingkungan sosial sekitar PPP Tasikagung. Disamping itu
juga dilakukan penelitian terhadap stakeholders yang terkait untuk mendapatkan
masukan dalam membuat strategi pengendalian pencemaran organik. Adapun
hasil yang diharapkan dari penelitian ini instansi yang terkait dapat membuat
strategi pengendalian pencemaran organik di PPP Tasikagung diharapkan sesuai
dengan keadaan sebenarnya. Dasar pemikiran dalam melakukan penelitian
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Aktivitas Pelabuhan Perikanan
Aktivitas Daratan

Aktivitas Perairan

Limbah Padat dan Cair Domestik
Pelabuhan
Perairan PPP Tasik Agung
Kualitas Lingkungan Pelabuhan
(Pencemaran Organik)

Lingkungan Fisik Kimia

Biota

Strategi Pengendalian Pencemaran
PPP Tasik Agung

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Lingkungan Sosial

5

2 TINJUAN PUSTAKA
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 08/MEN/2012 tentang
kepelabuhan perikanan menjelaskan pada pasal 5 PPP diklasifikasikan pelabuhan
perikanan kelas C. PPP adalah pelabuhan perikanan tempat berlabuh atau
bersandarnya kapal-kapal ikan yang melakukan penangkapan di perairan pantai
(Lubis, 2012). Pelabuhan merupakan suatu wilayah yang dapat diorganisir atau
dikelola, baik itu oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan semi
publik, maupun oleh swasta. Agar dapat berfungsi optimal, perubahan haruslah
mempunyai pusat-pusat penggerak untuk pelabuhan perikanan, nelayan
merupakan penggerak utama, setelah itu pedagang, pengolah, buruh dan pegawai
administratif pelabuhan. Selanjutnya agar pelabuhan dapat dikelola dengan baik,
komponen yang berada di pelabuhan tersebut harus dapat menjalankan tugasnya
secara profesional. Nelayan profesional merupakan nelayan yang mempunyai
pengetahuan kenelayanan sehingga nelayan tersebut mengetahui dengan baik
tugasnya dalam menangkap ikan di laut dan melakukan penanganannya selama di
kapal. Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan
ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal,
nasional maupun internasional. Menurut Permen Kelautan dan Perikanan RI No 8
tahun 2012 fungsi pelabuhan perikanan yaitu:
1. Pelabuhan perikanan merupakan pendukung kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan, dan pemasaran.
2. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Pemerintahan; dan
b. Pengusahaan.
3. Fungsi pemerintahan pada pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, merupakan fungsi untuk melaksanakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian, pengawasan, serta keamanan dan keselamatan
operasional kapal perikanan di pelabuhan perikanan.
4. Fungsi pengusahaan pada pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, merupakan fungsi untuk melaksanakan pengusahaan berupa
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal perikanan dan jasa terkait di
pelabuhan perikanan.
5. Fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
a. Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;
b. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;
c. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
d. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;
e. Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan;
f. Pelaksanaan kesyahbandaran;
g. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;
h. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal
pengawas kapal perikanan;
i. Tempat publikasi hasil penelitian kelautan dan perikanan;

6

j. Pemantauan wilayah pesisir;
k. Pengendalian lingkungan;
l. Kepabeanan; dan/atau
m. Keimigrasian.
6. Selain memiliki fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
pelabuhan perikanan dapat melaksanakan fungsi pemerintahan lainnya yang
terkait dengan pengelolaan perikanan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
7. Fungsi pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), meliputi:
a. Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;
b. Pelayanan bongkar muat ikan;
c. Pelayanan pengolahan hasil perikanan;
d. Pemasaran dan distribusi ikan;
e. Pemanfaatan fasilitas dan lahan di pelabuhan perikanan;
f. Pelayanan perbaikan dan pemeliharaan kapal perikanan;
g. Pelayanan logistik dan perbekalan kapal perikanan;
h. Wisata bahari; dan/atau
i. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Lubis (2012) kriteria pelabuhan perikanan di Indonesia
berdasarkan tipenya:
a. Melayani kapal perikanan yang melalukan kegiatan perikanan diperairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial.
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 10 GT.
c. Panjang dramaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalamn kolam
sekurang-kurangnnya minus 2 m.
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.
Pelabuhan perikanan Indonesia diklasifikasikan secara administratif menjadi
empat tipe berdasarkan pada jenis perikanan yang beroperasi (tradisionl, semi
industri atau industri). Tipe perikanan ini akan mencirikan ukuran kapal, daerah
penangkapan, jumlah hasil tangkapan, dan daerah distribusinya. Selain itu,
pengklasifikasian pelabuhan perikanan pada daya tampung kolam pelabuhan,
produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan daerah tujuan pemasarannya.
Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan RI No 8 tahun 2012 tentang
kepelabuhan perikanan, maka pelabuhan perikanan diklasifikasikann menjadi:
a. Pelabuhan Perikanan kelas A, yang selanjutnya disebut Pelabuhan perikanan
Samudera (PPS).
b. Pelabuhan Perikanan kelas B, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN).
c. Pelabuhan Perikanan kelas C, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP)
d. Pelabuhan Perikanan kelas D, yang selanjutnya disebut Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI).
Pengklasifikasian pelabuhan perikanan tersebut pada dasarnya dibuat untuk
mempermudah dalam pengelolaan khususnya dan pengembangan pelabuhan
umumnya. Sebagai contoh, PPP Tasikagung kelas C dapat menampung industri
perikananan haruslah memperhatikan kriteria-kriteria yang sesuai untuk

