Studi Morfologi Serta Perlakuan Invigorasi Dan Pengurangan Pupuk N Untuk Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Kacang Bambara

STUDI MORFOLOGI SERTA PERLAKUAN INVIGORASI
DAN PENGURANGAN PUPUK N UNTUK MENINGKATKAN
HASIL DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA

SOPHIA FITRIESA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Morfologi serta
Perlakuan Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan
Mutu Benih Kacang Bambara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015

Sophia Fitriesa
NIM A251120031

RINGKASAN
SOPHIA FITRIESA.Studi Morfologi serta Perlakuan Invigorasi dan Pengurangan
Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Kacang Bambara.
Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan ABDUL QADIR.
Kacang bambara merupakan tanaman yang berpotensi tinggi untuk
dikembangkan karena tahan kekeringan serta toleran pada lahan miskin hara
walaupun memiliki keragaman morfologi yang tinggi dan produktivitas yang
rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi
tanaman, pertumbuhan, dan potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang warna
testa hitam keunguan serta mengevaluasi pengaruh invigorasi dan pengurangan
pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih kacang bambara.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang, rumah kaca
Cikabayan, dan Laboratorium Kesehatan Benih, Fakultas Pertanian, IPB Darmaga
mulai bulan Juni 2013 sampai Maret 2014. Benih kacang bambara yang

digunakan dalam percobaan ini berasal dari aksesi Sumedang warna testa hitam
keunguan. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa berdasarkan karakter
morfologi yang diamati kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
memiliki bentuk daun lanceolate, warna daun dan tangkai hijau terang, warna
bunga kuning, dan bentuk kanopi semi bunch.
Penelitian kedua terdiri atas tiga bagian percobaan. Percobaan pertama dan
kedua bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi fungisida yang non fitotoksik
pada benih serta tidak menekan kemampuan tumbuh bakteri Rhizobium sp.
Konsentrasi fungisida terbaik yang didapatkan pada percobaan pertama dan kedua
digunakan pada percobaan ketiga yang menggunakan rancangan petak terbagi.
Faktor pertama sebagai petak utama adalah dosis pupuk N yang terdiri atas 0 kg N
ha-1, 15.35 kg N ha-1, 30.70 kg N ha-1, 46.04 kg N ha-1, dan 61.39 kg N ha-1,
sedangkan anak petak adalah perlakuan invigorasi benih yang terdiri atas kontrol,
matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida, matriconditioning plus
Rhizobium sp., dan matriconditioning plus fungisida. Arang sekam sebagai media
matriconditioning diperoleh dengan mengeringkan, menghaluskan, menyaring
(0.5 mm), dengan perbandingan benih: arang sekam: air 5:3:3 yang dilakukan
pada suhu 25 oC selama tiga hari. Rhizobium sp. dan atau fungisida benomil
diinkorporasikan ke dalam matriconditioning sebelum tanam.
Pemberian fungisida benomil dengan konsentrasi 0.05% merupakan

perlakuan terbaik yang memiliki jumlah koloni bakteri Rhizobium 1.53x107
cfu/ml dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (1.66x107 cfu/ml). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus Rhizobium
sp. dan fungisida menunjukkan pertumbuhan vegetatif, hasil, dan mutu benih
yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan fungisida yang
diintegrasikan ke dalam matriconditioning dapat mengurangi tingkat infeksi
penyakit pada benih. Pemupukan N dengan dosis setengah dari dosis optimum
(30.7 kg N ha-1) menunjukkan hasil terbaik pada peubah produksi benih dan tidak
berbeda nyata dengan dosis optimumnya (61.39 kg N ha-1), sehingga dapat
menghemat penggunaan pupuk N.
Kata kunci : benomil, fungisida, matriconditioning, pemupukan, Rhizobium sp.

SUMMARY
SOPHIA FITRIESA. Study of Morphology, Invigoration Treatment and
Reduction of N Fertilizer in Improving Yield and Quality of Bambara Groundnut
Seed. Under direction of SATRIYAS ILYAS and ABDUL QADIR.
Bambara groundnut can be cultivated in marginal land, however, its
productivity is still low and it has a high morphological diversity. In order to
increase productivity, high quality seed must be used. The objective of the
experiment was to study morphology of bambara groundnut of Sumedang

accession with black purplish testa, and to evaluate the effects of seed invigoration
using matriconditioning plus Rhizobium sp. and fungicide and reduction of N
fertilizer on plant growth, yield, and quality of bambara groundnut seed.
The experiment was conducted at Experimental Station in Cikarawang,
Green house Cikabayan, and Seed Health Laboratory, Bogor Agricultural
University from June 2013 until March 2014. Seeds were harvested from a
farmer’s field in Sumedang, June 2013. The result of the first experiment showed
that the morphology of bambara groundnut of Sumedang accession with black
purplish testa has lanceolate leaf with green colour, yellow flower, and semi
bunch canopy.
This experiment was arranged in a Split Plot Design. The first factor is N
fertilizer. Four levels of N fertilizer used were 0 kg N ha-1, 15.35 kg N ha-1, 30.70
kg N ha-1, 46.04 kg N ha-1, and 61.39 kg N ha-1. The second factor was seed
invigoration. Seed invigoration consisted of untreated, matriconditioning plus
Rhizobium sp. and fungicide, matriconditioning plus Rhizobium sp., and
matriconditioning plus fungicide. Matriconditioning was conducted using ratio of
seeds to carrier (burned rice hull passed through 0.5 mm screen) to water 5:3:3 (g)
at 25oC for 3 days. Rhizobium sp. and or benomyl fungicide were either applied
on seeds just before planting or incorporated in matriconditioning.
Result of the pre experiment showed that 0.05% was the best

concentration of benomyl and used for main experiment. Result of the main
experiment indicated that matriconditoning plus Rhizobium sp. and fungicide
improved plant growth (number of leaves, number of stem, nodule dry weight,
root dry weight, and leaf dry weight), yield (weight of seed), and seed vigor
(index of vigor). Matriconditioning plus fungicide treatment significantly
decreased the infection level of diseases on seed. Fertilizer application at the rate
of 30.7 kg N ha-1 (half of the optimum dose) was recommended for bambara
groundnut because showing the best result in fresh weight of pods, dry weight of
pods, and weight of seed.
Keywords: benomyl, fertilization, fungicide, matriconditioning, Rhizobium sp.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI MORFOLOGI SERTA PERLAKUAN INVIGORASI
DAN PENGURANGAN PUPUK N UNTUK MENINGKATKAN
HASIL DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA

SOPHIA FITRIESA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Heni Purnamawati,MSc.Agr


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan berkah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak
bulan Juni 2013 sampai Maret 2014 ini ialah “Studi Morfologi serta Perlakuan
Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih
Kacang Bambara”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
dan Dr. Ir. Abdul Qadir, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada ibu, ayah, suami, seluruh keluarga dan
sahabat atas dukungannya, serta kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
atas beasiswa DIKTI yang penulis terima.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, November 2015

Sophia Fitriesa


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1

2

STUDI MORFOLOGI, PERTUMBUHAN, DAN POTENSI HASIL KACANG
BAMBARA AKSESI SUMEDANG TESTA HITAM KEUNGUAN
3
Pendahuluan
3
Tujuan
4
Bahan dan Metode
4
Hasil dan Pembahasan
5
Simpulan
14
PERLAKUAN INVIGORASI BENIH DAN PENGURANGAN PUPUK N
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN, HASIL, DAN MUTU
BENIH KACANG BAMBARA
Pendahuluan
Tujuan

Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

15
15
16
18
23
40

PEMBAHASAN UMUM

41

SIMPULAN DAN SARAN

44

DAFTAR PUSTAKA


45

LAMPIRAN

51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Pertumbuhan vegetatif kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan
11
Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan 11
Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
13
Pengaruh pemberian konsentrasi fungisida benomil terhadap persentase
kecambah normal non fitotoksik
23
Pengaruh pemberian benomil terhadap jumlah koloni bakteri Rhizobium sp. 25

v

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi, dan
interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman
Pengaruh invigorasi benih terhadap daya tumbuh/petak
Rata-rata panjang tangkai, jumlah daun, dan jumlah tangkai daun kacang
bambara pada berbagai perlakuan invigorasi
Pengaruh invigorasi benih terhadap diameter kanopi tanaman
Pengaruh invigorasi benih terhadap bobot kering tanaman
Interaksi Pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering bintil
akar 8 MST
Pengaruh pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering akar
pada 16 MST
Interaksi pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering akar 16
MST
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi benih, dan
interaksinya terhadap produksi benih
Produksi benih kacang bambara pada berbagai dosis pemupukan N dan
perlakuan invigorasi
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi benih, dan
interaksinya terhadap mutu benih
Mutu benih kacang bambara pada berbagai dosis pemupukan N dan
perlakuan invigorasi
Interaksi pemupukan N dan invigorasi benih terhadap tingkat infeksi
penyakit pada benih

28
29
30
30
31
32
33
34
35
35
37
37
39

DAFTAR GAMBAR
1

Kecambah normal kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
10 HST
6
2 (a) Bentuk daun pada saat field emergence, (b) warna tangkai dan bentuk
daun lanceolate pada umur 4 MST, (c) bentuk kanopi semi bunch, dan
(d) kondisi tanaman menjelang panen
6
3 Keragaan tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
pada umur (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 16 MST
7
4 Akar tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada
(a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 12 MST
8
5 Bunga kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan, (a) kuncup
bunga, (b) bunga menjelang mekar, (c) bunga mekar, dan (d) ginofor
8
6 Polong kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada umur
(a) 14 MST, (b) 17 MST, dan (c) 18 MST
9
7 Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan umur 18
MST (a) setelah dikupas dan (b) setelah proses pengeringan
9
8 Perubahan warna testa benih aksesi Sumedang testa hitam keunguan
10
9 Bobot kering per tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan
12
10 Diagram alir penelitian
17
11 Bentuk kolonisasi bakteri Rhizobium sp. pada media YEMA
19

12 Kecambah normal (a) non fitotoksik (kontrol) dan (b) fitoksik (benomil)
pada kacang bambara
13 Tanaman terserang virus pada 6 MST dan (b) tangkai tanaman terserang
cendawan Sclerotium rolfsii

24
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Komposisi media YEMA
Hasil analisis tanah di lokasi penelitian
Data curah hujan bulan Agustus 2013 sampai Januari 2014
Pengujian kesehatan benih dengan metode blotter test
Penghitungan dosis rekomendasi pupuk N

vii

51
51
51
52
52

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) merupakan tanaman
yang termasuk dalam famili Leguminosae yang umum dikenal dengan nama
Bambara groundnut. Di daerah asalnya, Afrika Barat, tanaman kacang bambara
banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan merupakan tanaman legum
ketiga terpenting setelah kacang tanah (Arachis hypogea) dan cowpea (Vigna
unguiculata) (Howell et al. 1994). Van der Maesen (1992) menyatakan bahwa
protein yang terdapat dalam kacang bambara mengandung methionin yang lebih
tinggi dibanding dengan kacang-kacangan lain. Vurayai et al. (2011) juga
menyatakan bahwa kacang bambara merupakan tanaman yang tahan terhadap
cekaman kekeringan, sehingga mampu berproduksi dengan ketersediaan air yang
terbatas. Berbeda dengan tanaman legum pada umumnya, kacang bambara juga
lebih adaptif dan toleran pada daerah yang kurang subur (Linnemann 1990;
Stephens 2003), oleh karena itu kacang bambara berpotensi untuk dikembangkan
di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif diversifikasi pangan.
Di Indonesia, kacang bambara telah lama beradaptasi dengan baik di
wilayah Bogor, Jawa Barat, Banten, dan pesisir utara Jawa Timur. Distribusi
tanaman banyak ditemukan di kota Bogor dan Gresik. Penanaman di sekitar
Bogor menyebabkan tanaman ini dikenal dengan kacang bogor, sedangkan di
Gresik biasa disebut dengan nama kacang kapri. Secara umum daerah penyebaran
tanaman kacang bambara di Indonesia masih sangat terbatas. Di kalangan petani,
kacang bambara hanya dijadikan tanaman sampingan saja, hal ini disebabkan oleh
daya tumbuh di lapangan dan produktivitasnya yang masih sangat rendah. Hasil
penelitian Toure et al. (2012) di Ivory Coast, Afrika menyatakan bahwa kacang
bambara landraces Manfla hanya menghasilkan daya tumbuh di lapangan sebesar
61.45%.
Benih kacang bambara juga belum diproduksi secara formal oleh petani.
Petani menggunakan benih dari hasil pertanaman sebelumnya. Hingga saat ini
tanaman kacang bambara juga belum mendapat perhatian dari Balitkabi
disamping karena belum adanya benih yang bersertifikat. Menurut Redjeki
(2007), masalah utama dalam peningkatan hasil tanaman kacang bambara adalah
penggunaan benih yang tidak seragam, berumur panjang (4-5 bulan) serta masih
rendahnya produktivitas karena masih banyak potensi genetik yang belum
terungkap. Keragaman genetik yang sangat tinggi pada kacang bambara
memerlukan adanya penggalian informasi mengenai karakteristik morfologi dan
kajian pertumbuhan, perkembangan, serta potensi produksi tanaman kacang
bambara dari tiap aksesi dan warna testa.
Upaya maksimal diperlukan untuk pengembangan kacang bambara yang
cukup potensial ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas kacang bambara adalah dengan penggunaan benih yang bermutu.
Mutu benih dipengaruhi sejak proses produksi, pemanenan, pengolahan,
penyimpanan, distribusi sampai pada perlakuan benih pratanam. Invigorasi adalah
salah satu cara perlakuan benih pratanam yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Matriconditioning merupakan perlakuan
3

