Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode Ekstraksi yang Berbeda

KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI
DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA

SANI NIHLATUSSANIA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ABSTRAK
SANI NIHLATUSSANIA. Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode
Ekstraksi yang Berbeda. Dibimbing oleh DADANG.
Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan keefektifan ekstrak daun
Tephrosia vogelii (kacang babi/Fabaceae), rimpang Alpinia purpurata
(lengkuas merah/Zingiberaceae), biji Swietenia mahagoni (mahoni/Meliaceae)
dan Annona muricata (sirsak/Annonaceae) yang dihasilkan dengan metode
maserasi dan fermentasi terhadap mortalitas dan penghambatan makan larva
Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae). Setiap ekstrak yang diperoleh
diuji terhadap larva instar pertama S. litura dengan metode residu pada daun
menggunakan metode celup daun. Taraf konsentrasi yang digunakan untuk

perlakuan ekstrak maserasi yaitu 0.125%, 0.25%, 0.5%, 1%, dan kontrol;
sedangkan ekstrak fermentasi yaitu 1%, 5%, 10%, 20%, dan kontrol. Berdasarkan
persentase mortalitas, diketahui bahwa ekstrak A. muricata, S. mahagoni, dan
A. purpurata maserasi lebih aktif daripada ekstrak fermentasi dengan persentase
mortalitas tertinggi yang diperoleh berturut-turut 90%, 86%, dan 38%. Ekstrak
T. vogelii fermentasi sama efektifnya dengan ekstrak maserasi, dengan persentase
mortalitas tertinggi yang diperoleh berturut-turut 60% dan 62%. Berdasarkan
nilai LC50 dan rendemen hasil maserasi, diketahui bahwa proses ekstraksi dengan
metode maserasi lebih efisien karena membutuhkan bahan tumbuhan lebih sedikit.
Untuk ekstraksi dengan metode maserasi dibutuhkan biji A. muricata sejumlah
4.03 g, biji S. mahagoni 1.79 g, dan daun T. vogelii 6.22 g; sedangkan ekstraksi
dengan metode fermentasi dengan masa perendaman 48 jam dibutuhkan biji
S. mahagoni sejumlah 21.58 g dan daun T. vogelii 13.84 g. Berdasarkan
persentase penghambatan makan, diketahui bahwa semua jenis ekstrak yang
dihasilkan dengan metode maserasi cenderung lebih aktif daripada metode
fermentasi, dengan persen penghambatan makan tertinggi yang diperoleh ekstrak
T. vogelii sebesar 82.93%, S. mahagoni 79.81%, A. muricata 62.16%, dan
A. purpurata 35.73%.
Kata kunci: ekstraksi, maserasi, fermentasi, mortalitas, penghambatan makan.


KEEFEKTIFAN INSEKTISIDA NABATI
DENGAN DUA METODE EKSTRAKSI YANG BERBEDA

SANI NIHLATUSSANIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM

: Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode

Ekstraksi yang Berbeda
: Sani Nihlatussania
: A34070061

Disetujui,

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
Dosen Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Salatiga pada tanggal 12 November 1988 sebagai
anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah M. Abdoel Basyir Zakaria dan ibu
Nuryani Munawaroh.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Salatiga pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada kurikulum
berbasis mayor-minor.
Setelah masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengambil mayor
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis berperan aktif dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai
sekretaris umum kedua pada periode 2008/2009 dan menjadi pengurus
Departemen Komunikasi dan Informasi pada periode 2009/2010. Penulis juga
aktif dalam organisasi Organic Farming (OF) sebagai anggota Divisi Pemasaran
pada periode 2008/2009 dan sebagai ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya
Manusia pada periode 2009/2010. Penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Hama
Tumbuhan Dasar pada tahun 2010.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi yang berjudul “Keefektifan Insektisida Nabati dengan Dua Metode
Ekstraksi yang Berbeda”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi

Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian
dilaksanakan sejak April sampai Oktober 2011 di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Giyanto, M.Si. yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingannya kepada penulis.
3.
Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. selaku dosen penguji tamu yang telah banyak
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis.
4.
Keluarga M. Abdoel Basyir Zakaria yang selalu memberikan doa dan
dorongan semangatnya.
5.
Rekan-rekan penelitian di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga: Rizky Arifiansyah, Herma Amalia, SP., Hendi Irawan, dan

Dadang Muhammad Hasyim.
6.
Rekan-rekan penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan: Elysa
Fitri, Yayu Siti Nurhasanah, Tatit Sastrini, Nurul Widyanti, dan Nur Izza
Faiqotul Himmah.
7.
Teman-teman angkatan 44 yang telah banyak memberikan dorongan
semangatnya (Mey Fitriyani, Triastuti Prasetyoningrum, Vishora Satyani,
Osmond Vito Eliazar, dll.).
8.
Teman-teman Wisma Cendrawasih atas dorongan semangatnya.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya bagi perkembangan ilmu pestisida.
Bogor, Februari 2012

Sani Nihlatussania

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................


vii

PENDAHULUAN ..................................................................................
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Ekstraksi Insektisida Nabati ..........................................................
Metode Maserasi ..................................................................
Metode Fermentasi ...............................................................
Kandungan dan Aktivitas Biologi Senyawa Bahan Tumbuhan
Sumber Insektisida Nabati ..............................................................
Sirsak (Annona muricata Linn.) ...........................................

Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum.) ................
Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) ............................
Kacang Babi (Tephrosia vogelii Hook. F.) ..........................

4
4
4
5

BAHAN DAN METODE .......................................................................
Tempat dan Waktu .........................................................................
Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati ...............................
Penyiapan Tanaman Media Uji ......................................................
Perbanyakan Serangga Uji .............................................................
Penyiapan Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati ..............
Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati ...............
Metode Maserasi ..................................................................
Metode Fermentasi ...............................................................
Pengujian Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati ........................
Pengamatan Efek Mortalitas terhadap Larva Instar Pertama

S. litura .................................................................................
Pengamatan Aktivitas Penghambatan Makan terhadap
Larva Instar Pertama S. litura ..............................................
Pengolahan Data ............................................................................

10
10
10
10
11
12
12
12
13
15

7
7
8
8

9

16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati ......
Perbandingan Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati ..................
Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap
Mortalitas S. litura ................................................................
Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap
Penghambatan Makan S. litura ............................................
Pembahasan Umum .......................................................................

18
18
19

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................


28

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

29

19
22
25

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3

4
5
6

Bobot dan persentase rendemen hasil ekstraksi bahan tumbuhan
dengan metode maserasi ..................................................................

