Analisis spasial disparitas pembangunan antar wilayah di provinsi Sumatera Barat

(1)

RONAL MARTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Spasial Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

RONAL MARTA NRP. A156070081


(3)

RONAL MARTA. Disparity Spatial Analysis of Regional Development in West Sumatera Province. Supervised by BABA BARUS and DYAH RETNO PANUJU

The phenomenon of disparity areas have become commonplace in the development of an area for various reasons. Development of region in the province of West Sumatra by naked eye there is a disparity in the region indicated. The objectives of this research are 1) determine the amount of disparity in development between regions, 2) identify the sectors held by each district / city; 3) determine the level of development and regional characteristics; 4) analyze the factors that cause disparities in development among regions; 5) to formulate strategies to address the problem of regional development disparities. Analytical methods used are Williamsons Index, Theill Index, Location Quotient Index, Shift Share Analysis, Scalogram Method, Entropy Index, Physical Analysis, Klassen Typology, Factor Analysis, Multiple Regression, and SWOT analysis. The analysis showed there are gaps in the province of West Sumatra which occurs predominantly among areas within the territory of the border region. Dominant sector in the district are agriculture, while in urban areas is service sector. The main factor that caused the region is an indicator of economic inequality and population indicators. The strategies that can be used to overcome the inequality are in development of other sectors of the economy of the agricultural sector and the optimization of the center point of growth and service center region.

Keywords : Regional Disparity, West Sumatera Province, Regional Development Strategy


(4)

RONAL MARTA. Analisis Spasial Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsis Sumatera Barat. Dibimbing oleh BABA BARUS dan DYAH RETNO PANUJU.

Perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Barat mengindikasikan terdapat disparitas wilayah. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terpisah dari kabupaten/kota lainnya merupakan wilayah yang sangat jauh tertinggal dibandingkan wilayah lainnya. Secara umum, wilayah yang berada dibagian Selatan dan Utara juga lebih tertinggal dibandingkan dengan wilayah yang berada di bagian Tengah. Perbedaan lain juga dapat dilihat dimana wilayah kota perkembangannya jauh lebih baik dari wilayah kabupaten. Indikator disparitas tersebut dapat dilihat dari infrastruktur jalan, fasilitas ekonomi, serta sarana dan prasarana sosial. Faktor fisik wilayah di Sumatera Barat yang beragam seperti topografi, tutupan lahan, dan kerentanan terhadap bencana turut mempengaruhi terjadinya disparitas tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan besarnya tingkat disparitas pembangunan antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan metode Indeks Williamsons dan Indeks Theill; 2) mengidentifikasi sektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota dengan metode Indeks Location Quotion dan Shift Share Analysis; 3) mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah dengan metode Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik, Tipologi Klassen, dan Factor Analysis; 4) menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat perkembangan antar wilayah dengan analisis Multiple Regresion; dan 5) merumuskan strategi pengembangan wilayah yang dapat diterapkan dalam mengatasi masalah disparitas dengan menggunakan metode SWOT.

Hasil analisis indeks Williamson menunjukkan terjadi ketimpangan di Provinsi Sumatera Barat. Dekomposisi sumber disparitas yang paling berpengaruh berasal dari ketimpangan antara wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan. Secara umum di Provinsi Sumatera Barat yang menjadi sektor unggulan berdasarkan penggabungan hasil analisis LQ > 1 untuk sektor yang kompetitif dan nilai differential shift hasil analisis SSA > 0 untuk sektor yang komparatif adalah sektor pertanian pada wilayah kabupaten dan sektor jasa pada wilayah kota.

Kondisi kesesuaian lahan di Provinsi Sumatera Barat dari hasil penggabungan peta kelas kemampuan lahan dengan peta tutupan lahan secara umum masih sesuai. Penyimpangan yang terjadi paling banyak ditemukan pada bagian Utara Sumatera Barat yaitu di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pasaman. Ketidaksesuaian lainnya juga terdapat pada wilayah tengah antata Kota Padang dan Kabupaten Solok serta pada bagian Selatan di Kabupaten Solok Selatan. Tingkat kerawanan bencana pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat pada umumnya masuk kategori tinggi dan hanya terdapat enam wilayah yang masuk tingkat kerawanan bencana sedang.


(5)

wilayah yang memiliki hirarki 1 yaitu Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Wilayah yang berhirarki 2 terdiri atas enam dan sebelas wilayah lainnya masuk ke dalam hirarki 3. Diversifikasi aktivitas ekonomi secara sektoral nilai tertinggi dimiliki oleh sektor pertanian dengan 1,002 atau sekitar 23,12 persen dari total sembilan sektor. Sektor yang memiliki keragaman paling rendah adalah sektor listrik, gas, dan air dengan indek 0,08445 atau sekitar 1,95 persen. Entropy maksimum yang mampu dihasilkan Provinsi Sumatera Barat adalah 5,030 dan perkembangan wilayah yang mampu dicapai sekitar 84,37 persen. Keberagaman aktivitas Kota Padang masih sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Persentase yang diperoleh Kota Padang sebesar 21,32 persen dari 19 kabupaten/kota menunjukan tidak terdistribusi secara merata.

Tipologi Klassen di Provinsi Sumatera Barat menggunakan indikator laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita tahun 2008 diperoleh hasil untuk kategori wilayah maju adalah Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Solok, dan Kota Bukittinggi. Pada Kuadrat kedua, wilayah dengan kategori maju tapi tertekan adalah Kabupaten Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Dharmasraya, Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuh. Sementara itu kategori wilayah yang masuk dalam kelompok wilayah berkembang adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Sawahlunto, dan Kota Pariaman. Kotegori wilayah yang relatif terbelakang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Solok Selatan.

Proses analisis multivariat dengan metode faktor analisis untuk Provinsi Sumatera Barat didasarkan pada faktor-faktor yang menggambarkan perkembangan suatu wilayah yang dikelompokkan ke dalam enam bidang dan terdiri dari 34 variabel. Hasil analisis faktor pada Provinsi Sumatera Barat menghasilkan sembilan faktor utama yaitu : indeks kesejahteraan penduduk, indeks tingkat kesehatan, indeks tingkat pendidikan, indeks sarana perkotaan, ekonomi tersier, kemiskinan masyarakat, topografi wilayah, kerawanan bencana, dan aksibilitas.

Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Barat adalah indikator ekonomi tersier dan indikator kemiskinan masyarakat sebagai faktor utama serta indikator tingkat kerawanan bencana dan indikator aksesibilitas sebagai faktor tambahan. Formulasi strategi dari analisis SWOT menghasilkan delapan strategi utama pengembangan wilayah di Provinsi Sumatera Barat yaitu : 1) pengembangan sektor perekonomian lain sebagai penunjang dari sektor pertanian; 2) optimalisasi fungsi sebagai kawasan utama pada wilayah barat Pulau Sumatera; 3) pengembangan sektor pariwisata terutama untuk objek wisata alam; 4) optimalisasi titik pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan wilayah; 5) pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung; 6) penyebaran pengembangan sarana perekonomian wilayah; 7) pengembangan infrastruktur wilayah; 8) optimalisasi kesiagaan dalam menanggulangi bencana.


(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya;

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

(8)

DI PROVINSI SUMATERA BARAT

RONAL MARTA

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(9)

Di Provinsi Sumatera Barat Nama : Ronal Marta

NRP : A156070081

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

Alhamdulliahirobbil a’lamin dan puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga seluruh rangkaian penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Analisis Spasial Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Barat.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku pembimbing atas segala bantuan pemikiran, kritik, dan kemudahan selama melakukan proses penelitian serta kepada Dr. Khursatul Munibah, M.Sc yang telah berkenan sebagai penguji luar komisi. Disamping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta segenap staf pengajar Ilmu Perencanaan Wilayah IPB atas segala ilmu yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada saudara Azhari Syarief, M.Si, Andri Febrian, M.Si, Hendri Purnama, M.Si, Dr. Dedi Hermon, MP serta rekan – rekan PWL 2007 atas diskusi dan kebersamaan yang terjalin.

Terima kasih dan penghargaan yang luar biasa kepada (Alm.) nenekku, ibunda dan istri tercinta atas segala doa, pengorbanan, kasih sayang, dan kesabaran yang dicurahkan. Suatu ciptaan manusia tidak ada yang sempurna dan setidaknya telah dilakukan upaya untuk mencapai kesempurnaan itu, semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011


(11)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 22 Maret 1982 yang merupakan anak tunggal dari ayah Amran Busmanto dan ibu Zaidar. Pendidikan SD hingga SMA diselelasikan penulis di Kota Pariaman, sementara pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Negeri Padang (UNP) Jurusan Pendidikan Geografi dan selesai pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis bekerja di Yayasan Kerinci Citra Kasih Pelalawan Riau.

