Private Forest Development Strategy in Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau Province.

1

2

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul
#! $% #! #
%&.

& #
#

'(

&)"

& # # "#!"#!"

*&* )"
,/"#*"

+ $


#

,! *

!"
# -

" &0 adalah hasil karya saya

sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, Februari 2011
Gusti Ratih Indriati
A153050215

3


Gusti Ratih Indriati, Private Forest Development Strategy in Kecamatan Logas
Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau Province. Under supervision of
YUSMAN SYAUKAT and LUKMAN M. BAGA.
Private forest is a planted forest or natural forest that located on the formal
documented of private land. Based on the formal regulation, the development of
private land accommodates forestry species both from planted stands and natural
stands. The development of private land in Kuantang Singingi is less than
provided land due to the other uses such as agriculture. However, the performance
of the development of private forest in Kecamatan Logas Tanah Darat still can be
improved through the implementation of strategic private forest development.
The aim of the research is to identify the constrains and barriers of the
implementation of private forest development in Kabupaten Kuantan Singingi,
identify the strengths, weaknesses, opportunities, and threats of its development
and formulate the most relevant strategies and aspects of sustainability in the
development of private forest in Riau Province. Based on the result of the
research, it is identified: internal strategic factors, external strategic factors, the
alternatives of private forest development strategies, and the two alternatives of
main development strategies. Internal strategic factors identified are as follows:
1.
The strength factors are the provided land for private forest, land

suitability, local market for private land products, effective land protection, and
local species cultivated traditionally; 2. The weakness factors are the less status of
land ownership, the less assistances and roles of local government, financial
limitation, relatively long of plant rotation (557) years, and the limited skills of
silviculture system.
While, the external strategic factors consisted of opportunities and threats are
recognized as:
2.
Opportunity factors are the high of wood demand, the central government
policy over private forest development, subjective preference toward wood
product, the existence of formal regulation and local authority related to private
forest development; 2. The threat factors are the conflicting of land ownership and
uses, the less support of local authorities, no or less assistance from local
authorities, the limited marketing (monopoly), and manipulative cooperation.
Based on analyzing of SWOT Matrix, it is founded eight alternatives of private
forest strategic developments in Kabupaten Kuantan Singingi as follow:
a. The inventarisation of private forest distribution; b. The inventarization and
proposed species collection of private forest species; c. The crash program of the
improvement of private forest land status; d. The application of the modified
silviculture system (economical sustainability); e. The supports and assistance

from local authority; f. The regulation of the cooperation pattern over private
forest development; g. The diversification of private forest products; h. The
provision of financial scheme of private forest development.
The two main alternative strategies have determined that of the provision of
financial scheme of private forest development and the crash program of the
improvement of private forest land status.

4

GUSTI RATIH INDRIATI. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat di
Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LUKMAN M. BAGA.
Hutan rakyat merupakan hutan tanaman dan atau hutan alam yang berada di atas
lahan milik Masyarakat yang ditandai oleh hak atas tanah berupa alas titel/hak.
Pada awalnya terminologi hutan rakyat dikenal melalui program penanaman
tanaman hutan yang dicanangkan oleh pemerintah melalui program seperti
Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GNRHL), penghijauan, penanamanblahan
kritis dan lain5lain. Namun berdasarkan ketentuan yang ada hutan rakyat mengacu
pada hutan hak yang mengakomodir jenis tegakan pada hutan hak yang berupa
baik tegakan tanaman (hasil budidaya) dan ataupun tegakan alam (tumbuh secara

alami).
Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi dilaksanakan
pada lahan masyarakat seluas 108.958 ha. Tetapi realisasi dari kegiatan tersebut
sampai sekarang belum tercapai karena adanya pemanfaatan untuk keperluan
yang lain seperti pertanian semusim. Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Kuantan Singingi khususnya di Kecamatan Logas Tanah Darat masih dapat
ditingkatkan apabila memperoleh upaya5upaya pembenahan terhadap aspek
strategis pembangunan hutan rakyat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala dan masalah
pelaksanaan pembangunan hutan rakyat di kabupaten Kuantan Singingi,
mengindetifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman pengembangan
hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi serta merumuskan strategi yang
relevan dalam pengelolaan hutan rakyat dalam rangka mencipatakan
pembangunan hutan rakyat yang berkelanjutan di Provinsi Riau.
Data diperoleh dengan metode wawancara mendalam kepada responden
terpilih dengan menggunakan kuesioner (pedoman pertanyaan). Pada tahap
selanjutnya melakukan pengolahan data awal antara lain editing data yang
dilakukan terhadap jawaban yang telah ditulis dalam kuesioner dan catatan hasil
wawancara serta dari
(FGD), selanjutnya dengan

melakukan koding data yaitu mengadakan klasifikasi terhadap jawaban5jawaban
responden dengan membubuhkan suatu kode pada jawaban tertentu yang pada
dasarnya berarti menetapkan kategori yang sesuai dengan suatu jawaban tertentu.
Selanjutnya melakukan. identifikasi faktor5faktor internal dan eksternal yang
berpengaruh terhadap pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Kuantan
Singingi dengan menggunakan analisis matriks SWOT. Untuk menentukan
prioritas strategis pengembangan Hutan Rakyat Pul di Provinsi Riau digunakan
matriks QSPM.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh empat :
, faktor5faktor
strategis internal meliputi faktor kekuatan dan kelemahan. Faktor5faktor yang
menjadi kekuatan dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan
Singingi adalah: tersedianya lahan masyarakat untuk hutan rakyat, keseuaian
lahan, terdapatnya pasar lokal bagi hasil hutan dari hutan rakyat, pengamanan
tanaman yang lebih efektif dan banyaknya jenis yang telah dibudidayakan secara

