Analisis Risiko Produksi Budidaya Temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor.

ANALISIS RISIKO BUDIDAYA TEMULAWAK
DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA
BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR

SYAFRINA ANDRIANI LUBIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

7

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko
Budidaya Temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Syafrina Andriani Lubis
NIM H34096108

2

ABSTRAK

SYAFRINA ANDRIANI LUBIS. Analisis Risiko Produksi Budidaya Temulawak
di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor. Dibimbing oleh
ANNA FARIYANTI.
Temulawak merupakan salah satu tanaman obat yang banyak manfaatnya.
Usaha budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka

menghadapi tantangan berupa risiko produksi. Tujuan penelitian ini adalah 1)
mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi budidaya temulawak di UKBB
dengan menggunakan analisis deskriptif, 2) menganalisis probabilitas dan dampak
dari sumber risiko produksi budidaya temulawak di UKBB dengan menggunakan
alat analisis Value at Risk dan metode Z-Score, dan 3) menganalisis berbagai
alternatif yang dapat diterapkan untuk menangani risiko produksi yang dihadapi
oleh usaha budidaya temulawak di UKBB. Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa budidaya temulawak di UKBB mengalami penurunan produksi dipicu oleh
organisme pengganggu tanaman yang menyerang bibit temulawak ataupun
tanaman temulawak yang sedang dibudidayakan, kesalahan dalam melakukan
seleksi bibit, serta musim hujan.
Kata kunci: budidaya, penurunan produksi, risiko, temulawak

ABSTRACT
SYAFRINA ANDRIANI LUBIS. Cultivation Curcuma Xanthorriza ROXB
Production Risk Analysis in Biopharmaca Conservation Station (BCCS) Bogor.
Supervised by ANNA FARIYANTI.

Curcuma Xanthorriza ROXB is one of the many benefits of medicinal plants.
The cultivation of Curcuma Xanthorriza ROXB in Biopharmaca Conservation

Station (BCCS) face the challenge of production risk. The purpose of this
research was 1) to identify the sources of risk in the production of Curcuma
Xanthorriza ROXB cultivation in using descriptive analysis, 2) analyze the
probability and impact of risk sources in the production of Curcuma Xanthorriza
ROXB cultivation in BCCS using Value at Risk analysis tools and Z-Score
methods, and 3) analyze the various alternatives that can be implemented to
address the risks faced by the production of Curcuma Xanthorriza ROXB

3

cultivation in BCCS. Based on the results of analysis show that the cultivation of
Curcuma Xanthorriza ROXB in BCCS decreased production triggered by plant
pests that attack the seeds of Curcuma Xanthorriza ROXB or Curcuma
Xanthorriza ROXB plants are being cultivated, the error in the selection of seeds,
and the rainy season.

Keywords : cultivation, curcuma , declining production, risk

5


ANALISIS RISIKO BUDIDAYA TEMULAWAK
DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA
BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR

SYAFRINA ANDRIANI LUBIS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

4


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah Analisis Risiko, dengan judul Analisis Risiko Budidaya
Temulawak Di Unit Kebun Konservasi Biofarmaka (UKKB), Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji, Dra.
Yusalina, MSi selaku wakil komisi pendidikan, serta Saudara Riko Saudur
Panjaitan selaku pembahas seminar yang telah banyak memberi saran. Disamping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taopik Ridwan dan tenaga
kerja di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor, yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada papa, mama, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Syafrina Andriani Lubis


8

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Budidaya Temulawak
Risiko Agribisnis Hortikultura
Sumber-sumber Risiko Usaha Budidaya Hortikultura
Peluang dan Dampak Risiko Produksi Hortikultura
Strategi Alternatif Risiko Usaha Budidaya Hortikultura
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi dan Konsep Risiko

Sumber-Sumber Risiko
Manajemen Risiko
Pengukuran Risiko
Penanganan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Kualitatif (Deskriptif)
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)
Analisis Dampak Risiko
Pemetaan Risiko
Alternatif Strategi
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Perusahaan
Organisasi dan Manajemen Kebun UKBB
Sumberdaya Perusahaan dan Kebun
Unit Usaha

Pengadaan Bahan Baku
Proses Budidaya
Proses Pasca Panen
Pemasaran (Distribusi)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi

vi
vi
vi
1
1
5
6
7
7
7
9
9
9

10
11
11
11
12
14
15
16
18
20
20
21
21
22
22
22
24
25
26
27

27
28
29
30
30
30
31
33
34
34

9

Analisis Probabilitas Risiko Produksi
Analisa Dampak Risiko Produksi
Pemetaan Risiko Produksi
Strategi Penanganan Risiko Produksi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

39
41
43
45
49
49
49
50
53

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB Indonesia menurut lapangan usaha dan laju pertumbuhan
2011-2013
2 Perkembangan PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun
2008 -2010

3
4
5
6

1
3

Perkembangan produksi tanaman biofarmaka di Indonesia 2009-2012
Jumlah produksi temulawak kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka

Luas lahan untuk beberapa komoditi di UKBB
Jumlah kegagalan produksi temulawak di Kebun Unit Konservasi
Budidaya Biofarmaka (UKBB)
7 Jumlah kematian temulawak untuk setiap sumber risiko
8 Perbandingan probabilitas risiko dari sumber risiko produksi
9 Dampak risiko dari masing-masing sumber risiko produksi
10 Status risiko dari sumber risiko produksi

3
6
27
35
36
40
42
43

DAFTAR GAMBAR
1 Risiko agribisnis
2 Proses pengelolaan risiko
3 Peta preventif risiko
4 Peta mitigasi risiko
5 Kerangka operasional penelitian
6 Peta Risiko
7 Struktur Organisasi Kebun UKBB
8 Ruang lingkup kegiatan di UKBB
9 Alur kegiatan budidaya temulawak UKBB
10 Hasil pemetaan sumber risiko produksi temulawak
11 Usulan strategi preventif risiko produksi temulawak
12 Usulan strategi mitigasi risiko produksi temulawak

