Analisis disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH
DI PROVINSI PAPUA BARAT

MICHAEL ALBERT BARANSANO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Disparitas
Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat adalah karya saya dengan arahan
dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Maret 2011


Michael A. Baransano
NRP. H152080011

ABSTRAK
MICHAEL ALBERT BARANSANO. Analysis of Regional Development
Disparity in the Province of West Papua. Under direction of AKHMAD FAUZI
and SLAMET SUTOMO.
Although economic growth has increased over 2005-2008 period, macro
economics condition showed an imbalance among the regencies/cities. Based on
analysis using Entropi Index, Williamson Index, Theil Index, Location Quontient,
Shift Share Analysis and Panel Data Regression, it showed that horizontal gap
exist caused by variation in GDRP per capita, population, funding balance
allocation and human development index. In general, agriculture sector has
contributed greatly to economic growth, although it has experienced a transition to
the industrial and service sectors. The results also show sectors of mining and
quarrying, manufacturing industry, transport and communication and finance
sector have uneven distribution. Local government should be looking forward
how to build new paradigm based on leading sectors as prime mover to reduce
inequality.
Key Word : Regional Disparity, Development, West Papua Province.


RINGKASAN
MICHAEL ALBERT BARANSANO. Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah
di Provinsi Papua Barat. Dibawah bimbingan AKHMAD FAUZI dan
SLAMET SUTOMO
Gambaran makro perekonomian di Provinsi Papua Barat menunjukan
bahwa terdapat perbedaan kontribusi yang besar antara PDRB Kabupaten
Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong dengan Kabupaten lainnya yang
memberikan kontribusi paling rendah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat.
Selain itu perbedaan pembangunan (disparitas) yang terjadi pada kabupaten dan
kota adalah terpusatnya kegiatan perekonomian pada daerah kabupaten induk
dibandingkan dengan daerah pemekaran, seperti pertanian, jasa, perdagangan,
perhotelan dan pendidikan terfokus di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Manokwari yang juga menyerap sumberdaya dari daerah pemekaran
baru (hinterland). Hal ini menyebabkan masyarakatnya menikmati pendapatan
perkapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan yang lebih rendah serta kualitas
SDM yang lebih baik menyebabkan Indeks Pembangunan Manusianya (IPM)
cenderung meningkat. Hal yang dapat dilakukan agar tercapai konvergensi
(convergence) pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat pada masa
mendatang adalah bagaimana melakukan pengembangan terhadap potensi dari

sektor-sektor unggulan (leading sectors) yang memberikan kontribusi terhadap
PDRB masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah;
tingkat disparitas pembangunan wilayah yang dianalisis dari disparitas
proporsional pada PDRB perkapita, jumlah penduduk, alokasi dana perimbangan
dan indeks pembangunan manusia; mengidentifikasi sektor-sektor unggulan; dan
merumuskan strategi untuk mengurangi disparitas pembangunan wilayah secara
horisontal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan wilayah di Provinsi
Papua Barat yang diukur dengan Indeks Entropi memperlihatkan terjadinya
peningkatan pembangunan selama periode 2005-2008, dimana kontribusi terbesar
disumbangkan oleh sektor pertanian, meskipun dalam periode tersebut sektor
pertanian mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB provinsi dibanding
sektor lainnya. Hal ini menunjukan bahwa terjadi transisi dari sektor pertanian,
sektor pertambangan dan penggalian ke sektor industri dan jasa di Provinsi Papua
Barat selama periode penelitian. Analisis disparitas pembangunan yang diukur
dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil menunjukan bahwa disparitas
semakin berkurang dan dengan menggunakan analisis regresi data panel, secara
simultan variabel independen yang mempengaruhi tingkat disparitas adalah
pendapatan per kapita, jumlah penduduk, alokasi dana perimbangan dan indeks

pembangunan manusia, meskipun secara parsial variabel alokasi dana
perimbangan tidak signifikan mempengaruhi disparitas pembangunan. Melalui
analisis Location Quontient dan Shift Share diketahui bahwa sektor pertanian
merupakan leading sector di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat kecuali pada
Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Beberapa kabupaten juga memiliki lebih dari
satu sektor perekonomian yang potensial sebagai sektor unggulan yakni

Kabupaten Fak-Fak, Manokwari dan Kota Sorong memiliki 6 sektor unggulan,
Sorong Selatan 5 sektor unggulan, Kaimana 3 sektor unggulan, Teluk Bintuni,
Kabupaten Sorong dan Raja Ampat 2 sektor unggulan dan hanya Kabupaten
Wondama yang memiliki 1 sektor unggulan. Analisis juga menggambarkan
bahwa sektor perekonomian seperti sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan tidak
menyebar merata di Provinsi Papua Barat melainkan lebih terkonsentrasi pada
beberapa wilayah dibandingkan sektor lainnya.
Hasil analisis differential shift menggambarkan bahwa keseluruhan sektor
perekonomian (9 sektor) di Wilayah Pengembangan I memiliki kemampuan
kompetitif di Provinsi Papua Barat dan sektor yang memiliki tingkat kompetitif
paling tinggi secara berurutan pada WP I adalah sektor pertambangan dan
penggalian sektor bangunan, sektor jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi

