Kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang vaname Litopenaeus vannamei yang diberi pakan dengan feed additive β-(1,3) glukan dan poli-β-hidroksibutirat.

KINERJA PERTUMBUHAN DAN RESPONS IMUN NON
SPESIFIK UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YANG
DIBERI PAKAN DENGAN FEED ADDITIVE β-(1,3) GLUKAN
DAN POLI-β- HIDROKSIBUTIRAT

SARMIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja pertumbuhan dan
respons imun non spesifik udang vaname Litopenaeus vannamei yang diberi
pakan dengan feed additive β-(1,3) glukan dan poli-β-hidroksibutirat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Sarmin
NRP C151120511

RINGKASAN
SARMIN. Kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang vaname
Litopenaeus vannamei yang diberi pakan mengandung feed additive β-(1,3)
glukan dan poli-β-hidroksibutirat. Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS
SUPRAYUDI dan DEDI JUSADI.
Penelitian dengan tiga ulangan ini dilakukan untuk menguji pakan dengan
penambahan feed additive berupa β-(1,3) glukan dan poli-β-hidroksibutirat
terhadap kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang vaname
Litopenaeus vannamei. Juvenil udang dengan bobot awal 2,06±0,03 g dipelihara
dalam 12 unit akuarium 90x40x35 cm3 yang diisi 90 L air laut. Udang dengan
kepadatan awal 20 ekor/akuarium dipelihara selama 42 hari menggunakan sistem
resirkulasi dengan debit air 2,5 L/menit. Selama masa budidaya udang diberi

empat jenis pakan yang berbeda, yaitu yang ditambah 0,15% β-(1,3) glukan, 1%
poli-β-hidroksibutirat, kombinasi 0,15% dan 1% poli-β-hidroksibutirat, atau
tanpa β-(1,3) glukan dan poli-β-hidroksibutirat (kontrol). Jumlah pakan yang
diberikan didasarkan pada persentase biomassa, dengan frekwensi pemberian
pakan 4 kali sehari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang yang diberi pakan mengandung
0,15% β-(1,3) glukan memiliki kinerja pertumbuhan, meliputi laju pertumbuhan
spesifik, konversi pakan, retensi protein dan sintasan, yang terbaik. Di sisi lain
pemberian 1% poli-β-hidroksibutirat dalam pakan memiliki dampak yang kurang
baik terhadap kinerja pertumbuhan udang; hal ini terlihat dari lebih rendahnya
laju pertumbuhan dan sintasan udang di perlakuan tersebut dibandingkan dengan
kontrol. Kinerja pertumbuhan udang di setiap perlakuan berkorelasi dengan
respons imun non spesifik udang. Udang yang diberi 0,15% β-(1,3) glukan secara
signifikan memiliki nilai total haemocyte count (THC) dan nilai respiratory burst
(RB) yang paling tinggi. Sedangkan udang yang diberi 1% poli-β-hidroksibutirat
memiliki kadar THC yang paling rendah; bahkan lebih rendah dari udang kontrol.
Pemberian β-(1,3) glukan yang dikombinasikan dengan poli-β-hidroksibutirat
pada udang tidak mampu meningkatkan kadar THC melebihi perlakuan kontrol.
Dengan demikian, penambahan 0,15% β-(1,3) glukan secara tunggal dalam pakan
dapat meningkatkan respons imun non spesifik dan kinerja pertumbuhan udang

vaname.
Kata kunci: Pertumbuhan, udang, respons imun non spesifik, Litopenaeus
vannamei.

SUMMARY
SARMIN. Growth performance and non-specific imune response of Litopenaeus
vannamei fed on the diet supplemented with β-(1,3) glucan dan poly-βhydroybutyrate. Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan DEDI
JUSADI.
A triplicate experiment was conducted to determine the effect of the diet
supplemented with β-(1,3) glucan dan poly-β-hydroybutyrate on growth
performance and non-specific imune response of Litopenaeus vannamei. Twenty
shrimps with an initial body weight of 2.06 ± 0.03 g were stocked in 90x40x35
cm3 of recirculating aquarium with water flow at 2.5 l/min. During rearing period,
shrimp were fed on the diet supplemented with either 0.15 % β-(1,3) glucan, 1 %
poly-β-hydroybutyrate, 0.15 % β-(1,3) glucan and 1 % poly-β-hydroybutyrate, or
without β-(1,3) glucan nor 1 % poly-β-hydroybutyrate (control). The shrimp were
fed on the diet at 4-8 % biomass, four times a day.
Results showed that shrimp fed on the diet supplemented with 0.15 % β(1,3) glucan had the best growth performance, including specific growth rate, feed
conversion ratio, protein retention dan survival rate. On the other hand, shrimp fed
on the diet supplemented with 1 % poly-β-hydroybutyrate had poor specific

growth and survival rate, worse than control. The growth performance of shrimp
in all treatments related with the status of non-specific response imune. Shrimp
fed on the diet supplemented with 0.15 % β-(1,3) glucan had significantly highest
values of total haemocyte count (THC) and respiratory burst (RB). While those
shrimp fed on the diet supplemented with 1 % poly-β-hydroybutyrate had the
lowest values of THC and RB. Feeding on the diet supplemented with 0.15 % β(1,3) glucan and 1 % poly-β-hydroybutyrate resulted into the similar THC and RB
values of shrimp with those in control. Thus, supplementation of 0.15% β-(1,3)
glucan into the diet, not poly-β-hydroybutyrate, increase non-specific response
imune and growth performance of srimp.
Keywords: Growth, shrimp, non-specific immune response, Litopenaeus
vannamei.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KINERJA PERTUMBUHAN DAN RESPONS IMUN NON
SPESIFIK UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YANG
DIBERI PAKAN DENGAN FEED ADDITIVE β-(1,3) GLUKAN
DAN POLI-β- HIDROKSIBUTIRAT

SARMIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Akhir Tesis: Dr Ir Mia Setiawati, MSi

Judul Tesis : Kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang
vaname Litopenaeus vannamei yang diberi pakan dengan feed
additive β-(1,3) glukan dan poli-β-hidroksibutirat.
Nama
: Sarmin
NRP
: C151120511

