Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90 Dengan 1,20

RASIO REDUKSI UREUM DIALIZER 0,90; 2,10 DAN 2 DIALIZER SERI 0,90
DENGAN 1,20
DAIROT GATOT
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
BAB - I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang
bersifat irreversibel, mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang
tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi
pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis, peritoneal dialisis dan
transplantasi ginjal. Saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang
paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat.
Data dari United State Renal Data System (USRDS) bahwa jumlah GGT yang
menjalani dialisis di Amerika Serikat pada akhir 1991 mencapai 142.488 orang dan
119.085 orang diantaranya menjalani HD. Di Indonesia, berdasarkan data dari PT.
ASKES (1999) ada sekitar 3.000 penderita GGT yang menjalani HD, ini belum termasuk
HD yang dibiayai perusahaan swasta maupun atas biaya sendiri.
Telah diketahui bahwa tidak adekuatnya suatu tindakan hemodialisis akan
meningkatkan mortalitas. Di AS penderita yang mengalami tindakan HD reguler tidak

adekuat 22-24% , di Jepang dan di Eropa 10 – 15 %. Masalah tersebut menjadi sangat
penting karena mortalitas penyakit GGT yang HD reguler terus meningkat, seperti di AS
1981 mortalitasnya 21,0% dan tahun 1988
24,3%. Akibat tidak adekuatnya HD
menyebabkan kerugian materi yang sangat besar dan tidak produktifnya penderita HD
reguler tersebut.
Sebelum HD dilaksanakan haruslah dibuat suatu peresepan (prescription) untuk
merencanakan dosis HD tersebut, dan selanjutnya membandingkannya dengan hasil
HD yang telah dilakukan untuk menilai adekuatnya suatu tindakan HD. Peresepan
hemodialisis bersifat individual, oleh karena setiap penderita HD berbeda dalam hal
berat badan, volume distribusi ureum, jenis dializer yang dipakai, kecepatan aliran
darah, kecepatan aliaran dialisat, jenis dialisat, lama waktu HD, ultrafiltasi yang
dilakukan.
Telah diketahui bahwa Kt/V urea merupakan pedoman yang akurat untuk
merencanakan peresepan HD serta menilai AHD, dan Urea reduction ratio = Rasio
reduksi ureum (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan praktis untuk menilai
AHD.
Kt/V urea adalah dimana Kt merupakan jumlah bersihan urea dari plasma
persatuan waktu dan V merupakan volume distribusi dari ureum V dalam satuan liter, K
adalah klearensi dalam satuan L/menit diperhitungkan dari KoA dializer, serta

kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam
satuan menit.

©2003 Digitized by USU digital library

1

Penelitian oleh National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan
penelitian prospektif skala luas pertama yang menilai AHD. Re- evaluasi dari data NCDS
menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8 dihubungkan dengan meningkatnya
morbiditas, sedangkan Kt/V 1,0- 1,2 dihubungkan dengan mortalitas yang rendah.
RRU adalah
persentasi dari ureum yang dapat dibersihkan dalam sekali
tindakan HD. RRU merupakan cara paling sederhana dan praktis untuk menilai AHD,
tetapi tidak dapat dipakai
untuk merencanakan dosis HD. Banyak dipakai untuk
kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor terbaik untuk mortalitas pasien HD
reguler. Kelemahan cara ini karena tidak memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein
catabolic rate (PCR) dan sisa klirens yang masih ada. National Kidney FoundationDialysis Outcome Quality Initiative (NKF - DOQI) memakai batasan bahwa HD harus
dilakukan dengan RRU ≥65%.

Dializer adalah tempat proses berlangsungnya pertukaran zat- zat dan cairan
dalam darah dan dialisat. Material dari membran dializer dapat terbuat dari Sellulose,
Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic dan Synthetic.
Dializer dibagi 2 kalsifikasi yaitu dializer standard dan dializer highefficiency/high- flux. Dializer standart terdiri terdiri dari klearensi ureum 250 ml/menit, high- flux dengan Kuf >15 ml/mmHg/jam, dan
membrannya adalah Polysulfone, Celuloasa triasetat, dan AN- 69. 16,18 Dializer high
efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar.
Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori- pori besar dapat melewatkan
molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi.
Koeffisient ultrafiltrasi (KUf) adalah spesifikasi dializer, terdiri dari KUf rendah
2,0 , KUf sedang 4,0 dan KUf tinggi dan high flux >10,0. Contoh; KUf 2,0 memerlukan
TMP 500 ml untuk ultrafiltrasi 1000 ml, KUf 8,0 hanya memerlukan TMP 125 ml untuk
ultrafiltrasi 1000 ml.
KoA dializer sama dengan koeffisien luas permukaan transfer adalah
kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran darah dan
dialisat tertentu. Luas permukaan membran berkisar 0,5 s/d 2,2 m2 . KoA terdiri dari
dializer effisiensi rendah terutama untuk pasien berat badan kecil dengan KoA 700. KoA equivalen dengan luas permukaan membran, makin luas permukaan
membran semakin tinggi klearensi urea.
Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan
meningkatkan kecepatan aliran darah, aliran dialisat dan meningkatkan luas
permukaan membran dializer memakai dializer KoA tinggi.