5

tradisional, serta faktor5faktor yang menjadi kelemahan dalam pengembangan
hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi adalah: status kepemilikan lahan

yang lemah, kurangnya pemahaman dan bimbingan oleh lembaga formal di
daerah, keterbatasan permodalan daur tanaman yang lama (557) tahun dan
kurangnya kemampuan teknis sistem silvikultur;
, faktor5faktor strategi eksternal meliputi peluang dan ancaman.
Faktor5faktor peluang dalam pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan
Singingi adalah: kebutuhan hasil hutan kayu yang tinggi, kebijakan Dephut
menggalakkan hutan rakyat, preverensi sujektif produk kayu daripada produk
subsitudi, dan tersediannya ketentuan (peraturan) dan instansi formal yang
menangani hutan rakyat, serta faktor5faktor ancaman dalam pengembangan hutan
rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi adalah: tumpang tindih kepemilikan lahan
dan peruntukkan lahan, kurangnya keberpihakkan Pemda terhadap hutan akyat,
kurangnya penyuluhan dari Pemerintan dan Instansi lain, keterbatasan pemasaran
hasil hutan rakyat (monopoli) dan pola kerjasama yang bersifat manupulatif.
, berdasarkan hasil analisis terhadap Matrik SWOT diperoleh
delapan alternative strategi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan
Singingi yakni: a. Iventarisasi pesebaran hutan rakyat; b. Inventarisasi dan usulan
jenis tanaman hutan rakyat; c. Crash program penetapan status lahan hutan rakyat;
d. Aplikasi modifikasi sistem silvikultur (aspek kelestarian ekonomi); e.
Dukungan dan bimbingan dari Pemerintah Daerah; f. Pengaturan pola kerjasama
hutan rakyat; g. Diversifikasi hasil hutan dari hutan rakyat dan h. Penyediaan

skema permodalan hutan rakyat.
, berdasarkan analisis terhadap Matrik QSPM diperoleh hasil dua
alternative strategi utama yang harus mendapatkan perhatian yakni: penyediaan
skema permodalan hutan rakyat dan pelaksanaan crash program penetapan status
lahan hutan rakyat.

.

6

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang5undang

!

7

GUSTI RATIH INDRIATI

Tugas Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Drr. Ir. Henny K. Daryanto, MEc

9

Judul Tugas Akhir

:

Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Studi Kasus
di Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten
Kuantan Singingi, Provinsi Riau

Nama


:

Gusti Ratih Indriati

NRP

:

A153050215

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Ketua

Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec
Anggota

Mengetahui,


Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M. Ec

Tanggal Ujian : 30 Agustus 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

10

Selama lebih dari dua puluh tahun saya terlibat dalam kegiatan
pembangunan hutan sebagai pegawai pemerintah dengan segala liku5likunya.
Pengalaman ini telah memberikan saya wawasan dan pengetahuan yang luas
tentang manajemen hutan dan esensi pembangunan itu sendiri. Dalam perspektif
tersebut dapat dipahami bahwa pembangunan seharusnya meliputi : pembangunan
social dan ekonomi masyarakat sekaligus mempertahankan dan meningkatkan
kualitas lingkungannya.
Belajar dari wawasan pembangunan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kunci pembangunan hutan yang berwawasan lingkungan salah satunya adalah
pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Untuk itulah saya
memperdalam pengetahuan saya dengan belajar pada Sekolah Pasca Sarjana
dimana melalui program ini saya dapat memperoleh perspektif teoritis dan praktek
pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
profesi dan sector yang saya jalani.
Atas apa yang telah saya capai ini pertama5tama saya bersyukur kepada
Allah SWT atas segala rachmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan Tesis
saya dan Studi saya pada Magister Profesional Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah Dan saya bersaksi bahwa Allah SWT adalah Maha
Pemurah dan Pemberi kepada semua umatNya.
Dengan selesainya Tesis ini tidak lupa lupa saya ucapkan terima kasih
kepada segenap Pembimbing dari Program Studi Manajemen Pembangunan
Daerah Institut Pertanian Bogor atas segala arahan dan masukan yang berharga
yakni :
1. Bapak
sebagai ketua komisi pembimbing
sekaligus sebagai Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
IPB, serta Bapak
sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, masukan
dan nasehat sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.
2.
!
, Selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
3. Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi MPD IPB.
Dalam rangka memperoleh perspektif formal dari pembangunan hutan
rakyat, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan
Kabupaten Kuantan Singingi, Segenap Pejabat Eselon dan Stafnya seperti :
!
!
"
#
!
!
$%&
serta Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi
khususnya yang telah menyediakan waktunya untuk membagikan pemahamannya
tentang hutan rakyat yang telah berlangsung di Kabupaten Kuantan Singingi,

!

Kepada Para Kelompok Tani dan Perusahaan Mitra Masyarakat seperti
!
! #
!
!

11

!
' &
!
, dan lain5lain, saya
mengucapkan terima kasih atas kesediaannya membagikan pengalaman dan
pendapatnya tentang praktek pembangunan hutan rakyat di Kecamatan Logas
Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi.
Terakhir, saya juga mengucapkan terima kasih kepada !
&
&
atas doa dan dukungannya. Saya berhutang banyak atas segala
yang telah kalian lakukan selama hidup saya dan kalianlah yang sungguh5sungguh
mencintai saya. Buat teman5teman satu kelas, saya ucapkan terima kasih atas
diskusi dan dukungan spiritnya. Akhirnya, saya mendedikasikan Tesis ini untuk
yang tercinta
dan buah hati saya :
(
(
(
Kalian adalah “Cinta Abadi saya” yang telah membuat hidup saya menjadi lebih
berwarna dan lebih bermakna.

Bogor, Juni 2010
Gusti Ratih Indriati

12

1
1.1

Latar Belakang………………………………………………………... 1

1.2

Perumusan Masalah…………………………………………………..

1.3

Tujuan Penelitian……………………………………………………... 6

1.4

Manfaat Penelitian……………………………………………………. 6

3

1
2.1

Hutan Rakyat.................................……………………………............

7

2.1.1

Bentuk Hutan Rakyat.................................................................

7

2.1.2 Peranan Hutan Rakyat ...............................................................

8

2.1.3

Pengelolaan Hutan Rakyat……………………………………

9

2.1.4

Pola Pengembangan Hutan Rakyat…………………………....

9

2.2 Desentralisasi Dalam Pembangunan Hutan Rakyat...............................

10

2.2.1

Kebijakan Pembangunan Hutan ............................................... 14

2.2.2

Kebijakan Pembangunan Hutan Rakyat ..................................