serta sektor perdagangan hotel dan restoran. Wilayah Pengembangan II, sektor
yang memiliki kemampuan kompetitif di Provinsi Papua Barat adalah sektor
pertambangan dan penggalian, sektor jasa dan sektor industri. Wilayah
Pengembangan III sektor yang memiliki kemampuan kompetitif adalah sektor
pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor
angkutan dan komunikasi, sektor listrik gas dan air bersih serta sektor bangunan.
Secara keseluruhan strategi pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
diarahkan kepada pengembangan paradigma baru pembangunan yang berbasis
pada sektor unggulan (sektor basis maupun non-basis) dan berpotensi menjadi
prime mover perekonomian.
Sektor unggulan untuk tiap wilayah kabupaten/kota dapat berbeda tetapi hal
itu berdampak pada keterkaitan regional secara horisontal sebagai basis
pengembangan sektoral. Untuk terus meningkatkan perkembangan wilayah dan
mengurangi disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat kedepan dilakukan
dengan mengedepankan keterkaitan wilayah antara lain dengan mendorong
pemerataan investasi pada semua sektor perekonomian dan semua wilayah secara
simultan sehingga infrastruktur wilayah bisa berkembang. Strategi pembangunan
wilayah dapat diarahkan kepada pembangunan regional berbasis pada
pemanfaatan sumberdaya wilayah/kawasan baik sektor maupun sub sektor
berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di masing-masing wilayah.

Selain itu fungsi dan peranan kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule
of game) dan organisasi, berperan penting dalam tata kelola alokasi sumberdaya
secara efisien, merata dan berkelanjutan yang meliputi akuntabilitas, transparansi
dan partisipasi masyarakat. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka paradigma
baru pendekatan pembangunan wilayah dalam mengurangi disparitas adalah
upaya memperkuat kemampuan masyarakat lokal (local institution) dengan
menumbuhkan inisiatif dan prakarsa sesuai dengan local knowledge yang dimiliki
oleh masyarakat.
Kata Kunci : Disparitas Wilayah, Pembangunan, Papua Barat.

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b.


Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH
DI PROVINSI PAPUA BARAT

MICHAEL ALBERT BARANSANO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis

:

Nama
NRP
Program Studi

:
:
:

Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi
Papua Barat
Michael Albert Baransano
H152080011

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc
Ketua

Dr. Slamet Sutomo, SE., MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu-Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS


Tanggal Ujian : 25 Februari 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Lulus :

Akhirnya dengan segala rasa syukur dan hormat penulis persembahkan
kepada kedua orang tua, Bapak Petrus Baransano, S.Sos dan Ibu Nelly Suruan,
Bapak mertua A. Asyerem dan Ibu Mertua J. Mambobo serta istriku
Fenny S.J. Asyerem, SP dan anak-anakku terkasih Jaholyn, Efraim dan Isaiah.
Kiranya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan “ pro
humanitate scientia”.

Bogor, Maret 2011
Michael A. Baransano

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 30 Maret 1977 dari pasangan
Bapak P. Baransano dan Ibu N. Suruan, merupakan anak ke dua dari lima
bersaudara.
Jenjang pendidikan SD s/d SMA di selesaikan di Kabupaten Manokwari.
Memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Faperta Unipa Manokwari pada tahun 2002. Tahun 2005 diangkat sebagai staff
pengajar di Jurusan Sosek Unipa Program Studi Penyuluhan dan Pengembangan
Masyarakat. Pada tahun 2008 diberikan kesempatan melanjutkan pendidikan
Magister di Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

vi

I

PENDAHULUAN ............................................................................
1.1. Latar Belakang ...........................................................................
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................
1.3. Tujuan ........................................................................................
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................

1
1
10
12
13
13

II

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
2.1. Konsep Pengembangan Wilayah ...............................................
2.2. Sektor-Sektor Unggulan .............................................................
2.3. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah ...................................
2.4. Tinjauan Penelitian Terkait Sebelumnya ...................................
2.5. Hipotesis .....................................................................................

14
14
16
19
28
32

III METODE PENELITIAN ..................................................................
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................
3.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................
3.3. Metode Analisis .........................................................................
3.3.1. Indeks Entropi ................................................................
3.3.2. Location Quontien (LQ) .................................................
3.3.3. Shift Share Analysis .......................................................
3.3.4. Indeks Williamson .........................................................
3.3.5. Indeks Theil ....................................................................
3.3.6. Analisis Regresi Berganda .............................................
3.3.7. Alur Pikir Analisis Penelitian .........................................

33
33
33
34
34
35
36
38
39
39
43

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .........................
4.1. Kondisi Geografi dan Topografi ................................................
4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja ......................................................
4.3. Ekonomi Regional ......................................................................
4.3.1. PDRB dan Perkembangannya ........................................
4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat ................
4.3.3. Struktur Perekonomian Papua Barat ..............................

