Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Secara In Vitro

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP

KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENURUNKAN

KADAR KOLESTEROL SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

MELIA PUSPITASARI

1110102000065

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP

KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENURUNKAN

KADAR KOLESTEROL SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

MELIA PUSPITASARI

1110102000065

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Melia Puspitasari

NIM : 1110102000065

Tanda Tangan :


(4)

iv HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Melia Puspitasari

NIM : 1110102000065

Program Studi : Farmasi

Judul : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Secara In Vitro


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Melia Puspitasari

NIM : 1110102000065

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Secara In Vitro

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Ditetapkan di : Ciputat


(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK

Nama : Melia Puspitasari Program Studi : Farmasi

Judul : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Secara In Vitro

Kitosan merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, salah satunya dihasilkan dari limbah kulit udang. Derajat deasetilasi dan berat molekul merupakan parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kitosan memiliki aktivitas hipokolesterolemia secara in vitro. Mengacu pada penelitian tersebut, dilakukan uji skrining awal efek iradiasi gamma terhadap kemampuan kitosan dalam menurunkan kadar kolesterol secara in vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap derajat deasetilasi kitosan, berat molekul viskositas rata-rata (Mv) kitosan, serta aktivitas penurunan kadar kolesterol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat deasetilasi kitosan non iradiasi adalah 96,658% dan kitosan iradiasi adalah 94,073%. Radiasi juga menyebabkan penurunan berat molekul viskositas (Mv) kitosan yaitu semakin besar dosis radiasi menghasilkan kitosan dengan berat molekul viskositas yang semakin rendah. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas penurunan kadar kolesterol kitosan non iradiasi dan kitosan iradiasi dengan 3 dosis radiasi yang berbeda yaitu 50, 100, dan 150 kGy. Uji penurunan kadar kolesterol pada penelitian ini menggunakan metode Rudel-Morris dan Zak (FeCl3-H2SO4) secara in vitro. Serapan dari kolesterol yang tidak diikat dengan kitosan diukur dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan rata-rata persentase penurunan kadar kolesterol dari kitosan 0 kGy, 50 kGy, 100 kGy dan 150 kGy berturut-turut adalah 5,10%; 15,14%; 31,02%; and 42,62%. Berdasarkan kemampuan pengikatan kolesterol oleh kitosan, kitosan 150 kGy mempunyai aktivitas penurunan kadar kolesterol yang tertinggi. Selain itu, hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa persentase penurunan kadar kolesterol dari kitosan 150 kGy berbeda secara bermakna dengan kitosan 0, 50, dan 100 kGy. Kata kunci : kitosan, kolesterol, iradiasi gamma, derajat deasetilasi, berat molekul, penurunan kolesterol, in vitro


(7)

ABSTRACT

Name : Melia Puspitasari Program Study : Pharmacy

Tittle : The Effect of Gamma Irradiation on the Ability of Chitosan to Reduce Cholesterol Level In Vitro

Chitosan is the second largest natural biopolymer in nature after cellulose which is produced from shrimp shell waste. The degree of deacetylation and molecular weight of chitosan is the main parameters that affect the characteristics of chitosan. The previous study reported that the chitosan had in vitro hipokolesterolemia activity. The initial screening test of the effect of gamma irradiation on the activity of chitosan in lowering cholesterol levels in vitro has been conducted. The purpose of this research is to determine the effect of gamma irradiation on the degree of deacetylation of chitosan, viscosity average molecular weight (Mv) of chitosan, and cholesterol lowering activity. The results showed that the degree of deacetylation of non-irradiated chitosan is 96.658% and irradiated chitosan is 94.073%. Radiation also caused a decrease in the viscosity molecular weight (Mv) of chitosan which the greater doses of radiation produce the lower viscosity molecular weight chitosan. In this experiment the cholesterol lowering activity of unirradiated and irradiated chitosan in three irradiation doses 50, 100, and 150 kGy. Cholesterol lowering activity was tested in vitro using Rudel-Morris and Zak (FeCl3-H2SO4) method. Absorbance of cholesterol which is not bound to chitosan was measured using Uv-Vis spectrophotometer. The results of this study showed that the reduction average percentage in cholesterol levels of chitosan 0 kGy, 50 kGy, 100 kGy and 150 kGy respectively is 5,10%; 15,14%; 31,02%; and 42,62%. Based on the binding ability of cholesterol by chitosan, chitosan 150 kGy had the highest cholesterol-lowering activity. Moreover, the statistical analysis ANOVA showed that the percentage in cholesterol level of chitosan irradiated with 150 kGy has the significant differences with chitosan 0, 50, and 100 kGy.

Keyword : chitosan, cholesterol, gamma irradiation, degree of deacetylation, molecular weight, cholesterol lowering activity, in vitro


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya. Penulisan skripsi yang berjudul “Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan Dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Secara In Vitrobertujuan untuk memenuhi

persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Darmawan Darwis., Apt dan Yardi Ph.D, Apt sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, ilmu, bimbingan, waktu, tenaga, dan dukungan kepada penulis.

2. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

5. Kedua orang tua, ayahanda M. Soleh dan ibunda tercinta Ayati yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil.

6. Kakak-kakak dan keponakan tersayang Maryati, Ayanih, Hasanudin, Arif, Haerudin Hidayat, Asep Syaiful, Lina, Ike, dan Silvi yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan baik moril maupun materi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang


(9)

amat besar.

8. Ibu Dewi, Ibu Susi, Ibu Ayu, Ibu Ilin, dan Ibu Yoyoh yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis selama penelitian di BATAN. Serta seluruh keluarga besar Staf BATAN yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta bantuan dan dukungan yang amat besar.

9. Sahabat-sahabatku tercinta “Ngocol” Zakiya Kamila. M, Fathmah Syafiqoh, Jaga Paramudita, Diah Azizah, Dias Prakatindih, Syarifatul Mufidah, Desi Syifa, dan Afifah Nurul Izzah atas kebersaaman, persaudaraan, bantuan, semangat, motivasi dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini. 10.Teman – teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan dan

kebersamaan kita selama di bangku perkuliahan.

11.Seluruh laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

12.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini. Amiin Ya Rabbal’alamiin.

Ciputat, 23 September 2014 Penulis


(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Melia Puspitasari NIM : 1110102000065 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

EFEK IRADIASI GAMMA TERHADAP KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL SECARA IN VITRO

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 23 September 2014 Yang Menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISTILAH... BAB 1 PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Tujuan... 1.4. Manfaat... 1.5 Hipotesis... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Kitosan... 2.1.1 Definisi Kitosan dan Proses Pembuatan Kitosan... 2.1.2 Karakteristik Kitosan... 2.1.3 Manfaat Kitosan... 2.1.4 Kitosan sebagai Antikolesterol... 2.2. Kolesterol... 2.2.1 Definisi Kolesterol... 2.2.2 Fungsi Kolesterol... 2.2.3 Lipoprotein... ii iii iv v vi vii viii x xiii xiv xv xvi xviii 1 1 4 4 4 5 6 6 6 8 9 10 10 10 11 12


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.4 Hiperkolesterolemia... 2.2.5 Antilipemika... 2.3. Radiasi...

2.3.1 Definisi Radiasi... 2.3.2 Macam-macam Radiasi... 2.4. Spektrofotometer UV-Vis... 2.5. Metode Perhitungan Berat Molekul Viskositas Kitosan... 2.6. Uji In Vitro Penurunan Kadar Kolesterol... BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 3.2. Alat dan Bahan... 3.2.1 Alat ... 3.2.2 Bahan ... 3.2.2.1 Bahan Uji... 3.2.2.2 Bahan Kimia... 3.3. Prosedur Penelitian ...

3.3.1 Sampel Kitosan... 3.3.2 Iradiasi Kitosan... 3.3.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi... 3.3.4 Pengukuran Berat Molekul Viskositas Kitosan... 3.3.5 Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol In Vitro...

3.3.5.1 Pembuatan Reagen FeCl3... 3.3.5.2 Pembuatan Asam Asetat 1%... 3.3.5.3 Pembuatan Larutan Baku Kolesterol Etanol. 3.3.5.4 Pembuatan Kurva Standar... 3.3.5.5 Pengukuran Kadar Kolesterol... 3.3.5.6 Analisa Data... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...

4.1 Sampel Kitosan dan Iradiasi Kitosan... 4.2 Penetapan Derajat Deasetilasi Kitosan ... 4.3 Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan... 4.4 Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol Secara In Vitro....

13 14 15 15 16 17 19 20 21 21 21 21 21 21 21 22 22 22 22 22 24 24 24 24 24 25 26 27 27 28 30 33


(13)

4.5 Analisa Stratistik... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...

5.1 Kesimpulan... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

38 40 40 40 41 45


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Derajat Deasetilasi dari Kitosan 0 dan 75

kGy... Tabel 4.2. Waktu Rata-Rata Tiap Konsentrasi Larutan... Tabel 4.3. Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi... Tabel 4.4. Viskositas Instrinsik dan Berat Molekul Viskositas (Mv)... Tabel 4.5. Tabel Hasil Perhitungan Penurunan Kadar Kolesterol Oleh

Kitosan Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi... Tabel 4.6. Nilai Persen Rata-Rata Penurunan Kadar Kolesterol oleh

Kitosan...

29 30 31 32

36


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Perbedaan Struktur Kimia Kitin dan Kitosan...

