Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.)

PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN
INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH
SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG
BAMBARA (Vigna subterranea (L.) Verdc.)

WIDYA KUSUMAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Warna Testa
dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Widya Kusumawati
NIM A24100024

ABSTRAK
WIDYA KUSUMAWATI. Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi
terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Dibimbing oleh SATRIYAS
ILYAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh warna testa (kulit
benih) dan perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih serta
pertumbuhan vegetatif tanaman kacang bambara. Penelitian terdiri atas dua
percobaan yang dilakukan di laboratorium dan kebun percobaan di Institut
Pertanian Bogor dari bulan Maret hingga Juni 2014. Kedua percobaan terdiri atas
dua faktor perlakuan: warna testa dan perlakuan invigorasi. Terdapat empat taraf
warna testa: hitam, ungu, coklat tua, dan coklat muda. Perlakuan invigorasi terdiri

atas kontrol, matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus
fungisida, matriconditioning plus fungisida and Rhizobium sp.. Matriconditioning
dilakukan dengan perbandingan komposisi antara benih, media (arang sekam lolos
saringan 0.5 mm), dan air adalah 5:3:3 (g) pada suhu 25 oC selama 3 hari. Hasil
percobaan di laboratorium menunjukkan perlakuan matriconditioning plus
Rhizobium sp., matriconditioning plus fungisida, matriconditioning plus fungisida
dan Rhizobium sp. meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Hasil percobaan di
lapangan menunjukkan perlakuan matriconditioning plus fungisida dan
Rhizobium sp. atau matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan
warna testa hitam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman.
Kata kunci: matriconditioning, mutu benih, perlakuan benih, Rhizobium sp.

ABSTRACT
WIDYA KUSUMAWATI. Effect of Testa Color and Invigoration on Seed Viability
and Vigor, and Vegetative Plant Growth of Bambara Groundnut (Vigna
subterranea (L.) Verdc.). Supervised by SATRIYAS ILYAS.
The objectives of the research were to evaluate the effects of testa (seed
coat) color and invigoration applied to bambara groundnut seeds on seed
viability and vigor, and vegetative plant growth. Two consecutive experiments
were conducted in the laboratory and the field at Bogor Agricultural University

from March to June 2014. In both experiments, two factors were tested: testa
color and invigoration. There were four color of testa: black, purple, dark brown,
and light brown. Seed invigoration consisted of untreated, matriconditioning plus
Rhizobium sp., matriconditioning plus fungicide, matriconditioning plus fungicide
and Rhizobium sp.. Matriconditioning was conducted using ratio of seeds to
carrier (burned rice hull passed through 0.5 mm) to water of 5:3:3 (g) at 25 oC
for 3 d. Result of the laboratory experiment showed that matriconditioning plus
Rhizobium sp., matriconditioning plus fungicide, matriconditioning plus fungicide
and Rhizobium sp. improved seed viabiliy and vigor. Result of the field experiment
showed that matriconditioning plus fungicide and Rhizobium sp. or
matriconditioning plus Rhizobium sp. applied on the seeds with black testa
improved vegetative plant growth.
Keywords: matriconditioning, Rhizobium sp., seed treatment, seed quality

PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN
INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH
SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG
BAMBARA (Vigna subterranea (L.) Verdc.)

WIDYA KUSUMAWATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas
dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang
Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.)
Nama
: Widya Kusumawati
NIM
: A24100024


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah invigorasi
benih, dengan judul Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap
Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang
Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas MS
selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Nana, Bapak Rahmat, Kak Enen, dan Kak Sophia yang
telah memberikan saran selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih sedalam-dalamnya bagi semua pihak yang telah
mendukung dan memberi semangat selama menyelesaikan karya tulis ini. Semoga
hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Widya Kusumawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.)

2

Warna Testa

3

Matriconditioning

4

METODE PENELITIAN

6


Tempat dan Waktu

6

Bahan dan Alat

6

Rancangan Percobaan

6

Pelaksanaan Percobaan

8

Pengamatan

9


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Percobaan I

10

Percobaan II

14

KESIMPULAN DAN SARAN

21

Kesimpulan

21


Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan invigorasi (I) dan warna testa
(T) terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih kacang bambara
2 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya
berkecambah (%)
3 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering
kecambah normal (g)
4 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan
tumbuh (%/etmal)
5 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju pertubuhan
kecambah (%)
6 Data iklim bulan Maret hingga April 2014 untuk daerah Darmaga,
Bogor
7 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman
pada 9 MST
8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun
trifoliat pada 3 MST
9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun
trifoliat pada 7 MST
10 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun
trifoliat pada 9 MST
11 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah cabang
primer pada 6 MST
12 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap diameter tajuk
pada 7 MST

11
11
12
12
13
14
17
18
18
19
19
20

DAFTAR GAMBAR
1 Warna testa kacang bambara: a. hitam, b. ungu, c. coklat tua, d. coklat
muda
2 Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10
3 Gejala penyakit di pertanaman: a. sclerotia di tanah (kiri), b. cendawan
Fusarium spp. di batang (tengah), c. cendawan Fusarium spp. di akar
(kanan)
4 Organisme pengganggu tanaman: a. ulat penggulung daun (kiri), b.
aphid (kanan)
5 Gejala tanaman yang terinfeksi virus: a. mosaik pada daun, b. tanaman
kerdil
6 Pertanaman kacang bambara pada 9 MST

7
12

15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim harian bulan Maret 2014 di daerah Darmaga, Bogor
2 Data iklim harian bulan April 2014 di daerah Darmaga, Bogor
3 Data iklim harian bulan Mei 2014 di daerah Darmaga, Bogor

