Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT TERHADAP
PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI
DI KABUPATEN CIANJUR

ASRI NURFITRIYANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan
Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di
Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Asri Nurfitriyani
NIM H34090042

ABSTRAK
ASRI NURFITRIYANI. Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap
Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh
DWI RACHMINA.
Sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan
pokoknya. Tingginya konsumsi beras tidak didukung dengan pertumbuhan
produksi padi yang stabil sehingga Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan
berasnya secara mandiri. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program
benih bersertifikat untuk meningkatkan produksi padi. Desa Bunisari merupakan
salah satu daerah sentra produksi padi varietas unggul baru (VUB) di Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji
keragaan usahatani padi VUB bersertifikat dan non sertifikat di Kabupaten
Cianjur, (2) menganalisis pengaruh penggunaan padi VUB bersertifikat terhadap

peningkatan produksi dan pendapatan usahatani dibandingkan dengan petani yang
menggunakan benih non sertifikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi
benih padi bersertifikat lebih tinggi daripada benih non sertifikat dengan selisih
sebesar 504.54 kg/ha/musim tanam. Pendapatan atas biaya tunai benih padi VUB
bersertifikat sebesar Rp5 026 392.61 sedangkan benih non sertifikat sebesar Rp 5
525 883.30. Pendapatan atas biaya total untuk kedua jenis usahatani ini sebesar
Rp3 665 488.22 dan Rp1 964 386.43. R/C rasio atas biaya tunai untuk benih
bersertifikat adalah 1.69 dan benih non sertifikat adalah 1.98. R/C rasio atas biaya
total untuk benih bersertifikat adalah 1.42 dan benih non sertifikat adalah 1.21.
Kata kunci: analisis pendapatan usahatani, benih bersertifikat, padi Varietas
Unggul Baru

ABSTRACT
ASRI NURFITRIYANI. The Effect of Using Certified Seeds in Rice Production
and Farm Income in Cianjur Regency. Supervised by DWI RACHMINA.
Most Indonesian people consume rice as a staple food. The high rate of rice
consumption is not supported by steady growth in rice production, so Indonesia
has not be able to fulfill the rice needs autonomosly. Therefore, the government
launched a program of certified seeds to increase rice production. Bunisari village
is one of the central of new high yield rice varieties (VUB) rice producer in

Warungkondang District, Cianjur Regency. This research is aimed to: (1) describe
the rice farming of certified VUB and non certified VUB in Cianjur, (2) analyze
the effect of using certified VUB seeds in increasing rice production and income
compared to the farmers using non-certified seeds. The result is the productivity
of certified seed farm is higher than non certified seed with difference 501.54
kg/ha/season. Revenue from cash costs of certified VUB seed is Rp5 026 392.61,
while for non certified seed is Rp5 525 883.30. The revenue from total cost in
each type of farming is Rp3 665 488.22 and Rp1 964 386.43. R/C ratio based on
cash costs for certified seed is 1.69 and 1.98 for non certified seed. R/C ratio of
the total cost for certified seed is 1.42 and 1.21 for non certified seed.
Keywords: certified seed, farm income analysis, new high yield rice varieties

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT TERHADAP
PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI
DI KABUPATEN CIANJUR

ASRI NURFITRIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan
Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur
Nama
: Asri Nurfitriyani
NIM
: H34090042

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat terhadap Produksi dan
Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Cianjur. Skripsi ini disusun sebagai
tugas akhir dan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Eva Yolynda

Aviny, SP. MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Ir Burhanuddin, MM
selaku dosen penguji perwakilan komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Di
samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Asiah Nurdin dari Penyuluh
Pertanian Warungkondang wilayah binaan Desa Bunisari, Jajang Abdullah selaku
ketua gapoktan Sari Tani Mandiri yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, papap, adik-adik,
eyang, enin, serta seluruh keluarga besar atas segala dukungan, doa dan kasih
sayangnya. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas
segala dukungan dan bantuan dari teman-teman Agribisnis 46, Budaya dan Seni
2011, dan Tazkia.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Asri Nurfitriyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Benih terhadap Produktivitas dan Produksi
Penggunaan Benih terhadap Pendapatan Usahatani
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Analisis Data
Analisis Pendapatan Usahatani
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Geografis
Keadaan Sosial Ekonomi

Karakteristik Responden
KERAGAAN USAHATANI PADI VUB
Pemilihan Varietas dan Benih
Budidaya Padi VUB
ANALISIS USAHATANI PADI VUB
Analisis Penggunaan Faktor Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
viii
viii
1
1
3

4
5
5
5
5
6
8
8
13
15
15
16
16
16
17
18
18
19
21
29

29
30
34
34
42
50
50
50
51
53
58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15
16

