PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul: Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis

Skripsi dengan judul: Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis

Niawati Rokhaniah, NIM : G0008138, Tahun : 2011

Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 25 Oktober 2011

Pembimbing Utama:

Nama : Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp.PD ( ………………) NIP : 19550128 198101 1 002

Pembimbing Pendamping

Nama : Dr. Kiyatno, dr., PFK., M.OR ( ………………) NIP : 19480118 197603 1 002

Penguji Utama

Nama : Dhani Redhono, dr., Sp.PD ( ………………) NIP : 19750827 200604 1 002

Penguji Pendamping

Nama : Arif Suryawan, dr. AIFM ………………) ( NIP : 19580327 198601 1 001

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M. Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan Penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 25 Oktober 2011

Niawati Rokhaniah NIM. G0008138

Niawati Rokhaniah, G0008138, 2011. Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.

Metode: Penelitian analitik non eksperimen dengan pendekatan case control, pengambilan Responden dengan simple random sampling dan quota purposive sampling sejumlah 30 pasien nefropati daibetik Stadium IV-V dengan usia >18 tahun yang menjalani hemodialisis rutin di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data diperoleh dari catatan rekam medik pasien. Besar kliren kreatinin diperoleh dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault sedangkan Rasio Reduksi Ureum diperoleh dari rumus Lowry. Analisis statistitk mengggunakan Uji Pearson Product Moment dan Krusskal Wallis.

Hasil: Dari total 30 Responden, 20 Responden menggunakan dialyzer Nipro, 6 Responden menggunakan dialyzer Fresenius, dan 4 Responden menggunakan dialyzer Braun. Rata-rata kliren kreatinin pre-haemodialysis adalah 7,95 sedangkan kliren kreatinin post-haemodialysis sebesar 19,87 dan rasio reduksi ureum adalah 60,82. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kliren kreatinin pre-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik Stadium IV-V (p = 0,542) akan tetapi ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum dengan tingkat kekuatan hubungan sedang (p = 0,018 dan koefisien korelasi sebesar 0,430). Perbedaan jenis dialyzer dalam penelitian ini tidak mempengaruhi hasil penelitian (p = 0,736).

Simpulan: Ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V dengan tingkat kekuatan hubungan sedang

Kata Kunci: kliren kreatinin, rasio reduksi ureum, nefropati diabetik

Niawati Rokhaniah, G0008138, 2011. The Relationship between Creatinine Clearance to the Urea Reduction Ratio of the Stage IV-V Diabetic Nephropathy Patients with Hemodialysis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: This reasearch aims to describe the relationship between Creatinine Clearance to the Urea Reduction Ratio of the Stage IV-V Diabetic Nephropathy Patients with Hemodialysis.

Method: This reasearch is non experimental analysis with the case control approach. The sample was taken with simple random sampling and quota purposive sampling was 30 stage IV-V diabetic nephropathy patients in more than

18 years old who underwent routine hemod ialysis in the Dr Moewardi’s hospital in Surakarta. The data were collected from the patients’ medical record. The

amount of creatinine clearance was obtained using the Cockcroft-Gault formula while the urea reduction ratio is obtained from the Lowry’s formula. Moreover, this statistic analysis uses the Pearson Product Moment and Krusskal Wallis.

Finding: From 30 sample, 20 sample used dialyzer nipro, 6 sample used dialyzer fresenius and 4 sample used dialyzer braun. The average of pre-haemodialysis creatinine clearance was 7.95 while the ureum reduction ratio is 60.82. There was no a significant relationship between pre-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio of the stage IV-V diabetic nephropaty pasients (p = 0, 542). But there was a significant relationship between post-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio with the p = 0, 018 and amount of correlation coeficiency is 0,430. The difference of dialyzer types in this study did not affect the results of the study (p = 0.736).

Conclusion: There was a positive relationship between post-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio with a medium correlation strength degree.