Gambar 2.2. Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan... Gambar 2.3. Struktur Kimia Kolesterol... Gambar 4.1. Pemutusan Rantai Kitosan Pada Ikatan 1,4-β-glikosida... Gambar 4.2. Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Viskositas (Mv) Rata-Rata Kitosan... Gambar 4.3. Struktur Kimia Kolesterol... Gambar 4.4. Kurva Standar Larutan Kolesterol... Gambar 4.5. Persentase Penurunan Kadar Kolesterol oleh Kitosan Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi... Gambar 4.6. Simulasi Pengikatan Molekul Kolesterol-Kitosan...

6 7 11 28

32 33 35

36 38


(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kerangka Penelitian ...

Lampiran 2. Skema Pengukuran Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan.. Lampiran 3. Skema Uji In Vitro Aktivitas Penurunan Kadar

Kolesterol... Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Buffer Asetat... Lampiran 5. Perhitungan Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan... Lampiran 6. Spektrum 1H NMR Kitosan 0 kGy dan 75 kGy... Lampiran 7. Hasil Pengukuran Waktu Rata-Rata Larutan Kitosan 0, 50,

100, dan 150 kGy pada Tiap Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3 %, dan 0,4%... Lampiran 8. Hasil Perhitungan Viskositas Spesifik (ƞsp) Kitosan 0, 50,

100, dan 150 kGy pada Tiap Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3 %, dan 0,4%... Lampiran 9. Nilai Viskositas Intrinsik [ƞ] Kitosan 0, 50, 100, dan 150

kGy pada Masing-masing Konsentrasi 0,1%, 0,2%, 0,3 %, dan 0,4%... Lampiran 10. Grafik Penentuan Nilai Viskositas Instrinsik [η]... Lampiran 11. Penentuan Berat Molekul Viskositas Rata-Rata (Mv)

Kitosan... Lampiran 12. Kurva Standar... Lampiran 13. Nilai Absorbansi Larutan Uji Kitosan... Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kadar Kolesterol Akhir (ppm) (B)... Lampiran 15. Penentuan Persentase Penurunan Kadar Kolesterol Oleh

Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy... Lampiran 16. Contoh Perhitungan Analisis Persentase Penurunan Kadar

Kolesterol Terhadap Kitosan 0 kGy... Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Persen Penurunan Kolesterol Kitosan 0,

50, 100, dan 150 kGy... Lampiran 18. Gambar Alat dan Bahan Penelitian...

45 46 47 48 49 50 54 55 57 59 62 63 64 65 65 66 66 70


(17)

Lampiran 19. Gambar Kitosan Sebelum dan Sesudah Radiasi... Lampiran 20. Gambar Penentuan Waktu Alir Larutan dengan Viskometer Ostwald... Lampiran 21. Gambar Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol secara In

Vitro... 70

71


(18)

xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

ANOVA : Analysis of Variance BM : Berat Molekul

BNT : Beda Nyata Terkecil

DD : Degree of Deacetylation (Derajat Deasetilasi)

HDL : High-density lipoprotein

kGy : kiloGray

LDL : Low-density lipoprotein

LSD : Least Significant Difference

Mv : Viscosity Average Molecular Weight

NMR : Nuclear Magnetic Resonance TG : Trigliserida


(19)

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan semakin modernnya kehidupan, manusia dituntut untuk serba cepat dalam aktivitasnya. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat cenderung mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) yang banyak mengandung lemak. Jika tidak diiringi dengan olahraga yang cukup, hal ini dapat mengakibatkan munculnya timbunan lemak dalam tubuh, terutama kolesterol. Salah satu penyakit akibat perubahan gaya hidup tersebut adalah hiperkolesterolemia. Tingginya kadar kolesterol dalam darah juga menyebabkan resiko terjadinya aterosklerosis yang merupakan faktor utama penyebab penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO, pada tahun 2005 sekitar 7,6 juta jiwa meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner (Ridwan, 2002). Karena itu, perlu dicarikan pemecahan dengan pendekatan ke arah pencegahan dan peningkatan kualitas hidup.

Beberapa obat sintesis yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol antara lain derivat asam fibrat, pengikat asam empedu, penghambat HMG-CoA reduktase, dan asam nikotinat (Tjay, 2007). Pada umumnya, obat sintesis lebih efektif dalam menurunkan kadar lipid plasma darah, namun memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain harganya mahal dan efek samping yang ditimbulkan oleh senyawa tersebut menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan dalam pengobatan. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat memilih bahan yang berasal dari alam sebagai cara pengobatan dengan harga yang terjangkau, mudah dan resiko efek samping yang lebih ringan (Aji etal., 2009).

Salah satu bahan alam yang belum banyak dieksplorasi di Indonesia adalah kekayaan alam yang berasal dari perairan, padahal Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Wilayah perairan Indonesia juga merupakan sumber hewan invertebrata laut berkulit keras (Crustacea) yang mengandung kitin secara berlimpah. Udang adalah salah satu komoditas penghasil kitin yang


(20)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan komoditas ekspor yang dapat diandalkan sebagai sektor perikanan di Indonesia yang saat ini mengalami peningkatan produksi, baik usaha penangkapan di alam maupun hasil budidaya dengan tambak udang. Selama tahun 2010-2011 potensi budidaya udang rata-rata meningkat sebesar 6,10 %. Statistik Kelautan & Perikanan melaporkan pada tahun 2011, Indonesia memproduksi udang dengan total 400.388 ton. Dari total produksi tersebut, 75% nya digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Udang umumnya diekspor hanya bagian daging dalam bentuk beku tanpa kepala dan kulit. Dari proses pengupasan udang menyisakan kulit udang yang bisa mencapai 60-70% dari berat total udang (Darmawan et al., 2007).

Hasil pengupasan udang tersebut dianggap sebagai limbah yang belum termanfaatkan secara baik dan berdaya guna. Salah satu alternatif upaya pemanfaatan limbah cangkang udang menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi adalah dengan mengekstraksi senyawa kitin yang terdapat di dalamnya, lalu dengan proses deasetilasi kitin diolah menjadi kitosan, karena kitosan mempunyai karakteristik fisika kimia yang lebih baik dibandingkan dengan kitin (Rinaudo, 2006).

Kitosan memiliki gugus amina bebas yang membuat polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, dll (Shahidi et al., 1999). Kitosan mempunyai karakteristik fisik, biologi dan kimiawi yang baik sehingga telah diizinkan sebagai bahan tambahan pangan di Jepang sejak 1983 dan Korea sejak 1995 (Yogeshkumar N et al., 2013). Berdasarkan SK Badan POM RI No. HK. 00.05.52.6581 tahun 2007, kitosan diperbolehkan untuk digunakan pada produk pangan di Indonesia. Mengingat sifat-sifatnya yang baik itulah, maka dalam 20 tahun terakhir kitosan menjadi perhatian yang besar dari para peneliti.

Sejak dua dekade yang lalu, PAIR BATAN telah berhasil mengisolasi kitin dari limbah kulit udang dan mendeasetilasi kitin menjadi kitosan. Bahan kitosan ini telah digunakan di bidang pertanian, selain itu kitosan juga dapat digunakan di bidang farmasi dan kesehatan, antara lain sebagai antidiabetes mellitus, antihiperkolesterolemia, antijamur, dan bahan baku teknologi


(21)

farmasi (Liu et al., 2008). Salah satu studi mengenai efek hipokolesterolemia oleh kitosan dikemukakan oleh Liu et al., (2008). Penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian kitosan dengan derajat deasetilasi yang sama menghasilkan kapasitas pengikatan kolesterol yang meningkat secara in vitro seiring penurunan berat molekul. Hal ini diperkirakan bahwa berat molekul dari kitosan berpengaruh terhadap efek hipokolesterolemia. Penelitian secara in

vitro telah menunjukkan bahwa bila kitosan dicampur dengan kolesterol akan

terjadi reaksi pengikatan antara kitosan dengan kolesterol (Hawab, 2002). Terikatnya molekul kolesterol oleh kitosan diharapkan dapat mengurangi masuknya kolesterol berlebih ke dalam peredaran darah.

Berat molekul dan derajat deasetilasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan kitosan dalam aplikasinya. Salah satu metode untuk mengurangi berat molekul kitosan dapat dilakukan dengan cara iradiasi gamma pada kitosan yang dapat menyebabkan terjadinya pemutusan rantai molekul kitosan sehingga menghasilkan kitosan dengan rantai molekul yang lebih pendek dan iradiasi juga dapat berguna sebagai proses sterilisasi kitosan tersebut. Teknologi radiasi memiliki beberapa keunggulan yaitu iradiasi dapat dilakukan pada suhu kamar, tidak meninggalkan residu kimia seperti pada proses kimia dan enzimatik, dan ramah lingkungan. Iradiasi juga tidak menyebabkan bahan yang diiradiasi tersebut menjadi radioaktif dan juga tidak menyebabkan toksik, sehingga obat yang dihasilkan dapat dikonsumsi dengan aman (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir).

Dari uraian diatas perlu adanya penelitian untuk meneliti efek kitosan (produk BATAN) non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap pengaruh penurunan kadar kolesterol secara in vitro dengan menggunakan metode kolorimetri dari Rudel-Morris dan Zak yang merupakan skrining awal untuk mengetahui aktivitas tersebut.


(22)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh iradiasi gamma terhadap derajat deasetilasi dan berat molekul kitosan?

2. Apakah kitosan yang telah diiradiasi memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar kolesterol secara in vitro?