17

18
19

20
21
22

Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia tahun
2008-2012
Produksi, konsumsi, dan impor beras di Indonesia tahun 1971-2010
Jumlah penduduk menurut usia di Desa Bunisari
Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Bunisari
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut usia petani padi VUB musim tanam
Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut tingkat pendidikan petani padi VUB
musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut status usahatani petani padi VUB
musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut pengalaman usahatani petani padi VUB
musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut luas lahan petani padi VUB musim
tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Sebaran responden menurut status kepemilikan lahan petani padi
VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata luas lahan dalam hektar untuk budidaya padi
VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata penggunaan benih per hektar musim tanam
Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata dosis penggunaan obat-obatan per hektar
musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata penggunaan tenaga kerja HOK per hektar
musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata penyusutan peralatan per musim tanam
petani padi VUB benih bersertifikat musim tanam Oktober 2012Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan rata-rata penyusutan peralatan per musim tanam
petani padi VUB benih nonsertifikat musim tanam Oktober 2012Februari 2013 di Desa Bunisari
Biaya usahatani padi VUB per hektar musim tanam Oktober 2012Februari 2013 di Desa Bunisari
Perbandingan produksi dan harga penjualan gabah rata-rata
usahatani padi VUB musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di
Desa Bunisari
Penerimaan usahatani padi VUB per hektar musim tanam Oktober
2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Pendapatan usahatani padi VUB per hektar musim tanam Oktober
2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
Nilai R/C rasio usahatani padi VUB per hektar musim tanam
Oktober2012-Februari 2013 di Desa Bunisari

1
2
20
20
21
22
24
25
26
27
28
34
35
38
40
42

42

43
45

46
46
48

23 Return to family labor petani padi VUB musim tanam Oktober
2012-Februari 2013 di Desa Bunisari
24 Return to capital petani padi VUB musim tanam Oktober 2012Februari 2013 di Desa Bunisari

49
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4

5

Kurva fungsi produksi
Pergeseran kurva produksi sebagai dampak teknologi pada input
produksi
Kerangka pemikiran operasional pengaruh penggunaan benih
bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di
Kabupaten Cianjur
Perbandingan rata-rata dosis penggunaan pupuk per hektar yang
digunakan oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat (■) dan
nonsertifikat (□) musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa
Bunisari
Perbandingan rata-rata jumlah pengguna obat-obatan yang digunakan
oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat (
) dan non
sertifikat ( ) musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa
Bunisari

10
11
15

36

38

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5

Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi seluruh
provinsi di Indonesia tahun 2011
Peta Wilayah Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur
Karakteristik responden petani padi VUB di Desa Bunisari
Analisis pendapatan usahatani petani padi VUB benih bersertifikat
per hektar musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa
Bunisari
Analisis pendapatan usahatani petani padi VUB benih nonsertifikat
per hektar musim tanam Oktober 2012-Februari 2013 di Desa
Bunisari

53
54
55
56

57

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
jumlah penduduk sebanyak 237 641 326 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan
penduduk sebesar 1.49% per tahun. Semakin tinggi jumlah penduduk di suatu
negara maka semakin tinggi kebutuhan pangannya. Menurut Timmer 1996, diacu
dalam Amang (2001), tak ada satu negara pun yang dapat mempertahankan proses
pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dulu memecahkan masalah ketahanan
pangan (food security).
Pangan menurut UU No. 7 Tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai bahan
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman1. Tanaman
pangan adalah segala jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan
protein. Tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia adalah padi
karena mayoritas penduduk Indonesia mengonsumsi nasi sebagai makanan
pokoknya. Nasi berasal dari tanaman padi sehingga jumlah produksi padi
berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Tabel 1 menunjukkan
perkembangan produksi padi tahun 2008 hingga 2012 di Indonesia.
Tabel 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia tahun 20082012a
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
Laju
a

Luas panen (ha)
12 327 425
12 883 576
13 253 450
13 203 643
13 445 524b
2.18

Produksi GKG (ton)
60 325 925
64 398 890
66 469 394
65 756 904
69 056 126b
3.25

Produktivitas (ton/ha)
4.89
4.99
5.02
4.98
5.14b
1.13

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) (data diolah); bangka sementara; cdalam % per tahun

Menurut Badan Pusat Statistik (2011) angka konsumsi beras di Indonesia
mencapai 113.48 kg/kapita/tahun. Angka ini turun sebesar 25.7 kg bila
dibandingkan dengan konsumsi beras per kapita sebelumnya yang sebesar 139.15
kg/kapita/tahun. Akan tetapi angka ini masih lebih tinggi daripada konsumsi ratarata beras di dunia yaitu 60 kg/kapita/tahun2. Tingginya angka konsumsi beras
tidak diiringi dengan pertumbuhan produksi beras yang stabil sehingga Indonesia
1

[Anonim]. 2012. Definisi Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) [internet]. [Diakses 2013 Juli 8].
Tersedia pada: http://id.scribd.com/doc/86847427/Definisi-Pangan
2
BPS. 2011. Buletin Statistik BPS Wonosobo Edisi Khusus Juli 2011 [internet]. [Diakses 2013
Februari 22]. Tersedia pada: http://wonosobokab.bps.go.id/BRS/jul11_beras.pdf

2
belum mencukupi kebutuhan pangan nasional secara mandiri. Oleh karena itu,
untuk menutupi defisit kebutuhan beras dalam negeri, setiap tahunnya pemerintah
melakukan impor. Jumlah produksi, konsumsi dan impor beras di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Produksi, konsumsi, dan impor beras di Indonesia tahun 1971-2010a
Kebutuhan beras
Tahun
Produksi (juta ton)
Impor (juta ton)
konsumsi (juta ton)
1971
13.72
14.21
0.52
1980
22.29
21.50
0.54
1990
29.04
30.12
0.19
2000
32.96
35.88
1.50
2010
38.00
38.55
0.95
Lajub
a

