Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan secara In Vitro

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN IRADIASI SINAR
GAMMA Cobalt60 UNTUK MERAKIT PADI (Oryza sativa)
TAHAN KEKERINGAN SECARA IN VITRO

INDAH PERMATA DEWI
A24070049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN IRADIASI SINAR
GAMMA COBALT 60 UNTUK MERAKIT PADI (Oryza sativa)
TAHAN KEKERINGAN SECARA IN VITRO

Induction of chromosomal mutation by gamma ray irradiation of Cobalt 60 to raft
drought tolerant paddy (Oryza sativa) in vitro
Indah Permata Dewi1 dan Ni Made Armini Wiendi2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB,
A24070049

2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
1

ABSTRACT
A lot of people in the world choose rice as their main source of carbohydrate
beside maize and wheat. The increasing of world population make increasing of the
rice demand. Increasing of the rice demand doesn’t followed by the rice supply. In
order to solve that problem, researcher try to find a new paddy cultivar which is can
be planted in dry area. This research aims to study the osmotic pressure that still can
be accepted by paddy var. Sintanur, to study LD50 (lethal dose 50) value in the
paddy especially in Sintanur and to study the interaction between irradiation and the
osmotic pressure. In this research, paddy var. Sintanur is irradiated by gamma ray of
Cobalt60 at six dosages 0 Gray, 100 Gray, 200 Gray, 300 Gray, 400 Gray, 500 Gray.
Then each irradiated seed is planted at four kind of mediums that contains
Polyethylene glycol (PEG) at four levels of concentration are I0 (0 g/l PEG), I1
(116,538 g/l PEG), I2 (174,6 g/l PEG) and I3 (219,547 g/l PEG). Based on the data
analyzed, the highest PEG concentration for drought tolerant selection in paddy var.
Sintanur is 174,674 g/l PEG. There is an interaction between irradiation and PEG
medium that influencing plant height and shoot multiplication. LD 50 (lethal dose 50)

of paddy var. Sintanur is 375 Gy.
Keyword: paddy, Sintanur, Cobalt60, drought tolerant, irradiation.

RINGKASAN
INDAH PERMATA DEWI. Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi
Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan
secara In Vitro. (Dibimbing oleh Ni Made Armini Wiendi).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis iradiasi yang paling
optimal bagi padi khususnya varietas Sintanur, mengetahui tekanan osmotik
(cekaman kekeringan) yang masih dapat diterima padi varietas Sintanur (padi
dapat tumbuh dengan baik), serta diperoleh galur-galur baru yang tahan terhadap
kekeringan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor dari bulan Juli 2011 sampai dengan Februari 2012.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
menggunakan dua faktor yaitu dosis iradiasi dan konsentrasi PEG (polyethylene
glycol) yang diberikan. Faktor dosis iradiasi terdiri dari lima taraf yaitu R0 = 0
Gray, R1=100 Gray, R2=200 Gray, R3=300 Gray, R4=400 Gray, dan R5=500
Gray. Faktor konsentrasi PEG terdiri dari empat taraf yaitu I0= 0 g/l, I1= 174,6
g/l (-0,2 bar), I2= 174,674 g/l (-0,4 bar) dan I3= 219,547 g/l (-0,6 bar). Sebagai

kelompok, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 ulangan yang terdiri dari
10 benih, sehingga terdapat 1200 satuan amatan. Setelah tanaman berumur satu
bulan dilakukan subkultur. Media dasar yang digunakan yaitu media Murashige
dan Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP.
Persentase kecambah terkontaminasi cendawan mulai terjadi sejak satu
minggu setelah tanam. Kontaminasi semakin meningkat setelah dilakukan
subkultur. Kontaminasi pada media seleksi kekeringan (dengan penambahan PEG)
lebih cepat menyebar dibandingkan pada media tanpa PEG. Kontaminasi tertinggi
terjadi pada perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 300 Gray pada minggu
kedelapan yaitu sebesar 50,5%.
Dosis

