Analisis Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kemiskinan di Indonesia

ANALISIS PENGARUH PENGURANGAN SUBSIDI BAHAN
BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KEMISKINAN DI
INDONESIA

IRENE SUSYLAWATY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kemiskinan di
Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Irene Susylawaty
NIM H14090068

ABSTRAK
IRENE SUSYLAWATY. Analisis Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (BBM) terhadap Kemiskinan di Indonesia. Dibimbing oleh SRI
HARTOYO.
Subsidi BBM di Indonesia telah diterapkan sejak tahun 1970-an, seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi maka secara
langsung akan meningkatkan kebutuhan akan energi. Hal ini menyebabkan
kontribusi subsidi BBM dalam pengeluaran pemerintah cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, dan mendorong pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM
secara bertahap. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak pengurangan
subsidi BBM terhadap kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
model persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square (2SLS), data
sekunder berupa time series periode 1983-2011. Hasil analisis menunjukan bahwa
Apabila subsidi BBM diturunkan sebesar 10 persen akan menyebabkan

peningkatan inflasi sebesar 9.046 persen, jumlah penduduk miskin 0.097 persen,
serta jumlah pengangguran 0.220 persen. Sementara untuk pendapatan nasional
mengalami penurunan sebesar 0.093 persen.
Kata kunci: Subsidi BBM, Kemiskinan, Persamaan Simultan, 2SLS
ABSTRACT
IRENE SUSYLAWATY. Analysis Impact of Decreasing Subsidy Fuel Price
(BBM) to Poverty in Indonesia. Supervised by SRI HARTOYO.
Subsidy fuel price (BBM) in Indonesia has been implementated since
1970’s, along with increasing of population and economic growth have impacted
directly to total energy demand. It increased a budget allocated of subsidy fuel
price in government expenditure for years and forced the government to reduced it
repeatedly. The aim of this study is to analyse impact of decreasing subsidy fuel
price to poverty in Indonesia. This study used simultaneous equation model with
SLS 2 method (Two Stage Least Square Method) and secondary data time series
with observation period ranging from 1983-2011. Results of research showed that
if subsidy fuel price was reduced by 10%, it would increased 9.046% of inflation,
0.097% of poverty population, and 0.220% unemployeement. Also Gross
Domestic Product would decreased by 0.093%.
Keywords: Subsidy Fuel Price, Poverty, Simultaneous Equation Model, SLS 2


ANALISIS PENGARUH PENGURANGAN SUBSIDI BAHAN
BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP KEMISKINAN DI
INDONESIA

IRENE SUSYLAWATY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM) terhadap Kemiskinan di Indonesia

Nama
: Irene Susylawaty
NIM
: H14090068

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah subsidi bahan
bakar minyak, dengan judul Analisis Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (BBM) terhadap Kemiskinan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua Ibu Siauw Moy Chin serta
Oma Oey Bon Nio atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu
ucapan terimakasih juga ditujukan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan saran dalam membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan Bapak
Deni Lubis S. Ag, M.A selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas
kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Undang Ruswanda dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor yang telah
banyak memberikan saran, motivasi, dan membantu dalam pengumpulan data.
4. Teman-teman Ilmu Ekonomi 46 (Merlyn, Nella, Vini, Sonya, Manda, Memel,
Gina) atas kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Teman-teman Komisi Pelayanan Anak (Stefan, Dennis, Diego, Aldy) yang
telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Sahabat penulis (Riri, Athu, Tia, Ina, Gita, Arvin, Surini, Dini, Tari) atas doa

dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Irene Susylawaty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
KERANGKA TEORI
METODE

Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Identifikasi Model
Validasi Model Simulasi
GAMBARAN UMUM
Perkembangan Subsidi BBM
Perkembangan Inflasi Indonesia
Perkembangan Pendapatan Nasional
Perkembangan Jumlah Pengangguran di Indonesia
Kondisi Kemiskinan di Indonesia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendugaan Model Analisis
Hasil Dugaan Persamaan Inflasi
Hasil Dugaan Persamaan Pendapatan Nasional
Hasil Dugaan Persamaan Pengangguran
Hasil Dugaan Persamaan Kemiskinan
Hasil Simulasi Subsidi BBM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
3
4
4
4
5
5
6

6
8
8
9
9
10
10
11
12
13
14
15
16
16
16
17
18
20

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

Identifikasi model persamaan simultan
Hasil dugaan persamaan inflasi
Hasil dugaan persamaan pendapatan nasional
Hasil dugaan persamaan pengangguran
Hasil dugaan persamaan kemiskinan
Hasil simulasi subsidi BBM

5
11
12
13
14
15


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Keterkaitan antar variabel penelitian
Perkembangan belanja subsidi BBM (triliun rupiah)
Perkembangan inflasi Indonesia tahun 1983 – 2011 (persen)
Perkembangan pendapatan nasional Indonesia tahun 1983 – 2011
(milyar rupiah)
5 Perkembangan jumlah pengangguran Indonesia tahun 1983 – 2011
(jiwa)
6 Perkembangan jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 1983-2011
(jiwa)

3
7
8
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data yang digunakan dalam penelitian

19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan sumber energi utama dalam
menunjang kebutuhan konsumsi pada berbagai sektor perekonomian. Perubahan
harga BBM sedikit saja akan berdampak secara langsung mapun tidak langsung
terhadap harga barang lainnya. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan
papan, bahkan hingga pendapatan masyarakat dan kemiskinan akan mengalami
perubahan jika terjadi perubahan harga BBM. Oleh karena itu pemerintah
memberlakukan subsidi BBM untuk membantu masyarakat berpenghasilan
rendah dalam pemenuhan akan energi sehari-hari.
Pengadaan subsidi BBM ini menyebabkan harga di pasar menjadi lebih
murah, sehingga daya beli masyarakat meningkat yang artinya kebutuhan dasar
mereka dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan konsumsi BBM juga semakin
meningkat, sehingga pemerintah harus menambah alokasi anggaran untuk subsidi
BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut jenis
energi, konsumsi energi BBM merupakan konsumsi energi tertinggi di Indonesia,
yang diikuti oleh biomas, gas, listrik dan batubara, Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (2009). Selain itu, untuk memenuhi peningkatan konsumsi
BBM bersubsidi tersebut, pemerintah mengimpor minyak mentah dari luar negeri.
Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak mentah sejak tahun 2004.
APBN yang terus meningkat ini mendorong pemerintah untuk melakukan
kebijakan penurunan subsidi BBM. Apabila subsidi BBM ini diturunkan maka
akan menyebabkan kenaikkan biaya di sektor transportasi sehingga biaya
distribusi barang menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan harga input menjadi
lebih mahal. Selanjutnya, harga barang-barang meningkat dan berdampak pada
penurunan daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemenuhan akan kebutuhan dasar pun tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan
masyarakat menurun dan kemiskinan meningkat.
Jenis BBM yang masih diberikan subsidi hingga kini ada 3 jenis, yaitu
minyak tanah, premium, dan minyak solar. Menurut Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) kelompok yang berhak memperoleh subsidi untuk
minyak tanah yaitu rumah tangga miskin dan usaha kecil. Subsidi premium
diberikan pada angkutan pribadi, angkutan umum, dan angkutan khusus TNI/Polri.
Sementara untuk subsidi minyak solar diberikan pada angkutan pribadi, angkutan
umum, nelayan tradisional dan industri kecil.
Menurut Nugroho (2010) kebijakan subsidi harga BBM yang terus
menerus dilakukan dapat mengganggu kemampuan APBN dalam pembangunan
nasional. Pemerintah Indonesia mulai mengeluarkan subsidi BBM yang besar
ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998, yaitu sebesar 28,61 triliun. Besaran
subsidi BBM cenderung berfluktuasi dan mencapai angka tertinggi pada tahun
2011 sebesar 165,16 triliun. Kontribusi subsidi BBM dalam belanja negara yang
cenderung meningkat dari tahun ketahun ini mendorong pemerintah untuk
mengurangi subsidi BBM secara bertahap. Berdasarkan Keputusan Presiden No.
55/2005, subsidi BBM yang masih tersisa tersebut akan dihapuskan walaupun
waktunya belum ditentukan.