Keyword: creatinine clearance, urea reduction ratio, diabetic nephropathy

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani

Hemodialisis ”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp. PD, selaku Pembimbing Utama.

4. DR. Kiyatno, dr., PFK, M.OR, selaku Pembimbing Pendamping.

5. Dhani Redhono, dr., Sp. PD, selaku Penguji Utama.

6. Arif Suryawan, dr., AIFM, selaku Anggota Penguji.

7. Wachid Putranto, dr., Sp. PD, yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

8. Pihak Hemodialise RSUD Dr. Moewardi yang telah membantu pelaksanaan penelitian penulis ini.

9. Seluruh keluarga dan kawan-kawan yang telah memberikan dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan dunia kedokteran.

Surakarta, Oktober 2011

Niawati Rokhaniah

Tabel 1 Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Umur

dan Jenis Kelamin .......................................................................... 37

Tabel 2

Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dialyzer ............................................................................................ 37

Tabel 3

Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Kliren Kreatinin Pre-Hemodialisis dan Jenis Dialyzer .................... 38

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Rasio Reduksi Ureum .............................................................................................. 39

Tabel 5

Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Pre-Hemodialisis dan Rasio Reduksi Ureum ................................... 40

Tabel 6

Hasil Uji Homogenitas Varians pada Perbedaan Jenis Dialyzer terhadap Hasil Perhitungan Rasio Reduksi Ureum .......... 41

Tabel 7

Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Perbedaan Jenis Dialyzer .......... 42

Tabel 8

Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Post-hemodialisis dan Rasio Reduksi Ureum ................................ 44

Gambar 1 Biosintesis Kreatin dan Kreatinin .................................................... 5 Gambar 2 Biosintesis Ureum ............................................................................ 8 Gambar 3 Korelasi antara Risiko Relatif Kematian dan RRU ......................... 22 Gambar 4 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 25 Gambar 5 Rancangan penelitian ....................................................................... 28

Lampiran 1. Surat Bukti Telah Menyelesaikan Penelitian Lampiran 2. Data Hasil Penelitian

Lampiran 3. Frekuensi Hemodialisis Pasien dalam 1 Minggu

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Kliren Kreatinin dan Rasio Reduksi Ureum Lampiran 5. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Health Organisation (WHO) telah menyatakan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia. (Lubis, 2006; Arsono, 2009). Pada tahun 2010, penderita DM hampir mencapai 150 juta orang dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025 (Karyadi, 2002). Sekitar 40 % dari pasien DM mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat dipahami bahwa prevalensi pasien nefropati diabetik juga akan mengalami peningkatan di awal abad 21 ini. (Lubis, 2006; Sasso at al. 2006; Sukandar, 2006; Arsono, 2009).

Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal, dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Nefropati diabetik dibagi dalam lima stadium. Pada stadium akhir, pasien membutuhkan terapi hemodialisis (Lubis, 2006; Sukandar 2006; Purwanto 2007). Dengan menggunakan terapi ini, darah yang mengandung sisa metabolisme dengan konsentrasi tinggi dilewatkan pada membran semipermeabel yang terdapat dalam dialyzer . Melalui proses difusi ini, sisa-sisa metabolisme seperti ureum dapat disaring sehingga terpisah dari darah bersih dan kadar ureum akan menurun.

Laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, menyebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan nomor tiga Laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, menyebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan nomor tiga

Ureum merupakan produk nitrogen yang dikeluarkan ginjal berasal dari diet protein (Pratiwi, 2009). Ekskresi ureum ditentukan oleh dua faktor utama, yakni konsentrasi ureum dalam plasma dan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Doloksaribu, 2008). Sementara LFG dapat dihitung dengan nilai kliren kreatinin (Lubis, 2006).