18

Karakteristik larutan bahan tumbuhan sumber insektisida nabati
selama dan sesudah proses ekstraksi dengan metode fermentasi ....

19

Perbandingan efek mortalitas ekstrak insektisida nabati dengan dua
metode ekstraksi yang berbeda terhadap larva instar pertama
S. litura .............................................................................................

20

Penduga parameter toksisitas ekstrak insektisida nabati terhadap
larva instar pertama S. litura ............................................................

21

Perbandingan efek penghambatan makan ekstrak insektisida nabati
dengan dua metode ekstraksi yang berbeda .....................................

24

Perbandingan luas permukaan daun yang dimakan larva instar
pertama S. litura antara perlakuan dengan ekstrak maserasi dan
fermentasi .........................................................................................

25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan aktif senyawa metabolit
sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi
baik pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku hama tanaman, seperti
penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan
perkembangan serangga, kematian/mortalitas, dan sebagainya; serta memenuhi
syarat-syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman, seperti efektif,
efisien, dan aman (Dadang dan Prijono 2008). Intensitas penggunaan dan
pengembangan

produk

insektisida

nabati

semakin

meningkat

terutama

dikarenakan permintaan masyarakat terhadap produk sayuran dan buah yang aman
semakin meningkat.

Pekuwali (2011) menyatakan bahwa beberapa petani di

sentra bisnis sayuran organik di Kota Medan mengakui bahwa sayuran organik
semakin diminati karena adanya kesadaran masyarakat tentang manfaat
mengonsumsi sayuran organik. Selain itu, insektisida nabati memiliki beberapa
kelebihan yang tidak dimiliki oleh insektisida sintetik. Kelebihan tersebut antara
lain insektisida nabati bersifat mudah terurai di alam, relatif aman terhadap
organisme bukan sasaran termasuk musuh alami, dapat dipadukan dengan
komponen lain pengendalian hama terpadu (PHT), dan dapat memperlambat laju
resistensi (Dadang dan Prijono 2008).
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan aplikasi insektisida nabati di
lapangan adalah mengenai kualitas insektisida nabati yang digunakan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi kualitas insektisida nabati adalah metode ekstraksi
yang digunakan. Berdasarkan metode yang dipublikasikan Kardinan (2002) dan
Sudarmo (2007), dapat diambil kesimpulan bahwa metode ekstraksi insektisida
nabati yang mungkin diterapkan oleh masyarakat secara luas adalah metode
perendaman menggunakan pelarut air.

Hal ini dikarenakan penggunaan air

sebagai pelarut dalam proses ekstraksi ternyata lebih murah dan mudah didapat
dibandingkan dengan pelarut organik.
Walaupun cenderung murah dan mudah didapat dalam penerapannya, hasil
ekstraksi menggunakan pelarut air ternyata memberikan pengaruh yang kurang

2
efektif dibandingkan dengan pelarut organik. Tohir (2010) menyebutkan bahwa
biji Annona muricata sebanyak 100 g yang diekstraksi dengan air (1:3, v/v)
menurunkan aktivitas makan Spodoptera litura sebesar 27%, sedangkan biji
A. muricata sebanyak 25 g yang diekstraksi dengan metanol sebanyak 100 ml
ternyata dapat menurunkan aktivitas makan lebih tinggi yaitu 49.8%. Hal ini
menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih baik dalam proses ekstraksi senyawa
yang bersifat antifeedant terhadap S. litura dibandingkan dengan pelarut air.
Berdasarkan fakta di atas, pengembangan metode ekstraksi alternatif yang
efektif dan efisien sangat dibutuhkan. Jika metode alternatif yang efektif dan
efisien telah dikembangkan, hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan
minat para petani untuk menggunakan insektisida nabati dalam pengendalian
hama di lapangan, terutama para petani yang mengekstraksi sendiri bahan
tumbuhan yang akan digunakan.
Salah satu metode ekstraksi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan
adalah ekstraksi menggunakan metode fermentasi.

Metode ini menggunakan

isolat mikroba dalam prosesnya. Salah satu jenis mikroba yang berpotensi untuk
digunakan adalah bakteri selulolitik. Alasan dipilihnya bakteri selulolitik adalah
karena bakteri ini mampu menghasilkan kompleks enzim yang dapat
mendegradasi bahan organik, seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang
merupakan komponen utama dinding sel tumbuhan (Meryandini et al. 2009,
Saraswati et al. 2007). Dengan adanya sistem enzim dalam proses ekstraksi
bahan tumbuhan sumber insektisida nabati, diharapkan dapat mempermudah
senyawa aktif yang terkandung larut ke dalam pelarut yang digunakan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membandingkan keefektifan ekstrak daun
Tephrosia vogelii (kacang babi/Fabaceae), rimpang Alpinia purpurata (lengkuas
merah/Zingiberaceae),

biji

Swietenia

mahagoni

(mahoni/Meliaceae)

dan

Annona muricata (sirsak/Annonaceae) yang diekstrak dengan metode ekstraksi
yang berbeda, yaitu maserasi menggunakan pelarut organik dan fermentasi
menggunakan bakteri selulolitik.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
potensi metode ekstraksi bahan tumbuhan sumber insektisida nabati dengan
metode fermentasi menggunakan bakteri selulolitik, sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu pilihan dalam pencarian metode alternatif ekstraksi bahan
tumbuhan sumber insektisida nabati yang efektif dan efisien.

TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi Insektisida Nabati
Ekstraksi adalah metode umum yang digunakan untuk mengambil produk
dari bahan alami, seperti jaringan tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan
sebagainya. Ekstraksi dapat dianggap sebagai langkah awal dalam rangkaian
kegiatan pengujian aktivitas biologi tumbuhan yang dianggap atau diduga
mempunyai pengaruh biologi pada suatu organisme. Untuk menarik komponen
non polar dari suatu jaringan tumbuhan tertentu dibutuhkan pelarut non polar,
seperti petroleum eter atau heksana, sedangkan untuk komponen yang lebih polar
dibutuhkan pelarut yang lebih polar juga, seperti etanol atau metanol (Dadang dan
Prijono 2008).

Metode Maserasi
Menurut Dadang dan Prijono (2008), salah satu metode ekstraksi insektisida
nabati yang dapat digunakan adalah metode maserasi.

Teknik ini dilakukan

dengan cara merendam bahan-bahan tumbuhan yang telah dihaluskan/digiling
dalam pelarut terpilih, kemudian disimpan untuk jangka waktu tertentu.
Penyimpanan biasa dilakukan pada suhu ruang (Handa et al. 2008). Teknik ini
biasanya digunakan jika kandungan senyawa organik yang ada dalam bahanbahan tumbuhan tersebut cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat
melarutkan dengan baik senyawa-senyawa yang akan diisolasi.