3. Apakah ada perbedaan kemampuan penurunan kadar kolesterol dari kitosan hasil iradiasi dengan kitosan tanpa iradiasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap derajat deasetilasi dan berat molekul kitosan.

2. Mengetahui apakah kitosan yang telah diiradiasi memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar kolesterol secara in vitro. 3. Mengetahui perbedaan kemampuan kitosan iradiasi dengan kitosan

tanpa iradiasi dalam menurunkan kadar kolesterol.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi ilmiah bagi peneliti tentang aktivitas kitosan iradiasi dan kitosan tanpa iradiasi dalam menurunkan kadar kolesterol.

2. Memanfaatkan sumber daya alam yang belum terolah.

3. Sebagai pengetahuan dalam bidang ilmu kimia bahan alam dan bidang industri farmasi dalam upaya pengembangan obat antikolesterol yang dihasilkan dari kitosan non iradiasi atau hasil iradiasi.


(23)

1.5 Hipotesis

Kitosan hasil iradiasi yang diproduksi oleh BATAN mempunyai aktivitas penurunan kadar kolesterol dilihat dari kemampuannya dalam mengikat kolesterol.


(24)

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

2.1.1 Definisi Kitosan dan Proses Pembentukan Kitosan

Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) merupakan polimer karbohidrat yang diturunkan dari deasetilasi kitin yang merupakan biopolimer alami yang berlimpah setelah selulosa (No H.K, 2007). Kitin (poli-β-(1,4)-N-asetil-D-glukosamin) merupakan penyusun utama eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang. Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Kitosan tersusun oleh monomer 2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan ikatan glikosida pada posisi β(1,4) sehingga kitosan merupakan polimer rantai panjang glukosamin dengan rumus molekul (C6H11NO4)n. Kitin dan kitosan memiliki struktur yang mirip dengan selulosa. Perbedaannya terletak pada posisi C2 dimana pada kitin posisi C2 adalah gugus asetamida, sedangkan pada kitosan posisi C2 adalah gugus amina (Kim, 2011).

Gambar 2.1 Perbedaan Struktur Kimia Kitin dan Kitosan

[Sumber : Kim, 2011] NHCOCH3


(25)

Kitosan dibentuk melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Demineralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam encer yang bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam bahan baku. Deproteinasi dilakukan dengan menggunakan larutan basa encer untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terdapat dalam bahan baku. Dan deasetilasi untuk menghilangkan gugus asetil (Kim, 2011).

Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin dilakukan dengan penambahan NaOH, sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase (Kim, 2011). Deasetilasi adalah proses pemutusan gugus asetil dari glukosamin, derajat deasetilasi menunjukkan banyaknya gugus asetil yang putus dari gugus glukosamin dan jumlah presentase dari gugus amino pada struktur polimer. Semakin besar derajat deasetilasi maka semakin banyak pula kitosan yang terbentuk dari kitin, sehingga lebih mudah larut dalam asam encer. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik (Shahidi et al., 1999). Proses lepasnya gugus asetil (deasetilasi) dari bentuk kitin menjadi kitosan dapat diamati dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan


(26)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2 Karakteristik Kitosan

Secara umum kitosan mempunyai bentuk fisik berupa padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal yang tidak berubah dari bentuk kitin. Kitosan mempunyai karakteristik kimia dan biologi sebagai berikut (Dutta, 2004):

Karakteristik Kimia :

 Memiliki gugus amino reaktif

 Memiliki gugus hidroksil reaktif

 Mampu mengkelat logam-logam transisi Karakteristik Biologi :

 Biokompatibel (polimer alami, biodegradabel didalam tubuh manusia, aman, dan tidak toksik)

 Mampu berikatan dengan sel mamalia dan mikroba dengan kuat

 Mempercepat pembentukan osteoblas yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang

 Hemostatik

 Fungistatik dan spermisid

 Antitumor dan antikolesterol

Dua faktor utama yang menjadi ciri dari kitosan adalah viskositas atau berat molekul dan derajat deasetilasi. Oleh sebab itu, pengendalian kedua parameter tersebut dalam proses pengolahannya akan menghasilkan kitosan dengan berbagai karakteristik yang dapat diaplikasikan di berbagai bidang. Derajat deasetilasi dapat didefinisikan sebagai rasio gugus asetamida dan gugus amino, dan menunjukkan sejauh mana proses deasetilasi berjalan. Derajat deasetilasi dan berat molekul berperan penting dalam kelarutan kitosan (Shahidi et al., 1999). Metode untuk menganalisis DD antara lain dengan cara titrasi, HPLC, IR, 1H NMR, dan 13C NMR. Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai utamanya. Kitosan adalah gula yang unik, karena polimer ini mempunyai gugus amin bermuatan positif, sedangkan polisakarida lain umumnya bersifat netral atau bermuatan negatif (Czechowska-Biskup, 2012). Gugus amin kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif suatu molekul


(27)

seperti asam lemak dan asam empedu (Aranaz et al., 2009). Nitrogen pada gugus amin kitosan berfungsi sebagai donor elektron dalam pengikatan selektif logam tertentu. Kitosan larut dalam asam asetat, asam laktat, asam malat, asam format dan suksinat. Kitosan mempunyai kelarutan yang lebih baik daripada kitin. Suatu molekul dikatakan kitosan bila menghasilkan derajat deasetilasi (DD) dengan kisaran DD mencapai 60-100% (Yogeshkumar N, 2013).

Kitosan menunjukkan sifat-sifat polimer biomedis misalnya non-toksik, biokompatibel, dan biodegradabel. Kitosan memiliki tiga tipe gugus fungsional reaktif, yaitu sebuah gugus amino serta dua gugus hidroksil yang masing-masing berada pada posisi C-2, C-3 dan C-6. Modifikasi kimiawi dari ketiga gugus ini menyebabkan kitosan memiliki banyak kegunaan untuk diaplikasikan pada berbagai bidang baik pertanian, kesehatan, dan lain-lain (Shahidi et al., 1999).

Sifat-sifat kitosan seperti kelarutan, bobot molekul yang relatif besar, dan juga viskositas yang tinggi menyebabkan kendala dalam aplikasinya. Oleh karena itu dibutuhkan turunan kitosan yang lebih mudah larut air dan viskositas yang rendah. Sifat-sifat tersebut dimiliki oleh oligomer dari kitosan (oligokitosan). Oligokitosan merupakan senyawa hasil hidrolisis kitosan, baik secara kimiawi (dengan asam kuat), secara enzimatis (dengan enzim kitosanase), dan menggunakan iradiasi.

2.1.3 Manfaat Kitosan

Banyak sekali potensi kitosan yang sudah banyak diteliti, mulai dari pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. Mengingat kitosan mempunyai gugus amin yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta kemampuannya membentuk gel maka kitosan dapat berperan sebagai komponen reaktif, pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, penjernih, plokulan, koagulan (Shahidi et al., 1999). Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya yaitu sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar


(28)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kolesterol. Dalam bidang kesehatan dapat berperan sebagai antibakteri, antihiperkolesterolemia, antikoagulan dalam darah, pengganti saluran darah, anti tumor (penggumpal) sel-sel leukimia (Aranaz et al., 2009).

Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya (Aranaz et al., 2009). 2.1.4 Kitosan sebagai Antikolesterol

Kitosan dapat digunakan sebagai obat antikolesterol. Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (kolesterol baik) terhadap LDL, sehingga peneliti Jepang menyebutnya hypocholesteromic agent yang efektif, karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping. Kitosan mempunyai potensi sebagai hipokolesterolemik yang tinggi, dalam saluran pencernaan, senyawa ini berinteraksi dengan lemak membentuk misela atau emulsifikasi lipid pada fase absorbsi (Deuchi et al., 1994). Kitosan dapat menyerap 97% lemak tubuh yang dianggap lebih unggul dibandingkan jenis polimer lain seperti selulosa, karagenan, agar-agar, dan lain–lain. Knorr (1984) menyatakan bahwa kitosan merupakan senyawa yang tidak beracun sebagai unsur serat makanan dan dapat menurunkan kadar kolesterol. Aktivitas hipokolesterolemia dari kitosan menghasilkan efek yang lebih baik ketika derajat deasetilasinya tinggi (90%), sehingga menghasilkan ikatan elektrostatik yang lebih kuat antara kitosan dan substansi anion seperti asam lemak dan asam empedu (Liu et al.,2008)

2.2 Kolesterol

2.2.1 Definisi Kolesterol

Kolesterol (C27H45OH) (Yun.: chole = empedu, stereos = padat) adalah zat alamiah dengan sifat fisik serupa lemak tetapi berumus steroida, seperti banyak senyawa alamiah lainnya. Kolesterol merupakan bahan


(29)

bangun esensial bagi tubuh untuk sintesa zat-zat penting, seperti membran sel dan bahan isolasi sekitar serat saraf, begitu pula hormon kelamin dan anak-ginjal, vitamin D serta asam empedu (Tjay, 2007). Kolesterol sebagian besar disintesiskan oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Kolesterol merupakan produk khas dari metabolisme hewan dan oleh karenanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging, hati, otak dan kuning telur. Keberadaan kolesterol dalam pembuluh darah yang kadarnya tinggi akan membuat endapan/kristal lempengan yang akan mempersempit/menyumbat pembuluh darah. Kadar kolesterol didalam darah adalah dibawah 200 mg/dl. Apabila melampaui batas normal maka disebut sebagai hiperkolesterolemia (Tjay,2007).