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi
Ketua

Dr Ir Dedi Jusadi, MSc
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
IlmuAkuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Tanggal Ujian: 24 November 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya,
sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berjudul Kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang vaname
Litopenaeus vannamei yang diberi pakan dengan feed additive β-(1,3) glukan dan
poli-β-hidroksibutirat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi dan Dr Ir Dedi Jusadi, MSc.
selaku tim komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan masukan-masukannya
sejak penyusunan rencana penelitian sampai penyusunan tesis ini. Julie Ekasari,
SPi, MSi, Ph.D selaku ketua proyek yang telah membimbing dan memberikan
arahan secara langsung dilapangan. Dr Ir Widanarni, MSi selaku ketua Program
Studi Ilmu Akuakultur atas arahan, masukan dan perbaikan tesis ini. Dr Ir Mia
Setiawati, MSi selaku penguji luar komisi, atas arahan dan masukan untuk
perbaikan dalam penyusunan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Mardi selaku teknisi
di Lab terpadu Ilmu Kelautan IPB Ancol serta Alm. Ibu Ince, Erfan dan Erfin atas
bantuan serta masukannya selama penelitian. Teknisi Laboratorium BDP IPB;
Bapak Ranta (Lab Kesehatan Ikan FPIK IPB), Bapak Jajang (Lab Lingkungan
FPIK IPB), Bapak Wasjan dan mbak Retno (Lab Nutrisi FPIK IPB) yang telah
membantu penulis selama melakukan analisa laboratorium. Rekan-rekan yang
telah membantu selama penelitian berlangsung: Titi, Nurlita, Dani dan asep
Semua Rekan-rekan mahasiswa Program Mayor Ilmu Akuakultur angkatan 2012
atas kebersamaan dan kerjasama yang baik serta bantuannya dalam perkuliahan,
penelitian dan penyelesaian karya ilmiah ini. Tidak lupa kepada kedua orang tua
ku atas doa dan ridhonya, sehingga semua jenjang pendidikan yang kutempuh
berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan, serta kaka-kakaku yang tercinta.

Keluarga besar “Aljabar Al Islamiyyah” staf manajemen, dewan guru dan siswasiswi bimbingan Al jabar.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul
“Enhancement of nutrient efficiency in integrated multi-trophic aquaculture with
bioflocs as nutrient converting agent” diketuai oleh Julie Ekasari, SPi, MSi, Ph.D
yang dibiayai oleh program ICP Ph.D. Scholarship Vlaamse Interuniversitaire
Raad, Belgia.
Bogor, 24 November 2014

Sarmin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Imun
β-(1,3) glukan
Poli-β-hidroksibutirat

2
2
3
3


3 METODE
Pakan Uji
Pemeliharaan
Parameter

4
4
4
5

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
9

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

11
11
11

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

12
15
21

DAFTAR TABEL
1 Formulasi bahan pakan (%) yang digunakan dalam pembuatan pakan uji dan
komposisi proksimatnya (%)...............................................................................4
2 Kondisi air pemeliharaan udang vaname............................................................5
3 Kinerja pertumbuhan udang vaname..................................................................8
4 Respons imun non spesifik udang vaname.........................................................8

DAFTAR LAMPIRAN
1 ANOVA dan Uji-Duncan pertumbuhan udang vaname yang diberi feed
additive β-(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%; kombinasi β(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1% serta kontrol.................................................15
2 ANOVA dan Uji-Duncan konversi pakan udang vanname yang diberi feed
additive β-(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%; kombinasi β(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1% serta kontrol.................................................16
3 ANOVA dan Uji-Duncan sintasan udang vaname yang diberi feed additive β(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%; kombinasi β-(1,3) glukan
0,15% dan PHB 1% serta kontrol......................................................................17
4 ANOVA dan Uji-Duncan retensi protein udang vaname yang diberi feed
additive β-(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%; kombinasi β(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1% serta kontrol.................................................18
5 ANOVA dan Uji-Duncan total haemocyte count (THC) udang vaname yang
diberi feed additive β-(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%;
kombinasi β-(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1% serta kontrol............................19
6 ANOVA dan Uji-Duncan respiratory burst (RB) udang vaname yang diberi
feed additive β-(1,3) glukan 0,15%; Poli-βhidroksibutirat (PHB) 1%;
kombinasi β-(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1% serta kontrol............................20

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya udang vaname secara intensif memerlukan pergantian air yang
banyak dan tidak mudah dilakukan karena memerlukan biaya yang besar.
Pergantian air ini juga dapat menyebabkan udang vaname stress dan beresiko
terhadap masuknya penyakit baik bakteri maupun virus yang dapat menyebabkan
infeksi. Teknologi bioflok (BFT) dengan pergantian air yang terbatas ternyata
dapat mengurangi, bahkan menghilangkan ancaman infeksi mikroba air tersebut
masuk ke dalam media budidaya dan tetap menjaga kualitas air ( Horowitz 2002).
Teknologi bioflok dapat memanfaatkan limbah organik baik yang berasal dari
limbah metabolisme maupun sisa-sisa pakan untuk pertumbuhan bakteri
heterotrof dengan C/N ratio 10-20. Bakteri tersebut menjadi pakan tambahan yang
dapat menghasilkan energi untuk meredam stress, sehingga udang vaname
menjadi sehat dan dapat tumbuh dengan baik. Bioflok juga dapat meningkatkan
sintasan udang vaname karena dibioflok terdapat poli-β hidroksibutirat yang
berfungsi menyediakan energi (De Schryver dan Verstraete 2009) dan β-(1,3)
glukan yang berfungsi mengaktifkan sel fagosit untuk melakukan fagositosis
(Hunter et al. 2002).
Pada penelitian ini produk-produk penyusun bioflok yang berasal dari
dinding sel bakteri seperti β-(1,3) glukan (BG) dan poli-β hidroksibutirat (PHB)
dicobakan secara langsung sebagai feed additive. Feed additive merupakan
bahan pakan tambahan yang diberikan melalui pencampuran dengan bahan-bahan
pakan yang lain. β-(1,3) glukan adalah feed additive yang diikat melalui ikatan β(1,3) glukosida (Ha et al. 2002) dan banyak ditemukan pada dinding sel bakteri,
dan khamir (Hunter et al. 2002). β-(1,3) glukan (BG) dapat meningkatkan
kemampuan sel darah putih untuk menghancurkan benda asing yang ada pada
tubuh dan melindungi mamalia dari infeksi penyakit (Vetvicka et al. 2002), β(1,3) glukan (BG) juga dapat mengaktifkan mekanisme pertahanan non spesifik
dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi dengan meningkatkan
jumlah sel darah (Sakai 1999). Feed additive lain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah poli-β-hidroksibutirat (PHB). Poli-β-hidroksibutirat (PHB)
adalah feed additive yang dapat diproduksi oleh Bacillus dan Lactobacillus
(Anderson dan Dawes 1990). Poli-β-hidroksibutirat (PHB) dapat mengaktifkan
mekanisme pertahanan non spesifik dengan cara melepaskan asam lemak yang
dapat menyediakan energi bagi udang (Defoirdt et al. 2007).
Perumusan Masalah
Sistem pemeliharaan udang secara intensif memerlukan pergantian air yang
banyak, sehingga dapat menyebabkan udang vaname menjadi stress dan beresiko
terhadap masuknya penyakit baik bakteri maupun virus yang dapat menyebabkan
infeksi. Teknologi bioflok (BFT) dengan pergantian air yang terbatas ternyata
dapat menghasilkan energi untuk meredam stress dan mengurangi resiko
masuknya penyakit yang dapat menyebabkan infeksi pada udang vaname. Pada
bioflok juga terdapat poli-β-hidroksibutirat (PHB) dan β-(1,3) glukan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Penyusun bioflok yang

