Aktivitas ekstrak kulit kayu suren (Toona sinensis Merr.) sebagai antioksidan dan antidiabetes secara in vitro
AKTIVITAS EKSTRAK KULIT KAYU SUREN (Toona sinensis
Merr.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIDIABETES
SECARA IN VITRO
SITHA ARILAH ICHSAN
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
SITHA ARILAH ICHSAN. Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis
Merr.) Sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro. Dibimbing oleh
SYAMSUL FALAH dan WARAS NURCHOLIS.
Tanaman suren (Toona sinensis Merr.) merupakan tanaman herbal yang
daunnya dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan dan antidiabetes. Kulit kayu
tanaman suren diduga memiliki aktivitas yang sama dengan daunnya. Penelitian
ini bertujuan menentukan aktivitas antioksidan dan antidiabetes ekstrak etanol
70% dan ekstrak air kulit kayu suren secara in vitro. Aktivitas antioksidan diamati
menggunakan parameter uji biokimia, yaitu aktivitas inhibisi radikal bebas DPPH
pada konsentrasi sampel 50, 30, 10, dan 5 ppm. Potensi antidiabetes diukur
melalui aktivitas penghambatan kerja enzim -glukosidase pada konsentrasi
sampel 12.5, 6.3, 3.1, dan 1.6 ppm. Kadar air kulit kayu suren yang diuji adalah
9.04%. Ekstraksi dengan pelarut etanol 70 % dan air menghasilkan rendemen
sebesar 4.8% dan 2.6%. Hasil uji fitokimia menunjukkan kandungan senyawa
alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan hidroquinon pada ekstrak etanol 70%.
Sementara ekstrak air kulit kayu suren menunjukkan adanya kandungan senyawa
saponin, flavonoid, dan hidroquinon. Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak
etanol 70% dan air ditunjukkan dengan nilai IC50 secara berturut-turut yaitu 11.86
dan 17.78 ppm. Sementara nilai IC50 vitamin C yang digunakan sebagai
pembanding sebesar 3.31 ppm. Penghambatan enzim -glukosidase memiliki nilai
IC50 sebesar 0.66 ppm untuk ekstrak etanol 70% dan 3.32 ppm pada ekstrak air,
sedangkan nilai IC50 acarbose sebagai pembanding adalah sebesar 0.08 ppm.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan kulit kayu suren memiliki aktivitas
antioksidan dan berpotensi sebagai antidiabetes.
Kata kunci: antioksidan, antidiabetes, suren (Toona sinensis Merr.), DPPH, glukosidase
ABSTRACT
SITHA ARILAH ICHSAN. Activities of Suren (Toona sinensis Merr.) Bark
Extracts as Antioxidant and Antidiabetic With In Vitro Analysis. Under the
direction of SYAMSUL FALAH and WARAS NURCHOLIS.
Suren (Toona sinensis Merr.) is a herbal plant that its leaves has been
reported have a antioxidant and antidiabetic activity. The bark of suren thought to
have antioxidant and antidiabetic activity as it leaves. This study was conducted to
investigate antioxidants and antidiabetic activity of ethanol 70% and water
extracts of suren bark using in vitro method. The antioxidant activity was
observed using the parameters of biochemical tests, through measurement of the
inhibitory activity to DPPH as free radical with concentration of samples 50, 30,
10, and 5 ppm. The potential antidiabetic activity was measured through
inhibition of -glucosidase enzymes work at a sample concentration of 12.5, 6.3,
3.1, and 1.6 ppm. The moisture content of suren bark samples in the test is 9.04%.
Suren bark extracted with a solvent ethanol 70% and water has a yield of 4.8%
and 2.6%. Phytochemical test of ethanol 70% extract showed the present of
alkaloids, saponins, tannins, flavonoids, and hydroquinone. While the water
extract indicate a content of saponin compounds, flavonoids, and hydroquinone.
The results of the analysis of antioxidant activity indicated by IC50 value which is
11.86 ppm for ethanol 70% extracts and 17.78 ppm for water extract. While the
IC50 value of vitamin C used as a comparison is 3.31 ppm. Inhibition of glucosidase enzyme are also shown in the IC50 value which is 0.66 ppm for
ethanol 70% extract and 3.32 ppm for water extracts, whereas acarbose as a
comparison have IC50 value of 0.08 ppm. These results showed that suren bark
have an antioxidant and antidiabetic activity.
Key words: antioxidant, antidiabetic, suren (Toona sinensis Merr.) DPPH, glucosidase
AKTIVITAS EKSTRAK KULIT KAYU SUREN (Toona sinensis
Merr.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIDIABETES
SECARA IN VITRO
SITHA ARILAH ICHSAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis Merr.)
Sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro
: Sitha Arilah Ichsan
: G84070003
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si.
Ketua
Waras Nurcholis, M.Si
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika & IPA Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih pada penelitian ini ialah metabolisme, dengan judul “Aktivitas
Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona Sinensis Merr.) Sebagai Antioksidan dan
Antidiabetes Secara In Vitro”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
hingga Juni 2011 di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia dan
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si.
dan Waras Nurcholis, M.Si atas bimbingan, waktu, dan perhatiannya kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teknisi laboratorium Pusat Studi Biofarmaka yang telah
banyak membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian, kepada kedua orang tua
dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa, dukungan, kasih sayangnya, dan
selalu memberi inspirasi kepada penulis untuk selalu berjuang keras dan menjadi
lebih baik, dan kepada Fajri selaku rekan kerja, Maya, Dina, Leli, Restu, Rezana,
mbak Amel, dan kak Fahry atas dukungan dan bantuannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Biokimia dan Farmasi.
Bogor, November 2011
Sitha Arilah Ichsan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muara Enim (Sumatera Selatan) pada tanggal 8 Juni
1989 dari ayahanda John Arifin dan ibunda Ilah Carsilah sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Praya
(Lombok) dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mengambil Mayor
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan
memilih Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA)
sebagai minor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2007-2008 penulis aktif sebagai Ketua Musholla AlMahabbah di Asrama Putri TPB IPB. Tahun 2008-2010 penulis aktif di himpunan
profesi Community of Research and Education of Biochemistry Student (CREBs)
sebagai Badan Pengawas. Pada tahun terakhir perkuliahan, penulis
berkesempatan sebagai penyaji makalah internasional pada Annual Meeting of
Science and Technology Studies (AMSTECS)-Jepang 2011. Pengalaman profesi
penulis diantaranya adalah sebagai asisten praktikum Pengantar Penelitian
Biokimia untuk mahasiswa Departemen Biokimia FMIPA IPB pada tahun 2011.
Penulis pernah menjalani Praktik Lapang (PL) di Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) pada tahun 2010 dan menulis laporan ilmiah yang
berjudul “Isolasi DNA Tanaman Karet dan Analisis RAPD Planlet Karet pada
Tahap Multiplikasi, Conditioning, dan Rooting”. Pada tahun 2008 sampai 2010,
penulis juga pernah menjadi pengisi suara CD pembelajaran interaktif dan staf
pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Briliant Student. Selain itu, pada tahun
2011 penulis menjadi panitia dalam acara Globalization of Djamoe Brand
Indonesia yang diselenggarakan di IPB International Convention Center (IICC) di
Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Suren (Toona sinensis Merr.) .....................................................................
Radikal Bebas dan Antioksidan ..................................................................
Diabetes Melitus .........................................................................................
Metode DPPH .............................................................................................
Inhibisi -Glukosidase ...............................................................................
2
3
4
5
6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...........................................................................................
Metode Penelitian .......................................................................................
6
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Kulit Kayu Suren ......................................................................... 8
Ekstraksi Kulit Kayu Suren .......................................................................... 8
Uji Fitokimia................................................................................................. 9
Daya Hambat Ekstrak Terhadap Radikal Bebas DPPH ............................. 10
Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Enzim -Glukosidase ............................. 11
SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
13
LAMPIRAN .....................................................................................................
18
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Hasil ekstraksi kulit kayu suren ....................................................................... 9
2
Hasil uji fitokimia ekstrak kulit kayu suren ..................................................... 9
3
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit kayu suren dan vitamin C....................... 10
4
Perubahan aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% dan ekstrak air pada
konsentrasi uji ................................................................................................ 11
5
Perubahan aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70%, ekstrak air, dan
vitamin C dalam nilai IC50 ............................................................................. 11
6
Aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak kulit kayu suren dan acarbose....... 12
7
Perubahan aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak etanol 70% dan ekstrak
air pada konsentrasi uji .................................................................................. 12
8
Perubahan aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak etanol 70%, ekstrak air,
dan acarbose dalam nilai IC50 ....................................................................... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pohon suren ....................................................................................................
3
2 Reaksi DPPH dengan antioksidan..................................................................
5
2
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Gambaran umum penelitian ........................................................................... 19
2
Prosedur uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit kayu suren ........................... 20
3
Prosedur uji inhibisi enzim -glukosidase ekstrak kulit kayu suren ............. 21
4
Perhitungan kadar air serbuk kulit kayu suren dan hasil rendemen ekstrak
kulit kayu suren ............................................................................................. 22
5
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 23
6
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol air kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 24
7
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
sebagai inhibitor -glukosidase ..................................................................... 25
8
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak air kulit kayu suren sebagai
inhibitor -glukosidase .................................................................................. 26
9
Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) ekstrak kulit kayu suren sebagai
antioksidan ..................................................................................................... 27
10 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) ekstrak kulit kayu suren sebagai
inhibitor -glukosidase .................................................................................. 28
11 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) nilai IC50 ekstrak kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 29
12 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) nilai IC50 ekstrak kulit kayu suren
sebagai inhibitor -glukosidase ..................................................................... 30
1
PENDAHULUAN
Dibetes Melitus (DM) merupakan penyakit
metabolik yang dicirikan oleh tingginya kadar
glukosa dalam darah. Penyakit ini adalah
salah satu penyakit kondisi kronis yang dapat
diderita seumur hidup dan memiliki
komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit
lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan
dengan kadar gula darah yang tinggi secara
terus-menerus, sehingga berakibat rusaknya
pembuluh darah, saraf, dan struktur internal
lainnya (Sari 2010). Akibat tingginya kadar
gula darah hingga mencapai fase diabetes
dapat memicu resiko serangan
jantung,
stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah
perifer, serta kondisi akut lainnya. Komplikasi
kronis ditandai dengan kerusakan dan
akhirnya kegagalan berbagai organ, seperti
mata, ginjal, saraf, jantung, dan otak. Pada
kondisi akut, diabetes dapat menyebabkan
kebutaan bahkan kematian (Wijayakusumah
2004).
Badan Kesehatan Dunia, WHO (World
Health Organization) menyebutkan bahwa
pada tahun 2003 tercatat jumlah penderita
diabetes berusia 20-79 tahun dari 3.8 milyar
penduduk dunia adalah sebesar 194 juta jiwa
dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat
menjadi 333 juta jiwa pada tahun 2025.
Sementara itu, di Indonesia jumlah penderita
diabetes menempati urutan keempat di dunia
setelah Amerika Serikat, India, dan Cina
dengan jumlah penderita mencapai lebih dari
13 juta jiwa (Depkes 2005).
Secara klinis, diabetes dapat dikategorikan
menjadi diabetes tipe I, diabetes tipe II, dan
Gestational Diabetes Melitus. Diabetes tipe I
merupakan tipe diabetes yang disebabkan oleh
defisiensi insulin dalam tubuh. Diabetes tipe II
merupakan gangguan toleransi glukosa.
Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit
non-insulin dependent diabetes melitus atau
diabetes melitus tak tergantung insulin
(DMTTI). DMTTI yang akut dapat membawa
penderitanya ke penyakit diabetes tipe I
(Stryer et al. 2007). Tipe lainnya dari diabetes
adalah diabetes pada masa kehamilan atau
sering juga disebut sebagai Gestational
Diabetes Melitus (GDM). Penyakit ini dapat
menjangkiti sebagian ibu hamil, baik
penderita diabetes maupun yang sehat (Price
& Wilson 1995).
Salah satu penyebab utama diabetes
melitus dan berbagai penyakit degeneratif
lainnya adalah radikal bebas (Putri 2010).
Pada penderita diabetes melitus, stres
oksidatif akan menghambat pengambilan
glukosa di sel otot dan sel lemak serta
penurunan sekresi insulin oleh sel-β di
pankreas. Stres oksidatif secara langsung
mempengaruhi dinding vaskular, sehingga
berperan
penting
dalam
patofisiologi
terjadinya komplikasi diabetes tipe 2 (Putri
2010). Memperbaiki stress oksidatif adalah
strategi yang efektif untuk menurunkan
perkembangan diabetes dan komplikasinya.
