Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih papaya Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus coeruleus

KEEFEKTIFAN TIGA JENIS INSEKTISIDA NABATI
TERHADAP KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus
DAN KEAMANANNYA TERHADAP
KUMBANG PREDATOR Curinus coeruleus

AHMAD SIFA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
AHMAD SIFA, Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu Putih
Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya terhadap Kumbang Predator
Curinus coeruleus. Dibimbing oleh AUNU RAUF dan DJOKO PRIJONO.
Paracoccus marginatus merupakan hama penting yang relatif baru di
Indonesia dengan daya merusak yang tinggi. Di tempat asalnya, populasi hama P.
marginatus dapat ditekan dengan baik oleh berbagai jenis musuh alaminya. Di
Indonesia, saat ini musuh alami yang ada belum dapat menekan peningkatan

populasi hama P. marginatus hingga tingkat yang tidak merugikan. Oleh karena
itu penggunaan insektisida nabati dari bahan tumbuhan seperti Tephrosia vogelii
(kacang babi, Leguminosae), Cinnamomum multiforum (Lauraceae), dan Annona
squamosa (srikaya, Annonaceae) yang telah diketahui memiliki aktivitas
insektisida terhadap hama lain dapat menjadi alternatif untuk menekan populasi P.
marginatus. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan ekstrak daun T.
vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum, serta
campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap hama P. marginatus dan
keamanannya terhadap larva kumbang predator C. coeruleus. Tiga jenis
insektisida nabati diuji pada dua taraf konsentrasi, yaitu 0.5% dan 1% (w/v) untuk
ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa, serta 1% dan 2% (w/v)
untuk minyak atsiri daun C. multiforum. Komposisi dua macam campuran
masing-masing ekstrak T. vogelii 0.25% + ekstrak A. squamosa 0.25% + minyak
atsiri C. multiforum 0.5% (Campuran 1) dan campuran 2 mengandung komponen
yang sama yang konsentrasinya masing-masing dua kali dari campuran 1. Setiap
bahan insektisida nabati dicampur dengan pelarut metanol, Solvesso R-100, dan
pengemulsi Tween-80 (9:1:5) kemudian diencerkan dengan akuades sampai
volume tertentu sesuai konsentrasi yang diuji, dengan insektisida berbahan aktif
imidakloprid 0.1% sebagai pembanding. Pengujian keefektifan insektisida nabati
tersebut dilakukan terhadap P. marginatus dengan metode semprot daun, semprot

serangga, dan semprot serangga pada daun, serta pengujian keamanannya
terhadap larva predator C. coeruleus. Ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A.
squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiflorum serta campuran ketiga bahan
nabati tersebut cukup potensial digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih
pepaya P. marginatus.
Perlakuan insektisida nabati uji dengan metode
penyemprotan serangga pada daun lebih efektif dibandingkan dengan metode
semprot daun atau semprot serangga saja. Ketiga jenis insektisida nabati uji aman
terhadap larva predator C. coeruleus. Sementara itu, insektisida pembanding
imidakloprid selain efektif terhadap kutu P. marginatus juga beracun terhadap
larva predator C. coeruleus sehingga harus digunakan dengan sangat hati-hati, bila
diperlukan.

KEEFEKTIFAN TIGA JENIS INSEKTISIDA NABATI
TERHADAP KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus
DAN KEAMANANNYA TERHADAP
KUMBANG PREDATOR Curinus coeruleus

AHMAD SIFA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu
Putih Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya
terhadap Kumbang Predator Curinus coeruleus

Nama Mahasiswa

: Ahmad Sifa


NRP

: A34060983

Menyetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc
NIP 19500622 197703 1 001

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
NIP 19590827 198303 1 005

Mengetahui
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc

NIP 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 30 April 1988, sebagai anak
ke-empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Abdul Mughi Muin dan Ibu
Masruroh. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Krangkeng, Indramayu. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan pada tahun 2007
diterima di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan
dan organisasi di IPB, antara lain sebagai anggota dan pengurus Ikatan Keluarga
dan Mahasiswa Indramayu (IKADA) tahun 2006-2009, anggota dan pengurus
LDK DKM Al-Hurriyyah tahun 2006-2008, Dewan Perwakilan Mahasiswa
Faperta (DPM-A) sebagai staf Pengembangan Minat dan Bakat (PSDM) periode
2007-2008. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
Penelitian bidang Vertebrata Hama dengan judul Pengujian Efektivitas Daun
Gamal dan Umbi Gadung sebagai Rodentisida Botanis sebagai Alternatif
Pengendalian Tikus Sawah tahun 2008.


PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT,
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Keefektifan Tiga Jenis Insektisida Nabati terhadap Kutu
Putih Pepaya Paracoccus marginatus dan Keamanannya terhadap Kumbang
Predator Curinus coeruleus”. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun
percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Fisiologi
dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian
IPB dari Agustus 2010 sampai Mei 2011. Penelitian ini merupakan bagian dari
proyek penelitian yang berjudul “Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati
Berbasis Ekstrak Tanaman Tephrosia vogelii untuk Mengendalikan Hama Kubis
Crocidolomia pavonana dan Hama Kutu Paracoccus marginatus“ (Ketua
Peneliti: Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.), dengan dana dari Program Insentif Riset
Terapan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc dan Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. yang telah
bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan bimbingan,
arahan, perhatian, dan pemecahan dalam setiap permasalahan, serta ilmu yang
sangat bermanfaat kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Ir. Titiek Siti Yuliani, S.U., selaku dosen penguji tamu.
3. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Kedua orang tua (Abdul Mughni Muin dan Masruroh) dan semua keluarga
yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang, dan kesabaran.
5. Sahabat saya, Feby Ferdiansyah, Satrio Harjono, dan Fitria Asri yang telah
menemani dan senantiasa memberikan motivasi.
6. Rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang telah
membantu dan memecahkan permasalahan selama penulis melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi.
7. Pihak University Farm rumah kaca Cikabayan, Kampus IPB Dramaga,
Bogor.
8. Pihak kebun organik Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor.
9. Sahabat-sahabat saya di Departemen Proteksi Tanaman IPB Angkatan 43,
juga 41, 42, 44, 45, dan 46.
10. Sahabat-sahabat saya di Wisma London Balebak atas pengertian, motivasi,
dan toleransinya kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.