Tahun 2007 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Selama S-2 penulis sempat bekerja di Yayasan Almanar Azhari Depok dan Bimbingan Belajar Ganesha Operation Bogor. Tahun 2010 penulis diterima sebagai PNS di Dinas Pendidikan Kota Jambi. Penulis menikah dengan Suri Cahyati pada tahun 2009 dan saat ini berdomisili di Kota Jambi.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

Kerangka Pemikiran ... ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah ... ... 7

Disparitas Pembangunan ... ... 9

Pendapatan Regional ... ... 12

Analisis Spasial ... ... 14

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Studi ... 17

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Metode Pengumpulan Data ... 19

Metode Analisis ... ... 22

Penentuan Tingkat Disparitas Wilayah ... 22

Indeks Williamsons ... ... 22

Indeks Theil... ... 23

Penentuan Tingkat Perkembangan Wilayah ... 24

Tipologi Klassen ... ... 24

Indeks Enthropy ... ... 25

Analisis Skalogram ... ... 26

Faktor Analisis (FA) . ... 27

Identifikasi Karakteristik Potensi Fisik Wilayah ... 28

Mengidentifikasi Sektor Unggulan ... 29

Location Quotient (LQ) ... 29

Shift Share Analysis (SSA) ... 30

Penetapan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Wilayah 31 Perumusan Strategi Pengembangan Wilayah ... 32


(13)

Kondisi Umum Provinsi Sumatera Barat ... 33

Kondisi Biofisik Wilayah ... 37

Kondisi Ekonomi Wilayah ... 39

Kebijakan Pembangunan Daerah ... 42

Rencana Tata Ruang Wilayah ... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tingkat Disparitas di Sumatera Barat ... 49

Disparitas Antar Wilayah ... 49

Dekomposisi Sumber Disparitas ... 52

Perkembangan Wilayah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 53

Tipologi Klassen Provinsi Sumatera Barat ... 53

Diversifikasi Aktivitas Ekonomi ... 56

Faktor Utama Perkembangan Wilayah Provinsi Sumatera Barat . 58 Hirarki Perkembangan Wilayah ... 68

Kondisi Fisik Wilayah Provinsi Sumatera Barat ... 71

Kemampuan Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 71

Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 74

Evaluasi Kesesuaian Kemampuan Lahan dengan Tutupan Lahan 75 Identifikasi Tingkat Kerawanan Bencana di Sumatera Barat ... 77

Sintesis Aspek Ekonomi, Infrastruktur, dan Fisik Wilayah yang Mempengaruhi Tingkat Disparitas Wilayah di Sumatera Barat ... 85

Identifikasi Sektor Unggulan Sebagai Alternatif Upaya Mengatasi Disparitas di Provinsi Sumatera Barat ... 87

Sektor Basis Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 87

Dekomposisi Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 89

Faktor – Faktor Penyebab Tingkat Perkembangan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Barat .. ... 95

Strategi Pengembangan Wilayah dalam Rangka Mengatasi Disparitas di Provinsi Sumatera Barat ... 97

Analisis Strenghs Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) ... 97

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 107

Saran . ... ... 108

... DAFTAR PUSTAKA ... 109


(14)

Halaman

Faktor Utama Penyebab Ketimpangan ... 10

Matrik Tujuan, Metode, Data, dan Sumber Data Dalam Penelitian ... 20

Pembagian Kelompok Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat 23 Klasifikasi Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 25

Nilai Selang Hirarki Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) ... 26

Kategori Tingkat Kerawanan Bencana ... 28

Variabel Faktor – Faktor Penyebab Disparitas ... 32

Ratio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk ... 37

Pendapatan Daerah dan PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Barat 2008 40

Sistem Perkotaan Sumatera Barat Sampai Tahun 2029 ... 47

Tipologi Klassen Kabupaten/Kota Sumatera Barat ... 54

Indek Entropy Sumatera Barat ... 56

Egienvalues Bidang Kependudukan ... 59

Factor Loadings Bidang Kependudukan ... 59

Egienvalues Bidang Pelayanan Sosial ... 60

Factor Loadings Pelayanan Sosial ... 60

Egienvalues Bidang Sarana Perkotaan ... 61

Factor Loadings Sarana Perkotaan ... 62

Egienvalues Bidang Ekonomi Wilayah ... 62

Factor Loadings Ekonomi Wilayah ... 63

Egienvalues Bidang Biofisik Wilayah ... 63

Factor Loadings Bidang Biofisik Wilayah ... 64

Egienvalues Bidang Aksebilitas... 64

Factor Loadings Bidang Aksebilitas ... 65

Nilai Indeks Berbasis analisis Faktor Kabupaten/Kota di Sumatera Barat . 66 Indek Perkembangan Wilayah Provinsi Sumatera Barat ... 69


(15)

Persentase Luas Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Barat... 75 Persentase Luas kecocokan Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 77 Tingkat Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Provinsis Sumatera Barat 84 Nilai IPW, Tipologi Klassen, Indeks Entropy, Sektor Unggulan, dan Tingkat Kerawanan Bencana di Provinsis Sumatera Barat ... 86 Nilai LQ Data PDRB 2008 Kabupaten/Kota Sumatera Barat ... 88 Nilai SSA Data PDRB 2004 dan 2008 Kabupaten/Kota Sumatera Barat .. 90 Identifikasi Sektor Unggulan Berdasarkan Kombinasi Analisis LQ dan SSA Pada Setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 92 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Wilayah ... 95 Kombinasi Strategi Pengembangan Wilayah di Provinsi Sumatera Barat . 103


(16)

Halaman

Kerangka Pemikiran ... ... 6

Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah ... 8

Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Barat ... 19

Diagram Alir Penelitian ... ... 21

Peta Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Barat ... 34

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat ... 35

Peta Jaringan Jalan Provinsi Sumatera Barat ... 36

Persentase PDRB Sumatera Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 – 2007 atas Harga Berlaku ... ... 39

Peta Tingkat PDRB Provinsi Sumatera Barat ... 41

Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2004 – 2007 Serta Perbandingan Nasional dan Kontribusinya atas PDRB Harga Konstan ... 42

Peta Sistem Perkotaan Sumatera Barat ... 48

Indek Williamson Sumatera Barat ... 50

Indek Theil Sumatera Barat ... ... 52

Peta Tipologi Klassen Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat ... 55

Peta Hirarki Wilayah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 70

Peta Kelas Kemampuan Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 72

Peta Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 74

Peta Kesesuaian Lahan Provinsi Sumatera Barat ... 76

Peta Tingkat Bahaya Gempa Bumi Sumatera Barat ... 78

Peta Tingkat Bahaya Gelombang Tsunami Sumatera Barat ... 79

Peta Tingkat Bahaya Banjir Sumatera Barat ... 80

Peta Tingkat Bahaya Longsor Sumatera Barat ... 82

Peta Tingkat Bahaya Letusan Gunung Api Sumatera Barat ... 83

Peta Tingkat Bencana Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 85

Peta Arahan Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat ... 93


(17)

Halaman Data yang Digunakan dalam Analisis Skalogram ... 114 Variabel yang Digunakan dalam Analisis FA ... 115 Analisis Indek Williamson Data PDRB Tahun 2008 (atas Harga Berlaku) di Provinsi Sumatera Barat... ... 116 Analisis Indek Williamson Data PDRB Tahun 2007 (Atas Harga Berlaku) di Provinsi Sumatera Barat... ... 120 Analisis Indek Williamson Data PAD Tahun 2008 (Pendapatan Asli Daerah) Provinsi Sumatera Barat... ... 124 Analisis Indek Williamson Data PAD Tahun 2007 (Pendapatan Asli Daerah) Provinsi Sumatera Barat... ... 128 Analisis Indek Theil Data PDRB (Atas Harga Berlaku) Tahun 2008 di Provinsi Sumatera Barat... ... 132 Analisis Indek Theil Data PDRB (Atas Harga Konstan 2000) Tahun 2008 di Provinsi Sumatera Barat... ... 133 Analisis Indek Theil Data PAD (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 di Provinsi Sumatera Barat... ... 134 Analisis Indek Theil Data PT (Pendapatan Total) Tahun 2008 di Provinsi

Sumatera Barat ... ... 135 Analisis Location Quotion (LQ) Sektor Perekonomian di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008 .... ... 136 Analisis Indek Entropy Sektor – Sektor PDRB (Atas Harga Konstan 2000) pada Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008 ... 138


(18)

Latar Belakang

Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Desentralisasi bagai dua keping mata uang yang bisa berdampak baik maupun buruk bagi kelangsungan hidup setiap wilayah di segala bidang, yang oleh karenanya harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan hasil yang diinginkan. Adanya otonomi daerah ternyata belum mampu dimanfaatkan oleh semua daerah untuk mengembangkan wilayahnya. Sebagian daerah masih terbuai dengan otonomi sehingga substansi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat semakin sulit direalisasikan dan bahkan malah mengakibatkan terjadinya disparitas wilayah.