2
berupa β-(1,3) glukan (BG) dan poli-β-hidroksibutirat (PHB) dalam penelitian ini
digunakan sebagai feed additive untuk meningkatkan pertumbuhan dan respons
imun non spesifik udang vaname.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji efektifitas β-(1,3) glukan, poli-βhidroksibutirat serta kombinasinya untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan
respons imun non spesifik udang vaname.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekemondasi
pemberian feed additive seperti β-(1,3) glukan, poli-β-hidroksibutirat serta
kombinasinya
yang efektif dalam pakan untuk meningkatkan kinerja
pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang vaname.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Imun Udang
Menurut Ramu and Zacharia (2000), mekanisme imun krustasea bersifat
non spesifik atau kurang bisa mengembangkan sistem imun spesifik dimana
memorinya sangat lemah dibandingkan vertebrata tingkat tinggi. Siwicki et al.
(1998) menyatakan bahwa imunostimulan dapat mengaktifkan mekanisme
pertahanan non spesifik dan respons imun spesifik. Imunostimulan meningkatkan
daya tahan terhadap penyakit infeksi, dengan meningkatkan mekanisme
pertahanan non spesifik (Sakai 1999).
Sistem imun non spesifik ini dapat dirangsang oleh glukan (Jorgensen and
Robertsen 1995). Parameter imun diantaranya meliputi perhitungan total hemosit
count (THC) dan respiratory burst (RB). Nilai THC dan RB berkaitan dengan
pembentukan sel fagosit pada hemosit udang (Rodriguez dan Le Moullac 2000).
Hemosit berperan penting pada pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat
menghancurkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang yang meliputi tahap
pengenalan dan fagositosis (Johansson et al. 2000).
Respiratory burst (RB) merupakan salah satu parameter imun udang
berkaitan dengan reaksi fagositosis yang merupakan reaksi yang paling umum
dalam pertahanan selular udang. Proses fagositosis dimulai dengan perlekatan
(attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel
fagosit kemudian membentuk vakuola pencernaan (digestive vacuola) yang
disebut fagosom (Rodriquez dan Le Moullac 2000). Lisosom (granula dalam
sitoplasma fagosit) kemudian bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom.
Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan oleh enzim lisozim dan sisa-sisa
mikroba yang telah dihancurkan dikeluarkan dari dalam sel melalui proses
egestion. Pemusnahan partikel mikroba yang difagosit melibatkan pelepasan
enzim lisozim ke dalam fagosom dan produksi respiratory burst (percepatan
respirasi) (Rodriquez dan Le Moullac 2000).

3
β-(1,3) glukan
β-(1,3) glukan merupakan polisakarida yang diikat melalui ikatan β-(1,3)
glukosida (Ha et al. 2002) dan banyak ditemukan pada dinding sel bakteri dan
khamir (Hunter et al. 2002). Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir
uniseluler yang tersebar luas di alam dan merupakan galur potensial penghasil β(1,3) glukan, karena sebagian besar dinding selnya tersusun atas β-glukan (Lee et
al. 2001). β-(1,3) glukan memiliki aktivitas biologis sebagai peningkat sistem
imun (Kulickle et al. 1996). β-(1,3) glukan dapat meningkatkan kemampuan sel
darah putih dalam menghancurkan benda asing yang ada pada tubuh dan
melindungi mamalia dari infeksi penyakit (Vetvicka et al. 2002).
β-(1,3) glukan dapat meningkatkan respons imun udang dengan cara
meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit untuk menjalankan proses fagositosis (Yin
et al. 2006). Meningkatnya respons imun udang tersebut dapat mempengaruhi
nilai sintasan menjadi lebih tinggi, karena resistensi udang terhadap patogen juga
meningkat (Cook et al. 2003). β-(1,3) glukan terbukti secara ilmiah sebagai bahan
yang tidak memiliki toksisitas atau efek samping (Ber 1997). β-(1,3) glukan dalam
prosesnya bekerja dengan cara mengikat molekul reseptor yang terdapat pada
permukaan sel fagosit. Pada saat reseptor diikat oleh β-(1,3) glukan, sel fagosit
menjadi lebih aktif dalam melakukan fagositosis terhadap partikel asing. Pada saat
bersamaan mereka mengeluarkan molekul-molekul sinyal yang merangsang
pembentukan sel hemosit yang baru (Rodriguez dan Le Moullac 2000).
Poli-β-hidroksibutirat
Poli-β-hidroksibutirat (PHB) merupakan polimer intraseluler yang
dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon dan penyimpanan energi
yang dapat meningkatkan sistem imun (Defoirdt et al. 2007). Poli-βhidroksibutirat (PHB)
dapat diproduksi oleh Bacillus dan Lactobacillus
(Anderson dan Dawes 1990). Poli-β-hidroksibutirat (PHB) merupakan polimer
yang melepaskan asam lemak rantai pendek, yang dapat menyediakan sumber
energi ekstra, namun tidak menyediakan asam lemak rantai panjang yang
diperlukan untuk metabolisme. Degradasi poli-β-hidroksibutirat (PHB) dapat
terjadi melalui mekanisme enzimatik (Defoirdt et al. 2009). Poli-β-hidroksibutirat
(PHB) dapat melindungi organisme akuatik dari serangan bakteri patogen (De
Schryver et al. 2010). Poli-β-hidroksibutirat (PHB) akan terdegradasi menjadi
asam lemak butirat yang merupakan asam lemak rantai pendek oleh enzim
depolimerase. Asam lemak rantai pendek tersebut akan diubah menjadi Asil-CoA
kemudian akan masuk ke dalam mitokondria.
Reaksi ß-oksidasi berlangsung dalam 4 tahap yaitu dehidrogenasi I,
hidratasi, dehidrogenasi II, dan tiolasi. Dehidrogenasi I yaitu dehidrogenasi asam
lemak-CoA yang sudah berada di dalam mitokondrion oleh enzim acyl-CoA
dehidrogenase, menghasilkan senyawa enoyl-CoA. Reaksi ini, FAD sebagai
koenzim direduksi menjadi FADH2. Satu molekul FADH2 menghasilkan dua
molekul ATP. Hidratasi, yaitu ikatan rangkap pada enoyl-CoA dihidratasi menjadi
3-hidroxyacyl-CoA oleh enzim enoyl-CoA hidratase. Dehidrogenase II, yaitu
dehidrogenasi 3- hidroxyacyl-CoA oleh enzim ß-hidroxyacyl-CoA dehidrogenase
dengan NAD sebagai koenzimnya menjadi ß-ketoacyl-CoA. NADH yang
terbentuk dari NAD+ menghasilkan tiga molekul ATP.