Bogor, Agustus 2011
Ahmad Sifa

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

viii

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................

1
1
3
4


TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Paracoccus marginatus ....................................................................
Persebaran .................................................................................
Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan ......................................
Biologi ........................................................................................
Pengendalian .............................................................................
Curinus coeruleus ............................................................................
Persebaran .................................................................................
Biologi .......................................................................................
Tephrosia vogelii ..............................................................................
Deskripsi Tanaman ....................................................................
Sifat Insektisida .........................................................................
Annona squamosa ............................................................................
Deskripsi Tanaman ....................................................................
Sifat Insektisida .........................................................................
Cinnamomum multiforum .................................................................
Deskripsi Tanaman ....................................................................
Sifat Insektisida .........................................................................

5

5
5
5
6
8
8
8
9
10
10
11
11
11
12
12
12
13

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................

Perbanyakan Tanaman Pepaya .........................................................
Perbanyakan Kutu Putih Pepaya P. marginatus ..............................
Perbanyakan Kumbang Predator C. coeruleus .................................
Bahan Insektisida Nabati Uji .............................................................
Pengujian Keefektifan Insektisida Nabati terhadap Nimfa P.
marginatus .......................................................................................
Metode Semprot Daun ...............................................................
Metode Semprot Serangga .........................................................
Metode Semprot Serangga pada Daun ......................................
Pengujian Keamanan Insektisida Nabati terhadap Larva C.
coeruleus ..........................................................................................

14
14
14
14
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

18

Keefektifan Insektisida Nabati Uji terhadap Nimfa P. marginatus ..
Metode Semprot Daun ...............................................................
Metode Semprot Serangga .........................................................

18
18
20

15
15
16
16
17

vii
Halaman
Metode Semprot Serangga pada Daun ......................................
Keamanan Insektisida Nabati Uji terhadap Larva C. coeruleus ......

22
22

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

25

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan
insektisida nabati uji dengan metode semprot daun .............................

19

2 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan
insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga ......................

21

3 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan T.
vogelii dengan metode semprot serangga pada daun ...........................

22

4 Mortalitas kumbang predator C. coeruleus akibat perlakuan
insektisida nabati uji dengan metode semprot serangga ......................

23

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae), merupakan hama penting yang relatif baru di
Indonesia dengan daya merusak yang tinggi. Hama tersebut diketahui pertama
kali pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor pada Mei 2008 dan pada Juli
2008 dilaporkan telah banyak merusak pertanaman pepaya milik petani di Bogor
(Muniappan et al. 2008).

Di Indonesia, pada tahun 2009 P. marginatus

dilaporkan menyerang lebih dari 21 spesies tanaman dari famili Apocynaceae,
Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae,
Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al.
2009).
Sesuai dengan tipe alat mulutnya, P. marginatus menusukkan stilet ke
dalam jaringan epidermis tanaman (buah, daun, dan batang) dan mengisap cairan
bagian tanaman tersebut. Hama tersebut juga memasukkan racun ketika mengisap
cairan bagian tanaman yang dapat mengakibatkan daun kerdil atau keriting dan
daun atau buah rontok.

Embun madu yang dihasilkan oleh P. marginatus

menimbulkan embun jelaga yang dapat menghambat proses fotosintesis.
Serangan P. marginatus yang berat dapat mengakibatkan buah pepaya tidak layak
dimakan bahkan menyebabkan kematian tanaman (Walker et al. 2003; Heu et al.
2007).
Di Hawaii, musuh alami yang menyerang P. marginatus antara lain predator
Cryptolaemus montrouzieri Mulsant, Curinus coeruleus Mulsant, Hyperaspis
silvestrii Weise, Symnobius bilucernarius (Mulsant), dan Scymnus sp.
(Coleoptera: Coccinellidae), serta Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae);
parasitoid Acerophagous papayae Noyes & Schauff, Anagyrus loecki Noyes &
Menezes, dan Pseudleptomastix mexicana Noyes & Schauff (Hymenoptera:
Encyrtidae); serta cendawan Neozygytes fumosa (Meyerdirk et al. 2004; Heu et al.
2007). Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa predator lokal yang memangsa
P. marginatus ialah C. montrouzieri, Scymnus sp., dan larva Syrphidae (Diptera).
Kumbang C. coeruleus yang umum dikenal sebagai predator kutu loncat lamtoro,

2
Heteropsylla cubana (Homoptera: Psyllidae) (Wagiman et al. 1989), juga
ditemukan menyerang hama P. marginatus pada tanaman pepaya di Bogor
(Pramayudi 2010).

Baru-baru ini, parasitoid A. papayae Noyes & Schauff

(Hymenoptera: Encyrtidae) ditemukan memarasit kutu P. marginatus yang
dikumpulkan dari lapangan di sekitar Kecamatan Darmaga, Bogor (Sutardi 2011).
Di Indonesia, perkembangan populasi musuh alami lokal belum dapat
mengimbangi perkembangan populasi hama P. marginatus, terutama pada musim
kemarau sehingga dapat terjadi serangan yang berat. Pada keadaan serangan
hama P. marginatus yang berat, tindakan pengendalian yang dapat dilakukan ialah
pengendalian secara mekanis dengan tangan atau alat bantu mekanis,
menyemprotkan air dengan tekanan tinggi pada koloni kutu putih, dan
penyemprotan dengan air sabun yang diikuti dengan penyemprotan insektisida
berbahan aktif imidakloprid (golongan neonikotinoid) (Sartiami et al. 2009).
Ketika musuh alami dan cara-cara nonkimia lain tidak dapat menekan
peningkatan populasi hama P. marginatus hingga tingkat yang tidak merugikan,
insektisida yang efektif terhadap hama sasaran dan aman terhadap musuh alami
dapat digunakan sebagai alternatif terakhir. Salah satu kelompok insektisida yang
memenuhi persyaratan tersebut dan layak diuji ialah insektisida nabati. Tiga jenis
tumbuhan yang telah diketahui bersifat insektisida terhadap hama lain ialah
Tephrosia vogelii (kacang babi, Leguminosae), Cinnamomum multiforum
(Lauraceae), dan Annona squamosa (srikaya, Annonaceae) (Prijono et al. 1997;
Abizar & Prijono 2010; Febrianni 2011; Hertika 2011).
Sediaan insektisida dari daun T. vogelii efektif terhadap berbagai jenis hama
Lepidoptera dan hama kumbang gudang (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao
1997). Ekstrak daun T. vogelii bersifat sebagai racun perut yang kuat dengan efek
kontak yang lebih terbatas (Wulan 2008). Sartiami et al. (2009) melaporkan
bahwa penyemprotan dengan air sabun yang diikuti penyemprotan ekstrak daun T.
vogelii dapat menekan populasi P. marginatus sebesar 35%.