24
25
26

4 Data iklim harian bulan Juni 2014 di daerah Darmaga, Bogor
5 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
daya berkecambah (%)
6 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
bobot kering kecambah normal (g)
7 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
kecepatan tumbuh (%/etmal)
8 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
laju pertumbuhan kecambah (%)
9 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
tinggi tanaman pada 9 MST
10 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
jumlah daun trifoliat pada 3 MST
11 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
jumlah daun trifoliat pada 7 MST
12 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
jumlah daun trifoliat pada 9 MST
13 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
jumlah cabang primer pada 6 MST
14 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa
diameter tajuk pada 7 MST

27
terhadap
28
terhadap
28
terhadap
28
terhadap
28
terhadap
29
terhadap
29
terhadap
29
terhadap
29
terhadap
30
terhadap
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang bambara atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai bambara
groundnut merupakan tanaman yang berasal dari bagian utara Nigeria dan
Kamerun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah tropis Afrika tetapi juga
tersebar di Amerika, Australia, Asia Tengah, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Orang Indonesia menyebut tanaman ini sebagai kacang bogor (van der Maesen
1992). Kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) memiliki potensi untuk
dijadikan sumber pangan alternatif di Indonesia karena kandungan gizinya yang
cukup tinggi. Menurut van der Maesen (1992) per 100 g benih kacang bambara
mengandung: protein 18 g, lemak 6 g, karbohidrat 62 g, serat 5 g, dan abu 3 g.
Kacang bambara merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan kering
dan miskin hara walaupun produktivitasnya masih rendah. Mukakalisa et al.
(2013b) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara yang ditanam pada musim
kering dan panas di Namibia memberikan hasil yang lebih tinggi (204.396 sampai
336.535 kg/ha) dibanding musim hujan (57.469 sampai 133.697 kg/ha). Menurut
Swanevelder (1998) produktivitas tanaman kacang bambara yang ditanam pada
kondisi optimum mampu mencapai 4 ton/ha. Kemampuan adaptasi yang baik
menjadikan tanaman ini banyak dibudidayakan oleh petani di dunia.
Warna testa kacang bambara sangat beragam yaitu putih, krem, kuning,
merah, ungu, coklat, dan hitam. Warna testa merupakan salah satu ciri kultivar
yang berpengaruh terhadap sifat agronomik dan hasil tanaman (Linneman dan
Azam-Ali 1993). Kacang bambara yang telah dipilah dan dimurnikan dengan
warna testa hitam memberikan hasil tertinggi dan pertumbuhan tanaman terbaik
dibanding kacang bambara dengan warna testa coklat (Damayanti 1991). Hingga
saat ini benih yang digunakan petani di Indonesia masih dalam populasi campuran
dan tidak seragam. Ketidakseragaman benih baik ukuran dan warna testa yang
berkaitan dengan mutu benih akan memengaruhi hasil tanaman.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah dengan
menggunakan benih yang bermutu. Pengadaan benih bermutu dilakukan mulai
dari tahap produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi.
Penyimpanan benih dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan mutu benih
selama mungkin. Menurut Justice dan Bass (2002) semakin lama benih disimpan
semakin bertambah tua sel-sel dalam benih sehingga permeabilitas membran sel
menurun. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mengganggu
pertumbuhan awal benih.
Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan
benih. Menurut Khan et al. (1990) banyak cara yang dapat digunakan untuk
memperbaiki perkecambahan benih yaitu presoaking, matriconditioning, wetting
and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination.
Perlakuan benih yang terbukti efektif dan paling mudah dilakukan adalah
matriconditioning. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol
dengan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki
pertumbuhan bibit. Perlakuan benih dengan matriconditioning yang diintegrasikan

2
dengan Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil kacang
bambara (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak)
dibanding perlakuan invigorasi lainnya dan kontrol (Ilyas dan Sopian 2013). Pada
penelitian ini perlakuan matriconditioning diintegrasikan dengan fungisida dan
Rhizobium sp. untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan serangan
cendawan di lapangan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi
pada benih kacang bambara yang berbeda warna testa menggunakan
matriconditioning yang diintegrasikan dengan fungisida dan Rhizobium sp.
terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan vegetative tanaman kacang
bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.).

Hipotesis Penelitian
1.
2.

3.

Benih dengan warna testa hitam (T1) memberikan pengaruh terbaik
dibandingkan warna testa ungu (T2), coklat tua (T3), dan coklat muda (T4).
Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3)
memberikan pengaruh terbaik dibandingkan perlakuan kontrol (I0),
matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), dan matriconditioning plus
fungisida (I2).
Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada
benih dengan warna testa hitam (T1) memberikan pengaruh terbaik
dibandingkan perlakuan invigorasi lainnya pada warna testa ungu (T2),
coklat tua (T3), dan coklat muda (T4).

TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.)
Kacang bambara atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai bambara
groundnut merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis Afrika. Budidaya
tanaman ini mirip dengan kacang tanah (Arachis hypogaea). Pada banyak sistem
pertanian tradisional tanaman ini ditumpangsarikan dengan tanaman serealia dan
umbi-umbian. Kacang bambara dilaporkan telah menyebar ke India, Sri lanka,
Indonesia, Filiphina, Malaysia, Selandia Baru, Amerika Selatan, dan sebagian
Brazil (Goli 1997). Walaupun merupakan tanaman yang memiliki nutrisi cukup
tinggi dan dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Afrika, kacang bambara
termasuk salah satu jenis kacang-kacangan minor. Belum banyak penelitian
ilmiah yang mengungkap potensi tanaman ini. Kacang bambara menjadi kurang
diperhatikan karena perluasan produksi kacang tanah di sejumlah wilayah Afrika.
Meskipun demikian kacang bambara merupakan tanaman yang populer