Pelarut yang

digunakan sebaiknya tidak mudah menguap, dan untuk mengekstrak senyawa
kimia tersebut dari bahan alam membutuhkan waktu yang cukup lama.
Dari hasil ekstraksi di atas akan didapatkan filtrat (zat terlarut dalam
pelarut). Untuk mendapatkan filtrat yang baik, artinya tidak mengandung
partikel-partikel bahan tumbuhan baik partikel halus maupun kasar, namun hanya
senyawa kimia tumbuhan yang terlarut dalam pelarut, maka hasil ekstraksi
sebaiknya disaring menggunakan kertas saring. Kualitas hasil penyaringan sangat
tergantung pada jenis dan kualitas kertas saring yang digunakan.
Setelah didapatkan filtrat
menguapkan pelarut.

yang baik, langkah selanjutnya adalah

Penguapan dapat dilakukan secara alami

artinya

5
membiarkan filtrat pada wadah terbuka, namun hal ini sangat berbahaya jika
dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan hasil
penguapan pelarut yang cepat dan aman digunakan alat penguap yaitu
rotary evaporator. Alat ini bekerja secara sederhana yaitu menguapkan pelarut
dan menyisakan ekstrak tumbuhan dalam labu. Proses penguapan sangat
tergantung pada beberapa faktor, seperti suhu penangas, tekanan vakum, suhu air
yang bersirkulasi, dan putaran labu.
Setelah penguapan selesai, akan dihasilkan ekstrak tumbuhan yang mungkin
dapat berbentuk padatan (solid) atau cairan (liquid).

Biasanya ekstrak yang

dihasilkan dari ekstraksi awal ini (ekstraksi dari bahan tumbuhan) disebut sebagai
ekstrak kasar (crude extract). Untuk mengetahui berat ekstrak yang didapat, berat
labu awal ditimbang terlebih dahulu, kemudian pada akhir proses penguapan
kembali dilakukan penimbangan. Selisih berat tersebut menunjukkan berat ekstrak
yang didapat.

Dalam beberapa kegiatan, hasil penguapan dibiarkan terlebih

dahulu beberapa lama sebelum dilakukan penimbangan.

Metode Fermentasi
Komponen utama dinding sel tumbuhan. Sebagian besar materi biologi
mengandung selulosa (43% sampai 45%), hemiselulosa (25% sampai 30%), dan
lignin (15% sampai 22%) yang semuanya termasuk ke dalam golongan sakarida.
Selulosa terdiri atas rantai polimer glukosa panjang. Hemiselulosa dan lignin juga
demikian, tetapi struktur yang dimiliki hemiselulosa cenderung tidak jelas
(amorphous), sedangkan lignin memiliki ikatan senyawa yang berbeda dan
cenderung lebih sulit untuk terdegradasi. Hal ini yang menjadi alasan
diperlukannya perlakuan awal terhadap bahan tumbuhan yang akan digunakan.
Tujuan dari perlakuan awal ini adalah membuka struktur fisik dari jaringan
tumbuhan sehingga memberikan akses kepada enzim untuk mendegradasi
selulosa. Perlakuan yang biasa dilakukan adalah dengan penggilingan bahan
tumbuhan menjadi serbuk (Wyman et al. 2004).

Proses terjadinya fermentasi. Fermentasi adalah proses dimana senyawasenyawa kimia dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun

6
metabolisme mikroba dalam substrat. Proses fermentasi diawali dengan
terabsorbsinya kompleks enzim selulase (glukanase dan beta-glukosidase) pada
permukaan partikel lignoselulosa yang tidak larut.

Enzim glukanase akan

mengubah selulosa yang merupakan polisakarida menjadi selobiosa yang
merupakan disakarida. Pada tahap selanjutnya, enzim beta-glukosidase mengubah
selobiosa menjadi glukosa yang merupakan monosakarida. Jika enzim yang
pertama terabsorbsi pada permukaan partikel, sebaliknya enzim yang kedua
terbebas dalam larutan (Wyman et al. 2004).
Pada proses fermentasi selulosa yang menggunakan mikroba seperti bakteri,
terdapat periode dimana enzim selulase belum dihasilkan. Periode tersebut
biasanya berlangsung selama 4 sampai 48 jam. Tahap awal terjadinya fermentasi
selulosa ditandai dengan dihasilkannya gelembung udara yang tampak tersebar.
Seiring dengan bertambahnya selulosa yang larut, larutan akan menjadi semakin
keruh. Pada hari ketiga, biasanya pertumbuhan bakteri dan sintesis kompleks
enzim selulase akan terhenti (Weimer dan Zeikus 1977).
Hasil fermentasi selulosa oleh bakteri antara lain etanol, asam asetat, asam
format, asam propionat, asam laktat, asam butarat, gas hidrogen (H2) dan
karbondioksida (CO2), serta metana (sumber karbon berasal dari asam asetat dan
CO2). Selain itu, pada akhir proses fermentasi biasanya akan terjadi penurunan
pH sampai 5 dan pengurangan jumlah gelembung udara dikarenakan
bertambahnya konsentrasi etanol dalam substrat (Weimer dan Zeikus 1977,
Marston 1948).

Bakteri selulolitik.

Bakteri ini disebut selulolitik karena memproduksi

kompleks enzim ekstraselular, yaitu sistem hidrolitik yang menghasilkan
hidrolase yang berfungsi untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, serta
sistem oksidatif yang bersifat ligninolitik dan berfungsi mendegradasi lignin.
Enzim ekstraselular dihasilkan untuk mendegradasi senyawa berukuran besar
menjadi kecil dan larut dalam air. Kemampuan bakteri selulolitik dalam
menghasilkan kompleks enzim ternyata berbeda-beda tergantung sumber karbon
yang digunakan (Meryandini et al. 2009). Bakteri selulolitik memutus ikatan
rantai C penyusun senyawa lignin (pada bahan berkayu), selulosa (pada bahan

7
berserat), dan hemiselulosa lebih lambat dibandingkan dengan senyawa
polisakarida yang lebih sederhana (amilum, disakarida, dan monosakarida)
(Saraswati et al. 2007).
Bakteri selulolitik biasanya hidup bebas di luar organisme lain, tetapi ada
sebagian kecil yang hidup dalam saluran pencernaan hewan (mamalia, serangga,
dan lain-lain). Berdasarkan penelitian Roger et al. (1989), dua spesies utama
bakteri selulolitik yang ditemukan dalam sistem pencernaan hewan ternak adalah
Bacteroides succinogenes dan Ruminococcus flavefaciens. Purwadaria et al.
(2003)

menemukan

Bacillus

pumilus

yang

bersifat

selulolitik

dalam

sistem pencernaan rayap; Anand et al. (2009) menemukan B. circulans,
Proteus vulgaris, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter sp., Citrobacter freundii,
Serratia liquefaciens, dan Aeromonas sp. yang bersifat selulolitik dalam sistem
pencernaan Bombyx mori instar kelima. Selain itu, bakteri selulolitik dapat
ditemukan di tempat yang mengandung senyawa organik yang berasal dari sisasisa bahan tumbuhan yang telah mati, misalnya di tanah atau di tempat sampah
(Saraswati et al. 2007). Fatehah et al. (2011) melaporkan bahwa dalam tanah di
sekitar pertanaman pisang ditemukan bakteri Clostridium sp., Paenibacillus
urinalis, dan Staphylococcus pasteuri yang bersifat selulolitik.