4

3 METODE
Pakan Uji
Poli-β-hidroksibutirat (PHB) dan β-(1,3) glukan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah produk komersil yang dicampurkan bersama bahan pakan
lain dalam pembuatan pakan. Formulasi pakan dan komposisi proksimat yang
digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan pakan uji dan
komposisi proksimatnya (%)
Jenis pakan
Kontrol
BG
PHB
BG+PHB
Tepung ikan
50
50
50
50
Bungkil kedelai
18
18
18
18
Tepung polard
22
21,85
21
20,85
Minyak ikan
4
4
4
4
Mineral mix
2
2
2
2
Vitamin
2
2
2
2
CMC
2
2
2
2
BG
0
0,15
0
0,15
PHB
0
0
1
1
Protein
38,58
37,18
36,96
37,26
Lemak
8,54
10,22
10,49
10,25
Abu
15,09
14,73
14,03
14,35
Serat kasar
6,58
6,93
3,88
3,25
1
Karbohidrat
31,21
30,94
34,64
34,89
GE (kkal / kg) 2
424,29
431,13
447,61
448,06
Keterangan: BG: β-(1,3) glukan; PHB: Poli-β-hidroksibutirat; BG+PHB: β-(1,3)
glukan+Poli-β-hidroksibutirat; CMC: carboksi metil celulosa;
BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen. 1 Karbohidrat = Bahan kering(Protein kasar + Lemak + Serat kasar + Abu). 2 GE =Gross Energy
protein 5,6 kkal/g; lemak 9,4 kkal/g; karbohidrat 4,1 kkal/g
( Watanabe 1988).
Bahan baku

Pemeliharaan Udang
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium sebanyak 12
buah dengan ukuran 90×40×35 cm3. Akuarium diisi air laut sebanyak 90 L dan
didesinfeksi dengan larutan klorin 30 mg/L serta diaerasi kuat selama 24 jam.
Kemudian ditambahkan sodium tiosulfat 15 mg/L untuk menetralkan kandungan
klorin dan diaerasi kuat minimal empat jam.
Udang yang digunakan adalah udang vaname bobot rata-rata 2,06 ± 0,03 g.
Udang vaname diperoleh dari Balai Pengembangan Budidaya Air Payau
Situbondo, Jawa Timur. Udang dengan kepadatan awal 222 ekor/m2 dipelihara
selama 42 hari. Pemeliharaan menggunakan sistem resirkulasi dengan debit air 2,5
L/menit dan dilakukan pergantian air setiap hari sebanyak 20-30%. Kualitas air
yang diukur selama penelitian ini seperti temperatur, pH, oksigen terlarut dan
salinitas yang disajikan pada Tabel 2. Pakan yang diberikan berdasarkan feed

5
rate yang dikalikan biomassa (VanWyk 1999) dengan frekuensi pemberian pakan
4 kali sehari yaitu pukul 06.00, 10.00, 14.00 dan 20.00.
Tabel 2 Kondisi air pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei selama
42 hari
Kualitas air
Temperatur (°C) Oksigen terlarut (ppm)
pH
Salinitas (ppt)
Kontrol
28,4–28,6
6,2–6,7
8
33
BG
28,3–28,5
6,2–6,7
8
33
PHB
28,5–28,6
6,2–6,7
8
32
BG+PHB
28,4–28,5
6,4–6,6
8
33
Keterangan: BG: β-(1,3) glukan; PHB: Poli-β-hidroksibutirat; BG+PHB: β-(1,3)
glukan+Poli-β-hidroksibutirat.
Perlakuan

Parameter uji
Setelah masa pemeliharaan selama 42 hari, udang dipanen untuk dilakukan
pengukuran kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik. Kinerja
pertumbuhan yang diukur meliputi specific growth rate (SGR), feed convertion
ratio (FCR), retensi protein dan sintasan. Pengukuran respons imun non spesifik
meliputi respiratory burst (RB) dan total haemocyte count (THC).
Specific Growth Rate (SGR)
Specific growth rate (SGR) dihitung menggunakan rumus (Huisman 1987).


%

Keterangan :
SGR : Specific growth rate (%)
Wo : Bobot tubuh rata-rata pada awal pertumbuhan (g)
Wt : Bobot tubuh rata-rata pada akhir pertumbuhan (g)
t
: Waktu pemeliharaan (Hari)
Feed Convertion Ratio (FCR)
Feed Convertion Ratio (FCR) selama pemeliharaan dihitung menggunakan
rumus (Zonneveld et al. 1991).
FCR =
Keterangan :
FCR
F
Bt
Bm
Bo

F
Bt + Bm - Bo

: Feed convertion ratio
: Jumlah pakan (g)
: Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (g)
: Biomassa udang yang mati saat perlakuan (g)
: Biomassa udang pada saat awal perlakuan (g)

6
Retensi Protein (RP)
Retensi protein (RP) dihitung berdasarkan rumus (Takeuchi 1988)
RP = F - I x 100%
P
Keterangan:
RP
F
I
P

: Retensi protein (%)
: Jumlah protein tubuh pada akhir penelitian (g)
: Jumlah protein tubuh pada awal penelitian (g)
: Jumlah protein yang dikonsumsi (g)

Sintasan
Sintasan adalah persentase antara udang vaname yang hidup pada akhir
pemeliharaan dengan jumlah yang ditebar pada awal penelitian dihitung dengan
rumus (Efendi 1997).
Nt
x100%
SR 
No
Keterangan:
SR : Persentase sintasan (%)
Nt : Jumlah udang vaname pada akhir penelitian
No : Jumlah udang vaname pada awal penelitian
Total Haemocyte Count (THC)
Tiga ekor udang diambil secara acak dari masing-masing ulangan untuk
pengambilan sampel hemolim. Pengambilan hemolim dilakukan dengan
menggunakan syringe berukuran 1 mL yang telah diisi dengan sepertiga
antikoagulan. Sebanyak 0,6 mL hemolim diambil menggunakan jarum suntik 1
mL yang telah berisi 0,2 mL antikoagulan. Campuran hemolim-antikoagulan
tersebut kemudian diteteskan pada haemocytometer. Selanjutnya THC dihitung di
bawah mikroskop dengan perbesaran 40x (Blaxhall dan Daishley 1973).
Respiratory Burst (RB)
Respiratory burst dari hemosit diukur berdasarkan reduksi NBT (nitroblue
tetrazolium) sebagai ukuran superoxide anion (O2-). Sebanyak 50 μL campuran
hemolim-antikoagulan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian
disentrifuse 3.000 rpm selama 20 menit dan supernatan dibuang. Ditambahkan
100 μL NBT dalam larutan HBSS (hank's buffered salt solution konsentrasi 0,3 %
didiamkan 2 jam pada suhu ruang. Kemudian disentrifuse 3.000 rpm 10 menit,
supernatan dibuang dan ditambahkan 100 μL metanol absolut disentrifuse 3.000
rpm selama 10 menit. Endapan yang terbentuk kemudian dibilas sebanyak 2 kali
dengan metanol 70 %. Selanjutnya 120 μL KOH (2M) dan 140 μL DMSO
(dimethylsulfoxide) ditambahkan untuk melarutkan endapan. Endapan yang telah
larut dimasukkan ke microplate diukur densitas optikal (OD) menggunakan
microplate reader panjang gelombang 630 nm. Respiratory burst dinyatakan
sebagai reduksi NBT per 10 μL hemolim (Cheng et al. 2004)

7
Analisa kimia
Analisis proksimat dilakukan pada pakan, udang vaname awal pemeliharaan
dan udang vaname diakhir pemeliharaan. Analisis proksimat pakan perlakuan
meliputi kadar protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldahl, kadar lemak
kering dengan metode Soxhlet, kadar lemak basah dengan metode Folch, kadar
abu dengan pemanasan sampel pada suhu 600 °C, serat kasar menggunakan
metode pelarutan sampel dengan asam, basa kuat dan pemanasan serta kadar air
dengan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105-110 °C (Takeuchi 1988).
Analisis Data
Data kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik udang diolah
menggunakan SPSS versi 17 dengan selang kepercayaan 95% dan untuk melihat
perbedaan antar perlakuan digunakan uji lanjut Duncan.