Senyawa aktif

insektisida yang terkandung dalam daun T. vogelii termasuk dalam golongan
rotenoid seperti rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al.
1993).

Rotenon bekerja dengan menghambat proses respirasi sel di dalam

mitokondria (Hollingworth 2001).

3
Biji A. squamosa telah lama diketahui bersifat insektisida dan aktif terhadap
berbagai jenis serangga pemakan daun dan pengisap cairan tanaman (Grainge &
Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa
ekstrak biji srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan lebih aktif daripada
ekstrak akar tuba, Derris elliptica.

Biji srikaya mengandung senyawa aktif

insektisida dari golongan asetogenin, terutama skuamosin dan asimisin (Ohsawa
et al. 1994; Zafra-Polo et al. 1996). Senyawa aktif tersebut memiliki cara kerja
yang sama dengan rotenon (Zafra-Polo et al. 1996).
Penelitian tentang aktivitas insektisida C. multiforum masih sangat terbatas.
Minyak atsiri daun C. multiflorum dilaporkan bersifat insektisida dengan kerja
yang cukup cepat terhadap larva C. pavonana (Hertika 2011) dan Plutella
xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) (Febrianni 2011) tetapi aktivitasnya
terhadap hama lain belum pernah diteliti. Minyak atsiri daun C. multiflorum
mengandung metileugenol (area puncak GC 49,4%) sebagai komponen utama
(Hertika 2011).
Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal dan dalam bentuk
campuran.

Penggunaan insektisida nabati dalam bentuk campuran dapat

menghemat bahan baku bila campuran bersifat

sinergis

selain

dapat

memanfaatkan keanekaragaman sumber daya nabati lokal secara optimum.
Penggunaan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri
daun C. multiflorum serta campuran ketiga bahan nabati tersebut diharapkan dapat
menekan populasi hama P. marginatus sementara di pihak lain dapat melestarikan
musuh alami hama tersebut, termasuk kumbang predator C. coeruleus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan ekstrak daun T. vogelii,
ekstrak biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum, serta campuran
ketiga bahan nabati tersebut terhadap hama P. marginatus dan keamanannya
terhadap larva kumbang predator C. coeruleus.
digunakan sebagai pembanding.

Insektisida imidakloprid

4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan insektisida nabati yang efektif
terhadap hama P. marginatus dan aman terhadap kumbang predator C. coeruleus.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Paracoccus marginatus
Persebaran
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama yang berasal dari Amerika
Tengah. Di tempat asalnya, serangga tersebut tidak berstatus sebagai hama yang
serius karena adanya musuh alami endemik yang kompleks. Spesimen hama
tersebut pertama kali dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955, kemudian pada tahun
1992 spesimen hama tersebut telah ditemukan dari wilayah neotropik di Belize,
Kosta Rika, Guatemala, dan Meksiko (Williams & Granara de Willink 1992).
Pada tahun 1994, hama tersebut dilaporkan telah menyerang berbagai jenis
tanaman di 14 negara di Kepulauan Karibia. Selanjutnya hama tersebut telah
ditemukan di Bradenton, Florida pada tahun 1998 pada tanaman Hibiscus. Pada
Januari 2002, hama tersebut telah dapat dikoleksi dari 18 spesies tanaman berbeda
dari 30 daerah di Florida. Hama tersebut ditemukan telah berkembang di wilayah
Pasifik di Guam dan Republik Palau pada tahun 2002. Pada tahun 2003, hama
tersebut ditemukan telah menyebar di Kepulauan Hawaii (Walker et al. 2003;
Tanwar et al. 2010).
Hama kutu putih pepaya telah menyebar di Asia Selatan dan Tenggara
antara tahun 2007 dan 2009. Pada tahun 2007, hama tersebut telah ditemukan di
India, menjadi hama penting dan telah menyebar di berbagai daerah di negara
tersebut (Tanwar et al. 2010). Di Indonesia, hama tersebut dilaporkan pertama
kali ditemukan pada Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor
(Muniappan et al. 2008).

Pada tahun 2009, hama tersebut dilaporkan telah

menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili di Provinsi Jawa Barat,
Banten, dan DKI Jakarta (Sartiami et al. 2009).

Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan
Di Guam dan Republik Palau, P. marginatus menjadi gangguan utama pada
tanaman buah tropik khususnya pepaya (Miller et al. 1999). Menurut Miller &
Miller (2002) dan Walker et al. (2003), P. marginatus menyerang lebih dari 25

6
genus tanaman, di antaranya tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti
pepaya, alpukat, jarak, jeruk, kamboja, terung, Hibiscus sp., dan ekor kucing. Di
Indonesia, pada tahun 2009 P. marginatus dilaporkan menyerang 21 spesies
tanaman dari beberapa famili seperti Apocynaceae, Araceae, Caricaceae,
Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae,
Myrtaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009). Di India, Tanwar et
al. (2010) melaporkan bahwa P. marginatus ditemukan menyerang dan
menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman seperti pepaya, kembang sepatu,
jarak, ubi kayu, tomat, terung, kapas, murbei, jambu biji, pohon jati, dan beberapa
jenis gulma.
Kutu putih pepaya P. marginatus sangat aktif pada kondisi kering dan cuaca
panas. P. marginatus mengisap cairan bagian tanaman dengan menusukkan stilet
ke dalam jaringan epidermis tanaman (buah, daun, dan batang). Hama tersebut
juga memasukkan zat beracun ketika mengisap cairan bagian tanaman sehingga
dapat mengakibatkan klorosis, pucuk daun kerdil, daun keriting, dan daun/buah
rontok. Embun madu yang dihasilkan oleh P. marginatus memicu tumbuhnya
embun jelaga yang dapat menghambat proses fotosintesis.

Infestasi berat P.

marginatus mengakibatkan buah tidak layak dimakan bahkan dapat menyebabkan
tanaman mati (Miller et al. 1999; Walker et al. 2003; Heu et al. 2007; Muniappan
et al. 2008).