Sintesa. Dalam keadaan normal hati melepaskan kolesterol ke darah sesuai kebutuhan. Tetapi bila diet mengandung terlampau banyak kolesterol atau lemak hewani jenuh maka kadar kolesterol darah akan meningkat (Tjay, 2007).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Kolesterol

[Sumber: www.chemicalbook.com]

2.2.2 Fungsi Kolesterol

Fungsi kolesterol dalam tubuh antara lain merupakan zat essensial untuk membran sel tubuh, merupakan bahan pokok untuk pembentukan garam empedu yang diperlukan untuk proses pencernaan lemak atau minyak, dan merupakan bahan baku untuk membentuk hormon steroid, misalnya: progesteron dan estrogen pada wanita, testosteron pada pria, kortikosteroid dan lain-lain. Kolesterol merupakan komponen penting


(30)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk pembentukan membran sel dan disintesis di seluruh jaringan, tetapi 90% disintesis dalam sel mukosa usus dan hepatosit (Tjay, 2007).

Kolesterol yang disintesa diubah menjadi jaringan, hormon dan vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui darah. Namun demikian, kolesterol ada yang kembali ke hati untuk diubah menjadi asam empedu dan garam. Linder (1992) menyatakan bahwa orang dewasa rata-rata membutuhkan 1.1 gram kolesterol untuk kebutuhan tubuhnya. Dari jumlah itu, 25-40% atau 200-300 mg secara normal berasal dari makanan dan selebihnya dari endogen (biosintesis) terutama oleh hati kemudian oleh usus kecil. Kadar kolesterol normal dalam plasma pada orang dewasa normal sebesar 120-220 mg/dl. Biasanya kadar kolesterol yang melebihi batas ini dianggap sebagai hiperkolesterolemia.

2.2.3 Lipoprotein

Kolesterol bersifat tidak larut dalam air sehingga diperlukan suatu alat transportasi untuk beredar dalam darah yaitu apoprotein yang merupakan salah satu jenis protein. Kolesterol akan membentuk kompleks dengan apoprotein sehingga membentuk suatu ikatan yang disebut lipoprotein. Lipoprotein adalah jenis lipid plasma yang bersifat hidrofobik. Secara umum lipoprotein yang dikenal yaitu HDL, LDL, chyclomicron, VLDL, tetapi dua jenis liporpotein utama yaitu HDL dan LDL (Tjay, 2007).

Lipoprotein jenis pertama adalah lipoprotein dengan densitas tinggi atau High-density lipoprotein (HDL) dikenal sebagai kolesterol baik, berperan dalam membawa kolesterol dalam darah dari jaringan tubuh kembali ke hati untuk dieliminasi. Kadar HDL yang tinggi dalam darah adalah kondisi yang baik bagi tubuh. Apabila kadar HDL rendah (< 40) dalam darah, maka hal ini dapat memicu terjadinya pembentukan plak pada arteri jantung, serangan jantung dan kematian kardiovaskular. Lipoprotein jenis kedua adalah lipoprotein dengan densitas rendah atau Low-density lipoprotein (LDL) dikenal sebagai kolesterol jahat. LDL merupakan pemicu terjadinya pembentukan plak pada arteri, serangan


(31)

jantung dan kematian kardiak. LDL berfungsi mengangkut kolesterol dari hati ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Tjay, 2007).

2.2.4 Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Ada tiga tingkatan kolesterol dalam serum, yaitu kolesterol serum normal dengan kolesterol total < 200 mg/dl, kolesterol serum tinggi yang dapat menyebabkan kondisi hiperkolesterolemia sedang (240-289 mg/dl) dan kolesterol serum sangat tinggi yang dapat menyebabkan hiperkolesterolemia berat (>290 mg/dl) (Tjay, 2007)

Beberapa bahan kimia yang diindikasikan memiliki potensi hipokolesterolemik adalah sitosterol, niasin, vitamin C, vitamin E dan karoten. Adapun mekanisme penurunan kolesterol oleh serat pangan adalah: kolesterol yang disintesa maupun yang berasal dari makanan beredar dalam darah. Sebagian kolesterol akan diubah menjadi asam empedu, masuk ke dalam usus dan berubah menjadi feses, kemudian diekskresikan ke luar. Semakin banyak kolesterol tubuh yang diekskresikan melalui empedu, semakin banyak pula kolesterol dikurangi dari darah. Hal inilah yang menyebabkan penurunan kadar kolesterol di dalam darah. Peranan serat pangan adalah meningkatkan produksi asam empedu dan mengeliminasi ke dalam usus untuk diekskresikan sebagai feses. Pengaruh serat pangan terhadap penurunan kadar kolesterol apabila telah terjadi peningkatan kolesterol di dalam darah.

2.2.5 Antilipemika

Antilipemika adalah obat yang dapat menurunkan kadar kolesterol dan/atau TG darah yang tinggi. Menurut Tjay (2007) obat-obat tersebut sekarang ini tersedia dalam 4 kelompok utama:

a. Damar penukar anion/pengikat asam empedu: kolestiramin dan kolestipol.

Berdaya mengikat asam empedu sehingga sekresi kolesterol ditingkatkan. Khususnya menurunkan LDL-kolesterol (tipe II A) dan


(32)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kolesterol total dengan 8-15%, bersama nikotinat sampai 40% dan bekerja sinergistis dengan penghambat-HMG-CoA reduktase. Kombinasi terakhir mampu menurunkan kadar LDL-kolesterol dengan 50-60%.

Efek samping dari kolestiramin berupa gangguan lambung-usus, terutama obstipasi. Rasanya tidak enak. Resorpsi dari vit A, D, E, K dapat berkurang.

b. Asam nikotinat dan acipimox terutama menurunkan TG dan VLDL, efeknya terhadap kolesterol total dan LDL lebih ringan. Berhubung efek sampingnya yang tidak nyaman (vasodilatasi pembuluh muka, flushing) dan rasa panas, nyeri kepala, gatal-gatal dan iritasi kulit, juga penglihatan berkurang, khususnya digunakan sebagai obat tambahan pada damar dari fibrat.

c. Fibrat: klofibrat, simfibrat dan fenofibrat. Berkhasiat menurunkan TG dan VLDL dengan kuat, kolesterol total hanya sedikit. LDL dapat diturunkan pula, sedangkan HDL dinaikkan sedikit, kecuali gemfibrozil yang menaikkan HDL dengan kuat. Singkatnya fibrat meningkatkan kadar HDL (10 %) dan menurunkan kadar LDL dengan 10-15%.

Efek samping dari klofibratyang paling sering berupa gangguan (sementara) saluran cerna, kadang kala nyeri kepala, kantuk, eksanterna, stimulasi nafsu makan, rambut rontok dan impotensi. Semua senyawa fibrat dapat menyebabkan suatu sindroma myositis (radang otot) yang insidensinya lebih meningkat bila pada saat bersamaan menggunakan zat penghambat reduktase.

d. Statin: lovastatin, simvastatin, pravastatin, atorvastatin, dan rosuvastatin.

Senyawa penghambat-reduktase (HMG-CoA-reductase-inhibitors) ini berdaya menurunkan sintesa kolesterol endogen dalam hati dan dengan demikian terjadi penurunan kolesterol total dengan kuat, LDL (dengan 30-40%), TG dan VLDL lebih ringan, sedangkan


(33)

HDL dinaikkan. Dapat dikombinasi dengan damar untuk pengobatan hiperlipidemia yang parah.

Efek sampingnya pada umumnya ringan, antara lain nyeri otot (2-11% myopathie) reversibel, yang adakalanya menjadi gangguan otot parah yang disebut rhabdomyolysis. Juga terapi kombinasi senyawa statin lain dan fibrat (mis. fenofibrat - pravastatin) dapat menimbulkan gangguan yang ditandai nyeri dan lemah otot mendadak, gejala-gejala flu dan urin berwarna gelap. Efek samping yang paling sering terjadi dan berupa rasa letih dan nyeri otot, terutama dari bokong dan tungkai atas.

2.3 Radiasi

2.3.1 Definisi Radiasi

Proses yang kejadiannya berlangsung tanpa unsur kesengajaan atau tanpa adanya perlakuan khusus disebut radiasi yaitu pancaran energi atau partikel berenergi oleh suatu sumber, misalnya: bentuk mutasi pada tanaman dapat terjadi secara alamiah (spontan) akibat radiasi sinar kosmik di alam. Sedangkan iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian radiasi secara sengaja dan terarah atau proses yang kejadiannya berlangsung karena adanya perlakuan khusus terhadap sesuatu obyek yang dilakukan secara disengaja (misalnya untuk tujuan melakukan suatu pengamatan atau penelitian), contoh: bahan makanan yang telah diiradiasi (the irradiated food) dengan sinar gamma dapat menjadi awet dan tidak cepat membusuk ataupun rusak (Leswara, 2005). Proses radiasi saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti sterilisasi alat-alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, serta digunakan juga untuk diagnosa maupun terapi suatu penyakit yang dalam hal ini digunakan suatu radionuklida. Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai salah satu metode untuk memutus bobot molekul suatu senyawa. Proses radiasi adalah metode yang paling menjanjikan, karena prosesnya yang sederhana, dapat dilakukan pada suhu kamar dan tidak ada pemurnian produk yang diperlukan setelah pengolahan. Proses radiasi juga tidak menyebabkan


(34)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

perubahan struktur utama dari suatu senyawa yang diputus berat molekulnya (Chmielewski, 2005).