8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Setelah dipelihara selama 42 hari, udang mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Hal ini bisa dilihat dari terjadinya peningkatan bobot tubuh udang yang
meningkat 3,03-4,78 kali (Tabel 3). Udang yang diberi pakan BG 0,15% memiliki
laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Namun,
udang yang diberi PHB 1%, secara signifikan memiliki laju pertumbuhan yang
lebih rendah. Fenomena laju pertumbuhan antar perlakuan ini sejalan dengan nilai
peningkatan bobot udang, konversi pakan, dan sintasan. Di sisi lain, retensi
protein udang yang diberi penambahan BG, secara signifikan berbeda nyata
dengan perlakuan lain tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Tabel 3 Kinerja pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei setelah
pemeliharaan selama 42 hari
Perlakuan

Parameter

Kontrol
BG
PHB
BG+PHB
Bobot awal (g)
2,07±0,03
2,09±0,03
2,03±0,13
2,04±0,12
Bobot akhir (g)
8,05±0,20
9,97±0,42
7,47±0,30
8,49±0,79
ab
c
a
SGR (%)
1,88±0,03
2,14±0,05
1,80±0,06
1,95±0,09b
FCR
2,41±0,09b
2,16±0,04a
2,59±0,18b
2,53±0,05b
Retensi protein (%) 14,51±0,94ab 16,08±3,09b 11,78±2,09a 12,06±0,21a
Sintasan (%)
85,00±0,00b
96,67±5,77c
73,33±2,89a 75,00±5,00a
Keterangan: SGR: specific growth rate; FCR: feed conversion ratio; BG: β-(1,3)
glukan; PHB: poli-β-hidroksibutirat; BG+PHB: β-(1,3) glukan+poliβ-hidroksibutirat. Angka yang diikuti huruf superskrip yang sama
dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p >0,05).
Respons imun non spesifik yang terdiri dari THC dan RB disajikan pada
Tabel 4. Pemberian BG, maupun kombinasi BG dan PHB pada udang melalui
pakan mampu meningkatkan respons imun non spesifik udang tersebut. Respons
imun non spesifik udang yang diberi pakan dengan penambahan BG secara
signifikan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.
Tabel 4 Parameter imun non spesifik udang vaname Litopenaeus vannamei
setelah masa pemeliharaan selama 42 hari
Perlakuan

Parameter
Kontrol

BG

PHB

BG+PHB

THC (x 107 sel/ml)

6,35±2,75b

10,87±2,24c

1,70±0,14a

7,16±2,78b

RB (Abs/10μl)

0,04±0,00a

0,12±0,02b

0,05±0,00a

0,07±0,02a

Keterangan: THC: total haemocyte count; RB: respiratory burst; BG: β-(1,3)
glukan; PHB: Poli-β-hidroksibutirat; BG+PHB: β-(1,3) glukan+Poliβ-hidroksibutirat. Angka yang diikuti huruf superskrip yang sama
dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).

9

Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan β-(1,3) glukan (BG) di
dalam pakan menghasilkan pertumbuhan udang yang paling tinggi. β-(1,3) glukan
yang diberikan kepada udang dapat diurai dalam proses pencernaan secara
enzimatis untuk menghasilkan energi (Manoppo 2011). Energi tersebut digunakan
untuk meredam stress pada pemeliharaan udang secara intensif, sehingga udang
tidak mudah terserang penyakit dan dapat tumbuh dengan optimal. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Lopez et al. 2003) yang mengatakan bahwa penambahan BG
2 g/kg dalam pakan yang diberikan pada udang vaname selama 48 hari dapat
meningkatkan laju pertumbuhan spesifik sampai 14% lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Penelitian (Sang dan Fotedar 2010) juga menunjukan laju pertumbuhan
Cherax tenuimanus yang diberi BG 0,1-0,2 mg/kg pakan selama 84 hari lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberikan BG. Namun demikian, udang
yang diberi pakan PHB memiliki pertumbuhan yang rendah dibandingkan
perlakuan yang lain. Pertumbuhan yang rendah ini disebabkan oleh meningkatnya
produksi asam lemak dalam usus, sehingga terjadi peneurunan nilai pH dalam
usus udang vaname. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian (De
Schryver et al. 2010) pada ikan European sea bass Dicentrarchus labrax PHB
yang terdegradasi oleh enzim depolimerase menjadi asam lemak butirat
menyebabkan meningkatnya produksi asam lemak rantai pendek dalam usus, yang
dicirikan dengan terjadinya penurunan pH dari 7,7 menjadi 7,2. Potensial
hidrogen (pH) usus yang turun menyebabkan udang kehilangan banyak energi,
sehingga pertumbuhanya rendah hal ini juga berakibat terhadap rendahnya
sintasan udang vaname. Udang vaname juga diduga tidak memeiliki enzim
carnitine palmitoyltransferase, sehingga asam lemak tersebut tidak bisa masuk ke
mitokondria untuk menghasilkan energi. Energi yang seharusnya untuk meredam
stress tidak mencukupi, sehingga udang mudah terserang penyakit, pertumbuhan
rendah, retensi protein rendah, fagositosis tidak berjalan sempurna ditandai
dengan nilai THC dan RB yang rendah hal ini juga menyebabkan sintasan
rendah.
Udang vaname yang diberi pakan dengan penambahan BG memiliki nilai
FCR yang berbeda nyata dengan perlakuan lain maupun kontrol. Hal ini diduga
karena adanya proses penguraian BG secara enzimatis yang menghasilkan energi
menyebabkan kebutuhan energi udang lebih cepat terpenuhi. Faktor ini yang
menyebabkan udang vaname yang diberi pakan dengan BG lebih cepat terpenuhi
kebutuhan energinya, sehingga lebih cepat berhenti makan yang menyebabkan
jumlah pakan yang dibutuhkan lebih sedikit. Semakin rendah FCR maka semakin
baik dan efektif
karena semakin sedikit pakan yang diperlukan untuk
menghasilkan 1 kg daging (Zonneveld et al. 1991). Namun demikian, udang yang
diberi PHB memiliki nilai FCR yang tinggi karena udang memerlukan banyak
energi untuk mempertahankan pH usus, sehingga udang banyak memerlukan
pakan untuk memenuhi energi tersebut.
Nilai retensi protein udang yang diberi BG pada pakan memiliki nilai yang
tertinggi. Tingginya retensi protein disebabkan oleh adanya tambahan energi dari
penguraian BG, sehingga diduga tidak ada protein yang dipecah menjadi energi,
hal ini yang mengakibatkan retensi proteinya tinggi. Udang vaname yang diberi