2

Perumusan Masalah
Hasyim (2009) mengemukakan bahwa permasalahan distribusi BBM
Nasional seakan tidak pernah selesai, permasalahan di tingkat politik, di tingkat
kebijakan dan di tingkat operasional. Permasalahan utama sebenarnya terletak
pada masyarakat yang ingin selalu tersedia BBM subsidi secara cukup, sementara
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkeinginan agar biaya
distribusi maupun subsidi harus minimal.
Apabila anggaran subsidi BBM diminimalisasi, maka akan menyebabkan
kenaikan harga BBM. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya biaya sektor
transportasi dan akan menyebabkan biaya distribusi barang akan meningkat.
Peningkatan biaya distribusi tersebut akan menimbulkan biaya input menjadi
lebih mahal. Selanjutnya harga barang-barang di pasar menjadi meningkat dan
berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat khususnya masyarakat
berpenghasilan rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan relevan
yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh yang
ditimbulkan dari pengurangan subsidi BBM terhadap kemiskinan di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang disampaikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis dampak pengurangan subsidi BBM terhadap
kemiskinan di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkkan dapat bermanfaat untuk:
a. Membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan subsidi
BBM yang akan dilakukan dimasa yang akan datang.
b. Sebagai referensi literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berskala nasional dengan menggunakan data sekunder
berupa time series untuk periode 1983 – 2011. Data subsidi BBM yang digunakan
pada penelitian ini adalah data total dari semua jenis BBM yang disubsidi
pemerintah. Sementara untuk kemiskinan, digunakan data total jumlah penduduk
miskin desa dan kota di Indonesia.

3

KERANGKA TEORI
Perubahan harga BBM akan berdampak langsung terhadap peningkatan
biaya sektor transportasi. Peningkatan biaya transportasi ini akan berdampak pada
peningkatan biaya distribusi barang-barang. Selanjutnya biaya input menjadi lebih
mahal dan menyebabkan harga-harga di pasar (inflasi) menjadi meningkat.
Peningkatan harga-harga barang ini berdampak pada penurunan
pendapatan nasional. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat menjadi
menurun. Pemenuhan akan kebutuhan sehari-hari pun menurun sehingga tingkat
kesejahteraan masyarakat berkurang. Fungsi produksi pendapatan nasional
merupakan fungsi dari modal dan tenaga kerja. Oleh karena itu ada keterkaitan
antara variabel pendapatan nasional dengan variabel jumlah pengangguran.
Apabila pendapatan nasional menurun, maka jumlah pengangguran akan
meningkat. Peningkatan jumlah pengangguran ini akan mempengaruhi
peningkatan jumlah penduduk miskin. Penurunan subsidi BBM tidak berpengaruh
secara langsung terhadap kemiskinan.
Rahardjo (2006) menyatakan bahwa jika subsidi BBM dikurangi maka
akan mengakibatkan harga BBM naik. Kenaikan harga BBM ini memicu kenaikan
harga dipasar, yang berarti inflasi meningkat. Daya beli masyarakat pun menurun,
sehingga kemiskinan pun akan meningkat. Penelitian ini menggunakan hipotesis
bahwa pengurangan subsidi BBM akan menyebabkan peningkatan kemiskinan di
Indonesia.
Keterangan:
Variabel Endogen
Variabel Eksogen
Nilai
Tukar

Subsidi
BBM

Inflasi

Jumlah Uang
Beredar

Upah
Minimum
Pendapatan
Nasional

Jumlah
Pengangguran
Populasi

Jumlah
Tenaga Kerja

Jumlah Penduduk
Miskin

Gambar 1. Keterkaitan antar variabel penelitian

Belanja
Pemerintah

4

METODE
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa time series untuk
periode 1983 – 2011. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu
Badan Pusat Statistik (BPS) , Kementrian Keuangan RI, Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), dan International Financial Statistics (IFS).
Semua data yang digunakan menggunakan tahun dasar 2000 serta telah di riilkan
dengan pembagi Indeks Harga Konsumen (IHK).