7

menampung kapal-kapal perikanan yang lebih besar. Dengan kata lain, kolam
pelabuhan haruslah lebih dalam dan mempunyai dermaga yang lebih panjang.
Jenis Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Pengklasifikasian fasilitas pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan
ikan berikut ini diuraikan berdasarkan hasil pengklasifikasian dari Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan (Lubis, 2012)
dikelompokkan menjadi:
a. Fasilitas pokok
Merupakan fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu
pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran
kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu
berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok diantaranya:
1. Dermaga
2. Kolam pelabuhan
3. Alat bantu navigasi
4. Breakwater atau pemecah gelombang
b. Fasilitas fungsional
Merupakan fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari
fasilitas kegiatan pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan.
Fasilitas fungsional diantaranya:
1. Penanganan hasil tangkapan dan pemasaran: Tempat pelelangan ikan (TPI),
fasilitas pemeliharaan hasil tangkapan ikan, penyediaan lahan yang cukup
untuk perbaikan alat tangkap ikan yang rusak, pabrik es, gudang es, fasilitas
pendingin (cool room, cold storage, gedung-gedung pemasaran).
2. Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkap ikan:
lapangan perbaikan alat penangkapan ikan, ruangan mesin, tempat
penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, vessel
lift.
3. Fasilitas perbengkelan: tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar
4. Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB.
c. Fasilitas penunjang
Merupakan fasilitas yang secara tidak langsung akan meningkatkan
peranan pelabuhan sehingga para pengguna mendapatkan kenyamanan
melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang diantaranya:
1. Fasilitas kesejahteraan: MCK, poliklinik, tempat tinggal, kantin/ warung,
musola.
2. Fasilitas administrasi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor
syahbandar, kantor beacukai.
Fungsi Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan tentunya berbeda dengan jenis pelabuhan lainnya
karena pelabuhan perikanan dikhususkan untuk aktivitas di bidang perikanan
tangkap. Terdapat dua jenis pengelompokan fungsi pelabuhan perikanan,
ditinjauan dari pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Namun kedua jenis
kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama.
Menurut Lubis (2012) fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan
kepentingan adalah sebagai berikut:

8

1. Fungsi maritim
Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat
kemaritiman. Pelabuhan menjadi suatu tempat kontak bagi nelayan atau
pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya.
2. Fungsi pemasaran
Pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan
pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan.
Proses pemasaran ini berawal dari ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke
gedung-gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya.
3. Fungsi jasa
Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan
sampai ikan didistribusikan. Fungsi ini dapat dikelompokan menjadi:
a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain: penyediaan alat-alat
pengangkut ikan, keranjang-keranjang dan buruh untuk membongkar ikan.
b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain: penyediaan
bahan bakar, air bersih dan es.
c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain: fasilitas cold storage, cool
room, pabrik es, dan penyediaan air bersih.
d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain: jasa pemandu
bagi kapal-kapal yang akan masuk dan kelaur pelabuhan, syahbandar, dan
douane/ beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat
kapal, jumlah, serta jenis barang yang dibawa.
e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain: fasilitas docking, slipways, dan
bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, serta peralatannya
agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali melaut. Slipway adalah
alat untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal.
Sumber Pencemar di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Sumber pencemaran laut dan pantai secara umum berasal dari berbagai
kegiatan baik di darat maupun di laut sendiri. Namun demikian sumber
pencemaran laut dapat berasal dari limbah industri, limbah pemukiman (point
sources), limbah pertanian yang termasuk non-point sources (Zhou dan Cai,
2010). Secara garis besar sumber pencemar perairan pelabuhan dikelompokkan
menjadi dua yaitu limbah di luar kawasan dan kegiatan dalam kawasan pelabuhan
yang menghasilkan limbah.
Limbah dari kegiatan di dalam kawasan pelabuhan dapat juga
dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berasal dari kegiatan di daratan kawasan
termasuk kegiatan di pinggir perairan pelabuhan dan kegiatan di perairan
pelabuhan atau laut, sedangkan limbah kegiatan di luar kawasan pelabuhan yang
masuk ke perairan pelabuhan melalui sungai-sungai yang bermuara ke perairan
pelabuhan merupakan limbah kegiatan-kegiatan yang terdapat di daerah
tangkapan dari sungai-sungai tersebut (Arianti, 2007). Definisi pencemaran
menurut Odum (1971) adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang
dikehendaki terhadap tanah, air dan udara. Perubahan tersebut dapat mengganggu
kehidupan makhluk hidup, proses produksi, tempat tinggal dan sumber-sumber
bahan mentah lainnya.

9

Pencemaran di kawasan pesisir diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia
didarat maupun di kawasan pesisir itu sendiri. Pencemaran dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, sanitasi dan kerugian sosial ekonomi. Kualitas perairan
pantai akan mempengaruhi kondisi kehidupan tidak hanya di ekosistem pantai
tersebut, tapi juga akan mempengaruhi kehidupan yang ada di lautan. Oleh sebab
itu, sangat penting untuk mengetahui status pencemaran pantai demi kepentingan
pelestarian lingkungan ataupun kepentingan di bidang perikanan dan kelautan
lainnya.
Salah satu persoalan lingkungan adalah adanya potensi pencemaran pada
perairan pesisir yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang.
Pencemaran pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas ekonomi menjadi salah
satu hal yang perlu ditangani dalam pengelolaan wilayah pesisir yang inovatif.
(Fransisca, 2011). Bahan pencemar yang mencemari perairan dapat dikelompokan
menjadi bahan pencemar organik, bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit,
bahan pencemar senyawa anorganik/ mineral, bahan pencemar organik yang tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme, bahan pencemar berupa zat radiokatif,
bahan pencemar berupa endapan/ sedimen, bahan pencemar berupa kondisi
(misalnya panas). Pencemaran yang terjadi baik dilautan maupun di daratan dapat
mencapai kawasan mangrove, karena habitat ini merupakan ekoton antara laut dan
daratan.
Bahan organik dalam ekosistem perairan dapat dibedakan dalam beberapa
macam. Metcalf dan Eddy (2003) bahan organik berdasarkan sumbernya
dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) bahan organik yang berasal dari limbah
domestik, terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak dan surfaktan, (2) bahan
organik yang berasal dari bahan dari limbah industri yang terdiri dari protein,
karbohidrat, lemak, minyak, fenol dan surfaktan lainnya, (3) bahan organik yang
berasal dari limbah pertanian selain nutrien juga ada yang toksik seperti pestisida.
Bahan organik dalam limbah cair secara umum mengandung 40-60% protein, 2550% karbohidrat dan 10% minyak/ lemak (Metcalf dan Eddy 2003; APHA 1989).
Sawyer dan McCarty (1994) bahan organik yang terdapat di dalam air limbah
umumnya terdiri dari senyawa organik merupakan senyawa yang mengandung
unsur karbon yang berkaitan dengan salah satu atau lebih unsur-unsur lainnya.
Selain karbon, senyawa organik alam juga mengandung unsur-unsur minor seperti
nitrogen, fosfor, belerang dan kadangkala halogen dan beberapa logam. Senyawa
organik lebih mudah terbakar, titik didih dan titik lelehnya rendah, lebih mudah
berisomerisasi, cenderung melakukan reaksi molekuler, mempunyai berat molekul
yang relatif lebih tinggi dan merupakan sumber bahan makanan bagi bakteri.
Besarnya limbah yang masuk kedalam laut berasal dari sungai yang sangat
tergantung aktivitas dan pasang surut di pantai. Pada saat pasang limbah yang
masuk sangat kecil hal ini disebabkan aliran sungai akan tertahan oleh
peningkatan massa air di pantai, sedangkan pada saat surut limbah yang masuk ke
laut akan lebih besar disebabkan aliran masuk kedalam daerah pesisir pantai tanpa
terhalang oleh massa air laut. Sumber pencemaran organik diantaranya kegiatan
rumah tangga (domestik) karena limbah domestik pada umumnya mengandung
sampah padat yang berupa tinja dan cairan yang berasal dari sampah rumah
tangga. Limbah domestik umumnya mengandung lima sifat utama yaitu (1)