2
yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih. Perlakuan
matriconditioning tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor
benih saja, akan tetapi pemanfaatan Rhizobium sp. dan atau fungisida dapat
diinkorporasikan dalam matriconditioning untuk meningkatkan kegunaanya (Ilyas
2012). Menurut Ilyas dan Sopian (2013) perlakuan matriconditioning plus
Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil dibanding
perlakuan invigorasi yang lain dan kontrol.
Penggunaan inokulan mikroba atau pupuk hayati mampu meningkatkan
efisiensi pemupukan dan menekan penggunaan pupuk kimia sintetis yang apabila
digunakan terus menerus dapat berdampak negatif bagi kesehatan tanah dan
menyebabkan kerusakan lingkungan (Eickhout et al. 2006). Pengurangan
penggunaan pupuk kimia khususnya pupuk N atau dengan pemanfaatan mikroba
tanah seperti Rhizobium sp. perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Hasil
penelitian Ilyas et al. (2003) pada benih kedelai, menunjukkan bahwa perlakuan
benih dengan matriconditioning plus inokulan Bradyrhizobium japonicum yang
dikombinasikan Azospirillum lipoferum dan benomil 0.05 % selama 12 jam
terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan meningkatkan
penambatan nitrogen sehingga dapat menghemat pemakaian pupuk N.
Tanaman kacang bambara merupakan tanaman yang rentan akan serangan
penyakit terutama pada kondisi curah hujan tinggi. Kusumawati (2014)
menyatakan bahwa pertanaman kacang bambara mulai mengalami serangan
cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium spp. saat tanaman berumur 6 MST.
Menurut Agarwal dan Sinclair (1996), cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium
spp. merupakan cendawan terbawa benih (seed borne) yang dapat menyebabkan
penurunan viabilitas benih, peningkatan kematian bibit, penurunan hasil,
peningkatan perkembangan penyakit, dan perubahan komponen kimia benih. Oleh
sebab itu, pada penelitian ini selain Rhizobium sp., fungisida dengan bahan aktif
benomil juga diintegrasikan dalam matriconditioning untuk menekan serangan
cendawan. Hasil penelitian Astuti (2009) menunjukkan bahwa perlakuan
matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau
matriconditioning plus fungisida Benlox 0.1% efektif menurunkan tingkat infeksi
Alternaria padwickii pada benih padi.
Informasi mengenai hasil penelitian kacang bambara masih sedikit
terutama yang berkaitan dengan teknologi pengelolaan benih, oleh karena itu
penelitian mengenai perlakuan invigorasi benih diperlukan untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih kacang
bambara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi,
pertumbuhan tanaman, dan potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang warna
testa hitam keunguan, dan juga untuk mengevaluasi pengaruh teknik invigorasi
menggunakan matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida serta
pengurangan pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih
kacang bambara.

2 STUDI MORFOLOGI, PERTUMBUHAN, DAN
POTENSI HASIL KACANG BAMBARA AKSESI
SUMEDANG TESTA HITAM KEUNGUAN
Pendahuluan
Salah satu masalah utama dalam peningkatan hasil kacang bambara adalah
keragaman genetiknya yang tinggi, sehingga benihnya tidak seragam. Sampai saat
ini belum ada varietas dari tanaman kacang bambara, bahkan dari negara asalnya
sendiri masih berupa aksesi. Setiap aksesi kacang bambara memiliki keragaman
dalam warna testa, hilum, dan ukuran benih, namun umumnya benih yang
ditanam di Indonesia berwarna testa hitam. Menurut Redjeki (2007) perbedaan
warna biji disebabkan oleh faktor genetik, namun juga dapat disebabkan oleh fase
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Petani di daerah Sumedang umumnya
menggunakan benih dengan testa berwarna hitam, hitam keunguan, dan cokelat.
Masing-masing warna testa dari aksesi yang sama terkadang memiliki keragaman
terhadap tipe pertumbuhan dan morfologi tanaman.
Kacang bambara termasuk tanaman yang kurang dimanfaatkan
(underutilised crop), oleh karena itu peneliti terus mengembangkan penelitian
terkait kacang bambara dalam mendukung program Bambara Groundnut Network
(BamNET). Upaya karakterisasi koleksi varietas lokal kacang bambara mutlak
diperlukan sebagai dasar pengembangan varietas unggul baru. Karakterisasi
merupakan tahap kegiatan penting dalam upaya mengidentifikasi karakterkarakter penting yang bernilai ekonomis atau menjadi penciri dari varietas yang
bersangkutan. Karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk
daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainnya), karakter agronomis (umur
panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya),
karakter fisiologi (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan
sebagainya), nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, dan sebagainya), marka
isoenzim, dan marka molekuler. Karakter morfo-agronomis telah banyak
dimanfaatkan untuk identifikasi, karakterisasi, serta analisis kekerabatan dan
keragaman genetik berbagai spesies tanaman sejak lama. Karakter ini banyak
digunakan karena sangat mudah diamati dan diukur. Berbagai spesies tanaman
seperti Zingiber spp. (Ravindran et al. 1994), semangka (Szamosi et al. 2009),
melon (Oumouloud et al. 2009), gandum (Dos Santos et al. 2009), dan vigna
(Ghalmi et al. 2010) telah diidentifikasi dan dikarakterisasi berdasarkan karakter
morfologi.
Dalam bidang teknologi benih, upaya untuk mengkarakterisasi tanaman
juga memiliki urgensi dalam kegiatan produksi benih. Roguing merupakan salah
satu kegiatan dalam produksi benih untuk membuang tanaman-tanaman yang
memungkinkan menjadi sumber kontaminan melalui penyerbukan yang tidak
dikehendaki dan atau pencampuran fisik karena kemiripannya (Widajati et al.
2008). Pengetahuan terhadap karakteristik suatu tanaman yang dibudidayakan
(deskripsi varietas) sangat diperlukan untuk mengenali tipe simpang yang ada.
Pelaksanaan roguing dapat dilakukan beberapa kali, terutama pada fase-fase bibit,
fase vegetatif, berbunga, dan berbuah yang sangat berpeluang untuk
mengekspresikan karakter-karakter khas varietas yang dimilikinya.
3