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan di analisis menggunakan model persamaan
simultan. Model ini terdiri dari beberapa persamaan, yang mana perilaku peubahpeubahnya ditentukan secara bersamaan. Adanya simultanitas ini menyebabkan
penduga parameter dengan metode OLS bersifat tidak konsisten dan bias sehingga
perlu metode penduga alternatif (Juanda 2009). Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Analysis
System (SAS) versi 9.1.3. Model persamaan simultan yang didunakan dalam
penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
(1) Inflasi
INF
= a0 + a1 LNNTR + a2 LNSUBS + a3 LLJUB + a4 LINF
+ a5 LLJPM + a6 T + a7 DUMMY
(2) Pendapatan Nasional
LNPDB
= b0 + b1 LNJTK + b2 LNUMP + b3 LINF + b4 LLPDB +
b5 T + b6 DUMMY
(3) Pengangguran
LNJPENG
= c0 + c1 LNPDB + c2 LNGOV + c3 LNJPM + c4 LLUMP
+ c5 LLJPENG + c6 T + c7 DUMMY
(4) Kemiskinan
LNJPM
= d0 + d1 LNJPENG + d2 LLPDB + d3 LLPOP + d4 LINF +
d5 LLJPM + d6 T + d7 DUMMY
dimana :
INF
= Inflasi Indonesia (persen)
PDB
= Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
(rupiah)
JPENG
= Jumlah Pengangguran (jiwa)
JPM
= Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)
SUBS
= Subsidi BBM (rupiah)
NTR
= Nilai Tukar (rupiah per dollar)
JUB
= Jumlah Uang Beredar (milyar rupiah)
JTK
= Jumlah Tenaga Kerja (jiwa)
UMP
= Upah Minimum Provinsi (rupiah)
GOV
= Total Belanja Pemerintah (rupiah)
T
= Tren / waktu
DUMMY
= Dummy Krisis (1 = krisis, dan 0 = lainnya)
LN
= Logaritma Natural

5
LL
L
�0 , �0 , �0 , �0
�� , �� , �� , ��

= Lag setelah di Ln / tahun sebelumnya ( �−1 )
= Lag / tahun sebelumnya ( �−1 )
= Intersep
= Koefisien regresi ( i = 1, 2, 3,…, n )

Identifikasi Model
Pada model persamaan simultan, identifikasi model ditentukan atas dasar
“order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat
kecukupan. Dalam suatu persamaan dapat terjadi 3 kemungkinan identifikasi,
yaitu persamaan dinyatakan secara tepat (exactly identified), secara berlebih (over
identified), atau tidak teridentifikasi (unidentified). Hasil identifikasi pada setiap
persamaan struktural haruslah memenuhi exactly identified atau over identified
untuk dapat menduga parameter-parameternya. Pada Tabel 1 model persamaan
simultan yang dibangun pada penelitian ini adalah over identified, maka model
dapat diestimasi dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Squares).
Metode ini dapat menghasilkan nilai dugaan parameter yang konsisten, lebih
sederhana, dan lebih mudah (Nanga, 2006). Berikut ini identifikasi persamaan
simultan cara order condition :
a. (K-M) > (G-1) = Over Identified
b. (K-M) = (G-1) = Exactly Identified
c. (K-M) < (G-1) = Unidentified
dimana:
K
: Jumlah variabel dalam model (peubah endogen dan predetermined)
M
: Jumlah variabel eksogen dan endogen dalam model persamaan tertentu
G
: Jumlah variabel endogen dalam model / total persamaan