10

mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak sering
mengkontaminasi dalam tubuh kerang-kerangan dan areal mandi di pesisir laut,
(2) mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD5 tinggi, (3)
padatan organik akan terurai secara biologis, sehingga akibatnya kandungan
oksigen berkurang, (4) kandungan unsur hara terutama fosfor dan nitrogen tinggi
sehingga menyebabkan terjadi eutrofikasi, (5) mengandung bahan terapung
berupa bahan-bahan organik dan anorganik dalam bentuk tersuspensi. Kondisi ini
mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis serta mempengaruhi
proses pemurnian alam. Degradasi bahan organik di dalam daerah pantai
dipengaruhi oleh kecepatan arus, substrat dasar dan morfologi daerah pantai.
Kandungan gas oksigen dalam air merupakan salah satu penentu
karakteristik kualitas air yang terpenting dalam kehidupan akuatis. Konsentrasi
oksigen dalam air mewakili status kualitas air pada tempat dan waktu tertentu
(saat pengambilan sampel air). Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di
dalam air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya pencemaran di suatu
perairan). Manan (2010) nilai COD merupakan ukuran pencemaran air oleh
bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat diokidasi melalui proses kimia
dan mikrobiologis yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air.
COD merupakan ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam kondisi khusus
untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi. COD diukur dengan oksidator
kimia (KMnO4 dan KCr2O7) dapat lebih menggambarkan kandungan organik
sesungguhnya, tetapi tidak menunjukkan dinamika ekosistem perairan. Meskipun
BOD5 hanya menggambarkan sebagian organik (mudah urai) tetapi lebih dapat
menggambarkan dinamika ekosistem perairan. Parameter yang akan diukur pada
penelitian ini diantaranya:
Suhu air
Menurut Pujiastuti et al. (2013) suhu air mempunyai pengaruh nyata
terhadap proses pertukaran atau metabolisme makhluk hidup. Sehingga suhu
merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan
persebaran organisme (Nybakken, 1997). Dalam berbagai hal suhu berfungsi
sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses seperti migrasi,
bertelur, metabolisme dan lain sebagainya. Ikan dapat berkembang baik pada
kisaran suhu 25-32oC, tetapi dengan perubahan suhu yang mendadak dapat
membuat ikan stress. Adapun faktor yang mempengaruhi suhu diantarnya lama
penyinaran, sudut datang sinar matahari, relief permukaan bumi, banyak
sedikitnya awan, perbedaan letak lintang.
TSS
Total Suspended Solid (TSS) suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan
yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, dengan satuan mg perliter.
Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan
komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik
dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir,
sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi lainnya
seperti sel alga, bakteri dan sebagainya. Disamping itu juga dapat berasal dari
kotoran hewan, kotoran manusia, lumpur dan limbah industri. Oleh karena itu,
TSS merupakan indikator bahan organik yang larut dalam air. Masukkan partikel