Fenomena disparitas wilayah memang sudah menjadi hal yang biasa dalam perkembangan suatu wilayah karena berbagai alasan. Disparitas tersebut tidak hanya terjadi pada lingkup negara, bahkan sampai pada wilayah provinsi atau unit yang lebih rendah sekalipun. Sering kali disparitas menjadi permasalahan yang serius bagi setiap wilayah karena berpotensi menimbulkan konflik finansial, sosial, atau hubungan yang saling memperlemah antar wilayah. Wilayah hinterland akan menjadi lemah karena eksploitasi sumber daya yang berlebihan, sementara wilayah inti juga dapat menjadi lemah karena faktor urbanisasi yang tinggi.

Penyebab disparitas menurut Anwar (2005), terdiri dari beberapa hal yaitu 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); 2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan aspek potensi pasar. Berdasarkan faktor tersebut maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) Wilayah maju; 2) Wilayah sedang berkembang; 3) Wilayah belum berkembang; dan 4) Wilayah tidak berkembang.


(19)

Perbedaan perkembangan wilayah akan membentuk suatu struktur wilayah yang berhirarki, dimana wilayah yang telah maju cenderung akan cepat berkembang menjadi pusat aktifitas baik perekonomian maupun pemerintahan. Wilayah yang sumber daya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan cenderung menjadi wilayah hinterland. Keadaan ini dapat menjadi faktor pendorong bagi sumber daya manusia untuk bekerja ke wilayah yang lebih berkembang dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya sehingga akan semakin sulit bagi wilayah ini untuk berkembang karena telah mengalami kekurangan sumberdaya manusia.

Perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Barat secara kasat mata mengindikasikan terdapat disparitas wilayah. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terpisah dari kabupaten/kota lainnya merupakan wilayah yang sangat jauh tertinggal dibandingkan wilayah lainnya. Secara umum, wilayah yang berada di bagian Selatan dan Utara juga lebih tertinggal dibandingkan dengan wilayah yang berada di bagian Tengah. Perbedaan lain juga dapat dilihat dimana wilayah kota perkembangannya jauh lebih baik dari wilayah kabupaten. Indikator disparitas tersebut dapat dilihat dari infrastruktur jalan, fasilitas ekonomi, serta sarana dan prasarana sosial. Faktor fisik wilayah di Sumatera Barat yang beragam seperti topografi, tutupan lahan, dan kerentanan terhadap bencana turut mempengaruhi terjadinya disparitas tersebut.

Beranjak dari fenomena tersebut, bahwa karakteristik potensi wilayah Sumatera Barat baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan upaya pengurangan disparitas pembangunan antar wilayah kabupaten/kota yang ada. Strategi pengembangan wilayah yang mempertimbangkan keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi, potensi sumberdaya alam, dan ketersediaan prasarana, serta kondisi fisik wilayah diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Dengan demikian diharapkan akan tercipta pemerataan (equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan wilayah. Strategi yang tepat dalam pengembangan wilayah diharapkan mampu untuk mengurangi disparitas yang terjadi antar wilayah.


(20)

Perumusan Masalah

Provinsi Sumatera Barat yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera memiliki luas 42.297,30 km2 atau setara dengan 2,17 persen luas Indonesia, memiliki topografi yang sangat bervariasi mulai dari dataran rendah di pantai hingga dataran tinggi di pegunungan. Secara administratif, wilayah Sumatera Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara, sebelah Selatan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan Samudera Indonesia, dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau. Jumlah daerah tingkat II di Sumatera Barat sampai tahun 2010 adalah sembilan belas kabupaten/kota dengan dua belas kabupaten dan tujuh kota dimana Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Pariaman, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, dan Kabupaten Pasaman Barat merupakan wilayah hasil pemekaran pasca otonomi daerah.

Letak Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat yang relatif di tengah dan dikelilingi kabupaten/kota yang lain seyogyanya akan memudahkan untuk melakukan pembangunan secara lebih merata dengan menggunakan sistem hirarki antara inti dan hinterland. Seperti yang termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Barat 2009 – 2029, Kota Padang merupakan satu – satunya Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang akan dikembangkan menjadi kawasan Metropolitan di Sumatera Barat atau wilayah lain yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), belum mampu secara maksimal meningkatkan daerah hinterland-nya untuk berkembang menjadi lebih baik.

Gambaran makro perekonomian antara wilayah di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memperlihatkan distribusi yang tidak merata. Daerah yang memiliki PDRB paling dominan adalah Kota Padang (31,05 persen) sementara daerah lain yang memiliki PDRB di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Limo Puluh Koto (7,07 persen), Kabupaten Pasaman Barat (6,67 persen), Kabupaten Solok (5,46 persen), Kabupaten Tanah Datar (6,61 persen), Kabupaten Padang Pariaman (6,44 persen) dan Kabupaten Agam (7,74 persen) sementara untuk daerah lain berada di bawah rata-rata provinsi (5,26 persen) (BPS Sumatera Barat, 2009).


(21)

Data lain seperti sarana dan prasarana wilayah, juga menunjukkan terjadi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Kondisi jaringan jalan tidak terdistribusi secara proporsional, dimana wilayah perkotaan memiliki rasio yang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah kabupaten. Rasio panjang jalan per luas wilayah di Kota Bukittinggi mencapai 712,797 persen, sementara di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya 11,360 persen (RTRW Sumatera Barat 2009 – 2024). Beberapa wilayah masih ada yang belum dilalui jalan negara, bahkan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak memiliki jalan provinsi.

Sarana perekonomian dan fasilitas sosial lainnya juga tidak tersebar secara merata karena hanya berada pada wilayah perkotaan. Sarana perekonomian seperti bank, hanya terkonsentrasi pada beberapa kota utama seperti Kota Padang dan Kota Bukittingi. Fasilitas sosial seperti sekolah, di Kota Padang terdapat 82 jumlah SMA sederajat, sementara di Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Pasaman yang lebih luas wilayahnya hanya terdapat sekitar belasan SMA sederajat dan di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya ada lima SMA sederajat (BPS Sumatera Barat, 2009). Perbedaan faktor alam juga ikut meningkatkan terjadinya ketidakmerataan di Provinsi Sumatera Barat, seperti luas wilayah yang memiliki hutan lindung, dimana Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan hampir setengah wilayahnya memiliki kawasan lindung, sementara Kota Pariaman dan Kota Padang Panjang hampir tidak ditemui kawasan yang berfungsi sebagai hutan lindung (BPS Sumatera Barat, 2009). Potensi bencana yang besar di Sumatera Barat menjadi suatu permasalahan yang serius dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan.

Secara umum perbedaan PDRB dan data sarana prasarana wilayah di atas memperlihatkan bahwa terdapat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya sebagai kabupaten yang baru dimekarkan pasca tahun 1999 mempunyai nilai PDRB 1.066 miliar rupiah jauh di bawah rata-rata provinsi 3.612 miliar rupiah (BPS Sumatera Barat, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa potensi yang dimiliki belum mampu dieksploitasi secara maksimal atau memang wilayah tersebut tidak memiliki sumber daya yang cukup


(22)

untuk mengembangkan wilayahnya. Sementara Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung, dan Kabupaten Pasaman yang berada pada wilayah perbatasan juga memiliki nilai PDRB di bawah rata-rata provinsi.

Dengan melihat kondisi di atas, serta dalam upaya mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dan menciptakan pemerataan di Provinsi Sumatera Barat, maka perlu dilakukan analisis dan identifikasi tingkat disparitas pembangunan antar wilayah dan faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas tersebut, terutama dari aspek ekonomi, kondisi biofisik wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana (sumberdaya buatan), dan indikator lainnya (Gambar 1).

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan besarnya tingkat disparitas perekonomian antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

2. Mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik dari wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

3. Mengidentifikasi sektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

5. Merumuskan strategi pengembangan wilayah untuk mengatasi masalah disparitas yang dapat diterapkan.

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dalam perumusan atau penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan wilayah untuk mengurangi tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Sumatera Barat.