Dengan melihat bahwa ekskresi ureum ditentukan oleh LFG sementara LFG ditentukan oleh kliren kreatinin, maka ada kemungkinan bahwa kliren kreatinin juga memiliki korelasi terhadap rasio reduksi ureum pada pasien yang menjalani hemodialisis. Akan tetapi, sampai pada saat ini belum ada penelitian berkaitan dengan hal itu. Oleh karena itu penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut tentang hubungan antara kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum khususnya pada pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini akan sangat berguna dalam menyumbangkan solusi untuk permasalahan besar di Indonesia berkaitan dengan nefropati diabetik.

1. Adakah hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis?

2. Adakah pengaruh perbedaan dialyzer terhadap rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.

2. Pengaruh perbedaan dialyzer terhadap rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan bukti empiris terhadap t eori tentang hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.

b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan sumbangan informasi untuk ilmu diagnostik laboratorium klinik.

b. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kreatinin

Kreatinin adalah suatu zat sisa metabolisme yang dibentuk oleh otot dari hasil pemecahan kreatin dalam rangkaian proses perubahan makanan menjadi sebuah energi. Proses ini berlangsung secara ireversibel. (Murray, 2003 dan Doloksaribu, 2008).

Di dalam tubuh, kreatin dibentuk dari fosfokreatin. Fosfokreatinin (atau disebut sebagai kreatini fosfat) adalah senyawa kimia yang mempunyai ikatan fosfat berenergi tinggi yang ada di dalam sarkoplasma. Senyawa ini dipecah menjadi kreatin dan fosfat, dan sewaktu dipecahkan akan menghasilkan energi yang cukup besar. Ikatan fosfat berenergi tinggi dari fosfokreatinin mempunyai energi yang lebih banyak dibandingkan dengan ATP, 10.300 kalori per mol dibandingkan ATP 7300. Oleh karena itu fosfokreatinin dapat dengan mudah menyediakan energi yang cukup untuk membentuk kembali ikatan fosfat berenergi tinggi dari ATP. (Murray, 2003 dan Guyton, 2008).

Biosintesis kreatinin melibatkan beberapa hal di antaranya, glycine, arginine , dan methionine. Proses ini dilengkapi dengan methilasi guanidoasetat oleh S-adenosylmethionin (Murray, 2003).

Gambar 1: Biosintesis Kreatin dan Kreatinin (Murray, 2003)

Kreatinin merupakan metabolisme endogen yang dikeluarkan tubuh melalui ginjal sehingga kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal terutama glomerulus. Jika 50 % nefron rusak, maka kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Oleh karena itu jika kadar kreatinin meningkat di dalam darah akan menjadi petanda adanya penurunan fungsi dari ginjal (Doloksaribu, 2008).

Kreatinin serum dapat digunakan untuk mengetahui fungsi glomerolus (Doloksaribu, 2008). Kadar normal kratinin serum normal pada orang dewasa adalah 0,5 - 1,5 mg/dL atau setara dengan

45 - 132,5 µmol/L. Nilai kreatinin yang rendah menunjukkan adekuasi hemodialisis dan pemecahan otot yang rendah.. Dari nilai

filtrasi glomerulus. Nilai ini dapat diukur dengan menggunakan dua cara. Cara yang pertama, kliren kreatinin diukur dengan perkalian kadar kreatin urin dengan volume urin kemudian dibagi dengan kadar kreatinin serum. (Sumarny et al. 2006). Kedua, kliren kreatinin dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault (1976). Berdasarkan rumus tersebut, klirens kreatinin sebanding dengan produksi kreatinin dan berbanding terbalik dengan kreatinin serum (CCr), sedangkan produksi kreatinin sebanding dengan berat badan (massa otot adalah sumber kreatinin) yang dikurangi umur, maka kliren kreatinin dapat dihitung dari kreatinin serum menurut rumus dari Cockcroft-Gault sebagai berikut :

(Gatot, 2003; Suwitra, 2006)

Keterangan:

Cl cr : Kliren kreatinin

CCr

: Kreatinin serum

Untuk pria

Cl Cr = (140-Umur) x (Berat badan)