2.2.3

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan .......................... 20

2.2.4

Manajemen Hutan Lestari ........................................................ 27

16

2.3

Manajemen Strategi .............................................................................. 30

2.4

Penelitian Terdahulu.............................................................................. 33

1
3.1

Kerangka Pemikiran………………………………………………….. 40

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………

41

3.3

Metode Pengumpulan Data…………………………………………...

43

3.4

Metode Analisis Data…………………………………………………

45

3.5

Pengolahan Data……………………………………………………… 47

13

3.6

Metode Analisis Data ………………………………………………..

48

3.7

Analisis Eksternal dan Internal……………………………………….. 48
3.7.1

Analisis Eksternal………………………………………….....

50

3.7.2

Analisis Internal………………………………………………

51

3.8

Penentuan Bobot Variabel……………………………………………. 53

3.9

Analisis Matriks SWOT………………………………………………

3.10 Analisis QSPM ("

# $

%

54

&)…………… 55

1
4.1

4.2

Pembangunan Hutan Rakyat………………………………………….

57

4.1.1

Kebijakan Pemerintah Terhadap Hutan Rakyat……………… 57

4.1.2

Peran Pemerintah Daerah…………………………………….. 59

4.1.3

Penciptaan Peraturan Daerah…………………………………. 60

Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi……….. 61
4.2.1

Sejarah dan Statistik Hutan Rakyat di Kabupaten Kuantan
Singingi……………………………………………………….. 61

4.3

4.2.2

Konflik Lahan antara Masyarakat dengan Perusahaan……….. 66

4.2.3

Pola Pembangunan Hutan Rakyat……………………………. 67

4.2.4

Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat………………… 69

Perspektif Perusahaan terhadap Pembangunan Hutan Rakyat
(Strategi Penyelesaian Masalahan Melalui Aplikasi Tujuan
Perusahaan)……………………………………………………………

4.4

71

4.3.1

Pembentukan Departemen Pembangunan Hutan Rakyat……… 71

4.3.2

Strategi Perluasan Areal Efektif Tanaman……………………

72

Kerjasama Pembangunan Hutan Rakyat di Kecamatan
Logas Tanah Darat ……………………………………………………

73

1
5.1

Analisis Lingkungan Internal…………………………………………. 77
5.1.1. Kekuatan……………………………………………………… 77

14

5.1.2.

5.2

Kelemahan……………………………………………………. 79

Analisis Lingkungan Eksternal……………………………………….. 82
5.2.1

Peluang……………………………………………………….. 82

5.2.2

Ancaman……………………………………………………… 85

5.3 Hasil Evaluasi Faktor5Faktor Lingkungan Internal…………………… 87

5.4

5.5

5.3.1

Kekuatan……………………………………………………… 88

5.3.2

Kelemahan……………………………………………………. 90

Hasil Evaluasi Faktor5Faktor Lingkungan Eksternal…………………. 91
5.4.1

Peluang……………………………………………………….. 92

5.4.2

Ancaman……………………………………………………… 94

Alternatif Strategi Dalam Pengembangan Hutan Rakyat
Di Kabupaten Kuantan Singingi……………………………………… 96
5.5.1

Strategi S5O………………………………………………….. 96

5.5.2

Strategi W5O………………………………………………….. 100

5.5.3

Strategi S5T…………………………………………………… 101

5.5.4

Strategi W5T………………………………………………….. 103

5.5.5

Prioritas Strategi Pengembangan Hutan Rakyat
di Kabupaten Kuantan Singingi……………………………… 104

5.5.6

Implikasi Manajerial………………………………………….. 105

6.1

Kesimpulan…………………………………………………… 109

6.2

Saran…………………………………………………………... 111

1

15

1. Realisasi pembangunan Hutan Rakyat per Tahun 2009
di kabupaten Kuantan Singingi…………………………………………... 10
2. Penelitian Terdahulu Tentang Hutan Rakyat …………………………… 37
3. Jumlah Kepala Keluarga (KK) dari Masing5Masing Desa ……………… 44
4. Data dan Metode Analisis ………………………………………………. 47
5. Kriteria Penilaian Faktor Internal dan Eksternal………………………… 48
6. Contoh Matrik FE (External Faktor Evaluation)………………………… 52
7. Contoh Matriks IFE (

(..................................... 53

'#

8. Pembobotan Terhadap Faktor Strategis Eksternal dan Internal…………. 55
9. Matriks SWOT ($

)

10. Matriks QSPM ("

# $

*

+
%

)

56

&)………………. 57

11. Beberapa Peraturan Dalam Pembangunan Hutan Rakyat ........................ 60
12. Realisasi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2009…………………………………………… 63
13. Penggunaan Lahan di Kabupaten Kuantan Singingi…………………….. 64
14. Pemanfaatan Lahan Pertanian (Tanaman Pangan)…………..................... 65
15. Pemanfaatan Lahan Pertanian (Tanaman Sayur5sayuran) ................

.. 66

16. Jenis Komoditi, Luas Lahan dan Produksi Tanaman yang Dibudidayakan 80
17. Analisis Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)……………………… 91
18. Analisis Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE) …………………... 95
19. Analisis QSPM…………………………………………………………... 108
20. Masalah dan solusi yang ditempuh dalam implementasi strategi
pengembangan HTI Pulp di Provinsi Riau……………………………… 111

16

1. Kerangka Analisis Penyusunan Strategi ................................................

31

2. Tahap Masukan Proses Pengambilan keputusan ....................................

31

3. Tahap Penggabungan (Matching Stage) .................................................

32

4. Tahap Pengambilan Keputusan ...............................................................

33

5. Alur Pikir Penelitian…………………………………………………….

42

6. Matriks SWOT………………………………………………………….

46

7. Kategori Faktor Internal dan Eskternal ………………………………...

50

8. Matrik SWOT Strategi Pengembangan Hutan Rakyat

di Kabupaten Kuantan Singingi…………………………………………..