11

padat dari berbagai aktivitas manusia baik didarat maupun perairan pesisir yang
kemudian larut dalam air terukur sebagai parameter TSS (Ginting, 2010).
Kekeruhan
Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang
ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh
partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (Sari dan Ledhyane, 2014). Bahan
buangan limbah yang berbentuk padatan kalau tidak dapat larut sempurna akan
mengendap dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloid. Istilah lain dari
kekeruhan sering disebut juga turbiditas, apabila di dalam air terjadi kekeruhan
yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas
cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga
fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan
oksigen. Kekeruhan disebabkan air mengandung begitu banyak partikel
tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor
disamping itu kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya
membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif, karena
menghalangi masuknya sinar matahari untuk proses fotosintesis. Bahaya lain dari
kekeruhan yang terlalu tinggi pada perairan akan mempengaruhi ekosistem
perairan. Kekeruhan pada ekosistem perairan juga sangat berhubungan dengan
kedalaman, kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu perairan. Peningkatan
kekeruhan pada ekosistem perairan juga akan berakibat terhadap mekanisme
pernafasan organisme perairan.
pH
Menurut Slamet (2011) nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan
kation. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
organisme akuatik, sehingga seringkali pH suatu perairan dipakai sebagai
petunjuk baik buruknya kualitas perairan. Organisme perairan membutuhkan
kondisi air dengan tingkat keasaman tertentu, air dengan pH yang terlalu tinggi
atau terlampau rendah dapat mematikan organisme, demikian pula halnya dengan
perubahannya. Organisme perairan umumnya dapat hidup pada kisaran pH antara
6,7 sampai 8,5. Biota akuatik sebagian besar sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses
biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah,
toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Berbeda dengan di
perairan pesisir atau laut pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang
sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4.
Fosfat
Fosfat yang merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan organisme laut lainnya dalam
menentukan kesuburan perairan, kondisinya tidak stabil karena mudah mengalami
proses pengikisan, pelapukan dan pengenceran (Simanjuntak, 2012). Unsur
nitrogen dan fosfor ada dalam bentuk nitrat (NO3) dan fosfat (PO4). Perairan laut
yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P yang meningkat potensial
menimbulkan blooming atau eutrofikasi perairan, dimana terjadi pertumbuhan

12

fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi potensial berdampak negatif
terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen terlarut yang mengakibatkan
kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation), selain keracunan karena zat
toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus Dinoflagelata). Fosfat adalah
fosfor yang berikatan dengan oksigen yang berupa senyawa anorganik. Tingginya
kadar fosfat disebabkan oleh dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik
yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang
berasal dari jasad flora dan fauna yang mati. Kadar fosfat yang rendah dan tinggi
pada kedalaman tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya
arus laut pada kedalaman tersebut yang membawa fosfat dan kelimpahan
fitoplankton. Oleh sebab itu, semua fosfat yang ada di dasar perairan akan
terangkat naik ke permukaan, sehingga lapisan permukaan menjadi subur akibat
terjadinya pengayaan (eutrofikasi) zat hara ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Karil et al. (2015) kondisi perairan pada saat surut menyebabkan terjadinya
transport fosfat melalui muara sungai yang merupakan tempat keluaran berbagai
aktivitas warga di sekitar. Sungai merupakan salah satu media pembawa
hanyutan sampah maupun sumber fosfat dari daratan sehingga akan menyebabkan
kosentrasi fosfat pada muara sungai lebih besar daripada daerah sekitarnya.
Nitrat
Zat hara nitrat diperlukan dan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan
dan perkembangan hidup fitoplankton dan mikroorganisme lainnya sebagai
sumber bahan makanannya (Simanjuntak, 2012). Sumber utama pengkayaan zat
hara nitrat diantaranya runoff, erosi, leaching lahan pertanian yang subur, limbah
pemukiman, terjadi karena peningkatan aktivitas manusia di sekitar wilayah
tersebut. Nitrat itu sendiri di alam didapatkan dari hasil siklus nitrogen, sehingga
dalam pembahasan tentang nitrat tidak terlepas dari unsur nitrogen. Nitrogen di
suatu perairan selanjutnya memiliki beberapa bentuk, seperti dalam bentuk
organik, anorganik, terlarut dan partikulit.
Bentuk nitrat organik dapat berasal dari hasil metabolisme organisme bahari
dan hasil proses pembusukan, sedangkan yang berbentuk zarah (particulate) dari
reruntuhan sedimen, binatang dan tumbuhan laut. Nitrogen anorganik dalam air
laut terdapat sebagai ion nitrat, ion nitrit dan amonia. Distribusi vertikal nitrat di
laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman laut
bertambah. Sementara itu, distribusi secara horisontal meny

Dokumen yang terkait

DEVELOPMENT PLANNING OF PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LEMPASING PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LEMPASING

0 15 59

Analisis Antrian Kapal di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh

7 26 35

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 16

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 5

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 26

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 2 13

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 8

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 41

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TASIK AGUNG KABUPATEN REMBANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 80