Biologi
P. marginatus mengalami metamorfosis bertahap (paurometabola), yaitu
melalui fase telur, nimfa, lalu imago. Telur P. marginatus berwarna kuning
kehijauan, berada di dalam kantung telur (ovisac), dan keseluruhan telur ditutupi
oleh lapisan lilin berwarna putih (Miller et al. 1999). Kantung telur berkembang
di bawah tubuh imago betina dan panjangnya terus berkembang (biasanya dalam
waktu 2 minggu) hingga mencapai 3-4 kali panjang tubuhnya dan akan menetas
dalam waktu sekitar 10 hari (Walker et al. 2003). Setelah telur menetas, instar
pertama (crawler) yang merupakan fase paling aktif bergerak langsung aktif
mencari makan.

Pada fase ini, jenis kelamin P. marginatus belum dapat

dibedakan dan berukuran sangat kecil yaitu panjang sekitar 0.4 mm dan lebar

7
sekitar 0.2 mm. Setelah sekitar 4 hari, crawler berganti kulit dan disebut nimfa
instar II. Pada fase ini, jenis kelamin P. marginatus sudah dapat dibedakan.
Nimfa instar II betina berwarna kuning dengan panjang tubuh sekitar 0.7 mm dan
lebar sekitar 0.4 mm, sedangkan yang jantan biasanya berwarna merah muda
dengan panjang sekitar 0.6 mm dan lebar sekitar 0.3 mm. Lama stadium rata-rata
nimfa betina instar II betina dan jantan masing-masing 3.74 dan 4.12 hari. Pada
fase nimfa instar III, ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan,
tubuh nimfa betina masih berwarna kuning. Fase ini merupakan stadium nimfa
paling akhir sebelum menjadi imago dengan lama stadium rata-rata 4 hari.
Sementara itu, fase nimfa instar III pada individu jantan merupakan fase prapupa
dan setelah 2.25 hari berkembang menjadi instar IV atau disebut dengan pupa.
Lama stadium pupa adalah 4.86 hari (Friamsa 2009).
Imago betina berwarna kuning dengan lapisan lilin berwarna putih pada
permukaan tubuhnya dan berukuran panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm.
Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah filamen
pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang tubuhnya, tidak
memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap atau terbawa oleh tiupan
angin. Imago betina meletakkan telur sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller
& Miller 2002).

Imago betina memikat imago jantan dengan feromon seks.

Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus dari spesies
Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada bagian dorsal yang
hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya pori-pori pada tibia belakang
(Walker et al. 2003). Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat
terbang untuk perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya
pada saat masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil dan
lebih ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0 mm, bentuk
tubuh oval memanjang dengan bagian terlebar pada bagian toraks 0.3 mm. Imago
jantan memiliki antena dengan 10 ruas, aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori
lateral, toraks dan kepala mengeras, dan sayap berkembang dengan baik.
Karakter yang membedakan imago jantan dengan spesies Paracoccus lainnya
adalah adanya seta yang basar dan kuat pada antena sedangkan pada tungkai tidak

8
terdapat seta besar (Miller & Miller 2002). Pada kondisi rumah kaca, reproduksi
P. marginatus berlangsung sepanjang tahun (Walker et al. 2003).

Pengendalian
Di Hawaii, terdapat musuh alami endemik yang kompleks, seperti predator
Cryptolaemus montrouzieri Mulsant, Curinus coeruleus Mulsant, Hyperaspis
silvestrii Weise, Symnobius bilucernarius (Mulsant), dan Scymnus sp.
(Coleoptera: Coccinellidae), serta Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae);
parasitoid Acerophagous papayae Noyes & Schauff, Anagyrus loecki Noyes &
Menezes, dan Pseudleptomastix mexicana Noyes & Schauff (Hymenoptera:
Encyrtidae); serta cendawan Neozygytes fumosa sehingga P. marginatus tidak
berstatus sebagai hama yang serius (Meyerdirk et al. 2004; Heu et al. 2007). Di
Amerika Serikat, belum ada insektisida kimia spesifik untuk mengendalikan P.
marginatus namun beberapa insektisida yang dapat menjadi alternatif adalah
insektisida berbahan aktif asefat, karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat,
malation, dan minyak mineral putih. Dosis aplikasi insektisida kimia tersebut
sama seperti dosis aplikasi untuk jenis kutu putih lainnya. Akan tetapi untuk
mengoptimumkan potensi dan melestarikan alam, pada tahun 1999 Departemen
Pertanian Amerika Serikat mengimplementasikan pengendalian secara biologi
dengan menggunakan empat spesies parasitoid dari famili Encyrtidae, yaitu A.
loecky, A. californicus Compere, A. papayae, dan Pseudaphycus sp. Spesimen
parasitoid tersebut kemudian diintroduksi ke Puerto Rico untuk dikembangbiakan
dan diteliti di Puerto Rico dan Republik Dominika, kemudian parasitod tersebut
diintroduksikan ke Florida pada Oktober 2000.

Pada tahun 2002, parasitoid

tersebut diintroduksi ke Guam dan dapat menekan populasi P. marginatus hingga
99% serta dapat beradaptasi dengan baik (Meyerdirk et al. 2004).

Curinus coeruleus
Persebaran
Kumbang predator Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae)
merupakan salah satu musuh alami yang berasal dari Kolombia dan Trinidad.
Pada tahun 1922, serangga ini didatangkan dari Meksiko ke Hawaii untuk

9
mengendalikan hama kutu putih pada kelapa, Nipaecoccus nipae (Oka et al.
1987).

Menurut Nakahara et al. (1987), ternyata serangga ini juga dapat

berasosiasi dan dapat menurunkan populasi hama kutu loncat Heteropsylla
cubana di Hawaii. Pada tahun 1986, serangga ini diintroduksikan ke Spanyol,
Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk mengendalikan hama kutu loncat H.
cubana (MacDicken 1990). Kumbang predator tersebut pertama kali diintroduksi
dari Hawaii ke Indonesia pada Agustus 1986 untuk mengendalikan H. cubana.
Pada November 1986 predator tesebut disebarkan ke 50 tempat di Indonesia dan
pada tahun 1987 dapat menetap baik (Oka 1990).