0.10

0.21

0.54

b

Sumber : BPS (berbagai tahun) (data diolah); dalam % per tahun

Dampak impor dapat menyebabkan Indonesia ketergantungan kepada pihak
lain. Hal ini dapat menimbulkan rentannya kemandirian pangan dalam jangka
panjang. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan
kembali swasembada beras nasional. Swasembada beras nasional dapat dicapai
dengan meningkatkan dan menjaga kestabilan jumlah produksi beras sesuai
dengan angka kebutuhan. Upaya untuk mencapai tujuan ini salah satunya dengan
menggunakan benih bermutu dari varietas unggul, yang tersedia baik dalam
kualitas maupun kuantitasnya. Benih bermutu adalah benih yang bersertifikat.
Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program benih varietas unggul baru
bersertifikat guna meningkatkan produksi padi di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Jawa Barat merupakan salah satu
sentra produksi padi di Indonesia dengan produksi sebesar 11 633 891 ton atau
17.69% dari total produksi nasional (Lampiran 1). Kabupaten Cianjur merupakan
salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Barat. Pada tahun 2011, Kabupaten
Cianjur memiliki luas panen seluas 125 100 ha, jumlah produksi sebesar 710 696
ton dengan produktivitas sebesar 5.68 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Jawa Barat 2012).
Penerapan metode usahatani yang tepat dipadukan dengan penggunaan
varietas unggul diharapkan dapat meningkatkan produksi padi. Peningkatan
produksi padi diharapkan dapat menyelesaikan masalah kemandirian pangan dan
berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani. Peningkatan
pendapatan petani selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani di
Indonesia.

3
Perumusan Masalah
Benih merupakan faktor produksi yang sangat penting. Berdasarkan
penelitian dan praktik di lapangan, penggunaan benih unggul diakui telah menjadi
salah satu faktor kunci keberhasilan peningkatan produksi (Renstra 2009).
Program benih bersertifikat merupakan salah satu upaya pengawasan mutu benih
sehingga dapat meningkatkan produksi dan berdampak positif terhadap
pendapatan petani.
Benih bersertifikat merupakan benih dari suatu varietas yang telah diketahui
dan diproduksi dengan sistem pengawasan serta standar sertifikasi benih. Benih
ini telah lulus uji lapang maupun laboratorium yang ketat. Tujuannya sertifikasi
benih untuk mempertahankan kemurnian varietas tersebut. Keuntungan
penggunaan benih bersertifikat antara lain: (1) menghemat penggunaan benih per
satuan luas, (2) respons terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis
lainnya, (3) produksi per ha tinggi karena potensi hasil yang tinggi, (4)
kualitas/mutu produksi akan terjamin baik apabila diikuti pelaksanaan pascapanen
yang baik pula, (5) daya ketahanan terhadap hama penyakit, umur dan sifat-sifat
lainnya jelas, (6) waktu panen lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak
(Kartasaputra 1988, diacu dalam Rijoly 2005).
Benih nonsertifikat adalah benih unggul tidak berlabel yang berasal dari
hasil panen petani sendiri atau diperoleh dari petani lainnya atau benih
antarpetani. Adapun kelemahan dari benih padi tidak bersertifikat di antaranya
tidak tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak respon terhadap
pemupukan, pertumbuhan tidak seragam, dan apabila ditanam secara terus
menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan kualitas benih padi.
Hal ini menyebabkan tanaman padi akan mengalami kemunduran sehingga hasil
dan mutunya semakin menurun. Dilihat dari keunggulaannya benih padi
bersertifikat lebih baik, tetapi pada kenyataannya masih terdapat petani di
Kecamatan Labuan Amas Selatan yang menanam benih padi nonsertifikat (Laila
et al. 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Rijoly (2005) menganalisis pengaruh benih
besrertifikat terhadap produksi. Hasil penelitian membuktikan rata-rata produksi
padi per hektar yang menggunakan benih bersertifikat 6 396.45 kg sedangkan
yang menggunakan benih nonsertifikat 6 339.04 kg. Hasil analisis menunjukkan
produksi yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi daripada yang
menggunakan benih nonsertifikat.
Program benih bersertifikat akan menghasilkan produksi yang optimal
apabila didukung dengan teknologi yang menyertainya. Penggunaan benih
bersertifikat ini juga menyebabkan perubahan penggunaan input dan penghematan
biaya usahatani sehingga berdampak positif terhadap penurunan biaya riil petani.
Namun dalam pelaksanaannya, teknologi tersebut tidak diaplikasikan oleh petani
sehingga produksi padi tidak optimal. Hal ini mengakibatkan pendapatan riil
petani benih bersertifikat lebih rendah dibandingkan dengan petani yang
menggunakan benih nonsertifikat (Maryono 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Andini (2012) menunjukkan penggunaan
benih sertifikat di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tidak lebih baik
daripada yang menggunakan benih nonsertifikat. Rendahnya kualitas benih
sertifikat di Kecamatan Banyubiru disebabkan salah penyimpanan benih yang