Antioksidan dalam jumlah yang cukup sangat
penting bagi penderita diabetes untuk
mencegah komplikasi.
Pengobatan umum yang dilakukan untuk
penderita
diabetes
bukanlah
untuk
menyembuhkan melainkan untuk membantu
menurunkan konsentrasi gula darah. Penderita
diabetes memiliki konsentrasi gula darah yang
tinggi terus-menerus, maka pengobatannya
juga perlu dilakukan secara terus-menerus
sehingga kurang efektif. Salah satu
pengobatan efektif untuk diabetes adalah
dengan penyuntikan hormon insulin, tapi
harga pengobatan ini sangatlah mahal, apalagi
perlu dilakukan secara rutin.
Bentuk pengobatan lainnya untuk diabetes
adalah dengan pengembangan obat diabetes
yang mampu menghambat kerja enzim αglukosidase. Enzim α-glukosidase bekerja
pada saat proses penyerapan glukosa dalam
usus. Pada penderita diabetes, hal ini
merupakan salah satu hal yang harus dicegah.
Semakin banyak glukosa yang terbentuk dari
pemecahan pati, maka akan semakin tinggi
kadar glukosa dalam darah penderita diabetes.
Oleh karena itu pengembangan obat diabetes
saat ini lebih difokuskan pada inhibisi kerja
enzim ini (Murray et al. 2009).
Telah banyak obat-obatan sintetik yang
berperan menghambat aktivitas enzim αglukosidase, salah satunya adalah acarbose
yang biasa dikenal dengan merek dagang
glucobay. Obat-obatan sintetik memiliki efek
samping pada lambung (Neal 2002)
diantaranya kembung, diare, dan kejang perut,
sehingga penggunaannya perlu dibatasi (Lee
et al. 2007).
Pengembangan
obat
herbal
yang
mengandung senyawa aktif yang dapat
berperan sebagai antidiabetes tengah menjadi
trend di masyarakat saat ini karena efek
sampingnya sangat rendah dan memiliki
manfaat yang beragam. Salah satu tanaman
herbal yang memiliki potensi antidiabetes
adalah tanaman suren (Toona sinensis Merr.).
Zhao et al. (2009) melaporkan bahwa daun
tanaman suren mengandung sejumlah besar
flavonoid,
alkaloid,
terpene,
dan
2
anthraquinones yang mampu manghambat
aktivitas enzim α-glukosidase. Seperti halnya
pada daunnya, kulit kayu tanaman suren
diduga juga mengandung senyawa fitokimia
yang memiliki mekanisme antioksidan dan
inhibisi α-glukosidase. Potensi tersebut belum
banyak diteliti hingga saat ini sehingga
diperlukan penelitian yang dapat memberikan
gambaran aktivitas antioksidan dan potensi
kulit kayu suren sebagai antidiabetes.
Penelitian ini bertujuan menguji ekstrak
etanol 70% dan ekstrak air kulit kayu suren
sebagai antioksidan dan antidiabetes secara in
vitro. Hasil yang diperoleh akan dibandingkan
secara langsung dengan acarbose (obat
komersil diabetes melitus tipe II). Adapun
parameter uji yang digunakan adalah persen
penghambatan radikal DPPH dan persen
penghambatan aktivitas enzim -glukosidase
yang ditunjukkan dalam nilai IC50.
Hipotesis pada penelitian ini adalah
kandungan senyawa fitokimia yang terdapat di
dalam kulit kayu suren (Toona sinensis Merr.)
memiliki
aktivitas
antioksidan
dan
antidiabetes. Senyawa fitokimia tersebut
diduga dapat menghambat atau mencegah
terjadinya pembentukan radikal bebas yang
dapat meningkatkan perkembangan dan
komplikasi penyakit diabetes. Selain itu,
senyawa-senyawa tersebut juga diduga
mampu menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berperan dalam proses
penyerapan gula di usus. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi
tanaman suren melalui pemanfaatan limbah
kulit kayu suren dalam farmakologi sebagai
upaya pencegahan dan pengobatan penyakit
diabetes melitus.
TINJAUAN PUSTAKA
Suren (Toona sinensis Merr.)
Suren merupakan keluarga tanaman
Meliaceae dengan ordo Sapindales. Suren
adalah tanaman spermatophyte yang termasuk
ke dalam divisi Magnoliophyta (tumbuhan
berbunga) dan class Magnoliopsida dengan
subclass Rosidae. Pohon suren memiliki
karakter khusus seperti harum yang khas
apabila bagian daun atau buah diremas dan
bila bagian batang dilukai atau ditebang.
Bentuk batang suren lurus dan umumnya tidak
bercabang hingga ketinggiannya mencapai 25
m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m.
Kulit batangnya kasar dan pecah-pecah dan
berwarna coklat. Daun suren berbentuk oval
dengan panjang 10-15 cm, menyirip tunggal
dengan 8-30 pasang daun pada pohon
berdiameter 1-2 m. Musim bunga tanaman ini
dua kali dalam setahun yaitu sekitar bulan
Februari hingga Maret dan September hingga
Oktober (Djam’an 2002).
Tanaman suren (Gambar 1) merupakan
komoditas tanaman kayu rakyat yang paling
populer
di
Jawa
Barat.
Selain
pertumbuhannya cepat, mudah tumbuh di
berbagai tempat juga harga jualnya cukup
tinggi untuk mendukung pendapatan petani.
Kayu suren digunakan untuk tiang bangunan
rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan
rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek
api, pulp, kertas, dan lain-lain. Secara
tradisional, petani menggunakan daun suren
untuk menghalau hama serangga tanaman
(Djam’an 2002).
Kayu suren berbau harum sehingga tahan
terhadap serangan rayap. Serbuk atau bubuk
kayunya berwarna kemerahan. Tanaman ini
tumbuh pada daerah bertebing dengan
ketinggian 600-2.700 m dpl (di atas permukaa
laut) dengan temperatur sekitar 22 ºC. Bagian
tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah
kayunya sebagai bahan bangunan, furniture,
veneer, panel kayu. Selain itu, ekstrak
daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bioinsektisida, sedangkan kulit batang dan
buahnya dapat disuling untuk menghasilkan
minyak esensial (aromatik). Tajuknya yang
tidak terlalu lebar membuat pohon suren biasa
digunakan sebagai tanaman pelindung atau
pembatas di ladang dan sebagai windbreak di
perkebunan teh (Djam’an 2002).
Di Taiwan, Toona sinensis umum
digunakan sebagai makanan untuk para
vegetarian. Daunnya sering kali digunakan
sebagai obat-obatan untuk menangani
enteritis, disentri, dan gatal-gatal. (Hseu et al.
2008). Hasil penapisan fitokimia simplisia
daun suren menunjukkan adanya senyawa
golongan
flavonoid,
tanin
dan
steroid/triterpenoid yang penting sebagai
antioksidan (Djam’an 2002).
Ekstrak air daun tanaman suren memiliki
efek antiproliferasi terhadap sel premyelocytic
manusia dengan cara menginduksi apoptosis
(Hseu et al. 2008). Suplemen ekstrak daun,
akar, dan kulit kayu tanaman ini dilaporkan
mampu
meningkatkan
kemampuan
memahami dan mengingat pada mencit yang
diduga
akibat
mekanisme
pertahanan
antioksidan. Menurut Cheng (2009), efek
antioksidan ini disebabkan oleh kandungan
senyawa
fitokimia,
seperti
flavonoid,
limonoid, phytol, kumarins dan senyawa
3
fenolik lainnya. Senyawa fenolik yang paling
banyak terkandung pada daun suren yang
berperan sebagai antioksidan diantaranya
gallic acid, galloylquinic acid, tri-O-galloylD-glucose, dan quercetin glucopyranoside.
Jiang et al. (2007) dan Hseu et al. (2008) juga
melaporkan bahwa daun tanaman suren
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup
tinggi dengan pemutusan aktivitas radikal
bebas DPPH dan lipid peroksida.
Ekstrak kasar daun tanaman ini dilaporkan
dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker
paru-paru, mengurangi glukosa darah pada
tikus diabetes, dan meningkatkan lipolisis dan
kadar glukosa pada jaringan adiposa (Hseu et
al. 2008). Daun tanaman suren juga
mengandung sejumlah besar flavonoid,
alkaloid, terpene, dan anthraquinones yang
mampu manghambat aktivitas enzim αglukosidase (Zhao et al. 2009).
Gambar 1 Pohon suren.
Radikal Bebas dan Antioksidan
Saat ini ditemukan bahwa ternyata radikal
bebas berperan dalam terjadinya berbagai
penyakit. Hal ini dikarenakan radikal bebas
adalah senyawa kimia yang memiliki
pasangan elektron bebas di kulit terluar
sehingga sangat reaktif dan mampu bereaksi
dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA.
Reaksi antara radikal bebas dengan salah satu
molekul tersebut berujung pada timbulnya
suatu penyakit.
Radikal bebas dapat dihasilkan dari proses
metabolisme tubuh secara alami (endogenous)
maupun berasal dari factor eksternal
(exogenous). Dalam tubuh, sekitar 5 persen
dari oksigen pernafasan akan diubah secara
alami menjadi radikal bebas. Selain itu proses
autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis
dalam respirasi, transpor elektron di
mitokondria, dan oksidasi ion-ion logam
transisi juga merupakan penyebab munculnya
radikal bebas dalam tubuh (Salma 1999).
Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh
diantaranya disebabkan oleh asap rokok, asap
kendaraan bermotor, sinar ultra violet, zat
kimiawi dalam makanan, dan senyawasenyawa polutan lainnya (Mardisadora 2010).
Antioksidan adalah zat yang dapat
menunda atau mencegah terjadinya reaksi
oksidasi radikal bebas. Senyawa dikatakan
memiliki sifat antioksidatif bila senyawa
tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih
elektron kepada senyawa prooksidan,
kemudian mengubah senyawa oksidan
menjadi senyawa yang stabil (Packer 1995).
Antioksidan, berdasarkan sumbernya
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan
sintetik dan antioksidan alami. Beberapa
contoh antioksidan sintetik adalah Butil
Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi
Toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi
quinon (TBHQ) dan tokoferol, sedangkan
antioksidan alami berasal dari tumbuhan, yang
pada umumnya adalah senyawa fenolik atau
polifenolik yang dapat berupa golongan
flavonoid. Berdasarkan asal terbentuknya,
antioksidan dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu antioksidan endogen dan eksogen.
Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya,
antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder,
dan tersier. Antioksidan primer adalah
antioksidan endogen atau antioksidan
enzimatis, contohnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, dan glutation
peroksidase (GPx). Enzim-enzim ini mampu
menekan atau menghambat pembentukan
radikal bebas dengan cara memutus reaksi
berantai dan mengubahnya menjadi produk
lebih stabil. Antioksidan sekunder merupakan
antioksidan eksogen atau antioksidan non
enzimatis. Contoh antioksidan sekunder ialah
vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon,
asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawasenyawa ini dikenal sebagai penangkap
radikal bebas (scavenger free radical),
kemudian mencegah amplifikasi radikal.
Antioksidan tersier contohnya adalah enzim
metionin sulfoksida reduktase yang berperan
dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan
oleh radikal bebas (Packer & Ong 1998).
Penggunaan senyawa antioksidan saat ini
semakin meluas seiring dengan semakin
besarnya pemahaman masyarakat tentang
peranannya dalam menghambat penyakit
degenerative.
Masalah-masalah
tersebut
berkaitan dengan kemampuan antioksidan
4
dalam bekerja sebagai inhibitor (penghambat)
reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang
menjadi salah satu penyebab penyakitpenyakit di atas (Packer & Ong 1998). Tubuh
manusia dapat menghasilkan senyawa
antioksidan secara alami, tetapi jumlahnya
sering kali tidak cukup untuk menetralkan
radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh
(Hernani & Rahardjo 2005). Antioksidan
alami mampu melindungi tubuh terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh oksigen
reaktif dan mampu menghambat terjadinya
penyakit
degeneratif
serta
mampu
menghambat peroksida lipid pada makanan.
Keseimbangan antara antioksidan dan radikal
bebas menjadi kunci utama pencegahan stres
oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang
dihasilkan (Packer et al. 1995).