Tabel 1 Identifikasi model persamaan simultan
Persamaan
K
M
G
Keterangan
Inflasi
17
3
4
Over Identified
Pendapatan Nasional
17
3
4
Over Identified
Pengangguran
17
4
4
Over Identified
Kemiskinan
17
2
4
Over Identified

Validasi Model Simulasi
Setelah persamaan struktural dapat diduga maka dapat dilakukan simulasi.
Tujuan simulasi adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan variabel
eksogen terhadap variabel endogen secara simultan. Sebelum model digunakan
untuk simulasi alternatif kebijakan, perlu dilakukan uji validitas model terlebih
dahulu. Uji validitas model yang sering digunakan adalah kesalahan rataan
kuadrat terkecil (Root Mean Squares Percent Error, RMSPE) dan koefisien
ketidaksamaan Theil (Theil Inequality Coefficient, U).

6
RMSPE adalah rata-rata kuadrat dari proporsi perbedaan nilai estimasi
dengan nilai pengamatan suatu variabel endogen. Jika nilai RMSPE semakin
kecil maka estimasi variabel endogen semakin valid. Nilai statistik RSMPE dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Dimana n, Yts , Yta , berturut-turut adalah jumlah periode pengamatan, nilai
estimasi variabel endogen, dan nilai pengamatan variabel endogen.
Nilai U maksimum bernilai satu dan minimum bernilai nol. Apabila nilai
U semakin mendekati nol maka estimasi variabel endogen dikatakan sempurna.
Jika nilai U=1 maka hasil simulasi semakin buruk. Nilai statistik U dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Dimana ∆Yts dan ∆Yta berturut-turut adalah perubahan nilai estimasi variabel
endogen dan perubahan nilai pengamatan variabel endogen.

GAMBARAN UMUM
Perkembangan Subsidi BBM
Wangke (2012), menyatakan bahwa subsidi BBM merupakan bentuk
tanggungan pemerintah untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat dengan
membayar sebagian harga BBM yang seharusnya dibayar oleh masyarakat atau
kelompok masyarakat tertentu ketika membeli BBM yang didasari kepentingan
hidup orang banyak. Komoditas BBM yang ada di Indonesia terdiri dari 7 jenis
yaitu, avtur, avgas, premium, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan
minyak bakar. Pada tahun 1977, mulai diberlakukan subsidi BBM untuk semua
jenis BBM tersebut. Akan tetapi, mengingat konsumen komoditas BBM jenis
avtur dan avgas merupakan masyarakat golongan menengah ke atas yang
menggunakan jasa penerbangan, maka pada tahun 2000 subsidi untuk jenis BBM
ini dihapuskan.
Pemerintah mengurangi kembali jenis BBM yang mendapatkan anggaran
subsidi. Pada tahun 2001, subsidi BBM untuk jenis minyak diesel dan minyak
bakar dihapuskan. Hal ini dilakukan karena konsumen kedua jenis tersebut adalah
sektor industri dan kapal pelayaran jarak jauh yang berpenghasilan tinggi. Saat ini,
tinggalah 3 jenis BBM yaitu, premium, minyak solar, dan minyak tanah yang
masih mendapatkan subsidi.