4
Serangkaian penelitian kacang bambara juga telah dilakukan untuk
mengevaluasi potensi hasil tanaman kacang bambara. Redjeki (2003) menyatakan
bahwa tanaman kacang bambara mampu menghasilkan biji kering sebanyak 0.77
ton ha-1 tanpa pemupukan, sedangkan populasi campuran menghasilkan biji kering
2 ton ha-1 lebih tinggi dibanding warna lain yang hanya menghasilkan rata-rata 0.9
ton ha-1 biji kering. Madamba (1995) juga melaporkan bahwa pada kondisi
lingkungan tumbuh marjinal di Zimbabwe dihasilkan 300 kg ha-1, namun pada
kondisi lingkungan tumbuh optimal akan menghasilkan 4 ton ha-1 biji kering.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi hasil kacang bambara
khususnya kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi
tanaman, pertumbuhan tanaman, dan potensi hasil kacang bambara aksesi
Sumedang warna testa hitam keunguan.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Darmaga. Analisis tanah dilakukan di BIOTROP, Tajur, Bogor. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2013 sampai Januari 2014.
Sumber Benih
Benih yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari aksesi Sumedang
dengan warna testa hitam keunguan yang diperoleh dari kelompok tani di Desa
Cilopang Ilir, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang pada tanggal 18 Juni
2013. Benih dipanen pada tanggal 16 Juni 2013, kemudian dikeringkan selama
dua minggu hingga kadar air mencapai ±10% dengan viabilitas awal 91%. Benih
disimpan selama satu bulan pada suhu 16 °C sebelum digunakan untuk penelitian.
Pelaksanaan Percobaan
Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan ditanam
pada tiga petak yang mewakili tiga ulangan. Pengambilan contoh tanah untuk
dianalisis, dilakukan sebelum aplikasi pemupukan. Pengolahan tanah dilakukan
pada dua minggu sebelum tanam kemudian pemberian pupuk kandang ayam
dilakukan pada satu minggu sebelum tanam dengan dosis 10 ton ha-1 (Redjeki
2007). Benih ditanam sebanyak satu benih per lubang tanam bersamaan dengan
pemberian Furadan 3G sebesar 20 kg ha-1 pada lubang tanam. Masing-masing
ulangan ditanam pada petak berukuran 3.5 m x 3.6 m. Jarak antar petak adalah 0.5
m. Penanaman menggunakan jarak tanam 50 cm x 40 cm. Pemupukan dilakukan
pada saat tanam yang diberikan pada lubang di samping setiap lubang tanam.
Pupuk urea diberikan dengan dosis 102.32 kg urea ha-1 , pupuk SP-36 45.5 kg SP36 ha-1 dan pupuk KCl dengan dosis 61.63 kg KCl ha-1. Dosis pupuk didapatkan
berdasarkan hasil analisis tanah dan analisis jaringan tanaman kacang bambara
(Nnadi et al. 1976).

5
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi: penyulaman yang dilakukan pada
dua minggu setelah tanam (MST), pencabutan tanaman yang terserang penyakit,
pembenahan petakan tanaman yang rusak akibat air hujan, penyiangan gulma
yang dilakukan secara manual, dan pembumbunan yang dilakukan bersamaan
dengan penyiangan gulma. Pembumbunan dilakukan di sekitar permukaan tanah
seluas diameter kanopi tanaman, setinggi ± 2 cm. Pembumbunan dilakukan dua
kali yakni pada fase inisiasi bunga dan pembentukan polong, selain itu juga
dilakukan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Profonofos 4 ml/l pada
saat terjadi serangan hama. Kacang bambara siap dipanen jika telah memenuhi
beberapa ciri, diantaranya : daun telah layu menguning kecoklatan bukan karena
penyakit, polong sudah keras, dan jika kulit polong dikupas tampak kulit biji
berwarna gelap. Pemanenan dilakukan saat hari cerah, pada umur 19 MST.
Analisis Data
Analisis data untuk studi morfologi menggunakan metode deskriptif
dengan mengamati dan mendeskripsikan bagian-bagian tanaman yaitu bentuk
daun, warna daun, tangkai daun, akar, bunga, kanopi, polong, serta biji. Analisis
data secara kuantitatif dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi
tanaman. Pertumbuhan vegetatif meliputi jumlah daun trifoliat, panjang tangkai,
jumlah tangkai daun, dan diameter kanopi. Produksi tanaman terdiri atas bobot
basah polong per tanaman dan per m2, bobot kering polong per tanaman dan per
per m2, bobot kering biji per tanaman dan per m2. Pengamatan bobot kering daun,
akar, daun, bunga, dan polong dihitung pada setiap fase perkembangan tanaman
yaitu fase pemunculan kecambah di lapang (field emergence) yang ditandai
dengan munculnya daun pertama di atas permukaan tanah sebesar 50% dari
populasi, fase vegetatif, fase berbunga, fase berpolong sampai panen.
Hasil dan Pembahasan
Tanaman kacang bambara memiliki karakter morfologi yang cukup
beragam yang dapat dilihat dari perbedaan warna testa. Perbedaan warna testa
disebabkan oleh faktor genetik, namun juga dapat disebabkan oleh fase
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Masing-masing warna testa dari aksesi
yang sama pun terkadang memiliki keragaman dalam pertumbuhan dan
morfologi. Pada penelitian ini diamati karakteristik morfologi dan pertumbuhan
kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan. Hasil pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan membutuhkan waktu pemunculan kecambah (field emergence) 10 hari
setelah tanam (HST). Kecambah normal kacang bambara aksesi Sumedang testa
hitam keunguan dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Linneman dan Azam-Ali
(1993) tanaman kacang bambara memiliki tipe perkecambahan hypogeal dimana
benih tanaman ini akan mulai berkecambah pada 7 sampai 15 hari setelah tanam,
sedangkan perkecambahan dari tanaman kacang bambara liar seperti varietas
spontanea tergolong lambat yakni 26-31 hari hingga tak terbatas. Daya tumbuh
dihitung pada 2 MST, berdasarkan hasil pengamatan kacang bambara aksesi
Sumedang testa hitam keunguan memiliki daya tumbuh sebesar 87.8%.
5