45
45
47
50
51
51
51

V

53
53
58

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN .....................................
5.1. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Papua Barat .........
5.2. Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat ......

5.2.1. Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Disparitas
Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat ............
5.2.2. Hasil Analisis Ekonometrika Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Disparitas Pembangunan .......................
5.3. Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Papua Barat ....
5.4. Rekomendasi Kebijakan dalam Mengurangi Disparitas
Pembangunan Wilayah ................................................................

61
73
82
89

VI KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
6.1. Kesimpulan .................................................................................
6.2. Saran ...........................................................................................

93
93
94

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

96

LAMPIRAN .............................................................................................

100

DAFTAR TABEL
Halaman
1. PDRB, luas wilayah dan jumlah penduduk per kabupaten/kota serta
kontribusinya terhadap Provinsi Papua Barat tahun 2008 ................

6

2. Luas lahan yang sesuai, telah digunakan dan tersedia untuk
pengembangan (perluasan) pertanian di Provinsi Papua Barat…….

10

3. Tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan
output penelitian ................................................................................
4. Penduduk Papua Barat menurut jenis kelamin dan sex rasio per
kabupaten/kota ..................................................................................

47

5. Penduduk Papua Barat menurut rumah tangga dan tingkat
kepadatan per kabupaten/kota ............................................................

48

6. Persentase penduduk 10 tahun keatas menurut status perkawinan
per kabupaten/kota ............................................................................

49

7. Penduduk 15 tahun keatas menurut jenis kelamin dan jenis kegiatan
utama .................................................................................................

50

8. Indeks Entropi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ...............................................................................

55

9. Indeks Theil Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ........................

59

10. Rata-rata perkembangan nilai pembentuk IPM berdasarkan
kabupten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 .................

66

11. Ringkasan Hasil Output Eviews .......................................................

74

12. Rata-rata nilai analisis location quotient per sektor di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2006 ...........................................................

83

13. Sektor-sektor perekonomian unggulan per kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 .............................................

84

14. Nilai analisis shift share di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 .

85

15. Identifikasi sektor unggulan (komparatif dan kompetitif)
berdasarkan kombinasi hasil analisis LQ dan SSA di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008 ...........................................................

87

34

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dan nasional
tahun 2004-2009 ................................................................................

4

2.

Peta komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat ............................

11

3.

Kurva disparitas pembangunan antar wilayah ...................................

20

4.

Kerangka pemikiran ..........................................................................

31

5.

Peta lokasi penelitian .........................................................................

33

6.

Alur pikir analisis penelitian disparitas pembangunan wilayah di
Provinsi Papua Barat. ........................................................................

44

7.

Luas wilayah Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota ............

46

8.

Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut
lapangan usaha ...................................................................................

52

Trend nilai Entropi wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ......................................................................

54

10. Trend nilai Entropi wilayah di Provinsi Papua Barat tahun 20052008 ...................................................................................................

55

11. Trend nilai entropi berdasarkan wilayah pengembangan di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008 ...........................................................

56

12. Transisi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian ke
sektor industri dan jasa di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ...

57

13. Perkembangan nilai Indeks Williamson di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ................................................................................

58

14. Perkembangan nilai Indeks Theil di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 ..........................................................................................

60

15. PDRB per kapita dan laju pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ................................................................................

62

16. Rata-rata perkembangan nilai IPM berdasarkan wilayah
pengembangan di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ................

64

17. Rata-Rata perkembangan nilai IPM berdasarkan kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ............................................

65

18. Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 ..........................................................................................

69

19. Dana alokasi umum kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 ..........................................................................................

70

20. Dana alokasi khusus kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 ..........................................................................................

71

9.

21. Dana bagi hasil (pajak dan SDA) kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ......................................................................

72

22. Tingkat kompetitif sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ......................................................................

87

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil analisis Indeks Williamson berdasarkan PDRB per kapitas
tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ..........

100

2. Hasil Analisis Indeks Entropi Berdasarkan Sektor Perekonomian
Tiap Kabupaten/Kota di provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008 .....

102

3. Hasil Analisis Indeks Theil Berdasarkan PDRB per Kapita
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008 ..............

114

4. Hasil Analisis LQ Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi Papua
Barat Tahun 2005-2008 ......................................................................

116

5. Hasil Analisis Shift Share Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi
Papua Barat Pada Titik Tahun 2005 dan 2008 ...................................

118

6. Penetapan Dana Alokasi Khusus untuk Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat ..........................................................................

123

7. Rincian Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat .........................................................................................

126

8. Penetapan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam Bagi
Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat ..........................................

127

9. Besaran NIlai Indeks Pembangunan Manusia per Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ..............................................

128

10. Hasil Perhitungan Indeks Entropi Wilayah kabupaten/kota
berdasarkan sektor Perekonomian di Provinsi Papua Barat Tahun
2005-2008 ...........................................................................................