3
dibudidayakan karena ketahanannya terhadap kekeringan dan kemampuannya
untuk berproduksi pada lahan yang miskin hara (Swanevelder 1998).
Tanaman kacang bambara termasuk dalam famili Leguminoceae, subfamili
Papilionaceae dan telah ditemukan sejak abad ke-17. Pada tahun 1763, Linnaeus
mendeskripsikan tanaman ini ke dalam spesies Plantarum dan menamakannya
Glycine subterranea. Kemudian pada tahun 1806, Du Petit-Thouars menemukan
tanaman ini di Madagaskar dan menamakannya Voandzeia subterranea (L.)
Thouars. yang berasal dari bahasa Malagasi ‘voanjo’ yang artinya biji yang dapat
dimakan. Bertahun-tahun kemudian dilakukan penelitian yang menemukan
banyak kemiripan kacang bambara dengan tanaman dari genus Vigna. Penelitian
ini dilakukan oleh Verdcourt pada tahun 1980, sehingga nama botani kacang
bambara diganti menjadi Vigna subterranea (L.) Verdc. (Goli 1997).
Kacang bambara merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi
mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral yang berada di
atas permukaan tanah (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Daun trifoliat dengan
panjang ± 5 cm, petiol dengan panjang sampai 15 cm, tanaman tampak merumpun
dengan daun yang bertangkai panjang, bunga bertipe kupu-kupu yang muncul dari
ketiak daun dengan tangkai bunga yang berbulu. Seperti kacang tanah, setelah
mengalami penyerbukan bunga akan membentuk ginofor yang akan masuk ke
dalam permukaan tanah dan membentuk polong (Swanevelder 1998).
NAS (1979) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara toleran terhadap
curah hujan tinggi kecuali pada fase pematangan polong. Selain itu dilaporkan
pula tanaman akan tumbuh lebih subur pada keadaan tanah yang bertekstur ringan
berpasir atau lempung berpasir karena dapat mempermudah ginofor menembus
tanah. Menurut Linnemann dan Azam-Ali (1993) tanaman ini dapat tumbuh pada
ketinggian 1600 m di atas permukaan laut (dpl) dengan rata-rata curah hujan
musiman 600-750 mm dan untuk hasil yang optimum dibutuhkan rata-rata curah
hujan tahunan 750-900 mm dengan suhu rata-rata 20-28 oC. Tanaman ini tumbuh
baik pada tanah lempung berpasir dengan pH 5.0 sampai 6.5 dan cukup toleran
untuk tumbuh pada tanah yang miskin hara.
Budidaya tanaman ini mirip dengan metode yang biasa digunakan untuk
produksi kacang tanah. Tanaman ini dapat dipanen setelah berumur 3-6 bulan
setelah tanam tergantung kondisi iklim dan tipe kultivar yang digunakan.
Pengaruh waktu panen tanaman ini terhadap hasil tidak seperti kacang tanah,
kacang bambara dapat dipanen pada awal atau setelah matang tanpa kehilangan
hasil yang signifikan. Tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman rotasi
karena memiliki kontribusi terhadap peningkatan nitrogen di dalam tanah yang
dapat digunakan untuk tanaman selanjutnya (NAS 1979).

Warna Testa
Kacang bambara juga membentuk polong dan benih pada atau di bawah
permukaan tanah seperti tanaman kacang tanah. Polong dari tanaman ini
berdiameter ± 1.5 cm berbentuk bulat atau agak oval dan biasanya mengandung
hanya 1 atau kadang 2 benih dalam satu polong. Polong yang belum matang
berwarna hijau kekuningan sedangkan polong yang telah matang berwarna hijau
kekuningan lebih gelap hingga ungu. Setelah fertilisasi tangkai bunga (flower

4
stem) memanjang dan sepal membesar dan membentuk polong di dalam atau di
permukaan tanah. Variasi warna polong dipengaruhi oleh tingkat kematangan,
polong dapat berwarna kuning hingga hitam, dan ungu. Benih kacang bambara
berbetuk bulat, halus, dan sangat keras setelah dikeringkan. Warna benih ini
bervariasi diantaranya krem, coklat, merah, bertutul dengan atau tanpa hilum
berwarna (Swanevelder 1998).
Petani membedakan lot benih kacang bambara berdasarkan penampilan
benihnya. Warna benih kacang bambara sangat bervariasi diantaranya putih, hitam,
merah, coklat, krem dengan warna mata (hilum) yang berbeda. Warna kulit benih
(testa) bisa seragam atau membentuk pola bergaris, bertotol, dan tidak beraturan.
Warna testa merupakan salah satu ciri kultivar yang berpengaruh terhadap sifat
agronomik dan hasil tanaman (Linnemann dan Azam-Ali 1993).
Menurut Hamid (2009) warna testa ungu mendominasi warna testa kacang
bambara. Pemilahan warna testa kacang bambara tidak berpengaruh terhadap
bobot basah brangkasan, jumlah polong per tanaman, bobot basah dan bobot
kering saat pemanenan. Pada penelitian Mukakalisa et al. (2013a) dijelaskan
sebanyak 13 galur lokal yang dikumpulkan dari petani yang kemudian dianalisis
secara genetik menggunakan PCR dan RAPD sebagai penanda molekulernya
menunjukkan dari 13 galur lokal yang dianalisis dengan 5 primer memberikan
hasil yang sangat mirip. Kemiripan ini menunjukkan terjadinya perkawinan antar
galur atau ada kemungkinan satu galur memiliki lebih dari satu nama yang
berbeda.
Damayanti (1991) melaporkan bahwa kacang bambara yang telah dipilah
warna benihnya dan dimurnikan dengan warna testa hitam memberikan
pertumbuhan tanaman dan hasil terbaik yaitu sebesar 62.54 g polong
basah/tanaman. Hasil ini berbeda nyata dengan benih yang berwarna coklat yang
telah dimurnikan yang memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil terendah
yaitu sebesar 32.61 g polong basah/tanaman.