Stres
oksidatif
adalah
keadaan
ketidakseimbangan antara prooksidan dan
antioksidan. Keadaan stres oksidatif dapat
disebabkan oleh kurangnya antioksidan atau
kelebihan produksi radikal bebas. Radikal
bebas sebetulnya diproduksi secara fisiologis
oleh sel sebagai konsekuensi logis pada reaksi
biokimia dalam kehidupan aerobik. Namun,
jika radikal bebas berlebihan dan antioksidan
seluler tetap atau lebih sedikit, maka
kelebihan radikal bebas ini tidak dapat
dinetralkan dan akan berakibat pada
kerusakan sel itu sendiri. Kondisi stres
oksidatif yang berakibat pada kerusakan sel,
dapat menyebabkan terjadinya percepatan
proses penuaan, dan dapat menimbulkan
penyakit jantung, kanker, dan diabetes melitus
(Packer & Ong 1998).
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit yang
dicirikan
oleh
adanya
abnormalitas
penggunaan “bahan bakar” dalam tubuh
akibat glukosa terdapat dalam jumlah
berlebihan namun tidak digunakan secara
optimal oleh berbagai organ tubuh. Diabetes
termasuk
dalam
kategori
penyakit
metabolisme yang paling serius, diamana
jutaan masyarakat dunia telah menjadi
korbannya. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, diabetes melitus akan ditandai
oleh
hiperglikemia
(saat
puasa),
aterosklerosis, mikrongiopati, dan neuropati
(Price & Wilson 1995). Diabetes melitus
merupakan penyakit yang mampu memicu
komplikasi munculnya penyakit lain dalam
tubuh manusia. Gangguan metabolisme
glukosa akibat diabetes akan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan
air, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
seluler pada beberapa jaringan tubuh.
Diabetes kronis dapat menyebabkan disfungsi
dan kerusakan berbagai organ, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(ADA 2004).
Gejala umum yang timbul pada penderita
diabetes mellitus diantaranya adalah sering
haus dan sering buang air kecil sebagai efek
mekanisme mempertahankan homeostatis
tubuh. Penderita dibetes juga sering
mengalami kesemutan, penglihatan yang
terganggu, banyak makan tetapi berat badan
cenderung turun, cepat merasa lelah, dan
sering mengantuk (Purwakusumah 2003).
Kadar gula darah normal adalah 100 mg/dL
dan dapat mencapai 120 mg/dL setelah
makan. Kadar gula darah penderita diabetes
dapat melebihi 120 mg/dL pada saat 2 jam
setelah makan (Soegondo 2004).
Diabetes dapat disebabkan oleh defisiensi
insulin, kelebihan asupan glukosa dalam
tubuh, kurangnya olahraga, kehamilan,
obesitas, dan berbagai penyebab lainnya.
Diabetes dapat disebabkan pula oleh faktor
keturunan atau genetik karena penyakit ini
termasuk penyakit yang terpaut kromosom
seks. Selain itu, terdapat beberapa virus dan
bakteri yang diduga dapat menyebabkan
diabetes mellitus melalui mekanisme sitolitik
sel β pankreas. Beberapa bahan toksik yang
mampu merusak sel β pankreas secara
langsung
diantaranya
adalah
alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin
(produk dari sejenis jamur).
Secara klinis, diabetes dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu diabetes tipe I,
diabetes tipe II, dan Gestational Diabetes
Melitus. Diabetes tipe I merupakan tipe
diabetes yang disebabkan oleh defisiensi
insulin dalam tubuh. Pada kondisi abnormal,
sel β Langerhans pankreas dari penderita
diabetes hanya akan menghasilkan sedikit
insulin atau bahkan tidak sama sekali
sehingga menyebabkan glukosa tidak dapat
digunakan oleh sel untuk energi maupun
disimpan. Hal ini mengakibatkan kadar
glukosa darah meningkat melebihi batas
normal. Kelebihan glukosa tersebut akhirnya
dibuang bersama urin melalui ginjal
(Wijayakusuma
2004).
Inilah
yang
menyebabkan
penderita
diabetes
menghasilkan urin yang mengandung glukosa.
Selain itu, akan terjadi ketidakseimbangan
hormon glukagon dan insulin, sehingga akan
terjadi penurunan kadar fruktosa 2,6-bisfosfat
dalam hati. Oleh karena itu, proses glikolisis
terhambat, dan sebaliknya glukoneogenesis
5
akan terjadi. Akibat paling jelas dari hal ini
adalah meningkatnya kadar glukosa dalam
darah, terutama setelah mengasup makanan
kaya karbohidrat (Stryer et al. 2007). Diabetes
tipe I ini biasanya diderita oleh anak-anak atau
dewasa muda sehingga disebut pula sebagai
juvenile-onset
diabetes.
Diperlukan
pengobatan insulin untuk penderita penyakit
ini
Diabetes tipe II merupakan gangguan
toleransi glukosa. Penyakit ini sering disebut
sebagai penyakit non-insulin dependent
diabetes melitus atau diabetes melitus tak
tergantung insulin (DMTTI). Penyakit ini
seringkali dihubungkan dengan obesitas dan
kelebihan asupan karbohidrat dalam diet
(Price & Wilson 1995). DMTTI merupakan
tipe diabetes yang lebih umum terjadi.
Penyakit ini umumnya menjangkiti orangorang dewasa. Namun demikian, belakangan
ini, jumlah penderita DMTTI dari kalangan
remaja semakin meningkat. Pankreas pada
penderita
DMTTI
masih
mampu
memproduksi insulin, walaupun jumlah
insulin yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan kadar normal gula darah.
DMTTI yang akut dapat membawa
penderitanya ke penyakit diabetes tipe I
(Stryer et al. 2007). Selain itu, kondisi ini
dapat pula disebabkan oleh gangguan akibat
resistensi insulin yang menyebabkan jaringan
tubuh menjadi kurang peka terhadap efek
insulin. Faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya diabetes tipe II ini antara lain yaitu
obesitas, usia lanjut, kurangnya aktivitas
olahraga, dan lain-lain (ADA 2004).
Tipe lainnya dari diabetes adalah diabetes
pada masa kehamilan atau sering juga disebut
sebagai Gestational Diabetes Melitus (GDM).
Seorang wanita hamil membutuhkan lebih
banyak insulin untuk mempertahankan
metabolisme karbohidrat, jika tidak maka
kadar gula darah pada tubuh wanita yang
sedang
hamil
dapat
meningkat
(Wijayakusuma 2004). Penyakit ini dapat
menjangkiti sebagian ibu hamil, baik
penderita diabetes maupun yang sehat (Price
& Wilson 1995). Kondisi ini dapat
membahayakan wanita yang sedang hamil dan
bayi dalam kandungannya. Setelah proses
kelahiran, kadar gula darah sang ibu dapat
kembali normal, namun bayinya dapat
menderita diabetes (ADA 2004).
Peningkatan gula darah pasca makan
merupakan awal terganggunya metabolisme
yang terjadi pada penderita diabetes. Kondisi
ini mempercepat perkembangan penyakit
diabetes mellitus yang disebekan toksisitas
glukosa dalam otot dan sel β pankreas, juga
menginisiasi perkembangaan awal komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Salah satu
cara terbaik untuk menurunkan kadar gula
darah
pasca
makan
adalah
dengan
memperlambat absorbsi glukosa melalui
penghambatan kerja enzim yang dapat
menghidrolisis
karbohidrat
seperti
glukosidase (Lee et al. 2007).
Metode DPPH
DPPH (difenil pikril hidrazil hidrat)
menghasilkan radikal bebas aktif bila
dilarutkan dalam alkohol. Radikal bebas
tersebut stabil dengan absorpsi maksimum
pada panjang gelombang 517 nm dan dapat
direduksi oleh senyawa antioksidan (Praptiwi
2006).
Analisis kualitatif aktivasi antioksidan
menggunakan
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH) sebagai uji dalam mencari
kemampuan menangkap radikal suatu
senyawa dalam ekstrak tumbuhan telah umum
dilakukan. Metode ini lebih cepat, lebih
sederhana, dan membutuhkan sampel dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan
beberapa
metode
pengujian
antioksidan lainnya seperti metode TBA
(Mardisadora 2010).
Prinsip metode penangkapan radikal
(Gambar 2) adalah pengukuran penangkapan
radikal bebas sintetik DPPH dalam pelarut
organik polar seperti etanol atau metanol pada
suhu kamar oleh suatu senyawa yang
mempunyai aktivitas antioksidan (Pokorni
2001). Metode DPPH dapat mengukur
aktivitas donasi elektron komponen lain dalam
campuran dan mengevaluasi aktivitas
antioksidan karena adanya radikal bebas.
Beberapa molekul dapat memberikan elektron
atau hidrogen ketika beraksi DPPH, sehingga
akan memudarkan warna DPPH, melalui
Gambar 2 Reaksi DPPH dengan antioksidan.
6
reaksi reduksi dengan perubahan warna ungu
menjadi kekuningan oleh elektron dari
senyawa antioksidan. Reaksi DPPH dengan
gugus hiroksil menyebabkan substitusi
homolik dari satu cincin fenil DPPH
menghasilkan
2-(4-hidroksifenil)-2-fenil-1pikrilhidrazin sebagai produk mayor yang
juga dibentuk melalui proses sekunder. DPPH
diketahui hanya dapat mengukur senyawa
antioksidan yang terlarut dalam pelarut
organik, khususnya alkohol. Walaupun
metode DPPH secara luas digunakan untuk
pengukuran dan perbandingan aktivitas
antioksidan
senyawa-senyawa
fenolik,
evaluasi aktivitas antioksidan dengan adanya
perubahan serapan DPPH harus secara hatihati dilakukan karena senyawa antioksidan
yang akan beraksi dengan DPPH dapat
didegradasi oleh cahaya, oksigen, pH, dan
pelarut.
Inhibisi -Glukosidase
α-Glukosidase, dengan nama kimia -Dglikosida glukohidrolase, merupakan enzim
yang berfungsi untuk memutus ikatan -1,4
glikosidik pada berbagai substrat dan
menghasilkan -D-glukosa yang mampu
diserap oleh usus (Gao et al. 2007). Enzim ini
bekerja di dalam retikulum endoplasma kasar
di sel-sel usus halus (Murray et al. 2009).
Dengan adanya enzim ini, maka pati yang
dikonsumsi oleh seseorang dapat diubah
menjadi molekul-molekul glukosa yang dapat
diubah menjadi energi melalui berbagai jalur
metabolisme seperti glikolisis.
Enzim α-glukosidase bekerja pada saat
proses penyerapan makanan dalam usus. Pada
penderita diabetes, hal ini merupakan salah
satu hal yang harus dicegah. Semakin banyak
glukosa yang terbentuk dari pemecahan pati,
maka akan semakin tinggi kadar glukosa
dalam darah penderita diabetes. Oleh karena
itu pengembangan obat diabetes saat ini lebih
difokuskan pada inhibisi kerja enzim ini.
Namun demikian, defisiensi enzim αglukosidase
pada
lisosom
dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit Pompe.
Pada penyakit ini, glikogen akan menumpuk
pada lisosom dan dapat menyebabkan
timbulnya gagal jantung (Murray et al. 2009).
Inhibitor enzim -glukosidase adalah obat
antihiperglikemia untuk pasien diabetes tipe 2,
khususnya
penderita
postprandial
hyperglycemia. Obat yang berperan sebagai
inhibitor ini telah menjadi obat umum yang
sering
digunakan
untuk
penderita
hyperglycemia sejak tahun 1990an. Salah satu
obat sintetiknya adalah acarbose, maglitol,
dan voglibose. Acarbose berperan sebagai
inhibitor kompetitif. Obat ini dijual dalam
bentuk tablet Glukobay. Jumlah acarbose
yang dapat terserap tubuh hanya sekitar 1-4%,
sisanya dibuang melalui ginjal (Samson
2010). Kelemahan dari obat-obatan ini yaitu
harus dimakan bersama makanan dan dapat
menyebabkan pembentukan gas di perut.
Selain itu, obat sintetik ini memiliki efek
samping seperti kembung, diare, dan kram
usus (Lee et al. 2007). Oleh karena itu banyak
dikembangkan obat-obatan alami yang
memiliki aktivitas antidiabetes menghambat
-glukosidase dengan sedikit atau tanpa efek
samping.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu kulit kayu
suren, akuades, etanol 70%, enzim αglukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
(p-NPG), larutan bufer fosfat pH 7, tablet
acarbose (glukobay), HCl 2 N, larutan DPPH
0.2mM, Na2CO3, H2SO4 2 M, pereaksi
Dragendorf, Mayer, dan Wagner, etanol 30%,
etanol 70%, metanol, asam asetat anhidrat,
H2SO4 pekat, FeCl3 1%, NaOH, eter, dan
metanol 30%.