6

Gambar 1 Kecambah normal kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan 10 HST
Morfologi Tanaman
Daun. Bentuk daun kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan pada saat field emergence dapat dilihat pada Gambar 2a. Tangkai dan
daun berwarna hijau terang serta memiliki bentuk daun lanceolate yang
menyerupai mata lembing dengan sumbu terlebarnya terletak dekat pangkal dan
berangsur-angsur menyempit ke ujungnya yang lancip (Gambar 2b). Pada umur
10 MST mulai terlihat bentuk kanopi tanaman, berdasarkan pengamatan di lapang
bentuk kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan termasuk
ke dalam tipe semi bunch (Gambar 2c). Tanaman kacang bambara siap dipanen
saat sebagian besar daun telah berubah warna menjadi kuning kecokelatan, layu,
dan kering (Gambar 2d).

Gambar 2 (a) Bentuk daun pada saat field emergence, (b) warna tangkai dan
bentuk daun lanceolate pada umur 4 MST, (c) bentuk kanopi semi
bunch, dan (d) kondisi tanaman menjelang panen

7
Kacang bambara merupakan tanaman herba tahunan dengan panjang
tangkai mencapai 30 cm, bercabang banyak, dan memiliki batang yang berdaun
lateral yang berada di atas permukaan tanah. Menurut Masefield et al. (1969)
kacang bambara memiliki batang yang pendek dan melengkung, tangkai daunnya
panjang dan daunnya tebal, sehingga tanaman ini terlihat seperti seikat daun lebat
yang muncul hampir berasal dari satu titik di tanah. Tanaman ini memiliki daun
trifoliat dengan panjang ± 5cm, tampak merumpun dengan daun yang bertangkai
panjang. Masing-masing aksesi kacang bambara memiliki karakteristik bentuk
terminal daun yang berbeda. Hasil pengamatan Heller et al. (1995) menyatakan
bahwa aksesi kacang bambara yang memiliki warna testa merah dan hitam
memiliki bentuk daun broad sedangkan warna testa cream dan putih memiliki
bentuk daun lanceolate. Menurut Masindeni (2006), warna daun kacang bambara
berkisar antara hijau terang sampai hijau gelap. Kebadumetse (1994)
mengungkapkan bahwa sulit untuk membedakan aksesi kacang bambara
berdasarkan warna daun akan tetapi pada umunya aksesi yang memiliki warna
testa hitam dan merah memiliki warna hijau daun yang lebih tua dibanding
dengan aksesi warna testa cream dan putih yang mempunyai warna hijau lebih
terang. Keragaan tanaman kacang bambara dapat dilihat pada Gambar 3, dimana
semakin tua umur tanaman, jumlah daun dan tangkai semakin bertambah dan
rimbun.

Gambar 3 Keragaan tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan pada umur (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 16
MST
Akar. Tanaman kacang bambara seperti tanaman legum lainnya, dapat
bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen bebas, dengan membentuk bintilbintil akar. Perkembangan akar kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan dapat dilihat pada Gambar 4. Pada 2 MST akar primer sudah terbentuk,
selanjutnya diikuti pertumbuhan akar-akar lateral, rambut akar, dan bintil akar
pada 4 MST. Pada 8 dan 12 MST pertumbuhan akar semakin lebat diikuti
pertambahan bintil akar.

7

8

Gambar 4 Akar tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
pada (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 12 MST
Bunga. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kacang bambara
aksesi Sumedang testa hitam keunguan mulai berbunga pada 39 HST dengan
warna bunga kuning. Gambar 5 menunjukkan stadia awal pembungaan yang
ditandai dengan mulai terbentuknya kuncup bunga pada ketiak daun dengan
tangkai bunga yang berbulu, kuncup bunga tersebut selanjutnya berkembang
hingga bunga mekar. Setelah mengalami penyerbukan bunga akan membentuk
ginofor yang akan masuk ke dalam permukaan tanah dan membentuk polong.
Pada kacang tanah, polong terbentuk di dalam tanah karena ginofornya panjang
dan masuk ke dalam tanah setelah terjadi proses pembuahan, namun pada
tanaman kacang bambara, ginofor lebih pendek dan polong berwarna hijau sering
ditemukan menempel di permukaan tanah. Polong berwarna hijau sangat disukai
tikus, sehingga pembumbunan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman
dan menutup polong agar cepat masak sangat diperlukan. Pembentukan polong
berlangsung selama 30-40 hari setelah bunga mengalami penyerbukan.
.

Gambar 5 Bunga kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan (a)
kuncup bunga, (b) bunga menjelang mekar, (c) bunga mekar, dan (d)
ginofor
Tanaman kacang bambara merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri
(Purseglove 1981). Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Duke et al. (1977)
serta Doku dan Karikari (1971) yang menyatakan bahwa tanaman kacang
bambara memiliki tipe penyerbukan sendiri dan terkadang terjadi penyerbukan
silang melalui perantara semut pada kultivar yang bertipe kanopi terbuka (open).
Lebih lanjut NAS (1979) menyatakan bahwa tanaman yang bertipe kanopi bunch
(kompak) melakukan penyerbukan sendiri sedangkan yang bertipe open
melakukan (menyebar) penyerbukan silang.
Menurut Swanevelder (1998) bunga akan muncul mulai dari 35 hari
setelah tanam (HST) dan berakhir selama tanaman hidup. Hamid (2009)

9
menyatakan bahwa pada umur 56 HST, 75 % tanaman kacang bambara sudah
berbunga dan pada 70 HST tanaman kacang bambara sudah berbunga 100 %,
sedangkan menurut Heller et al. (1995) kacang bambara mulai berbunga pada 4460 HST dan pada 80 HST umumnya 50% tanaman telah berbunga. Aksesi kacang
bambara dengan warna testa cream memproduksi lebih banyak bunga dan
berbunga lebih awal dibanding dengan aksesi kacang bambara warna testa merah.
Polong dan Benih. Kacang bambara aksesi Sumedang warna testa hitam
keunguan mulai berpolong pada umur 9 MST. Warna kulit polong kacang
bambara mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya umur masak polong
yang menunjukkan perubahan warna menjadi coklat gelap (Gambar 6).