100

17

1. Jawaban Responden Untuk Perhitungan Bobot Evaluasi Faktor Strategis
(Internal dan Eksternal) dan Perhitungan Peringkat
2. Responden 3, Ir.Moh Yusuf Amin
3. Responden 4, Ir. Tabrani

18

1

2 ' #!
Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata

bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial
budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Hutan merupakan
sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, baik
manfaat tangible yang dirasakan secara lansung, maupun intangible yang
dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa
dan hasil tambang, sedang manfaat tidak langsung mencakup manfaat rekreasi,
perlindungan tata air serta pencegahan erosi. Untuk itu hutan harus di urus dan
dikelola,

dilindungi

dan

dimanfaatkan

secara

berkesinambungan

bagi

kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan
datang. Semakin bertambahnya penduduk dan semakin banyak industri yang
membutuhkan bahan baku kayu menuntut semakin besarnya kebutuhan bahan
baku kayu yang harus dipasok, sehingga banyak mendorong timbulnya ekses
negatif seperti perambahan hutan, penebangan liar, perladangan berpindah dan
sebagainya yang akan mengancam kelestarian sumberdaya hutan. Disisi lain,
sumber bahan baku kayu yang selama ini berasal dari kawasan hutan produksi
semakin berkurang oleh karena itu sewajarnya dalam memenuhi kebutuhan bahan
baku kayu dan pengamanan lingkungan pemerintah mengajak masyarakat yang
berkepentingan langsung untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan
yang berwawasan lingkungan.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, penyelenggaraan hutan dengan
memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masysrakat telah menjadi landasan
utama, bahkan pemerintah wajib mendorong peranserta masyarakat melalui
berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna
(pasal 70 UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999). Salah satu bentuk peranserta

19

masyarakat dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah antara
lain adalah pembangunan hutan rakyat.
Kehadiran hutan rakyat dewasa ini dirasakan semakin meningkat karena
manfaat yang bersifat ekologis, ekonomi maupun sosial. Secara ekologis hutan
rakyat berfungsi sebagai pelindung dan perbaikan tata air, konservasi tanah serta
mempercepat proses rehabilitasi lahan kritis. Manfaat ekonomi dan sosisal dari
hutan rakyat antara lain berperan penting dalam penyediaan bahan baku industri,
sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Selain itu hasil
dari hutan rakyat merupakan komoditas yang harus dapat diubah menjadi hasil
olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan
berusaha. Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program5
program pembangunan kehutanan di Indonesia. Dalam UU Pokok Kehutanan
tahun 1967 dan UU Kehutanan No. 41 tahun 1999, istilah hutan rakyat disamakan
dengan terminologi hutan milik. Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di
tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang
diakui pada tingkat local (tanah adat). Didalam hutan rakyat ditanam aneka
pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya;
sengon (

) jati (

,

mahoni (

), akasia (-

) dan lain sebagainya. Pepohonan yang hasil

utamanya getah antara lain kemenyan ($
#

),

&

!

), dammar ($

), sementara yang hasil utamanya berupa buah amtara lain kemiri, durian,

kelapa dan bambo (Suharjito dan Darusman, 1998).
Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun di
atas

lahan

milik.

Pengertian

semacam

ini

kurang

mempertimbangkan

kemungkinan adanya hutan di atas tanah milik yang tidak dikelola rakyat,
melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan kata ‘rakyat’ kiranya lebih di
tunjukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan karena status
pemilik tanahnya. Dengan menekankan pada kata ‘rakyat’ membuka peluang bagi
rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan di lahan negara. Apabila istilah hutan
rakyat yang berlaku saat ini akan dibakukan maka diperlukan penegasan
kebijakan yang menutup peluang perusahaan swasta (menengah dan besar)
menguasai lahan milik untuk mengusahakan hutan (Awang, 2005).

20

Hardjoseputro (1980) menyebutkan hutan rakyat atau hutan milik adalah
semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai
oleh pemerintah yakni hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan
rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan
rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah5tanah
kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh pada tanah milik rakyat dengan
jenis tanaman kayu5kayuan yang pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau
suatu badan usaha dengan bepedoman kepada ketentuan yang telah digariskna
oleh pemerintah.
Melalui Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan (GN5RHL/Gerhan)
selama tahun 200352005 telah dibangun hutan rakyat khususnya di kawasan
budidaya seluas 219.000 hektar dan hutan rakyat model kemitraan pada tahun
2005 seluas 2.000 hektar. Disamping dari hutan tanaman rakyat, Departemen
Kehutanan selama periode 200652009 menargetkan penambahan hutan rakyat
model kemitraan seluas 12 ribu hektar di 12 propinsi yaitu: Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur. Namun agar target tersebut bisa tercapai, perlu adanya kebijakan regulasi
dan sejumlah intervensi pemerintah (Winarno, 2009).
Pada saat ini karakteristik pengelolaan hutan rakyat di lapangan adalah
bersifat individual, oleh keluarga, tidak memiliki manajemen yang mantap, tidak
responsive, sub5sistem dan dipandang sebagai tabungan bagi keluarga pemilik
hutan rakyat. Karakteristik seperti ini dalam perkembangannya ke depan kurang
memiliki daya saing tinggi, tidak memiliki posisi tawar terhadap industri, tidak
terencana, dan tidak sinkron dengan semangat ”kelestarian” khususnya aspek
ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan strategi baru untuk
mengelola hutan rakyat.

1

&$&* #

* 2 -

Perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk memperhitungkan
keberadaan hutan rakyat. Hal ini berkaitan dengan semakin terasanya kekurangan
hasil kayu dari kawasan hutan negara, baik hasil kayu sebagai kayu pertukangan,