10
PHB memiliki nilai retensi protein yang terendah. Rendahnya nilai retensi protein
disebabkan oleh banyaknya protein yang dipecah menjadi energi karena energi
dari lemak tidak bisa digunakan untuk mempertahankan pH usus, sehingga
protein yang diretensi menjadi sedikit. Namun demikian, udang yang diberi BG
juga tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini diduga karena ada protein yang
dipecah menjadi energi untuk meredam sterss.
Nilai total haemocyte count (THC) udang vaname yang diberi BG memiliki
nilai yang tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lain maupun kontrol.
Tingginya nilai THC disebabkan oleh terurainya β-(1,3) glukan yang
menghasilkan energi untuk mendukung berjalanya proses fagositosis berjalan
sempurna, sehingga produksi THC udang vaname menjadi tinggi. Selain itu, β(1,3) glukan juga bekerja dengan cara mengikat molekul reseptor yang terdapat
pada permukaan sel fagosit, sehingga sel fagosit menjadi lebih aktif dalam
melakukan fagositosis terhadap partikel asing dan merangsang pembentukan selsel hemosit yang baru (Rodriguez dan Le Moullac 2000). Penelitian sebelumnya
yang dilaporkan oleh Sahoo et al. (2008) udang galah yang diberi pakan dengan
tambahan BG dengan kadar 1,5 g/kg memiliki nilai THC yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lain. Sahoo et al. (2008) menjelaskan tingginya
nilai THC pada pada udang galah yang diberi BG diakibatkan oleh tingginya
mobilisasi sel hemosit dalam tubuh udang, sehingga dapat meningkatkan imunitas
dan pengenalan mengenai benda asing yang masuk dalam tubuh udang.
Udang vaname yang diberi PHB memiliki nilai THC yang rendah, hal ini
disebabkan oleh banyak energi yang hilang untuk mempertahankan pH usus,
sehingga proses fagositosis tidak berjalan dengan baik yang berakibat pada
rendahnya nilai THC. Nilai THC yang rendah menyebabkan udang vaname
menjadi rentan terhadap patogen (Le Moullac et al. 1998). Nilai THC yang rendah
juga dapat menyebabkan terjadi infeksi akut yang dapat berakibat pada kematian
(Rodriguez dan Le Moullac 2000). Nilai THC sejalan dengan nilai respiratory
burst (RB), udang vaname yang diberi BG memiliki nilai tertinggi dan berbeda
nyata antar perlakuan maupun kontrol. Udang vaname yang diberi BG memiliki
nilai RB tertinggi karena BG dapat mengaktifkan sel fagosit dan BG juga dapat
diurai menjadi energi untuk mendukung proses fagositosis, hal ini yang
menyebabkan nilai RB menjadi lebih tinggi. Respiratory burst berkaitan dengan
mekanisme fagositosis, sehingga semakin tinggi nilai RB maka sistem imun
udang menjadi semakin baik (Rodriguez dan Le Moullac 2000). Namun
demikian, udang yang diberi PHB memiliki nilai RB yang rendah karena udang
banyak kehilangan energi untuk mempertahan pH usus dan tidak memiliki enzim
carnitine palmitoyltransferase yang dapat merubah asam lemak butirat menjadi
energi. Hal ini yang menyebabkan udang vaname tidak memiliki energi yang
cukup untuk fagositosis, sehingga fagositosis tidak berjalan sempurna yang
berakibat pada rendahnya nilai RB.
Sintasan udang vaname yang tertinggi terjadi pada perlakuan dengan
penambahan β-(1,3) glukan dalam pakan. β-(1,3) glukan yang diurai secara
enzimatis menghasilkan tambahan energi untuk meredam stress dan
meningkatkan proses fagositosis, sehingga udang vaname tidak mudah terserang
penyakit yang berakibat pada sintasan tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Yin et al. 2006) yang menyatakan bahwa β-(1,3) glukan dapat meningkatkan

11
respons imun udang dengan cara meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit untuk
menjalankan proses fagositosis. Meningkatnya respons imun udang tersebut dapat
mempengaruhi nilai sintasan menjadi lebih tinggi, karena resistensi udang
terhadap patogen juga meningkat (Cook et al. 2003). Hasil penelitian (Chang et al.
2003b) memperlihatkan bahwa pemberian oral BG selama 20 hari secara efektif
meningkatkan sistem imun udang windu, sehingga sintasanya meningkat. Chang
et al. (2003a) juga melaporkan bahwa suplementasi BG 2 g/kg pakan selama 40
hari meningkatkan sintasan udang windu.
Namun demikian, udang vaname yang diberi PHB dan kombinasi BG
dengan PHB memiliki sintasan yang rendah. Hal ini diduga karena PHB yang
terdegredasi menjadi asam lemak butirat dapat menurunkan pH usus, sehingga
banyak energi yang digunakan untuk mempertahan pH tersebut. Energi untuk
proses fagositosis tidak mencukupi, sehingga udang mudah terserang penyakit
yang berakibat pada rendah sintasan. Sistem pemeliharaan udang vaname dengan
kepadatan tinggi atau intensif juga dapat menyebabkan stress sedangkan energi
untuk meredam stress tersebut tidak cukup, sehingga mudah terserang penyakit
dan dapat menyebabkan kematian. Poli-β-hidroksibutirat dan kombinasi BG
dengan PHB rendah juga diduga karena udang vaname tidak memiliki enzim
carnitine palmitoyltransferase yang dapat mengubah asam lemak butirat menjadi
energi, sehingga energi untuk meredam stress dan fagositosis tidak mencukupi
yang berakibat pada sintasan yang rendah. Selain itu, kombinasi BG dengan PHB
sintasanya rendah diduga karena tidak hanya BG dan PHB yang berperan penting
dalam biofok tetapi ada nutrien lain yang berperan dalam bioflok tersebut.

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian β-(1,3) glukan sebagai feed additive melalui pakan memiliki
kemampuan yang terbaik didalam meningkatkan kinerja pertumbuhan dan respons
imun non spesifik. Namun demikian, feed additive yang berupa poli-βhidroksibutirat memiliki kinerja pertumbuhan dan respons imun non spesifik yang
rendah. Udang vaname yang diberi pakan kombinasi antara β-(1,3) glukan dan
poli-β-hidroksibutirat juga belum bisa meningkatkan kinerja pertumbuhan dan
respons imun non spesifik.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis poli-βhidroksibutirat yang tepat dan faktor lain yang menyebabkan teknologi bioflok
dapat meningkatkan pertumbuhan dan sintasan udang vaname.