4
terjadi selama perjalanan distribusi benih hingga sampai ke petani. Selain itu,
harga benih bersertifikat yang mahal membuat para petani memilih alternatif
dengan menggunakan benih nonsertfikat yang didapat dari hasil panen
sebelumnya. Pada umumnya petani hanya sekali menggunakan benih bersertifikat
kemudian pada musim tanam berikutnya menyisihkan sebagian dari hasil
panennya untuk dijadikan benih. Kemudian benih ini dipakai secara berulangulang pada musim tanam berikutnya. Benih ini termasuk ke dalam benih
nonsertifikat.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Maryono (2008) dan Andini (2012)
menunjukkan bahwa pada praktik di lapangan, penggunaan benih bersertifikat
tidak selalu menghasilkan produksi padi yang lebih besar daripada penggunaan
benih nonsertifikat. Penggunaan benih padi bersertifikat diharapkan mampu
menjadi solusi untuk meningkatkan produksi padi dan berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan petani. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan hasil
produksi, diharapkan petani padi menggunakan benih bersertifikat dalam
menjalankan kegiatan usahataninya.
Adanya program benih bersertifikat tidak langsung membuat seluruh petani
padi di Kabupaten Cianjur beralih menggunakan benih bersertifikat. Hal ini
disebabkan umumnya petani sulit menerima perubahan karena mengganggap
usahatani yang sebelumnya sudah menguntungkan. Selain itu, harga benih
bersertifikat lebih mahal daripada harga benih nonsertifikat. Petani merasa
khawatir biaya lebih besar yang dikeluarkan untuk membeli benih bersertifikat
tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka terima sehingga petani tidak
bersedia menerapkan inovasi tersebut. Pola pikir seperti ini yang menjadi salah
satu kendala mengapa sampai saat ini tidak semua petani di Kabupaten Cianjur
menggunakan benih padi bersertifikat dalam kegiatan usahataninya.
Berdasarkan perumusan permasalahan yang ada, hal-hal yang dikaji dalam
penelitian ini antara lain:
1. Apa alasan petani memilih benih padi varietas unggul baru (VUB)
bersertifikat?
2. Bagaimana keragaan usahatani benih padi VUB bersertifikat?
3. Apakah penggunaan benih padi VUB bersertifikat memberikan pengaruh
terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani?

Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah yang ada, tujuan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji keragaan usahatani padi VUB bersertifikat dan nonsertifikat di
Kabupaten Cianjur.
2. Menganalisis pengaruh penggunaan padi VUB bersertifikat terhadap
peningkatan produksi dan pendapatan usahatani dibandingkan dengan
petani yang menggunakan benih nonsertifikat.

5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain:
1. Sebagai sarana pembelajaran, penerapan ilmu dan pengembangan
pengetahuan bagi penulis terhadap kondisi pertanian.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani dalam penggunaan
benih padi bersertifikat dalam kegiatan usahatani.
3. Sebagai bahan informasi dan rekomendasi bagi pemerintah dan pihakpihak terkait mengenai pentingnya sosialisasi penggunaan benih padi
bersertifikat.
4. Sebagai informasi dan pembanding bagi peneliti lain mengenai benih padi
bersertifikat.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan lingkup regional yaitu Desa Bunisari,
Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dengan komoditi padi VUB.
Responden pada penelitian ini adalah petani yang menanam padi VUB dalam
kegiatan usahataninya, baik petani yang menggunakan benih bersertifikat maupun
petani yang menggunakan benih nonsertifikat. Penelitian ini memfokuskan pada
pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan
usahatani petani dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih padi
nonsertifikat. Musim tanam yang diamati dalam penelitian ini yaitu bulan Oktober
2012-Februari 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Benih terhadap Produktivitas dan Produksi
Penelitian yang dilakukan oleh Rijoly (2005) mengenai penggunaan benih
bersertifikat di Desa Leppangang, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang
menghasilkan rata-rata produksi per ha sebanyak 6 396.45 kg sedangkan yang
menggunakan benih nonsertifikat 6 339.04 kg. Hasil analisis menunjukkan petani
yang menggunakan benih bersertifikat produksinya lebih tinggi daripada petani
yang menggunakan benih nonsertifikat. Sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Laila et al. (2012) menunjukkan hasil produksi petani yang
menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi daripada petani yang menggunakan
benih nonsertifikat, yaitu 2 866 kg dan 2 025 kg.
Andini (2012) menganalisis terdapat perbedaan yang nyata dalam
produktivitas benih padi bersertifikat dan nonsertifikat. Rata-rata produktivitas
untuk benih bersertifikat sebesar 0.48 kg/ha sedangkan untuk benih nonsertifikat
sebesar 0.88 kg/ha. Produksi rata-rata per hektar padi yang menggunakan benih