21

kayu industri, maupun kayu bakar. Selain itu pembangunan hutan rakyat juga
berfungsi secara ekologis yaitu meniru untuk menanggulangi lahan kritis,
konservasi lahan, perlindungan hutan, serta fungsi sosial dan ekonomi yaitu
sebagai salah satu upaya mengentaskan kemiskinan dengan memberdayakan
masyarakat setempat.
Hutan rakyat juga dianggap sebagai salah satu alternatif dalam
pembangunan sumberdaya hutan (SDH) seiring dengan kurang berhasilnya sistem
pengelolaan yang selama ini diterapkan di Indonesia. Pembangunan hutan rakyat
selain ditentukan oleh motivasi dari komunitas pemilik hutan rakyat, juga sangat
ditentukan oleh strategi dan kebijakan pembangunan hutan rakyat serta peran
otoritas terhadap upaya5upaya pembangunan hutan rakyat. Lebih lanjut hutan
rakyat dapat dipertimbangkan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan baik untuk berperan aktif dalam pembangunan kehutanan
melalui keterlibatan dalam proses pembangunannya sekaligus meningkatkan
kesejahteraannya.
Dalam prakteknya keterbatasan kapasitas dan kapabilitas masyarakat di
dalam dan sekitar hutan (kelompok tani hutan rakyat) menyebabkan pembangunan
hutan rakyat sering mengalami kendala. Hal ini menyebabkan praktek
keikutsertaan dalam pembangunan kehutanan kadang bersifat semu serta sarat
dengan manipulasi sumberdaya yang dimilikinya. Pada akhirnya, paradigma yang
bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan massyarakat
yang menjadi tujuan awal tidak dapat terlaksana.
Kabupaten Kuantan Singingi juga sedang mencari bentuk administrasi
pemerintahan daerah pada umumnya dan di sektor kehutanan khususnya.
Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten baru yang dibentuk tahun
1999 juga terinspirasi dari eforia pelimpahan kewenangan pada pemerintah
daerah. Secara sektoral, luasnya kawasan hutan dan praktek pengelolan
sumberdaya hutan di daerah sedikit banyak memberikan inspirasi bagi praktek
management hutan pada lahan di luar kawasan hutan negara. Pembangunan hutan
rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi

dilaksanakan pada lahan masyarakat

seluas 108.958 ha tetapi realisasi dari kegiatan tersebut sampai sekarang belum
mencapai luasan tersebut karena adanya pemanfaatan untuk keperluan yang lain

22

seperti pertanian semusim. Pembangunan hutan rakyat pada awalnya terinspirasi
dari kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
baik khususnya pemerintah daerah dimana kegiatan tersebut selain berupaya
memperbaiki kondisi lahan juga memberikan kesadaran pada masyarakat akan
kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan melalui penanaman tanaman.
Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pembangunan hutan rakyat melalui
penanaman tanaman tahunan. Kondisi ini didorong juga oleh adanya lahan
masyarakat yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga terbengkalai
berupa lahan semak belukar dengan produktivitas yang rendah
Pembangunan hutan rakyat yang dilaksanakan selama ini berupa pola
kerjasama antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Dalam hal kerjasama
antara masyarakat dengan PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). Pola
kerjasama ini dianggap sebagai pola yang paling mungkin dilaksanakan bila
mengingat kepentingan dari masing5masing pihak. Bagi perusahaan dengan
adanya pembangunan hutan rakyat dapat memenuhi bahan baku pulp dan kertas.
Sementara bagi masyarakat, kerjasama ini merupakan kesempatan untuk
meningkatkan produktivitas lahannya.
Namun ketimpangan dalam kepemilikan sumber daya antara masyarakat
dan perusahaan, mengakibatkan masyarakat sebagai pihak yang sangat bergantung
pada pihak lain. Posisi masyarakat selama ini hanya sebagai penyedia lahan saja
sehingga hanya sebagai obyek dan bukan pelaku dalam pembangunan hutan
rakyat. Apabila hal ini berlangsung terus maka semangat pemberdayaan
masyarakat melalui pembangunan hutan rakyat akan sulit terlaksana. Namun
melihat potensi lahan yang masih besar yang dapat dijadikan lahan hutan rakyat
dan kebutuhan akan kayu bagi industri memberikan peluang akan kemudahan
dalam pemasaran sehingga masyarakat akan mudah dalam memasarkan hasil
hutan rakyatnya, sedangkan bagi perusahaan akan mendapatkan pasokan bahan
baku demi keberlanjutan produksi.
Berdasarkan kondisi tersebut, pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Kuantan singingi khususnya di Kecamatan Logas Tanah Darat masih dapat
ditingkatkan apabila dilakukan upaya5upaya pembenahan terhadap aspek strategis

23

pembangunan hutan rakyat. Penelitian ini mencoba merumuskan alternatif strategi
dan program pengembangan hutan rakyat yang lebih baik.

13

&4& #

# 2" " #

Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi kendala dan masalah pelaksanaan pembangunan hutan
rakyat di kabupaten Kuantan Singingi.
2. Mengindetifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi.
3. Merumuskan strategi yang relevan dalam pengelolaan hutan rakyat dalam
rangka mencipatakan pembangunan hutan rakyat yang berkelanjutan di
Provinsi Riau.

15

#6

# 2" " #

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi petani
hutan rakyat terutama mencari solusi permasalahan yang dihadapi selama ini.
Bagi pengembang ilmu, studi ini bisa menambah khasanah Kajian Pembangunan
Daerah (KPD), teruatam yang terkait dengan hutan rakyat.
Sedangkan bagi pemegang kebijakan diharapkan dapat menjadi masukan
guna pembenahan dan atau perbaikan strategi dan kebijakan pembangunan hutan
rakyat yang lebih
mendatang.

baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan dimasa

24

1

1

& #

'(

Hutan rakyat adalah tegakan hutan yang di miliki oleh masyarakat baik
secara individu maupun berkelompok yang berada pada lahan pribadi dengan
status kepemilikan lahan yang bervariasi. Sementara Manajemen Hutan berkaitan
dengan segala daya dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengelola
tegakan tanaman hutan dengan melakukan suatu praktek sistem silvikultur mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemanenannya. Manajemen yang dilakukan
paling tidak berkaitan dengan upaya untuk perbaikan kesejahteraan dan sekaligus
memelihara ekosistem hutan.
Bila dikaitkan dengan karakteristik partisipasi tersebut Martinus (2000)
menjelaskan bahwa dalam pembangunan hutan rakyat:
a. Masyarakat memiliki akses dan control terhadap lahan dan sumberdaya
hutan;
b. Memiliki kontrol terhadap keputusan lokal, dapat memiliki inisiatif
sendiri, dan berusaha sendiri;
c. Memiliki cara penyelesaian terhadap permintaan atas sumberdaya yang
meminimalkan konflik;
d. Memiliki hubungan yang bersifat komplementar dan sinergik diantara
pemilik hutan;
e. pembagian yang merata atas keuntungan yang berkaitan dengan hutan.
2.1.1 Bentuk Hutan Rakyat
Purwanto (2004) menyatakan bahwa Lembaga Penelitian IPB (1983)
membagi hutan rakyat kedalam tiga bentuk, yaitu :
(1) Hutan rakyat murni (

), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari

satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau
monokultur.
(2) Hutan rakyat campuran (

), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari

berbagai jenis pohon5pohonan yang ditanan secara campuran.