Matriconditioning
Salah satu kendala penggunaan benih bermutu saat ini adalah rendahnya
mutu benih. Pada umumnya benih yang ditanam telah disimpan selama beberapa
lama sehingga mutu benih tersebut menurun. Kemunduran benih adalah proses
mundurnya mutu fisiologis benih yang menyebabkan perubahan yang menyeluruh
dalam benih baik fisik, fisiologis maupun biokimia yang berakibat menurunnya
viabilitas benih (Copeland dan McDonald 2001).
Kemunduran benih merupakan peristiwa alami pada benih yang tidak dapat
dicegah atau dihentikan. Indikasi kemunduran benih dapat diketahui secara fisik
maupun biokimia. Secara fisik benih yang telah mundur mengalami perubahan
warna dan penampakannya umumnya menjadi lebih kusam dan keriput dari
keadaan awal. Secara biokima benih mengalami perubahan struktur protein,
berkurangnya cadangan makanan, terbentuknya asam lemak, adanya kerusakan
membran dan meningkatnya aktivitas respirasi. Kerusakan membran sel akibat
kemunduran akan mengganggu pertumbuhan awal benih (Justice dan Bass 2002).
Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan

5
benih. Menurut Khan et al. (1990) banyak cara yang dapat digunakan untuk
memperbaiki perkecambahan benih yaitu presoaking, matriconditioning, wetting
and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination.
Perlakuan benih yang terbukti efektif dan paling mudah dilakukan adalah
matriconditioning. Matriconditioning berbeda dengan osmoconditioning atau
priming. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan
media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki
pertumbuhan bibit.
Media yang digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat
sebagai berikut: 1. memiliki potensial matriks yang rendah, 2. Tidak larut dalam
air dan dapat utuh selama matriconditioning, 3. kapasitas daya pegang air yang
cukup tinggi, 4. memiliki permukaan yang cukup luas, 5. Merupakan bahan inert
yang tidak beracun terhadap benih, dan 6. mampu menempel pada permukaan
benih. Bahan-bahan yang berkarakteristik seperti itu diantaranya adalah kalsium
silikat, Micro-Cel E , dan Zonolit (vermikulit) (Khan et al. 1990).
Matriconditioning terbukti berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih
kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Matriconditioning mampu menurunkan
waktu perkecambahan dan meningkatkan daya perkecambahan benih serta
meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Khan et al. 1990).
Perlakuan matriconditioning menggunakan abu gosok atau serbuk gergaji tanpa
GA3 dengan perbandingan benih, media, air (9:6:10.5) selama 17 jam dan
(9:5:13) selama 12 jam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai
pada semua periode simpan (0, 8, 16, dan 24 minggu) (Hartini 1997).
Perlakuan peningkatan mutu seperti matriconditioning dapat diintegrasikan
dengan hormon untuk meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan
pestisida, biopestisida, dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan
penyakit benih dan bibit selama awal penanamaan, atau memperbaiki status hara,
pertumbuhan, dan hasil tanaman (Ilyas 2012). Perlakuan matriconditioning
menggunakan arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum selama
12 jam pada suhu kamar terbukti dapat meningkatkan mutu benih dan
pertumbuhan tanaman kedelai. Sifat efektif tersebut ditandai dengan nilai daya
hantar listrik yang rendah dan daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif,
indeks vigor, jumlah nodul, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi benih lainnya
(Ningsih 2003). Perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan
matriconditioning plus Rhizobium sp. terbukti efektif meningkatkan viabilitas
(daya berkecambah dan bobot kering normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan
indeks vigor) benih kacang bambara dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
invigorasi lainnya. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. juga
meningkatkan tinggi tanaman dan hasil kacang bambara (jumlah polong per
tanaman dan bobot basah polong per petak) dibandingkan dengan perlakuan
invigorasi lainnya dan kontrol (Ilyas dan Sopian 2013).

6

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor, Dramaga. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Maret
hingga Juni 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih kacang bambara
(Vigna subterranea (L.) Verdc.) yang terdiri atas empat warna testa yaitu hitam,
ungu, coklat tua, dan coklat muda (Gambar 1). Benih yang digunakan didapat dari
pertanaman petani Desa Pamulihan, Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat. Benih dipanen pada bulan Mei 2013 saat berumur 120 HST. Kadar air
benih sebelum digunakan adalah 11.3% dengan daya berkecambah sebesar 72.8%,
indeks vigor 0%, dan kecepatan tumbuh 9.04 %/etmal. Arang sekam (lolos
saringan 0.5 mm) digunakan sebagai media padat lembab untuk
matriconditioning. Inokulan Rhizobium sp. yang digunakan berupa campuran
inokulan Rhizobium sp. dan tanah gambut yang diperoleh dari BB Biogen, Bogor.
Fungisida yang digunakan memiliki bahan aktif benomil 50% dengan merek
dagang Benlox 50 WP. Pasir digunakan sebagai substrat perkecambahan untuk
pengujian benih. Alat yang digunakan adalah timbangan digital, oven, desikator,
dan alat tulis.