Alat yang digunakan yaitu microplate,
microplate reader, lemari inkubasi, oven,
neraca analitik, rotary evaporator, vortex,
penangas, kertas saring, pipet mikro, pipet
tetes, pipet Mohr, cawan porselin, labu
Erlenmeyer, labu ukur, tabung reaksi, gelas
piala, gelas ukur, bulb, batang pengaduk, dan
sudip.
Metode Penelitian
Preparasi Sampel
Sampel kulit kayu diperoleh dari tanaman
suren yang berasal dari daerah Sumedang,
Indonesia. Kulit kayu tersebut dikeringkan
dibawah sinar matahari secara langsung.
Setelah kulit kayu tersebut benar-benar
kering, kemudian dilakukan penggilingan
dengan menggunakan mesin Wiley Mill
hingga terbentuk serbuk berukuran 40 mesh.
Penentuan Kadar Air Kulit Kayu Suren
(AOAC 1999 dalam Samson 2010)
Penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan cawan porselin pada suhu
7
105˚C selama 30 menit lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g
sampel serbuk kulit kayu suren dimasukkan
dalam cawan dan dipanaskan pada suhu
105˚C selama 3 jam, kemudian didinginkan
pada desikator dan ditimbang. Penentuan
kadar air dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan.
Kadar air (%) =
x 100%
Keterangan: A adalah bobot sampel (g)
B adalah bobot bahan setelah
dikeringkan (g)
Ekstraksi Kulit Kayu Suren (Toona
sinensis) (Ningappa 2008 dan Harjadi 1993)
Sebanyak 250 gram kulit kayu suren yang
sudah berbentuk serbuk dimaserasi dengan
cara direndam ke dalam 2500 mL etanol 70%.
pada suhu kamar selama 24 jam untuk
memperoleh ekstrak etanol 70%. Larutan
tersebut diletakkan pada shaker orbital
dengan kecepatan 250 rpm. Hal ini bertujuan
mempercepat proses ekstraksi. Ekstrak air
diperoleh dengan merendam 120 gram serbuk
kulit kayu suren di dalam 1200 mL akuades.
Larutan ini dipanaskan pada suhu 100oC dan
dilakukan pengadukan selama pemanasan 4
jam. Larutan hasil dipisahkan melalui
penyaringan menggunakan kertas saring.
Filtrat hasil penyaringan kemudian dipekatkan
dengan
menggunakan
vacuum
rotary
evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak yang
diperoleh ditempatkan di dalam botol tertutup
dan disimpan di dalam lemari es dengan suhu
4oC.
Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
Uji Alkaloid. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan 2 mL
kloroform dan 3 tetes NH4OH. Fraksi
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan
ditambahkan 2 tetes H2SO4. Fraksi H2SO4
dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi,
lalu ditambahkan pereaksi Dragendorf pada
tabung pertama, pereaksi Meyer pada tabung
kedua, dan pereaksi Wagner pada tabung
ketiga. Terdapatnya alkaloid ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan putih oleh
pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi
Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi
Wagner.
Uji Saponin. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan air sebanyak
3 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan
tersebut didinginkan kemudian dikocok
menggunakan vortex. Timbulnya busa sampai
selang waktu 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak kulit kayu suren sebanyak 0.2 gram
ditambah metanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan selama 5 menit. Filtratnya
ditambah NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.
Terbentuknya
warna
merah
karena
penambahan NaOH menunjukkan adanya
senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan
warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya senyawa flavonoid.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
kulit kayu suren sebanyak 0.2 gram ditambah
2 mL eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet
lalu diuapkan dengan dipanaskan. Residu
yang didapat kemudian ditambahkan dengan
pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam
asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat).
Warna merah atau ungu menunjukkan
kandungan
triterpenoid
pada
sampel
sedangkan warna hijau menunjukkan adanya
kandungan steroid.
Uji Tanin. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan 2 mL
akuades kemudian dididihkan selama 5 menit.
Larutan ini disaring dan filtratnya ditambah 3
tetes FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua atau
hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya
tanin.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
DPPH (Salazar et al. 2011)
Aktivitas
antioksidan
diuji
dengan
melarutkan 0.2 mg ekstrak dalam etanol agar
konsentrasinya menjadi 1000 ppm dan
divortex, kemudian konsentrasinya dibuat
menjadi 50, 30, 10, dan 5 ppm. Larutan DPPH
dibuat dengan melarutkan 5 mg DPPH dalam
2 mL etanol dan larutan disimpan dalam
keadaan gelap. Larutan standar, blanko, dan
sampel dimasukkan ke dalam sumur
microplate sebanyak 100 L, ditambahkan
dengan etanol 100 L, dan larutan DPPH
hingga volume 300
L. Masing-masing
konsentrasi dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Plate yang sudah berisi campuran
diinkubasi dalam keadaan gelap. Hasil reaksi
diukur dengan microplate reader pada
panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi
yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan
persamaan regresi y = a + b ln x dengan nilai
% inhibisi (penangkapan radikal), yaitu %
inhibisi = [1 – (absorban sampel/absorban
blanko)] x 100%. Data persentase inhibisi
8
diolah untuk menentukan IC50 (konsentrasi
yang menyebabkan inhibisi 50%).
Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sancheti et al.
2009)
Pengujian aktivitas inhibisi α-Glukosidase
dilakukan dengan microplate untuk uji αglukosidase menggunakan sampel dengan
konsentasi 12.5, 6.25, 3.125, dan 1.5625 ppm.
Larutan standar, blanko, dan sampel
dimasukkan ke dalam sumur microplate
sebanyak 50 L. Masing-masing sumur yang
sudah berisi standar, blanko, sampel
ditambahkan dengan 50 µL larutan bufer.
Sebanyak 25 L enzim α-glukosidase dengan
konsentrasi 1 mg/mL dalam bufer fosfat 0.01
M (pH 7.0) dimasukkan ke dalam sumur
microplate. Selanjutnya, substrat berupa
campuran berisi bufer fosfat 0.1 M (pH 7.0)
sebanyak 50 L dan 25 L 4-nitrophenyl α-Dglucopyranoside (p-NPG) 0.5 mM dalam 0.1
M bufer fosfat (pH 7.0)
ditambahkan
beberapa saat sebelum assay dimulai. Semua
uji dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama 30
menit. Reaksi enzim dihentikan dengan
menambahkan 0.2 M Na2CO3 sebanyak 100
L. Hasil reaksi diukur dengan microplate
reader pada panjang gelombang 400 nm.
Selanjutnya dilakukan penghitungan %
inhibisi untuk menentukan nilai IC50.
Analisis Data (Mattjik 2002)
Rancangan percobaan pada penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan
tiga kali ulangan. Analisis data uji aktivitas
antioksidan
dengan
metode
DPPH
menggunakan ANOVA dengan model
rancang sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = pengaruh rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1,2,3
i = 1 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
50 ppm
i = 2 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
30 ppm
i = 3 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
10 ppm
i = 4 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
5 ppm
Analisis data uji inhibisi α-glukosidase
menggunakan ANOVA dengan model
rancang sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = pengaruh rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1,2,3
i = 1 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
12.5 ppm
i = 2 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
6.25 ppm
i = 3 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
3.125 ppm
i = 4 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
1.5625 ppm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Kulit Kayu Suren
Kandungan air dalam sampel kulit kayu
suren berukuran 40 mesh yang digunakan
adalah sebesar 9.04%. Persen kadar air sampel
tersebut menunjukkan bahwa kulit kayu suren
yang digunakan dapat disimpan untuk jangka
waktu panjang. Hal ini sesuai dengan Winarno
(1992) yang menyatakan bahwa sampel yang
baik untuk disimpan dalam jangka waktu
panjang adalah sampel yang memiliki kadar
air kurang dari 10% karena dapat terhindar
dari pencemaran mikroorganisme dan jamur.
Persen kadar air juga digunakan untuk
mengetahui persen bahan kering dan sebagai
faktor koreksi suatu sampel, jika sampel yang
digunakan memiliki lingkungan agrobiofisik
yang berbeda, sehingga dapat dipakai untuk
memperkirakan
jumlah
bahan
yang
dibutuhkan jika ingin mengekstraksi bahan
langsung dalam keadaan basah dan sebagai
koreksi rendemen pada proses ekstraksi.
Menurut Harjadi (1993), penentuan kadar
air dilakukan untuk mengetahui ketahanan
suatu bahan dalam penyimpanan. Air yang
terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu 100-105oC. Dalam
penelitian ini, kandungan air pada sampel
kulit kayu suren dihilangkan dengan cara
pemanasan fisik menggunakan oven pada
suhu 105oC.
Ekstraksi Kulit Kayu Suren
Rendemen ekstrak etanol 70% kulit kayu
suren yang didapat setelah dipekatkan dengan
menggunakan vacuum rotavavor adalah 4.8%
sedangkan rendemen ekstrak air yang
diperoleh sebesar 2.6% (Tabel 1). Banyaknya
rendemen
yang
diperoleh
tersebut
menunjukkan jumlah senyawa yang terekstrak
dan diduga sebagai senyawa bioaktif.
Berdasarkan nilai rendemen, dapat dikatakan
9
Tabel 1 Hasil ekstraksi kulit kayu suren
Pelarut
Etanol
70%
Air
Berat
sampel (g)
250
Berat
ekstrak (g)
12.0123
Rendemen
(%)
4.8
120
3.1104
2.6
bahwa etanol 70% dapat mengekstrak lebih
banyak metabolit sekunder yang terkandung
di dalam kulit kayu suren dibandingkan
ekstraksi menggunakan pelarut air. Hal ini
dapat diperkuat dengan hasil analisis
kandungan fitokimia dari masing-masing
ekstrak.
Ekstraksi bertujuan untuk mengambil zatzat yang terkandung dalam suatu campuran
dengan bantuan pelarut tertentu. Sampel kulit
kayu suren yang diekstrak berbentuk serbuk.
Ini dapat meningkatkan efektifitas ekstraksi
karena semakin kecil atau halus ukuran bahan
yang digunakan maka semakin luas bidang
kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet
& Chuyen 2007).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dengan pelarut etanol 70% dan
metode perebusan dengan pelarut air.
Pemilihan metode maserasi dengan cara
perendaman sampel dilakukan karena metode
ini sederhana dan tidak menggunakan
pemanasan
sehingga
dapat
mencegah
rusaknya senyawa metabolit sekunder yang
tidak tahan terhadap suhu tinggi. Metode
ektraksi lainnya yang digunakan yaitu metode
perebusan yang didasarkan pada kebiasaan
masyarakat yang sering mengkonsumsi bahan
herbal dengan cara diseduh dengan air panas
atau direbus. Metode ini murah dan praktis
sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat
umum.
Ekstrak berupa cairan yang diperoleh
setelah penyaringan kemudian dievaporasi
untuk menguapkan sisa pelarut yang
digunakan sehingga diperoleh ekstrak padatan
berupa serbuk. Pemekatan dilakukan dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40
o
C untuk mencegah kemungkinan terjadinya
kerusakan komponen bahan aktif yang
terkandung di dalam ekstrak. Hasil ekstrak ini
kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
mengetahui kandungan fitokimianya.
Etanol dan air yang digunakan dalam
ekstraksi termasuk golongan pelarut polar,
namun derajat kepolaran air lebih besar
dibandingkan etanol. Senyawa metabolit
sekunder yang mudah larut dalam pelarut
polar diantaranya adalah alkaloid dan
flavonoid. Kedua metabolit ini menyebabkan
suatu tanaman berpotensi sebagai antidiabetes
melalui penghambatan
glukosidase (Sari 2010).
kerja
enzim
-
Uji Fitokimia
Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak
etanol dan air kulit kayu suren (Tabel 2),
ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
menunjukkan adanya kandungan alkaloid,
flavonoid, fenolik, saponin, dan tanin.
Sementara hasil uji fitokimia terhadap ekstrak
air kulit kayu suren menunjukkan kandungan
flavonoid, fenolik, dan saponin. Senyawasenyawa tersebut diduga memiliki aktivitas
antioksidan dan penghambatan -glukosidase
yang penting untuk pengobatan penyakit
diabetes.
Winarti & Nurdjanah (2005) menyatakan
bahwa beberapa senyawa fitokimia seperti
karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat,
polifenol, inhibitor protea
Merr.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIDIABETES
SECARA IN VITRO
SITHA ARILAH ICHSAN
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
SITHA ARILAH ICHSAN. Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis
Merr.) Sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro. Dibimbing oleh
SYAMSUL FALAH dan WARAS NURCHOLIS.