Biologi
C. coeruleus mengalami metamofosis sempurna (holometabola), yaitu
melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Telur C. coeruleus berbentuk lonjong
berwarna putih kusam (krem) terang, semakin lama semakin gelap. Lama stadium
telur C. coeruleus berlangsung selama 7 hari. Fase larva melewati empat instar,
yaitu instar I sampai IV yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuhnya.
Lama stadium rata-rata instar I sampai IV berturut-turut 3.11, 2.89, 3.11, dan 6.41
hari, dengan lama perkembangan larva rata-rata 15.53 hari.

Fase pupa C.

coeruleus dibagi menjadi dua tahap, yaitu prapupa yang berlangsung selama 2.18
hari dan tahap pupa yang berlangsung selama 6.70 hari. Tahap prapupa adalah
tahap saat larva dalam kondisi telah diam, menempelkan bagian ujung
abdomennya dan melengkungkan badannya, sehingga berbentuk agak membulat,
sedangkan tahap pupa adalah tahap saat prapupa akan membuka bagian
punggungnya. Tahap pupa berakhir bila kulit pupa terbuka dan keluar serangga
dewasa dengan elitra berwarna putih dan dalam waktu 2-3 jam warna elitra
tersebut menjadi biru pekat mengkilat (Mahrub & Hartanti 1987; Oka et al. 1987;
Rauf et al. 1990).
Imago C. coeruleus berbentuk oval dengan bagian dorsal (elitra) cembung
dan bagian ventral datar. Elitra imago C. coeruleus yang baru keluar dari pupa
berwarna biru pekat mengkilat dan lama kelamaan semakin buram. Perbedaan
jenis kelamin imago kumbang predator ini dapat dibedakan melalui bentuk
mulutnya.

Dalam posisi telentang, bentuk mulut imago betina terlihat lebih

10
menonjol dan berwarna gelap kehitaman sedangkan bentuk mulut imago jantan
hampir rata mengikuti garis tepi elitra pada tubuhnya dan berwarna lebih terang
(Sudarmadji 1987). Rata-rata lama hidup imago betina 73.75 hari sedangkan
imago jantan 71.25 hari.

Imago betina mengalami masa praoviposisi yang

berlangsung selama rata-rata 14.75 hari dan pascaoviposisi (masa tidak bertelur)
yang berlangsung selama rata-rata 11.00 hari.

Jumlah telur rata-rata yang

diletakkan per betina per hari adalah 13.68 butir. Selama hidupnya rata-rata per
betina meletakkan 454 butir telur (Mahrub & Hartanti 1987; Oka et al. 1987; Rauf
et al. 1990).
C. coeruleus memiliki kemampuan memangsa cukup tinggi. Serangga ini
dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami berbagai jenis hama, di antaranya
Nipaecoccus nipae, Paracoccus marginatus, Heteropsylla cubana, Diaphorina
citri (Hodek & Honěk 2009). Bahkan berdasarkan penelitian oleh Yang (2006),
C. coeruleus dapat memangsa telur dan jentik nyamuk Aedes albopictus dengan
baik.

Tephrosia vogelii
Deskripsi Tanaman
Tephrosia vogelii J.D. Hooker (kacang babi, Leguminosae) merupakan
tanaman endemik Afrika Barat, yang kemudian dapat ditemukan di India, Asia,
dan daerah tropik lainnya, termasuk di Indonesia (Gaskin et al. 1972; Heyne
1987).

Tumbuhan tersebut berbentuk perdu atau pohon kecil, tumbuh tegak

dengan tinggi 3-5 m, dan bercabang banyak. Tumbuhan yang berumur kurang
dari 1 tahun tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 300-1200 m dpl (Heyne
1987). T. vogelii berakar tunggang dan ada yang memiliki bunga berwarna putih
dan ada yang ungu (Gaskin et al. 1972; Kardinan 2002). T. vogelii memiliki biji
kecil, keras, berwarna hitam, dan terbungkus polong dengan rambut lembut
kecokelatan seperti rambut babi. T. vogelii termasuk tanaman menyerbuk sendiri
dan dapat diperbanyak dengan penanaman biji (Gaskin et al. 1972).

11
Sifat Insektisida
T. vogelii dapat digunakan sebagai insektisida, moluskida, rodentisida, dan
racun ikan (Morallo-Rejesus 1986; Minja et al. 2002).

T. vogelii memiliki

aktivitas insektisida terhadap berbagai jenis hama Lepidoptera dan hama kumbang
gudang (Grainge & Ahmed 1988; Prakash & Rao 1997). Koona & Dorn (2005)
melaporkan bahwa ekstrak daun T. vogelii dapat menyebabkan kematian dan
bersifat sebagai penghambat peneluran terhadap kumbang Acanthoscelides
obtectus Say, Callosobruchus maculatus (F.), dan C. chinensis (L.) (Coleoptera:
Bruchidae). Baru-baru ini, ekstrak daun T. vogelii juga telah diteliti dan memiliki
aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae) (Wulan 2008; Panggraito 2011) dan larva Plutella
xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) (Febrianni 2011).

Abizar dan

Prijono (2010), melaporkan bahwa ekstrak daun dan biji T. vogelii berpotensi
sebagai insektisida nabati; ekstrak daun T. vogelii berbunga ungu lebih aktif
terhadap C. pavonana dibandingkan dengan ekstrak daun T. vogelii berbunga
putih maupun ekstrak biji T. vogelii berbunga ungu dan putih. Sartiami et al.
(2009) melaporkan bahwa perlakuan air sabun yang diikuti ekstrak T. vogelii
mampu menekan populasi P. marginatus sebesar 35%.
Ekstrak daun T. vogelii bersifat sebagai racun perut yang kuat dengan efek
kontak yang lebih terbatas (Wulan 2008).

Senyawa aktif insektisida yang

terkandung dalam T. vogelii adalah golongan rotenoid, seperti rotenon, tefrosin,
dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993).

Rotenon memiliki

aktivitas insektisida yang kuat terhadap berbagai jenis serangga, yaitu sebagai
racun perut dan racun kontak (Prakash & Rao 1997; Djojosumarto 2008).
Rotenon bekerja dengan menghambat proses respirasi sel di dalam mitokondria
(Hollingworth 2001).