Rancangan Percobaan
Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan I adalah pengujian di
laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi
terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Rancangan lingkungan yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua
faktor perlakuan. Faktor pertama adalah perlakuan invigorasi yang terdiri atas
empat perlakuan yaitu kontrol (I0), matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1),
matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan
Rhizobium sp. (I3). Faktor kedua adalah warna testa yang terdiri atas empat taraf
yaitu hitam (T1), ungu (T2), coklat tua (T3), dan coklat muda (T4) (Gambar 1).
Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3
kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan, masing-masing 25 benih per ulangan.
Jumlah benih yang dibutuhkan untuk percobaan I adalah 1200 butir atau  1.6 kg.
Model matematika yang digunakan dalam penelitian adalah :
Yijk
= μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yij
: pengaruh perlakuan invigorasi ke-i, warna testa ke-j, ulangan ke-k
μ
: nilai rataan umum
αi
: pengaruh perlakuan invigorasi ke-i

7
βj
: pengaruh warna testa ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan invigorasi ke-i dan warna testa ke-j
εijk
: pengaruh galat percobaan
Percobaan II adalah pengujian di lapangan yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kacang
bambara. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Jenis
perlakuan sama seperti yang digunakan pada percobaan I. Setiap perlakuan
diulang 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Model matematika yang
digunakan dalam penelitian adalah :
Yijk
= μ + αi + βj + (αβ)ij + Rk + εijk
Keterangan :
Yij
: pengaruh perlakuan invigorasi ke-i, warna testa ke-j, ulangan ke-k
μ
: nilai rataan umum
αi
: pengaruh perlakuan invigorasi ke-i
βj
: pengaruh warna testa ke-j
Rk
: pengaruh kelompok ke-k
(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan invigorasi ke-i dan warna testa ke-j
εijk
: pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA. Pengaruh yang nyata pada
taraf 5%, dianalisis lanjut menggunakan uji nilai tengah dengan metode Duncan
Multiple Range Test (DMRT).
a

b

c

d

Gambar 1 Warna testa kacang bambara: a. hitam, b. ungu, c. coklat tua, d. coklat
muda

8
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan I: Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap
Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bambara
Benih yang berbeda warna testa diberi perlakuan invigorasi. Perbandingan
komposisi antara benih, arang sekam sebagai media, dan air adalah 5:3:3 (g)
untuk perlakuan matriconditioning (I1, I2, dan I3) yang merupakan hasil
perbandingan antara benih dengan arang sekam dan air yang paling optimum
untuk matriconditioning pada suhu  25 oC (Ilyas dan Sopian 2013). Benih yang
diperlukan sesuai kebutuhan di laboratorium dan di lapangan yaitu 130 g ( 100
benih) sehingga dibutuhkan arang sekam sebanyak 78 g dan air 78 ml.
Matriconditioning dilakukan dengan cara melembabkan arang sekam dengan air
di dalam wadah transparan bervolume 1 l, kemudian benih dimasukkan dan
diaduk sampai semua permukaan benih tertutup arang sekam. Dalam proses
matriconditioning oksigen harus tersedia, oleh karena itu hanya 1/3 sampai 1/2
dari volume wadah yang diisi benih dan media. Kemudian wadah disimpan di
ruang AC dengan suhu rata-rata 25 oC selama 3 hari. Selama perlakuan
berlangsung dilakukan pengadukan sekali setiap hari selama satu menit (Ilyas dan
Sopian 2013).
Pada perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) inokulan
Rhizobium sp. diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara
menambahkan 0.78 g inokulan ke dalam 78 ml air yang akan dicampurkan dengan
78 g arang sekam dan 130 g benih. Pada perlakuan matriconditioning plus
fungisida (I2) fungisida benomil diaplikasikan pada saat perlakuan
matriconditioning dengan cara menambahkan benomil 0.05% ke dalam 78 ml air
yang akan dicampurkan dengan 78 g arang sekam 130 g benih. Pada perlakuan
matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) fungisida benomil
diaplikasikan pada saat matriconditioning dengan cara menambahkan benomil
0.05% ke dalam 78 ml air yang telah dicampur dengan 0.78 g inokulan yang akan
dicampur dengan 78 g arang sekam dan 130 g benih (Fitriesa et al. 2014). Benih
yang telah diberi perlakuan kemudian ditanam dalam boks mika ukuran 25 cm x
20 cm menggunakan media tanam pasir. Setiap perlakuan diulang tiga kali,
masing-masing 25 benih per ulangan. Pengamatan terdiri atas daya berkecambah
(%), kecepatan tumbuh (%/etmal), indeks vigor (%), bobot kering kecambah
normal (g), laju pertumbuhan kecambah (%). Daya berkecambah dihitung
berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hari ke-5 sebagai hitungan
I dan hari ke-10 sebagai hitungan II dari jumlah benih yang ditanam (ISTA 2010).
Percobaan II: Pengaruh Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara
Benih yang telah diberi perlakuan invigorasi kemudian ditanam di
lapangan. Luas lahan yang digunakan adalah 570 m2 dengan luas per petakan 4 m
x 2 m sebanyak 48 petak percobaan. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x
60 cm. Lubang tanam ditugal dan ditanam satu benih per lubang. Populasi
tanaman tiap petak terdapat 24 tanaman. Pupuk kandang diberikan satu minggu
sebelum penanaman dengan dosis 10 ton/ha. Pada awal tanam dilakukan
pemupukan dengan dosis 100 kg Urea/ha, 100 kg SP-36/ha, dan 75 kg KCl/ha.
Pupuk diberikan pada lubang di samping setiap lubang tanaman. Kegiatan

9
pemeliharaan meliputi: penyulaman, penyiangan, pencabutan tanaman yang sakit,
dan pembumbunan. Penyulaman dilakukan hingga 3 minggu setelah tanam
(MST), penyiangan dan pembumbunan dilakukan bersamaan, pembumbunan
dilakukan di atas permukaan tanah seluas diameter tajuk tanaman setinggi  2 cm
pada saat 30% tanaman berbunga (7 MST). Pengamatan terhadap pertumbuhan
tanaman dilakukan pada 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 MST terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun trifoliat, dan jumlah cabang primer, dan diameter tajuk dari 5
tanaman contoh per petak.