25

(3) Hutan rakyat wana tani (

,

), yaitu yang mempunyai bentuk usaha

kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti
tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain5lain yang
dikembangkan secara terpadu.
Disamping pola5pola tersebut terhadap beberapa model hutan rakyat
yang dikelola berdasarkan karakteristik dan potensi daerah masing5masing untuk
mengembangkan tanaman kayu pada lahan masyarakat seperti hutan rakyat getah
merah (

) di P. Lingga, pengelolaan Hutan Kemenyan di

.

Kabupaten Toba Samosir, Hutan Damar Mata Kucing di Lampung Barat, dan
hutan rakyat campuran yang didominasi oleh tegakan “boangin” (/
). Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan hutan rakyat sudah
membudaya dibeberapa daerah.
2.1.2 Peranan Hutan Rakyat
Mengingat latar belakang sekarang pembangunan hutan rakyat, maka
setiap kegiatan hutan rakyat selalu berhubungan dengan perbaikan aspek sosial
ekonomi rakyat yang terlibat beserta aspek lingkungan fisik dimana hutan rakyat
itu berada. Dua aspek ini merupakan dua kelompok yang saling mempengarui satu
sama lain. Upaya perbaikan pada satu aspek saja dengan mengabaikan aspek yang
lain tidak akan memberikan hasil. Tetapi upaya perbaikan satu aspek dengan
memperhatikan aspek yang lain akan memberikan efek yang simultan/ saling
mendukung satu sama lain.
Purwanto (2004) menyatakan

bahwa hutan rakyat memiliki potensi

untuk : (1) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. (2) pemenfaatan
secara maksimal dan lestari lahan yang tidak produktif dan mengelolanya menjadi
lahan yang subur. (3) Peningkatan produksi kayu bakar dan penyediaan kayu
perkakas, bahan bangunan dam alat rumahtangga. (4) Penyedia bahan baku
industri seperti kertas, korek api, dan lain5lain. (5) Menciptakan lapangan kerja
bagi penduduk pedesaan. (6) mempercepat rehabilitasi lahan kritis.
Direktur BIKPHH (2006) menjelaskan bahwa sejalan dengan upaya
pemberantasan illegal logging, Uni Eropa telah memberikan respon melalui
0

' ,

#

+

12

26

(FLEGTVPA) bahwa Negara5negara di eropa masyarakat status

-

legalitas produk hasil hutan bagi pengekspor produk hasil hutannya ke eropa. Hal
ini tentunya juga membuka peluang bagi hutan rakyat untuk dapat lebih
berkembang diwaktu5waktu yang akan datang.

2.1.3 Pengelolaan Hutan Rakyat
Berdasarkan ketentuan formal yang ada maka pembangunan hutan rakyat
sesungguhnya didasarkan pada semangat desentralisasi melalui pelimpahan
kewenangan dan administrasi pada pemerintahan daerah. Hal ini didasari pada
pertimbangan bahwa pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa serta instansi
formal disektor kehutanan daerah dianggap lebih mengetahui potensi dan
persebaran hutan rakyat. Keterlibatan pemerintah daerah dalam pengurusan
administrasi formal pembangunan hutan rakyat merupakan bukti dari semangat
tersebut. Oleh karena itu efektivitas dan efisiensi peran daerah menjadi sangat
penting untuk memfasilitasi, mengkoordinasi, dan meregulasi pengembangan
hutan rakyat1.
Sejalan dengan semangat desentralisasi, pemerintah Kabupaten Kuantan
Singingi juga sedang mencari bentuk administrasi pemerintahan daerah pada
umumnya dan di sektor kehutanan khususnya. Dimana Kabupaten Kuantan
Singingi merupakan kabupaten baru yang dibentuk tahun 1999 yang juga
terinspirsi dari eforia pelimpahan kewenangan pada pemerintah daerah. Secara
umum, luasnya kawasan hutan dan praktek pengelolan sumberdaya hutan di
daerah sedikit banyak memberikan inspirasi bagi praktek management hutan pada
lahan di luar kawasan hutan Negara.
2.1.4

Pola Pengembangan Hutan Rakyat
Pola pengembangan hutan rakyat, pada prakteknya masih berjalan sampai

dengan saat ini baik dari aspek pelaksanaannya di lapangan serta kesediaan data
realisasi kegiatannya. Hutan rakyat yang dilaksanakan melalui program lain
1

Peraturan Menteri No. P51/2006, P.62/2006 dan P.31/2007 melibatkan kepala bupati/walikota,
desa dan dinas kabupaten/kota untuk melaksanakan administrasi formal hutan rakyat
(penunjukan P@SKAU dan pemeriksaan lapangan dan rekomendasi potensi dan permohonan
blanko SKAU ke Dishut Provinsi) di daerah

27

seperti GNRHI, penghijauan dan lain5lain tidak menjadi objek studi mengingat
pada hutan rakyat dengan pola tersebut tidak terekam data yang pasti dilapangan.
Studi hutan rakyat pada studi ini mengacu kepada praktek pembangunan hutan
rakyat yang dilaksanakan secara intensif oleh masyarakat dan lembaga non
pemerintah/swasta yang secara intensif dilaksanakan di lapangan.
Perkembangan pembangunan hutan rakyat yang masih terjadi di
Kabupaten Kuantan Singingi mengindikasikan bahwa pola pembangunan yang
ada akan menjadi tren ataupun pola yang akan dilaksanakan diwaktu5waktu yang
akan datang. Untuk itu evaluasi terhadap pelaksanaannya merupakan upaya yang
bermanfaat guna perbaikan dan pembenahannya di waktu yang akan datang.
Berdasarkan data yang ada maka realisasi pembangunan hutan rakyat setiap tahun
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Realisasi pembangunan Hutan Rakyat per Tahun 2009 di kabupaten
Kuantan Singingi
Kerjasama
awal