7
180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

Subsidi BBM
Sumber : Kementrian Keuangan, 2012 (Diolah)

Gambar 2 Perkembangan belanja subsidi BBM (triliun rupiah)
Pemerintah mulai mengeluarkan subsidi BBM yang besar pada saat terjadi
krisis moneter tahun 1998 yaitu sebesar 28.61 triliun. Angka tersebut meningkat
dibandingkan dengan tahun 1997, sebesar 9.81 triliun. Besaran subsidi BBM terus
berfluktuatif dari tahun ke tahun, hingga mencapai angka tertinggi pada tahun
2011, yaitu sebesar 165.16 triliun. Kontribusi belanja subsidi BBM ini merupakan
salah satu penyebab pengeluaran pemerintah terus meningkat.
Perhitungan nilai subsidi BBM sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 71
tahun 2005, yaitu:
Subsidi BBM = ���� x (����� ������� ��� - ����� ���� ��� )
dimana:
a. ���� merupakan jumlah volume BBM jenis tertentu yang akan di subsidi.
b. ����� ������� ��� merupakan harga yang ditetapkan berdasarkan harga
rata-rata biaya produksi dari kilang-kilang di seluruh dunia atau dikenal
dengan MOPS (Mid Oil Platt’s Singapore) ditambah biaya distribusi dan
margin.
c. ����� ���� ��� merupakan harga jual eceran BBM jenis tertentu yang
ditetapkan melalui Perpres dan selanjutnya mengalami penyesuaian oleh
Kementrian ESDM setelah berkoordinasi dengan Menteri Perekonomian.
Menurut Kementrian ESDM (2006), pengurangan subsidi BBM dapat
dilakukan dengan cara:
1. Pengurangan ���� tertentu, dengan cara:
a. Menghemat pemakaian BBM
b. Mengembangkan energi pengganti (alternatif) BBM
2. Pemilihan harga Patokan BBM yang tepat
a. Menekan biaya distibusi BBM
b. Menghitung harga keekonomian penyediaan BBM
3. Rasionalisasi Harga Jual BBM (upaya terakhir)

8

Perkembangan Inflasi Indonesia
Inflasi merupakan kenaikan harga-harga barang secara terus menerus.
Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi yaitu sisi penawaran (cost-push inflation) dan
sisi permintaan (demand-pull inflation). Cost-push inflation adalah inflasi yang
timbul akibat terjadi kenaikan biaya produksi. Sementara demand-pull inflation
terjadi ketika permintaan agregat meningkat tinggi. Besaran nilai inflasi di
Indonesia sangatlah berfluktuasi dari tahun ke tahun. Rata-rata inflasi dari tahun
1983-2011 adalah sebesar 10.96 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada saat terjadi
krisis tahun 1998 yaitu sebesar 77.63 persen.
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Inflasi
Sumber: BPS, 2012 (Diolah)

Gambar 3 Perkembangan inflasi Indonesia tahun 1983 – 2011 (persen)

Perkembangan Pendapatan Nasional
25000.00
20000.00
15000.00
10000.00
5000.00
0.00

PDB
Sumber: BPS, 2012 (Diolah)

Gambar 4 Perkembangan pendapatan nasional Indonesia tahun 1983 – 2011
(milyar rupiah)

9
Jumlah pendapatan nasional dapat dilihat melalui banyaknya jumlah
produksi. Hal ini menunjukan, adanya keterkaitan antara besarnya jumlah
pendapatan nasional dengan jumlah input produksi. Pada fungsi produksi
pendapatan nasional merupakan fungsi dari modal dan tenaga kerja. Kondisi
pendapatan nasional Indonesia cenderung menurun setelah terjadi krisis moneter.
Pendapatan nasional Indonesia meningkat tinggi saat terjadinya krisis tahun 1998.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, peninggatan pendapatan nasional di
tahun tersebut sebanyak 300 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 1997.