6
bersertifikat sebesar 5 025 kg/ha/musim tanam dalam bentuk gabah kering,
sedangkan penggunaan benih padi nonsertifikat didapat rata-rata hasil produksi
sebesar 8 564 kg/ha/musim tanam. Penyimpanan benih bersertifikat yang tidak
sesuai anjuran yang ditetapkan akan menurunkan kualitas benih sehingga tidak
menutup kemungkinan benih bersertifikat mengalami gagal panen. Kualitas benih
bersertifikat di Kecamatan Banyubiru yang kurang baik mengakibatkan
kepercayaan petani terhadap penggunaan benih bersertifikat menurun. Selain itu,
harga benih bersertifikat yang mahal juga membuat para petani memilih alternatif
dengan menggunakan benih nonsertifikat yang didapat dari hasil panen
sebelumnya.
Hasil penelitian antara penggunaan benih bersertifikat dan nonsertifikat di
Kecamatan Banyubiru menunjukan bahwa hasil produksi yang menggunakan
benih bersertifikat tidak lebih baik dari benih nonsertifikat. Maryono (2008)
melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi
program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,
Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan fungsi
produksi stochastic frontier diperoleh hasil bahwa pada musim tanam I faktorfaktor produksi urea dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata
terhadap produksi. Koefisien jumlah benih bernilai negatif dan memiliki pengaruh
nyata terhadap produksi. Musim tanam II diperoleh hasil bahwa urea, obat-obatan,
dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi.
Sebaliknya jumlah benih-TSP secara nyata berpengaruh terhadap produksi.
Program benih bersertifikat akan menghasilkan produksi yang optimal
apabila didukung dengan teknologi yang menyertainya. Penggunaan benih
bersertifikat ini juga menyebabkan perubahan penggunaan input dan penghematan
biaya usahatani sehingga berdampak positif terhadap penurunan biaya riil petani.
Namun dalam pelaksanaannya, teknologi tersebut tidak diaplikasikan oleh petani
sehingga produksi padi tidak optimal. Hal ini mengakibatkan pendapatan riil
petani lebih rendah dibandingkan petani menggunakan benih nonsertifikat.
Penurunan efisiensi teknis petani program benih bersertifikat rata-rata sebesar
6.935%.

Penggunaan Benih terhadap Pendapatan Usahatani
Rijoly (2005) menganalisis terdapat perbedaan biaya benih yang mencolok
pada petani yang menggunakan benih bersertifikat dengan petani yang
menggunakan benih nonsertifikat. Hasil analisis menunjukkan petani yang
menggunakan benih bersertifikat produksinya sedikit lebih tinggi daripada petani
yang menggunakan benih nonsertifikat. Namun biaya yang dikeluarkan petani
benih bersertifikat lebih besar (Rp2 529 755.18) daripada biaya yang dikeluarkan
petani yang menggunakan benih nonsertifikat (Rp2 397 246.5). Pendapatan bersih
petani yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp5 145 984.82 dan petani
yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp5 209 553.50. Hasil analisis
B/C petani yang menggunakan benih padi bersertifikat lebih kecil daripada petani
yang menggunakan benih padi nonsertifikat, walaupun keduanya sama-sama
menguntungkan (2.03 dan 2.17).

7
Penelitian yang dilakukan oleh Laila et al. (2012) menunjukkan penerimaan
rata-rata yang diterima petani yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp10
889 900.00/ha per satu kali musim tanam sedangkan petani yang mengusahakan
tanaman padi yang menggunakan benih padi nonsertifikat memperoleh penerimaan
rata-rata sebesar Rp7 691 200.00/ha per satu kali musim tanam. Setelah jumlah
penerimaan rata-rata petani yang menggunakan benih bersertifikat dikurangi biaya
total rata-rata sebesar Rp6 796 307.00 akan diperoleh keuntungan rata-rata sebesar
Rp4 092 593.00/ha per satu kali musim tanam. Nilai pendapatan yang diterima
oleh petani yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp1 174 252.00/ha per
satu kali musim tanam.
Hasil penelitian Andini (2012) menunjukkan penerimaan usahatani padi
yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp17 587 500/ha/musim tanam
sedangkan penerimaan usahatani padi yang menggunakan benih nonsertifikat
sebesar Rp29 974 000.00/ha/musim tanam. Biaya total yang dikeluarkan petani
benih sertifikat sebesar Rp7 006 047.00 dan biaya total yang dikeluarkan oleh
petani padi yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar Rp6 792 876.00.
Perbandingan total penerimaan dengan total biaya untuk usahatani padi yang
menggunakan benih padi sertifikat diperoleh rasio R/C sebesar 2.51. Hasil rasio
R/C untuk usahatani yang menggunakan benih nonsertifikat sebesar 4.41.
Rendahnya produktivitas benih padi berpengaruh terhadap hasil produksi.
Selanjutnya hasil produksi berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Podesta (2009) yang berjudul Pengaruh
Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi
Pandan Wangi menunjukkan usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat
lebih efisien secara teknis dibandingkan benih nonsertifikat (0.967 dan 0.713).
Akan tetapi, usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat belum mampu
mencapai efisiensi secara alokatif dan ekonomis. Salah satu penyebab inefisiensi
alokatif adalah karena tidak ada perbedaan harga jual antara padi Pandan Wangi
yang menggunakan benih sertifikat maupun padi Pandan Wangi yang
menggunakan benih nonsertifikat yakni sekitar Rp2 800.00-Rp2 900.00.
Sementara harga benih padi Pandan Wangi sertifikat lebih mahal jika
dibandingkan harga benih padi Pandan Wangi nonsertifikat yakni sebesar
Rp7 000.00-Rp8 000.00. Oleh karena itu, meskipun usahatani padi Pandan Wangi
benih bersertifikat telah mampu mencapai efisiensi teknis yang tinggi, namun
memiliki tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis yang rendah.
Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih
bersertifikat musim tanam I sebesar 4.71 dan usahatani padi Pandan Wangi benih
nonsertifikat sebesar 4.63. Hal ini menunjukkan setiap seribu rupiah biaya tunai
yang dikeluarkan petani usahatani padi Pandan Wangi bersertifikat maka akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp4 710.00 dan Rp4 630.00 bagi petani yang
menggunakan benih nonsertifikat. Begitu pula nilai R/C rasio biaya tunai
usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat musim tanam II sebesar 4.85 dan
usahatani padi Pandan Wangi benih nonsertifikat sebesar 7.54. Nilai R/C rasio
atas biaya total usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat dan nonsertifikat
musim tanam I masing-masing sebesar 2.58 dan 1.95.
Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai
dan biaya total usahatani padi Pandan Wangi baik benih bersertifikat maupun
benih nonsertifikat pada musim tanam II mengalami peningkatan jika