129

11. Hasil Output Eviews Indeks Ketimpangan dan Uji Asumsinya .........

130

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kebijakan pembangunan nasional dan kebijakan pembangunan daerah telah
disusun dalam koridor perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek. Kebijakan perencanaan jangka panjang sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, menyatakan
bahwa arah kebijakan pembangunan daerah dalam upaya mewujudkan
pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan diprioritaskan pada: (1)
pengembangan

wilayah

yang

berbasis

potensi

unggulan

daerah

yang

berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung lingkungan; (2) percepatan
pembangunan melalui pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti Kawasan
Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri untuk mengembangkan daerah tertinggal
di sekitarnya dengan

memperhatikan keterkaitan mata rantai produksi dan

distribusi; (3) keberpihakan prioritas pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan pemerintah di daerah tertinggal dan berpotensi cepat tumbuh secara
ekonomi; (4) memperhatikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga; (5) peningkatan kapasitas
kelembagaan, keuangan dan legislatif pemangku kepentingan pembangunan; serta
(6) penanggulangan kemiskinan yang memperhatikan hak-hak dasar masyarakat
dengan prinsip kesetaraan dan non diskriminasi.
Saat ini kita telah masuk dalam fase orientasi pembangunan jangka
menengah tahun 2010-2014, yang memprioritaskan pemantapan penataan kembali
Indonesia disegala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi
serta penguatan daya saing perekonomian. Esensi penguatan daya saing
perekonomian dalam pembangunan daerah yang berbasis pengembangan wilayah,
diarahkan pada pengembangan strategi pengembangan kawasan strategis dan
cepat tumbuh serta upaya peningkatan investasi daerah tertinggal. Upaya-upaya
pengembangan daerah tertinggal telah diinisiasi melalui pilar-pilar strategi dasar
percepatan

pembangunan

daerah

tertinggal,

yang

ditujukan

untuk:

2
(1) meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pengembangan ekonomi lokal,
pemberdayaan masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana serta peningkatan
kapasitas kelembagaan; (2) Mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah; (3)
Memperkuat integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerah maju; serta (4)
Meningkatkan

penanganan

daerah

khusus

yang

memiliki

karakteristik

“keterisolasian”.
Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini
ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan
kompleks. Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan
ekonomi makro, cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan
pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap
dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayahwilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan.
Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam konteks
makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai bangsa.
Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah disatu sisi terjadi dalam bentuk
buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan
inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi, dimana faktor-faktor penyebab
terjadinya disparitas antar wilayah menurut Rustiadi et. al. (2009) adalah:
(1) geografi; (2) sejarah; (3) politik; (4) kebijakan pemerintah; (5) administrasi;
(6) sosial budaya dan (7) ekonomi.
Sejak bergulirnya otonomi daerah di Indonesia, terlebih lagi otonomi khusus
bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, paradigma baru pembangunan
yang secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang
cukup luas dan signifikan dalam tata kehidupan masyarakat baik di tingkat
regional dan lokal. Wujud otonomi daerah adalah UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (yang kemudian
diperbaharui dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah). Secara harfiah otonomi daerah berarti hak,
wewenang serta kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Seluruh urusan pemerintahan

3
didesentralisasikan kepada daerah-daerah kecuali yang menyangkut hubungan
luar negeri serta pertahanan dan keamanan. Daerah menjadi memiliki kewenangan
yang lebih luas dalam pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya, baik
sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya buatan (man made capital),
sumberdaya manusia (human capital) maupun sumberdaya sosial (social capital).
Kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab tesebut diberikan
kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, serta perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keberagaman daerah.
Pembangunan di tanah Papua selayaknya dikembangkan secara lebih
intensif terutama dengan mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal dan
sektor perekonomian (sektor basis dan non-basis) yang berpotensi memberikan
dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pembangunan di tanah Papua telah
secara intensif didorong melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Upaya-upaya ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dan tantangan yang dihadapi
dalam pengelolaan pembangunan tanah Papua seperti Sumber daya alam Papua
dan Papua Barat yang melimpah dan hampir merata di semua wilayah, kawasan
konservasi yang luas dan merata, tingkat kemajuan antar wilayah yang timpang
sehingga masih banyak terdapat daerah-daerah yang tingkat ketertinggalannya
masih tinggi, kemiskinan yang relatif merata di seluruh wilayah, kualitas sumber
daya manusia yang rendah karena keterbatasan akses terhadap pelayanan
pendidikan dan kesehatan, prasarana dan sarana yang terbatas mengakibatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan dasar dari pemerintah daerah tidak optimal, serta
kondisi sistem usahatani lokal yang belum mampu mengadopsi teknologi
pertanian modern sehingga masih rentan terhadap perubahan iklim dan
lingkungan biofisik.
Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya

4
Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Berdirinya Provinsi Papua Barat juga
mendapat dukungan dari Surat Keputusan DPRD Provinsi Papua Nomor 10
Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Papua menjadi tiga provinsi. Provinsi
Papua Barat, memiliki luas wilayah sebesar 143.185 km2 dari luas total 8
(delapan) kabupaten yakni Kabupaten Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Fak-Fak, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni dan 1 (satu) kota madya yaitu Kota Madya
Sorong. Sebagian besar aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan dirasakan
sangat kurang akibat terbatasnya jaringan jalan, belum adanya jaringan sentra
produksi, terbatasnya sarana dan prasarana kebutuhan dasar seperti air bersih,
listrik, telekomunikasi, dan lain-lain, khususnya di pusat-pusat pertumbuhan
kawasan.