12
15
16
17
20
26
28
30
34
44
46
48

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan subsektor agribisnis yang dapat diandalkan dalam
pergerakan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya
terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan nilai PDB
Indonesia atas dasar harga berlaku, PDB tahun 2013 naik sebesar Rp 854,6 triliun
yaitu dari Rp 8.229,4 triliun pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp 9.084,0 triliun
pada tahun 2013. Struktur produk domestik bruto menurut lapangan usaha dari
tahun 2011 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai PDB Indonesia menurut lapangan usaha dan laju pertumbuhan
tahun 2011-2013
Atas dasar harga berlaku
Laju Pertumbuhan 2012(Triliun Rupiah)
2013
Lapangan usaha
2011
2012
2013
Triliun Rupiah
(%)
Pertanian,perikanan,
kehutanan,dan
1.091,4 1.193,5
1.311,0
117,5
9,85
peternakan
Pertambangan dan
877,0
970,8
1.020,8
50,0
5,15
penggalian
Industri pengolahan
1.806,1 1.972,5
2.152,6
180,1
9,13
Listrik, gas, dan air
55,9
62,2
70,1
7,9
12,70
bersih
Kontruksi
753,6
844,1
907,3
63,2
7,49
Perdagangan, hotel,
1.023,7 1.148,7
1.301,5
152,8
13,30
dan restoran
Pengangkutan dan
491,3
549,1
636,9
87,8
15,99
komunikasi
Keuangan,realestate,
535,2
598,5
583,0
84,5
14,11
dan jasa perusahaan
Jasa-jasa
Produk Domestik
Bruto

785,0

890,0

1.000,8

110,8

12,45

7.419,2

8.229,4

9.084,0

854,6

10,38

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 10,38 persen
dibandingkan tahun 2012. Semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan dan
sektor pertanian menempati urutan kedelapan dengan nilai pertumbuhan 9,85
persen. Salah satu subsektor yang mempengaruhi persentase pertanian terhadap
produk domestik bruto (PDB) adalah hortikultura. Hortikultura memiliki berbagai
macam komoditas yang dapat dikembangkan diantaranya tanaman sayur-sayuran,

2
buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan (biofarmaka).
Pengembangan tanaman biofarmaka dapat menciptakan lapangan kerja, sehingga
memberikan tambahan penghasilan petani dan memberikan manfaat dalam bidang
kesehatan.
Tanaman obat-obatan (biofarmaka) sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai bahan baku obat-obatan herbal. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura
(2008) tanaman biofarmaka adalah tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan
yang dikonsumsi dari bagian tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang)
atau akar. Tanaman biofarmaka pada tahun 2010 terdapat 13 komoditas unggulan
antara lain temulawak, jahe, kejibeling, sambiloto, mengkudu, dringo, laos,
kunyit, temuireng, kencur, kapulaga, temukunci dan lempuyang kemudian pada
tahun 2011 bertambah menjadi 15 jenis tanaman dengan masuknya tanaman
mahkota dewa dan lidah buaya. Komoditas tersebut dipilih dengan
memperhatikan, bahwa 15 jenis tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, mempunyai peluang pasar, dan potensi produksi yang tinggi, serta
berpeluang dalam pengembangan teknologi1.
Peluang pengembangan obat tradisional Indonesia masih terbuka lebar,
karena permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan laju pertambahan
penduduk Indonesia yang tinggi dan mahalnya harga obat sintetik. Obat alami
yang minim efek samping dapat meningkatkan minat masyarakat, sehingga
beberapa perusahaan industri farmasi nasional menawarkan produk obat alami
dalam bentuk ekstrak tumbuhan obat (fitofarmaka) yang diolah dan dikemas
secara modern. Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
sampai tahun 2011 terdapat 1.426 industri obat tradisional yang memiliki izin
usaha industri yang terdiri dari 319 industri berskala besar seperti PT Sidomuncul,
PT Air Mancur, PT Nyonya Meneer, PT Mustika Ratu serta 1107 industri
berskala kecil seperti Dayang Sumbi, Indo Farma dan CV Temu Kencono2.
Penilaian terhadap kinerja sektor hortikultura juga dapat diukur dari
kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Nilai produk domestik bruto
(PDB) yang umum dipakai sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan
peran dan kinerja suatu sektor usaha terhadap perekonomian nasional serta
perkembangan sektor tersebut dari waktu ke waktu memperlihatkan bahwa sektor
hortikultura memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan
hanya untuk PDB kelompok pertanian secara umum, tetapi untuk Indonesia secara
nasional. Nilai produk domestik bruto (PDB) komoditas hortikultura mulai tahun
2008 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

1

Rosa. 2010. Tanaman Herbal. http://www.wordpress.com. [18 Maret 2011]
Sumarno. 2009. Peluang Tanaman Rempah dan Obat Sebagai Sumber Pangan.
http://fungsional.com. [21 Maret 2011].
2

3

Tabel 2 Perkembangan PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun
2008-2010
Kelompok Hortikultura