iradiasi

yang

diberikan

menyebabkan


persentase

daya

berkecambah benih menurun. Semakin tinggi dosis iradiasi maka daya
berkecambah benih akan semakin rendah. Lethal dose 50 (LD50) pada padi
varietas sintanur dicapai pada selang dosis iradiasi 375 Gray. Kecambah yang
diiradiasi memiliki kemampuan tumbuh yang lebih rendah bila dibandingkan

dengan kecambah tanpa iradiasi. Iradiasi yang diberikan selain mempengaruhi
daya berkecambah, juga memberikan pengaruh pada tinggi kecambah, jumlah
anakan dan morfologi tanaman. Dosis iradiasi yang diberikan menyebabkan tinggi
kecambah lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa iradiasi).
Keragaman yang dihasilkan oleh iradiasi dan media seleksi kekeringan termasuk
ke dalam kategori sangat luas.
Perlakuan media seleksi kekeringan dengan PEG memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap jumlah anakan pada minggu kedua hingga minggu
kedelapan. Kecambah yang ditanam pada media seleksi kekeringan memiliki
tinggi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kecambah yang ditanam pada
media kontrol. Kecambah yang ditanam pada media tanpa PEG (0g/l) memiliki

jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan kecambah yang ditanam
pada media seleksi. Kondisi ini disebabkan tanaman yang ditanam pada media
seleksi mengalami gangguan metabolisme sehingga pertumbuhannya tidak
maksimal. Konsentrasi PEG paling optimal yang digunakan untuk seleksi
kekeringan padi varietas Sintanur adalah 174,674 g/l PEG.
Interaksi yang dihasilkan antara media dengan iradiasi sinar gamma
Cobalt60 termasuk ke dalam kategori agak luas pada peubah jumlah anakan dan
agak sempit pada peubah tinggi kecambah. Interaksi antara iradiasi sinar gamma
dan media seleksi kekeringan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi
kecambah serta jumlah anakan.
Iradiasi sinar gamma dan perlakuan media seleksi kekeringan
meningkatkan nilai koefisien keragaman pada karakter tinggi tanaman dan jumlah
anakan bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai koefisien keragaman fenotipe
(KKF) yang terbentuk semakin menurun setelah dilakukan subkultur. Berdasarkan
percobaan diperoleh 221 mutan potensial.

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN IRADIASI SINAR
GAMMA Cobalt60 UNTUK MERAKIT PADI (Oryza sativa)
TAHAN KEKERINGAN SECARA IN VITRO


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

INDAH PERMATA DEWI
A24070049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul

: INDUKSI

MUTASI

KROMOSOM


DENGAN

IRADIASI SINAR GAMMA Cobalt60 UNTUK
MERAKIT

PADI

(Oryza

sativa)

KEKERINGAN SECARA IN VITRO
Nama

: INDAH PERMATA DEWI

NIM

: A24070049


Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS
NIP. 19610412 198703 2 003

Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

TAHAN

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 22 Oktober 1989.
Penulis merupakan anak kedua dari bapak Sugeng Widodo dan ibu Sumarsih.

Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SDN
Ciriung 02 Cibinong. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMPN 5 Bogor
hingga tahun 2004. Setelah itu penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Bogor
hingga tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa IPB melalui
jalur USMI dengan jurusan Agronomi dan Hortikultura.
Semasa menjalani pendidikan di IPB penulis aktif baik dalam organisasi
maupun kegiatan mahasiswa. Penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) periode 2009-2010. Pada tahun 2011
penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar Bioteknologi Tanaman serta mata
kuliah Pembiakan Tanaman Perkebunan (Program Keahlian Perkebunan Kelapa
Sawit, Program Diploma IPB).