Kandungan dan Aktivitas Biologi Senyawa Bahan Tumbuhan Sumber
Insektisida Nabati
Sirsak (Annona muricata Linn.)
Biji A. muricata mengandung senyawa alkaloid (annonain) dan minyak
42% sampai 45%. Daun dan bijinya dapat digunakan sebagai insektisida,
larvasida, repellent (penolak serangga), dan antifeedant (penghambat aktivitas
makan) dengan cara kerja sebagai racun kontak dan perut. Ekstrak daun
A. muricata dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama belalang dan hamahama lainnya (Kardinan 2002, Raintree Nutrition 2004).
Asmanizar et al. (2008) melaporkan bahwa biji A. muricata yang diekstrak
menggunakan aseton dapat memberikan efek mortalitas terhadap imago
Sitophilus zeamais. Ekstrak A. muricata dicampur dengan butiran beras untuk
perlakuan. Persentase mortalitas imago S. zeamais setelah perlakuan dapat

8
mencapai 100% pada konsentrasi ekstrak A. muricata tertinggi yaitu 0.5%. Pada
laporan lain (Tohir 2010), disebutkan bahwa biji A. muricata sebanyak 25 g yang
diekstrak dengan metanol sebanyal 100 ml dapat menghambat aktivitas makan
Spodoptera litura sebesar 49.8%.

Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum.)
Selain minyak atsiri, rimpang A. purpurata juga mengandung golongan
senyawa flavonoid, fenol, terpenoid, dan sedikit alkaloid. Secara keseluruhan,
rimpang A. purpurata mengandung minyak atsiri 1%, metilsinamat, sineol,
kamfer, d-pinen, galangin, eugenol, camphor, galangol, dodekatriena, dan
cadineae. Rimpang A. purpurata sering digunakan sebagai obat panu, kadas,
bercak kulit, demam, radang telinga, bronkhitis, masuk angin, dan diare
(Permadi 2008, Sukandar et al. 2009, Sirat dan Liamen 1995).

Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
Ekstrak kasar biji S. mahagoni mengandung alkaloid, terpenoid,
antraquiones, cardiac glikosides, saponin, dan minyak volatil (Sahgal et al.
2009). Majid et al. (2004) melaporkan bahwa minyak biji S. mahagoni
mengandung sedikit asam lemak tak jenuh antara lain myrictic acid, palmitic acid,
stearic acid, oleic acid, dan arachidic acid; dengan persentase relatif berturutturut 0.56%, 52.01%, 36.01%, 0.88%, dan 9.12%.
Majid et al. 2004 juga melaporkan bahwa ekstrak biji S. mahagoni dapat
memberikan efek mortalitas pada ikan predator spesies Anabas testudineus.
Ekstrak 50% etil asetat biji S. mahagoni dapat mematikan ikan A. testudineus
sampai 90% pada dosis 500 ppm. Pada konsentrasi 5%, ekstrak biji S. mahagoni
yang diekstrak dengan pelarut metanol dapat menghambat aktivitas makan larva
Plutella xylostella sampai 100%. Selama pengamatan, tampak bahwa larva
menolak untuk memakan daun kubis yang telah dicelupkan ke dalam sediaan
S. mahogani pada metode pilihan maupun tanpa pilihan. Hal ini diduga berkaitan
dengan rasa pahit yang diberikan ekstrak biji S. mahagoni (Dadang dan Ohsawa
2000).

9
Kacang Babi (Tephrosia vogelii Hook. F.)
Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan sumber insektisida
nabati adalah daunnya.

Hal ini sesuai dengan pemeriksaan kualitatif ekstrak

T. vogelii bunga ungu dengan TLC gel silika menunjukkan perbedaan pola bercak
antara ekstrak daun dan biji. Ekstrak daun T. vogelii bunga ungu mengandung
senyawa nonpolar lebih banyak yang tampaknya menyebabkan ekstrak bersifat
aktif (Abizar dan Prijono 2010). Senyawa kimia yang terkandung dalam daun
T. vogelii antara lain rotenon, deguelin, tefrosin, dan rotenolon (Delfel et al.
1970).
Hasil penelitian Delobel dan Malonga (1987) menunjukkan bahwa ekstrak
daun T. vogelii bersifat toksik terhadap hama gudang Caryedon serratus
(Coleoptera: Bruchidae). Perlakuan menggunakan serbuk daun T. vogelii yang
dicampurkan

dengan

kacang

tanah

dengan

perbandingan

1:40

(w/w)

menyebabkan kematian C. serratus sampai 98.8% dalam waktu 13 hari. Selain
itu, perlakuan tersebut menyebabkan imago C. serratus gagal meletakkan telur
30 hari setelah perlakuan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak daun T. vogelii juga memiliki
efek antifeedant terhadap penggerek polong Cajanus cajan (Helicoverpa
armigera, Maruca testulalis, Etiella zinckenella, dan Lampides spp.) di lapang.
Perlakuan menggunakan 200 lembar daun T. vogelii yang diekstrak dengan 1 liter
air dan disemprotkan pada bunga C. cajan sebanyak 4 kali dengan interval
10 sampai 15 hari dapat mengurangi tingkat kerusakan polong sampai 18%
(Minja et al. 2002).

Simmonds et al. (1989) menyebutkan bahwa senyawa

flavonoid (5-Methoxyisolonchocarpin) dalam daun T. vogelii yang menyebabkan
ekstrak T. vogelii memiliki efek antifeedant.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai April sampai
Oktober 2011.

Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak insektisida nabati
antara lain daun Tephrosia vogelii (kacang babi/Fabaceae) yang diperoleh dari
kebun organik Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor; rimpang Alpinia purpurata
(lengkuas merah/Zingiberaceae) yang diperoleh dari pasar Bogor; biji Swietenia
mahagoni (mahoni/Meliaceae) yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga; dan biji Annona muricata (sirsak/Annonaceae) yang
diperoleh dari pasar Bogor.

Penyiapan Tanaman Media Uji
Daun cabai (Capsicum annuum L.) varietas SPH 77 digunakan sebagai
media pengujian keefektifan insektisida nabati.

Benih cabai disemai dalam

nampan semai yang telah diisi campuran sekam bakar dan pupuk kompos dengan
perbandingan 3:1. Setelah berumur kurang lebih 4 minggu setelah tanam (MST),
bibit cabai dipindah ke polybag berkapasitas 5 kg (25 cm x 25 cm) yang telah diisi
campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1. Pemeliharaan
yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, dan pengendalian hama.
Pupuk NPK diberikan setelah tanaman cabai berumur kurang lebih 8 MST.
Pemberian pupuk NPK berikutnya dilakukan setelah panen pertama. Penyiraman
dilakuan setiap pagi atau sore hari.

Pengendalian hama seperti kutu-kutuan

dilakukan dengan menyemprot permukaan bawah daun menggunakan air yang
dialirkan lewat selang, sedangkan untuk gangguan penyakit tidak dilakukan

11
pengendalian karena intensitas serangannya rendah. Setelah tanaman berumur
kurang lebih 10 MST, daun cabai dapat digunakan sebagai media pengujian.

Perbanyakan Serangga Uji
Serangga yang digunakan dalam pengujian keefektifan insektisida nabati
adalah Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) instar pertama.
Perbanyakan serangga uji diawali dengan pemeliharaan larva S. litura di
laboratorium.

Larva S. litura diperoleh dari pertanaman talas di Situ Gede,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Larva yang diperoleh dimasukkan ke
dalam wadah plastik pemeliharaan (34.5 cm x 26.5 cm x 7 cm) dengan tutup
berkain kasa. Bagian dasar wadah pemeliharaan dialasi kertas buram agar cairan
yang keluar bersama kotoran S. litura bisa segera diserap.

Setiap wadah

pemeliharaan diisi maksimal 40 ekor larva.
Selama pemeliharaan, pakan yang digunakan adalah daun talas. Daun talas
diperoleh dari pertanaman talas liar yang ada di sekitar kampus IPB Dramaga.
Daun talas yang akan dijadikan pakan dicuci terlebih dahulu dengan air yang
mengalir. Setelah dicuci, daun ditiriskan sebelum diberikan ke larva. Daun talas
berukuran sedang diberikan setiap pagi dan sore hari masing-masing sebanyak
1 lembar. Setiap mengganti pakan, wadah pemeliharaan dibersihkan dari kotorankotoran larva dan dilakukan penggantian kertas buram.
Setelah mencapai instar ke-6 akhir (prapupa), pada bagian dasar wadah
pemeliharaan diberikan serbuk gergaji yang telah disterilisasi di dalam oven
selama kurang lebih 15 menit pada suhu 105 °C. Serbuk gergaji ditempatkan di
dasar wadah pemeliharaan bagian pinggir dan bagian tengahnya dikosongkan
(membentuk bingkai kotak). Di atas serbuk gergaji diberikan 2 lembar kertas
buram. Larva S. litura dan pakannya diletakkan di atasnya.
Setelah S. litura menjadi pupa, dipindahkan ke wadah yang dibuat khusus
untuk imago S. litura berkopulasi dan bertelur, yaitu berupa wadah plastik
berbentuk silinder (diameter 16 cm dan tinggi 16 cm). Dinding bagian dalam
wadah secara keseluruhan dilapisi kertas buram.

Bagian atas wadah ditutup

menggunakan tutup kasa. Setiap wadah pemeliharaan diisi maksimal 30 buah
pupa. Setelah imago S. litura keluar dari pupa, diletakkan pakan berupa larutan

12
madu (perbandingan air dan madu 9:1) yang diserapkan pada kapas dan
diletakkan di atas tutup kasa. Imago yang telah berkopulasi akan meletakkan
telurnya pada permukaan kertas buram.
Jika kelompok telur yang dihasilkan sudah cukup banyak dan warnanya
sudah agak gelap (abu-abu kehitaman), telur dipanen. Telur dipanen dengan
menggunting kertas buram yang menjadi tempat bertelur S. litura sesuai ukuran
kelompok telur yang dihasilkan. Kelompok telur yang didapat dimasukkan ke
dalam wadah plastik berbentuk silinder yang lebih kecil (diameter 6 cm dan
tinggi 6.5 cm). Setelah telur menetas, larva S. litura segera digunakan untuk
pengujian.

Penyiapan Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati
Daun T. vogelii dikeringanginkan selama seminggu, kemudian dipotong
menjadi bagian-bagian kecil. Sebaliknya, rimpang A. purpurata dipotong menjadi
bagian-bagian kecil terlebih dahulu sebelum dikeringanginkan selama seminggu.
Biji S. mahagoni dan A. muricata dikupas kulitnya sehingga didapat bagian
endospermanya, kemudian dikeringanginkan selama seminggu juga. Semua
bahan tumbuhan dikeringanginkan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar
matahari secara langsung) dan kering. Setelah kering, setiap bahan tumbuhan
digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Setiap bahan tumbuhan
yang sudah digiling diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan
0,5 mm.

Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati
Metode Maserasi
Setiap bahan tumbuhan sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer, kemudian ditambahkan metanol teknis yang terlebih dahulu diuapkan
menggunakan rotary evaporator (agar diperoleh metanol murni) sampai semua
bahan tumbuhan terendam, lalu disimpan selama 2 malam (48 jam). Rendaman
masing-masing bahan tumbuhan disaring menggunakan corong kasa yang dialasi
kertas saring. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 50 °C dan tekanan 337 mbar hingga diperoleh ekstrak kasar. Metanol hasil

13
penguapan yang diperoleh digunakan kembali untuk merendam bahan tumbuhan
hasil penyaringan selama 2 malam juga, kemudian diuapkan kembali
menggunakan rotary evaporator. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu ± 4 °C hingga saat digunakan.

Penyiapan Sediaan Ekstrak yang Diperoleh dari Metode Maserasi.
Ekstrak T. vogelii sebanyak 0.5 g dicampur dengan pelarut metanol,
Solvesso R-100, dan pengemulsi Tween-80 (9:1:5) sebanyak 0.48 ml; kemudian
ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 50 ml. Konsentrasi akhir
metanol, Solvesso R-100, dan Tween-80 adalah 0.96%. Akuades yang
mengandung pelarut metanol, Solvesso R-100, dan Tween-80 digunakan sebagai
larutan kontrol.