Nilai PDB
2008

2009

2010

dalam milyar rupiah
Buah-Buahan

42.660

48.437

46.721

Sayuran

27.423

30.506

30.106

Tanaman Hias

5.085

5.494

5.039

Tanaman Biofarmaka

4.118

3.897

6.958

79.286

88.334

88.824

Total

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011

Nilai produk domestik bruto (PDB) biofarmaka mengalami peningkatan
disetiap tahunnya. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa kontribusi
komoditas hortikultura cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga
tahun 2010 dengan presentasi pertumbuhan yang berbeda-beda. Pada tahun 2008,
secara keseluruhan komoditas hortikultura memberikan kontribusi terhadap
pendapatan negara sebesar Rp 4.118 milyar, tahun 2009 sebesar Rp 3.897 milyar
dan tahun 2010 sebesar Rp 6.958 milyar. Peningkatan nilai produk domestik bruto
dapat menjadi peluang perkembangan tanaman biofarmaka di Indonesia. Peluang
perkembangan tersebut didorong dengan bertambahnya produksi tanaman obat
(biofarmaka). Perkembangan produksi tanaman biofarmaka pada tahun 2009
sampai dengan 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perkembangan produksi tanaman biofarmaka di Indonesia tahun 20092012
Produksi

KOMODITAS
2009

2010

Pertumbuhan
2011

Kg
Jahe
122.181.084 107.734.608
94.743.139
Lengkuas
59.332.313
58.961.844
57.701.484
Kencur
43.635.311
29.638.127
34.016.850
Kunyit
124.047.450 107.375.347
84.803.466
Lempuyang
8.804.375
8.520.161
8.717.497
Temulawak
36.826.340
26.671.149
24.105.870
Temuireng
7.584.022
7.140.926
7.920.573
Temukunci
4.701.570
4.358.236
3.951.932
Dringo
1.074.901
754.551
611.608
Rimpang
408.187.366 351.154.949 316.572.419
Kapulaga
25.178.901
28.550.282
47.231.297
Mengkudu/Pace
16.267.057
14.613.481
14.411.737
Mahkota Dewa
12.066.850
15.072.118
12.072.154
Kejibeling
943.721
1.139.223
949.017
Sambiloto
4.334.768
3.845.063
3.286.262
Lidah Buaya
5.884.352
4.308.519
3.958.741
JUMLAH
472.863.015 418.683.635 398.481.627
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013

2012

2011-2012

%
109.448.310
48.959.625
39.687.597
89.580.450
7.645.828
43.229.709
8.123.842
4.456.541
1.045.790
352.177.692
32.062.491
12.570.867
10.733.653
804.035
2.339.727
3.846.619
414.535.086

15,52
-15,15
16,67
5,63
-12,29
79,33
2,57
12,77
70,99
11,25
-32,12
-12,77
-11,09
-15,28
-28,80
-2,83
4,03

4
Tanaman Biofarmaka yang tercantum dalam Tabel 3 terdiri dari 15
komoditas jenis rimpang dan non-rimpang. Komoditas-komoditas tersebut
mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Pertumbuhan yang cukup
signifikan dari tahun 2011 hingga tahun 2012 pada temulawak sebesar 79,33%.
Peningkatan persentase pertumbuhan temulawak tersebut menjadi peluang besar
untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan tanaman temulawak sebagai
bahan baku produksi.
Temulawak (Curcuma Xanthoriza ROXB) merupakan bahan yang sangat
strategis untuk dikembangkan mengingat banyaknya manfaat yang ditunjukkan
oleh bahan aktif kurkuminoid. Beberapa manfaat temulawak adalah dapat
melancarkan ASI, antioksidan, menurunkan lemak darah dan dapat merangsang
nafsu makan. Temulawak banyak digunakan sebagai bahan baku produksi obat
herbal, karena temulawak mengandung
salah satu senyawa aktif yaitu
kurkuminoid. Hasil penelitian Liang (1985), kurkuminoid rimpang temulawak
berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar
kolesterol darah, mencegah pembentukan lemak dalam sel hati dan sebagai
antioksidan. Secara kimiawi, kurkuminoid pada rimpang temulawak merupakan
turunan dari diferuloilmetan yakni senyawa dimetoksi diferuloilmetan (kurkumin)
dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Menurut Sidik
(1993) kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering berkisar 3,16
persen. Sedangkan kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak
sekitar 58-71 persen dan desmetoksikurkumin berkisar 29-42 persen. Selain itu,
temulawak juga mengandung senyawa-senyawa kimia yang dapat menyembuhkan
berbagai jenis penyakit diantaranya jantung, diabetes, keputihan, dan darah tinggi.
Trend back to nature mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi obatobatan herbal. Selain minim efek samping dan harga obat herbal yang relatif
murah, memanfaatkan temulawak sebagai obat herbal merupakan warisan budaya
dari nenek moyang bangsa Indonesia. Fenomena ini baik secara langsung maupun
tidak langsung memberikan dampak positif terhadap permintaan temulawak
dipasaran, sehingga mengakibatkan permintaan dan nilai perdagangan temulawak
cenderung mengalami peningkatan.
Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) merupakan salah
satu unit usaha Pusat Studi Biofarmaka IPB yang bergerak dalam budidaya
tanaman obat dan mengolah tanaman biofarmaka menjadi tanaman herbal.
Perusahaan tersebut memiliki lahan seluas 2,8 Ha dan memproduksi 310 jenis
komoditas tanaman obat. Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dalam
menjalankan usahanya menghadapi risiko produksi. Risiko produksi tersebut
salah satunya diindikasikan dari adanya fluktuasi produksi temulawak dalam
menghasilkan simplisia selama bulan Maret 2012 hingga Februari 2013.
Sumber-sumber risiko yang telah disebutkan sebelumnya, belum dapat
dipastikan mampu menggambarkan keseluruhan sumber risiko produksi yang
masih mungkin terdapat dalam kegiatan budidaya temulawak di kebun Unit
Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Oleh karena itu, diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang benarbenar terdapat pada kegiatan budidaya temulawak.
Potensi dan peluang yang telah dijelaskan, tidak terlepas dari berbagai
kendala risiko yang dihadapi. Mengingat adanya risiko produksi dalam budidaya

5

temulawak, maka perlu dilakukan kegiatan untuk mengelola risiko yang dihadapi
oleh perusahaan. Pengambilan keputusan yang tepat dapat menentukan risiko
yang dihadapi dapat dihindari ataupun dikurangi. Upaya-upaya tersebut untuk
dapat meminimalisasi risiko yang akan dan belum terjadi. Perusahaan harus
mengetahui terlebih dahulu sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya risiko.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumbersumber risiko produksi yang benar-benar terdapat pada kegiatan budidaya
temulawak di Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB).