Tanaman suren (Toona sinensis Merr.) merupakan tanaman herbal yang
daunnya dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan dan antidiabetes. Kulit kayu
tanaman suren diduga memiliki aktivitas yang sama dengan daunnya. Penelitian
ini bertujuan menentukan aktivitas antioksidan dan antidiabetes ekstrak etanol
70% dan ekstrak air kulit kayu suren secara in vitro. Aktivitas antioksidan diamati
menggunakan parameter uji biokimia, yaitu aktivitas inhibisi radikal bebas DPPH
pada konsentrasi sampel 50, 30, 10, dan 5 ppm. Potensi antidiabetes diukur
melalui aktivitas penghambatan kerja enzim -glukosidase pada konsentrasi
sampel 12.5, 6.3, 3.1, dan 1.6 ppm. Kadar air kulit kayu suren yang diuji adalah
9.04%. Ekstraksi dengan pelarut etanol 70 % dan air menghasilkan rendemen
sebesar 4.8% dan 2.6%. Hasil uji fitokimia menunjukkan kandungan senyawa
alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan hidroquinon pada ekstrak etanol 70%.
Sementara ekstrak air kulit kayu suren menunjukkan adanya kandungan senyawa
saponin, flavonoid, dan hidroquinon. Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak
etanol 70% dan air ditunjukkan dengan nilai IC50 secara berturut-turut yaitu 11.86
dan 17.78 ppm. Sementara nilai IC50 vitamin C yang digunakan sebagai
pembanding sebesar 3.31 ppm. Penghambatan enzim -glukosidase memiliki nilai
IC50 sebesar 0.66 ppm untuk ekstrak etanol 70% dan 3.32 ppm pada ekstrak air,
sedangkan nilai IC50 acarbose sebagai pembanding adalah sebesar 0.08 ppm.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan kulit kayu suren memiliki aktivitas
antioksidan dan berpotensi sebagai antidiabetes.
Kata kunci: antioksidan, antidiabetes, suren (Toona sinensis Merr.), DPPH, glukosidase
ABSTRACT
SITHA ARILAH ICHSAN. Activities of Suren (Toona sinensis Merr.) Bark
Extracts as Antioxidant and Antidiabetic With In Vitro Analysis. Under the
direction of SYAMSUL FALAH and WARAS NURCHOLIS.
Suren (Toona sinensis Merr.) is a herbal plant that its leaves has been
reported have a antioxidant and antidiabetic activity. The bark of suren thought to
have antioxidant and antidiabetic activity as it leaves. This study was conducted to
investigate antioxidants and antidiabetic activity of ethanol 70% and water
extracts of suren bark using in vitro method. The antioxidant activity was
observed using the parameters of biochemical tests, through measurement of the
inhibitory activity to DPPH as free radical with concentration of samples 50, 30,
10, and 5 ppm. The potential antidiabetic activity was measured through
inhibition of -glucosidase enzymes work at a sample concentration of 12.5, 6.3,
3.1, and 1.6 ppm. The moisture content of suren bark samples in the test is 9.04%.
Suren bark extracted with a solvent ethanol 70% and water has a yield of 4.8%
and 2.6%. Phytochemical test of ethanol 70% extract showed the present of
alkaloids, saponins, tannins, flavonoids, and hydroquinone. While the water
extract indicate a content of saponin compounds, flavonoids, and hydroquinone.
The results of the analysis of antioxidant activity indicated by IC50 value which is
11.86 ppm for ethanol 70% extracts and 17.78 ppm for water extract. While the
IC50 value of vitamin C used as a comparison is 3.31 ppm. Inhibition of glucosidase enzyme are also shown in the IC50 value which is 0.66 ppm for
ethanol 70% extract and 3.32 ppm for water extracts, whereas acarbose as a
comparison have IC50 value of 0.08 ppm. These results showed that suren bark
have an antioxidant and antidiabetic activity.
Key words: antioxidant, antidiabetic, suren (Toona sinensis Merr.) DPPH, glucosidase
AKTIVITAS EKSTRAK KULIT KAYU SUREN (Toona sinensis
Merr.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN ANTIDIABETES
SECARA IN VITRO
SITHA ARILAH ICHSAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis Merr.)
Sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro
: Sitha Arilah Ichsan
: G84070003
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si.
Ketua
Waras Nurcholis, M.Si
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika & IPA Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih pada penelitian ini ialah metabolisme, dengan judul “Aktivitas
Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona Sinensis Merr.) Sebagai Antioksidan dan
Antidiabetes Secara In Vitro”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
hingga Juni 2011 di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia dan
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si.
dan Waras Nurcholis, M.Si atas bimbingan, waktu, dan perhatiannya kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teknisi laboratorium Pusat Studi Biofarmaka yang telah
banyak membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian, kepada kedua orang tua
dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa, dukungan, kasih sayangnya, dan
selalu memberi inspirasi kepada penulis untuk selalu berjuang keras dan menjadi
lebih baik, dan kepada Fajri selaku rekan kerja, Maya, Dina, Leli, Restu, Rezana,
mbak Amel, dan kak Fahry atas dukungan dan bantuannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Biokimia dan Farmasi.
Bogor, November 2011
Sitha Arilah Ichsan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muara Enim (Sumatera Selatan) pada tanggal 8 Juni
1989 dari ayahanda John Arifin dan ibunda Ilah Carsilah sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Praya
(Lombok) dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mengambil Mayor
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan
memilih Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA)
sebagai minor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2007-2008 penulis aktif sebagai Ketua Musholla AlMahabbah di Asrama Putri TPB IPB. Tahun 2008-2010 penulis aktif di himpunan
profesi Community of Research and Education of Biochemistry Student (CREBs)
sebagai Badan Pengawas. Pada tahun terakhir perkuliahan, penulis
berkesempatan sebagai penyaji makalah internasional pada Annual Meeting of
Science and Technology Studies (AMSTECS)-Jepang 2011. Pengalaman profesi
penulis diantaranya adalah sebagai asisten praktikum Pengantar Penelitian
Biokimia untuk mahasiswa Departemen Biokimia FMIPA IPB pada tahun 2011.
Penulis pernah menjalani Praktik Lapang (PL) di Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) pada tahun 2010 dan menulis laporan ilmiah yang
berjudul “Isolasi DNA Tanaman Karet dan Analisis RAPD Planlet Karet pada
Tahap Multiplikasi, Conditioning, dan Rooting”. Pada tahun 2008 sampai 2010,
penulis juga pernah menjadi pengisi suara CD pembelajaran interaktif dan staf
pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Briliant Student. Selain itu, pada tahun
2011 penulis menjadi panitia dalam acara Globalization of Djamoe Brand
Indonesia yang diselenggarakan di IPB International Convention Center (IICC) di
Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Suren (Toona sinensis Merr.) .....................................................................
Radikal Bebas dan Antioksidan ..................................................................
Diabetes Melitus .........................................................................................
Metode DPPH .............................................................................................
Inhibisi -Glukosidase ...............................................................................
2
3
4
5
6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...........................................................................................
Metode Penelitian .......................................................................................
6
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Kulit Kayu Suren ......................................................................... 8
Ekstraksi Kulit Kayu Suren .......................................................................... 8
Uji Fitokimia................................................................................................. 9
Daya Hambat Ekstrak Terhadap Radikal Bebas DPPH ............................. 10
Daya Inhibisi Ekstrak Terhadap Enzim -Glukosidase ............................. 11
SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
13
LAMPIRAN .....................................................................................................
18
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Hasil ekstraksi kulit kayu suren ....................................................................... 9
2
Hasil uji fitokimia ekstrak kulit kayu suren ..................................................... 9
3
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit kayu suren dan vitamin C....................... 10
4
Perubahan aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% dan ekstrak air pada
konsentrasi uji ................................................................................................ 11
5
Perubahan aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70%, ekstrak air, dan
vitamin C dalam nilai IC50 ............................................................................. 11
6
Aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak kulit kayu suren dan acarbose....... 12
7
Perubahan aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak etanol 70% dan ekstrak
air pada konsentrasi uji .................................................................................. 12
8
Perubahan aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak etanol 70%, ekstrak air,
dan acarbose dalam nilai IC50 ....................................................................... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pohon suren ....................................................................................................
3
2 Reaksi DPPH dengan antioksidan..................................................................
5
2
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Gambaran umum penelitian ........................................................................... 19
2
Prosedur uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit kayu suren ........................... 20
3
Prosedur uji inhibisi enzim -glukosidase ekstrak kulit kayu suren ............. 21
4
Perhitungan kadar air serbuk kulit kayu suren dan hasil rendemen ekstrak
kulit kayu suren ............................................................................................. 22
5
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 23
6
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol air kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 24
7
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
sebagai inhibitor -glukosidase ..................................................................... 25
8
Data nilai absorbansi dan % inhibisi ekstrak air kulit kayu suren sebagai
inhibitor -glukosidase .................................................................................. 26
9
Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) ekstrak kulit kayu suren sebagai
antioksidan ..................................................................................................... 27
10 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) ekstrak kulit kayu suren sebagai
inhibitor -glukosidase .................................................................................. 28
11 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) nilai IC50 ekstrak kulit kayu suren
sebagai antioksidan ........................................................................................ 29
12 Hasil uji analisis statistik (tabel ANOVA) nilai IC50 ekstrak kulit kayu suren
sebagai inhibitor -glukosidase ..................................................................... 30
1
PENDAHULUAN
Dibetes Melitus (DM) merupakan penyakit
metabolik yang dicirikan oleh tingginya kadar
glukosa dalam darah. Penyakit ini adalah
salah satu penyakit kondisi kronis yang dapat
diderita seumur hidup dan memiliki
komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit
lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan
dengan kadar gula darah yang tinggi secara
terus-menerus, sehingga berakibat rusaknya
pembuluh darah, saraf, dan struktur internal
lainnya (Sari 2010). Akibat tingginya kadar
gula darah hingga mencapai fase diabetes
dapat memicu resiko serangan
jantung,
stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah
perifer, serta kondisi akut lainnya. Komplikasi
kronis ditandai dengan kerusakan dan
akhirnya kegagalan berbagai organ, seperti
mata, ginjal, saraf, jantung, dan otak. Pada
kondisi akut, diabetes dapat menyebabkan
kebutaan bahkan kematian (Wijayakusumah
2004).
Badan Kesehatan Dunia, WHO (World
Health Organization) menyebutkan bahwa
pada tahun 2003 tercatat jumlah penderita
diabetes berusia 20-79 tahun dari 3.8 milyar
penduduk dunia adalah sebesar 194 juta jiwa
dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat
menjadi 333 juta jiwa pada tahun 2025.
Sementara itu, di Indonesia jumlah penderita
diabetes menempati urutan keempat di dunia
setelah Amerika Serikat, India, dan Cina
dengan jumlah penderita mencapai lebih dari
13 juta jiwa (Depkes 2005).
Secara klinis, diabetes dapat dikategorikan
menjadi diabetes tipe I, diabetes tipe II, dan
Gestational Diabetes Melitus. Diabetes tipe I
merupakan tipe diabetes yang disebabkan oleh
defisiensi insulin dalam tubuh. Diabetes tipe II
merupakan gangguan toleransi glukosa.
Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit
non-insulin dependent diabetes melitus atau
diabetes melitus tak tergantung insulin
(DMTTI). DMTTI yang akut dapat membawa
penderitanya ke penyakit diabetes tipe I
(Stryer et al. 2007). Tipe lainnya dari diabetes
adalah diabetes pada masa kehamilan atau
sering juga disebut sebagai Gestational
Diabetes Melitus (GDM). Penyakit ini dapat
menjangkiti sebagian ibu hamil, baik
penderita diabetes maupun yang sehat (Price
& Wilson 1995).
Salah satu penyebab utama diabetes
melitus dan berbagai penyakit degeneratif
lainnya adalah radikal bebas (Putri 2010).
Pada penderita diabetes melitus, stres
oksidatif akan menghambat pengambilan
glukosa di sel otot dan sel lemak serta
penurunan sekresi insulin oleh sel-β di
pankreas. Stres oksidatif secara langsung
mempengaruhi dinding vaskular, sehingga
berperan
penting
dalam
patofisiologi
terjadinya komplikasi diabetes tipe 2 (Putri
2010). Memperbaiki stress oksidatif adalah
strategi yang efektif untuk menurunkan
perkembangan diabetes dan komplikasinya.