Sumber : http://www.slideshare.net/ekpd/hasil-evaluasi-kinerja-pembangunandaerah-tahun-2009-provinsi-papua-barat 2

Gambar 1

2

Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dan Nasional
tahun 2004-2009

Seminar Nasional Hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2009 Provinsi Papua
Barat, Pelaksana Universitas Negeri Papua. Hotel Santika Premiere 18-20 Desember 2009
[februari 2011]

5
Pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat jika dilihat secara nasional
selama periode 2004-2009 masih berada di bawah tingkat pembangunan ekonomi
nasional dan menunjukan trend yang sangat fluktuatif dibanding dengan trend
pembangunan ekonomi nasional. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa
fluktuasi indikator capaian outcomes Papua Barat yang menurun drastis pada
tahun 2006 hingga berada di bawah rata-rata nasional, kemudian meningkat
melampaui rata-rata nasional pada tahun 2007 dan selanjutnya turun secara drastis
di bawah rata-rata nasional dan mencapai minimum pada tahun 2009 menunjukan
bahwa kinerja pemerintah Provinsi Papua Barat dalam pembangunan ekonomi
relatif belum relevan dan efektif dalam mengurangi disparitas pembangunan
wilayah.
Tabel 1 di bawah memperlihatkan bahwa terjadi disparitas dalam
perkembangan ekonomi pada Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan
Kota Sorong dibanding dengan kabupaten lainnya. Secara spasial ketiga wilayah
tersebut memiliki aksesibilitas cukup tinggi karena berada pada jalur transportasi
utama baik laut dan udara yang merupakan pintu masuk dan keluar ke Provinsi
Papua Barat.
Tabel 1 PDRB, luas wilayah dan jumlah penduduk per kabupaten/kota serta
kontribusinya terhadap Provinsi Papua Barat tahun 2007
Kabupaten/
Kota
Fak-Fak
Kaimana
Wondama
Teluk Bintuni
Manokwari
Sorong Selatan
Sorong
Raja Ampat
Kota Sorong
Jumlah

Luas Wilayah
Km2

(%)

14.320,00
18.500,00
12.146,62
18.637,00
14.448,50
29.810,00
28.894,00
6.084,50
344,49
143.185,1

10,00
12,82
8,48
13,02
10,09
20,82
20,18
4,25
0,24
100,00

Sumber : BPS Papua Barat, 2008

Jumlah Penduduk
Jiwa
66.254
41.660
22.936
53.664
171.222
60.934
97.810
40.912
167.589
722.981

(%)
9,16
5,76
3,17
7,42
23,68
8,43
13,53
5,66
23,18
100,00

PDRB atas dasar harga
berlaku
Nilai
(%)
(Jutaan Rp)
912.368,45
8,87
534.432,78
5,20
172.899,41
1,68
640.772,08
6,23
1.686.242,76 16,39
327.559,71
3,18
3.345.501,50 32,53
796.193,43
7,74
1.869.355,55 18,17
10.285.325,67 100,0

6
Kondisi lainnya yang menunjukan perbedaan pembangunan (disparitas)
pada kabupaten dan kota adalah terpusatnya kegiatan perekonomian pada daerah
kabupaten induk dibandingkan dengan daerah pemekaran, seperti pertanian, jasa,
perdagangan, perhotelan dan pendidikan terfokus di Kota Sorong, Kabupaten
Sorong dan Kabupaten Manokwari yang juga menyerap sumberdaya dari daerah
pemekaran baru (hinterland). Hal ini menyebabkan masyarakatnya menikmati
pendapatan per kapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan yang lebih rendah
serta kualitas SDM yang lebih baik menyebabkan Indeks Pembangunan
Manusianya (IPM) cenderung meningkat.
Secara umum nilai IPM Papua Barat terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun namun ada beberapa daerah yang mengalami peningkatan pesat
dan ada yang lambat baik pada kabupaten induk maupun kabupaten pemekaran.
Kondisi ini dipengaruhi oleh variasi komponen tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan dan tingkat daya beli masyarakat pada masing-masing wilayah.
Peningkatan Tingkat kesehatan yang dihitung dari Angka Harapan Hidup di
Papua Barat sebesar 67,90 tahun pada 2008. Artinya rata-rata masyarakat Papua
Barat usia hidupnya 67 tahun. Kota Sorong memiliki Angka Harapan hidup
tertinggi sebesar 71,12 tahun dan terendah pada Kabupaten Raja Ampat sebesar
65,43 tahun. Bila dibandingkan dengan kabupaten pemekaran lainnya, Kabupaten
Teluk Bintuni memiliki Angka Harapan Hidup (AHH) lebih tinggi (67,55 tahun)
dari kabupaten induk Manokwari (67,38 tahun).
Peningkatan tingkat pendidikan di Papua Barat dalam kriteria Angka Melek
Huruf (AMH), terendah di Kabupaten Teluk Bintuni dalam periode tahun 20062008. Pada kriteria lama sekolah, secara keseluruhan Papua Barat memiliki ratarata bersekolah sampai dengan kelas 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
meskipun pada Kabupaten Teluk wondama terendah dalam periode tahun 20062008 (6,39 tahun) sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk hanya mampu
bersekolah sampai dengan kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Sangat jauh bila
dibandingkan dengan penduduk Kota Sorong dengan rata-rata lama sekolah
sampai dengan kelas 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Daya beli
masyarakat Papua Barat juga terus meningkat selama periode tahun 2006-2008