Perumusan Masalah
Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan
mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka memiliki tiga sub
divisi yaitu kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) sebagai tempat
budidaya tanaman biofarmaka dan produksi simplisia basah dan simplisia kering,
Laboratorium Pelayanan sebagai tempat penelitian dan pengembangan tanaman
biofarmaka, dan PT Biofarmaka Indonesia sebagai unit yang bergerak dalam
kegiatan produksi obat yang berbahan baku tanaman biofarmaka untuk
dikomersialkan. Produk yang dihasilkan oleh Kebun Unit Konservasi Budidaya
Biofarmaka dari kegiatan budidaya adalah simplisia basah dan simplisia kering.
Simplisia tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan herbal. Simplisia
yang dihasilkan dari kegiatan budidaya haruslah terjaga kontinuitas produksinya.
Kontinuitas produksi tanaman biofarmaka dipengaruhi oleh proses budidaya
tanaman obat itu sendiri.
Kegiatan budidaya temulawak yang dilakukan sering menghadapi risiko
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor yang bersumber dari alam.
Beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber risiko produksi diantaranya
perubahan musim, kesalahan pembudidaya dalam seleksi bibit, serangan hama
dan penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi
temulawak sebagai bahan baku obat herbal. Salah satu indikasi adanya risiko
produksi dalam kegiatan budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya
Biofarmaka (UKBB) dapat dilihat dari adanya fluktuasi produksi temulawak
dengan satuan luas lahan yang sama pada bulan Maret 2012 hingga Februari 2013
yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Temulawak yang dibudidayakan di Kebun Unit Konservasi Budidaya
Biofarmaka (UKBB) ditanam pada awal Maret 2012 dan dipanen setelah tanaman
temulawak berumur 12 bulan yaitu bulan Maret tahun 2013 begitu juga untuk
bulan-bulan berikutnya. Pada Tabel 4 dapat dilihat bagaimana fluktuasi produksi
temulawak dalam menghasilkan simplisia basah. Produksi temulawak di Kebun
Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) mengalami penurunan produksi
mulai bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013. Berdasarkan informasi yang
diperoleh pada bulan tersebut merupakan puncak musim penghujan sehingga
mengakibatkan banyak serangan organisme pengganggu tanaman.

6

Tabel 4 Jumlah produksi temulawak di kebun unit konservasi budidaya biofarmaka
Maret 2012-Februari 2013

Bulan Tanam
Tahun 2012
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Januari
Februari

Bulan Panen
Tahun 2013
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Januari
Februari

Jumlah Panen
Temulawak
(Kilogram)
250
235
200
275
240
210
235
190
150
145
187
165

Luas Lahan
(M2)
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33
75,33

Produktivitas
Temulawak
(Kg/M2)
3,32
3,12
2,65
3,65
3,19
2,79
3,12
2,52
1,99
1,92
2,48
2,19

Sumber : Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka, 2013

Sumber-sumber risiko produksi berdasarkan keterangan yang diperoleh dari
proses identifikasi awal pada kegiatan budidaya temulawak di kebun Unit
Konservasi Budidaya Biofarmaka tentu belum dapat dipastikan akan
menggambarkan keseluruhan faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi.
Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi lainnya yang benar-benar
terdapat pada kegiatan budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya
Biofarmaka (UKBB) dengan harapan dapat dihasilkan suatu strategi penanganan
risiko yang dapat diterapkan di lokasi penelitian untuk meminimalkan dampak
dan probabilitas dari sumber-sumber risiko tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Apa saja sumber-sumber risiko yang terdapat pada budidaya temulawak pada
Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)?
2. Bagaimana probabilitas dan dampak dari risiko dari sumber-sumber risiko
produksi budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka
(UKBB)?
3. Bagaimana strategi dalam mengantisipasi risiko yang terjadi pada budidaya
temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai sehubungan dengan permasalahan
yang telah dikemukakan tersebut sebagai berikut:

7

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko budidaya temulawak di kebun Unit
Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan sumber-sumber
risiko produksi pada budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya
Biofarmaka.
3. Menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh kebun Unit
Konservasi Budidaya Biofarmaka untuk mengendalikan sumber-sumber risiko
produksi dalam kegiatan budidaya temulawak.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis risiko budidaya
temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Penelitian
ini hanya mengkaji pada komoditas temulawak. Penentuan dari masing-masing
sumber risiko dihitung dari estimasi jumlah kematian batang temulawak melalui
perhitungan bobot dari masing-masing sumber kegagalan.

TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Budidaya Temulawak

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu. Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan
sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Batang temulawak memiliki
daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna
daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84cm dan
lebar 10-18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80cm. Perbungaan
lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9-23cm dan
lebar 4-6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding
dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13mm,
mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5cm, helaian
bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna
merah dadu atau merah, panjang 1,25-2cm dan lebar 1cm (Sardiantho, 2009).
Kandungan kimia rimpang temulawak dibedakan atas tiga komponen besar,
yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid dan fraksi minyak atsiri (Sidik, 1995).
Kandungan minyak atsiri temulawak sekitar 4,6-11 persen yang berkhasiat
sebagai kolagoga yaitu meningkatkan produksi sekresi empedu, menurunkan
kadar kolesterol dan mengaktifkan enzim pemecah lemak. Fraksi kurkuminoid

8
yang terkandung dalam tepung temulawak berjumlah 3,16%. Kurkuminoid pada
rimpang temulawak terdiri dari dua jenis yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin,
mempunyai warna kuning, berbentuk serbuk dengan aroma yang khas, rasa sedikit
pahit, tidak bersifat toksik, serta larut dalam aseton, alkohol, asam asetat dan
alkali hidroksida (Purseglove, 1981). Selain itu, berdasarkan penelitian, manfaat
temulawak kini diketahui juga dapat mengatasi penyakit anemia, menurunkan
kolesterol, melancarkan peredaran darah, mengatasi gumpalan darah, mengobati
demam, malaria, penyakit campak, mengatasi pegal linu, sakit pinggang,
reumatik, mengobati keputihan, ambeien, sembelit, batuk, asma, radang
tenggorokan, hingga radang saluran pernapasan, mengobati eksim, jerawat,
radang empedu, serta meningkatkan stamina (Harlin, 2013).
Temulawak adalah bahan baku biofarmaka yang menduduki urutan kedua
setelah jahe. Kebutuhan industri obat terhadap temulawak adalah 3.000 ton/tahun
(Pusat Studi Biofarmaka IPB, 2002). Untuk memenuhi kebutuhan temulawak,
maka diperlukan sistem budidaya yang berkelanjutan diantaranya dengan
penggunaan benih unggul bermutu tinggi. Benih merupakan faktor input yang
paling menentukan produktivitas tanaman disamping lahan untuk pertanian.
Tingkat keberhasilan budidaya suatu tanaman lebih kurang 40 persen ditentukan
oleh kualitas benih. Kebutuhan benih temulawak adalah 1,5-2 ton/ha. Mengingat
kebutuhan benih yang sangat banyak, maka perlu diusahakan cara yang efisien
dalam penggunaan benih, misalnya dengan memperkecil ukuran benih rimpang
atau pemanfaatan rimpang cabang (Sukarman et al., 2011).
Persiapan benih dimulai dengan memisahkan rimpang induk dengan
rimpang cabang sesuai dengan kebutuhan. Rimpang dibersihkan dari tanah, dan
dicuci sampai bersih, kemudian rimpang induk dibelah membujur dan melintang
sesuai perlakuan. Untuk memacu pertumbuhan tunas, benih/rimpang direndam
dalam larutan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin konsentrasi 0,2% selama 30
menit, kemudian disemai dan ditutup dengan plastik hitam selama 1 minggu
(Makin dan Rumayanto, 1985).
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik organik maupun
anorganik untuk mengganti kehilangan unsur hara dalam tanah dan bertujuan
untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor lingkungan yang
baik (Sutedjo, 1994). Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang
atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah
persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan
produksi dan mutu hasil tanaman (Sumarsono dan Sigit, 2001).
Pemupukan harus memperhatikan beberapa hal yaitu karakteristik tanaman
yang akan dipupuk, jenis tanah yang akan dipupuk, jenis pupuk yang digunakan,
dosis pupuk yang diberikan, waktu pemupukan, dan cara pemupukan
(Hardjowigeno, 2003). Berdasarkan bahan pembuatannya, pupuk digolongkan
menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk
yang berasal dari hasil pelapukan sisa-sisa makhluk hidup, sedangkan pupuk
anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral atau senyawa kimia yang
telah diubah melalui proses produksi sehingga menjadi bentuk senyawa kimia
yang dapat diserap tanaman. Pupuk anorganik memiliki kadar unsur hara yang
tinggi, daya higroskopisitasnya tinggi, mudah larut dalam air sehingga lebih
mudah diserap tanaman (Agromedia, 2007).

9

Dosis pupuk yang digunakan pada budidaya temulawak untuk lahan seluas
1 ha yaitu 20 ton pupuk kandang, 200 kilogram Urea, 200 kilogram SP-36, dan
200 kilogram KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam,
sedangkan SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Urea diberikan 3 kali, yaitu
pada saat tanam, tanaman berumur 1 dan 2 bulan setelah tanam (BST) masingmasing 1/3 dosis (Rahardjo dan Rostiana, 2009).

Risiko Agribisnis Hortikultura

Beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko, khususnya yang membahas
tentang aspek produksi diperlukan sebagai informasi dalam melakukan penelitian.
Hasil penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan pembelajaran untuk
melakukan penelitian selanjutnya. Risiko agribisnis pada penelitian risiko
produksi budidaya temulawak belum banyak dilakukan sehingga peneliti mengacu
pada penelitian terdahulu terkait dengan risiko-risiko pada tanaman hortikultura.
Risiko agribisnis pada budidaya temulawak meliputi sumber-sumber risiko,
peluang dan dampak risiko, strategi alternatif,dan metode analisis risiko.