Untuk ekstrak A. muricata, A. purpurata, dan S. mahagoni

dicampur dengan pelarut aseton dan pengemulsi Tween-80 (5:1) sebanyak 0.6 ml;
kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 50 ml. Konsentrasi
akhir metanol dan Tween-80 adalah 1.2%.

Semua larutan ekstrak dikocok

menggunakan pengocok ultrasonik agar diperoleh ekstrak yang tersuspensikan
secara merata dalam akuades.

Selanjutnya, dilakukan pengenceran pada tiap

suspensi ekstrak sehingga diperoleh konsentrai 1%, 0.5%, 0.25%, dan 0.125%.

Metode Fermentasi
Perbanyakan bakteri selulolitik. Isolat bakteri yang digunakan selama
proses ekstraksi diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan sudah
diuji positif menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi selulosa. Isolat
bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan kambing dan diisolasi dari
kotorannya. Sebelum proses ekstraksi, bakteri dibiakkan terlebih dahulu pada
media Natrium Agar (NA) dengan komposisi: akuades 100 ml, beef extract 0.3 g,
peptone 0.5 g, dan bacto agar 1.5 g. Semua bahan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer lalu diaduk sampai semua bahan padat larut dalam akuades, kemudian
media disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 °C dan
tekanan 1 atm.
Setelah dibiakkan pada media NA, isolat bakteri diperbanyak pada media
Potato Dextrose Broth (PDB) dengan komposisi: akuades 100 ml, kentang 20 g,

14
dan dextrose 2 g. Sebelum media dibuat, kulit kentang dikupas, kemudian dicuci
dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Selanjutnya,
kentang direbus dalam akuades sampai tekstur kentang menjadi lunak. Hasil
rebusan disaring untuk diambil sarinya. Setelah itu, ditambahkan dextrose dan
akuades sampai volumenya menjadi 100 ml lagi, lalu diaduk sampai dextrose
larut. Media PDB yang sudah selesai dibuat dimasukkan ke dalam 25 buah
tabung reaksi (masing-masing 5 ml). Media disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu dan tekanan yang sama dengan proses sterilisasi media NA.
Untuk perbanyakan bakteri, sebanyak 1 ose isolat bakteri dimasukkan ke
dalam media PDB dan dihomogenkan menggunakan Vortex. Media PDB yang
berisi isolat bakteri diinkubasikan selama ± 36 jam sambil dikocok menggunakan
shaker. Selama pengocokan, ujung tabung ditutup menggunakan alumunium foil
tanpa diberi seal. Setelah masa inkubasi, isolat bakteri segera digunakan untuk
proses ekstraksi.

Ekstraksi insektisida nabati dengan metode fermentasi. Setiap bahan
tumbuhan ditimbang sebanyak 10, 5, 2.5, dan 0.5 g; kemudian dimasukkan ke
dalam wadah ekstraksi dan ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi
45 ml. Setelah itu, ditambahkan isolat bakteri yang telah diperbanyak dalam
media PDB sehingga didapat larutan sebanyak 50 ml dengan konsentrasi bahan
tumbuhan 20%, 10%, 5%, dan 1%. Untuk kontrol, larutan hanya berisi akuades
dan isolat bakteri. Selanjutnya, wadah ditutup dengan alumunium foil dan
diinkubasikan sampai 48 jam.
Pada 24, 36, dan 48 jam setelah isolat bakteri dimasukkan; dilakukan
pengadukan terhadap larutan bahan tumbuhan. Pengadukan dilakukan agar terjadi
perputaran udara dalam larutan sehingga diharapkan pertumbuhan bakteri dapat
terjadi secara merata. Setelah 48 jam, dilakukan penyaringan terhadap ekstrak
hasil fermentasi.

Penyaringan dilakukan menggunakan saringan berjalinan

± 0.1 mm. Sediaan ekstrak hasil penyaringan disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu ± 4 °C hingga saat digunakan.

15
Pengujian Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati
Pengujian dilakukan dengan metode residu pada daun menggunakan metode
celup daun.

Pengujian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis metode ekstraksi
yang digunakan, meliputi ekstraksi dengan pelarut organik (maserasi) dan bakteri
selulolitik (fermentasi).

Faktor kedua adalah jenis bahan tumbuhan sumber

ekstrak yang digunakan meliputi daun T. vogelii, rimpang A. purpurata, biji
S. mahagoni dan A. muricata. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Daun yang digunakan dalam pengujian diusahakan berukuran seragam dan
tidak terserang penyakit. Daun cabai dicelup satu per satu ke dalam suspensi
ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu ditiriskan. Daun
kontrol dicelupkan ke dalam larutan kontrol yang sesuai. Setelah tiris, tangkai
daun dibalut dengan kapas dan seal dari batas helai daun dan tangkai sampai
ujung kapas kecuali bagian paling ujung. Bagian kapas yang tidak tertutup seal
dicelupkan ke dalam akuades sampai akuades mencapai setengah bagian kapas.
Selanjutnya, bagian tersebut dibalut juga menggunakan seal.
Pemberian akuades yang diserapkan pada kapas bertujuan daun perlakuan
tetap segar sampai pengamatan selesai dilakukan. Pembalutan tangkai dan kapas
secara keseluruhan menggunakan seal dilakukan untuk mencegah serangga uji
meminum akuades yang diserapkan pada kapas, sehingga didapat data yang lebih
akurat karena larva hanya memakan daun yang sudah diberi perlakuan
menggunakan sediaan ekstrak tumbuhan.
Setiap daun perlakuan dan daun kontrol diletakkan secara terpisah di dalam
cawan petri (diameter 9 cm) yang dialasi kertas tisu yang ukurannya melebihi
diameter cawan (satu daun per cawan). Cawan diletakkan pada posisi terbalik.
Alas tisu diletakkan pada bagian tutup cawan, sedangkan bagian dasar cawan
ditutupkan di atas tisu. Dengan demikian, bagian tutup dan dasar cawan tersekat
tisu sehingga serangga uji tidak dapat keluar dari cawan.
Sebanyak 10 ekor larva instar pertama S. litura yang baru menetas
dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diberikan daun kontrol atau daun
perlakuan sesuai konsentrasinya. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan efek
mortalitas terhadap serangga uji dan dilakukan penggantian daun perlakuan

16
dengan daun perlakua
Setelah itu,
kuan yang baru, begitu juga dengan daun kontrol.
kontr
dilakukan pengamata
atan aktivitas penghambatan makan dengann menghitung
m
luas
permukaan daun yan
ang dimakan serangga uji pada daun perlaku
kuan dan kontrol.
Dua puluh empat jam
m berikutnya, daun perlakuan dan daun kontrol diganti dengan
daun tanpa perlakuan.
an. Pengamatan efek mortalitas dan aktivitas
tas penghambatan
makan dilakukan seti
etiap hari selama 3 hari pada 24, 48, dan 72 jam sejak awal
perlakuan (JSAP).