8
dibandingkan pada saat musim tanam I. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya
total MT II lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai dan biaya total MT I.
Bahkan nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih
nonsertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio yang
lain yakni sebesar 7.54. Hal ini disebabkan komponen biaya tunai terbesar berasal
dari biaya benih dan benih yang digunakan merupakan benih nonsertifikat
sehingga harganya lebih murah dibandingkan dengan benih bersertifikat. Kondisi
inilah yang mengakibatkan petani lebih memilih benih nonsertifikat dibandingkan
dengan benih bersertifikat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Menurut Rifai 1960 dalam Tjakrawiralaksa (1983), usahatani adalah setiap
kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan
kepada produksi di lapangan pertanian. Kata istilah usahatani ditulis dengan satu
kata, untuk lebih menekankan makna kepada arti kesatuan organis unsur-unsur
yang dikombinasikan. Kata ini dapat dipakai sebagai pengganti kata asing farm
(bahasa Inggris) atau landbouw-bedrijf (bahasa Belanda). Ilmu usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengombinasikan dan
mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai
dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa
tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu (Daniel,
diacu dalam Suratiyah 2006).
Menurut Hernanto (1996), terdapat empat unsur pokok usahatani, yaitu:
1. Tanah
Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan
faktor produksi lainnya karena distribusi penguasaannya di masyarakat tidak
merata. Tanah mempunyai beberapa sifat, antara lain: luas relatif tetap atau
dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat diperjualbelikan.
Tanah dianggap sebagai salah satu produksi usahatani, meskipun dapat juga
berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani.
2. Tenaga Kerja
Ada tiga jenis tenaga kerja yang dikenal dalam usahatani yaitu tenaga kerja
manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi
tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja dapat diperoleh dari
dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja ternak digunakan untuk
pengolahan tanah dan angkutan. Tenaga kerja mekanik digunakan untuk
pengolahan tanah, pemupukan, pengobatan, penanaman, serta panen.
3. Modal
Menurut pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang digunakan
bersama faktor produksi yang lainnya untuk menghasilkan barang-barang baru

9
yaitu produk pertanian. Modal dalam usahatani adalah tanah, bangunan, alatalat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, piutang di bank, serta uang
tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang
meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan,
uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, dan ikan di kolam.
4. Pengelolaan (manajemen)
Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,
mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang
dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Suratiyah (2006) mengklasifikasi usahatani menurut corak dan sifat,
organisasi, pola, serta tipe usahataninya.
1. Corak dan sifat
Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence.
Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk
sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri.
2. Organisasi
Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Usaha
individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri
beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga
pemasaran ditentukan sendiri. (2) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh
proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian
hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. (3) Usaha kooperatif
ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada
beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya
pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan
saluran.
3. Pola
Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Usahatani khusus
ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya
usahatani tanaman pangan. (2) Usaha tidak khusus ialah usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang
tegas. (3) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa
cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas,
contohnya tumpang sari dan mina padi.
4. Tipe
Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan
usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe
usahatani.

Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan perbedaan jumlah dari faktor
produksi yang digunakan untuk memperoleh sejumlah produksi. Pengertian lain
dari fungsi produksi adalah menunjukkan berapa output yang dapat diperoleh

10
dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda (Hernanto, 1996).
Fungsi produksi mempunyai notasi sebagi berikut:

dimana:
Y
F
X1, X2, X3,…,Xn

= Output (produksi)
= Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor
produksi dengan hasil produksi
= Input-input yang digunakan pada proses produksi

Y (output)

TP

X (input)
Y (output)

APP
X (input)
MPP

Gambar 1 Kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem 1978)

Gambar 1 menunjukkan hubungan input dan produksi mengikuti kaidah
kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns), yaitu setiap tambahan
unit input akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin
kecil dibandingkan dengan unit tambahan input tersebut. Kemudian suatu ketika
sejumlah unit tambahan input akan menghasilkan produksi yang terus berkurang
(Soekartawi et al. 1986).