Kerjasama baru

60.00

2 daur

6 daur

470.00

239.00

2 daur

6 daur

Sikijang

160.00

124.00

2 daur

Singaruntang
Petapusan

Sigaruntang

140.00

70.00

2 daur

6 daur

5

PHBM Petapusan

Setiang

517.00

133.00

2 daur

6 daur

6

Teratak Baru

Teratak Baru

450.00

176.00

2 daur

6 daur

7

Gunung Melintang

Gn.Melintang

295.00

295.00

1 daur

6 daur

2,160.00

1,097.00

No

Nama HR

Lokasi (Desa)

Luas (ha)

1

HR Lubuk kKebun

Lubuk Kebun

120.00

2

HR Rambahan

Rambahan

3

HR Sikijang

4

jumlah

Jumlah
peserta

Sumber : Departemen Planning PT. Riau Andalan Pulp and Paper

1

* #

2"* *"

2 $

#! $% #! #

& #

'(

Beberapa definisi desentralisasi dalam kontek Indonesia pada dasarnya
berkaitan dengan pergeseran manajemen, otoritas dan peran institusi,.
Berdasarkan beberapa definisi maka dijelaskan bahwa desentralisasi adalah
masalah “transfer manajemen” (Yuono, 2001), “pendelegasian wewenang”
Usman

(2001)

sedangkan

Koswara

(2001)

mendefinisikan

sebagai

“Pendelegasian otoritas” berturut5turut dari pemerintah pusat kepada pemerintah

28

daerah, dari pemerintah tingkat yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih
rendah.
Sejak diimplementasikan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, ada
beberapa pergeseran administrasi pada banyak sektor kecuali ”Lima Sektor” yang
masih dipegang oleh Pemerintah Pusat yakni urusan luar negeri, pertahanan dan
keamanan, pengadilan, moneter dan fiskal serta agama. Kedua undang5undang ini
menentukan kebijakan baru yang berhubungan dengan pergeseran desentralisasi
otoritas dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan
keseimbangan fiskal antara tingkat pemerintahan. Usman (2001) mengklarifikasi
lima prinsip dasar bagi desentralisasi yakni “Demokrasi, Keterlibatan,
Masyarakat dan pemberdayaan, Kesetaraan dan Keadilan, Pengenalan akan
potensi dan keberagaman dalam agama dan Penguatan Legistatif daerah” yang
menjadi batas minimal dalam implementasi desentralisasi. Diantara beberapa
sektor, sektor kehutanan adalah salah satu sektor yang didesentralisasi ke
pemerintah daerah. Implementasi desentralisasi sektor kehutanan ini telah
menyedot perhatian dari masyarakat baik dalam negeri maupun internasional
yang mengharapkan perlunya implementasi yang baik dari aspek prosesnya2
1

* #

2"* *" )$"#"*

*"

Ada beberapa perubahan peran dan tanggungjawab antara tingkat
pemerintahan pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah khususnya
pemerintah kabupaten/kota dalam manajemen sumberdaya hukum berdasarkan
perspektif ini maka pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Sehingga pelaksanaan/ petugas yang memiliki otoritas berada
di lapangan yakni oleh pemerintah daeerah (Usman, 2001)
Pemerintah provinsi memiliki peran ganda yakni merupakan daerah
otonom sekaligus sebagai representasi dari pemerintah pusat di daerah.
Pemerintah provinsi bertanggug jawab dalam mengelola beberapa aspek
khususnya yang berkaitan dengan administrasi lintas kabupaten ataupun beberapa
otoritas yang belum ditangani oleh pemerintah kabupaten (Usman, 2001)

2

Lembaga nasional dan internasional seperti Greenpeace, Uni Eropa, dan LSM dalam negeri telah
banyak menyuarakan akan lemahnya penyelenggaraan managment hutan lestari sejak 2000 dan
degradasi konservasi hutan seperti koncervasi Hutan Tanjung Putting (Lampung Post, April 26,
2006)

29

Kabupaten memegang peran dan tanggung jawab sebagaimana di tentukan
dalam UU No. 2/1999 dalam batas wilayah. Dalam pelaksanaannya, ada
kepentingan ekonomi dan politisi yang mempengaruhi kebijakan5kebijakan
daerah dalam rangka memegang kontrol dan manajemen sumberdaya hutan yang
mengakibatkan penataan ulang terhadap struktur institusional (Simarmata, 2000)
dimana lebih jauh dijelaskan bahwa struktur pemerintah baru dan cenderung lebih
memantapkan kebijakan kabupaten. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi/
menciptakan “ketegangan wewenang” antara pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten.
%1

* #

2"* *"

-& # #

Pembahasan tentang ketentuan formal yang terkait dengan sektor
kehutanan sesungguhnya tidak dapat terlepas dari isu pergeseran kewenangan
antara pemerintah daerah serta pendelegasian administrasi pemerintahan.
Kehutanan adalah salah satu sektor yang telah didesentralisasikan ke pemerintah
daerah tentunya studi tentang hutan rakyat juga tidak terlepas dari semangat
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan formal yang dibuat pemerintah
sedikit banyak menujukan semangat yang sama. Berdasarkan hal tersebut maka
untuk memberikan wawasan tentang administrasi formal tentang hutan rakyat
perlu penjelasan pendorong dan semangat pemerintahan daerah dalam menangani
masalah sektor kehutanan.
A. Pendorong Desentralisasi Kehutanan
Sejelan dengan proses desentralisasi di Indonesia, terjadi tekanan pada
pemerintah pusat untuk memantapkan kerangka pada system politik yang
demokratis dan fungsi pemerintahan yang demokratis. (Usman, 2001). Proses ini
mempengaruhi sektor kehutanan yang dicirikan oleh peran yang lebih pada
pemerintah daerah terhadap manajemen sumber daya hutan. Salah satu tujuan
yang paling utama dari desentralisasi adalah pelaksanaan administrasi dan
pelayanan yang lebih efektif (Usman, 2001) yang menganggap bahwa pemerintah
daerah lebih mengerti dan lebih responsif terhadap keinginan dari masyarakat
dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Usman (2001) menyatakan bahwa berdasarkan UU No. 22/1999 dan UU
No. 25/1999 paling tidak ada dua prinsip utama yakni pemerataan dan keadilan