Gambar 6 Polong kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada
umur (a) 14 MST, (b) 17 MST, dan (c) 18 MST
Kacang bambara dipanen ketika tanaman sudah mulai berwarna kuning
kecoklatan atau ketika 80% polong sudah masak. Kacang bambara aksesi
Sumedang testa hitam keunguan dipanen pada 19 MST (123 HST). Hal ini sesuai
dengan Heller et al. (1995) yang menyatakan bahwa polong kacang bambara
sudah siap panen pada 120-155 HST. Menurut Linneman dan Ali (1993) kacang
bambara yang bergenotip genjah mencapai tahap mature saat 90 HST, sedangkan
tanaman yang berumur panjang memerlukan 150 HST atau lebih. Pada penelitian
ini polong kacang bambara yang telah dipanen kemudian dikeringkan selama ±14
hari sampai kadar air ±11%. Benih kacang bambara sebelum dan sesudah
pengeringan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan umur 18
MST (a) setelah dikupas dan (b) setelah proses pengeringan
Benih kacang bambara memiliki warna testa yang sangat beragam yakni
putih, cream, kuning, merah, hitam keunguan, cokelat atau hitam, pewarnaan
(corak) juga beragam yaitu burik, bergaris, dan lain lain. Menurut Masefield et al.
9

10
(1969) benih kacang bambara berwarna merah, putih, hitam atau berbintik-bintik
dan memiliki hilum berwarna putih. Menurut Wicaksana et al. (2013) yang
mengamati variasi karakter polong pada berbagai aksesi kacang bambara asal
Jawa Barat, ditemukan adanya variasi pada beberapa karakter diantaranya warna
polong, tekstur polong, dan bentuk polong. Kebanyakan polong kacang bambara
hanya berisi satu biji, namun ada beberapa aksesi yang memiliki polong berisi dua
biji. Bentuk biji pada semua aksesi kacang bambara yakni oval. Aksesi kacang
bambara asal Jawa Barat memiliki warna biji yang beragam yaitu coklat muda,
coklat, coklat tua, hitam kemerahan, hitam kecoklatan, hitam keunguan, dan
hitam. Karakter corak biji kacang bambara asal Jawa Barat juga dapat dibedakan
menjadi polos, sedikit bercak, dan banyak bercak. Ketiga corak ini ditemukan
pada semua aksesi asal Jawa Barat, walaupun corak polos lebih mendominasi.

Gambar 8 Perubahan warna testa benih aksesi Sumedang testa hitam keunguan
Terbentuknya warna hitam keunguan pada testa benih kacang bambara
aksesi Sumedang dapat dilihat pada Gambar 8. Warna testa mengalami perubahan
mulai dari hilum sampai keseluruh permukaan kulit benih. Pada saat benih telah
masak warna akhir yang terbentuk adalah hitam keunguan. Perbedaan warna testa
kacang bambara dapat menentukan produktivitas benih. Berdasarkan hasil
penelitian Redjeki (2007) disimpulkan bahwa benih kacang bambara aksesi Bogor
dan Gresik dengan warna testa hitam memiliki jumlah polong, bobot basah
polong, dan bobot kering polong lebih tinggi dibanding dengan benih warna testa
merah.
Pertumbuhan Vegetatif
Pengamatan pertumbuhan vegetatif kacang bambara aksesi Sumedang
testa hitam keunguan dihitung mulai dari 2 MST sampai 5 MST terhadap 5
tanaman contoh pada masing-masing petak percobaan. Peubah yang diamati
antara lain jumlah daun, jumlah tangkai daun, panjang tangkai daun, dan diameter
kanopi. Pertumbuhan vegetatif kacang bambara dapat dilihat pada Tabel 1.

11
Tabel 1 Pertumbuhan vegetatif kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan
Jumlah daun
Jumlah tangkai
Panjang tangkai (cm)
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
1
2.8
4.4
9.2 12.4 3.4
6.2 11.0 16.2 8.78 15.3 18.72 22.18
2
2.6
4.2
10
13.6 4.0
7.6 12.4 16.6 6.40 15.8 20.08 20.16
3
2.6
5.2
9.6 14.0 4.0
8.4 13.0 17.0 8.18 21.12 22.86 20.56
Rata-rata 2.7
4.6
9.6 13.3 3.8
7.4 12.1 16.6 7.79 17.41 20.55 20.97

Ulangan

Tabel 1 menunjukkan bahwa seluruh peubah pengamatan vegetatif baik
jumlah tangkai, jumlah daun, dan panjang tangkai mengalami peningkatan setiap
minggu. Jumlah daun trifoliat pada 5 MST mencapai rata-rata 13 daun trifoliat,
dengan jumlah tangkai rata-rata 16 tangkai dan panjang tangkai 20.97 cm.
PROHATI (2010) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara memiliki panjang
tangkai hingga 30 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun tanaman kacang
bambara telah memasuki fase pembungaan pada 5 MST panjang tangkai masih
dapat terus tumbuh. Lestari (2014) juga menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif
tanaman kacang bambara terus berlangsung walaupun tanaman sudah memasuki
fase berbunga, akan tetapi panjang tangkai daun juga dapat mengalami penurunan,
hal ini disebabkan karena pada tanaman dilakukan pembumbunan, sehingga
tangkai bagian bawah tertutup tanah. Jumlah daun juga dapat mengalami
penurunan dikarenakan adanya daun yang gugur maupun terserang hama ulat.
Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
mulai diamati pada saat kanopi mulai rimbun yakni pada 10 sampai 15 MST.
Hasil pengamatan terhadap diameter kanopi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
Ulangan
1
2
3
Rata-rata

10 MST
61.64
59.40
66.80
62.61

11 MST
64.70
61.80
67.00
64.50

Diameter kanopi (cm)
12 MST
13 MST
67.10
67.70
62.70
63.20
71.00
69.70
66.93
66.87

14 MST
68.00
64.30
73.30
68.53

15 MST
75.10
70.20
76.80
74.03

Tabel 2 menunjukkan bahwa diameter kanopi cenderung mengalami
peningkatan setiap minggu. Diameter kanopi sampai 15 MST mencapai rata-rata
74.03 cm. Ezedinma dan Maneke (1985) menggolongkan tanaman berdasarkan
diameter kanopi yang diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu bunch (kompak)
jika diameter kanopi kurang dari 40 cm, semi bunch (semi kompak) jika diameter
kanopi antara 40 hingga 80 cm, dan open (menyebar) apabila diameternya lebih
dari 80 cm. Tanaman yang mempunyai tipe menyebar mempunyai periode
pembungaan yang lebih lama dibanding tipe kompak. Berdasarkan pengamatan
diameter kanopi dan penampakannya di lapang, kanopi kacang bambara aksesi
Sumedang testa hitam keunguan tergolong ke dalam tipe semi bunch.
Pertumbuhan tanaman kacang bambara dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Banyak literatur menyebutkan bahwa tanaman kacang bambara termasuk tanaman
yang toleran terhadap kekeringan, namun tanaman ini tetap membutuhkan
kecukupan air pada saat pengisian polong. Kumaga et al. (2003) melaporkan,
11