(23)

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Otonomi Daerah Strategi Pengembangan

Wilayah Prov. Sumbar

Kondisi Prov. Sumbar saat ini PDRB tidak Merata

Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi tidak merata Biofisik Wilayah Beragam

Terjadinya Disparitas Wilayah

Implikasi

Kebijakan sosial politik

Hubungan antar wilayah saling memperlemah

Inefesiensi

Terjadinya konflik

Pemekaran Wilayah

Menarik diteliti dan perlu pemecahan

Tipologi Wilayah

Faktor Penyebab Disparitas Wilayah Mempelajari karakteristik Biofisik

Wilayah

Identifikasi tingkat disparitas antar wilayah

Identifikasi tingkat hirarki dan perkembangan wilayah


(24)

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah

Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Sementara menurut Rustiadi et al. (2009), wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas yang spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful’, baik untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, maupun evaluasi. Dengan demikian, batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis.

Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget et al. 1977) mengenai tipologi wilayah, membagi wilayah dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen).

Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab non alamiah. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim, dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat non alamiah didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen non alamiah adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan).


(25)

Menurut Rustiadi et al. (2009), pemahaman tentang wilayah dapat dilihat pada Gambar 2, dimana wilayah dibagi menjadi tiga yaitu wilayah homogen, wilayah sistem/fungsional, dan wilayah perencanaan/pengolahan. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa wilayah merupakan suatu sistem yang mempunyai keterkaitan fungsional yang berbeda. Pendekatan perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia sering kali lebih didasarkan pada aspek administrasi – politik dibandingkan aspek keterkaitan wilayah sebagai sebuah sistem.

Gambar 2. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah

Sistem Sosial – Politik : cagar budaya, wilayah

etnik Sistem ekonomi : Agropolitan, kawasan produksi, kawasan industri

Sistem ekologi : DAS, hutan, pesisir Nodal (pusat - hinterland )

Desa - Kota

Budidaya - Lindung

Umumnya disusun/dikembangkan berdasarkan:

Konsep homogen/fungsional: KSP, KATING, dan

sebagainya

Administrasi-politik: propinsi, Kabupaten, Kota Sistem Sederhana

Sistem Komplek Wilayah

Homogen

Sistem/ Fungsional

Perencanaan/ Pengelolaan


(26)

Disparitas Pembangunan

Definisi pembangunan oleh para ahli dapat bermacam-macam, namun secara umum bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Secara sederhana menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik, sedangkan menurut Saefulhakim (2008) pembangunan merupakan perubahan terencana (planned changes). Artinya bahwa suatu perubahan dapat dikatakan pembangunan manakala proses perencanaan memberikan kontribusi penting terhadap perubahan tersebut, sehingga perubahan tanpa perencanaan tidak dapat dikatakan sebagai pembangunan.

Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Selanjutnya Todaro (2003) dalam Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al. 2009). Namun demikian seringkali pembangunan wilayah yang dilaksanakan tidak merata, baik antar sektor maupun antar wilayah sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas pembangunan antar wilayah.


(27)

Secara makro dapat dilihat terjadinya ketimpangan pembangunan yang nyata misalnya antara desa-kota, antara wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat, wilayah Jawa dan luar Jawa, dan sebagainya. Menurut Rustiadi et al. (2009) faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Faktor utama penyebab ketimpangan

Faktor Indikator

Geografi Topografi, Iklim, Curah Hujan, Sumber Daya Mineral, dll. Sejarah Bentuk kelembagaan atau kebudayaan masa lalu

Politik Stabil atau tidak stabilnya Kebijakan Sentralistik atau desentralistik

Administratif Administrasi yang baik (efisien, jujur, terpelajar, terlatih ) atau bukan Sosial Masyarakat tertinggal atau maju

Ekonomi Kuantitas dan kualitas faktor produks (contoh ; lahan, infrastruktur, tenaga kerja), akumulasi berbagai faktor (contoh; lingkaran kemiskinan, standar hidup rendah), pasar bebas (contoh; speread effect dan backwash effect), distorsi pasar (contoh; immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi)

Sumber : Rustiadi et al. (2009)

1. Faktor geografis

Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lainnya baik dan ditunjang dengan kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan lebih baik. 2. Faktor historis

Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja.


(28)

3. Faktor politis

Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil.

4. Faktor kebijakan

Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah.

5. Faktor administratif

Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien.

6. Faktor sosial

Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah.

7. Faktor Ekonomi.

Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu:

a) Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan;

b) Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya diwilayah yang maju, masyarakat


(29)

maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju;

c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju;

d) Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Di Indonesia faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah menurut Tambunan (2003) diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

2. Alokasi Investasi

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah 4. Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi

5. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah 6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi

Pendapatan Regional

Pendapatan regional sering didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun atau tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis (Tarigan, 2007). Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah :

1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi


(30)

dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB). 2) Produk Domestitk Regional Neto (PDRN), PDRN dapat diperoleh dengan cara

mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan yang lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. Tetapi bila PDRN di atas dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, maka akan diperoleh PDRN atas dasar biaya faktor.

Ada tiga pendekatan untuk menghitung pendapatan regional dengan menggunakan metode langsung (Tarigan, 2007), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran; cara penentuan pendapatan regional dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa itu digunakan untuk : konsumsi rumah tangga; konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung; konsumsi pemerintah; pembentukan modal tetap bruto (investasi); perubahan stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total impor).

2. Pendekatan Produksi; perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.


(31)

3. Pendekatan Penerimaan; pendapatan regional dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.

Analisis Spasial

Perencanaan pembangunan wilayah adalah konsep yang utuh dan menyatu dengan pembangunan wilayah. Secara luas, perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004). Sedangkan proses perencanaan pembangunan wilayah selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan yang memiliki sifat keruangan (spasial). Oleh karena itu dalam analisis perencanaan wilayah, analisis yang menyangkut objek-objek dalam sistem keruangan (analisis spasial) menjadi sangat penting Rustiadi et al. (2009).

Selanjutnya Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa analisis spasial dipahami secara berbeda antara ilmuan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua fokus kajiannya. Pandangan geografi, pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat.

Anasisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960-an. Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknikteknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisis pola-pola sebaran titik, garis, dan


(32)

area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-proses pilihan spasial (spasial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.

Di samping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan sistem informasi geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini semakin signifikan. SIG sebagai suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari aspek – aspek permukaan bumi, Burrough (1989), dalam Barus & Wiradisastra, (2000). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan secara inpilisit menyatakan SIG berkaitan langsung dengan sistem informasi yang berorientasi teknologi otomatis, meskipun tidak menyebutkan secara spesifik apakah harus menggunakan komputer atau tidak. Selanjutnya secara lebih detil Aronoff (1993) mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup: a. pemasukan; b. manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali; 3. manipulasi dan analisis, dan 4. pengembangan produk dan pencetakan.

Komponen utama sistem informasi geografis (SIG) terbagi empat kelompok yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masing-masing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke system lainnya, tergantung dari tujuan dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peran penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis, berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dan dikaitkan dengan letaknya di muka bumi. Dengan mengembangkan SIG maka informasi yang berkenaan dengan pewilayahan (spasial) dan pemodelannya serta permasalahan spasial dapat dianalisis dengan lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan (Prahastra, 2007).


(33)

Menurut Barus & Wiradisastra (2000), kelebihan sistem informasi geografis (SIG) adalah merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Data ini lebih padat dibandingkan dalam bentuk peta cetak, tabel dan bentuk konvensional lainnya. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda dapat diintegrasikan, prosedur yang berbeda juga dapat dipadukan. Sebagai contoh, prosdur penanganan data seperti: pengumpulan data, verifikasi data dan pembaharuan data. Prosedur juga dapat diintegrasikan seperti pemisahan operasi menjadi beberapa tahap, misalnya dalam melakukan registrasi lahan maka secara langsung dalam kegiatan tersebut menghasilkan data yang dapat digunakan dalam pemantauan penggunaan lahan, dalam hal ini keduanya berada dalam SIG yang sama. Dalam hal ini SIG digunakan untuk mengecek keakuratan perubahan, zona mana yang kena dampak, dan pada saat yang bersamaan memperbaiki peta dan data tabel yang relevan. Dengan cara ini pemakai mendapatkan lebih banyak informasi baru dan dapat memanipulasinya sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

Software yang digunakan untuk melakukan analisis spasial dalam penelitian ini adalah ArcView versi 3.3 yang dikeluarkan ESRI. Fasilitas yang terdapat dalam ArcView versi 3.3 sangat beragam, sementara pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah metode overlay. Melalui overlay dapat diketahui hasil interaksi atau gabungan dari beberapa peta sehingga nanti akan menghasilkan satu peta yang menggambarkan luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa peta dan juga menghasilkan gabungan data dari beberapa peta yang saling beririsan.