Akhir- akhir ini meningkatkan AHD dapat juga dilakukan memakai 2 dializer yang
dihubungkan secara seri atau secara paralel. Penelitian Ari melaporkan pemakaian 2
coil dializer secara seri dapat mempersingkat lama waktu HD. Penelitian Denninson
menggunakan 2 dializer seri dapat meningkatkan RRU dari 52% menjadi 64%, dan
menyimpulkan 2 dializer seri meningkatkan RRU 23 %. Penelitian Fritz dkk.
melaporkan Kt/V dan RRU dari 2 dializer paralel dan 2 dializer seri tidak mempunyai
perbedaan bermakna dan melaporkan 83% penderita mencapai target AHD dari 2

©2003 Digitized by USU digital library

2

dializer paralel ataupun seri. Gerhartd dkk. Melaporkan bahwa efektifitas 2 dializer seri
dan 2 dializer paralel tersebut sama, tetapi hubungan seri lebih mempunyai
keuntungan praktis.
Pemakaian 2 dializer secara seri belum pernah dilakukan di Indonesia. Atas
dasar itulah penulis berkeinginan untuk melihat bagaimana manfaat 2 dializer secara
seri dalam meningkatkan AHD pada penderita HD reguler yang ada di Medan.

BAB – II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.

HEMODIALISIS
Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan
mengeliminasi sisa- sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Hemodialisis saat ini sudah menjadi terapi baku pada gagal ginjal
terminal, intoksikasi obat dan zat- zat kimia.
2.1.1. PRINSIP-PRINSIP DASAR
Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan
diubah menjadi larutan lain melalui membran semipermiabel. Molekul- molekul air dan
zat- zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak
dapat melewati barier membran semipermiabel.
Proses penggeseran (eliminasi) zat- zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui
membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan prose difusi dan ultrafiltrasi
(konveksi).
2.1.1.1. Proses difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul

zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian
juga sebaliknya.
Kecepatan proses difusi zat terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas
permukaan membran dializer dan perbedaan konsentrasi.
2.1.1.2. Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara
simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.

©2003 Digitized by USU digital library

3

a.

b.

Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)

TMP
adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya
berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah
akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan
kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan
tekanan yang melewati membran.
2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung
besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam)
yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan
(pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel,
bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka
konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”.
Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan
sekaligus akan membawa zat - zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan
permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua
bagian menjadi sama.


2.1.2. PERALATAN
Peralatan untuk terapi HD terdiri dari dializer, water treatment, larutan dialisat
(konsentrat) serta mesin HD dengan sistem monitor.
2.1.2.1. Dializer
Dializer
adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi
pertukaran zat- zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material membran dializer
dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic, Synthetic.
Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga
dengan permiabilitas air. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air
bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan
(ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure
gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
KoA dializer merupakan koeffisien luas permukaan transfer adalah kemampuan
penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran darah dan kecepatan
aliran dialisat tertentu. KoA equivalen dengan luas permukaan membran, makin luas
permukaan membran semakin tinggi klearensi urea.
Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer high efificiency
adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high

flux adalah dializer yang mempunyai pori- pori besar yang dapat melewatkan molekul
yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi.
Ada 3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk
hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dializer dan coil dializer. Setiap dializer
mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses eliminasi dan
menjaga keselamatan penderita. Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa.

©2003 Digitized by USU digital library

4

2.1.2.2. Water treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air yang telah
mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan langsung untuk persiapan
larutan dialisat, karena masih banyak mengandung zat organik dan mineral. Air keran
ini akan diolah oleh water treatment sistim bertahap.
2.1.2.3. Larutan dialisat
a.
Dialisat asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk

mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara
difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif
stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih
murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual,
muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia,
koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan
sitokin. Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut (tabel
1) :

Tabel 1. Komposisi larutan dialisat asetat dan bikarbonat.
Komponen

Natrium
Kalium
Kalsium
Magnesium
Klorida
Bikarbonat
Asetat
Asam asetat

Glukosa

Dialisat asetat (mEq/l)

143
2,0
1,75
0,75
112
38
-

Dialisat bikarbonat (mEq/I)
Lar.asam
Lar.bikarbonat
80
2,0
1,75
0,75
87
4
8,33

60
25
35
-

Lar.final
140
2,0
1,75
0,75
117
31
4
8,33

b.