Pengamatan
Percobaan I
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur:
1. Daya berkecambah (%)
Daya berkecambah merupakan persentase perbandingan jumlah kecambah normal
pada hari ke-5 sebagai hitungan I dan hari ke-10 sebagai hitungan II terhadap
jumlah benih yang ditanam (ISTA 2010).
Daya berkecambah dihitung dengan rumus berikut:
∑ KN I+ ∑ KN II
x 100%
Daya berkecambah=
∑ benih yang ditanam
Keterangan:
KN I : kecambah normal hitungan I
KN II : kecambah normal hitungan II
2. Kecepatan tumbuh (%/etmal)
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh setiap hari
dalam tolok ukur persentase kecambah normal per hari (Sadjad et al. 1999).
Kecepatan tumbuh maksimum diperoleh dari asumsi bahwa saat hitungan pertama
kecambah normal mencapai 100%.
Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus berikut:
tn

Kecepatan tumbuh= ∑
0

Keterangan:
t : waktu pengamatan
N : % KN setiap waktu pengamatan
tn : waktu akhir pengamatan

N
t

3. Bobot kering kecambah normal (g)
Kecambah normal pada hari ke-10 dibersihkan dari bagian biji yang masih
menempel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
Kecambah yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator selama 30
menit kemudian ditimbang bobot akhirnya dengan timbangan digital.
4. Indeks Vigor (%)
Indeks vigor dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan
pertama (first count) pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald 2001).

10
Indeks vigor dihitung dengan rumus berikut:
∑ KN hitungan I
IV=
x 100%
∑ benih yang ditanam

5. Laju Pertumbuhan Kecambah (%)
Laju pertumbuhan kecambah dihitung dengan cara membagi bobot kering
kecambah normal normal yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC
selama 24 jam dengan jumlah kecambah (Copeland dan McDonald 2001).
BKKN (g)
x 100%
LPK=
∑ KN
Percobaan II
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah:
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang (menempelnya kotiledon) di
permukaan tanah hingga permukaan tanaman tertinggi. Pengamatan dilakukan
mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

2. Jumlah Daun Trifoliat
Jumalah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun trifoliat mulai 3
MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.
3. Jumlah Cabang Primer
Jumlah cabang dihitung dengan cara menghitung jumlah cabang primer mulai 3
MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.
4. Diameter Tajuk
Diameter tajuk dihitung dengan cara mengukur diameter tajuk tanaman mulai 3
MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I
Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan
Vigor Benih Kacang Bambara
Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor benih
kacang bambara dengan tolok ukur daya berkecambah, bobot kering kecambah
normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap tolok ukur indeks vigor (Tabel 1). Perbedaan warna
testa (T1, T2, T3, dan T4) tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor
benih kacang bambara. Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, tidak terdapat
interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa pada semua tolok ukur
pengamatan.

11
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan invigorasi (I) dan warna testa
(T) terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih kacang bambara
Tolok ukur

I
*
*
tn
*
*

Daya berkecambah (DB)
Bobot kering kecambah normal (BKKN)
Indeks vigor (IV)
Kecepatan tumbuh (KCT)
Laju pertumbuhan kecambah (LPK)
Keterangan:

Perlakuan
T
tn
tn
tn
tn
tn

IxT
tn
tn
tn
tn
tn

* : berpengaruh nyata pada taraf 5%
tn : tidak berpengaruh nyata
IxT : interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa.

Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus
fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3)
menunjukkan persentase daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol (I0). Perlakuain I1 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya. Perlakuan I2 menunjukkan persentase
daya berkecambah tertinggi sebesar 91.7% dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan I3 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan penambahan fungisida pada
perlakuan invigorasi dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Persentase
benih mati akibat infeksi cendawan pada perlakuan I0 dan I1 adalah 15% dan
14%, sedangkan pada perlakuan I2 dan I3 hanya 9% dan 10%.
Tabel 2 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya
berkecambah (%)

Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)
Rata-rata

77.3
90.7
98.7

Warna testa
Coklat
Ungu
tua
(T2)
(T3)
72
66.7
81.3
78.7
88
88

94.7

90.7

78.7

94.7

90.3

83

78

90

Hitam
(T1)

Coklat
muda
(T4)
82.7
90.7
92

Rata-rata
74.7 b
85.3 ab
91.7 a
89.7 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Pada tolok ukur bobot kering kecambah normal, perlakuan
matriconditioning plus fungisida (I2) menghasilkan nilai tertinggi sebesar 16 g
dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3. Nilai-nilai tersebut berbeda nyata
dibandingkan I0. Perlakuan I1, I2 dan I3 meningkatkan bobot kering kecambah
normal secara nyata dibandingkan I0 (Tabel 3). Kecambah normal kacang
bambara pada hari ke-10 dapat dilihat pada Gambar 2. Tinggi kecambah normal
perlakuan I1, I2, dan I3 adalah 10-12 cm, sedangkan I0 adalah 5-7 cm.

12
Tabel 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering
kecambah normal (g)

Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)
Rata-rata

6.2
13.9
15.2

Warna testa
Coklat
Ungu
tua
(T2)
(T3)
6.2
6.7
14.2
13.7
15.1
16.2

15.9

13.7

14.7

17.7

12.8

12.3

12.8

14.4

Hitam
(T1)

Coklat
muda
(T4)
7.4
14.7
17.7

Rata-rata
6.6 c
14.1 b
16 a
15.5 ab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

I0T1

I2T1

I3T1

Gambar 2 Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10
Semua perlakuan invigorasi (I1, I2, dan I3) pada tolok ukur kecepatan
tumbuh menghasilkan nilai yang lebih tinggi secara nyata dibanding I0. Perlakuan
I3 menghasilkan kecepatan tumbuh tertinggi sebesar 11.7 %/etmal dan tidak
berbeda nyata dengan perlakuan I1 dan I2 (Tabel 4).
Tabel 4 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan
tumbuh (%/etmal)

Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)
Rata-rata

8.4
11.2
12.4

Warna testa
Coklat
Ungu
tua
(T2)
(T3)
7.7
7.1
10.5
10.4
10.4
10.9

12.5

11.3

10.2

12.7

11.1

10

9.7

11.4

Hitam
(T1)

Coklat
muda
(T4)
9.1
11.6
12.2

Rata-rata
8.1 b
10.9 a
11.5 a
11.7 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

13
Perlakuan I1, I2, dan I3 meningkatkan laju pertumbuhan kecambah secara
nyata dibandingkan dengan I0. Perlakuan I3 menghasilkan nilai laju pertumbuhan
kecambah tertinggi sebesar 70.7% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I1
dan I2 (Tabel 5).
Tabel 5 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju
pertumbuhan kecambah (%)

Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)
Rata-rata

32.1
61.3
63.2

Warna testa
Coklat
Ungu
tua
(T2)
(T3)
36
40.5
70.2
68.2
68.2
74.4

66.9

60.3

81

74.7

55.9

58.7

66

62.9

Hitam
(T1)

Coklat
muda
(T4)
35.7
64.8
76.5

Rata-rata
36.1 b
66.1 a
70.6 a
70.7 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus
fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada
percobaan ini menunjukkan nilai daya berkecambah, bobot kering kecambah
normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (I0). Hal ini menunjukkan perlakuan
matriconditioning dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kacang bambara.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Ilyas dan Sopian (2013) yang menyatakan
bahwa
perlakuan
invigorasi
menggunakan
matriconditioning
dan
matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan tingkat masak 122 dan
125 hari setelah tanam terbukti efektif meningkatkan viabilitas (daya
berkecambah dan bobot kering normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks
vigor) benih kacang bambara dibandingkan kontrol dan perlakuan invigorasi
lainnya.
Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan
benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif pada
berbagai jenis benih adalah matriconditioning. Matriconditioning terbukti berhasil
memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan sayur-sayuran
(Khan et al. 1990).

14
Percobaan II
Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Kacang Bambara

Kondisi Umum
Lahan yang digunakan untuk pertanaman merupakan bekas lahan kacang
tanah yang telah dibera selama 2 bulan. Secara umum kondisi pertanaman kacang
bambara cukup baik. Benih mulai berkecambah di lapangan pada 2 MST. Pada
fase awal pertumbuhan jumlah curah hujan daerah Darmaga cukup tinggi yaitu
sebesar 501 mm/bulan pada Maret 2014 dengan jumlah hari hujan sebanyak 18
hari dan suhu rata-rata 25.6 oC (Tabel 6). Jumlah curah hujan tertinggi selama
musim tanam terjadi pada bulan April 2014 yaitu sebesar 510.9 mm/bulan dengan
jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata sebesar 26.2 oC. Jumlah
curah hujan mulai menurun pada bulan Mei 2014 yaitu sebesar 296.4 mm/bulan
dengan jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata 26.2 oC.
Tabel 6 Data iklim bulan Maret hingga April 2014 untuk daerah Darmaga, Bogor
Bulan

Suhu rata-rata
(oC)

Curah hujan
(mm/bulan)

Kelembaban udara
(%)

Maret
April
Mei
Juni

25.6
26.2
26.2
26.5

501
510.9
296.4
84.7

87
85
85
83

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Gejala penyakit yang disebabkan cendawan mulai tampak pada saat tanaman
berumur 5 MST yaitu pada bulan Mei 2014. Kondisi pertanaman cukup lembab
karena tingginya curah hujan sejak bulan April 2014. Gejala tanaman yang
terinfeksi daunnya menjadi layu kemudian mengering dan akhirnya tanaman mati.
Tanda penyakit baru dapat diamati pada saat tanaman berumur 6 MST yaitu
munculnya sclerotia yang berwarna putih dan coklat pada daerah di dekat
perakaran tanaman. Selain itu terdapat pula miselium cendawan Fusarium spp.
yang berwarna putih di daerah batang tanaman dan apabila dicabut tampak bagian
batang dan akar di dalam tanah tertutupi oleh cendawan berwarna putih.
Identifikasi penyakit yang dilakukan berdasarkan gejala dan tanda penyakit yang
ditunjukkan diduga tanaman kacang bambara terserang oleh cendawan Sclerotium
spp. dan Fusarium spp. (Gambar 3).