12

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, AJ, Dawes, EA. 1990. Occurence, Metabolism, Metabolic Role and
Industrial Uses of Bacterial Polyhydroxyalkanoates. Microbiological Reviews.
54(4): 450-472.
Avnimelech Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a controlelement in aquaculture
systems. Aquaculture 176: 227-235.
Ber L. 1997. Yeast derived beta-1,3-D-Glucan: an adjuvant concept. American
Journal of Natural Medicine 4 (3). www.anma.com/mon43.html.
Blaxhall PC, Daysley KW. 1973. Routine haemotological methods for use with
fish blood. Journal Fish Biology 5:577-581.
Chang CF, Chen HY, Su MS, Liao IC. 2003a. Immunomodulation by dietary β1,3-glucan in the brooders of the black tiger shrimp Penaeus monodon. Fish
Shellfish Immunology 10: 505-514.
Cheng W, Liu CH, Yeh ST, JC. Chen. 2004. The immune stimulatory effect of
sodium alginate on the white shrimp Litopenaeus vannamei and its resistance
against Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunology 17: 41-51.
Cook MT, Hayball PJ, Hutchinson W, Nowak BF, Hayball JD. 2003.
Administration of a commercial immune-stimulan preparation, EcoActiva as a
feed supplement enhances macrophage respira-tory burst and the growth rate of
snaper Pagurus auratus Sparidae (Bloch and Schneider) in winter. Fish and
Shellfish Immunology 14: 333-345.
Defoirdt T, Halet D, Vervaeren H, Boon N, Van de WT, Sorgeloos P, Bossier P,
Verstraete W. 2007. The bacterial storage compound of poly- β-hydrobutyrate
protects Artemia fransiseana from pathogenic Vibrio campbellii.
Environmental Microbiology 9: 445-452.
Defoirdt T, Boon N, Sorgeloos P, Verstraete W, Bossier P. 2009. Short-chain fatty
acids and poly-β-hydroxyalkanoates: (new) biocontrol agents for a sustainable
animal production (review). Biotechnology Advances 27: 680-685.
De Schryver and Verstraete, Willy. 2009. Nitrogen removal from aquaculture
pond water by heterotrophic nitrogen assimilation in lab-scale sequenching
batch reactor. Bioresource Technology 100 (2009) 1162-1167.
De Schryver P, Sinha AK, Kunwarr PS, Baruah K, Verstraete W, Boon N, De
Boeck G, Bossier P. 2010. Poly-beta-hydroxybutyrate (PHB) increases growth
performance and intestinal bacterial range-wighted richness in juvenile
European sea bass, Dicentrarchus labrax. Appl. Microbio. Biotecnol 86: 15351541.
Ha C, K. Lim, Y. Kim, S. Lim, C. Kim, and H. Chang. 2002. Analysis of alkalisoluble glucan produced by Saccharomyces cerevisiae wild-type and mutants.
Applied Microbiology and Biotechnology 58 (3): 370-377.
Horowitz S, Horowitz A. 2002. Microbial intervention in aquaculture. In: Lee, C.S., O’Bryen, P. (Eds.), Proceedings of Microbial Approaches to Aquatic
Nutrition within Environmentally Sound Aquaculture Production Systems.
The World AquacultureSociety, Baton Rouge, Louisiana, USA pp. 119– 131.
Huisman EA.1987. Principles of fish production. Netherland:Department of Fish
Culture
and
Fisheries,
Wageningen
Agriculture
University.Waganingen.Netherland.170p.

13
Hunter KW, Gault RA, Berner MD. 2002. Preparation of microparticulate βglucan from Saccharomyces cerevisiae for use in immune potentiation. Lett
Appl Microbiol 35: 267-271.
Johansson M, Keyser P, Sritunyalucksana K, Soderhall K. 2000. Crustacean
haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191: 45-52.
Jorgensen J , Robertsen B. 1995. Yeast β-glucan stimulates respiratory burst
activity of Atlantic salmon (Salmo salar L.) macrophages. Developmental and
Comparative Immunology 19: 43–57.
Kulickle WM, AL. Lettau, H. Thielking. 1996. Correlation between
immunological activity, molar mass, and molar structure of different (1,3)-β-Dglucans. Carbohydrate Research 297: 135-143.
Lee JN, Lee DY, In-Hye J, Gi-Eun K, Kim HN. 2001. Purification of soluble β
Glucan with immuno-enhancing activity from the cell wall of yeast. Bioscience
Biotechnology and Biochemistry. 65 (4): 837-841.
Le Moullac G, Soyez C, Saulnier D, Ansquer D, Avarre JC, Levy P. 1998. Effect
of hypoxic stress on the immune response and the resistance to vibriosis of the
shrimp Penaeus stylirostris. Fish Shellfish and Immunology 8: 621-629.
Lopez N, Cuzon G, Gaxiola G, Taboada G, Valenzuela M, Pascual C, Sanches A,
Rosas C. 2003. Physiological, nutritional, and immunological role of dietary βglukan and ascorbic acid 2-monophospate in Litopenaeus vannamei juveniles.
Aquaculture 224: 223-243.
Manoppo H. 2011. Peran nukleotida sebagai imunostimulan terhadap respons
imun nonspesifik dan resistensi udang vaname (Litopenaues vannamei)
[Disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramu K, Zakaria. 2000. Defence mechanism in crustacean. Infofish International
5 : 30 – 32.
Rodriguez L, Le Moullac G. 2000. State of the art of immunological tools and
health control of penaeid shrimp. Aquaculture 191: 109-119.
Sahoo PK, Das A, Mohanty S, Mohanty BK, Pilai BR, Mohanty J. 2008. Dietary
β-1,3 glucan improve the immunity and disease resistance of freshwater prawn
Macrobrachium rosenbergii challenged with Aeromonas hydrophyla.
Aquaculture Research 39: 1574-1578.
Sakai M. 1999. Current research status of fish immunostimulants. Aquaculture
172: 63-92.
Sang H, Fotedar R. 2010. Effects of dietary β-1,3-glukan on the growth, survival,
physiological, and immune response of marron, Cherax tenuimanus (Smith
1912). Fish and Shellfish Immunology 28: 957-960.
Siwicki AK, Morand M, Terech-Majewska E, Niemczuk W, Kazun K, Glombski
E.1998. Influence of immunostimulants on the effectiveness of vaccine in fish:
in vitro and in vivo study. J. Appl. Ichthyology 14: 225-227.
Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients, In:
Watanabe T (ed). Fish Nutrition and Mariculture. Japan: Kanagawa
international fisheries training centre. Japan International Cooperation Agency
(JICA). pp 179-233.
VanWyk P, Scarpa J. 1999.Water Quality and Management. In: Van Wyk P. et al.
(Eds.), Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems. Florida
Department of Agriculture and Consumer Services, Tallahassee pp. 128–138.
Vetvicka V, Terayama K, Mandeville R, Brousseau P, Kournikakis B, Ostroff G.