Dialisat bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan
larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat
bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan
bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium karbonat.
Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena konsentratnya
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat
diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang
tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut.
Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya
untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding
dengan dialisat asetat.
2.1.2.4. Mesin hemodialisis
Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan
sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan
vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara 200- 300 ml per

©2003 Digitized by USU digital library

5

menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah
biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan
dialisat harus dipanaskan antara 34- 390 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu
larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan
komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin
efektifitas proses dialisis dan keselamatan penderita.
2.1.3. TUSUKAN VASKULER
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk
program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya
darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh
penderita. Ada 2 tipe tusukan vaskuler yaitu tusukan vaskuler sementara dan
permanen.
2.2.

ADEKUASI HEMODIALISIS

Sejak dekade tahun 1960 tindakan HD telah menunjukkan keberhasilannya
sebagai terapi pengganti gagal ginjal jangka penjang pada penderita GGT. Jumlah
penderita GGT yang menjalani HD terus meningkat, banyak yang telah menjalani HD
sampai 10 tahun, bahkan ada mencapai lebih dari 20 tahun. Sejak itupula para
nefrologis telah membahas, mendiskusikan dan memperdebatkan pengertian dari
adekuasi hemodialisis (AHD). Sejak dasawarsa 1970an dilakukan usaha mentabulasikan
parameter yang dapat diukur untuk menentukan adekuatnya tindakan hemodialisis.
Meskipun toksin uremik yang sebenarnya masih tetap merupakan kontroversi, ureum
merupakan bahan yang secara praktis dapat diukur sebagai pertanda AHD. Dengan
berkembangnya teknologi kedokteran, hemodialisis juga berkembang dengan pesat dan
semakin canggih, semuanya untuk menjamin keselamatan penderita dan efektifitasnya.
Begitupun pada saat ini masih terjadi peningkatan mortalitas penderita HD
reguler. Di AS mortalitasnya meningkat dari 21,0% tahun 1981 menjadi 24,3% tahun
1988, mortalitasnya lebih tinggi dari di negara industri lainnya, dan dilaporkan
penyebabnya karena tindakan HD tidak adekuat. Tindakan HD tidak adekuat di AS 2224% , di Jepang dan Eropa 10-15 %.
Walaupun pada tahun 1990 penilaian keberhasilan pengelolaan penderita GGT
dengan HD reguler tidak lagi terbatas pada AHD tetapi juga akibat HD reguler jangka
panjang, misalnya reaksi inflamasi karena kontak dengan membran dializer, terjadinya
amiloidosis, pengaruh nutrisi, vitamin D3, pemberian eritropoetin dan juga faktor- faktor
lain, tetapi salah satu faktor penting penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak
produktifnya penderita karena HD tidak adekuat.
Di Amerika Serikat merupakan masalah penting, oleh karena tahun 1995 perlu
biaya 8,8 milyar dolar AS untuk pengobatan penderita GGT, dan pada tahun 1996 lebih
dari 180.000 penderita di AS mendapatkan pengobatan HD.
Banyak penelitian yang menyokong pentingnya AHD tersebut seperti penelitian
Bloembergen dkk. menyokong
hipotesis bahwa dosis hemodialisis yang rendah
menyebabkan terjadinya atherogenesis, infeksi, malnutrisi, dan kegagalan yang
berlanjut melalui berbagai variasi mekanisme patofisiologis. Sehgal dkk. melaporkan
dosis HD tidak adekuat berhubungan langsung dengan meningkatnya kasus dan jumlah
hari rawat-inap, serta memerlukan pemeriksaan penunjang. Tercapainya ADH
menurunkan morbiditas dan biaya perawatan. Owen dkk melaporkan RRU rendah

©2003 Digitized by USU digital library

6

meningkatkan resiko mortalitas. Penderita RRU 65%. Dalam sebuah
penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis dialisis, telah ditunjukkan
bahwa penderita yang menerima RRU ≥60% memiliki mortalitas yang lebih rendah dari
yang menerima RRU ≥ 50%.
2.2.1.4

Cara alternatif untuk menilai AHD.

1.

Percent Reduction Urea (PRU).
Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak dianjurkan oleh NKF- DOQI,
karena dapat menyebabkan penyimpangan sampai 20%. Jika batasan kesalahan
terhadap MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari Jindal hanya
akurat untuk Kt/V=0,9- 1,1, sedangkan untuk rumus dari Basile hanya akurat untuk
Kt/V= 0,6 sampai 1,3.
2.

Total Dialysate Collection.
Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar baku
pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90- 150 liter sangat
tidak praktis.
3.

Waktu tindakan HD.
Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen dari Kt/V
ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang lebih besar dari
ureum diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi intravaskuler euvolemia yang

©2003 Digitized by USU digital library

9

lebih baik dimana hal ini akan mengurangi komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data
penunjang secara klinis belum lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5
jam.
4.