Antioksidan dalam jumlah yang cukup sangat
penting bagi penderita diabetes untuk
mencegah komplikasi.
Pengobatan umum yang dilakukan untuk
penderita
diabetes
bukanlah
untuk
menyembuhkan melainkan untuk membantu
menurunkan konsentrasi gula darah. Penderita
diabetes memiliki konsentrasi gula darah yang
tinggi terus-menerus, maka pengobatannya
juga perlu dilakukan secara terus-menerus
sehingga kurang efektif. Salah satu
pengobatan efektif untuk diabetes adalah
dengan penyuntikan hormon insulin, tapi
harga pengobatan ini sangatlah mahal, apalagi
perlu dilakukan secara rutin.
Bentuk pengobatan lainnya untuk diabetes
adalah dengan pengembangan obat diabetes
yang mampu menghambat kerja enzim αglukosidase. Enzim α-glukosidase bekerja
pada saat proses penyerapan glukosa dalam
usus. Pada penderita diabetes, hal ini
merupakan salah satu hal yang harus dicegah.
Semakin banyak glukosa yang terbentuk dari
pemecahan pati, maka akan semakin tinggi
kadar glukosa dalam darah penderita diabetes.
Oleh karena itu pengembangan obat diabetes
saat ini lebih difokuskan pada inhibisi kerja
enzim ini (Murray et al. 2009).
Telah banyak obat-obatan sintetik yang
berperan menghambat aktivitas enzim αglukosidase, salah satunya adalah acarbose
yang biasa dikenal dengan merek dagang
glucobay. Obat-obatan sintetik memiliki efek
samping pada lambung (Neal 2002)
diantaranya kembung, diare, dan kejang perut,
sehingga penggunaannya perlu dibatasi (Lee
et al. 2007).
Pengembangan
obat
herbal
yang
mengandung senyawa aktif yang dapat
berperan sebagai antidiabetes tengah menjadi
trend di masyarakat saat ini karena efek
sampingnya sangat rendah dan memiliki
manfaat yang beragam. Salah satu tanaman
herbal yang memiliki potensi antidiabetes
adalah tanaman suren (Toona sinensis Merr.).
Zhao et al. (2009) melaporkan bahwa daun
tanaman suren mengandung sejumlah besar
flavonoid,
alkaloid,
terpene,
dan
2
anthraquinones yang mampu manghambat
aktivitas enzim α-glukosidase. Seperti halnya
pada daunnya, kulit kayu tanaman suren
diduga juga mengandung senyawa fitokimia
yang memiliki mekanisme antioksidan dan
inhibisi α-glukosidase. Potensi tersebut belum
banyak diteliti hingga saat ini sehingga
diperlukan penelitian yang dapat memberikan
gambaran aktivitas antioksidan dan potensi
kulit kayu suren sebagai antidiabetes.
Penelitian ini bertujuan menguji ekstrak
etanol 70% dan ekstrak air kulit kayu suren
sebagai antioksidan dan antidiabetes secara in
vitro. Hasil yang diperoleh akan dibandingkan
secara langsung dengan acarbose (obat
komersil diabetes melitus tipe II). Adapun
parameter uji yang digunakan adalah persen
penghambatan radikal DPPH dan persen
penghambatan aktivitas enzim -glukosidase
yang ditunjukkan dalam nilai IC50.
Hipotesis pada penelitian ini adalah
kandungan senyawa fitokimia yang terdapat di
dalam kulit kayu suren (Toona sinensis Merr.)
memiliki
aktivitas
antioksidan
dan
antidiabetes. Senyawa fitokimia tersebut
diduga dapat menghambat atau mencegah
terjadinya pembentukan radikal bebas yang
dapat meningkatkan perkembangan dan
komplikasi penyakit diabetes. Selain itu,
senyawa-senyawa tersebut juga diduga
mampu menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berperan dalam proses
penyerapan gula di usus. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi
tanaman suren melalui pemanfaatan limbah
kulit kayu suren dalam farmakologi sebagai
upaya pencegahan dan pengobatan penyakit
diabetes melitus.
TINJAUAN PUSTAKA
Suren (Toona sinensis Merr.)
Suren merupakan keluarga tanaman
Meliaceae dengan ordo Sapindales. Suren
adalah tanaman spermatophyte yang termasuk
ke dalam divisi Magnoliophyta (tumbuhan
berbunga) dan class Magnoliopsida dengan
subclass Rosidae. Pohon suren memiliki
karakter khusus seperti harum yang khas
apabila bagian daun atau buah diremas dan
bila bagian batang dilukai atau ditebang.
Bentuk batang suren lurus dan umumnya tidak
bercabang hingga ketinggiannya mencapai 25
m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m.
Kulit batangnya kasar dan pecah-pecah dan
berwarna coklat. Daun suren berbentuk oval
dengan panjang 10-15 cm, menyirip tunggal
dengan 8-30 pasang daun pada pohon
berdiameter 1-2 m. Musim bunga tanaman ini
dua kali dalam setahun yaitu sekitar bulan
Februari hingga Maret dan September hingga
Oktober (Djam’an 2002).
Tanaman suren (Gambar 1) merupakan
komoditas tanaman kayu rakyat yang paling
populer
di
Jawa
Barat.
Selain
pertumbuhannya cepat, mudah tumbuh di
berbagai tempat juga harga jualnya cukup
tinggi untuk mendukung pendapatan petani.
Kayu suren digunakan untuk tiang bangunan
rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan
rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek
api, pulp, kertas, dan lain-lain. Secara
tradisional, petani menggunakan daun suren
untuk menghalau hama serangga tanaman
(Djam’an 2002).
Kayu suren berbau harum sehingga tahan
terhadap serangan rayap. Serbuk atau bubuk
kayunya berwarna kemerahan. Tanaman ini
tumbuh pada daerah bertebing dengan
ketinggian 600-2.700 m dpl (di atas permukaa
laut) dengan temperatur sekitar 22 ºC. Bagian
tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah
kayunya sebagai bahan bangunan, furniture,
veneer, panel kayu. Selain itu, ekstrak
daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bioinsektisida, sedangkan kulit batang dan
buahnya dapat disuling untuk menghasilkan
minyak esensial (aromatik). Tajuknya yang
tidak terlalu lebar membuat pohon suren biasa
digunakan sebagai tanaman pelindung atau
pembatas di ladang dan sebagai windbreak di
perkebunan teh (Djam’an 2002).
Di Taiwan, Toona sinensis umum
digunakan sebagai makanan untuk para
vegetarian. Daunnya sering kali digunakan
sebagai obat-obatan untuk menangani
enteritis, disentri, dan gatal-gatal. (Hseu et al.
2008). Hasil penapisan fitokimia simplisia
daun suren menunjukkan adanya senyawa
golongan
flavonoid,
tanin
dan
steroid/triterpenoid yang penting sebagai
antioksidan (Djam’an 2002).
Ekstrak air daun tanaman suren memiliki
efek antiproliferasi terhadap sel premyelocytic
manusia dengan cara menginduksi apoptosis
(Hseu et al. 2008). Suplemen ekstrak daun,
akar, dan kulit kayu tanaman ini dilaporkan
mampu
meningkatkan
kemampuan
memahami dan mengingat pada mencit yang
diduga
akibat
mekanisme
pertahanan
antioksidan. Menurut Cheng (2009), efek
antioksidan ini disebabkan oleh kandungan
senyawa
fitokimia,
seperti
flavonoid,
limonoid, phytol, kumarins dan senyawa
3
fenolik lainnya. Senyawa fenolik yang paling
banyak terkandung pada daun suren yang
berperan sebagai antioksidan diantaranya
gallic acid, galloylquinic acid, tri-O-galloylD-glucose, dan quercetin glucopyranoside.
Jiang et al. (2007) dan Hseu et al. (2008) juga
melaporkan bahwa daun tanaman suren
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup
tinggi dengan pemutusan aktivitas radikal
bebas DPPH dan lipid peroksida.
Ekstrak kasar daun tanaman ini dilaporkan
dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker
paru-paru, mengurangi glukosa darah pada
tikus diabetes, dan meningkatkan lipolisis dan
kadar glukosa pada jaringan adiposa (Hseu et
al. 2008). Daun tanaman suren juga
mengandung sejumlah besar flavonoid,
alkaloid, terpene, dan anthraquinones yang
mampu manghambat aktivitas enzim αglukosidase (Zhao et al. 2009).
Gambar 1 Pohon suren.
Radikal Bebas dan Antioksidan
Saat ini ditemukan bahwa ternyata radikal
bebas berperan dalam terjadinya berbagai
penyakit. Hal ini dikarenakan radikal bebas
adalah senyawa kimia yang memiliki
pasangan elektron bebas di kulit terluar
sehingga sangat reaktif dan mampu bereaksi
dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA.
Reaksi antara radikal bebas dengan salah satu
molekul tersebut berujung pada timbulnya
suatu penyakit.
Radikal bebas dapat dihasilkan dari proses
metabolisme tubuh secara alami (endogenous)
maupun berasal dari factor eksternal
(exogenous). Dalam tubuh, sekitar 5 persen
dari oksigen pernafasan akan diubah secara
alami menjadi radikal bebas. Selain itu proses
autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis
dalam respirasi, transpor elektron di
mitokondria, dan oksidasi ion-ion logam
transisi juga merupakan penyebab munculnya
radikal bebas dalam tubuh (Salma 1999).
Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh
diantaranya disebabkan oleh asap rokok, asap
kendaraan bermotor, sinar ultra violet, zat
kimiawi dalam makanan, dan senyawasenyawa polutan lainnya (Mardisadora 2010).
Antioksidan adalah zat yang dapat
menunda atau mencegah terjadinya reaksi
oksidasi radikal bebas. Senyawa dikatakan
memiliki sifat antioksidatif bila senyawa
tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih
elektron kepada senyawa prooksidan,
kemudian mengubah senyawa oksidan
menjadi senyawa yang stabil (Packer 1995).
Antioksidan, berdasarkan sumbernya
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan
sintetik dan antioksidan alami. Beberapa
contoh antioksidan sintetik adalah Butil
Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi
Toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi
quinon (TBHQ) dan tokoferol, sedangkan
antioksidan alami berasal dari tumbuhan, yang
pada umumnya adalah senyawa fenolik atau
polifenolik yang dapat berupa golongan
flavonoid. Berdasarkan asal terbentuknya,
antioksidan dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu antioksidan endogen dan eksogen.
Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya,
antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder,
dan tersier. Antioksidan primer adalah
antioksidan endogen atau antioksidan
enzimatis, contohnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, dan glutation
peroksidase (GPx). Enzim-enzim ini mampu
menekan atau menghambat pembentukan
radikal bebas dengan cara memutus reaksi
berantai dan mengubahnya menjadi produk
lebih stabil. Antioksidan sekunder merupakan
antioksidan eksogen atau antioksidan non
enzimatis. Contoh antioksidan sekunder ialah
vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon,
asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawasenyawa ini dikenal sebagai penangkap
radikal bebas (scavenger free radical),
kemudian mencegah amplifikasi radikal.
Antioksidan tersier contohnya adalah enzim
metionin sulfoksida reduktase yang berperan
dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan
oleh radikal bebas (Packer & Ong 1998).
Penggunaan senyawa antioksidan saat ini
semakin meluas seiring dengan semakin
besarnya pemahaman masyarakat tentang
peranannya dalam menghambat penyakit
degenerative.
Masalah-masalah
tersebut
berkaitan dengan kemampuan antioksidan
4
dalam bekerja sebagai inhibitor (penghambat)
reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang
menjadi salah satu penyebab penyakitpenyakit di atas (Packer & Ong 1998). Tubuh
manusia dapat menghasilkan senyawa
antioksidan secara alami, tetapi jumlahnya
sering kali tidak cukup untuk menetralkan
radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh
(Hernani & Rahardjo 2005). Antioksidan
alami mampu melindungi tubuh terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh oksigen
reaktif dan mampu menghambat terjadinya
penyakit
degeneratif
serta
mampu
menghambat peroksida lipid pada makanan.
Keseimbangan antara antioksidan dan radikal
bebas menjadi kunci utama pencegahan stres
oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang
dihasilkan (Packer et al. 1995).