12
bahwa kekurangan air saat post-flowering pada kacang bambara secara nyata
dapat menurunkan pertumbuhan, menurunkan jumlah polong per tanaman tetapi
tidak pada bobot biji.
Pada dasarnya pertumbuhan tanaman dapat diukur tanpa mengganggu
tanaman, yaitu dengan pengukuran tinggi tanaman atau jumlah daun, tetapi hal ini
sering kurang mencerminkan ketelitian kuantitatif. Akumulasi bahan kering
sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering
mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari
melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan.
Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar,
batang, daun, dan bagian generatif dapat mencerminkan produktivitas tanaman.
Bobot kering tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan dihitung pada setiap fase mulai dari fase field emergence (FE), fase
vegetatif, fase pemunculan bunga, fase pemunculan polong hingga saat panen
yaitu pada umur 19 MST. Tanaman sampel yang didestruksi dipisahkan bagian
daun, batang, akar, bunga, dan polong kemudian dioven pada suhu 60 oC selama
tiga hari dan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Hasil bobot
kering tanaman kacang bambara yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan : FE (field emergence), B (berbunga), P (berpolong)

Gambar 9 Bobot kering per tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa
hitam keunguan
Gambar 9 menunjukkan bahwa bobot kering tanaman kacang bambara
aksesi Sumedang testa hitam keunguan cenderung mengalami peningkatan dari
minggu ke minggu. Bobot kering bunga mulai dihitung sejak pertama kali
tanaman berbunga pada 5 MST dan bobot kering polong mulai dihitung pada 9
MST. Bobot kering total kacang bambara tertinggi tercapai pada 19 MST dengan
bobot kering tanaman 113.12 g. Panen dilakukan pada 19 MST karena keaadaan
pertanaman yang telah menunjukkan ciri siap panen dan kondisi cuaca dengan

13
curah hujan tinggi yang beresiko mengurangi hasil dan mutu benih apabila
dilakukan penundaan panen. Menurut Gardner et al. (1991) hasil panen tanaman
budidaya juga dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan bobot kering total
yang dihasilkan di lapangan.
Potensi Hasil
Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan dipanen pada 19
MST. Tanaman kacang bambara siap dipanen apabila sebagian besar daunnya
telah layu dan rontok. Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam
keunguan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan (g)
Ulangan

Bobot
Bobot basah
Bobot
Bobot
Bobot
polong
basah kering polong kering
biji/tanaman
/tanaman polong/m2
/tanaman polong/m2

1
2
3
Rata-rata
Keterangan:

Bobot
biji/m2

152.93
217.61
52.79
65.62
36.46
47.89
71.88
85.07
28.77
28.39
23.03
20.48
221.15
297.00
81.26
83.91
58.40
59.32
148.65
199.89
54.27
59.31
39.30
42.56
Ketiga ulangan mewakili tiga petakan dengan luas setiap petak 12.6 m2.
Masing-masing petak terdiri atas lima tanaman contoh dan seluruh tanaman
dipanen umur 19 MST.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata bobot basah polong/tanaman adalah
148.65 g dan bobot basah polong/m2 199.89 g, setelah dikeringkan bobot kering
polong/tanaman adalah 54.27 g dan bobot kering polong/m2 59.31 g, sedangkan
setelah polong dikupas bobot biji/tanaman yang dihasilkan adalah 39.3 g dan
bobot biji/m2 42.56 g. Dengan demikian pada penelitian ini, kacang bambara
aksesi Sumedang testa hitam keunguan menghasilkan bobot basah polong
sebanyak 1.99 ton ha-1, bobot kering polong 0.59 ton ha-1 dan bobot biji 0.426 ton
ha-1. Hasil ini lebih rendah dibanding dengan penelitian Lastini (1978) pada
kacang bambara yang menghasilkan bobot kering polong 1.2 ton ha-1 dan hasil
penelitian Stephens (2003) yang melaporkan bahwa pemberian 100 kg TSP/ha 50
kg ZK/ha, dan tanpa pupuk N dapat menghasilkan 1.7 ton ha-1 polong kering
kacang bambara. Sementara itu, Madamba dalam Redjeki (2007) melaporkan
bahwa tanaman kacang bambara pada kondisi lingkungan tumbuh marjinal di
Zimbabwe dihasilkan 300 kg ha-1, namun pada kondisi lingkungan tumbuh
optimum akan menghasilkan 4 ton ha-1 biji kering. Pada penelitian ini panjangnya
umur panen (19 MST) dan rendahnya produktivitas diduga karena menurunnya
curah hujan pada saat pengisian polong yaitu pada bulan November 2013 (186.9
mm/bulan) serta jarak tanam yang cukup rapat. Menurut Redjeki (2007) saat
pengisian polong adalah saat kritis bagi tanaman kacang bambara. Kekurangan air
dapat mengakibatkan polong menjadi sedikit, karena ginofor mengering sebelum
terbentuk polong. Duke et al. (1977) melaporkan bahwa produksi terbaik kacang
bambara dicapai pada kondisi lingkungan yang bersuhu tinggi, curah hujan yang
cukup dan merata selama fase perkecambahan sampai pembungaan.
13