Urea removal indek.
Adalah indek pembersihan dari ureum merupakan cara baru untuk mengukur
AHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya.
2.2.2 PERESEPAN HEMODIALISIS.
Sebelum HD dilaksanakan haruslah dibuat suatu peresepan (prescription) untuk
merencanakan dosis HD tersebut, dan selanjutnya membandingkannya dengan hasil
HD yang telah dilakukan untuk menilai adekuatnya suatu tindakan HD.10,11 Peresepan
hemodialisis bersifat individual, oleh karena setiap penderita HD berbeda dalam hal
berat badan, volume distribusi ureum, jenis dializer yang dipakai, kecepatan aliran
darah, kecepatan aliaran dialisat, je nis dialisat, lama waktu HD dan ultrafiltasi yang
dilakukan.
2.2.2.1
Dialisis 3 kali perminggu.
Dialisis tiga kali perminggu direkomendasikan pada Kt/V ≥1,3 dan lama HD
≥3,5jam (R ≤0,32) untuk seluruh penderita dan menggunakan nilai Kt/V yang lebih
tinggi untuk HD yang lebih singkat (Kt/V ≥1,4 dan lama dialisis ≤3,5 jam dengan (R
≤0,30). Di AS banyak yang memakai standard yang sedikit kurang keras (R £0,40)
yang equivalen dengan Kt/V ≥1,05 (gambar- 1). Standard kurang keras
hanya
dipertimbangkan jika HD diberikan ≥4 jam, standard kurang keras ini menyebabkan
tingginya mortalitas. Di Eropa seperti di Pusat Dialisis dan Tranplant Lombardy Italia
menggunakan dosis HD yang tinggi menurunkan mortalitas dan morbiditas.

Gambar 1.
Hubungan
Kt/V, dimodulasi

antara R (post/pra- plasma Urea- Nitrogen ratio) dan

©2003 Digitized by USU digital library

10

Dengan UF/W {UF=ultrafiltrate volume4 [liters], W=postdialysis
weight [kg].
2.2.2.2

Dialisis 2 kali perminggu.

Seluruh data mengenai Kt/V telah diperoleh dari analisa dialisis 3 ka li
perminggu. Tidak ada informasi yang diperoleh secara klinis mengenai dialisis 2 kali
perminggu. Analisis yang didasarkan pada pemodelan urea kinetik hemodialisis 2 kali
perminggu mendapatkan Kt/V sekitar 1,8- 2,0. Kt/V lebih tinggi dibutuhkan karena
dialisis hanya diberikan dua kali perminggu. Rasio UN plasma setelah/sebelum (R)
sekitar 0,20 yang dikoresponden dengan Kt/V 1,8-2,0. (gambar-1). Dialisis 2 kali
perminggu dipakai terutama untuk penderita yang kecil dan
masih memiliki fungsi
ginjal resid u. Oleh karena residu fungsi ginjal penderita HD cepat menurun. Jadwal 2
kali perminggu
dianggap terutama sebagai pengobatan transisi. Caramelo
dkk.
mendapatkan bahwa setelah 3 bulan HD fungsi ginjal residu menurun bermakna tidak
tergantung dengan tipe membran dializer.
2.2.2.3

Dializer.

Dializer adalah tempat proses terjadi pertukaran zat- zat dan cairan dalam darah
dan dialisat. Adalah sukar untuk menentukan jenis dializer yang terbaik. Setiap jenis
mempunyai kelebihan maupun kekurangannya. Adapun pemilihan membran dializer
dapat berdasarkan pertimbangan teoritis biokompatibilitas dan fluks, berdasarkan
pertimbangan klinis seperti
gejala intradialisis, morbiditas dan mortalitas. Secara
praktis pemilihan membran dializer berdasarkan Bahan membran sintesis dan tidak
sintesis, KoA dializer, Koeffisient Ultrafiltrasi, Dializer standard, Dializer high efficiency
atau high flux, Model Sterilisasi, Desain plat paralel atau hollow-fiber (capillary).
1.
a.

b.

Pemilihan dializer berdasarkan pertimbangan teoritis.
Biokompatibilitas.
Secara
teori
membran
yang
mengaktifkan
komplemen
dan
mengakibatkan pelepasan fragmen komplemen tidak disukai, karena
pengaktifan komplemen dapat meningkatkan produksi superoksida neutrophil.
Secara kronis terpajan terhadap membran pelepasan fragmen komplemen bisa
mengganggu kemampuan fagositosis granulosit dan kemampuan leukosit untuk
menciptakan superoksida. Pada sisi lain, pada pemakaian ulang, apabila blach
(obat pengelantang) tidak dipakai, membran sellulosa yang belum
disubstitusikan menjadi terlapis dengan protein darah selama pemakaian
pertama, pada pemakaian berikutnya komplemen sangat direduksi.
Fluks.
Dahulu membran sintesis cenderung lebih terbuka, yakni memiliki
permeabilitas yang lebih tinggi terhadap solute berat molekul besar dan memiliki
klearansi molekul yang tinggi, dalam rentang BM 1000. Pada saat sekarang
membran sintesis dengan karakteristik fluks rendah, atau membran fluks tinggi
yang terbuat dari sellulosa yang belum disubstitusi ataupun dari sellulosa asetat.
Penghilangan yang meningkat dari ``molekul tengah`` yang berhubungan
dengan pemakaian membran fluks tinggi kadang dapat menguntungkan secara
klinis. Beta- 2 mikroglobulin adalah molekul lain justru lebih banyak dihilangkan
secara efektif oleh banyak membran sintesis dari pada membran sellulose.
Akumulasi
beta- 2
mikroglobulin
pada
penderita
hemodialisis
dapat
mengakibatkan amyloidosis yang bermanifestasi sebagai sindroma tunnel carpal,
arthropathy, dan kista tulang. Koda dkk
melaporkan tidak ada perbedaan
mortalitas dari membran high- flux dan biokompatibilitas.