(34)

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Studi

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melihat sejauh mana tingkat disparitas perekonomian di Provinsi Sumatera Barat melalui analisis Indeks Williamsons dan Indeks Theill. Indeks Williamson digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan suatu wilayah dari data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) harga berlaku dan konstan, PAD (Pendapatan Asli Daerah), serta pendapatan total. Sementara Indeks Theill digunakan untuk melihat dekomposisi ketimpangan antara dan dalam wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan di Provinsi Sumatera Barat.

Tahapan selanjutnya adalah menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik setiap wilayah kabupaten/kota dari berbagai faktor seperti biofisik wilayah, sarana prasarana wilayah, serta tingkat perekonomian dari wilayah bersangkutan. Pertama dilakukan analisis spasial faktor fisik wilayah berdasarkan kemampuan lahan untuk mengetahui karakteristik wilayah yang mencakup sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain. Selanjutnya hasil analisis peta kemampuan lahan tersebut dilakukan tumpang tindih dengan peta tutupan lahan aktual guna mengetahui kecocokan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Faktor fisik berikutnya adalah dengan melihat tingkat kerawanan bencana dari setiap kabupaten/kota dari indikator bencana gempa bumi, gelombang tsunami, banjir, letusan gunung berapi, longsor, dan kekeringan.

Tingkat perkembangan wilayah dilihat dengan menggunakan analisis skalogram dari data sarana prasarana sehingga nanti dapat menentukan tingkatan hirarki dan jumlah indek perkembangan wilayah. Selanjutnya dilihat sejauh mana keragaman yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang ada dengan analisis Indek Entropy. Tahapan analisis berikutnya digunakan untuk mengelompokkan wilayah atas empat kategori yaitu wilayah maju, wilayah maju tapi tertekan, wilayah berkembang, dan wilayah relatif terbelakang berdasarkan analisis Tipologi Klassen.


(35)

Terakhir, digunakan metode Factor Analysis (FA) dengan data PODES 2008 dan Sumatera Barat dalam angka 2008 untuk mengetahui faktor utama dalam perkembangan wilayah tersebut.

Setelah diketahui tingkat disparitas antar wilayah maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sektor – sektor yang menjadi unggulan dari wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Analisis ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua dengan menggunakan metode analisis LQ (Location Quotions) dan SSA (Shift Share Analysis). Analisis LQ berguna untuk menentukan sektor – sektor yang kompetitif dari masing – masing wilayah dengan menggunakan data PDRB tahun 2008 atas dasar harga berlaku 2000. Untuk melihat sektor yang komparatif dari kabupaten/kota dengan wilayah yang lebih luas dalam hal ini provinsi maka digunakan analisis SSA. Hasil analisis LQ akan digabungkan dengan analisis SSA untuk melihat ada tidaknya sektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota bersangkutan.

Analisis berikutnya dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang ke-empat yaitu mengetahui faktor yang menjadi penyebab disparitas pembangunan di Provinsi Sumatera Barat. Analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan variabel respon diperoleh dari indek perkembangan wilayah hasil analisis skalogram. Sementara itu untuk variabel independent nya digunakan hasil factor score dari analisis FA.

Langkah terakhir adalah merumuskan strategi kebijakan pembangunan yang dapat diterapkan di Provinsi Sumatera Barat untuk mengurangi terjadinya disparitas. Analisis yang digunakan untuk membantu adalah metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats) yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Data yang digunakan dalam analisis SWOT adalah dokumen kebijakan yang dikeluarkan pemerintah provinsi dan daerah berupa RPJM, RPJP, RTRW, RPB, dan dokumen lainnya serta hasil analisis sebelumnya. Kerangka pendekatan studi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.


(36)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat dengan unit wilayah meliputi seluruh kabupate/kota yang ada. Wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 daerah tingkat II, dengan 12 wilayah kabupaten dan tujuh wilayah kota. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama enam bulan mulai bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010. Secara spasial lokasi wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain bersumber dari Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (data Sumatera Barat dalam angka, PDRB Sumatera Barat, potensi desa Sumatera Barat), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat (data Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan


(37)

Jangka Menengah, dan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Penanggulangan Bencana Sumatera Barat), Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat (Peta Satuan Lahan, Peta Penggunaan Lahan), Word Bank (Peta Tingkat Kerawanan Bencana), dan instansi/dinas lain yang terkait.

Metode analisis yang digunakan adalah Indeks Williamsons dan Indeks Theill untuk menentukan tingkat disparitas perekonomian antar wilayah, Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik, Tipologi Klassen, dan Factor Analysis untuk menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah, Indeks Location Quotion dan Shift Share Analysis untuk identifikasi sektor unggulan, Analisis Multiple Regresion untuk menentukan penyebab tingkat perkembangan wilayah, dan analisis SWOT untuk perumusan strategi. Rincian tujuan, metode, data, dan sumber disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Matrik tujuan, metode, data, dan sumber data dalam penelitian

Tujuan Metode Analisis Variabel Data dan Sumber Data

Menentukan tingkat disparitas

perekonomian antar wilayah

Indek Williamson dan Indek Theill

PDRB Kab/Kota, Jumlah Penduduk per Kab/Kota

PDRB kabupaten, Prov. Sumbar Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Sumbar)

Menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah Skalogram, Indek Entropy, Analisis Fisik (Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan, Tingkat Bencana), Tipologi Klassen, dan FA

Jumlah sarana dan Prasarana, PDRB Kab/Kota, Potensi Fisik Wilayah

PODES Tahun 2007, PDRB 2008, DDA, Peta Landsystem, Peta Landuse, Peta Bencana (BPS Sumbar, Bappeda Sumbar, Dinas PU Sumbar, Word Bank)

Mengidentifikasi sektor unggulan

LQ dan SSA PDRB Kab/Kota, Jumlah Penduduk per Kab/Kota

PDRB kabupaten, Prov. Sumbar Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Sumbar)

Menentukan faktor penyebab tingkat perkembangan wilayah

Multiple Regresi IPK dan Factor

Score

Hasil Analisis Skalogram dan Analisis FA

Merumuskan strategi yang dapat diterapkan

Analisis SWOT IPK, PDRB per kapita,

Produktivitas lahan.

RPJM, RPJP, RTRW, RPB (Bappeda Sumbar), dan

dokumen lain yang relevan serta penggabungan analisis


(38)

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

Perumusan Strategi Pengembangan Wilayah Analisis Williamson

dan Indek Theill Unit Kabupaten/Kota

Analis Disparitas Pembangunan Provinsi Sumatera Barat

Pengumpulan Data Studi Literatur

Analisis teoritis dan empiris

Tingkat Disparitas Perekonomian Antar Wilayah

Analisis Skalogram, Indek Entropy, Analisis Kemampuan Lahan, Tipologi Klassen, dan FA

Faktor Penyebab Tingkat Perkembangan Wilayah

Analisis Regresi Berganda & Deskriptif

Identifikasi Sektor Unggulan

Tingkat Perkembangan & Karakteristik Wilayah

Analisis LQ dan SSA unit Kabupaten/Kota


(39)

Metode Analisis

Penentuan Tingkat Disparitas Pembangunan

Disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat diduga disebabkan oleh banyak hal, diantaranya dari faktor ekonomi, infrastruktur, dan sosial. Untuk melihat tingkat disparitas ekonomi wilayah di Sumatera Barat digunakan Indeks Williamson dan untuk mendekomposisi disparitas yang terjadi digunakan Indeks Theill.

Indeks Williamsons

Indeks Williamsons merupakan indek yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan antar wilayah secara horizontal. Wiliamsons mengembangkan indek kesenjangan wilayah ini pada tahun 1975 (Rustiadi, et al. 2009) yang diformulasikan sebagai berikut :

__ 2 __ Y Y

p

Y

V

i i w

     

dimana:

V

w = Indeks kesenjangan Williamson (Iw)

Y

i = PDRB per kapita kabupaten ke –i

Y

= Rata-rata PDRB per kapita kabupaten

p

i = fi/n (fi jumlah penduduk kab/kota ke i dan n total penduduk provinsi

Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika

Y

i=

Y

maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat disparitas ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Data yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah PDRB harga berlaku dan PAD kabupaten/kota tahun 2007 dan 2008. Unit wilayah yang dianalisis terdiri dari empat kelompok yaitu : Provinsi Sumatera Barat secara keseluruhan,


(40)

wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan, wilayah kabupaten dengan wilayah kota, dan wilayah pemekaran dengan wilayah induk (Tabel 3).