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala
rahmat-Nya penelitian induksi mutasi kromosom dengan iradiasi sinar gamma
Cobalt 60 untuk merakit padi (Oryza sativa) tahan kekeringan secara in vitro dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian

ini.
2. Umi, abi, kakak, adik dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan
baik materi, dukungan semangat serta doa.
3. Bapak Dr. Ir Ade Wachjar, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan nasihat serta bimbingan.
4. Bapak Prayitno yang telah banyak membantu pada saat melakukan iradiasi
benih.
5. Keluarga Lab. Kultur jaringan tanaman: Yudia, Alfia, Tika, Neneng, Mega,
Kokoh Limas, Kak Asep, Mba Ai, Bu Irni, Dwi, Eka, Mba Ardha, Kak Yudi,
Teh Eneng dan Risa yang telah banyak memberikan waktu, tenaga serta
dukungannya.
6. Resti, Dian, Dita, Liju, Indri, Indah, Elfa dan Sophie yang telah banyak
memberikan bantuan dan dukungannya.
7. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 44.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas perhatian,
dukungan, doa dan bantuan kepada penulis selama ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2012


Penulis

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................

iv

PENDAHULUAN....................................................................................

1

Latar Belakang..................................................................................
Tujuan...............................................................................................
Hipotesis............................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................

4

Kebutuhan Air Padi dan Tekanan Osmotik Padi..............................
Perakitan Varietas Tanaman melalui Mutasi Kromosom.................
Polyethylene Glycol (PEG) sebagai Agen Seleksi Ketahanan
Kekeringan…………………………………………………………

6
7
11

BAHAN DAN METODE........................................................................

13

Waktu dan Tempat............................................................................
Alat dan Bahan..................................................................................
Metode Pelaksanaan..........................................................................
Pelaksanaan Percobaan.....................................................................
Pengamatan.......................................................................................

13
13
13
14
16

HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................

18

Kondisi Umum..................................................................................
Kontaminasi......................................................................................
Daya Berkecambah...........................................................................
Kematian pada Kecambah................................................................
Tinggi Kecambah..............................................................................
Jumlah Anakan..................................................................................
Jumlah Akar......................................................................................
Keragaman fenotipe padi varietas Sintanur Hasil Iradiasi................

18
19
20
22
25
29
33
34

KESIMPULAN........................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

39

LAMPIRAN.............................................................................................

43

ii

DAFTAR TABEL
Nomor
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Halaman

Persentase kontaminasi eksplan kultur padi varietas Sintanur setelah
iradiasi sinar gamma Cobalt60 secara in vitro.......................................

20

Persentase daya berkecambah benih padi varietas Sintanur yang telah
diberi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt 60 dengan metode
UKDdp.............................................................................................

21

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh iradiasi Cobalt60 dan PEG terhadap
tinggi kecambah padi varietas Sintanur................................................

26

Pengaruh perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap rata-rata
tinggi kecambah pada minggu pertama dan kelima..............................

27

Pengaruh perlakuan media PEG terhadap rata-rata tinggi
kecambah..........................................................................................

28

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan iradiasi Cobalt 60 dan
media PEG terhadap jumlah anakan padi varietas Sintanur...................

31

Pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt 60 terhadap rata-rata jumlah
anakan padi varietas Sintanur..............................................................

32

Pengaruh media perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG terhadap
rata-rata jumlah anakan padi varietas Sintanur........................................

33

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah
dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60................

34

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan
dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60................

35

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah
dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG.............

36

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan
dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG.............

37

iii

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
2

3
4
5
6

7
8

9

10

11

Halaman

Penampilan fenotipe padi varietas Sintanur yang di tanam di
lahan sawah (Deptan, 2001).........................................................

5

Tahapan proses pembentukan embrio pada padi. A. Tahap
globular. B. Tahap koleoptil. C. Tahap vegetatif awal. D. Tahap
pendewasaan (kiri-kanan)……………………………………….

6

Kecambah padi varietas Sintanur yang dikecambahkan dengan
metode UKDdp. A. Kecambah normal; B. Kecambah abnormal.

17

Kultur in vitro padi hasil iradiasi Cobalt 60 pada media PEG
yang terkontaminasi......................................................................

19

Grafik pengaruh dosis iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap
persentase kematian kecambah padi.............................................

22

Kecambah padi yang memperlihatkan tanda kematian
(kecambah menghitam): sebelum subkultur pada media tanpa
perlakuan PEG (kiri) dan sesudah subkultur pada media
perlakuan PEG (kanan).................................................................

23

Reaksi tanaman bila diberikan cekaman kekeringan dengan
periode tertentu. (De Carvalho, 2008)..........................................