Annona squamosa
Deskripsi Tanaman
Annona squamosa (L.) (srikaya, Annonaceae) merupakan tanaman perdu
yang tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2-3 m dan dapat tumbuh pada
ketinggian 1-800 m dpl (Heyne 1987). Srikaya ditanam terutama untuk diambil

12
buahnya yang dapat langsung dikonsumsi. A. squamosa memiliki daun tunggal,
kaku, bertangkai, bunga tunggal, buah majemuk, dan biji berwarna hitam
mengkilat (Kardinan 2002). Buah majemuk berbentuk bulat dengan ukuran jari
tengah 5-10 cm, kulit luar berlilin. Buah masak memiliki kulit luar berwarna
hijau kebiru-biruan, biji dari buah masak berwarna hitam mengkilat dan daging
buah berwarna putih (van Steenis et al. 1975). Pembiakan A. squamosa secara
generatif dilakukan dengan penanaman biji.

Sifat Insektisida
Sediaan biji A. squamosa memiliki aktivitas insektisida terhadap berbagai
jenis serangga pemakan daun dan pengisap cairan tanaman (Grainge & Ahmed
1988; Prakash & Rao 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak biji
srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dan
lebih aktif daripada ekstrak akar tuba, Derris elliptica. Berdasarkan penelitian
Rejeki (1996), ekstrak biji A. squamosa memiliki aktivitas insektisida terhadap
kumbang kacang, Callosobruchus maculatus (F.) (Colleoptera: Bruchidae). Pada
penelitian lain, Rahmawati (2011) melaporkan bahwa ekstrak biji A. squmosa
aktif

terhadap

hama

gudang

Sitophilus

zeamais

Motsch.

(Coleoptera:

Curculionidae) dengan LC50 2.8% dan Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera:
Tenebrionidae) dengan LC50 1.84%.
Biji A. squamosa mengandung senyawa asetogenin, terutama skuamosin
dan asimisin yang bersifat sebagai racun perut dan racun kontak yang kuat
terhadap beberapa jenis serangga (Ohsawa et al. 1994; Zafra-Polo et al. 1996).
Senyawa tersebut merupakan racun respirasi sel yang dapat menghambat transfer
elektron pada proses respirasi sel sehingga serangga kekurangan energi dan
akhirnya mengakibatkan kematian serangga (Zafra-Polo et al. 1996).

Cinnamomum multiforum
Deskripsi Tanaman
Cinnamomum multiforum Wight. (Lauraceae) merupakan pohon dengan
tinggi 10-15 m. Beberapa spesies Cinnamomum lain merupakan tumbuhan yang
berasal dari India, Sri Langka, Bangladesh, dan Nepal, sedangkan C. multiforum

13
merupakan spesies yang dapat ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara. Di
Indonesia, tumbuhan dari genus ini biasa disebut dengan kayu manis. Pembiakan
secara generatif dapat dilakukan dengan penanaman biji yang diperoleh dari
pohon induk yang memiliki umur minimal 10 tahun dan telah masak sempurna
(Towaha & Indriati 2008).

Sifat Insektisida
Minyak atsiri daun C. multiforum telah dilaporkan memiliki aktivitas
insektisida terhadap larva C. pavonana (Hertika 2011) dan Plutella xylostella
(Febrianni 2011) dengan efek kerja yang cepat. Selain itu, spesies lain seperti C.
camphora memiliki aktivitas insektisida terhadap beberapa hama gudang seperti
Sitophilus oryzae dan Bruchus rugimanus (Liu et al. 2005). Kandungan benzil
benzoat dan benzilsalisilat pada minyak atsiri daun Cinnamomum spp. dari
Malaysia diketahui memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva dan
imago nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Jantan et al. 2005).
Thantsin et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak eter kulit batang C.
multiflorum mengandung senyawa sinamaldehida 29.6%, eugenol 2.95%, dan
asam palmitat 4.18%, sedangkan menurut penelitian Hertika (2011) minyak atsiri
daun C. multiflorum mengandung metileugenol (area puncak GC 49,4%) sebagai
komponen utama.

14

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dari Agustus 2010 sampai
Mei 2011.

Perbanyakan Tanaman Pepaya
Tanaman pepaya untuk percobaan ditanam dari bibit pepaya jenis California
berumur 2 minggu yang diperoleh dari tempat pembibitan pepaya di desa
Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Bibit pepaya ditanam
dalam pot plastik kapasitas 2,5 liter. Media tanam yang digunakan ialah tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman pepaya dipupuk dengan NPK
± 1 g per pot dan dipupuk NPK lagi setiap 3 minggu.

Perbanyakan Kutu Putih Pepaya P. marginatus
Kutu putih pepaya P. marginatus diperbanyak dalam kurungan mika-kasa
berbingkai kayu berukuran 1 m x 0,5 m x 1 m. Tanaman pepaya berumur 2 bulan
dimasukkan ke dalam kurungan tersebut kemudian diinfestasi dengan imago P.
marginatus. Serangga tersebut dibiarkan berkembang biak sampai jumlahnya
mencukupi untuk pengujian.

Perbanyakan Kumbang Predator C. coeruleus
Kumbang predator C. coeruleus dikumpulkan dari tanaman lamtoro di
kebun organik Bina Sarana Bakti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Sebanyak 40 ekor imago kumbang predator C. coeruleus dengan nisbah kelamin
jantan:betina 1:3 (Siswanto & Soehardjan 1987) dimasukkan ke dalam kurungan
plastik-kasa berbentuk tabung dengan diameter 20 cm dan tinggi 15 cm yang
bagian bawahnya dialasi tisu. Imago C. coeruleus diberi pakan pupa muda lebah
madu (Matsuka & Niijima 1985).

Kertas karton hitam yang dilipat-lipat

diletakkan di dalam kurungan tersebut sebagai tempat peletakan telur. Kertas tisu,

15
pakan, dan kertas karton hitam tempat peletakkan telur diganti setiap hari. Telurtelur dipisahkan dan dipindahkan ke dalam kurungan plastik yang berbeda.

Bahan Insektisida Nabati Uji
Insektisida nabati uji yang digunakan adalah ekstrak aseton daun T. vogelii,
ekstrak heksana biji A. squamosa, dan minyak atsiri daun C. multiforum yang
diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Formulasi insektisida pembanding
Confidor 5 WP (bahan aktif imidakloprid 5%) dibeli dari toko pertanian Sarana
Tani di Bogor.