Tabel 3. Pembagian Kelompok Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat

Perbatasan/Bukan Perbatasan Kabupaten/Kota Pemekaran/Induk

Perbatasan Bukan Perbatasan Kabupaten Kota Pemekaran Induk

Kep. Mentawai Solok Kep. Mentawai Kota Padang Kep. Mentawai Solok

Pesisir Selatan Tanah Datar Pesisir Selatan Kota Solok Solok Selatan Sijunjung

Sijunjung Pd. Pariaman Solok Kota Sawahlunto Dharmasraya Pd. Pariaman

Lima Puluh Kota Agam Sijunjung Kota Pd.Panjang Pasaman Barat Pasaman

Pasaman Kota Padang Tanah Datar Kota Bukittinggi Kota Pariaman

Solok Selatan Kota Solok Pd. Pariaman Kota Payakumbuh

Dharmasraya Kota Sawahlunto Agam Kota Pariaman

Pasaman Barat Kota Pd.Panjang Lima Puluh Kota Kota Bukittinggi Pasaman Kota Payakumbuh Solok Selatan Kota Pariaman Dharmasraya Pasaman Barat

Indeks Theill

Selain indeks Wiliamson, untuk mendekomposisi total disparitas menjadi kontribusi disparitas oleh kabupaten/kota atau untuk melihat kontribusi disparitas oleh sektor perekonomian (disparitas parsial), digunakan indeks Theil yang pernah dilakukan oleh Fujita dan Hu (2001), dengan persamaan :

i i N i i

x

y

y

log

I

0

Dimana : I = Indeks Theil (disparitas total)

yi = PDRB kab/kota ke-i / PDRB provinsi atau PDRB

sektor ke-i /PDRB sektor ke-i provinsi

xi = Penduduk kab/kota ke-i / penduduk provinsi atau jumlah tenaga

kerja sektor ke-i / jumlah tenaga kerja sektor ke-i provinsi yi [log(yi/xi)] = Disparitas parsial


(41)

Data yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah PDRB harga berlaku, PDRB harga konstan 2000, PAD, dan pendapatan total kabupaten/kota tahun 2008. Pengelompokkan wilayah untuk melihat sumber disparitas yang terjadi terdiri dari wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan, wilayah kabupaten dengan wilayah kota, dan wilayah pemekaran dengan wilayah induk (Tabel 3).

Manfaat dari pemakaian Indeks Theil adalah : (1) memungkinkan kita untuk membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu; (2) Indeks ketimpangan entropi Theil juga dapat menyediakan pengukuran ketimpangan secara rinci dalam sub unit geografis selama periode tertentu; (3) mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial, misalnya ketimpangan antar daerah dalam suatu negara dan antar sub unit daerah dalam suatu kawasan. Indeks Theil yang semakin membesar menunjukkan ketimpangan yang semakin membesar pula, demikian sebaliknya, bila indeks semakin kecil, maka ketimpangan akan semakin rendah atau semakin merata.

Penentuan Tingkat Perkembangan Wilayah

Untuk menentukan tingkat perkembangan suatu wilayah terdapat berbagai metode analisis. Dalam penelitian ini, antara lain dilakukan metode skalogram, indeks entropy, tipologi Klassen, dan faktor analisis (FA).

Tipologi Klassen

Analisis tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing – masing wilayah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi wilayah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tiap wilayah sebagaimana diungkapkan oleh Sjafrizal (2008). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata – rata laju pertumbuhan ekonomi per tahun Provinsi Sumatera Barat (G) dan rata – rata laju pertumbuhan kabupaten/kota (Gi) yang dikombinasi dengan data PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat (Gk) dan PDRB per kapita setiap kabupaten/kota (Gki). Pengelompokkan wilayah berdasarkan keempat karakteristik tersebut dapat diilustrasikan pada tabel berikut.


(42)

Tabel 4. Klasifikasi Tipologi Klassen kabupaten/kota Sumatera Barat Laju Pertumbuhan Ekonomi

Di Atas Rata-Rata Di Bawah Rata-Rata

PDRB P er K a p ita Di Ata s Ra ta -Ra

ta Kuadran I : Wilayah Maju

Gi > G, Gk1 > Gk

Kuadran II : Wilayah Maju, Tapi Tertekan

Gi < G, Gk1 > Gk

Di B a wa h R a ta -Ra

ta Kuadran III

Wilayah Berkembang Cepat

Gi > G, Gk1 < Gk

Kuadran III

Daerah Relatif Terbelakang:

Gi < G, Gk1 < Gk Sumber : Syafrizal (2008)

Melalui analisis ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu : 1) wilayah cepat maju dan cepat tumbuh dengan laju pertumbuhan dan PDRB per kapita yang lebih besar dari provinsi; 2) wilayah maju tapi tertekan dengan laju pertumbuhan lebih kecil dari provinsi tapi PDRB per kapita lebih besar; 3) wilayah berkembang cepat dengan laju pertumbuhan lebih besar dari provinsi namun PDRB per kapitanya lebih kecil; 4) dan daerah relatif tertinggal dengan laju pertumbuhan dan PDRB per kapita lebih kecil dari provinsi. Indeks Entropy

Analisis Entropy Model merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim, 2006). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan sektor – sektor perekonomian antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang (S = tingkat perkembangan). Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar


(43)

kabupaten/kota sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar wilayah tersebut. Data yang dianalisis adalah data PDRB per kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selalu  0.

Analisis Skalogram

Metode skalogram merupakan pentipologian wilayah berdasarkan konsep wilayah nodal, dimana wilayah tersebut dianggap sebagai sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma. Asumsi yang digunakan bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol disuatu lokasi dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk komunitasnya, sehingga wilayah dengan fasilitas umum terlengkap dijadikan sebagai pusat/inti dan wilayah yang kekurangan fasilitas sebagai hinterland/plasma. Keunggulan metode ini, menurut Budiharsono (2001) antara lain : 1) memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; 2) secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; 3) membandingkan pemukiman dan wilayah berdasarkan ketersedian fasilitas pelayanan; 4) memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah; 5) secara potensial dapat untuk merancang fasilitas baru atau memantaunya.

Metode skalogram dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan hirarki antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Pada penelitian ini, indeks perkembangan kabupaten/kota dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai rataan, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Nilai Selang Hirarki Indeks Perkembangan Wilayah (IPW)

Hirarki Nilai Selang (X) IPW

I X > [rataan +(2*St Dev IPK)] Tinggi

II rataan ≤ X ≤ (2*St Dev) Sedang


(44)

Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa tahun 2008 yang dikombinasi dengan data Sumatera Barat dalam angka dengan parameter yang diukur meliputi : bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian (Lampiran 1).

Factor Analysis (FA)

Analisis FA merupakan salah satu asumsi (prasyarat) untuk memperbolehkan melakukan analisis regresi berganda (multiple regresion). Data yang akan dianalisis adalah data kabupaten/kota di Sumatera Barat tahun 2008 dalam angka yang bersifat kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel – variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah kabupaten/kota bersangkutan, diantaranya : varibel – variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik wilayah (Lampiran 2).

Maksud dari analisis FA ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari FA, yaitu:

Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel-variabel-variabel baru (disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi. Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah.

Teknik ekstraksi data dengan PCA/FA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent). Manfaat dari analisis ini adalah untuk menyelesaikan fenomena saling berkorelasi antar variabel penjelas (multicollinearity) dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penanganan masalah. Varibel baru yang dihasilkan dalam analisis FA dijadikan sebagai variabel bebas dalam analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor penyebab disparitas.


(45)

Identifikasi Karakteristik Potensi Fisik Wilayah

Perbedaan limpahan sumberdaya alam yang merupakan faktor fisik suatu wilayah, menurut Anwar (2005), merupakan salah penyebab terjadinya disparitas antar wilayah. Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa analisis fisik secara spasial diantaranya mengenai penggunaan lahan, kemampuan lahan, dan tingkat kerawanan bencana. Analisis penggunaan lahan dikelompokan atas sepuluh kelas utama berdasarkan pada peta yang dibuat oleh Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Peta yang dimiliki tersebut dianalisis secara deskriptif tentang penggunaan lahan dari masing – masing kabupaten/kota yang ada.

Analisis kemampuan lahan digunakan untuk melihat karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain. Kemampuan lahan sangat berkaitan dengan tingkat bahaya kerusakan dan hambatan dalam pengelolaan lahan. Kemampuan lahan tersebut juga dapat dibagi ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau ancaman dalam penggunaannya yaitu subkelas (t) dengan faktor penghambat lereng, subkelas (s) dengan faktor penghambat kedalaman tanah, subkelas (e) dengan faktor penghambat erosi, dan subkelas (w) dengan faktor penghambat kelebihan air.