25

Perbandingan tinggi tanaman hasil pengecambahan dengan cara
UKDDP. Kiri ke kanan: R0: 0 Gy, R1: 100Gy, R2: 200 Gy, R3:
300 Gy, R4: 400 Gy dan R5: 500 Gy...........................................

26

Perbandingan daun yang tumbuh dari benih yang telah
diiradiasi dan yang tidak diiradiasi pada media PEG 116,538
g/l..................................................................................................

29

Grafik perbandingan jumlah anakan padi varietas Sintanur
terbanyak setelah iradiasi sinar gamma Cobalt60 pada masingmasing perlakuan media dengan penambahan PEG (8 MST)......

30

Multiplikasi anakan terbanyak yang diberi perlakuan iradiasi
sinar gamma Cobalt60 dosis 400 Gy pada media tanpa PEG. A.
Umur 6 MST dan B. Umur 7 MST...............................................

30

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1

2

3

4
5
6

7

8

Halaman

Perbandingan perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media
PEG dengan jumlah anakan terbanyak pada padi varietas
Sintanur pada 8MST.......................................................................

44

Sidik ragam pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media
seleksi dengan PEG serta interaksi media dan iradiasi terhadap
jumlah anakan.................................................................................

45

Sidik ragam pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media
seleksi dengan PEG serta interaksi media dan iradiasi terhadap
tinggi kecambah..............................................................................

47

Persentase kematian kecambah hingga minggu kelima setelah
tanam (MST) pada media I0...........................................................

47

Perbandingan pertumbuhan kecambah setelah iradiasi Cobalt 60
pada media seleksi kekeringan dengan PEG berumur 1 MST........

48

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah
anakan dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma
Cobalt60...........................................................................................

49

Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah
anakan dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan
PEG.................................................................................................

50

Perbandingan perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media
PEG dengan jumlah anakan total pada padi varietas Sintanur
pada 8MST......................................................................................

51

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beras merupakan salah satu sumber karbohidrat utama penduduk dunia
selain jagung dan gandum. Pemilihan beras sebagai makanan pokok karena
kandungan gizinya tinggi, mudahnya proses pengolahan hingga siap dikonsumsi,
serta rasanya yang enak dibandingkan sumber kabohidrat lain. Keunggulan beras
dengan sumber karbohidrat lain terletak pada kandungan lisinnya yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sumber karbohidrat lain (Hanny, 2004). Rasa beras
yang enak disebabkan oleh kandungan amilosa dan amilopektin pada beras. Posisi
beras sebagai salah satu makanan pokok di dunia menyebabkan kenaikan
permintaan seiring dengan pertambahan penduduk dunia.
Produksi beras indonesia pada tahun 2011 adalah 37,2 juta ton beras
(Badan Pusat Statistik, 2011), sedangkan konsumsi beras di Indonesia pada tahun
2011 sebesar 319 gram per kapita per hari atau setara dengan 28,09 juta ton per
tahun (Muftisany, 2012). Apabila melihat data tersebut, Indonesia dapat dikatakan
memiliki surplus produksi beras. Akan tetapi untuk memenuhi target swasembada
beras di tahun 2014, Indonesia harus memiliki surplus produksi sebesar 10 juta
ton sehingga produksi beras pada tahun 2011 harus mencapai 39,5 juta ton
(Manggiasih dan Rosalina, 2011). Selain itu, untuk menantisipasi krisis pangan,
jumlah produksi beras tiap tahunnya harus bertambah minimal sesuai dengan laju
pertambahan penduduk yaitu 1,4 % per tahun (Anonim, 2012). Target program
swasembada beras ini dapat didukung apabila Indonesia memiliki luas panen padi
sebesar 19,26 juta hektar (ha) (Anonim, 2012). Luasan panen ini masih jauh dari
luas panen yang sebenarnya yaitu hanya sebesar 13,44 juta ha (Badan Pusat
Statistik, 2012), sehingga dibutuhkan upaya pencetakan sawah baru sebesar 1,5
juta ha (Manggiasih dan Rosalina, 2011). Selain dengan cara pencetakan sawah
baru, program swasembada beras dapat dicapai bila terjadi peningkatan
produktivitas sebesar 2 ton per hektar (Manggiasih dan Rosalina, 2011).