7
dengan rata-rata sebesar Rp 593, 13 ribu dengan daya beli tertinggi pada Kota
Sorong dan terendah pada Kabupaten Raja Ampat.
Data laporan Tahunan Indeks Pembangunan Manusia Papua Barat Tahun
2008 menyebutkan bahwa berdasarkan kesamaan pencapaian nilai IPM, posisi
relatif kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokan kedalam 3
(tiga) kelompok. Kelompok IPM bawah yaitu Kabupaten Teluk Wondama, Teluk
Bintuni, Manokwari, Raja Ampat dan Sorong Selatan, capaian rata-rata IPM pada
tahun 2006-2008 adalah 65 ke bawah. Kelompok IPM menengah terdiri dari
Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Sorong dengan capaian
rata-rata IPM 2006-2008 antara 66-75. Kelompok IPM atas adalah Kota Sorong
dengan rata-rata capaian IPM 2006-2008 lebih dari 75.
Ketimpangan pada jumlah penduduk, PDRB dan PDRB per kapita juga
menggambarkan ketimpangan pembangunan di Provinsi Papua Barat. Kabupaten
Sorong misalnya, pada tahun 2008 memiliki nilai PDRB (atas dasar harga
berlaku) tertinggi di Papua Barat sebesar Rp 4,28 triliun disusul Kota sorong
sebesar

Rp 2,15 triliun dan Kabupaten Manokwari sebesar Rp 2,03 triliun.

Kabupaten Wondama merupakan kabupaten pemekaran dengan nilai PDRB
terendah sebesar Rp 0,27 triliun. Dari segi nilai PDRB per kapita, nilai tertinggi
berada pada Kabupaten Teluk Bintuni (Rp 16 juta), Kabupaten Fak-Fak (Rp 15,
57 juta), Kabupaten Kaimana (Rp 14,31 juta) dan Kota Sorong (Rp 12,7 juta).
Hal ini disebabkan karena konsentrasi penduduk lebih banyak berada di
kabupaten induk sehingga meskipun memiliki pendapatan yang relatif tinggi,
PDRB per kapitanya masih rendah.
Dana perimbangan pembangunan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) memberikan
kontribusi cukup besar bagi pendanaan pembangunan di kabupaten dan kota
maupun di Provinsi Papua Barat. Daerah yang mempunyai kemampuan fiskal
rendah akan mendapatkan DAU dalam jumlah yang relatif besar, sebaliknya daerah
yang mempunyai kemampuan fiskal tinggi akan mendapat DAU dalam jumlah yang
kecil, dimana pemberian DAU tahun berjalan selalu lebih besar dari tahun
sebelumnya (DAU t > DAU t-1 ). Pemberian DAU ini diharapkan benar-benar dapat
mengurangi disparitas fiskal horizontal, daerah mempunyai tingkat kesiapan fiskal

8
yang relatif sama dalam mengimplementasikan otonomi daerah. Daerah diharapkan
mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif yang mampu
mendorong

adanya

peningkatan

investasi

di

daerah

dalam

meningkatkan

pembangunan ekonomi wilayah dan juga pada sektor yang berdampak pada
peningkatan pelayanan publik sehingga kemandirian daerah menjadi semakin tinggi
seiring dengan meningkatnya kapasitas fiskal daerah, dan pada gilirannya tanggungan
pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. 3 Dana bagi hasil daerah
meliputi pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB) dan penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA). Pada komponen
PAD ditambah dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (DBHPBP) inilah
yang merupakan indikator fiscal capacity bagi setiap daerah. Fiscal capacity ini
merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan daerah yang dijalankan, tanpa tergantung
bantuan dari luar, termasuk dari pemerintah pusat. DAU dan DAK merupakan alokasi
pembiayaan daerah yang termuat dalam APBN yang dimaksudkan untuk membantu
pembiayaan pemerintahan daerah baik secara umum, maupun secara khusus. Dimana
DAU memiliki tujuan utama untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
sedangkan DAK dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk membantu
pembiayaan daerah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya. Selama
periode tahun 2005-2008 alokasi DAU Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fak-Fak,
Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan lebih besar
dari alokasi pemberian DAU Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Wondama dan Kota
Sorong. Sementara untuk alokasi DAK selama periode tersebut lebih besar alokasinya
bagi Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Manokwari,
Kabupaten Wondama dan Kabupaten Fak-Fak. 4