Pengujian Keefektifan Insektisida Nabati terhadap Nimfa P. marginatus
Pengujian keefektifan ekstrak daun T. vogelii, ekstrak biji A. squamosa,
minyak atsiri daun C. multiforum, dan campuran ketiga bahan nabati tersebut
terhadap nimfa P. marginatus dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
metode semprot daun, semprot serangga, dan semprot serangga pada daun.

Metode Semprot Daun
Tiga jenis insektisida nabati diuji pada dua taraf konsentrasi, yaitu 0.5% dan
1% (w/v) untuk ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa, serta 1%
dan 2% (w/v) untuk minyak atsiri daun C. multiforum. Komposisi dua macam
campuran masing-masing ekstrak T. vogelii 0.25% + ekstrak A. squamosa 0.25%
+ minyak atsiri C. multiforum 0.5% (Campuran 1) dan ekstrak T. vogelii 0.5% +
ekstrak A. squamosa 0.5% + minyak atsiri C. multiforum 1% (campuran 2).
Setiap bahan insektisida nabati dicampur dengan pelarut metanol, Solvesso R100, dan pengemulsi Tween-80 (9:1:5) kemudian diencerkan dengen akuades
sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diuji. Konsentrasi akhir metanol,
Solvesso R-100, dan Tween-80 dalam suspensi uji berturut-turut 0.72%, 0.08%,
dan 0.4%. Suspensi kontrol berupa campuran pelarut dan pengemulsi tersebut di
atas yang diencerkan dengan akuades.

Formulasi insektisida pembanding

Confidor 5 WP diencerkan dengan akuades pada konsentrasi 0.1% (w/v). Sediaan

16
insektisida nabati dan insektisida pembanding dimasukkan ke dalam botol
semprot volume 50 ml yang berbeda.
Satu daun pada tanaman pepaya disemprot pada permukaan atas dan bawah
sebanyak 20 kali semprot (volume ± 4.4 ml) dengan sediaan bahan insektisida
nabati uji atau insektisida pembanding imidakloprid menggunakan botol semprot
kemudian dibiarkan kering. Setelah daun kering, pada setiap daun diinfestasikan
15 ekor nimfa instar III betina P. marginatus. Daun percobaan dikurung dengan
tabung mika (p = 35 cm, d = 16 cm) yang kedua ujungnya ditutup kain kasa.
Jumlah kutu yang mati dicatat pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan (JSP).
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 10 perlakuan dan
5 ulangan. Data kematian serangga uji pada setiap waktu pengamatan diolah
dengan sidik ragam menggunakan program komputer Statistical Analysis System
(SAS) ver. 9.1. Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan uji
selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Metode Semprot Serangga
Penyiapan sediaan insektisida nabati uji dan insektisida pembanding sama
seperti pada metode semprot daun.

Nimfa instar III betina P. marginatus

sebanyak 15 ekor ditempatkan pada bagian dasar cawan petri berdiameter 9 cm
kemudian disemprot dengan sediaan insektisida nabati uji atau insektisida
pembanding imidakloprid dengan volume semprot 5 ml/perlakuan menggunakan
menara semprot (spray tower) Potter. Kutu yang telah disemprot diinfestasikan
pada satu daun pepaya kemudian dikurung dengan tabung mika-kasa seperti di
atas. Jumlah kutu yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 JSP. Rancangan
percobaan dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya.

Metode Semprot Serangga pada Daun
Pada pengujian ini digunakan ekstrak daun T. vogelii 0.5% dan 1%.
Penyiapan sediaan ekstrak tersebut sama seperti pada pengujian sebelumnya.
Nimfa instar III betina P. marginatus sebanyak 15 ekor diletakkan pada
permukaan atas daun pepaya kemudian disemprot dengan sediaan ekstrak T.
vogelii sebanyak 10 kali semprot (volume ± 2.2 ml) menggunakan botol semprot.

17
Daun pepaya perlakuan dikurung dengan tabung mika-kasa seperti di atas.
Jumlah kutu yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 JSP. Rancangan percobaan
dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya tetapi pada pengujian
ini hanya terdapat tiga perlakuan, yaitu ekstrak T. vogelii 0.5% dan 1% serta
kontrol.

Pengujian Keamanan Insektisida Nabati terhadap Larva C. coeruleus
Macam perlakuan serta penyiapan sediaan insektisida nabati uji dan
insektisida pembanding sama seperti pada pengujian terhadap nimfa P.
marginatus. Larva instar III C. coeruleus sebanyak 10 ekor ditempatkan pada
bagian dasar cawan petri berdiameter 9 cm kemudian disemprot dengan sediaan
bahan insektisida nabati uji atau insektisida pembanding imidakloprid dengan
volume semprot 5 ml/perlakuan menggunakan menara semprot Potter. Larva C.
coeruleus yang telah disemprot dipindahkan ke cawan petri yang dialasi tisu dan
diberi pakan pupa muda lebah madu. Jumlah serangga yang mati dihitung pada
24, 48, dan 72 JSP. Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada
percobaan sebelumnya.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keefektifan Insektisida Nabati Uji terhadap Nimfa P. marginatus
Metode Semprot Daun
Perlakuan dengan tiga jenis insektisida nabati uji dan campurannya, masingmasing pada dua taraf konsentrasi, mengakibatkan mortalitas nimfa instar III
betina P. marginatus yang beragam. Mortalitas nimfa P. marginatus pada semua
perlakuan insektisida nabati pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) tidak melebihi
25% dan mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida pembanding
imidakloprid juga masih rendah, yaitu hanya 33.3%, sedangkan pada kontrol tidak
ada kematian serangga uji (Tabel 1). Insektisida nabati pada konsentrasi yang
lebih tinggi mengakibatkan mortalitas serangga uji lebih tinggi.
Mortalitas serangga uji pada perlakuan dengan ekstrak biji A. squamosa 1%
dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% tidak berbeda nyata dengan perlakuan
formulasi imidakloprid 0.1% pada 24 JSP. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
biji A. squamosa dan minyak atsiri daun C. multiforum memiliki efek kontak awal
yang cukup cepat. Ekstrak biji A. squamosa mengandung senyawa aktif golongan
asetogenin, terutama skuamosin dan asimisin, yang bersifat sebagai racun perut
dan racun kontak yang kuat terhadap beberapa jenis serangga (Ohsawa et al.
1994). Minyak atsiri daun C. multiforum mengandung metileugenol sebagai
komponen utama dan memiliki aktivitas insektisida yang kuat dengan efek kerja
yang cepat terhadap ulat krop kubis C. pavonana (Hertika 2011). Sementara itu,
imidakloprid merupakan insektisida kimia sintetik golongan neonikotinoid yang
selain bersifat sistemik juga memiliki efek kontak yang baik dengan cara kerja
sebagai racun saraf (Cox 2001; Brown et al. 2006). Imidakloprid efektif terhadap
berbagai jenis serangga menusuk-mengisap dan beberapa jenis serangga pemakan
daun (NPIC 2010).
Pada semua perlakuan insektisida nabati, mortalitas serangga uji meningkat
cukup besar pada 48 dan 72 JSP. Kontak antara serangga uji dengan lapisan
residu insektisida pada permukaan daun secara terus-menerus mengakibatkan
akumulasi senyawa aktif yang terserap ke dalam tubuh melalui kemoreseptor pada
tarsus. Perlakuan dengan imidakloprid 0.1% yang memiliki efek kontak yang