72 X C Cr

Untuk Wanita : Cl Cr = (140-Umur) x (Berat badan) X 0,85

72 X C Cr

Laki-laki

= 97-137 mL/menit/1,732 m 2

Perempuan

= 88-128 mL/menit/1,732 m 2 (Effendy dan Markum, 2006)

2. Ureum

Hans Krebs dan Kurt Henselait mengemukakan bahwa ureum terbentuk dari ammonia dan karbon dioksida melalui serangkaian reaksi kimia, yang disebut siklus urea. Pembentukan ureum berlangsung di hati. Ureum adalah senyawa yang mudah larut dalam air, besifat netral, terdapat dalam urine yang dikeluarkan dari tubuh (Poedjiadi, 1994)

Pembentukan 1 mol urea membutuhkan 1 mol ATP, 1 mol NH 4 +,

dan α amino nitrogen aspartate. Biosintesis ini akan dibagi dalam 4 tahap: (1) transaminasi, (2) deaminasi glutamate oksidatif, (3)

pengangkutan ammonia, dan (4) reaksi pada siklus urea (Murray, 2003).

Gambar 2: Biosintesis Ureum (Murray, 2003) Transaminasi melakukan interkonversi antara sepasang asam amino dan sepasang asam keto, yang umumnya berupa sebuah asam

α-amino dan sebuah asam α-keto. Transaminasi ini bersifat reversible bebas sehingga enzim transaminase dapat bekerja baik

pada proses katabolisme maupun proses biosintesisnya. Secara katabolik, reaksi ini menyalurkan nitrogen dari glutamate kepada

ureum. Secara anabolik, enzim ini mengatalisis aminasi α- ketoglutarat. Setelah proses transaminasi selesai, maka akan terjadi deaminasi oksidatif. Pada proses ini, senyawa-senyawa flavoprotein

akan mengoksidasi asam amino menjadi asam α-imino yang menambahkan air serta terurai menjadi asam α-keto yang

bersesuaian dengan disertai pelepasan ion ammonium kemudian dilanjutkan dengan berlangsungnya siklus urea (Murray, 2003).

Ureum disintesis oleh hepar, dilepas di dalam darah, dan Ureum disintesis oleh hepar, dilepas di dalam darah, dan

Nilai normal untuk nitrogen urea di dalam serum untuk usia 2-65 tahun adalah 5 - 22 mg/dL, pada wanita sebesar 8-26 mg/dL, dan pada pria sebesar 10 - 38 mg/dL (Price dan Wilson, 2006).

Seorang manusia yang mengkonsumsi 300 gram karbohidrat, 100 gram lemak, dan 100 gram protein setiap harinya akan mengeksresikan sekitar 16,5 gram nitrogen perhari. 95 % dari jumlah ini akan dikeluarkan lewat urine dan 5 % akan dikeluarkan lewat feses (Murray, 2003).

Ekskresi ureum ditentukan oleh dua faktor utama, antara lain:

1. Konsentrasi ureum dalam plasma

2. Laju Filtrasi Glomerulus Umumnya jumlah ureum yang keluar sebanding dengan muatan ureum yang memasuki ginjal sebesar 50 - 60% (Doloksaribu, 2008).

3. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur pembuluh-pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal (Purnomo, 2000).

12 lobus yang berbentuk pyramid. Dasar pyramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal, dan distal. Sedangkan daerah medula penuh dengan percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa henle, dan duktus koligens. (Wahidiyat et al., 2007; Guyton dan Hall, 2008)

Unit terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal sedangkan yang terletak di daerah perbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular. Nefron juksta medular memiliki ansa henle yang lebih panjang dan berguna terutama pada ekskresi air dan garam. (Wahidiyat et al., 2007; Guyton dan Hall, 2008)

Secara fisiologis, fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak diperlukan tubuh terutama hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan dengan beberapa mekanisme, yaitu:

1. Filtrasi plasma di glomerulus

Berdasarkan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD), Berdasarkan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD),

(negro) dikali 1,18

b. Pcr

: Plasma Kreatinin

c. SUN : Urea Nitrogen Serum

d. Alb : Albumin Di samping dengan menggunakan rumus tersebut, LFG juga dapat ditentuan berdasarkan nilai kliren kreatinin dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault (Effendy dan Markun, 2006).