Percepatan pembangunan Provinsi Papua Barat merupakan kebijakan utama
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat, sehingga pada tahun
2015 diharapkan Provinsi Papua Barat akan bisa mengejar ketertinggalan dalam
pencapaian pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) dari Provinsi
lain di Indonesia. Dalam konteks ini, dokumen rencana pembangunan jangka
3
4

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16852/5/Chapter%20I.pdf [februari 2011]
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [juli 2010]

9
menengah Papua Barat 2006-2011 serta kebijakan percepatan pembangunan
Pemerintah Pusat melalui Inpres 5/2007 merupakan arah utama dari proses
percepatan dan harmonisasi program pembangunan di Provinsi Papua Barat.
Dokumen RPJMD Buku IV Misi dan Visi Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah merumuskan secara operasional 6
agenda pokok pembangunan di Provinsi Papua Barat. Pertama, membangun
kapasitas kelembagaan dengan sasaran meningkatnya kapasitas kelembagaan yang
mampu melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sampai pada tingkat
kampung serta mampu melaksanakan tugas pokok kelembagaan. Kedua,
meningkatkan mutu sumber daya manusia Papua Barat, dengan sasaran
meningkatnya kwalitas sumber daya manusia Papua Barat dalam berbagai bidang
sehingga mampu dan mandiri mengelola sumber daya alam bagi kesejahteraan.
Ketiga, mengembangkan dan memperkuat basis ekonomi wilayah Provinsi Papua
Barat, dengan sasaran utama terbangunnya kemampuan ekonomi di wilayah
Provinsi Papua Barat untuk mempercepat perbaikan taraf hidup masyarakat serta
menciptakan landasan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Keempat,
program penanggulangan kemiskinan, dengan sasaran menurunnya angka
kemiskinan di Provinsi Papua Barat menjadi sepertiga (35 %) dari angka
kemiskinan saat ini (70 %). Kelima, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
alam untuk kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua Barat yang terjamin
kelestariannya, dengan sasaran termanfaatkannya sumber daya alam bagi
kepentingan masyarakat dan terpelihara kelestariannya. Keenam, revitalisasi dari
nilai sosial masyarakat sebagai modal pembangunan di Provinsi Papua Barat,
dengan sasaran tumbuhnya nilai sosial masyakat sebagai kekuatan yang berperan
aktif dalam pembangunan. Dalam konteks kebijakan pembangunan, Provinsi
Papua Barat sangat terkait dengan berbagai indikator Millenium Development
Goals (MDGs), pada dasarnya ada 2 kerangka acuan utama yaitu INPRES 5/2007
dengan RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011 terdiri dari pembangunan
infrastruktur fisik, dan juga 3 sektor utama pembangunan (pendidikan, kesehatan,

10
perekonomian rakyat) serta investasi pengembangan wilayah yang merupakan
prioritas pembangunan utama Provinsi Papua Barat. 5
Potensi Sumber Daya Alam, Walaupun memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif, namum perlu disadari bahwa kondisi fisik dasar wilayah yang
ditandai dengan geografis dan topografis yang variatif, dimana 15% adalah
wilayah kepulauan, 65% adalah wilayah dataran yang bergelombang dan 20%
adalah wilayah yang datar dan sungai. Di sisi lain kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang rendah merupakan issue strategis daerah yang menjadi tuntutan
bagi kebutuhan pembangunan di wilayah Papua Barat 6.
1.2. Perumusan Masalah
Sebenarnya beberapa daerah kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat
memiliki potensi sumberdaya seperti Sumber Daya Laut, serta potensi mineral gas
bumi, pertambangan dan keragaman budaya yang dimiliki daerah ini merupakan
keunggulan komperatif dan kompetitif untuk akselerasi pembangunan Papua
Barat ke depan.yang dapat diandalkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi
(PDRB) dan mengurangi disparitas pembangunan yang terjadi.
Tabel 2 Luas lahan yang sesuai, telah digunakan dan tersedia untuk
pengembangan (perluasan) pertanian di Provinsi Papua Barat

Kab/Kota
Fak-fak
Kaimana
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Manokwari
Sorong Selatan
Sorong/Kota
Raja Ampat
Jumlah

Sesuai
(ha)
553.784
312.807
46.342
783.176
145.977
477.321
454.140
20.854
2.794.441

Luas Lahan
Telah
Masih Tersedia
Digunakan
(%)
(%)
33,34
66,66
22,80
77,20
31,50
68,50
3,37
96,63
67,61
32,29
6,48
93,52
36,60
63,40
100,00
0,00
22,34
78,04

Sumber : BPS Papua Barat, 2008 (data diolah)
5

Arah Kebijakan Harmonisasi Papua Barat http://www.westpapuamdgs.com/?p=82&lang=id
[februari 2011]
6
Potensi Daerah Papua Barat http://www.papuabarat.info/content/potensi.php [februari 2011]

11
Data pada Tabel 2 di atas menunjukan bahwa ternyata potensi ketersediaan
luasan lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian di Provinsi Papua Barat
sangat luas sehingga dapat digunakan untuk memacu produksi komoditaskomoditas unggulan (Gambar 2) masing-masing kabupaten dan kota melalui
extensifikasi pertanian. Namun realitasnya, masih sangat kecil total luasan lahan
yang telah digunakan untuk pengembangan pertanian pada tiap kabupaten dan
kota di Provinsi Papua Barat. Selain itu potensi perikanan yang ada di Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Wondama
tidak ditunjang dengan unit penangkapan yang memadai, sehingga produksi
perikanan tangkapnya masih rendah bila dibandingkan dengan Kabupaten
Manokwari (BPS Papua Barat, 2008).