2
Pertambahan penduduk yang kian pesat menyebabkan porsi lahan
persawahan berkurang. Menurut Apriyantono (2004), berkurangnya lahan untuk
persawahan karena konversi lahan menjadi perumahan dan industri akibat
kebijakan pemerintah daerah. Laju konversi lahan persawahan di indonesia
mencapai 100 ribu ha per tahun (Manggiasih dan Rosalina, 2011). Berkurangnya
lahan persawahan tidak hanya disebabkan oleh adanya konversi lahan,
berubahnya iklim global juga ikut berperan serta. Salah satu akibat dari perubahan
iklim adalah meluasnya lahan kering di Indonesia yang belum termanfaatkan
seperti yang terjadi di daerah Aceh dan Nusa Tenggara Barat (Bakar, et al., 2010
dan Masnun 2011). Meluasnya lahan kering di Indonesia

menyebabkan

banyaknya pemuliaan tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan varietas yang
tahan dan toleran tumbuh pada lahan marjinal (lahan bercekaman).
Perakitan varietas baru dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara
konvensional dan secara in vitro. Perakitan melalui cara in vitro dapat dilakukan
dengan cara menyeleksi tanaman yang telah diberikan perlakuan khusus seperti
menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan bahan kimia lainnya. Menurut Rai
et al., 2011, bahan kimia yang digunakan untuk menyeleksi tanaman secara in
vitro diantaranya adalah NaCl untuk menginduksi ketahanan terhadap salinitas.
Seleksi karakter ketahanan terhadap kekeringan dapat dilakukan dengan
memberikan PEG (polyethylene glycol) dan manitol. Pemberian FCF (Fungal
Culture Filtrate) atau asam fusarat pada media tanam in vitro akan memberikan
pengaruh cekaman terhadap cendawan fusarium. Kondisi ini disebabkan zat
tersebut merupakan eksudat yang dikeluarkan cendawan pada saat menyerang
tanaman. Pemberian bahan kimia pada saat seleksi dapat dilakukan dengan cara
perlakuan jangka panjang dan shock treatment. Pemberian perlakuan jangka
panjang dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi agen seleksi secara bertahap
selama jangka waktu tertentu, sedangkan pada perlakuan shock treatment, agen
seleksi yang akan dipakai diberikan dalam dosis yang tinggi sejak awal perlakuan.
Seleksi yang dilakukan secara in vitro dapat menghemat waktu dibandingkan
dengan seleksi tanaman secara konvensional karena seleksi dapat dilakukan pada

3
tingkat sel dan untuk melakukan perbanyakan tidak perlu menunggu tanaman
bereproduksi.
Luasnya lahan marjinal di Indonesia yang belum termanfaatkan dengan
baik merupakan peluang bagi pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas padi
yang toleran. Peluang tersebut didukung dengan ekspor beras premium dan beras
organik Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi Internasional (Apriyantono,
2008). Selain itu, hambatan waktu untuk merakit suatu varietas baru dapat diatasi
dengan menggunakan teknik pemuliaan secara in vitro sehingga waktu yang
diperlukan menjadi lebih singkat. Dengan memanfaatkan peluang di atas,
diharapkan ditemukannya varietas padi yang tahan bila ditanam pada lahan kering
sehingga produktivitas lahan kering dapat meningkat.

Tujuan
Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari dosis iradiasi sinar gamma
Cobalt60 terhadap induksi keragaman genetik pada padi varietas Sintanur,
mempelajari tekanan osmotik (cekaman kekeringan) yang masih dapat diterima
padi varietas Sintanur hasil induksi mutasi genetik serta diharapkan diperoleh
galur-galur baru yang tahan terhadap kekeringan.