Perkembangan Jumlah Pengangguran Indonesia
Penduduk usia kerja menurut BPS adalah penduduk yang telah berusia 15
tahun. Penduduk usia kerja tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Dumairy (1996) mengungkapkan bahwa
pertumbuhan angkatan kerja yang cepat akan membawa beban bagi perekonomian.
Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan
pekerjaan akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja menurun. Hal ini
menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran dari tahun ketahun. Jumlah
pengangguran di Indonesia terus berfluktuasi hingga mencapai jumlah terbesar
yang terjadi pada tahun 2006 yaitu sebanyak 10.932 juta jiwa. Namun setelah
tahun 2006 tersebut jumlah pengangguran cenderung menurun hingga tahun 2011.
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0

Jumlah Pengangguran
Sumber: BPS, 2012 (Diolah)

Gambar 5 Perkembangan jumlah pengangguran Indonesia tahun 1983 – 2011
(jiwa)

Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan penduduk yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kebutuhan dasar minimum yang harus terpenuhi yaitu kebutuhan dasar minimum
makanan dan kebutuhan non makanan. Kebutuhan dasar minimum makanan
adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori

10
per orang per hari. Sementara untuk kebutuhan non makanan seperti perumahan,
pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan tidak
alami. Faktor alami disebabkan oleh faktor lingkungan yang miskin akan sumber
daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak memadai, bencana alam dan
lainnya. Sementara faktor tidak alami disebabkan oleh korupsi, kesalahan
kebijakan ekonomi, kondisi politik dan sosial tidak stabil dan lainnya. Kemiskinan
di Indonesia seringkali disebabkan oleh faktor tidak alami, dimana terjadi
kesalahan dalam pemberlakuan kebijakan ekonomi.
Jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi saat terjadi krisis tahun 1998
mencapai angka 49.50 juta jiwa atau sekitar 24.2 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Pada Gambar 5 angka ini terus berfluktuasi hingga tahun 2011
cenderung menurun menjadi 30.02 juta jiwa diiringi dengan terjadinya
peningkatan belanja subsidi BBM.
60000000
50000000
40000000
30000000
20000000
10000000
0

Jumlah Penduduk Miskin
Sumber: BPS, 2012 (Diolah)

Gambar 6 Perkembangan jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 1983 – 2011
(jiwa)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendugaan Model Analisis
Model persamaan simultan yang digunakan dalam penelitian ini telah
sesuai dengan teori ekonomi. Nilai koefisien determinasi ( R2 ) pada masingmasing persamaan seluruhnya > 0.50 yang artinya telah memenuhi kesesuaian
model (Goodness of Fit). Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik suatu model.
Hasil uji F keseluruhan menunjukkan nilai < 0.05 (lebih kecil dari taraf nyata 5
persen) sehingga dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada satu variabel dalam
persamaan yang berpengaruh secara signifikan. Selanjutnya, untuk nilai DurbinWatson (DW) secara keseluruhan menunjukkan nilai pada rentang 1.55 < DW <
2.46 maka berdasarkan kriteria keputusan uji statistik DW tidak terdapat masalah
autokorelasi pada model.

11
Hasil Dugaan Persamaan Inflasi
Nilai koefisien determinasi (R2 ) dalam persamaan Inflasi yaitu sebesar
0.6659. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 66.59 persen keadaan aktual dapat
dijelaskan dalam model sedangkan 33.41 persen dijelaskan faktor lain di luar
model. Berdasarkan hasil dugaan, terlihat bahwa variabel nilai tukar, jumlah uang
beredar tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin tahun sebelumnya, dan tren
berpengaruh nyata atau signifikan terhadap inflasi. Pada Tabel 2 dihasilkan nilai
probabilitas variabel-variabel tersebut lebih rendah dari taraf nyata yang
digunakan yaitu 10 persen atau 0.1. Sementara untuk variabel subsidi BBM,
inflasi tahun sebelumnya, dan krisis tidak berpengaruh nyata atau signifikan
terhadap inflasi.
Tabel 2 Hasil dugaan persamaan Inflasi
Variabel
Parameter Dugaan
Konstanta
-415.512
LNNTR
40.525
LNSUBS
-1.041
LLJUB
82.717
LINF
-0.034
LLJPM
-20.868
T
-8.057
DUMMY
-11.458
F-hit = 0.001 ; R² = 0.6659 ; DW = 1.613

Probabilitas
0.0876
0.0011*
0.3725
0.0003*
0.4136
0.0925*