19
kuat meningkatkan mortalitas serangga uji dengan tajam pada 48 JSP dan
mortalitas serangga uji mencapai 100% pada 72 JSP (Tabel 1). Seperti pada
pengamatan 24 JSP, perlakuan dengan ketiga jenis insektisida nabati dan
campurannya pada konsentrasi yang lebih tinggi mengakibatkan mortalitas
serangga uji yang lebih tinggi pada 48 dan 72 JSP, sementara pada kontrol tidak
ada kematian serangga uji. Mortalitas serangga uji pada perlakuan imidakloprid
0.1% lebih tinggi daripada semua perlakuan lain, baik pada 48 JSP maupun 72
JSP. Mortalitas serangga uji akibat perlakuan insektisda nabati pada konsentrasi
yang lebih tinggi berkisar antara 52% dan 65% pada 48 JSP yang tidak berbeda
nyata di antara perlakuan tersebut.
Pada 72 JSP, mortalitas serangga uji pada perlakuan ekstrak daun T. vogelii
1% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan insektisida nabati lainnya tetapi
tidak berbeda nyata dengan mortalitas pada perlakuan minyak atsiri daun C.
multiforum 2% dan campuran 2 (Tabel 1). Daun T. vogelii mengandung senyawa
rotenoid yang bersifat insektisida, terutama rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel
et al. 1970; Lambert et al. 1993). Rotenon memiliki aktivitas insektisida yang

Tabel 1 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida
nabati uji dengan metode semprot daun
Perlakuan
T. vogelii 0.5%
T. vogelii 1%
A. squamosa 0.5%
A. squamosa 1%
C. multiforum 1%
C. multiforum 2%
Campuran 1 b
Campuran 2 b
Imidakloprid 0.1%
Kontrol
a

b

Rata-rata mortalitas (%) pada n JSP a
24
48
72
10.7 bc
16.0 bc
12.0 bc
22.7 ab
6.7 c
22.7 ab
6.7 c
16.0 bc
33.3 a
0d

40.0 cd
52.0 bc
25.3 e
58.7 b
22.7 e
65.3 b
29.3 de
54.7 b
93.3 a
0f

56.0 d
84.0 b
32.0 e
73.3 c
33.3 e
81.3 bc
62.7 d
76.0 bc
100 a
0f

JSP: jam setelah perlakuan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Campuran 1: ekstrak T. vogelii 0.25% + A. squamosa 0.25% + C. multiforum 0.5%.
Campuran 2: ekstrak T. vogelii 0.5% + A. squamosa 0.5% + C. multiforum 1%.

20
kuat terhadap berbagai jenis serangga, yaitu sebagai racun perut dan racun kontak
(Prakash & Rao 1997; Djojosumarto 2008).

Rotenon bekerja sebagai racun

respirasi sel di dalam mitokondria yang mengakibatkan serangga kekurangan
energi, kematian sel dan jaringan, dan akhirnya mengakibatkan kematian serangga
(Hollingworth 2001).
Pada 24 dan 48 JSP mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran 2
lebih rendah daripada mortalitas akibat perlakuan ekstrak biji A. squamosa 1%
dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% serta tidak berbeda nyata dengan
mortalitas pada perlakuan ekstrak daun T. vogelii 1%, sementara pada 72 JSP
mortalitas pada perlakuan campuran 2 lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak
daun T. vogelii 1% dan minyak atsiri daun C. multiforum 2% serta tidak berbeda
nyata dengan mortalitas pada perlakuan ekstrak biji A. squamosa 1%. Baik pada
konsentrasi rendah maupun yang lebih tinggi, konsentrasi komponen dalam
campuran hanya setengah konsentasi komponen masing-masing pada pengujian
ekstrak tunggal (Tabel 1).

Untuk meningkatkan keefektifan campuran,

konsentrasi komponen campuran dapat ditingkatkan hingga menyamai konsentrasi
komponen masing-masing pada pengujian secara terpisah.
Metode Semprot Serangga
Mortalitas nimfa instar III betina P. marginatus akibat perlakuan dengan
tiga jenis insektisida nabati dan campurannya, baik pada konsentrasi tinggi
maupun yang lebih rendah, meningkat selama periode pengamatan (24 sampai 72
JSP). Mortalitas P. marginatus akibat perlakuan dengan imidakloprid meningkat
dari 87% pada 24 JSP sampai 100% pada 72 JSP sementara pada kontrol tidak ada
serangga uji yang mati (Tabel 2). Pada setiap waktu pengamatan, mortalitas P.
marginatus akibat perlakuan dengan imidakloprid nyata lebih tinggi daripada
mortalitas serangga uji pada semua perlakuan insektisida nabati baik tunggal
maupun campuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa imidakloprid memiliki efek
kontak langsung yang jauh lebih kuat daripada ketiga jenis insektisida nabati uji.
Mortalias P. marginatus akibat perlakuan dengan insektisida nabati uji pada
konsentrasi yang lebih tinggi berkisar dari 12% sampai 20.2% pada 24 JSP,
26.7%-33.3% pada 48 JSP, dan 37.3%-48% 72 JSP dengan mortalitas tertinggi

21
Tabel 2 Mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus akibat perlakuan insektisida
nabati uji dengan metode semprot serangga
Perlakuan
T. vogelii 0.5%
T. vogelii 1%
A. squamosa 0.5%
A