Stres
oksidatif
adalah
keadaan
ketidakseimbangan antara prooksidan dan
antioksidan. Keadaan stres oksidatif dapat
disebabkan oleh kurangnya antioksidan atau
kelebihan produksi radikal bebas. Radikal
bebas sebetulnya diproduksi secara fisiologis
oleh sel sebagai konsekuensi logis pada reaksi
biokimia dalam kehidupan aerobik. Namun,
jika radikal bebas berlebihan dan antioksidan
seluler tetap atau lebih sedikit, maka
kelebihan radikal bebas ini tidak dapat
dinetralkan dan akan berakibat pada
kerusakan sel itu sendiri. Kondisi stres
oksidatif yang berakibat pada kerusakan sel,
dapat menyebabkan terjadinya percepatan
proses penuaan, dan dapat menimbulkan
penyakit jantung, kanker, dan diabetes melitus
(Packer & Ong 1998).
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit yang
dicirikan
oleh
adanya
abnormalitas
penggunaan “bahan bakar” dalam tubuh
akibat glukosa terdapat dalam jumlah
berlebihan namun tidak digunakan secara
optimal oleh berbagai organ tubuh. Diabetes
termasuk
dalam
kategori
penyakit
metabolisme yang paling serius, diamana
jutaan masyarakat dunia telah menjadi
korbannya. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, diabetes melitus akan ditandai
oleh
hiperglikemia
(saat
puasa),
aterosklerosis, mikrongiopati, dan neuropati
(Price & Wilson 1995). Diabetes melitus
merupakan penyakit yang mampu memicu
komplikasi munculnya penyakit lain dalam
tubuh manusia. Gangguan metabolisme
glukosa akibat diabetes akan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan
air, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
seluler pada beberapa jaringan tubuh.
Diabetes kronis dapat menyebabkan disfungsi
dan kerusakan berbagai organ, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(ADA 2004).
Gejala umum yang timbul pada penderita
diabetes mellitus diantaranya adalah sering
haus dan sering buang air kecil sebagai efek
mekanisme mempertahankan homeostatis
tubuh. Penderita dibetes juga sering
mengalami kesemutan, penglihatan yang
terganggu, banyak makan tetapi berat badan
cenderung turun, cepat merasa lelah, dan
sering mengantuk (Purwakusumah 2003).
Kadar gula darah normal adalah 100 mg/dL
dan dapat mencapai 120 mg/dL setelah
makan. Kadar gula darah penderita diabetes
dapat melebihi 120 mg/dL pada saat 2 jam
setelah makan (Soegondo 2004).
Diabetes dapat disebabkan oleh defisiensi
insulin, kelebihan asupan glukosa dalam
tubuh, kurangnya olahraga, kehamilan,
obesitas, dan berbagai penyebab lainnya.
Diabetes dapat disebabkan pula oleh faktor
keturunan atau genetik karena penyakit ini
termasuk penyakit yang terpaut kromosom
seks. Selain itu, terdapat beberapa virus dan
bakteri yang diduga dapat menyebabkan
diabetes mellitus melalui mekanisme sitolitik
sel β pankreas. Beberapa bahan toksik yang
mampu merusak sel β pankreas secara
langsung
diantaranya
adalah
alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin
(produk dari sejenis jamur).
Secara klinis, diabetes dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu diabetes tipe I,
diabetes tipe II, dan Gestational Diabetes
Melitus. Diabetes tipe I merupakan tipe
diabetes yang disebabkan oleh defisiensi
insulin dalam tubuh. Pada kondisi abnormal,
sel β Langerhans pankreas dari penderita
diabetes hanya akan menghasilkan sedikit
insulin atau bahkan tidak sama sekali
sehingga menyebabkan glukosa tidak dapat
digunakan oleh sel untuk energi maupun
disimpan. Hal ini mengakibatkan kadar
glukosa darah meningkat melebihi batas
normal. Kelebihan glukosa tersebut akhirnya
dibuang bersama urin melalui ginjal
(Wijayakusuma
2004).
Inilah
yang
menyebabkan
penderita
diabetes
menghasilkan urin yang mengandung glukosa.
Selain itu, akan terjadi ketidakseimbangan
hormon glukagon dan insulin, sehingga akan
terjadi penurunan kadar fruktosa 2,6-bisfosfat
dalam hati. Oleh karena itu, proses glikolisis
terhambat, dan sebaliknya glukoneogenesis
5
akan terjadi. Akibat paling jelas dari hal ini
adalah meningkatnya kadar glukosa dalam
darah, terutama setelah mengasup makanan
kaya karbohidrat (Stryer et al. 2007). Diabetes
tipe I ini biasanya diderita oleh anak-anak atau
dewasa muda sehingga disebut pula sebagai
juvenile-onset
diabetes.
Diperlukan
pengobatan insulin untuk penderita penyakit
ini
Diabetes tipe II merupakan gangguan
toleransi glukosa. Penyakit ini sering disebut
sebagai penyakit non-insulin dependent
diabetes melitus atau diabetes melitus tak
tergantung insulin (DMTTI). Penyakit ini
seringkali dihubungkan dengan obesitas dan
kelebihan asupan karbohidrat dalam diet
(Price & Wilson 1995). DMTTI merupakan
tipe diabetes yang lebih umum terjadi.
Penyakit ini umumnya menjangkiti orangorang dewasa. Namun demikian, belakangan
ini, jumlah penderita DMTTI dari kalangan
remaja semakin meningkat. Pankreas pada
penderita
DMTTI
masih
mampu
memproduksi insulin, walaupun jumlah
insulin yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan kadar normal gula darah.
DMTTI yang akut dapat membawa
penderitanya ke penyakit diabetes tipe I
(Stryer et al. 2007). Selain itu, kondisi ini
dapat pula disebabkan oleh gangguan akibat
resistensi insulin yang menyebabkan jaringan
tubuh menjadi kurang peka terhadap efek
insulin. Faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya diabetes tipe II ini antara lain yaitu
obesitas, usia lanjut, kurangnya aktivitas
olahraga, dan lain-lain (ADA 2004).
Tipe lainnya dari diabetes adalah diabetes
pada masa kehamilan atau sering juga disebut
sebagai Gestational Diabetes Melitus (GDM).
Seorang wanita hamil membutuhkan lebih
banyak insulin untuk mempertahankan
metabolisme karbohidrat, jika tidak maka
kadar gula darah pada tubuh wanita yang
sedang
hamil
dapat
meningkat
(Wijayakusuma 2004). Penyakit ini dapat
menjangkiti sebagian ibu hamil, baik
penderita diabetes maupun yang sehat (Price
& Wilson 1995). Kondisi ini dapat
membahayakan wanita yang sedang hamil dan
bayi dalam kandungannya. Setelah proses
kelahiran, kadar gula darah sang ibu dapat
kembali normal, namun bayinya dapat
menderita diabetes (ADA 2004).
Peningkatan gula darah pasca makan
merupakan awal terganggunya metabolisme
yang terjadi pada penderita diabetes. Kondisi
ini mempercepat perkembangan penyakit
diabetes mellitus yang disebekan toksisitas
glukosa dalam otot dan sel β pankreas, juga
menginisiasi perkembangaan awal komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Salah satu
cara terbaik untuk menurunkan kadar gula
darah
pasca
makan
adalah
dengan
memperlambat absorbsi glukosa melalui
penghambatan kerja enzim yang dapat
menghidrolisis
karbohidrat
seperti
glukosidase (Lee et al. 2007).
Metode DPPH
DPPH (difenil pikril hidrazil hidrat)
menghasilkan radikal bebas aktif bila
dilarutkan dalam alkohol. Radikal bebas
tersebut stabil dengan absorpsi maksimum
pada panjang gelombang 517 nm dan dapat
direduksi oleh senyawa antioksidan (Praptiwi
2006).
Analisis kualitatif aktivasi antioksidan
menggunakan
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH) sebagai uji dalam mencari
kemampuan menangkap radikal suatu
senyawa dalam ekstrak tumbuhan telah umum
dilakukan. Metode ini lebih cepat, lebih
sederhana, dan membutuhkan sampel dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan
beberapa
metode
pengujian
antioksidan lainnya seperti metode TBA
(Mardisadora 2010).
Prinsip metode penangkapan radikal
(Gambar 2) adalah pengukuran penangkapan
radikal bebas sintetik DPPH dalam pelarut
organik polar seperti etanol atau metanol pada
suhu kamar oleh suatu senyawa yang
mempunyai aktivitas antioksidan (Pokorni
2001). Metode DPPH dapat mengukur
aktivitas donasi elektron komponen lain dalam
campuran dan mengevaluasi aktivitas
antioksidan karena adanya radikal bebas.
Beberapa molekul dapat memberikan elektron
atau hidrogen ketika beraksi DPPH, sehingga
akan memudarkan warna DPPH, melalui
Gambar 2 Reaksi DPPH dengan antioksidan.
6
reaksi reduksi dengan perubahan warna ungu
menjadi kekuningan oleh elektron dari
senyawa antioksidan. Reaksi DPPH dengan
gugus hiroksil menyebabkan substitusi
homolik dari satu cincin fenil DPPH
menghasilkan
2-(4-hidroksifenil)-2-fenil-1pikrilhidrazin sebagai produk mayor yang
juga dibentuk melalui proses sekunder. DPPH
diketahui hanya dapat mengukur senyawa
antioksidan yang terlarut dalam pelarut
organik, khususnya alkohol. Walaupun
metode DPPH secara luas digunakan untuk
pengukuran dan perbandingan aktivitas
antioksidan
senyawa-senyawa
fenolik,
evaluasi aktivitas antioksidan dengan adanya
perubahan serapan DPPH harus secara hatihati dilakukan karena senyawa antioksidan
yang akan beraksi dengan DPPH dapat
didegradasi oleh cahaya, oksigen, pH, dan
pelarut.
Inhibisi -Glukosidase
α-Glukosidase, dengan nama kimia -Dglikosida glukohidrolase, merupakan enzim
yang berfungsi untuk memutus ikatan -1,4
glikosidik pada berbagai substrat dan
menghasilkan -D-glukosa yang mampu
diserap oleh usus (Gao et al. 2007). Enzim ini
bekerja di dalam retikulum endoplasma kasar
di sel-sel usus halus (Murray et al. 2009).
Dengan adanya enzim ini, maka pati yang
dikonsumsi oleh seseorang dapat diubah
menjadi molekul-molekul glukosa yang dapat
diubah menjadi energi melalui berbagai jalur
metabolisme seperti glikolisis.
Enzim α-glukosidase bekerja pada saat
proses penyerapan makanan dalam usus. Pada
penderita diabetes, hal ini merupakan salah
satu hal yang harus dicegah. Semakin banyak
glukosa yang terbentuk dari pemecahan pati,
maka akan semakin tinggi kadar glukosa
dalam darah penderita diabetes. Oleh karena
itu pengembangan obat diabetes saat ini lebih
difokuskan pada inhibisi kerja enzim ini.
Namun demikian, defisiensi enzim αglukosidase
pada
lisosom
dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit Pompe.
Pada penyakit ini, glikogen akan menumpuk
pada lisosom dan dapat menyebabkan
timbulnya gagal jantung (Murray et al. 2009).
Inhibitor enzim -glukosidase adalah obat
antihiperglikemia untuk pasien diabetes tipe 2,
khususnya
penderita
postprandial
hyperglycemia. Obat yang berperan sebagai
inhibitor ini telah menjadi obat umum yang
sering
digunakan
untuk
penderita
hyperglycemia sejak tahun 1990an. Salah satu
obat sintetiknya adalah acarbose, maglitol,
dan voglibose. Acarbose berperan sebagai
inhibitor kompetitif. Obat ini dijual dalam
bentuk tablet Glukobay. Jumlah acarbose
yang dapat terserap tubuh hanya sekitar 1-4%,
sisanya dibuang melalui ginjal (Samson
2010). Kelemahan dari obat-obatan ini yaitu
harus dimakan bersama makanan dan dapat
menyebabkan pembentukan gas di perut.
Selain itu, obat sintetik ini memiliki efek
samping seperti kembung, diare, dan kram
usus (Lee et al. 2007). Oleh karena itu banyak
dikembangkan obat-obatan alami yang
memiliki aktivitas antidiabetes menghambat
-glukosidase dengan sedikit atau tanpa efek
samping.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu kulit kayu
suren, akuades, etanol 70%, enzim αglukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
(p-NPG), larutan bufer fosfat pH 7, tablet
acarbose (glukobay), HCl 2 N, larutan DPPH
0.2mM, Na2CO3, H2SO4 2 M, pereaksi
Dragendorf, Mayer, dan Wagner, etanol 30%,
etanol 70%, metanol, asam asetat anhidrat,
H2SO4 pekat, FeCl3 1%, NaOH, eter, dan
metanol 30%.