Sumber-Sumber Risiko Usaha Budidaya Hortikultura
Identifikasi sumber-sumber risiko merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk memperoleh penyebab risiko dan kejadian-kejadian yang dapat
menyebabkan kerugian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2008)
yang melakukan analisis risiko produksi daun potong, Wisdya (2009) dalam
analisis risiko anggrek Phalaenopsis, Ginting (2009) yang melakukan analisis
risiko produksi jamur tiram putih, Sofiani (2011) yang melakukan analisis risiko
produksi tanaman hias Dipladenia Crimson, Purwanti (2011) yang melakukan
analisis risiko produksi sayuran hidroponik, dan Asril (2011) yang melakukan
analisis risiko pasca panen pada tanaman obat bahwa faktor cuaca merupakan
faktor risiko yang dihadapi oleh tanaman hortikultura. Faktor hama dan penyakit
merupakan sumber risiko yang terdapat dalam penelitian Safitri (2008), Wisdya
(2009), Ginting (2009), Sofiani (2011), dan Purwanti (2011). Selain itu Sofiani
(2011) menambahkan bahwa bibit tanaman, tenaga kerja serta peralatan dan
bangunan merupakan sumber risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Sumbersumber risiko yang terdapat pada tanaman hortikultura pada umumnya disebabkan
oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit, bibit tanaman, tenaga kerja yang
kurang terampil. Pada umumnya risiko tersebut dapat diminimalisir dengan cara
melakukan penanganan yang insentif dalam menghadapi berbagai sumber-sumber
risiko yang dihadapi.

10
Peluang dan Dampak Risiko Produksi Hortikultura
Peluang dan dampak pada risiko produksi tanaman hias dipladenia crimson
oleh Sofiani (2011) mengemukakan bahwa risiko produksi tanaman hias
dipladenia crimson masih sangat tinggi yaitu kemungkinan terjadinya
penyimpangan hasil pada setiap kali produksi sebesar 44,5 persen dibandingkan
dengan risiko produksi bunga potong mawar sebesar 23 persen (Permana, 2011).
Wisdya (2009) menyatakan faktor cuaca merupakan status risiko terbesar dari
risiko produksi anggrek Phalaenopsis. Status risiko merupakan perkalian dari
probabilitas dan dampak yang terdapat dari sumber-sumber risiko yang terdapat
pada masing-masing analisis risiko produksi tanaman hortikultura.
Asril (2011), Purwanti (2011), Sofiani (2011), dan Safitri (2008)
menghitung penilaian risiko dengan cara menghitung nilai variance, coefficient
variation dan standard deviation. Ketiga ukuran tersebut saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Nilai variance sebagai penentu ukuran nilai yang lain.
Misal standard deviation merupakan akar kuadrat dari variance, sedangkan
coefficient variation merupakan rasio dari standard deviation dengan nilai
ekspektasi return. Nilai return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi,
atau harga.

Strategi Alternatif Risiko Usaha Budidaya Hortikultura
Purwanti (2011) mengemukakan terdapat dua alternatif pengelolaan risiko
dalam manajemen risiko produksi sayuran hidroponik yaitu strategi preventif dan
strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan dengan cara peningkatan pengaturan
suhu green house dan sistem karantina, peningkatan kualitas perawatan,
memperbaiki dan merawat fasilitas fisik, dan mengembangkan sumber daya
manusia. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan adalah sayuran yang terkena
hama dan penyakit tidak dapat dijual sehingga disarankan untuk diolah menjadi
pupuk kompos untuk dijual ke masayarakat sekitar, sayuran yang berbentuk kecil
dijual dalam bentuk mix salad, dan sayuran yang rusak dijual ke masyarakat
sekitar untuk dijadikan pakan ternak.
Strategi pengelolaan manajemen risiko produksi bawang merah dari hasil
penelitian Utami (2009) yaitu pengaturan pola tanam bawang merah yang sangat
dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Dalam melakukan pengaturan pola tanam,
petani bawang merah tidak hanya menanam satu jenis tanaman dalam satu tahun
(diversifikasi tanaman). Safitri (2008) dan Asril (2011) mengemukakan bahwa
strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menangani risiko adalah cara
diversifikasi produk dimana terdapat dua jenis komoditas dalam satu luasan lahan.
Dengan adanya diversifikasi produk maka akan dapat menutupi kegiatan produksi
yang mengalami penurunan. Dalam hal ini dapat dilakukan pola tanam yakni
kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan
usahatani lainnya. Oleh karena itu diversifikasi usahatani merupakan strategi yang
baik untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi.
Nasti (2013) mengusulkan strategi preventif adalah dengan perbaikan sistem
naungan atau rumah lindung. Rumah lindung berfungsi sebagai pelindung
tanaman dari kondisi cuaca dan lingkungan ekstrim yang dapat memberikan

11

pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman seperti intensitas cahaya
matahari yang terlalu tinggi dan terpaan angin dan air hujan serta organisme
pengganggu tanaman, sehingga diperoleh lingkungan tempat tumbuh yang
optimal.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Kerangka
pemikiran teoritis dalam penelitian ini, akan dijelaskan sebagai berikut:
Definisi dan Konsep Risiko
Manusia selalu dihadapkan dengan risiko sehingga risiko menjadi bagian
dari manusia. Begitu juga dengan perusahaan, perusahaan akan selalu berhadapan
dengan risiko. Ketidakmampuan perusahaan dalam menangani berbagai risiko
yang dihadapi akan merugikan perusahaan.
Istilah risiko dan ketidakpastian secara teoritis mempunyai pengertian yang
berbeda, meskipun seringkali kedua istilah tersebut digunakan secara bersamasama. Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui
oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan dalam bisnis (Robison dan Barry,
1987). Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dalam kegiatan bisnis
dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau
pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Adanya risiko dalam kegiatan
bisnis seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap pelaku bisnis. Risiko
menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku
bisnis yang mengalaminya (Harwood et al., 1999). Umar (1998) memberikan
beberapa pengertian mengenai risiko, diantaranya (a) risiko adalah kesempatan
timbulnya kerugian; (b) risiko adalah probabilitas timbulnya kerugian; (c) risiko
adalah ketidakpastian; (d) risiko adalah penyimpangan aktual dari yang
diharapkan dan; (e) risiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang
diharapkan.
Menurut Kountur (2008), ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak
tersedianya informasi menyangkut apa yang akan terjadi. Sedangkan risiko terjadi
karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan dan luar perusahaan. Pengaruh
terjadinya risiko yang berasal dari luar perusahaan diantaranya terjadi karena
kondisi dunia internasional sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi negara
Indonesia, teknologi yang dapat menimbulkan inovasi usaha atau efisiensi dalam
operasional usaha, peraturan pemerintah terhadap dunia usaha serta kekuatan
ekonomi masyarakat dalam membeli produk yang dihasilkan perusahaan.