15
a

b

c

Gambar 3 Gejala penyakit di pertanaman: a. sclerotia di tanah (kiri), b. cendawan
Fusarium spp. di batang (tengah), c. cendawan Fusarium spp. di akar
(kanan)
Menurut Swanevelder (1998) jumlah curah hujan yang ideal untuk tanaman
kacang bambara adalah 600-700 mm/musim tanam dengan distribusi hujan yang
merata dan suhu rata-rata harian 20-28 oC. Jumlah curah hujan yang terlalu
banyak dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman seperti bunga gagal
membentuk polong dan meningkatnya intensitas penyakit di lapangan. NAS
(1997) melaporkan beberapa penyakit yang dapat menyerang tanaman kacang
bambara adalah layu fusarium, bercak daun, nematoda akar, dan virus. Infeksi
OPT semakin parah pada daerah yang curah hujannya tinggi.
Secara umum, kondisi lingkungan yang lembab dan suhu tinggi dapat
meningkatkan kejadian penyakit di lapangan (Agarwal dan Sinclair 1997).
Kelembaban dalam bentuk percikan air hujan dan air yang mengalir memainkan
peranan penting dalam distribusi dan penyebaran berbagai jenis patogen pada
tanaman yang sama atau dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain.
Kelembaban ini berperan dalam penyebaran dan tingkat intensitas serangan
penyakit yang meningkatkan sukulensi tanaman inang dan selanjutnya
meningkatkan kerentanan tanaman terhadap patogen tertentu (Agrios 1996).
Gejala serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang disebabkan
ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) dan kutu daun atau aphid
(Aphididae) tampak pada saat tanaman berumur 4 MST (Gambar 4). Ulat
penggulung daun yang menyerang tanaman kacang-kacangan memiliki tubuh
berwarna hijau dengan garis-garis kuning sampai putih buram. Serangan ulat
penggulung daun menyebabkan daun menggulung, ulat berada di dalam daun dan
memakan daun dari dalam kemudian meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan.
Lubang bekas gigitan tersebut meluas dan akhirnya hanya tersisa urat daunnya
saja (Deptan 2013). Aphid merupakan salah satu vektor yang berperan dalam
penularan penyakit yang disebabkan virus. Pada tanaman kacang-kacangan, jenis
virus yang ditularkan adalah cowpea aphid-borne mosaic dan soybean mosaic
virus. Infeksi disebabkan virus yang ditularkan melalui aphid dapat menyebabkan
kehilangan hasil pertanian hingga 35% (Sastry 2013). Tanaman yang terinfeksi
virus menunjukkan gejala mosaik pada daun dan pertumbuhan tanaman kerdil
dibandingkan tanaman sehat (Gambar 5). Diduga aphid yang ditemukan bukan
merupakan jenis hama penting pada tanaman kacang bambara karena populasi
aphid hanya terdapat pada petakan yang bersebelahan dengan pertanaman cabai.

16
a

b

Gambar 4 Organisme pengganggu tanaman: a. ulat penggulung daun
(kiri), b. aphid (kanan)
a

b

Gambar 5 Gejala tanaman yang terinfeksi virus: a. mosaik pada
daun, b. tanaman kerdil
Pengendalian OPT mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST atau
awal terlihat gejala dengan penyemprotan insektisida dan fungisida secara bergilir
setiap minggu hingga gejala serangan tidak terlihat lagi. Insektisida yang
digunakan adalah Confidor 5 WP, bahan aktif imidakloprid 5% dengan dosis 400
g/ha. Fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45, bahan aktif mankozeb 80%
dengan dosis 2 kg/ha. Pada saat 7 MST populasi ulat penggulung daun dan aphid
tidak ditemukan lagi.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Peubah pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah
daun trifoliat, jumlah cabang primer, dan diameter tajuk yang diamati pada 5
tanaman contoh. Pengamatan dimulai saat tanaman berumur 3 MST sampai 9
MST. Pengamatan berakhir saat tanaman telah memasuki fase generatif.
Interaksi perlakuan invigorasi dan warna testa berpengaruh pada peubah
tinggi tanaman pada 9 MST dan jumlah daun trifoliat (3, 7, dan 9 MST) (Tabel 7,
8, 9, dan 10).
Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1),
matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan
Rhizobium sp. (I3) pada benih dengan warna testa hitam (T1) menunjukkan tinggi
tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding kontrol (I0), sedangkan
perlakuan invigorasi pada T2, T3, dan T4 tidak berbeda nyata dibanding kontrol.
Perlakuan I3 pada T1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada 9 MST sebesar
25.5 cm (Tabel 7). Pertanaman kacang bambara pada benih dengan warna testa
hitam dapat dilihat pada Gambar 6.

17
Tabel 7 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman
(cm) pada 9 MST
Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)

Hitam
(T1)
22.1 Ba
24 Aa
24 Aa

Warna testa
Coklat tua
Ungu (T2)
(T3)
23.9 Aa
22.6 ABa
23.1 Aa
22.8 ABa
23.3 Aab
21.5 Bb

25.5 Aa

23.8 Aab

23.4 Abc

Coklat
muda (T4)
22.1 ABa
23.7 Aa
23.4 ABab
21.7 Bc

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf
kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

I0T1

I1T1

I2T1

I3T1

Gambar 6 Pertanaman kacang bambara pada 9 MST
Perlakuan I1 pada T1, T3, dan T4 juga perlakuan I2 dan I3 pada T3 dan T4
meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 3 MST secara nyata dibandingkan
dengan kontrol. Perlakuan invigorasi pada T2 tidak berbeda nyata dibanding
kontrol (Tabel 8).

18
Tabel 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun
trifoliat pada 3 MST
Perlakuan invigorasix
Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)

Hitam
(T1)
7.1 Bab
7.9 Aa
7.5 ABa
7.9 ABa

Warna testa
Coklat tua
Ungu (T2)
(T3)
7.3 Aa
6.3 Bb
7.3 Aa
7.2 Aa
7.3 Aa
7.9 Aa
7 Ab

7.5 Aab

Coklat
muda (T4)
6.4 Bb
7.9 Aa
7.3 Aa
7.4 Aab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf
kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan
jumlah daun trifoliat pada 7 MST secara nyata dibanding kontrol. Perlakuan
invigorasi pada benih T2 dan T3 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 9).
Tabel 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun
trifoliat pada 7 MST
Perlakuan invigorasi

x

Kontrol (I0)
Matric + Rhizobium sp. (I1)
Matric + fungisida (I2)
Matric + fungisida dan
Rhizobium sp. (I3)

Hitam
(T1)
36.7 Ba
44.8 Aa
38 ABa
45.7 Aa

Warna testa
Coklat tua
Ungu (T2)
(T3)
38.7 Aa
38.8 Aa
36.3 Ab
42.4 Aab
40.8 Aa
39 Aa
40.8 Aa

41.6 Aa

Coklat
muda (T4)
35.2 Ba
47.66 Aa
35.13 Ba
40.8 ABa

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf
kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan
jumlah daun trifoliat pada 9 MST secara nyata dibanding kontrol. Pada benih T2
dan T3 perlakuan invigorasi tid