14
Kerapatan tanaman juga dapat memberikan pengaruh terhadap biomassa
tanaman, jumlah polong muda, dan jumlah polong total. Hal ini di karenakan
terdapat persaingan antar tanaman dalam mendapatkan unsur hara dan
pemanfaatan ruang tumbuh. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan
kerapatan tanaman akan diikuti oleh peningkatan kompetisi antar tanaman,
sehingga hasilnya lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryanto et
al. (2002) yang menyatakan bahwa jumlah polong dan biomassa tanaman banyak
didapat pada jarak tanam renggang dibanding dengan jarak tanam rapat. Menurut
Gardner et al. (1991), unsur hara, air, dan cahaya sangat diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase
pertumbuhan, kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil
fotosintesis pada organ-organ tanaman seperti batang, buah, dan biji. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan air,
unsur hara, dan cahaya matahari pada tanaman maka semakin sempurna pula
pembentukan polong tanaman kacang bambara.
Secara umum produktivitas kacang bambara di Indonesia memang masih
tergolong rendah, oleh karena itu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas salah satunya adalah dengan penggunaan benih yang bermutu. Mutu
benih dipengaruhi oleh penanganannya sejak benih diproduksi, pengolahan,
penyimpanan, sampai pada perlakuan benih pratanam. Salah satu usaha untuk
meningkatkan mutu benih adalah dengan perlakuan invigorasi benih yang
percobaannya dilakukan pada bab selanjutnya.
Simpulan
1. Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan membutuhkan
waktu pemunculan kecambah (field emergence) 10 hari setelah tanam
(HST), mulai berbunga 39 HST, mulai berpolong 9 MST, dan dipanen pada
19 MST (123 HST).
2. Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan memiliki bentuk
daun lanceolate, warna daun hijau terang, bentuk kanopi semi bunch, dan
warna bunga kuning.
3. Potensi hasil menunjukkan bobot basah polong 1.99 ton ha-1, bobot kering
polong 0.59 ton ha-1, dan bobot biji 0.426 ton ha-1.

3 PERLAKUAN INVIGORASI BENIH DAN PENGURANGAN
PUPUK N MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN,
HASIL, DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA
Pendahuluan
Invigorasi merupakan perlakuan benih pratanam yang dilakukan untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Benih kacang bambara memerlukan
perlakuan pratanam terlebih dahulu untuk melakukan perkecambahan dengan
baik. Khan et al. (1990) menyatakan bahwa ada banyak cara yang dapat
digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih salah satunya adalah dengan
perlakuan matriconditioning. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih
terkontrol dengan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk
memperbaiki pertumbuhan bibit.
Perlakuan matriconditioning dewasa ini tidak hanya bertujuan untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi pemanfaatan Rhizobium sp.
atau fungisida dapat diinkorporasikan dalam matriconditioning untuk
meningkatkan kegunaanya. Pemanfaatan Rhizobium sp. yang diintegrasikan
dalam matriconditioning untuk meningkatkan mutu benih kacang bambara telah
dibuktikan oleh Ilyas dan Sopian (2013) yang menunjukkan bahwa perlakuan
matriconditioning plus Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan
hasil (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibanding
perlakuan invigorasi yang lain dan kontrol.
Salah satu input produksi yang memperoleh perhatian besar pada dekade
terakhir adalah penggunaan inokulan mikroba atau pupuk hayati yang mampu
meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan penggunaan pupuk kimia sintetis
(Goenadi et al. 1997). Pupuk kimia sintesis dapat memperbaiki kesuburan N tanah
yang kemudian dapat meningkatkan hasil akan tetapi penggunaan yang terus
menerus dapat berdampak negatif bagi kesehatan tanah dan menyebabkan
kerusakan lingkungan (Mosier dan Kroezen 2000; Eickhout et al. 2006), selain itu
harga pupuk kimia relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh oleh petani kecil
yang memiliki penghasilan rendah (Bockman 1997). Pengurangan penggunaan
pupuk kimia khususnya pupuk N atau dengan pemanfaatan mikroba tanah seperti
Rhizobium sp. yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah ini. Rhizobium adalah bakteri yang hidup dalam bintil akar
yang mampu secara kimia menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan
merubahnya menjadi ammonia (NH3) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman
inang untuk tumbuh dan berkembang (Okon dan Labandera 1994).
Teknik invigorasi benih dengan menggunakan matriconditioning plus
bakteri Rhizobium sp. diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan viabilitas dan
vigor benih kacang bambara tetapi juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan kemampuan menambat N2 dari udara, sehingga dapat meningkatkan hasil.
Hasil penelitian Ilyas et al. (2003) pada benih kedelai menunjukkan bahwa
perlakuan benih dengan matriconditioning menggunakan arang sekam plus
inokulan Bradyrhizobium japonicum yang dikombinasikan Azospirillum lipoferum
dan benomil 0.05 % selama 12 jam terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman, hasil, dan meningkatkan penambatan nitrogen sehingga dapat
17

16
menghemat pemakaian pupuk N. Hasil penelitian Faisal (2005) pada benih
kedelai juga menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus B. japonicum
dan A. lipoferum selama 12 jam mampu meningkatkan efisiensi pemupukan
nitrogen sebesar 121.2% atau dapat menghemat pemupukan N sebesar 30.5 kg
urea/ha.
Pada penelitian ini selain Rhizobium sp., fungisida juga akan diintegrasikan
dalam matriconditioning untuk lebih meningkatkan kegunaanya. Fungisida dengan
bahan aktif benomil digunakan pada penelitian ini untuk menekan serangan
cendawan. Menurut Marsh (1977), fungisida benomil sangat ideal untuk tujuan
perlakuan benih karena fungisida ini diaplikasikan dalam bentuk debu atau pasta
dan dapat berpenetrasi pada permukaan benih kemudian terbawa ke dalam
jaringan ketika benih mengimbibisi air dari tanah sewaktu benih ditanam.
Benomil juga dapat menetralisasi enzim dan atau toksin yang terlibat dalam invasi

Dokumen yang terkait

Inokulasi fungi mikoriza arbuskula untuk meningkatkan produktivitas dan mutu benih cabai serta efisiensi penggunaan pupuk P

0 39 155

Perlakuan benih untuk pengendalian penyakit busuk phytophthora, peningkatan hasil dan mutu benih cabai merah

0 4 221

Pengaruh aplikasi pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, produksi serta mutu benih kacang tanah (Arachis hypogaea L.)

0 34 154

Perlakuan benih untuk perbaikan pertumbuhan tanaman, hasil dan mutu benih padi serta pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan pengurangan penggunaan pupuk fosfat

1 29 310

Pengaruh Perlakuan Invigorasi Pada Benih Yang Berbeda Tingkat Masak Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih, Pertumbuhan Tanaman, Dan Hasil Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt)

0 3 104

Studi Fenologi, Morfologi, Dan Penentuan Masak Fisiologi Benih Kacang Bambara (Vigna Subterranea (L) Verdc) Berdasarkan Konsep Photothermal Unit

1 12 83

Perlakuan invigorasi untuk meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida intani-2 selama penyimpanan

3 12 79

Pengaruh aplikasi pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, produksi serta mutu benih kacang tanah

0 6 72

Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.)

1 11 43

Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara Invigoration and Reduction of N Fertilizer in Improving Plant Growth, Yield, and Quality of Bambara Groundnut Seed

0 0 7