11
Dampak Teknologi terhadap Fungsi Produksi
Penggunaan benih bersertifikat merupakan salah satu bentuk teknologi
dalam bidang pertanian. Benih bersertifikat merupakan teknologi yang
mempengaruhi kualitas input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani.
Dampak perbaikan teknologi dapat meningkatkan produktivitas, sekalipun dalam
fungsi produksi terdapat kaidah law of diminishing returns. Namun penerapan
teknologi maju diharapkan mampu menghambat penurunan produktivitas
(Soeharno 2006).
Dampak teknologi terhadap fungsi produksi adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan input dengan jumlah yang sama dapat menghasilkan output lebih
besar. Sebelum menggunakan teknologi, jumlah benih yang digunakan sebesar
X1 dan menghasilkan produksi sebesar Y1. Setelah menggunakan teknologi,
yaitu benih bersertifikat, benih dengan jumlah yang sama (X1) dapat
menghasilkan panen yang lebih tinggi (Y2). Pengaruh teknologi menggeser
kurva produksi ke atas (TP1 → TP2).
2. Penggunaan input dengan jumlah lebih sedikit dapat menghasilkan jumlah
output yang sama. Untuk menghasilkan produksi sebesar Y1 diperlukan benih
sebesar X1. Setelah menggunakan teknologi, untuk mempertahankan jumlah
produksi sebesar Y1 dapat menggunakan benih sebesar X2. Sehingga terjadi
penghematan penggunaan input produksi.
3. Penambahan input yang digunakan akan memberikan penambahan jumlah
output yang lebih tinggi (∆Y < ∆X). Selengkapnya disajikan pada Gambar 2.
Y (output)

Y2
∆Y
Y1
TP2
TP1

X (input)
X2

X1

∆X

Gambar 2

Pergeseran kurva produksi sebagai dampak teknologi pada input
produksi

12
Struktur Biaya Usahatani
Biaya usahatani adalah biaya yang digunakan untuk menghitung berapa
sebenarnya pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kerja keluarga
diperhitungkan. Biaya total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai
atau dikeluarkan didalam produksi (Soekartawi 1995). Menurut Hernanto (1996)
ada empat kategori biaya, yaitu:
1. Biaya tetap (fixed costs) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah, penyusutan bangunan
pertanian, dan bunga pinjaman.
2. Biaya variabel (variabel costs) adalah biaya yang besar kecilnya sangat
bergantung pada skala produksi, misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk,
obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Secara matematis dinotasikan sebagai
berikut:
TC = TFC + TVC
yaitu:

TC = total biaya
TFC = total fixed cost
TVC = total variabel cost

3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya
tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel
misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar
keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang
dimiliki petani.
4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian,
sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya
variabel). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = Bt + Bd
yaitu: TC = total biaya
Bt = biaya tunai
Bd = biaya diperhitungkan

Struktur Penerimaan Usahatani
Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al. 1986). Besarnya
proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan
untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani lainnya (Hernanto
1996). Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai
berikut:
TR = Y . Py

13
yaitu: TR
Y
Py

= total penerimaan
= produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
= harga Y

Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya
(Soekartawi 1995). Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima petani. Pendapatan
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

yaitu:
TR
TC

= pendapatan usahatani
= total penerimaan
= total biaya

Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang
dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu:
1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan
produk usahatani.
2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau
dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani
dengan pengeluaran total usahatani.
Menurut Tjakrawiralaksa (1983), pendapatan adalah jumlah yang tersisa
setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar
dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, setelah dikurangkan dari
penerimaan. Pendapatan pengelola terdiri dari 2 unsur, yaitu: (1) imbalan jasa
manajemen, upah petani sebagai pengelola, (2) laba (net profit) merupakan
imbalan bagi risiko usaha. Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau
laba, dalam artian ekonomi perusahaan.

Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di
Jawa Barat. Pada tahun 2011, Kabupaten Cianjur memiliki luas panen seluas 125
100 ha, jumlah produksi sebesar 710 696 ton dengan produktivitas sebesar 5.68
ton/ha. Meskipun Kabupaten Cianjur sudah dapat melakukan swasembada namun
belum mencukupi kebutuhan total nasional. Oleh karena itu, pemerintah
mencanangkan program benih bersertifikat guna meningkatkan produksi padi.

14
Program benih bersertifikat merupakan salah satu upaya pengawasan mutu
benih sehingga dapat meningkatkan produksi dan berdampak positif terhadap
pendapatan petani. Keuntungan penggunaan benih bersertifikat antara lain: (1)
menghemat penggunaan benih per satuan luas, (2) respons terhadap pemupukan
dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya, (3) produksi per ha tinggi karena
potensi hasil yang tinggi, (4) kualitas/mutu produksi akan terjamin baik apabila
diikuti pelaksanaan pasca panen yang baik pula, (5) daya ketahanan terhadap
hama penyakit, umur, dan sifat-sifat lainnya jelas, (6) waktu panen lebih mudah
ditentukan karena masaknya serentak. Akan tetapi, inovasi ini tidak membuat
petani di Kecamatan Warungkondang sebagai daerah sentra produksi padi di
Kabupaten Cianjur, seluruhnya menggunakan benih bersertifikat. Masih banyak
petani yang lebih memilih untuk menggunakan benih nonsertifikat dalam kegiatan
usahataninya. Oleh karena itu, penelitian ini mengidentifikasi alasan petani
memilih benih padi VUB bersertifikat dan bagaimana keragaan usahatani padi
VUB bersertifikat.
Adanya perbedaan faktor produksi yaitu penggunaan benih akan
memengaruhi produksi dan pendapatan petani. Penelitian ini menganalisis
bagaimana struktur biaya yang dikeluarkan dan pendapatan petani padi VUB yang
menggunakan benih bersertifikat dibandingkan dengan petani yang menggunakan
benih nonsertifikat. Faktor-faktor produksi yang diduga memengaruhi produksi
padi yaitu lahan, benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Analisis input
faktor produksi dan output akan menghasilkan analisis pendapatan. Analisis
pendapatan dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan, analisis
R/C rasio, analisis imbalan terhadap tenaga kerja keluarga, dan analisis imbalan
terhadap modal petani. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional disajikan
pada Gambar 3.