2.3.2 Macam-macam Radiasi

Menurut Leswara (2005) ada tiga jenis radiasi yang sering kali dipancarkan dari inti radioaktif yaitu radiasi alfa, beta, dan gamma.

1. Partikel Alfa

Radiasi alfa terbentuk oleh partikel – partikel zat yang terdiri dari dua proton dan dua neutron. Jadi, partikel alfa sama dengan inti Helium yang kehilangan dua buah elektron. Di dalam udara partikel alfa terdapat dalam rentang kira-kira 5 cm, tetapi di dalam jaringan kurang dari 100µ.

2. Partikel Beta

Radiasi beta ada dua jenis, oleh karena itu kita mengenal dua jenis elektron yaitu negatron (elektron bermuatan negatif) dan positron (elektron bermuatan positif). Positron dan negatron adalah sama, kecuali dalam hal muatannya yaitu +1 dan -1. Elektron – elektron ini dipancarkan dari inti radioaktif yang disebut partikel beta. Partikel beta mempunyai rentang lebih dari 3 meter di dalam udara dan kira-kira 1 mm di dalam jaringan.

3. Radiasi Gamma

Radiasi gamma adalah gelombang elektromagnetik sedangkan radiasi alfa dan beta adalah partikel-partikel. Sinar gamma diradiasikan sebagai foton atau kuantum energi dengan kecepatan c = 3,0 x 1010 cm/det. Perbedaan radiasi gamma dengan sinar X dan sinar UV, sinar tampak dan sinar lainnya hanya dalam panjang gelombang atau frekuensinya saja. Sinar gamma bersifat penetrasi yang paling besar diantara radiasi – radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop (kecuali netrino) dan dapat dengan mudah menembus jaringan lebih dari 30 cm dan timbal (Pb) dengan ketebalan beberapa inci.

Sinar radiasi yang umumnya digunakan saat ini adalah radiasi sinar gamma. Daya tembus dari sinar gamma memiliki banyak


(35)

aplikasi dalam kehidupan manusia, dikarenakan sinar gamma dapat menembus beberapa bahan, dan sinar gamma tidak akan membuatnya menjadi radioaktif. Sejauh ini ada tiga radionuklida pemancar gamma yang paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium-99m.

1. Cesium -137 digunakan dalam perawatan kanker, mengukur dan mengontrol aliran fluida pada beberapa proses industri, menyelidiki subterranean strata pada oil wells, dan memastikan level pengisian yang tepat untuk paket makanan, obat – obatan dan produk yang lain.

2. Cobalt-60 bermanfaat untuk: sterilisasi peralatan medis di rumah sakit, pasteurize beberapa makanan dan rempah, sebagai terapi kanker, dan mengukur ketebalan logam dalam stell mills.

3. Tc-99m adalah isotop radioaktif yang paling banyak digunakan secara luas untuk studi diagnosa sebagai radiofarmaka. (Technetium-99m memiliki waktu paruh yang lebih singkat). Radiofarmaka ini digunakan untuk mendiagnosa otak, tulang, hati dan juga mampu menghasilkan pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa aliran darah pasien.

2.4 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinar tampak (380-780 nm) (Gandjar, 2007).

Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap.


(36)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Gandjar, 2007) :

A = a . b . c Keterangan :

a = Daya Serap b = Tebal Kuvet c = Konsentrasi larutan A = Serapan

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut (Gandjar, 2007):

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet).

4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

Syarat-syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan UV-Vis yaitu : 1) Bahan mempunyai gugus kromofor (UV)

2) Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna (Visible) 3) Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tidak berwarna, ditambahkan

pereaksi warna (Visible)

4) Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang mempunyai gugus kromofor (UV).

Menurut Gandjar (2007) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa


(37)

yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan:

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

 Reaksinya selektif dan sensitif

 Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

 Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus.

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

2.5 Metode Perhitungan Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan (Hwang, et al., 1997)

Berat molekul merupakan variabel yang penting, sebab berhubungan langsung dengan sifat-sifat fisika polimer. Pada umumnya polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi bersifat lebih kuat. Namun berat molekul yang terlalu tinggi menyebabkan kesukaran dalam memproses polimer tersebut. Metode yang mudah untuk penetapan berat molekul adalah metode viskositas larutan menggunakan alat viskometer dengan cara menghitung perbandingan antara waktu alir larutan polimer terhadap waktu alir pelarut murni. Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer. Perbandingan antara


(38)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana. Alat yang digunakan adalah Viskometer Ostwald.

Berat molekul kitin dan kitosan diukur berdasarkan viskositas

instrinsik (ƞ). Sejumlah kitosan dilarutkan dalam 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,3 M NaCl/ 0,1 M CH3COOH lalu dimasukkan ke dalam viskometer. Kemudian 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer ostwald dalam media air pada suhu 25°C. Data yang diperoleh dipetakan pada grafik

ƞsp/C terhadap C. Viskositas intrinsik adalah titik pada grafik yang menunjukkan nilai C=0. Berat molekul viskositas (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink yaitu:

[ƞ] = kMα

Keterangan:

[ƞ] = Viskositas intrinsik M = Massa molekul (g/mol)

K dan a = Tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya

2.6 Uji In Vitro Penurunan Kadar Kolesterol [Rudel-Morris, (1973), Sutioso, (2012), Rao, (1992)]

Kemampuan pengikatan kolesterol didasarkan pada pengukuran kolesterol dalam larutan kolesterol-etanol setelah penambahan sediaan uji atau sampel dengan masa inkubasi 60 menit pada suhu 37oC menggunakan metode dari Rudel-Morris dan metode Zak, yaitu penambahan reaksi pewarnaan antara FeCl3 dalam asam asetat glasial dan H2SO4(p) sebagai katalisator. Jumlah kolesterol bebas ditentukan dengan mengukur serapan. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang tertentu (400-700 nm).


(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Agustus 2014 di Laboratorium Bahan Kesehatan, Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), BATAN Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Serta di Laboratorium penelitian 2 (PDR), Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Iradiator gamma IRKA, penangas air (Eyela), inkubator (France Etuves), timbangan analitik (Acculab Bl-210S), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910), viskometer ostwald (Cannon 150 P863), H1 NMR (Jeol JNM ECA-500 MHz), vorteks (Wiggen Hauser), lemari asam, sentrifugator, tabung sentrifus, labu ukur, gelas kimia, batang pengaduk, pipet tetes, spatula, tabung reaksi bertutup, kaca arloji, blender, gelas ukur, mikropipet, pipet gondok dan bulp, alumunium foil, kuvet, stopwatch.

3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah kitosan yang diproduksi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) dan Kolesterol (Sigma).

3.2.2.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi FeCl3.6H2O (Merck), aquadest, H2SO4(p) (Merck), etanol 95% (pa) (Merck), asam asetat glasial (Merck), D2O, natrium asetat (Merck).


(40)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Sampel Kitosan

Kitosan yang akan digunakan yaitu hasil produksi dari BATAN yang sudah tersedia dan telah melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi.

3.3.2 Iradiasi Kitosan

Pada proses iradiasi terhadap kitosan, sumber radiasi yang digunakan yaitu menggunakan radiasi gamma 60Co dengan berbagai dosis iradiasi. Kitosan dikemas ke dalam tiga plastik klip untuk tiga dosis dan masing-masing diberi label dosis energi radiasi yaitu 50, 100, dan 150 kGy. Kemudian kitosan yang telah dikemas tersebut dimasukkan ke dalam alat iradiator. Iradiasi tersebut dilakukan dengan kecepatan dosis 10 kGy/jam.

3.3.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi (Czechowska-Biskup, 2012)

Perhitungan derajat deasetilasi (DD) kitosan dengan menggunakan instrument 1H-NMR. Serbuk Kitosan dilarutkan dalam larutan D2O dan asam asetat D2O sampai kitosan larut sempurna, kemudian diinjekkan ke dalam instrument 1H-NMR, lalu dibaca hasilnya.

3.3.4 Pengukuran Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan (Hwang, et al, 1997)

a. Pembuatan 0,2 M Asam asetat

Sebanyak 12 g asam asetat dilarutkan dalam 1000 mL aquades. b. Pembuatan 0,1 M Natrium asetat

Sebanyak 8,2 g Natrium asetat dilarutkan dalam 1000 mL aquades. c. Pembuatan Buffer asetat pH 4,3 250 mL

Menghitung pH 4,3 untuk mendapatkan volume (mL) asam asetat 0,2 M yang diperlukan yaitu sebanyak 147,2 mL, kemudian hitung volume (mL) natrium asetat yang diperlukan untuk ditambahkan ke dalam asam asetat yaitu sebanyak 102,8 mL.


(41)

d. Pembuatan larutan kitosan 0,1 % dalam larutan Buffer pH 4,3 Sebanyak 0,05 g kitosan dilarutkan dalam 50 mL Buffer pH 4,3. e. Pembuatan larutan kitosan 0,2% dalam larutan Buffer pH 4,3

Sebanyak 0,1 g kitosan dilarutkan dalam 50 mL Buffer pH 4,3. f. Pembuatan larutan kitosan 0,3% dalam larutan Buffer pH 4,3

Sebanyak 0,15 g kitosan dilarutkan dalam 50 mL Buffer pH 4,3. g. Pembuatan larutan kitosan 0,4% dalam larutan Buffer pH 4,3

Sebanyak 0,2 g kitosan dilarutkan dalam 50 mL Buffer pH 4,3.