2. Reabsorbsi zat yang masih dibutuhkan tubuh di tubulus

3. Sekresi zat-zat tertentu di tubulus.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan

yaitu:

1. Fungsi ekskresi

a. Ekskresi sisa metabolism protein yaitu ureum, kalium, fosfat,

sulfat anorganik dan asam urat

b. Regulasi volume cairan tubuh

c. Menjaga keseimbangan asam basa

2. Fungsi endokrin

a. Partisipasi dalam eritropoiesis

Untuk pembentukan sel darah merah, dibutuhkan eritropietin. Eritropietin ini dirubah dari proeritropoietin oleh factor Untuk pembentukan sel darah merah, dibutuhkan eritropietin. Eritropietin ini dirubah dari proeritropoietin oleh factor

Ginjal mempunyai peranan pada metabolism vitamin D. Vitamin D atau kalekalsiferol dirubah di, hati menjadi 25 (DH)-kalekalsiferol (D3). Kemudian setelah di ginjal dirubah

untuk kedua kalinya menjadi 1,25 (OH) 2 D 3 . (Wahidiyat et al., 2007)

4. Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang progreasif, berlangsung lama dan perlahan-lahan, dan biasanya mengakitbatkan terjadinya gagal ginjal. (Suwitra, 2006; Martini, 2010)

Ada beberapa kriteria dalam menentukan diagnosis penyakit ginjal kronik, antara lain:

1. Kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural dan fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG dengan manifestasi:

a. Kelainan patologis

b. Terdapat kelainan ginjal ter,asuk kelainan dalam komposisi darah atau urin

2. LFG atau kliren kreatinin kurang dari 60 ml/menit/1,732 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

ginjal kronik dibagi menjadi lima derajat, antara lain:

1. Derajat I Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin

normal atau meningkat (≥ 90 ml/menit/1.732 m 2 )

2. Derajat II Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin

menurun ringan (60 - 89 ml/menit/1,732 m 2 )

3. Derajat III Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin

menurun sedang ( 30- 59 ml/menit/1,732 m 2 )

4. Derajat IV Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin

menurun berat (15 - 29 ml/menit/1,732 m 2 )

5. Derajat V Pasien berada pada tahap gagal ginjal dengan kliren kreatinin

<15 ml/menit/1,732 m 2 dan membutuhkan dialysis.

Pada stadium akhir penyakit ginjal kronik yang telah mengalami gagal ginjal terdapat peningkatan kadar ureum darah yang melebihi 90/100 mg/dL. Kadar kreatinin yang tinggi menimbulkan rasa mual, muntah dan selera makan yang menurun Pada stadium akhir penyakit ginjal kronik yang telah mengalami gagal ginjal terdapat peningkatan kadar ureum darah yang melebihi 90/100 mg/dL. Kadar kreatinin yang tinggi menimbulkan rasa mual, muntah dan selera makan yang menurun

30 gr/hr.

5. Nefropati Diabetik

Nefropati Diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0 - 5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006).

Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009)

Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa

Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin (Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM. bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006)

Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urine yang biasa, akan tetapi sudah >30

mg/24 jam ataupun 20 µg/menit, disebut juga sebagai

mikroalbuminuria.

Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu

Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30 - 300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.

2. Proteinuri Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300 mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.