15

Masih adanya penggunaan benih padi nonsertifikat di
Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur

Keragaan Usahatani Padi VUB

1.
2.
3.
4.
5.

Input :
Lahan
Benih
Pupuk
Obat-obatan
Tenaga Kerja

Harga

Output

Jumlah

Harga

Biaya

Jumlah
Penerimaan

Pendapatan

Rekomendasi
Gambar 3

Kerangka pemikiran operasional pengaruh penggunaan benih
bersertifikat terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di
Kabupaten Cianjur

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive atau sengaja
dengan pertimbangan Kecamatan Warungkondang merupakan daerah sentra
produksi padi di Kabupaten Cianjur, dan Desa Bunisari merupakan salah satu desa
sentra produksi padi VUB. Adapun waktu yang digunakan untuk melakukan
penelitian ini adalah bulan Maret-April 2013.

16
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari data
monografi Kecamatan Warungkondang, data monografi Desa Bunisari, Dinas
Pertanian Cianjur, Badan Pusat Statistik, instansi pemerintahan terkait, dan
literatur pendukung yang relevan dengan topik penelitian dari berbagai sumber
buku, jurnal, dan internet.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei, hasil pengamatan dan
wawancara langsung kepada petani-petani yang menggunakan benih padi
bersertifikat dan nonsertifikat. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik
wawancara individual, diskusi kelompok dan penyebaran kuesioner.
Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menanam padi VUB di
Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan
sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling. Setiap anggota
populasi memiliki peluang yang sama untuk terilih menjadi sampel. Populasi
petani di Desa Bunisari terdapat 209 orang. Petani yang menanam padi VUB
dalam kegiatam usahataninya terdapat 129 orang, baik yang menggunakan benih
bersertifikat maupun nonsertifikat. Selanjutnya dari total populasi sejumlah 129
orang dipilih 45 orang sampel secara acak. Sampel tersebut setelah diidentifikasi
terdiri atas 21 orang petani yang menggunakan benih bersertifikat, 21 orang petani
yang menggunakan benih nonsertifikat, dan 3 orang petani yang datanya tidak
valid sehingga tidak digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Jadi total sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 42 responden.

Metode Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder. Analisis
kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk mengetahui keragaan usahatani padi
VUB di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan
analisis R/C rasio. Data primer yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan
petani responden diolah dengan bantuan kalkulator dan software Microsoft Office
Excel 2007. Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang
kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan.

17
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan digunakan untuk menganalisis besar keuntungan yang
diterima oleh petani padi VUB di Desa Bunisari. Selanjutnya pendapatan yang
diterima oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima oleh petani yang menggunakan benih nonsertifikat.
Secara umum pendapatan usahatani dihitung dengan mengurangi nilai total
penerimaan dengan nilai total biaya. Analisis pendapatan usahatani meliputi dua
hal, yaitu pendapatan biaya tunai dan pendapatan biaya total. Pendapatan
usahatani secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

dimana :

tunai
total
TR
Bt
TC

= pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani
= pendapatan total atas keuntungan total usahatani
= penerimaan total usahatani
= biaya tunai
= total cost (biaya tunai dan biaya diperhitungkan)

Penerimaan dalam usahatani dibagi dua, yaitu penerimaan tunai dan
penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai
nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan
diperhitungkan adalah hasil produksi yang memiliki nilai jual namun tidak atau
belum dilakukan penjualan yang menghasilkan uang tunai. Penerimaan total
usahatani merupakan penjumlahan antara penerimaan tunai dengan penerimaan
diperhitungkan.
Komponen biaya dalam usahatani dibagi dua, yaitu biaya tunai dan biaya
diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya diperhitungkan meliputi
pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya total usahatani
didefinisikan sebagai semua nilai masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di
dalam produksi, gabungan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan.
Evaluasi besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap
rupiah biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis R/C rasio. Kegiatan usahatani
dikatakan layak apabila nilai R/C rasio lebih besar daripada 1. Semakin tinggi
nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Apabila nilai R/C
rasio lebih besar dari 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya.
Apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari 1, maka setiap tambahan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada
tambahan biaya. Apabila nilai R/C rasio sama dengan 1, maka setiap tambahan
biaya yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh
sehingga memperoleh keuntungan normal. Perhitungan R/C rasio dapat
dirumuskan sebagai berikut:

18

Keberhasilan usahatani dapat juga dilihat dengan cara menghitung Return t