Semua konsentrasi larutan kitosan dibuat triplo untuk masing-masing kitosan hasil iradiasi (50 kGy, 100 kGy, 150 kGy) dan kitosan non iradiasi, kemudian setelah larutan kitosan dibuat didiamkan terlebih dahulu minimal selama 24 jam dan maksimal 3 hari sebelum digunakan. Setelah itu sebanyak 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung ostwald, kemudian tabungnya dimasukkan ke dalam media air (25oC), kemudian larutan dihisap dengan pushball hingga melewati 2 batas dibagian atas viskometer, lalu kendurkan cairan sampai batas pertama lalu mulai perhitungan menggunakan stopwatch (dalam detik) hingga batas kedua. Hasil yang diperoleh dicatat. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Langkah yang sama dilakukan untuk larutan kitosan 0,1 %; 0,2%; 0,3%; dan 0,4% dari kitosan hasil iradiasi dan non iradiasi. Viskositas spesifik dihitung dengan persamaan di bawah ini:

ƞsp

Dimana ƞsp adalah viskositas spesifik, t2 adalah waktu alir untuk larutan dan t1 adalah waktu alir untuk pelarut. Viskositas intrinsik diperoleh

dengan memplotkan hasil ƞsp/C terhadap C. Kemudian berat molekul viskositas kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink:

[h ]= k.M α Keterangan:

[h] = Viskositas intrinsik


(42)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

k dan α = Tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya (K= 1.181 x 10-3 dan α = 0.93 pada suhu 250C)

3.3.5 Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol secara In Vitro (Rudel and

Morris, 1973; Sutioso, 2012; Rao, 1992; Nalole, 2009) 3.3.5.1 Pembuatan Reagen FeCl3

Sebanyak 8,402 gram FeCl3.6H2O dilarutkan dalam 100 mL asam asetat glasial, larutan ini akan tetap stabil hingga beberapa bulan kedepan.

3.3.5.2 Pembuatan Asam Asetat 1%

Sebanyak 1 mL Asam Asetat glasial dan ad 100 mL dengan aquades.

3.3.5.3 Pembuatan Larutan Baku Kolesterol Etanol

Dibuat larutan induk kolesterol dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu dengan cara melarutkan 100,0 mg serbuk kolesterol dalam 100 mL etanol absolut (95%) pada suhu ± 45oC diatas waterbath.

3.3.5.4 Pembuatan Kurva Standar

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)

Dilakukan scanning panjang gelombang dari larutan standar kolesterol dengan konsentrasi 100 ppm dalam labu 5 mL yang diambil dari larutan induk 1000 ppm sebanyak 0,5 mL lalu di ad dengan etanol 95% sampai volum 5 mL, kemudian ditambahkan 2,0 mL reagen FeCl3 kemudian divorteks dan didiamkan selama 10 menit, dan menutup lapisan luar tabungnya dengan alumunium voil untuk melindungi dari cahaya. Lalu masing-masing larutan ditambahkan 1,0 mL H2SO4(p) dan campuran larutan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks, kemudian didiamkan selama 30 menit. Dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400-700 nm.


(43)

b. Pembuatan Seri Konsentrasi Larutan Baku Kolesterol dan Pengukuran Kurva standar

Dari larutan induk kolesterol konsentrasi 1000 ppm dibuat 5 seri konsentrasi yaitu diambil dari larutan induk tersebut sebanyak 0,5; 0,75; 1; 1,25; dan 1,5 mL kemudian dicukupkan volumenya masing-masing hingga 5 mL dengan etanol 95%, sehingga dihasilkan masing-masing larutan dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250, dan 300 ppm. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan 2,0 mL reagen FeCl3 kemudian divorteks dan didiamkan selama 10 menit, dan menutup lapisan luar tabungnya dengan alumunium voil untuk melindungi dari cahaya. Lalu masing-masing larutan ditambahkan 1,0 mL H2SO4(p) dan campuran larutan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks, kemudian didiamkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 526 nm sesuai hasil scanning sebelumnya. 3.3.5.5 Pengukuran Kadar Kolesterol

Sampel kitosan hasil iradiasi (50 kGy, 100 kGy, 150 kGy) dan non iradiasi masing-masing ditimbang sebanyak 30,0 mg (triplo) lalu masing-masing dilarutkan dengan asam asetat 1% sebanyak 20 tetes, kemudian masing-masing ditambahkan 5 mL larutan kolesterol dengan konsentrasi 300 ppm. Campuran masing-masing larutan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit, kemudian disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Masing-masing kolesterol yang tersisa dalam supernatan diambil (5 mL) dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Masing-masing supernatan tersebut ditambahkan 2,0 mL reagen FeCl3 kemudian divorteks dan didiamkan selama 10 menit, dan menutup lapisan luar tabungnya dengan alumunium voil untuk melindungi dari cahaya. Lalu masing-masing larutan ditambahkan 1,0 mL H2SO4(p) dan campuran larutan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks, dengan demikian jumlah pengenceran terhadap awal sebanyak 5/6 dan dilanjutkan dengan 5/8, sehingga total pengenceran 5/6 x 5/8 = 25/48. Kemudian didiamkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang


(44)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gelombang maksimum 526 nm sesuai hasil scanning sebelumnya. Kurva standar digunakan untuk menentukan konsentrasi kolesterol yang tersisa.

Persentase penurunan kadar kolesterol ditentukan dengan rumus :

A = X100%

C B C

Keterangan :

A = % penurunan kadar kolesterol

B = kadar kolesterol akhir dikali pengenceran 48/25 C = kadar kolesterol awal

3.3.5.6 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Saphiro Wilk untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak dengan nilai signifikansi

(p≤0,05). Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Least Significant Difference) (Santoso, 2008).


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sampel Kitosan dan Iradiasi Kitosan

Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah produk yang dihasilkan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), BATAN. Bahan baku kitosan tersebut berasal dari limbah kulit udang yang telah disortir dan hanya diambil bagian punggungnya saja, karena bagian terbaik dari kulit udang adalah bagian punggung yang lebih mudah diproses. Sedangkan kulit bagian kepala ataupun kaki strukturnya lebih keras sehingga lebih susah diproses, hal tersebut telah dibuktikan oleh pihak BATAN.

Kitin dalam cangkang udang terdapat sebagai mukopolisakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses seperti pemisahan protein (deproteinasi) dengan menggunakan NaOH 1 N dan pemisahan mineral (demineralisasi) dengan menggunakan HCl 1 N. Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) yang dilakukan menggunakan NaOH dengan konsentrasi 50% (b/v) selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 90oC. Kitosan tersusun oleh monomer 2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan

ikatan glikosida pada posisi β(1,4) sehingga kitosan merupakan polimer

rantai panjang glukosamin dengan rumus molekul (C6H11NO4)n. Kitin dan kitosan memiliki struktur yang mirip dengan selulosa, sehingga akan menegalami degradasi bila diiradiasi (Kim, 2011).

Kitosan yang sudah diproduksi oleh BATAN tersebut kemudian diiradiasi dengan memasukkan kitosan ke dalam alat iradiator gamma IRKA dimana sebelumnya masing-masing kitosan sesuai dosis radiasi dikemas ke dalam plastik klip. Iradiasi dilakukan menggunakan sumber radiasi sinar gamma yang berasal dari sumber radiasi isotop 60Co pada dosis 50, 100, dan 150 kGy dengan kecepatan dosis 10 kGy/jam. Pemilihan dosis tersebut berdasarkan hasil percobaan BATAN sebelumnya bahwa dosis efektif


(46)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk mendapatkan oligokitosan yaitu 75-100 kGy, begitu juga berdasarkan jurnal Choi (2002) yang mengatakan bahwa dosis radiasi 100 kGy menggunakan iradiasi gamma cukup untuk degradasi kitosan, sehingga dipilih dosis 50, 100, dan 150 kGy. Kitosan yang sudah diiradiasi mengalami pemutusan rantai pada ikatan

1,4-β-glikosida, sehingga menghasilkan kitosan iradiasi (oligokitosan) yang mempunyai BM yang lebih rendah dari kitosan tanpa iradiasi. Pemutusan rantai kitosan pada ikatan 1,4-β-glikosida dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Pemutusan Rantai Kitosan pada Ikatan 1,4-β-glikosida

[Sumber : Kim, 2011]

4.2 Penetapan Derajat Deasetilasi Kitosan

Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah derajat deasetilasi dan berat molekul. Derajat deasetilasi adalah persentase banyaknya gugus asetil yang hilang dan berubah menjadi gugus amina. Semakin besar derajat deasetilasi maka semakin banyak pula kitosan yang terbentuk dari kitin, sehingga lebih mudah larut dalam asam encer. Kelarutan ini disebabkan oleh adanya gugus NH2 pada posisi C-2 pada gugus D-Glukosamin. Dengan adanya gugus NH2 tersebut membuat kitosan bersifat polikationik sehingga dapat lebih larut dalam asam serta membuat aplikasi penggunaan kitosan semakin luas. Metode untuk menganalisis DD antara lain dengan cara titrasi, HPLC, IR, 1H NMR, dan 13C NMR (Czechowska-Biskup, 2012). Spektroskopi 1H NMR merupakan salah satu metode yang paling akurat untuk mengukur derajat deasetilasi. Derajat deasetilasi dapat dihitung dengan menggunakan integral dari peak proton H1 N-glukosamin, peak proton H1 N-Asetilglukosamin, dan peak dari tiga proton pada gugus asetil (H-Ac). Berikut ini adalah beberapa formula yang dapat digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi dari kitosan :