©2003 Digitized by USU digital library

11

c.

Backfiltrasi (filtrasi-balik).
Kemungkinan terdapat kelemahan
pada pemakaian membran fluks
tinggi, oleh karena sangat tembus terhadap air dan membutuhkan pemakaian
mesin dialisis yang mahal dengan sirkuitas kontrol ultrafiltrasi volumetris.
Sebagian mesin dialisis ini sulit dibebaskan dari infeksi secara tepat karena
kompleksitas jalur cairannya. Jika tidak dibersihkan dengan baik setelah
pemakaian, mesin tersebut dapat berhubungan dengan reaksi pirogen selama
dialisis. Di banyak pusat dialisis, air yang dipakai untuk membuat larutan dialisis
mengandung tingkat bakteri yang tinggi dan pirogen. Dengan membran fluks
tinggi akan ada fluks balik yang meningkatkan material pirogen dari larutan
dialisis ke darah (karena perbedaan tekanan yang lebih rendah antara darah dan
kompartemen dialisat dan karena pembukaan membran).

2.
a.

Pemilihan dializer berdasarkan pertimbangan klinis.
Gejala - gejala intradialisis.
Penelitian terkontrol yang baik saat ini, tidak melaporkan perbedaan
dalam hal gejala intradialisis diantara beberapa membran dalam mengaktifkan
komplemen. Kelemahan teori dari filtrasi balik adalah sulitnya untuk
mendapatkan secara klinis terjadinya
reaksi pirogen karena pemakaian
membran dialisis fluks tinggi. Reaksi dializer karena membran, sterilant, larutan
dialisis terkontaminasi, ataupun bahan kimia lain dalam sirkuit dialisis dapat
menjadi masalah klinis penting.
Morbiditas dan mortalitas.
Sejumlah penelitian tidak-acak telah menunjukkan bahwa morbiditas dan
mortalitas lebih rendah pada penderita yang didialisir dengan membran sintesis
daripada membran sellulosa yang belum disubstitusi. Alasannya belum jelas
tetapi dapat disebabkan kejadian infeksi yang lebih rendah pada penderita yang
didialisir dengan membran sintesis.

b.

3.
1.

2.

Pemilihan dializer secara praktis.
Bahan membran sintesis dan tidak sintesis
Material dari membran terbuat dari (1).Sellulose seperti cuprammonium
cellulose (cuprophan), cuprammonium rayon, saponified cellulose ester.
(2).Sellulose yang disubstitusi seperti cellulose acetat, dacetat, triacetat.
(3).Cellulosynthetic seperti cellosyn atau hemophan. (4).Synthetic seperti
polyacrylonitrile (PAN) seperti polysulfone, polycarbonate, polyamide, dan
polymethylmethacrylate (PMMA). Pada penelitian diketahui morbiditas dan
mortalitas membran sintesis lebih rendah daripada membran sellulosa yang
belum disubstitusi, mungkin disebabkan terjadinya infeksi yang lebih rendah
pada penderita yang didialisir dengan membran sintesis.
KoA dializer.
KoA merupakan koeffisien luas permukaan transfer adalah kemampuan
penjernihan dalam ml/menit dari ureum pada kecepatan aliran darah dan
kecepatan aliran dialisat tertentu. Luas permukaan membran berkisar 0,8 s/d
2,2 m2 . KoA terdiri dari dializer effisiensi rendah terutama untuk penderita berat
badan kecil dengan KoA 700. KoA equivalen dengan luas
permukaan membran,
makin luas permukaan membran semakin tinggi
klearensi ureum. Nilai KoA dari dializer yang sering dipakai ada yang telah
didaftarkan. Nilai KoA dari dialiser yang belum didaftarkan bisa diperoleh dari
lembar rincian dializer.

©2003 Digitized by USU digital library

12

3.