12
Pengaruh terjadinya risiko dari dalam perusahaan dapat berupa sumber daya
manusia di perusahaan kurang ahli dibidangnya sehingga mempengaruhi
produktivitas produk yang dihasilkan dan dapat mempengaruhi pendapatan
perusahaan. Selain itu, kondisi keuangan perusahaan juga akan mempengaruhi
risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, apabila perusahaan melakukan
pinjaman dalam jumlah besar maka pendapatan dari perusahaan tersebut akan
berkurang karena sebagian pendapatan perusahaan dikeluarkan untuk membayar
bunga pinjaman. Terjadinya risiko dalam agribisnis dapat dilihat pada Gambar 1.
Input

Proses
Risiko

Ketidakpastian
Output

Pasar
Gambar 1 Risiko Agribisnis
Sumber : Kountur, 2008
Kountur (2008) menjelaskan ada tiga unsur penting dari sesuatu yang
dianggap sebagai risiko yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian (2) Kejadian tersebut
masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi atau tidak dan (3) Jika terjadi, akan
menimbulkan kerugian. Menurut Darmawi (2005), risiko dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak
terduga. Penggunaan kata “kemungkinan” tersebut sudah menunjukkan adanya
ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya
risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti tersebut timbul karena berbagai hal,
antara lain:
1. Jarak waktu antara perencanaan kegiatan hingga kegiatan itu berakhir. Semakin
panjang jarak waktu, maka akan semakin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan
3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan.
Berdasarkan kejadian yang dialami pelaku bisnis, maka risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi oleh para pelaku bisnis dapat bersifat personal. Hal
ini berarti diantara pelaku bisnis tertentu akan melihat suatu kejadian sebagai
risiko karena mampu menentukan peluang kejadian tersebut dari pengalaman
yang pernah dialami. Sedangkan pelaku bisnis lainnya melihat kejadian yang
sama sebagai ketidakpastian karena sulit dalam menentukan peluang kejadian
tersebut.
Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dari
adanya variasi, fluktuasi atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis.
Beberapa contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis diantaranya adanya fluktuasi

13

produksi, fluktuasi harga output, atau fluktuasi pendapatan untuk setiap satuan
yang sama.

Sumber - Sumber Risiko
Menurut Harwood et al. (1999), ada beberapa sumber risiko yang
mempengaruhi perusahaan baik langsung maupun tidak langsung antara lain:
1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap
perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk
merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input dan
output yang dihasilkan oleh perusahaan.
2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan
keadaan alam seperti curah hujan yang berubah secara tidak menentu,
perubahan cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan, serta serangan hama dan
penyakit.
3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara
langsung maupun tidak langsung, seperti kebijakan harga bibit tanaman,
kebijakan harga, kebijakan penggunaan bahan kimia, maupun kebijakan ekspor
dan impor.
4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang
berkaitan dengan perilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat mempengaruhi
perusahaan, seperti kesalahan dalam pencatatan data, kesalahan dalam
memberikan pupuk, mogok kerja ataupun meninggalnya tenaga kerja dalam
menjalankan pekerjaannya.
5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang finansial,
seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank maupun perubahan
Upah Minimum Regional (UMR).
Berdasarkan beberapa klasifikasi sumber risiko menurut Harwood et al.
(1999), maka sumber risiko yang secara umum dihadapi oleh Kebun Unit
Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) adalah risiko produksi.
Risiko juga dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya
risiko, akibat yang ditimbulkannya, aktivitas yang dilakukannya, dan sudut
pandang kejadian yang terjadi (Kountur, 2008):
1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab
Risiko jika diklasifikasikan dalam sudut pandang penyebab kejadian, risiko
ada dua macam yaitu: (1) Risiko keuangan dan (2) Risiko Operasional. Risiko
keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti risiko
harga, tingkat bunga dan mata uang asing. sedangkan risiko operasional adalah
risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan seperti manusia,
teknologi dan alam.
2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat
Risiko dari sudut pandang akibat yang ditimbulkan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu: (1) Risiko murni dan (2) Risiko Spekulatif. Risiko murni adalah suatu
kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya

14
keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan
terjadinya kerugian, tetapi juga memungkinkan keuntungan.
3. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas
Aktivitas yang dapat menimbulkan risiko, misalnya risiko pemberian kredit
oleh bank disebut risiko kredit, seseorang yang melakukan perjalanan menghadapi
risiko disebut risiko perjalanan, sehingga jumlah risiko dari sudut pandang
aktivitas sebesar jumlah aktivitas yang ada.

4. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian
Kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas, sehingga dalam suatu
aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian. Risiko kejadian dinyatakan
berdasarkan kejadiannya, misalnya terjadinya kebakaran maka disebut risiko
kebakaran. Cara-cara mengelola risiko dapat diketahui dengan bentuk kejadian
dari risiko tersebut.