(47)

(1)

(2)

(3)

Keterangan : IH1-GlcN : integral H dari N-Glukosamin I

H1-GlcNAc : integral H dari N-Asetilglukosamin 1

H-Ac : integral H dari Asetil

Dapat dilihat pada lampiran 6 menunjukkan bahwa hasil spektrum 1H NMR dari kitosan hasil iradiasi dan non iradiasi. Berdasarkan dengan melihat hasil spektrum tersebut, formula (1) dan (2) tidak dapat digunakan karena peak pada H-Ac mengalami overlapping dengan asam asetat yang digunakan (Lavertu, 2003). Sehingga untuk perhitungan derajat deasetilasi tersebut hanya dapat dihitung dengan menggunakan formula (3). Interpretasi spektrum 1H NMR yang dihasilkan terhadap integral dari peak proton H1 N-glukosamin dan peak proton H1 N-AsetilN-glukosamin berdasarkan dengan melihat gambar spektrum pada jurnal dari Czechowska-Biskup (2012) yang memperlihatkan bahwa pada daerah sekitar 4-5 ppm terdapat integral spesifik dari peak IH1-GlcN dan IH1-GlcNAc, yaitu daerah sekitar 4,3-4,4 ppm merupakan peak integral dari IH1-GlcNAc dan pada daerah 4,7-4,8 ppm merupakan peak integral dari IH1-GlcN.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Derajat Deasetilasi dari Kitosan 0 dan 75 kGy Dosis

Radiasi (kGy)

Integral Proton Derajat Deasetilasi

(%)

IH1-GlcN IH1-GlcNAc

0 0,839 0,029 96,658

75 1 0,063 94,073

Pada tabel 4.1 di atas menunujukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara derajat deasetilasi dari kitosan hasil iradiasi dan non


(48)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

radiasi, hal ini membuktikan bahwa iradiasi tidak menyebabkan pemutusan pada gugus asetilnya (COCH3) akan tetapi pemutusan rantai pada ikatan 1,4-β-glikosida pada kitosan.

4.3 Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan

Berat molekul dapat berpengaruh pada sifat fisika polimer seperti kelarutan dan viskositas. Salah satu metode yang mudah untuk penetapan berat molekul rata-rata kitosan adalah metode viskositas larutan menggunakan alat viskometer. Keuntungan metode ini antara lain yaitu lebih cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana (Hwang et al., 1997). Prinsip pengukuran menggunakan metode ini adalah dengan cara menghitung perbandingan antara waktu alir larutan polimer terhadap waktu alir pelarut murni yang mengalir melalui pipa kapiler pada jarak tertentu dan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri (Hwang et al., 1997).

Pada pengukuran berat molekul viskositas ini dibuat larutan kitosan sebanyak 4 seri konsentrasi untuk masing-masing sampel kitosan, kemudian setelah larutan kitosan dibuat didiamkan terlebih dahulu minimal selama 24 jam berdasarkan pengalaman peneliti dari BATAN sebelumnya, hal ini untuk menyempurnakan kelarutan dari kitosan tersebut, karena kitosan yang baru saja dilarutkan dengan asam biasanya masih terdapat gelembung-gelembung pada larutannya. Kemudian setiap konsentrasi larutan uji dihitung waktu alir pada suhu 25oC dengan selisih perubahan suhu ± 0,3oC. Berikut ini hasil pengukuran nilai waktu yang diperoleh pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Tabel Waktu Rata-Rata Tiap Konsentrasi Larutan Dosis Radiasi

(kGy)

Waktu Rata – Rata (detik)

0,1% 0,2% 0,3% 0,4%

0 78,99 168,86 295,65 497,69

50 51,73 70,42 94,76 126,16

100 38,44 46,18 53,92 62,12


(49)

Berdasarkan dari data tabel 4.2 diatas diketahui bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing larutan untuk mengalir pada pipa kapiler dengan jarak tertentu. Begitu pula dengan semakin besarnya konsentrasi larutan maka semakin besar pula waktu yang dibutuhkan untuk mengalir. Kemudian hasil yang diperoleh pada tabel diatas diukur viskositas spesifiknya dengan rumus:

Keterangan : : viskositas spesifik

t1 : waktu alir untuk pelarut natrium asetat T2 : waktu alir untuk larutan uji

Berdasarkan rumus diatas untuk menghitung nilai Ƞsp memerlukan nilai t1 (waktu yang dibutuhkan pelarut untuk mengalir pada pipa kapiler) yaitu nilai rata-rata waktu yang didapat sebesar 32,053 detik. Hasil perhitungan viskositas spesifik dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Tabel Viskositas Spesifik dari Berbagai Dosis Radiasi Dosis Radiasi

(kGy)

Ƞsp dari Masing-Masing Konsentrasi Larutan

0,1% 0,2% 0,3% 0,4%

0 1,464 4,269 8,225 14,528

50 0,614 1,197 1,957 2,936

100 0,199 0,441 0,682 0,938

150 0,167 0,349 0,563 0,792

Berdasarkan hasil viskositas spesifik pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis radiasi maka semakin kecil nilai viskositas spesifik dan sebaliknya nilai viskositas spesifik semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan, hal ini menunjukan bahwa semakin besar nilai viskositas spesifik semakin besar pula viskositas dari larutan. Sehingga dilihat dari tabel 4.3 di atas kitosan dengan dosis radiasi 150 kGy memiliki viskositas yang paling kecil dan begitu pula dengan kitosan 0 kGy memiliki viskositas yang paling besar. Nilai


(50)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viskositas spesifik yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan dalam grafik Ƞsp/C, sehingga diperoleh nilai viskositas instrinsik yaitu dengan memplotkan hasil Ƞsp/C terhadap C yang menunjukkan nilai C=0, dan hasilnya tertera pada tabel 4.4 dibawah ini. Kemudian berat molekul viskositas rata-rata (Mv) kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink:

[h ]= k.Mvα Keterangan:

[h] = Viskositas intrinsik

M = Massa molekul kitosan (g/mol)

k dan α = Tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya (K= 1.181 x 10-3 dan α = 0.93 pada suhu 250C)

Tabel 4.4 Tabel Viskositas Instrinsik dan Berat Molekul Viskositas (Mv)

Dosis Radiasi (kGy) α K [Ƞ] Mv (Da)

0 0,93 1,181x10-3 11,4 19256,405 50 0,93 1,181x10-3 4,9 7767,204 100 0,93 1,181x10-3 2,1 3123,135 150 0,93 1,181x10-3 1,6 2362,672

Hubungan dosis radiasi dengan berat molekul viskositas rata-rata (Mv) dapat dilihat dengan jelas pada grafik dibawah ini.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Dosis Radiasi dengan Berat Molekul Viskositas (Mv) Kitosan

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000

0 50 100 150

B er a t M o lek ul Vis k o sit a s ( Da )


(51)

Berdasarkan pada tabel 4.4 dan grafik di atas dapat dilihat bahwa iradiasi pada kitosan dengan berbagai dosis radiasi mempengaruhi berat molekul viskositas (Mv) pada kitosan. Semakin tinggi dosis radiasi yang digunakan maka semakin kecil berat molekul viskositas (Mv) kitosan yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena radiasi pada kitosan menyebabkan pemutusan rantai molekul kitosan pada ikatan 1,4-β-glikosida sehingga menjadi kitosan dengan rantai molekul yang lebih pendek. Semakin pendek jumlah rantai polimer pada kitosan maka semakin kecil berat molekulnya. Polimer dengan jumlah rantai panjang mempunyai berat molekul yang besar dan memiliki viskositas yang besar pula. Sehingga berat molekul berbanding lurus dengan viskositas.

4.4 Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol secara In Vitro

Kolesterol adalah zat alamiah dengan sifat fisik serupa lemak tetapi berumus steroida, seperti banyak senyawa alamiah lainnya. Kolesterol mempunyai gugus hidroksil yang terdapat pada atom C nomor 3, seperti terlihat di bawah ini pada gambar 4.3 yang merupakan struktur kimia kolesterol.

Gambar 4.3 Struktur Kimia Kolesterol

[Sumber: www.chemicalbook.com]

Reaksi pengikatan kolesterol oleh kitosan merupakan mekanisme dari metode in vitro untuk mengetahui penurunan kadar kolesterol (Hawab, 2002). Kemampuan pengikatan kolesterol didasarkan pada pengukuran kolesterol dalam larutan kolesterol-etanol setelah penambahan sampel uji


(52)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan masa inkubasi 60 menit pada suhu 37o C menggunakan salah satu metode kolorimetri dari Rudel-Morris dan metode Zak, yaitu penambahan reaksi pewarnaan antara FeCl3 dalam asam asetat glasial dan H2SO4(p) sebagai katalisator sehingga terbentuk senyawa berwarna yang kemudian jumlah kolesterol dalam sampel ditentukan dengan mengukur serapan. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang tertentu antara 400-700 nm.

Sebelum dilakukan uji in vitro penurunan kadar kolesterol, terlebih dahulu dibuat larutan reagen FeCl3 dalam asam asetat glasial. Proses pencampuran ini dilakukan pada tempat gelap dan menggunakan botol gelap untuk menampung larutan reagen FeCl3 tersebut, dengan tujuan untuk melindungi proses pencampuran dari cahaya. Perlindungan dari cahaya diperlukan karena FeCl3 memiliki sensitivitas terhadap cahaya (Rudel dan morris, 1973).

Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan kolesterol dalam etanol yang dipanaskan pada suhu 45oC. Hal ini dilakukan karena telah diketahui bahwa kelarutan kolesterol akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu, dan suhu yang optimum untuk melarutkan kolesterol dengan menggunakan pelarut etanol adalah pada suhu 45oC (Baluja et al., 2009).

Percobaan ini didahului dengan pengukuran panjang gelombang maksimum pada rentang 400-700 nm, λmax yang didapat pada 526 nm, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kurva standar kolesterol. Dengan adanya kurva standar, maka dapat digunakan untuk mencari persamaan regresi linier sehingga dapat digunakan dalam pencarian suatu kadar yang absorbansinya sudah diukur. Kurva standar yang digambarkan antara konsentrasi kolesterol etanol awal dikali dengan pengenceran dari penambahan 2,0 ml FeCl3 dan 1,0 ml H2SO4 dengan absorbansi seperti tertera pada gambar 4.4 di bawah ini:


(53)

Gambar 4.4 Kurva Standar Larutan Kolesterol

Berdasarkan hasil kurva standar yang dihasilkan terlihat bahwa kurva tersebut mengikuti hukum lambert-beer yaitu berupa garis lurus dengan nilai R2=0,998. Sehingga persamaan regresi linier (y=a±bx) yang didapat yaitu y=0,0034x+0,0072.

Kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy sebanyak 30 mg dilarutkan dengan asam asetat 1% lalu ditambahkan larutan kolesterol dengan konsentrasi 300 ppm. Selanjutnya masing-masing sampel diratakan dengan menggunakan vorteks dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37oC, kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm selama 5 menit. Mekanisme kerja kitosan ketika bereaksi dengan kolesterol adalah kitosan akan mengikat kolesterol yang terdapat dalam larutan kolesterol etanol dan kolesterol akan terikat bersama dengan kitosan setelah disentrifugasi. Kemudian supernatan yang dihasilkan dipisahkan dan ditambah larutan reagen FeCl3 dalam asam asetat glasial dan ditambah H2SO4 sebagai katalis untuk pembentukan warna dan

diukur serapan pada λ 526 nm. Warna yang dihasilkan yaitu coklat

kemerah-merahan. Setelah serapan larutan uji dibaca kemudian dihitung persen penurunan kadar kolesterol dengan rumus :

A = X100%

C B C

Keterangan :

A = % penurunan kadar kolesterol

B = kadar kolesterol akhir dikali pengenceran 48/25 C = kadar kolesterol awal

y = 0,0034x + 0,0072 R² = 0,998

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0 50 100 150 200

abso

rb

an


(54)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan absorban yang dihasilkan dan persen penurunan kadar kolesterol oleh kitosan pada tabel 4.5 dan contoh cara perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 15.

Tabel 4.5 Tabel Hasil Perhitungan Penurunan Kadar Kolesterol Oleh Kitosan Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi

Gambar 4.5 Persentase Penurunan Kadar Kolesterol oleh Kitosan Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi

0 10 20 30 40 50

kito 0 kito 50 kito 100 kito 150 5,1 15,14 31,02 42,62 % p e n u ru n an kad ar ko le ste ro

l kito 0

kito 50 kito 100 kito 150 Larutan Kadar Kolesterol Awal (ppm) (C) Abs Kadar Kolesterol Akhir (ppm) x pengenceran 48/25 (B) % Penurunan Kadar Kolesterol Rata-rata % Penurunanan Uji I (Kitosan 0 kGy)

300 0,501 278,851 7,05

5,10 300 0,513 285,629 4,79

300 0,520 289,580 3,47

Uji II (Kitosan 50 kGy)

300 0,457 254,004 15,33

15,14 300 0,468 260,216 13,26

300 0,449 249,487 16,84

Uji III (Kitosan 100 kGy)

300 0,374 207,133 30,95

31,02 300 0,387 214,475 28,51

300 0,360 199,229 33,59

Uji IV (Kitosan 150 kGy)

300 0,320 176,64 41,12

42,62 300 0,310 170,993 43,00


(55)

Berdasakan perhitungan hasil uji aktivitas penurunan kadar kolesterol dengan menggunakan metode kolorimetri (Rudel-Morris, Zak) menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 150 kGy mempunyai kemampuan tertinggi sebagai penurun kolesterol, sehingga dapat dilihat kitosan dengan dosis radiasi paling besar yang menghasilkan kitosan dengan BM viskositas rata-rata (Mv) yang semakin rendah akan menghasilkan aktivitas penurunan kolesterol semakin besar pula. Hal ini juga ditunjang dengan analisa secara statistik, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradiasi 150 kGy berbeda secara bermakna terhadap larutan uji yang lain (kitosan 0, 50, dan 100 kGy). Hal ini sesuai dengan pernyataan LeHoux dan Grondin (1993) yang mengatakan bahwa berat molekul kitosan yang tinggi menghasilkan efek hipokolesterolemia yang kurang efektif daripada kitosan dengan berat molekul rendah (Bangoura, 2009). Dan juga penelitian yang dilakukan Sugano et al., (1980) menemukan bahwa berat molekul kitosan sangat berpengaruh terhadap pengurangan kolesterol plasma. Berat molekul kitosan yang tinggi kurang efektif dalam mengurangi kolesterol plasma dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan.

Kitosan dapat bekerja sebagai penurun kolesterol melalui mekanisme pengikatan. Berdasarkan penelitian Liu (2008) penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa bila kitosan dicampur dengan kolesterol akan terjadi reaksi pengikatan (interaksi elektrostatik), sehingga kolesterol tidak lagi bebas. Hal ini disebabkan oleh gugus amino yang dimiliki oleh kitosan dapat berikatan dengan molekul kolesterol yang memiliki muatan negatif yaitu hidroksil (OH) (Barraza, 2005). Dilihat dari berat molekulnya, maka kitosan dengan berat molekul rendah mempunyai gugus amino bebas yang lebih reaktif dibandingkan dengan kitosan berat molekul tinggi. Sehingga gugus amino bebas yang dimiliki oleh kitosan dengan berat molekul rendah dapat dengan mudah bereaksi dengan kolesterol sehingga terjadi pengikatan kolesterol oleh kitosan yang mengakibatkan kolesterol tidak lagi menjadi bebas. Mekanisme penurunan kolesterol dalam tubuh dijelaskan sebagai berikut. Pertama kitosan menangkap dan melarutkan lemak dalam lambung. Serat kitosan yang telah mengikat lemak menjadi massa yang besar yang


(1)

Tests of Normality

kelompok Shapiro-Wilk

persen.penurunan

kitosan 0 kGy ,970 3 ,668

kitosan 50 kGy ,992 3 ,829

kitosan 100 kGy 1,000 3 ,963

kitosan 150 kGy ,941 3 ,532 a. Lilliefors Significance Correction

Keputusan : Uji normalitas persen penurunan seluruh kelompok terdistribusi normal ( p ≥ 0,05).

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk mengetahui homogenitas dari distribusi persen penurunan kolesterol kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy

Hipotesis :

Ho : data % penurunan homogen. Ha : data % penurunan tidak homogen. Pengambilan Keputusan

Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

Test of Homogeneity of Variances

persen.penurunan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,262 3 8 ,851

Keputusan : Hasil data signifikansi (p= 0,852) lebih besar dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa varian data homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA.

2. Uji ANOVA

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen penurunan kolesterol pada seluruh sampel uji


(2)

Hipotesis

Ho : Data persen penurunan kolesterol tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen penurunan kolesterol berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA persen.penurunan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1946,092 3 648,697 224,502 ,000

Within Groups 23,116 8 2,889

Total 1969,208 11

Keputusan : Data persen penurunan pada semua kelompok sampel uji berbeda secara bermakna (≤ 0.05) maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/ LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Semua Kelompok Perlakuan

Tujuan : Untuk mengetahui persen penurunan yang bermakna diantara keempat kelompok perlakuan

Hipotesis

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara keempat kelompok perlakuan

Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna diantara kelima kelompok perlakuan Pengambilan Keputusan

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak


(3)

Kesimpulan : ada perbedaan bermakna nilai persen penurunan kadar kolesterol secara in vitro antara kitosan iradiasi (50, 100, 150 kGy) dan kitosan tanpa iradiasi (0 kGy).


(4)

Lampiran 18. Gambar Alat dan Bahan Penelitian

Kitosan (0, 50, 100, & 150 kGy)

Serbuk Kolesterol Asam Asetat

Glasial

Serbuk FeCl3 H2SO4

Ethanol 95% waterbath +

termometer

Viskometer

ostwald

Waterbath Vorteks

Sentrifugator Timbangan Analitik

Lemari Asam Spektrofotometer

Uv-Vis

H1 NMR


(5)

Kitosan Sesudah Radiasi

Lampiran 20. Gambar Penentuan Waktu Alir Larutan dengan Viskometer Ostwald

Lampiran 21. Gambar Pengujian Penurunan Kadar Kolesterol Secara In Vitro


(6)

Kitosan + larutan kolesterol Inkubasi

Sentrifuge 4000 rpm 5 menit Diambil supernatan

Dilapisi alumunium voil, + 2 mL FeCl3 dan 1 ml H2SO4

Ukur serapan dengan Spektrofotometer Uv-Vis