Analisis ini juga bisa diperinci dengan menambahkan kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan. Klasifikasi pada kategori ini memperhitungkan faktor – faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang telah terjadi, batuan di atas permukaan tanah, dan ancaman banjir. Tingkat unit kemampuan lahan diberi simbol dengan menambahkan angka dibelakang simbol subkelas. Angka ini menunjukkan besarnya tingkat faktor penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas.

Analisis berikutnya untuk melihat faktor fisik dari Provinsi Sumatera Barat adalah dengan mengetahui tingkat kerawanan bencana. Data yang digunakan adalah Peta Bencana Sumatera Barat dan dokumen rencana penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 – 2012. Jenis bencana yang dianalisis adalah bencana


(46)

gempa bumi, gelombang tsunami, banjir sebagai kategori bencana tingkat pertama, bencana letusan gunung api dan longsor sebagai kategori bencana tingkat kedua, dan bencana kekeringan sebagai kategori bencana tingkat ketiga. Kriteria penentuan tingkat kategori bencana pada setiap kabupaten/kota yang ada disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kategori Tingkat Kerawanan Bencana

Kabupaten /Kota

Tingkatan Kerawanan Bencana

Skor (tingkat x kategori)

Kategori (skor : 3) Rendah, Sedang,

Tinggi Kategori 1 (x 3) Kategori 2 (x 2) Kategori 3 (x 1)

A B C A B C A B C

1 2

Dst

Setiap tingkatan kerawanan bencana untuk kategori 1 dikalikan tiga, kategori 2 dikalikan dua, dan kategori 3 dikalikan satu. Akamulasi dari hasil penggabungan seluruh bencana tersebut akan menghasilkan skor untuk setiap wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Selanjutanya jumlah dari skor tersebut dibagi tiga menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi.

Mengidentifikasi Sektor Unggulan

Identifikasi sektor unggulan diperlukan oleh setiap wilayah agar dapat memacu pertumbuhannya dan mampu bersaing dengan wilayah lain dalam era otonomi daerah saat ini. Penentuan sektor unggulan seharusnya tidak hanya ditentukan dari kondisi terkini suatu wilayah tetapi juga melihat pola dinamikanya dengan perbandingan antar waktu. Untuk mengidentifikasi sektor unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Barat dilakukan pendugaan tingkat pemusatan aktivitas suatu wilayah dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan dekomposisi pertumbuhan dengan menggunakan Shift Share Analysis (SSA).

Location Quotient (LQ)

Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan


(47)

atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini menggunakan data PDRB harga konstan 2000 kabupaten/kota dengan 9 sektor utama di Provinsi Sumatera. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : LQij : Indeks kuosien lokasi kabupaten/kota i untuk sektor j Xij : PDRB masing-masing sektor j di kabupaten/kota i

Xi. : PDRB total di kecamatan i

X.j : PDRB total sektor j di Provinsi Sumatera Barat

X.. : PDRB total seluruh sektor di Provinsi Sumatera Barat

Analisis LQ merupakan suatu indek yang membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Provinsi Sumatera Barat. Asumsi dalam analisis LQ adalah bahwa 1) kondisi geografis relatif seragam; 2) pola – pola aktifitas bersifat seragam; dan 3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.

Shift Share Analysis (SSA)

Shift Share Analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.

Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data PDRB kabupaten/kota dengan sembilan sektor di semua wilayah Sumatera Barat. Data yang


(1)

Kabupaeten/Kota PDRB Sektor (dalam juta rupiah) (Xij)

Pertanian Pertambangan Industri Ligas dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa Σ (Xij)

Kepulauan Mentawai 617839550 5938650 78522150 1539650 40470800 210162225 70164050 12647125 62465800 1099750000

Pesisir Selatan 1252336470 61936595 464345455 25777080 172563230 746103260 120651055 136045700 600391155 3580150000

Solok 1830207067 155122942 264764812 22740536 294814806 522626247 456435044 70658094 443440452 4060810000

Sijunjung 647370052 387114702 106765218 34377916 289307110 272360250 202151830 81829124 399703798 2420980000

Tanah Datar 1678157397 79038899 510477751 44977937 336242830 536678491 278601202 148907539 753707954 4366790000

Padang Pariaman 1269276525 195391659 583610782 74361655 239495813 561045866 1259532584 116414453 829260663 5128390000

Agam 2093967446 214019992 609333618 47790872 271161252 796860844 270641786 203111206 687772984 5194660000

Lima Puluh Koto 1710957923 367602348 511228402 20589749 147643566 1060120979 287754297 122534116 793458620 5021890000

Pasaman 1374642984 59090988 116626950 11144353 83712233 314115252 103409229 99521664 429446347 2591710000

Solok Selatan 421567572 78150994 98621650 11088272 79323792 184768994 73353184 22389780 96915762 1066180000

Dharmasraya 750720210 130183915 126386005 25530395 279779370 255303950 151705405 86085960 304254790 2109950000

Pasaman Barat 1555828780 48193695 1154701460 7302075 145554695 1221880550 178657435 81783240 474148070 4868050000

Kota Padang 1159143552 352170350 3072937854 434678832 911618106 4207932582 4849888820 1736702926 3398946978 20124020000

Kota Solok 80193624 5950136 83213096 27175248 124686432 92626744 192979784 68026928 213228008 888080000

Kota Sawahlunto 73988640 172355040 88016544 9323424 64579680 93661920 91095840 45761760 216577152 855360000

Kota Padang Panjang 74597323 2776394 63710936 20311514 61080668 76058583 170455979 76570024 185068579 730630000

Kota Bukittinggi 40948069 169909 175346088 43496704 75099778 362245988 385693430 199303257 416786777 1699090000

Kota Payakumbuh 158233900 7419580 104934060 23924360 127495640 276190080 350537300 127798480 337666600 1514200000

Kota Pariaman 380223676 23599181 150296460 17798265 111140277 140672213 204086772 98483733 192089423 1318390000


(2)

Kabupaeten/Kota Pi = Xij / Σ (X ij)

Pertanian Pertambangan Industri Ligas dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa

Kepulauan Mentawai 0.00900 0.00009 0.00114 0.00002 0.00059 0.00306 0.00102 0.00018 0.00091

Pesisir Selatan 0.01825 0.00090 0.00677 0.00038 0.00251 0.01087 0.00176 0.00198 0.00875

Solok 0.02666 0.00226 0.00386 0.00033 0.00430 0.00761 0.00665 0.00103 0.00646

Sijunjung 0.00943 0.00564 0.00156 0.00050 0.00421 0.00397 0.00295 0.00119 0.00582

Tanah Datar 0.02445 0.00115 0.00744 0.00066 0.00490 0.00782 0.00406 0.00217 0.01098

Padang Pariaman 0.01849 0.00285 0.00850 0.00108 0.00349 0.00817 0.01835 0.00170 0.01208

Agam 0.03051 0.00312 0.00888 0.00070 0.00395 0.01161 0.00394 0.00296 0.01002

Lima Puluh Koto 0.02493 0.00536 0.00745 0.00030 0.00215 0.01544 0.00419 0.00179 0.01156

Pasaman 0.02003 0.00086 0.00170 0.00016 0.00122 0.00458 0.00151 0.00145 0.00626

Solok Selatan 0.00614 0.00114 0.00144 0.00016 0.00116 0.00269 0.00107 0.00033 0.00141

Dharmasraya 0.01094 0.00190 0.00184 0.00037 0.00408 0.00372 0.00221 0.00125 0.00443

Pasaman Barat 0.02267 0.00070 0.01682 0.00011 0.00212 0.01780 0.00260 0.00119 0.00691

Kota Padang 0.01689 0.00513 0.04477 0.00633 0.01328 0.06131 0.07066 0.02530 0.04952

Kota Solok 0.00117 0.00009 0.00121 0.00040 0.00182 0.00135 0.00281 0.00099 0.00311

Kota Sawahlunto 0.00108 0.00251 0.00128 0.00014 0.00094 0.00136 0.00133 0.00067 0.00316

Kota Padang Panjang 0.00109 0.00004 0.00093 0.00030 0.00089 0.00111 0.00248 0.00112 0.00270

Kota Bukittinggi 0.00060 0.00000 0.00255 0.00063 0.00109 0.00528 0.00562 0.00290 0.00607

Kota Payakumbuh 0.00231 0.00011 0.00153 0.00035 0.00186 0.00402 0.00511 0.00186 0.00492


(3)

Kabupaeten/Kota Ln Pi

Pertanian Pertambangan Industri Ligas dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa

Kepulauan Mentawai -4.71039 -9.35514 -6.77324 -10.70506 -7.43604 -5.78874 -6.88578 -8.59919 -7.00200

Pesisir Selatan -4.00385 -7.01051 -4.99599 -7.88713 -5.98585 -4.52175 -6.34371 -6.22363 -4.73904

Solok -3.62443 -6.09240 -5.55778 -8.01247 -5.45027 -4.87775 -5.01317 -6.87876 -5.04205

Sijunjung -4.66370 -5.17790 -6.46599 -7.59920 -5.46913 -5.52949 -5.82760 -6.73198 -5.14589

Tanah Datar -3.71117 -6.76668 -4.90127 -7.33045 -5.31878 -4.85122 -5.50684 -6.13329 -4.51161

Padang Pariaman -3.99041 -5.86161 -4.76738 -6.82768 -5.65808 -4.80681 -3.99812 -6.37946 -4.41608

Agam -3.48980 -5.77055 -4.72425 -7.26978 -5.53390 -4.45594 -5.53582 -5.82286 -4.60316

Lima Puluh Koto -3.69181 -5.22962 -4.89980 -8.11182 -6.14182 -4.17048 -5.47451 -6.32823 -4.46022

Pasaman -3.91067 -7.05754 -6.37764 -8.72568 -6.70923 -5.38686 -6.49792 -6.53624 -5.07412

Solok Selatan -5.09264 -6.77797 -6.54533 -8.73073 -6.76308 -5.91751 -6.84133 -8.02801 -6.56278

Dharmasraya -4.51558 -6.26767 -6.29728 -7.89675 -5.50262 -5.59416 -6.11468 -6.68127 -5.41875

Pasaman Barat -3.78685 -7.26139 -4.08502 -9.14846 -6.15607 -4.02847 -5.95115 -6.73254 -4.97510

Kota Padang -4.08118 -5.27250 -3.10623 -5.06201 -4.32140 -2.79189 -2.64991 -3.67687 -3.00540

Kota Solok -6.75217 -9.35320 -6.71521 -7.83431 -6.31082 -6.60804 -5.87403 -6.91671 -5.77426

Kota Sawahlunto -6.83271 -5.98706 -6.65909 -8.90409 -6.96872 -6.59693 -6.62471 -7.31317 -5.75867

Kota Padang Panjang -6.82451 -10.11546 -6.98226 -8.12543 -7.02442 -6.80511 -5.99814 -6.79841 -5.91589

Kota Bukittinggi -7.42431 -12.90911 -5.96986 -7.36393 -6.81780 -5.24429 -5.18157 -5.84179 -5.10404

Kota Payakumbuh -6.07254 -9.13249 -6.48329 -7.96172 -6.28854 -5.51553 -5.27715 -6.28616 -5.31456


(4)

Kabupaeten/Kota Pi * Ln Pi

Pertanian Pertambangan Industri Ligas dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa

Kepulauan Mentawai -0.04240 -0.00081 -0.00775 -0.00024 -0.00438 -0.01772 -0.00704 -0.00158 -0.00637

Pesisir Selatan -0.07305 -0.00633 -0.03380 -0.00296 -0.01505 -0.04915 -0.01115 -0.01234 -0.04145

Solok -0.09664 -0.01377 -0.02144 -0.00265 -0.02341 -0.03714 -0.03334 -0.00708 -0.03257

Sijunjung -0.04399 -0.02920 -0.01006 -0.00381 -0.02305 -0.02194 -0.01716 -0.00803 -0.02997

Tanah Datar -0.09073 -0.00779 -0.03645 -0.00480 -0.02606 -0.03793 -0.02235 -0.01331 -0.04954

Padang Pariaman -0.07379 -0.01669 -0.04054 -0.00740 -0.01974 -0.03929 -0.07337 -0.01082 -0.05335

Agam -0.10646 -0.01799 -0.04194 -0.00506 -0.02186 -0.05173 -0.02183 -0.01723 -0.04612

Lima Puluh Koto -0.09203 -0.02801 -0.03649 -0.00243 -0.01321 -0.06441 -0.02295 -0.01130 -0.05156

Pasaman -0.07832 -0.00608 -0.01084 -0.00142 -0.00818 -0.02465 -0.00979 -0.00948 -0.03175

Solok Selatan -0.03128 -0.00772 -0.00940 -0.00141 -0.00782 -0.01593 -0.00731 -0.00262 -0.00927

Dharmasraya -0.04939 -0.01189 -0.01160 -0.00294 -0.02243 -0.02081 -0.01351 -0.00838 -0.02402

Pasaman Barat -0.08584 -0.00510 -0.06872 -0.00097 -0.01305 -0.07171 -0.01549 -0.00802 -0.03437

Kota Padang -0.06892 -0.02705 -0.13906 -0.03206 -0.05739 -0.17116 -0.18724 -0.09303 -0.14882

Kota Solok -0.00789 -0.00081 -0.00814 -0.00310 -0.01146 -0.00892 -0.01651 -0.00686 -0.01794

Kota Sawahlunto -0.00737 -0.01503 -0.00854 -0.00121 -0.00656 -0.00900 -0.00879 -0.00488 -0.01817

Kota Padang Panjang -0.00742 -0.00041 -0.00648 -0.00240 -0.00625 -0.00754 -0.01490 -0.00758 -0.01595

Kota Bukittinggi -0.00443 -0.00003 -0.01525 -0.00467 -0.00746 -0.02768 -0.02912 -0.01696 -0.03099

Kota Payakumbuh -0.01400 -0.00099 -0.00991 -0.00278 -0.01168 -0.02219 -0.02695 -0.01170 -0.02614


(5)

Kabupaeten/Kota (Pi * Ln Pi) * (-1) Index Entropi Pertanian Pertambangan Industri Ligas dan air Kontruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa

Kepulauan Mentawai 0.04240 0.00081 0.00775 0.00024 0.00438 0.01772 0.00704 0.00158 0.00637 0.08830

Pesisir Selatan 0.07305 0.00633 0.03380 0.00296 0.01505 0.04915 0.01115 0.01234 0.04145 0.24528

Solok 0.09664 0.01377 0.02144 0.00265 0.02341 0.03714 0.03334 0.00708 0.03257 0.26805

Sijunjung 0.04399 0.02920 0.01006 0.00381 0.02305 0.02194 0.01716 0.00803 0.02997 0.18720

Tanah Datar 0.09073 0.00779 0.03645 0.00480 0.02606 0.03793 0.02235 0.01331 0.04954 0.28897

Padang Pariaman 0.07379 0.01669 0.04054 0.00740 0.01974 0.03929 0.07337 0.01082 0.05335 0.33498

Agam 0.10646 0.01799 0.04194 0.00506 0.02186 0.05173 0.02183 0.01723 0.04612 0.33023

Lima Puluh Koto 0.09203 0.02801 0.03649 0.00243 0.01321 0.06441 0.02295 0.01130 0.05156 0.32239

Pasaman 0.07832 0.00608 0.01084 0.00142 0.00818 0.02465 0.00979 0.00948 0.03175 0.18050

Solok Selatan 0.03128 0.00772 0.00940 0.00141 0.00782 0.01593 0.00731 0.00262 0.00927 0.09275

Dharmasraya 0.04939 0.01189 0.01160 0.00294 0.02243 0.02081 0.01351 0.00838 0.02402 0.16496

Pasaman Barat 0.08584 0.00510 0.06872 0.00097 0.01305 0.07171 0.01549 0.00802 0.03437 0.30328

Kota Padang 0.06892 0.02705 0.13906 0.03206 0.05739 0.17116 0.18724 0.09303 0.14882 0.92474

Kota Solok 0.00789 0.00081 0.00814 0.00310 0.01146 0.00892 0.01651 0.00686 0.01794 0.08163

Kota Sawahlunto 0.00737 0.01503 0.00854 0.00121 0.00656 0.00900 0.00879 0.00488 0.01817 0.07954

Kota Padang Panjang 0.00742 0.00041 0.00648 0.00240 0.00625 0.00754 0.01490 0.00758 0.01595 0.06893

Kota Bukittinggi 0.00443 0.00003 0.01525 0.00467 0.00746 0.02768 0.02912 0.01696 0.03099 0.13659

Kota Payakumbuh 0.01400 0.00099 0.00991 0.00278 0.01168 0.02219 0.02695 0.01170 0.02614 0.12635

Kota Pariaman 0.02878 0.00274 0.01341 0.00214 0.01040 0.01269 0.01730 0.00939 0.01645 0.11331

Jumlah 1.00272 0.19843 0.52982 0.08445 0.30946 0.71160 0.55609 0.26058 0.68481 4.33796


(6)