Koeffisient Ultrafiltrasi (KUf).
KUf disebut juga dengan permiabilitas air merupakan spesifikasi dializer.
Kuf terdiri dari KUf rendah 2,0 , KUf sedang 4,0 dan KUf tinggi dan high flux
>10,0. Contoh; KUf 2,0 adalah memerlukan TMP 500 untuk ultrafiltrasi 1000
ml, sedang KUf 8,0 hanya memerlukan TMP 125 ml untuk ultrafiltrasi 1000 ml.
Pemilihan dializer berdasarkan pada permeabilitas air. Apabila tersedia kontroler
ultrafiltrasi, pemakaian dializer dengan permeabilitas air yang tinggi (Kuf>6,0)
akan menjadi pilihan. Apabila tidak tersedia kontroler ultrafiltrasi, maka dializer
dengan KUf yang lebih rendah menjadi pilihan. Pemakaian dializer dengan KUf
relatif rendah membutuhkan pemakaian tekanan transmembran yang lebih
tinggi untuk mempengaruhi penghilangan jumlah cairan. Keadaan ini
meminimalkan pengaruh variasi dalam tekanan transmembran terhadap
penghilangan cairan. Sebagai suatu aturan baku, apabila kotroller ultrafiltrasi
tidak tersedia, KUf dialiser in vivo (ml/jam/mmHg) akan sekitar 4 kali angka
penghilangan cairan yang diharapkan dalam liter/jam. Contoh; jika ingin
menghilangkan cairan 0,75 liter/jam, KUf dializer in vivo akan 4 x 0,75 = 3,0.
Tekanan tansmembran yang dibutuhkan kemudian menjadi 750/3 = 250 mmHg.

4.

Dializer standard
Terdiri dari klearensi ureum 250 ml/menit, high- flux dengan Kuf >15 ml/mmHg/jam, dan membrannya
adalah Polysulfone, Celuloasa triasetat, dan AN-69.
Model Sterilisasi.
Ada tiga metode umum mensterilkan dializer baru adalah menggunakan
gas etilen oksida, sinar gamma, dan uap. Reaksi anafilaktik karena oksidaetilen
merupakan masalah sebelumnya, sekarang tidak dipermasalahkan lagi oleh
karena pemakaian sinar gamma atau sterilisasi uap.

6.

Desain plat paralel terhadap hollow- fiber (capillary).
Dengan tersedianya dewasa ini dialiser plat paralel dan hollow- fiber,
hanya sedikit alasan untuk memilih satu konfigurasi atas yang lain.

2.2.2.4
Kecepatan aliran darah (Qb).
Pada umumnya kecepatan aliran darah rata- rata paling tidak 4 kali berat badan
dalam kg. Bagi paenderita ukuran rata-rata yang menerima dialisis 4 jam, kecepatan
aliran darah paling tidak 250 ml/menit, dan yang paling tepat 300- 400 ml/menit.
Kecepatan aliran darah >450 ml/menit dapat dipakai, apabila menggunakan dializer
KoA tinggi. Tidak perlu diperdebatkan oleh kalangan praktisi dimana pemakaian aliran
darah yang tinggi bisa mengakibatkan naiknya gejala-gejala intradialisis. Dengan
pemakaian larutan dialisis bikarbonat, masalah tersebut tidak bakal terjadi.

©2003 Digitized by USU digital library

13

Gambar 2.

Gambar 3.
2.2.2.4

Volume [V] disteribusi ureum yang diperkirakan pada laki- laki.

Volume [V] disteribusi ureum yang diperkirakan pada perempuan.

Menafsirkan lama dialisis.

Lama dialisis merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan
adekuatnya tindakan hemodialisis. Pertama sekali harus menentukan target Kt/V,
kemudian menafsirkan volume distribusi urea pasien V dengan memakai normogram
(gambar- 2) atau (gambar-3). Cara lain dapat menggunakan rumus volume distribusi
ureum laki-laki 58% dari berat badan dan perempuan 50% dari berat badan.
Klearensi dializer K yang dipakai ditafsirkan dengan memakai normogram (gambar-4)

©2003 Digitized by USU digital library

14

KoA dializer dan kecepatan aliran darah rata- rata). Setelah
selanjutnya lama dialisis (t ) dapat dihitung dari Kt/V.

V dan K ditafsirkan,

Gambar 4.

Klearence (Kw) in vivo diperkirakan dari urea blood water. 11

2.2.2.6

Mengukur Kt/V yang diberikan.

Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang
akan dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan
untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan RRU ≥65% (NKF- DOQI).
Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau setara dengan
RRU 70%, karena terdapatnya hal- hal yang berpengaruh :
a.
Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .
1.
Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.
2.
Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.
3.
Resirkulasi.
4.
Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang
direncanakan.
5.
KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.
6.
V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.
b.
Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.
1.
Blood urea- nitrogen (BUN) paska- HD lebih rendah karena tidak tepatnya
pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.
2.
V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.
3.
Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa
diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai KoA
tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita.
Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat tidak akan
mengakibatkan peningkatan efek samping.