14
2002. Orally-administered yeast beta-1,3-glukan prophylactically protects
against anthrax infection and cancer in mice. The Journal the American
Nutraceutical Association 5: 1-5.
Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. Department of aquatic
Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA. 233 p.
Yin G, Jeney G, Racs T, Xu P, Jun X, Jeney Z. 2006. Effect of two Chinese herbs
(Astragalus radix and Scutellaria radix) on nonspecific immune system of
tilapia, Oreochromis niloticus. Aquaculture 253: 39-47.
Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

15
Lampiran 1 Hasil analisis statistik laju pertumbuhan spesifik (SGR) udang
vaname Litopenaeus vannamei yang diberi feed additive berbeda (β(1,3) glukan 0% dan PHB 0%; β-(1,3) glukan 0,15%; PHB 1% dan
kombinasi β-(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1%) selama 42 hari.
Huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05).
Descriptives
SGR
95% Confidence
Interval for
Mean
N
1.00 3
2.00 3
3.00 3
4.00 3
Total 12

Mean
1.8833
2.1367
1.7967
1.9500
1.9417

Std.
Deviation
.02517
.04726
.05508
.09539
.14064

Std.
Error

Lower Upper
Bound Bound Minimum Maximum

.01453
.02728
.03180
.05508
.04060

1.8208
2.0193
1.6599
1.7130
1.8523

1.9458
2.2541
1.9335
2.1870
2.0310

1.86
2.10
1.74
1.89
1.74

1.91
2.19
1.85
2.06
2.19

ANOVA
SGR
Sum of
Squares
Between Groups
Within Groups
Total

.188
.030
.218

df

Mean Square
3
8
11

.063
.004

F

Sig.

16.673

.001

SGR
a

Duncan

Subset for alpha = 0.05
Perlakuan

N

1

2

3.00
3
1.7967
1.00
3
1.8833
1.8833
4.00
3
1.9500
2.00
3
Sig.
.121
.219
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

3

2.1367
1.000

16
Lampiran 2 Hasil analisis statistik rasio konversi pakan (FCR) udang vaname
Litopenaeus vannamei yang diberi feed additive berbeda (β-(1,3)
glukan 0% dan PHB 0%; β-(1,3) glukan 0,15%; PHB 1% dan
kombinasi β-(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1%) selama 42 hari.
Huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05).
Descriptives
FCR
95% Confidence
Interval for Mean
N
1.00 3
2.00 3
3.00 3
4.00 3
Total 12

Mean
2.4100
2.1667
2.5900
2.5333
2.4250

Std.
Deviation
.09165
.03512
.18083
.05132
.19252

Std.
Error

Lower
Bound

.05292
.02028
.10440
.02963
.05558

2.1823
2.0794
2.1408
2.4059
2.3027

Upper
Bound Minimum Maximum
2.6377
2.2539
3.0392
2.6608
2.5473

2.31
2.13
2.40
2.49
2.13

2.49
2.20
2.76
2.59
2.76

ANOVA
FCR
Sum of
Squares
Between Groups
Within Groups
Total

.318
.090
.408

df

Mean Square
3
8
11

.106
.011

F

Sig.

9.422

.005

FCR
a

Duncan

Subset for alpha = 0.05
Perlakuan

N

1

2.00
3
2.1667
1.00
3
4.00
3
3.00
3
Sig.
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

2
2.4100
2.5333
2.5900
.081

17
Lampiran 3 Hasil analisis statistik sintasan udang vaname Litopenaeus vannamei
yang diberi feed additive berbeda (β-(1,3) glukan 0% dan PHB 0%;
β-(1,3) glukan 0,15%; PHB 1% dan kombinasi β-(1,3) glukan 0,15%
dan PHB 1%) selama 42 hari. Huruf yang sama menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata (P>0,05).
Descriptives
Sintasan
95% Confidence
Interval for Mean
N

Mean

Std.
Deviation

1.00
3 85.0000
.00000
2.00
3 96.6667 2.88675
3.00
3 73.3333 2.88675
4.00
3 75.0000 5.00000
Total 12 82.5000 10.11300

Std.
Error

Lower
Bound

.00000 85.0000
1.66667 89.4956
1.66667 66.1622
2.88675 62.5793
2.91937 76.0745

Upper
Bound

Minimum Maximum

85.0000
103.8378
80.5044
87.4207
88.9255

85.00
95.00
70.00
70.00
70.00

85.00
100.00
75.00
80.00
100.00

F

Sig.

ANOVA
Sintasan
Sum of
Squares
Between Groups
Within Groups
Total

1041.667
83.333
1125.000

df

Mean Square
3
8
11

347.222
10.417

33.333

.000

Sintasan
a

Duncan

Subset for alpha = 0.05
Perlakuan

N

1

2

3.00
3
73.3333
4.00
3
75.0000
1.00
3
85.0000
2.00
3
Sig.
.545
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

3

96.6667
1.000

18
Lampiran 4 Hasil analisis retensi protein udang vaname Litopenaeus vannamei
yang diberi feed additive berbeda (β-(1,3) glukan 0% dan PHB 0%;
β-(1,3) glukan 0,15%; PHB 1% dan kombinasi β-(1,3) glukan 0,15%
dan PHB 1%) selama 42 hari. Huruf yang sama menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata (P>0,05).
Descriptives
R.Protein
95% Confidence
Interval for Mean
N

Mean

Std.
Deviation
.94016

Std.
Error

Lower
Bound

1.00

3 14.5100

2.00

3 16.0833

3.08923 1.78357

3.00

3 11.7833

2.08433 1.20339

4.00

3 12.0600

Total 12 13.6092

Upper
Bound Minimum Maximum

.54280 12.1745 16.8455

13.56

15.44

8.4093 23.7574

14.25

19.65

6.6056 16.9611

10.56

14.19

.21000

.12124 11.5383 12.5817

11.85

12.27

2.47958

.71579 12.0337 15.1846

10.56

19.65

ANOVA
R.Protein
Sum of
Squares

df

Mean Square

Between Groups

38.000

3

12.667

Within Groups

29.632

8

3.704

Total

67.631

11

F

Sig.

3.420

.073

R.Protein
a

Duncan

Subset for alpha = 0.05
Perlakuan

N

1

2

3.00

3

11.7833

4.00

3

12.0600

1.00

3

14.5100

2.00

3

Sig.

16.0833
.135

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

14.5100
.346

19
Lampiran 5 Hasil analisis statistik total haemocyte count (THC) udang vaname
Litopenaeus vannamei yang diberi feed additive berbeda (β-(1,3)
glukan 0% dan PHB 0%; β-(1,3) glukan 0,15%; PHB 1% dan
kombinasi β-(1,3) glukan 0,15% dan PHB 1%) selama 42 hari.
Huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05).
Descriptives
THC
95% Confidence
Interval f