Pengamatan Efek Mortalitas
M
terhadap Larva Instar Pertamaa S.
S litura
Pengamatan di
dilakukan dengan menghitung jumlah larva
va instar pertama
S. litura yang mati.. Serangga
S
uji yang terlihat tidak bergerak, tubuhn
ubuhnya mengerut
dan berwarna coklat
at kehitaman dianggap sebagai serangga uji mati.
m
Persentase
mortalitas serangga uj
uji dihitung menggunakan rumus:
PM

100%

keterangan: PM = persentase
mortalitas serangga uji (%)
pe
M = jum
jumlah total serangga uji yang mati selama pe
pengamatan
N = jumlah
jum total serangga uji yang digunakann untuk pengujian
pe

Pengamatan Aktivi
tivitas Penghambatan Makan terhadap
ap Larva Instar
Pertama S. litura
Alat bantu yang
ng digunakan selama pengamatan antara lain
in kaca pembesar,
spidol, dan lampu.
pu. Daun
D
yang diamati direntangkan di atas kaca
kac pembesar dan
diletakkan di depann lampu
la
sehingga terlihat jelas bekas gigitan ser
erangga uji.

A

Gambar 1

B

Penghitun
hitungan total lingkaran bekas gigitan larva
va instar pertama
S. litura
ura (A) dan ilustrasinya (B).

17
Bekas gigitan tampak membentuk wilayah dengan warna lebih muda daripada
bagian daun yang tidak digigit. Bekas gigitan larva instar pertama S. litura yang
teramati selama pengamatan pada umumnya berbentuk lingkaran (diameter
± 0.5 mm). Jumlah lingkaran bekas gigitan tersebut dihitung untuk mendapatkan
jumlah total bagian permukaan daun yang dimakan serangga uji.
Selain lingkaran, bekas gigitan serangga uji juga memiliki bentuk tidak
beraturan. Untuk menghitungnya, dilakukan estimasi terhadap jumlah lingkaran
berdiameter ± 0.5 mm yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh wilayah bekas
gigitan

yang

bentuknya

tidak

beraturan.

Untuk

mempermudah

proses

penghitungannya, digunakan spidol (diameter ujung ± 0.5 mm) untuk memberi
tanda titik pada wilayah bekas gigitan sampai penuh (lihat Gambar 6B). Jumlah
tanda titik tersebut diasumsikan sebagai jumlah bekas gigitan serangga uji yang
berbentuk lingkaran dengan diameter ± 0.5 mm. Setelah diperoleh jumlah total
lingkaran bekas gigitan serangga uji, nilai tersebut dikalikan dengan 0.196 mm2
(luas lingkaran bekas gigitan serangga uji yang dijadikan patokan) sehingga
diperoleh luas permukaan daun cabai yang dimakan serangga uji.
Persentase penghambatan makan dihitung menggunakan rumus:
B

1−

x 100%

keterangan: B = persentase penghambatan makan (%)
Ap = luas permukaan daun yang dimakan dari perlakuam (mm2)
Ak = luas permukaan daun yang dimakan dari kontrol (mm2)

Pengolahan Data
Data mortalitas dan penghambatan makan yang diperoleh diolah dengan
sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada
taraf nyata 5% menggunakan paket program Statistical Analysis System (SAS)
9.1.3 (SAS Institute 1990). Data mortalitas yang diperoleh juga diolah dengan
metode probit (Finney 1971) untuk menghitung nilai LC (lethal concentration)
tiap ekstrak menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Penghitungan nilai LC hanya dilakukan pada data hasil perlakuan ekstrak dengan
persentase mortalitas > 50%. Nilai LC yang dihitung adalah LC50 dan LC95.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati
Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh
dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A. muricata, dan rimpang
A. purpurata (Tabel 1). Ekstrak yang diperoleh dari biji S. mahagoni berbentuk
campuran cairan kental berwarna coklat muda transparan dan padatan yang
berwarna coklat muda bertekstur lunak. Ekstrak daun T. vogelii berbentuk cairan
kental dan lengket berwarna hijau tua pekat. Ekstrak biji A. muricata berupa
cairan kental berwarna coklat tua transparan. Ekstrak rimpang A. purpurata
berbentuk campuran cairan kental berwarna coklat kemerahan transparan dan
padatan yang berwarna coklat kemerahan pekat dan lengket.

Tabel 1

Bobot dan persentase rendemen hasil ekstraksi bahan tumbuhan
menggunakan metode maserasi
Bobot awal
(g)

Bobot akhir
(g)a

Rendemen
(%)b

A. muricata

200

12.25

6.12

A. purpurata

200

10.12

5.06

S. mahagoni

200

39.42

19.71

T. vogelii

200

17.64

8.82

Sumber ekstrak

a
b

Bobot akhir merupakan bobot ekstrak kasar yang diperoleh setelah filtrat diuapkan.
Nilai rendemen diperoleh menggunakan rumus: (bobot akhir/bobot awal) x 100%.

Pada proses ekstraksi menggunakan metode fermentasi, beberapa perubahan
tampak pada larutan selama proses fermentasi, antara lain terjadi perubahan warna
larutan, timbul gelembung udara di antara bahan tumbuhan sumber ekstrak, dan
terjadi pengentalan larutan (Tabel 1). Warna larutan yang menjadi keruh
menunjukkan selulosa telah terdegradasi dan larut dalam akuades. Terjadinya
pengentalan larutan menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Timbulnya
gelembung udara menunjukkan telah dimulainya proses fermentasi (Weimer dan
Zeikus 1977). Warna sediaan ekstrak yang diperoleh umumnya berwarna coklat,

19
kecuali ekstrak S. mahagoni berwarna oranye kecoklatan. Kepekatan warna tiap
ekstrak meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi bahan tumbuhan
dalam larutan. Volume yang didapat setiap ekstrak menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi bahan tumbuhan dalam larutan.