Hipotesis
1. Diduga terdapat dosis iradiasi yang menyebabkan LD-50 (lethal dose 50) pada
kecambah padi varietas Sintanur.
2. Diduga terdapat interaksi antara perlakuan dosis iradiasi dan konsentrasi PEG
terhadap mutan yang dihasilkan.
3. Terdapat paling sedikit satu mutan yang tahan terhadap kekeringan dari seleksi
in vitro.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Sintanur merupakan salah satu varietas padi yang dilepas pada tanggal 12
Januari 2001 oleh Balai Penelitian Padi (BALITPA) Sukamandi. Sintanur berasal
dari tetua Lusi/B7136E-MR-22-1-5 (Bengawan solo). Sintanur merupakan
varietas padi sawah aromatik yang dirakit oleh pemulia Adijono P., Suwito T.,
Suwarno, B. Kustianto, Allidawati B. S., Shagir Sama. Sintanur memiliki potensi
produksi rata-rata 6 ton/ha dan memiliki sifat sedikit tahan terhadap rebah. Padi
varietas sintanur memiliki sifat tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1 dan 2,
serta peka terhadap wereng coklat biotipe 3. Selain itu varietas ini memiliki
ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, peka terhadap strain IV
dan VIII. Sintanur sesuai untuk sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian
kurang dari 500 m dpl. Varietas ini termasuk ke dalam golongan padi yang
memiliki bulir kecil dan umur panen pendek. Padi varietas sintanur memiliki
umur 120 hari serta memiliki bentuk tanaman tegak dengan tinggi 120 cm dan
memiliki banyak anakan. Varietas Sintanur memiliki daun bendera tegak. Varietas
Sintanur memiliki potensi hasil yang tinggi yaitu sebesar 6-7 ton/ha gabah kering
giling, sedangkan berdasarkan hasil penanaman yang pernah dilakukan di
Grobogan, varietas ini mampu menghasilkan hingga 7,78 ton/ha. Tanaman ini
memiliki warna batang hijau serta tidak memiliki warna pada daun telinga dan
lidah daunnya. Posisi daun tanaman ini tegak sampai miring dan daun benderanya
tegak, permukaan daun terasa kasar dengan warna hijau. Gabah varietas ini
berbentuk medium dengan warna kuning bersih dan tingkat kerontokannya sedang.
Bobot 1000 butir gabah varietas Sintanur adalah sebesar 27,4 gram. Selain itu,
varietas ini memiliki ciri khusus yaitu memiliki wangi mulai saat pertanaman
hingga pada nasi yang dihasilkan. Beras yang dihasilkan memiliki tekstur pulen,
rasa enak dan tingkat kadar amilosa sebesar 18% (Deptan, 2001).

5

Gambar 1.

Penampilan fenotipe padi varietas Sintanur yang di tanam di lahan
sawah (Deptan, 2001)

Proses pembentukan embrio pada padi memberikan gambaran ilustrasi
pada tipe tanaman monokotil. Proses embriogenesis pada padi terdiri dari lima
tahap yaitu:
1. Tahap zigotik. Pada tahap ini terjadi peleburan antara sel telur dengan sperma.
2. Tahap globular. Tahap ini terjadi pada 2-4 hari setelah penyerbukan. Pada
tahap ini terjadi pembagian pembentukan jaringan apikal dan basal oleh sel,
sehingga terbentuk embrio globular yang terdiri dari beberapa lapisan .
3. Tahap koleoptil. Tahapan ini terjadi pada hari kelima setelah penyerbukan.
Pada tahap ini terjadi pembentukan koleoptil, meristem apikal tunas dan akar,
serta pembentukan radicle (akar embrionik).
4. Tahap vegetatif awal. Tahapan ini terjadi pada 6-10 hari setelah penyerbukan.
Meristem apikal pucuk mulai menginisiasi pembentukan beberapa daun
vegetatif.
5. Tahap pendewasaan. Tahapan ini terjadi pada 11-20 hari setelah penyerbukan.
Pada tahapan ini salah satu cirinya adalah benih berada pada kondisi dormansi
(Taiz dan Zeiger, 2011).

6

B

A
Gambar 2.