Manajemen Risiko
Perusahaan dalam menjalankan kegiatannya selalu dihadapkan pada
berbagai macam risiko, sehingga manajemen diharapkan dapat mengelola
berbagai risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Menurut Kountur (2004),
manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan untuk menangani berbagai
permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. Keberhasilan perusahaan
ditentukan oleh kemampuan manajemen menggunakan berbagai sumber daya
yang ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Penanganan risiko yang baik dapat
meminimalkan kerugian yang terjadi, sehingga biaya dapat menjadi lebih kecil
dan perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Darmawi (2005) menyatakan bahwa manajemen risiko merupakan suatu
usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap
kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi
yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Manajemen risiko sebagai
pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer untuk mengurangi
tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil.
Menurut Kountur (2008) manajemen risiko perusahaan adalah cara
bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih
risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi
dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang telah diketahui yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating),
dan pengendalian (controling) atau dikenal dengan istilah POAC. Dengan
demikian ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani
risiko.
Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai
salah satu fungsi manajemen yaitu manajer adalah orang yang harus bertanggung
jawab atas risiko-risiko yang terjadi diunitnya. Semua manajer bertanggung jawab
atas risiko diunitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan
pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu
fungsi manajemen yang tidak boleh diabaikan. Selain itu, penanganan risiko

15

sangat diperlukan karena walaupun ada unit di dalam perusahaan yang melakukan
pekerjaan manajemen risiko, bukan berarti tanggung jawab risiko lepas dari setiap
manajer. Manajer yang membawahi suatu unit bertanggung jawab atas risiko yang
terjadi pada unitnya (Kountur, 2008).
Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat
pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan.
Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap
periode produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
PROSES

OUTPUT
Identifikasi Risiko

Evaluasi

Daftar Risiko
1. Peta Risiko

Pengukuran Risiko
2. Status Risiko
Penanganan Risiko

Usulan(penangan
an Risiko)

Gambar 2 Proses Pengelolaan Risiko
Sumber : Kountur, 2008
Penanganan risiko yang ada dalam perusahaan diperlukan suatu proses yang
dikenal dengan istilah proses pengelolaan risiko (Siregar, 2010). Proses
manajemen atau proses pengelolaan risiko dapat dimulai dengan mengidentifikasi
sumber risiko krusial apa saja yang terjadi di perusahaan. Sumber risiko ini dapat
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu risiko lingkungan, risiko proses, dan risiko
informasi. Tahap ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang
kemudian akan dilakukan pengukuran risiko atau penilaian risiko. Setelah
dilakukan penilaian terhadap risiko maka dapat dilakukan penanganan risiko
dengan strategi penanganan risiko yang ada.
Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata
kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat
berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk
memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian
suatu risiko diantaranya tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami
perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau disebut
dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya
kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk
terekspos dalam risiko (Lam, 2007).

16
Pengukuran Risiko
Risiko merupakan suatu kejadian dimana kejadian tersebut mengandung
kemungkinan, yaitu bisa saja terjadi atau bisa saja tidak. Jika kejadian tersebut
terjadi, maka ada akibat kerugian yang ditimbulkan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko maka akan semakin
besar pula tingkat risikonya dan semakin tinggi akibat kerugian yang ditimbulkan
dari adanya risiko maka akan semakin besar pula tingkat risikonya.
Pengukuran kemungkinan (probabbility) terjadinya risiko bertujuan untuk
mengetahui risiko yang akan timbul atas pengambilan keputusan perusahaan.
Menurut Darmawi (2005), sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko
tersebut harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk
memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi
peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Sedangkan menurut
Kountur (2008) pengukuran risiko dilakukan untuk mengetahui status risiko dan
peta risiko. Status risiko menunjukkan urutan kejadian-kejadian yang berisiko.
Status yang besar menunjukkan risiko yang besar dan status yang kecil
menunjukkan risiko yang lebih kecil. Status risiko belum bisa memberikan
informasi tentang apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, kejadian-kejadian
yang berisiko (merugikan) yang telah teridentifikasi harus diketahui posisinya
dalam peta risiko. Peta risiko adalah suatu grafik yang menggambarkan
kedudukan risiko di antara dua sumbu dimana sumbu vertikal dari grafik tersebut
menggambarkan kemungkinan dan sumbu horizontal menggambarkan akibat.
Berdasarkan status risiko dan peta risiko, manajemen dapat melakukan
penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta
risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat
sesuai dengan status risikonya.
Kountur (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya risiko digunakan nilai standar dengan menghitung rata-rata kejadian
berisiko, nilai standar deviasi dari kejadian berisiko, dan mencari probabilitas
terjadinya risiko produksi. Kemungkinan dan akibat yang terdapat dalam
penelitian ini berupa penyimpangan yaitu penyimpangan produksi yang
sebenarnya dengan produksi yang diharapkan untuk komoditi temulawak.

Penanganan Risiko
Menurut Kountur (2008) berdasarkan peta risiko dapat diketahui strategi
penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Strategi penanganan risiko
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Preventif
Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini
dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya: (a) membuat atau memperbaiki sistem dan
prosedur, (b) mengembangkan sumber daya manusia dan (c) memasang atau
memperbaiki fasilitas fisik. Penanganan risiko menggunakan strategi preventif
dapat dilihat pada Gambar 3.
Probabilitas (%)

17

Besar

Kuadran 1

Kuadran 2

Kuadran 3

Kuadran 4

Kecil
Kecil

Besar

Dampak (Rp)

Gambar 3 Peta Preventif Risiko
Sumber: Kountur, 2008
Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas
risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada
kuadran 1 dan 2. Kegiatan preventif yang dilakukan oleh perusahaan, maka risiko
yang memiliki frekuensi kejadian besar akan pindah pada kuadran risiko dengan
frekuensi kejadian kecil. Strategi untuk menangani risiko yang berada pada
kuadran 1 dan 2 adalah strategi preventif. Strategi ini akan membuat sedemikian
rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran 1 bergeser ke kuadran 3 dan
risiko-risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 4.
2. Mitigasi
Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang
terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan
dengan menggu