30

dan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat yang memperkuat semangat
desentralisasi. Masyarakat lokal mengklaim keuntungan atas sumber daya hutan
yang dieksploitasi di wilayahnya yang sebelumnya dianggap tidak fair dimana
manajement hutan sebelumnya dianggap lebih menguntungkan pemerintah pusat.
Karena hal ini maka dianggap perlu untuk memberikan kuota yang lebih akan
sumberdaya hutan bagi daerah. Sehingga disentralisasi dijadikan momentum
untuk memberikan legitimasi formal bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan
tugas pemerintah secara lebih signifikan. Simarmata (2001) menyimpulkan
bahwa desentralisasi paling tidak memberikan efek perubahan pada peraturan
daerah, peningkatan pendapatan daerah, kontrol terhadap manajemen sumber
daya alam dan pemerintah dan institusi lokal.
Untuk itu berdasarkan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No.
31/2002 tentang pemerintahan Daerah, desentralisasi manajemen hutan
dilaksanakan melalui:
5 Desentralisasi melalui distribusi wewenang dan tanggung jawab pada peran
dinas kehutanan provinsi dan kabupaten / kota.
5 Dekonsentrasi yang dilaksanakan melalui unit pelaksana teknis dibawah
Kementrian Kehutanan.
5 Tugas perbantuan oleh kehutanan daerah terhadap otoritas Kementrian
Kehutanan.
Hal5hal tersebut diatas menyebabkan peningkatan peran pemerintah daerah
dan pelimpahan wewenang pada pemerintah daerah yang lebih rendah. Hal ini
dilaksanakan guna melaksanakan peran5peran baru dari pemerintah daerah untuk
malaksanakn upaya5upaya yang berkaitan dengan kebijakan dan peraturan serta
pemberdayaan masyarakat.
B.Penciptaan Peraturan Daeerah
Akibat dari peningkatan peran dan tanggung jawabnya, pemerintah daerah
harus mengelola administrasi publiknya. Hal yang paling nyata dari peningkatan
ini adalah perubahan5perubahan melalui penciptaan peraturan daerah khususnya

31

yang berkaitan dengan sumberdaya alam yang nampaknya menjadi topik utama
diskusi antar pemerintah daerah dengan pemerintah pusat3
Tujuan yang nyata dari penciptaan peraturan daerah adalah untuk
meningkatan pendapatan daerah (Saad, 2001) dimana “penciptaan peraturan
berkaitan dengan pajak lokal dan levie namun tidak mempertimbangkan income
dan asset”. Lebih jauh Usman (2001) menyatakan bahwa otonomi lebih berkaitan
dengan “otoritas untuk mengelola dan peningkatan pendapatan” yang dilakukan
oleh pemerintah daeah sebagai indikasi keberhasilan implementasi proses
desentralisasi. Walaupun sampai saat ini masih terdapat masalah yang berkaitan
antara peningkatan pajak dan levi dengan penyediaan layanan oleh pemerintah
daerah (Usman, 2001).
Simarmata (2000) menyimpulkan bahwa paling tidak 6000 peraturan
daerah telah diterbitkan oleh 368 kabupaten dimana 3000 diantaranya telah dan
dalam revisi karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Lebih jauh
studi yang dilakukan oleh Chistanty (2004) disebutkan bawa kurang lebih 340
peraturan daerah ditahun 2001 dari 28 provinsi dianggap tidak konsisten dan
bahkan menyalahi aturan yang lebih tinggi yakni sebanyak 35 (10 %) sampai
serius, 144 (42 %), dan 58 (17 %) agak serius.
2.2.1 Kebijakan Pembangunan Hutan
Berkaitan dengan management hutan oleh pemerintah, sebagai mana
dijelaskan Perencanaan Kehutanan Nasional menetapkan kebijakan utama
disektor kehutanan yakni pemberantasan illegal logging, pencegahan dan
mangemen kebakaran hutan, rekstrukturisasi industri kehutanan, rehabilitasi dan
konservasi sumberdaya hutan dan desetralisasi sektor kehutanan4. (Wardoyo,
2004) menyatakan bahwa kebijakan kehutanan sejak 1999 mengarah pada praktek
maneagemen hutan yang sejalan dengan prinsip kelestarian sebagai respon pada
kesepakatan nasional dan internasional dalam management sumberdaya hutan.
3

4

Adanya beberapa negosiasi antara beberapa pemerintah daerah dengan pemerintah pusat
terhadap sumber daya alam yang dimiliki walaupun secara formal telah peraturan yang
menetapkan tentang hal tersebut. Hal ini biasanya terjadi pada daerah5daerah yang memliki
kekayaan alam yang banyak. (contoh: Pemerintah Kalimantan Tengah tentang Eksploitasi
Hutan).
Program Perencanan Pembangunan Kehutanan (Departemen Kehutanan)

32

Kebijakan ini ditunjukan dalam Peraturan MentriNo.576/1993 yang menetapkan
kriteria dan indikator Manajement Sumberdaya Alam yang Lestari Peraturan
Menteri No. 610/1993 yang menetapkan kriteria dan indikator bagi Manajemen
Sumberdaya Hutan Lestari pada tingkat unit.
Implementasi manajemen hutan terdiri dari manajemen hutan, penyusunan
perencanaan manajemen hutan, perencanaan pengusahaan hutan dan perencanaan
kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.34/2002
dimana implementasi pengusahaan hutan yang lestari adalah syarat utama dalam
perpanjangan ijin pengusahaan hutan sebagaimana dicantumkan pada Ayat 50.
untuk itu, pemerintah melakukan penilaian pada kinerja managemen hutan pada
konsesi sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat 1.
Penilaian

kinerja

manajemen

hutan

pada

konsesi

dilaksanakan

berdasarkan Peraturan Menteri No. 4795/2002 dan No.206/2002 dimana
menentukan kriteria dan indikator bagi pengusahaan hutan alam yang lestari.
Sementaara penilaian kelestarian hutan tanaman dilaksanakan dalam Peraturan
Mentri No.177/2003 dan No.178/2003 dimana masing5masing menetapkan
k