©2003 Digitized by USU digital library

15

Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat dimana
pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian dializer
ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan dialisis asetat,
pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping. Terlepas dari biaya,
dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien besar, terutama penderita pria
yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45 liter. Pada penderita besar dialisis
selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah, walaupun kecepatan aliran darah tinggi
tidaklah mungkin memadai. 11 Dializer KoA tinggi juga perlu dipakai dalam dialisis
singkat (75% dibanding RRU 70-75% mempunyai resiko relatif lebih
rendah daripada RRU 70- 75%
pada penderia berat badan rendah dan sedang. Wood
HF dkk membandingkan membran high- flux dan membran low- flux polysulfone,
mendapatkan
bahwa membran high- flux menurunkan
resiko mortalitas pada
penderita non diabetetes.
2.2.3 PENGGUNAAN 2 DIALIZER PARALEL ATAU SERI MENINGKATKAN AHD.
Terjadinya peningkatan mortalitas dan morbiditas penderita HD reguler pada
saat ini masih menjadi masalah. Dari penelitian dilaporkan bahwa salah satu penyebab
mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita tersebut karena tindakan HD
yang tidak adekuat. Seperti pada penelitian Ifudu dkk mendapatkan bahwa dosis
hemodialisis standard pada penderita dengan berat badan lebih dari 68,2 kg tidak
mendapatkan hasil yang adekuat. Penelitian Wolfe dkk mengenai luas permukaan
tubuh, dosis HD dan mortalitas mendapatkan luas permukaan tubuh berhubungan
dengan mortalitas serta berkorelasi langsung dengan dosis HD. Menyatakan bahwa
dosis HD yang diberikan merupakan
keadaan individual. Penelitian Kuhlmann
melaporkan bahwa penderita dengan volume distribusi urea >42,0 liter atau luas
permukaan tubuh >2,0 m2 merupakan pasien yang mempunyai risiko dosis hemodialisis
yang tidak adekuat. Penelitian Salahudeen dkk pada penderita HD berat badan lebih
mendapatkan hasil Kt/V lebih rendah dan berpengaruh negatif terhadap survival.
Penelitian Elangovan dkk melaporkan bahwa walaupun menggunakan dializer yang
luas, kec epatan aliran darah dan aliran dialisat yang tinggi penderita berat badan ≥80
kg atau volume distribusi urea >46 liter tidak satupun yang mencapai Kt/V 1,45 setara
dengan RRU >70%, penelitian tersebut menganjurkan perlu terobosan HD pada
penderita berat badan besar.
Oleh karena hal tersebut berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan AHD.
Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan memperlama
waktu dialisis, meningkatkan kecepatan aliran darah dan atau aliran dialisat,

©2003 Digitized by USU digital library

16

meningkatkan luas permukaan membran dializer dengan memakai dializer KoA tinggi.
Akhir- akhir ini meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan luas
permukaan membran dializer dengan memakai memakai 2 dializer yang dihubungkan
secara paralel atau secara seri.
Ari dalam penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan 2 coil dializer secara
seri dapat mempersingkat lama waktu HD.
Nolph dkk penelitiannya menggunakan 2 dializer paralel mendapatkan total
klearens berat molekul rendah (ureum) yang menurun, menyimpulkan terdapatnya
efikasi dialisis.
Sridhar dkk penelitian pada penderita berat badan ≥95 kg membandingkan
penggunaan 2 dializer paralel dan dializer tunggal melaporkan 2 dializer paralel dapat
meningkatkan Kt/V.
Powers dkk menggunakan 2 dializer dihubungkan secara paralel pada penderita
dengan berat badan besar mendapatkan RRU meningkat bermakna.
Denninson menggunakan 2 dializer yang dihubungkan secara seri untuk
meningkatkan AHD mendapatkan perbaikan RRU
dari 52% menjadi 64%, dan
menyimpulkan bahwa 2 dializer seri tersebut dapat meningkatkan RRU 23 %.
Fritz dkk membandingkan 2 dializer yang dihubungkan secara paralel dan 2
dializer yang dihubungkan secara seri mendapatkan
bahwa Kt/V dan RRU dari
penderita tersebut tidak mempunyak perbedaan yang bermakna dan juga melaporkan
83% penderta mendapatkan target adekuasi hemodialisis dari
2 dializer yang
dihubungkan secara paralel ataupun 2 dializer yang dihubungkan secara seri.
Pada penelitian lainnya dikatakan tidak ada perbedaan 2 dializer seri dan 2
dializer paralel, tetapi 2 dializer seri mempunyai keuntungan lebih praktis dan mudah
dalam pelaksanaanya.
Gerhartd dkk. Penelitiannya membandingkan 2 dializer
paralel dan 2 dializer seri, pada 167 penderita masing- masing 112 penderita
menggunakan 2 dializer paralel dan 55 penderita menggunakan 2 dializer seri
menyimpulkan bahwa efektifitas kedua alat tersebut hampir sama, tetapi hubungan seri
lebih mempunyai keuntungan praktis.
2.2.4. CONTOH PERHITUNGAN ADEKUASI HEMODIALISIS.
Peresepan hemodialisis :
Penderita dengan berat badan 70 kg, laki- laki.
K= 0,20 L/menit (lihat tabel)
T= 240 menit
Laki-laki
V =58% berat badan (14,8) è 40,6 liter (atau lihat tabel)
Kt/V = 0,20 x 240 /40,6
= 48/40,6
= 1,18