Sumber : Supriadi, 2008

Gambar 2

Peta komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat.

Uraian masalah tersebut di atas merupakan beberapa indikasi bahwa
pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Papua Barat selama ini masih belum
merata dan belum dioptimalkan sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada,
sehingga menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi
Papua Barat.

12
Mengacu

pada

Hipotesa

Neo-Klasik

(Sjafrizal,

2008),

disparitas

pembangunan regional di Provinsi Papua Barat cenderung melebar (divergence).
Hal ini diakibatkan oleh mobilitas faktor produksi yang kurang lancar pada
permulaan proses pembangunan pada beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat
yang baru memekarkan diri (Kabupaten Kaimana, Kabupaten Wondama,
Kabupaten Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong Selatan).
Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin
membaiknya mobilitas faktor produksi maka disparitas pembangunan regional di
Provinsi Papua Barat akan berkurang (convergence).
Secara khusus konsep yang dapat ditawarkan agar tercapai konvergensi
(convergence) pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat pada masa
mendatang adalah bagaimana melakukan pengembangan terhadap potensi dari
sektor-sektor unggulan (leading sectors) yang memberikan kontribusi terhadap
PDRB masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat. Oleh karena
itu diperlukan analisis mengenai disparitas pembangunan wilayah di Provinsi
Papua Barat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas maka muncul
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Papua Barat
2. Berapa besar tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat.
3. Apa yang menjadi sektor unggulan dari tiap wilayah Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat
4. Bagaimana Strategi Pengembangan wilayah di Provinsi Papua Barat
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menentukan/mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah di Provinsi
Papua Barat

13
2. Mengetahui tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan di
Provinsi Papua Barat.
3. Mengidentifikasi sektor unggulan pada tiap wilayah di Provinsi Papua Barat
4. Merumuskan strategi pengembangan wilayah dalam mengurangi disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat ke depan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rumusan kebijakan
perencanaan pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat dan masingmasing kabupaten/kota, terutama dalam mengurangi disparitas pembangunan.
2. Sebagai rujukan informasi bagi kegiatan penelitian lanjutan mengenai
disparitas pembangunan wilayah baik dalam skala nasional, regional dan
lokal.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian difokuskan pada analisis data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dan disparitas pembangunan yang disebabkan oleh
perbedaan pada PDRB per Kapita, Alokasi Dana Perimbangan (DAK, DAU,
DBH), Jumlah Penduduk dan Indeks Pembangunan Mmanusia.

14

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengembangan Wilayah
Di Indonesia, berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti “wilayah,
kawasan, daerah, regional, area, ruang dan istilah-istilah sejenis, banyak
dipergunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya walaupun masingmasing memiliki bobot penekanan yang berbeda-beda. Ketidak konsistenan istilah
tersebut

kadang

menyebabkan

kerancuan

pemahaman

dan

sering

membingungkan. Secara teoritik, tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah
wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan
wilayah (region).
Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berbicara
tentang program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan
wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembagan kawasan terkait dengan
pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial,
ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan.
Sementara itu pengembangan wilayah seharusnya mempunyai cakupan yang
lebih luas yaitu menelah keterkaitan antar kawasan. Namun perspektif tiap orang
tentang keterkaitan suatu wilayah sangat tergantung pada cakupan wilayah
perencanaan dan pengelolaannya. Wilayah perencanaan dan pengelolaan bisa
mencakup wilayah administratif politis (pusat atau daerah) maupun wilayah
perencanaan fungsional.
Istilah wilayah mengacu pada pengertian unit geografis, secara lebih
jelasnya, Rustiadi et. al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit
geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya
memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Dengan
demikian wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponennya memiliki arti didalam
pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Dari
definisi tersebut terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik dari luasan suatu
wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan,

15
pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian
batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat
dinamis (berubah-ubah), sehingga istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu
batasan unit geografis tertentu.
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan
kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah
adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya
dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor
serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.
Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik
dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum
melakukan suatu perumusan tengtang kebijakan yang akan dilaksanakan perlu
untuk mengetahui tipe/jenis kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan
wilayah. Menurut Anwar (2005) dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa
macam karakteristik wilayah yaitu:
1.

Wilayah maju

2.

Wilayah sedang berkembang

3.

Wilayah belum berkembang, dan

4.

Wilayah tidak berkembang
Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya

dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan
penduduk, industri, pemerintahan dan sekaligus pasar yang potensial. Wilayah
yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan
biasany