Alat yang digunakan yaitu microplate,
microplate reader, lemari inkubasi, oven,
neraca analitik, rotary evaporator, vortex,
penangas, kertas saring, pipet mikro, pipet
tetes, pipet Mohr, cawan porselin, labu
Erlenmeyer, labu ukur, tabung reaksi, gelas
piala, gelas ukur, bulb, batang pengaduk, dan
sudip.
Metode Penelitian
Preparasi Sampel
Sampel kulit kayu diperoleh dari tanaman
suren yang berasal dari daerah Sumedang,
Indonesia. Kulit kayu tersebut dikeringkan
dibawah sinar matahari secara langsung.
Setelah kulit kayu tersebut benar-benar
kering, kemudian dilakukan penggilingan
dengan menggunakan mesin Wiley Mill
hingga terbentuk serbuk berukuran 40 mesh.
Penentuan Kadar Air Kulit Kayu Suren
(AOAC 1999 dalam Samson 2010)
Penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan cawan porselin pada suhu
7
105˚C selama 30 menit lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g
sampel serbuk kulit kayu suren dimasukkan
dalam cawan dan dipanaskan pada suhu
105˚C selama 3 jam, kemudian didinginkan
pada desikator dan ditimbang. Penentuan
kadar air dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan.
Kadar air (%) =
x 100%
Keterangan: A adalah bobot sampel (g)
B adalah bobot bahan setelah
dikeringkan (g)
Ekstraksi Kulit Kayu Suren (Toona
sinensis) (Ningappa 2008 dan Harjadi 1993)
Sebanyak 250 gram kulit kayu suren yang
sudah berbentuk serbuk dimaserasi dengan
cara direndam ke dalam 2500 mL etanol 70%.
pada suhu kamar selama 24 jam untuk
memperoleh ekstrak etanol 70%. Larutan
tersebut diletakkan pada shaker orbital
dengan kecepatan 250 rpm. Hal ini bertujuan
mempercepat proses ekstraksi. Ekstrak air
diperoleh dengan merendam 120 gram serbuk
kulit kayu suren di dalam 1200 mL akuades.
Larutan ini dipanaskan pada suhu 100oC dan
dilakukan pengadukan selama pemanasan 4
jam. Larutan hasil dipisahkan melalui
penyaringan menggunakan kertas saring.
Filtrat hasil penyaringan kemudian dipekatkan
dengan
menggunakan
vacuum
rotary
evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak yang
diperoleh ditempatkan di dalam botol tertutup
dan disimpan di dalam lemari es dengan suhu
4oC.
Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
Uji Alkaloid. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan 2 mL
kloroform dan 3 tetes NH4OH. Fraksi
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan
ditambahkan 2 tetes H2SO4. Fraksi H2SO4
dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi,
lalu ditambahkan pereaksi Dragendorf pada
tabung pertama, pereaksi Meyer pada tabung
kedua, dan pereaksi Wagner pada tabung
ketiga. Terdapatnya alkaloid ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan putih oleh
pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi
Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi
Wagner.
Uji Saponin. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan air sebanyak
3 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan
tersebut didinginkan kemudian dikocok
menggunakan vortex. Timbulnya busa sampai
selang waktu 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak kulit kayu suren sebanyak 0.2 gram
ditambah metanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan selama 5 menit. Filtratnya
ditambah NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.
Terbentuknya
warna
merah
karena
penambahan NaOH menunjukkan adanya
senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan
warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya senyawa flavonoid.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
kulit kayu suren sebanyak 0.2 gram ditambah
2 mL eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet
lalu diuapkan dengan dipanaskan. Residu
yang didapat kemudian ditambahkan dengan
pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam
asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat).
Warna merah atau ungu menunjukkan
kandungan
triterpenoid
pada
sampel
sedangkan warna hijau menunjukkan adanya
kandungan steroid.
Uji Tanin. Ekstrak kulit kayu suren
sebanyak 0.2 gram ditambahkan 2 mL
akuades kemudian dididihkan selama 5 menit.
Larutan ini disaring dan filtratnya ditambah 3
tetes FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua atau
hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya
tanin.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
DPPH (Salazar et al. 2011)
Aktivitas
antioksidan
diuji
dengan
melarutkan 0.2 mg ekstrak dalam etanol agar
konsentrasinya menjadi 1000 ppm dan
divortex, kemudian konsentrasinya dibuat
menjadi 50, 30, 10, dan 5 ppm. Larutan DPPH
dibuat dengan melarutkan 5 mg DPPH dalam
2 mL etanol dan larutan disimpan dalam
keadaan gelap. Larutan standar, blanko, dan
sampel dimasukkan ke dalam sumur
microplate sebanyak 100 L, ditambahkan
dengan etanol 100 L, dan larutan DPPH
hingga volume 300
L. Masing-masing
konsentrasi dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Plate yang sudah berisi campuran
diinkubasi dalam keadaan gelap. Hasil reaksi
diukur dengan microplate reader pada
panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi
yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan
persamaan regresi y = a + b ln x dengan nilai
% inhibisi (penangkapan radikal), yaitu %
inhibisi = [1 – (absorban sampel/absorban
blanko)] x 100%. Data persentase inhibisi
8
diolah untuk menentukan IC50 (konsentrasi
yang menyebabkan inhibisi 50%).
Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sancheti et al.
2009)
Pengujian aktivitas inhibisi α-Glukosidase
dilakukan dengan microplate untuk uji αglukosidase menggunakan sampel dengan
konsentasi 12.5, 6.25, 3.125, dan 1.5625 ppm.
Larutan standar, blanko, dan sampel
dimasukkan ke dalam sumur microplate
sebanyak 50 L. Masing-masing sumur yang
sudah berisi standar, blanko, sampel
ditambahkan dengan 50 µL larutan bufer.
Sebanyak 25 L enzim α-glukosidase dengan
konsentrasi 1 mg/mL dalam bufer fosfat 0.01
M (pH 7.0) dimasukkan ke dalam sumur
microplate. Selanjutnya, substrat berupa
campuran berisi bufer fosfat 0.1 M (pH 7.0)
sebanyak 50 L dan 25 L 4-nitrophenyl α-Dglucopyranoside (p-NPG) 0.5 mM dalam 0.1
M bufer fosfat (pH 7.0)
ditambahkan
beberapa saat sebelum assay dimulai. Semua
uji dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama 30
menit. Reaksi enzim dihentikan dengan
menambahkan 0.2 M Na2CO3 sebanyak 100
L. Hasil reaksi diukur dengan microplate
reader pada panjang gelombang 400 nm.
Selanjutnya dilakukan penghitungan %
inhibisi untuk menentukan nilai IC50.
Analisis Data (Mattjik 2002)
Rancangan percobaan pada penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan
tiga kali ulangan. Analisis data uji aktivitas
antioksidan
dengan
metode
DPPH
menggunakan ANOVA dengan model
rancang sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = pengaruh rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1,2,3
i = 1 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
50 ppm
i = 2 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
30 ppm
i = 3 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
10 ppm
i = 4 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
5 ppm
Analisis data uji inhibisi α-glukosidase
menggunakan ANOVA dengan model
rancang sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = pengaruh rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1,2,3
i = 1 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
12.5 ppm
i = 2 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
6.25 ppm
i = 3 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
3.125 ppm
i = 4 adalah ekstrak etanol/air kulit kayu suren
1.5625 ppm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Kulit Kayu Suren
Kandungan air dalam sampel kulit kayu
suren berukuran 40 mesh yang digunakan
adalah sebesar 9.04%. Persen kadar air sampel
tersebut menunjukkan bahwa kulit kayu suren
yang digunakan dapat disimpan untuk jangka
waktu panjang. Hal ini sesuai dengan Winarno
(1992) yang menyatakan bahwa sampel yang
baik untuk disimpan dalam jangka waktu
panjang adalah sampel yang memiliki kadar
air kurang dari 10% karena dapat terhindar
dari pencemaran mikroorganisme dan jamur.
Persen kadar air juga digunakan untuk
mengetahui persen bahan kering dan sebagai
faktor koreksi suatu sampel, jika sampel yang
digunakan memiliki lingkungan agrobiofisik
yang berbeda, sehingga dapat dipakai untuk
memperkirakan
jumlah
bahan
yang
dibutuhkan jika ingin mengekstraksi bahan
langsung dalam keadaan basah dan sebagai
koreksi rendemen pada proses ekstraksi.
Menurut Harjadi (1993), penentuan kadar
air dilakukan untuk mengetahui ketahanan
suatu bahan dalam penyimpanan. Air yang
terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu 100-105oC. Dalam
penelitian ini, kandungan air pada sampel
kulit kayu suren dihilangkan dengan cara
pemanasan fisik menggunakan oven pada
suhu 105oC.
Ekstraksi Kulit Kayu Suren
Rendemen ekstrak etanol 70% kulit kayu
suren yang didapat setelah dipekatkan dengan
menggunakan vacuum rotavavor adalah 4.8%
sedangkan rendemen ekstrak air yang
diperoleh sebesar 2.6% (Tabel 1). Banyaknya
rendemen
yang
diperoleh
tersebut
menunjukkan jumlah senyawa yang terekstrak
dan diduga sebagai senyawa bioaktif.
Berdasarkan nilai rendemen, dapat dikatakan
9
Tabel 1 Hasil ekstraksi kulit kayu suren
Pelarut
Etanol
70%
Air
Berat
sampel (g)
250
Berat
ekstrak (g)
12.0123
Rendemen
(%)
4.8
120
3.1104
2.6
bahwa etanol 70% dapat mengekstrak lebih
banyak metabolit sekunder yang terkandung
di dalam kulit kayu suren dibandingkan
ekstraksi menggunakan pelarut air. Hal ini
dapat diperkuat dengan hasil analisis
kandungan fitokimia dari masing-masing
ekstrak.
Ekstraksi bertujuan untuk mengambil zatzat yang terkandung dalam suatu campuran
dengan bantuan pelarut tertentu. Sampel kulit
kayu suren yang diekstrak berbentuk serbuk.
Ini dapat meningkatkan efektifitas ekstraksi
karena semakin kecil atau halus ukuran bahan
yang digunakan maka semakin luas bidang
kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet
& Chuyen 2007).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dengan pelarut etanol 70% dan
metode perebusan dengan pelarut air.
Pemilihan metode maserasi dengan cara
perendaman sampel dilakukan karena metode
ini sederhana dan tidak menggunakan
pemanasan
sehingga
dapat
mencegah
rusaknya senyawa metabolit sekunder yang
tidak tahan terhadap suhu tinggi. Metode
ektraksi lainnya yang digunakan yaitu metode
perebusan yang didasarkan pada kebiasaan
masyarakat yang sering mengkonsumsi bahan
herbal dengan cara diseduh dengan air panas
atau direbus. Metode ini murah dan praktis
sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat
umum.
Ekstrak berupa cairan yang diperoleh
setelah penyaringan kemudian dievaporasi
untuk menguapkan sisa pelarut yang
digunakan sehingga diperoleh ekstrak padatan
berupa serbuk. Pemekatan dilakukan dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40
o
C untuk mencegah kemungkinan terjadinya
kerusakan komponen bahan aktif yang
terkandung di dalam ekstrak. Hasil ekstrak ini
kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
mengetahui kandungan fitokimianya.
Etanol dan air yang digunakan dalam
ekstraksi termasuk golongan pelarut polar,
namun derajat kepolaran air lebih besar
dibandingkan etanol. Senyawa metabolit
sekunder yang mudah larut dalam pelarut
polar diantaranya adalah alkaloid dan
flavonoid. Kedua metabolit ini menyebabkan
suatu tanaman berpotensi sebagai antidiabetes
melalui penghambatan
glukosidase (Sari 2010).
kerja
enzim
-
Uji Fitokimia
Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak
etanol dan air kulit kayu suren (Tabel 2),
ekstrak etanol 70% kulit kayu suren
menunjukkan adanya kandungan alkaloid,
flavonoid, fenolik, saponin, dan tanin.
Sementara hasil uji fitokimia terhadap ekstrak
air kulit kayu suren menunjukkan kandungan
flavonoid, fenolik, dan saponin. Senyawasenyawa tersebut diduga memiliki aktivitas
antioksidan dan penghambatan -glukosidase
yang penting untuk pengobatan penyakit
diabetes.
Winarti & Nurdjanah (2005) menyatakan
bahwa beberapa senyawa fitokimia seperti
karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat,
polifenol, inhibitor protea