Tabel 2 Karakteristik larutan bahan tumbuhan sumber insektisida nabati selama
dan sesudah proses ekstraksi menggunakan metode fermentasi
Karakteristik larutan
Sumber
ekstrak
A. muricata

A. purpurata

S. mahagoni

T. vogelii

a

Konsentrasi
(%)

Warna

Gelembung
Udaraa

Kekentalana

Volume setelah
penyaringan
(ml)

1

Coklat muda

-

+++

45.0

5

-

+++

44.0

10

-

++

36.5

20

-

++

22.5

+

+

46.0

5

+

+

38.0

10

++

-

32.0

20

++

-

21.5

1

Coklat susu

1

Oranye

++

++

49.0

5

kecoklatan

++

++

41.0

10

++++

+++

36.0

20

+++++

+++

26.5

++

++

48.0

5

++

++

37.5

10

+++

+

32.0

20

++++

+

20.0

1

Coklat tua

Tanda + menunjukkan jumlah gelembung udara dan tingkat kekentalan larutan. Semakin banyak
tanda + yang dimiliki suatu ekstrak, semakin banyak gelembung udara yang terlihat dan semakin
tinggi tingkat kekentalannya.

Perbandingan Keefektifan Ekstrak Insektisida Nabati
Perbandingan Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Mortalitas S. litura
Pengaruh tiap ekstrak terhadap persentase mortalitas larva instar pertama
S. litura ditunjukkan pada Tabel 3. Perlakuan yang dapat menyebabkan kematian
serangga uji ≥ 80% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak A. muricata dan
S. mahagoni maserasi.

Sebaliknya, perlakuan yang menyebabkan kematian

20
< 50% pada konsentrasi tertinggi adalah ekstrak A. purpurata maserasi maupun
fermentasi dan A. muricata fermentasi. Perlakuan yang menyebabkan kematian
serangga uji 50% sampai 79% (sedang) adalah ekstrak T. vogelii maserasi maupun
fermentasi dan S. mahagoni fermentasi.

Tabel 3

Perbandingan efek mortalitas ekstrak insektisida nabati dengan dua
metode ekstraksi yang berbeda terhadap larva instar pertama S. litura
Metode ekstraksi

Sumber
ekstrak
A. muricata

A. purpurata

S. mahagoni

T. vogelii

Maserasi
Konsentrasi
Mortalitas
(%)
(%)a
1

90a

20

4cd

0.5

76a

10

8cd

0.25

50b

5

14cd

0.125

26c

1

12cd

Kontrol

0d

Kontrol

0d

1

38a

20

28ab

0.5

30ab

10

24ab

0.25

20abc

5

16bc

0.125

12bc

1

10bc

Kontrol

2c

Kontrol

0c

1

86a

20

56bc

0.5

60b

10

34de

0.25

40cd

5

28de

0.125

18ef

1

18ef

Kontrol

0f

Kontrol

0f

1

62a

20

60a

0.5

48ab

10

44abc

0.25

34bc

5

28bc

0.125

24e

1

18cd

0d

Kontrol

0d

Kontrol
a

Fermentasi
Konsentrasi
Mortalitas
(%)
(%)a

Mortalitas kumulatif pada 72 jam sejak awal perlakuan (JSAP). Untuk setiap rataan mortalitas
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan
pada taraf nyata 5%.

21
Pada perlakuan ekstrak A. muricata, perlakuan dengan ekstrak fermentasi
kurang aktif dalam memberikan efek mortalitas terhadap serangga uji. Hal ini
terlihat dari persentase mortalitas tertinggi yang dihasilkan sebesar 14%,
sedangkan perlakuan dengan ekstrak maserasi mencapai 90%. Pada perlakuan
ekstrak A. purpurata, persentase mortalitas tertinggi yang dihasilkan perlakuan
ekstrak fermentasi cenderung tidak berbeda nyata dengan ekstrak maserasi, yaitu
masing-masing sebesar 38% dan 28%. Pada perlakuan ekstrak S. mahagoni,
perlakuan dengan ekstrak fermentasi menghasilkan persentase kematian sebesar
56% yang berbeda nyata dengan ekstrak maserasi yaitu 86%. Pada perlakuan
ekstrak T. vogelii maserasi maupun fermentasi, persentase mortalitas tertinggi
yang diperoleh kedua perlakuan tidak berbeda nyata yaitu masing-masing sebesar
60% dan 62%.
Tabel 4 menunjukkan nilai LC (lethal concentration) ekstrak insektisida
nabati yang digunakan dalam perlakuan. Penghitungan nilai LC hanya dilakukan
pada ekstrak yang menghasilkan

kematian serangga



50%

pada

saat

pengujian. Nilai LC merupakan tolok ukur toksisitas suatu bahan.

Tabel 4 Penduga parameter toksisitas ekstrak insektisida nabati terhadap larva
instar pertama S. litura
Jenis ekstrak
A. muricata
maserasi

a ± Gba

b ± GBa

1.317 ± 0.188

2.167 ± 0.316

0.992 ± 0.174

2.193 ± 0.322

0.294 ± 0.151

1.131 ± 0.277

1.031 ± 0.192

0.903 ± 0.206

1.021 ± 0.192

0.765 ± 0.204

S. mahagoni
maserasi

S. mahagoni
fermentasi
a

0.247
(0.193 – 0.303)

(0.284 – 0.437)
0.549

T. vogelii
fermentasi

LC95 (SK 95%)a
(%)
1.416
(0.966

0.353

T. vogelii
maserasi

LC50 (SK 95%)a
(%)

(0.381 – 1.004)
13.841
(8.543 – 32.721)
21.597



2.720)

1.985
(1.300



4.122)

15.617
(4.467 – 516.316)
961.915
(189.232 – 52 704.178)
3048.310

a = intersep regresi probit, b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku, SK = selang
kepercayaan.

22
Berdasarkan nilai LC50 dan LC95, ekstrak A. muricata maserasi paling aktif
terhadap larva instar pertama S. litura dengan nilai LC50 dan LC95 berturut-turut
0.25% dan 1.42%; diikuti ekstrak S. mahagoni maserasi (0.35% dan 1.98%) dan
ekstrak T. vogelii maserasi (0.55% dan 15.62%).
Untuk ekstraksi dengan metode maserasi, dari nilai LC50 dan persentase
rendemen yang dihasilkan dari ekstrasi maserasi (Tabel 1), dapat diketahui jumlah
bahan tumbuhan sumber ekstrak kering yang dibutuhkan untuk menghasilkan
kematian serangga sebesar 50%. Untuk ekstraksi biji A. muricata dibutuhkan
bahan tumbuhan sebanyak 4.03 g, untuk biji S. mahagoni sebanyak 1.79 g, dan
untuk daun T. vogelii sebanyak 6.22 g. Dari jumlah tersebut dapat diketahui
bahwa pada ekstrasi biji A. muricata maserasi membutuhkan bahan tumbuhan
kering lebih banyak dari