Jika target
Kt/V = 1,3
K = 0,20 L/menit
V = 40,6 liter

©2003 Digitized by USU digital library

Waktu tindakan
diperlukan :
t = 1,3 x V/K
= 1,3 x 40,6/0,20
= 1,3 x 203
= 263 menit

HD

yang

17

Penilaian adekuasi hemodialisis :
Untuk mengukur AHD dari HD yang telah dilakukan.
Penderita berat badan paska HD = 70 kg
BUN pra- HD =100 mg/dl, Bun paska- HD =30 mg/dl
t = 4 jam, dan Ultrafiltrasi 2 liter

Kt/V

= - Ln (R-0,008 x t) + (4-3,5 x R) x UF/W
= - Ln (0,3-0,008 x 4) + ( 4-3,5 x 0,3) x 2/70
= - Ln (0,3-0.032) + (4-1,05) x 0,03
= - Ln 268 + 2,95 x 0,03
= - Ln 0,268 + 0,0885
= 1,317 + 0,0885
= 1,4

RRU = 100 x (1-Ct/Co)
= 100 x (1-30/100)
= 100 x 0,70
= 70%

Jika mempergunakan rumus linier Daugirdas perhitungannya sebagai berikut :

Kt/V

= 2,2 – 3,3 (R – 0,03) – UF/W
= 2,2 – 3,3 (0,3 – 0,03) –2/70
= 2,2 – 3,3 x 0,27 – 0,03
= 2,2 –0,89 - 0,03
= 1,3

Dengan bantuan komputer kita dapat dengan mudah mengukur Kt/V
berdasarkan rumus logaritma natural dari Daugirdas, sedangkan RRU dan Kt/V
berdasarkan rumus linier dapat dihitung dengan kalkulator. 11

2.2.5. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH.
Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan BUN merupakan hal yang sangat
menentukan hasil yang didapatkan. Ketepatan waktu pengambilan merupakan hal yang
sangat kritis. BUN sebelum HD dan BUN sesudah HD untuk perhitungan Kt/V dan RRU
diambil pada jadwal yang sama.
Pengambilan sampel BUN sebelum HD.
Jika penderita dengan AV- fistula atau graft, sample diambil dari jalur arteri
sebelum dihubungkan dengan blood- line. Harus dipastikan tidak terdapat cairan lain
dalam jarum arteri tersebut. Jangan mengambil sampel jika HD sudah berjalan.
Pengambilan sampel BUN sesudah HD.
Pengaruh resirkulasi akses- vaskuler dan resirkulasi kardiopulmonal serta
pengaruh teori double - pool sangat menentukan saat yang paling tepat pengambilan
sampel untuk pemeriksaan BUN sesudah HD. Jika menganut teori double- pool maka
saat paling tepat pengambilan sample setelah 30- 60 menit paska-HD, dimana telah
terjadi equilibrium. Tetapi secara praktis hal ini sukar karena penderita selesai HD
harus menunggu cukup lama. Geddes CC. Dkk dalam penelitiannya setelah 4 menit
berhentinya aliran dialisat tidak ada perbedaan konsentrasi ureum antara sampel dari
arteri dan vena.

©2003 Digitized by USU digital library

18

Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1.
Setelah waktu HD berakhir hentikan pompa dialisat, turunkan UF sampai 50
ml/jam atau matikan.
2.
Turunkan kecepatan pompa aliran darah sampai 50- 100 ml/menit selama 15
detik
3.
Ambil sample darah dari jalur aliran arteri.
4.
Hentikan pompa darah dan kembali pada prosedur penghentian HD.
5.
Cara lain menghentikan pompa aliran darah setelah dilambatkan 50 ml/jam
selama 15 detik.
6.
Klem pada jalur arteri dan vena, sample diambil dari jalur arteri.
2.6
PEMANTAUAN PENDERITA.
2.2.6.1
Sebelum dan selama dialisis.
a.
1.

2.

3.

4.

Pemantauan sebelum dialisis.
Berat badan.
Berat badan sangat penting untuk menentukan peresepan dari hemodialisis,
tidaklah mungkin memberikan peresepan yang sama antara berat badan kecil
dan besar. Penelitian melaporkan bahwa pasien yang berat badan >68,2 kg
dengan resep standad tidak mendapatkan AHD.Berat badan sebelum dialisis
harus dibandingkan dengan berat penderita terakhir sebelum dialisis dan dengan
berat kering target untuk mendapatkan ide perolehan berat interdialisis. Berat
kering adalah berat badan setelah dialisis dimana seluruh atau sebagian cairan
tubuh yang berlebihan telah dihilangkan. Jika berat kering terlalu tinggi
penderita akan tetap dalam muatan cairan berlebihan pada akhir
dialisis.
Masukan cairan selama dialisis dapat menyebabkan edema dan kongesti pada
paru. Jika berat kering terlalu rendah, penderita dapat menderita hipotensi,
badan tak enak, perasaan lemah, pusing dan kejang otot setelah dialisis.
Diusahakan mempertahankan berat interdialisis