C

D

Tahapan proses pembentukan embrio pada padi. A. Tahap
globular. B. Tahap koleoptil. C. Tahap vegetatif awal. D.
Tahap pendewasaan (kiri-kanan)
Kebutuhan Air Padi dan Tekanan Osmotik Padi

Menurut Ibrahim (2001), nilai rata-rata Eto (Evapotranspirasi potensial)
di daerah Jawa Barat dan Banten adalah 6,28 mm/hari, sedangkan nilai Eto yang
seharusnya terjadi di daerah tropis adalah 6,5 mm/hari. Ibrahim (2001) juga
menyatakan bahwa rasio rata-rata ETo terhadap pengukuran pada lisimeter adalah
0,97. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kahowna et al. (2007), padi di
daerah Pakistan membutuhkan irigasi sebanyak 4987 m3/ha untuk menghasilkan
gabah sebanyak 3,257 ton/ha. Tanaman padi yang ditanam di Indonesia
membutuhkan curah hujan minimal 200 mm/bulan atau sebanyak 2000 mm per
tahun yang terdistribusi selama 4 bulan agar dapat tumbuh dengan baik (Dinas
Pertanian dan Kehutanan, 2000).
Cekaman kekeringan pada padi dataran rendah varietas IR20 dan IR72
telah diteliti oleh Wopereis, Kropff, Maligaya, dan Tuong tahun 1992 dengan cara
menanam padi pada pot PVC (polyvinyl chloride). Berdasarkan penelitian tersebut,
titik kritis tekanan osmotik tanaman padi yang berada pada pertengahan fase
pertumbuhan disaat musim kemarau berkisar antara -50 kPa (kilopascal) hingga
-160 kPa. Pada musim hujan, titik kritis tekanan osmotik berkisar antara -50 kPa
hingga -260 kPa (pada umur tanaman yang sama). Apabila permukaan air tanah
diturunkan menjadi 99,65

sangat luas (SL)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Bahan tanam yang digunakan adalah benih padi varietas Sintanur yang
diperoleh dari Balai Penelitian Padi (BALITPA) Sukamandi. Benih berasal dari
hasil panen pada musim tanam kedua tahun 2009. Benih diiradiasi pada bulan
Maret 2011 dan langsung ditanam pada media perlakuan.
Iradiasi yang diberikan tidak mempengaruhi waktu berkecambah benih,
sedangkan perlakuan seleksi kekeringan memberikan pengaruh nyata. Benih yang
di tanam pada media tanpa perlakuan seleksi mulai tumbuh saat empat hari setelah
tanam, sedangkan benih yang ditanam pada media seleksi I1 (116,538 g/l PEG),
I2 (174,674 g/l PEG) dan I3 (219,547 g/l PEG) mulai tumbuh sejak satu minggu
setelah tanam. Semakin tinggi konsentrasi PEG maka pertumbuhan eksplan
semakin terhambat.
Kontaminasi pada kultur dimulai saat eksplan berumur satu minggu
setelah tanam (MST). Kontaminasi pada minggu pertama disebabkan oleh eksplan
awal yang dipakai berasal dari benih yang diambil dari lapang, sehingga diduga
terjadi kegagalan saat sterilisasi. Kontaminasi eksplan semakin tinggi saat
dilakukan subkultur pada eksplan. Kontaminasi saat awal minggu hingga saat
subkultur disebabkan oleh cendawan, sedangkan setelah subkultur kontaminasi
lebih banyak disebabkan oleh bakteri yang pada beberapa kultur disertai dengan
kontaminasi cendawan.
Eksplan yang diiradiasi mulai menunjukkan pembentukan anakan pada
saat berumur 2 MST, sedangkan pada eksplan yang tidak diiradiasi (kontrol)
mulai membentuk anakan setelah berumur 4 MST. Jumlah anakan pada setiap
perlakuan semakin meningkat

setelah dilakukan subkultur akan tetapi

pertambahan anakan tidak menunjukkan pola tertentu.

19
Kontaminasi
Kontaminasi pada kultur disebabkan baik oleh cendawan maupun bakteri.
Sumber kontaminan dapat berasal dari faktor eksternal maupun faktor internal.
Kontaminan yang berasal dari eksternal dapat berasal dari kebersihan ruang tanam,
alat tanam serta laminar yang digunakan. Faktor luar lain yang mempengaruhi
kontaminasi eksplan adalah kurangnya ketelitian pada saat menanam.