Sedangkan secara lebih riinci, derajat nefropati akibat penyakit DM dibagi menjadi 5 d er aj at , ant a ra l ai n:

1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi)

a. Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40 %

dan terjadi pembesaran ginjal

b. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m 2

2. Derajat II (The Silent Stage)

a. Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG m asi h t i n ggi

b. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2

3. Derajat III (Mikroalbuminuria)

a. Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat a. Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat

b. Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin:

1) Ringan :

Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m 2

2) Berat :

Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m 2

5. Derajat V (Uremia)

a. Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan

membutuhkan terapi hemodialisis

b. Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m 2 (Lubis, 2006) Uremia didefinisikan dengan peningkatan kadar nitrogen urea dalam serum (azotemia) pada gagal ginjal. B e b e r a p a

g e j a l a d a r i s i n d r o m u r e m i a a n t a r a l a i n : Gejala dari uremia muncul ketika LFG turun sampai kurang lebih 20 % dari normal. (Nolam, 2005; Raharjo, 2010)

6. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk

Pada prinsipnya, dialisis adalah proses di mana komposisi zat terlarut dalam suatu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membrane semipermeable. Molekul-molekul air dan zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan melewati pori-pori membrane dan bercampur sementara zat terlarut dengan berat molekul besar tidak dapat melewati barier membrane semipermeabel (Gatot, 2003; Himmelfarb dan Ikizler, 2010)

Saat dilakukan proses hemodialisis, darah akan tetap mengalir sedikit-demi sedikit, melewati filter khusus yang membuang sampah dan sisa-sisa cairan. Darah bersih kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh. Pembuangan sampah-sampah berbahaya, garam dan cairan yang berlebih akan membantu mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan bahan-bahan kimia seperti potassium dan sodium di dalam tubuh (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Saat dilakukan proses hemodialisis, darah akan tetap mengalir sedikit-demi sedikit, melewati filter khusus yang membuang sampah dan sisa-sisa cairan. Darah bersih kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh. Pembuangan sampah-sampah berbahaya, garam dan cairan yang berlebih akan membantu mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan bahan-bahan kimia seperti potassium dan sodium di dalam tubuh (Departemen Kesehatan dan Pelayanan

a. Keadaan umum buruk dengan gejala klinis nyata

b. Kalium serum > 6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/dL

d. pH darah < 7,1

e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)

f. Fluid overfload

Beberapa hal yang perlu dimonitor dalam proses hemodialisis antara lain: intake energi yang adekuat untuk mencegah penggunaan protein untuk sumber energi, nilai urea nitrogen darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) yang menunjukkan konsumsi protein dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit ginjal kronik, kadar kreatinin, gejala uremia, dan berat badan (Mavaice, 1998; Williams, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zohair Jamil Gazzaz (2010), rata-rata durasi orang menderita diabetes mellitus sekitar 16,8 tahun sedangkan menjalani hemodialisis selama 22 bulan. Rata-rata orang mulai menderita diabetes mellitus pada umur

U.S (2008), pasien harus mengikuti jadwal hemodialisis dengan teratur. Di Indonesia, hemodialisis dilakukan 2 - 3 kali dalam 1 minggu dengan durasi 4 - 5 jam hemodialisis dalam 1 kali kunjungan (Rahardjo, 2006). Hemodialisis yang dilakukan di malam hari saat pasien tidur terbukti lebih efektif dalam membuang sisa metabolisme (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan U.S, 2008)

Sejak tahun 1960, tindakan hemodialisis telah dipercaya sebagai terapi pengganti gagal ginjal sehingga semakin banyak pasien gagal ginjal yang menggunakan menjalani terapi hemodialisis ini. Sejak saat itu, para ahli nefrologis mulai memperbincangkan tentang adekuasi hemodialisis (AHD) (Gatot, 2003).

Adekuasi hemodialisis menjadi hal yang sangat penting bagi setiap pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini karena ketidak- adekuatan tindakan hemodialisis bisa menyebabkan peningkatan jumlah mortalitas. Dosis hemodialisis yang rendah dapat menyebabkan atherogenesis, infeksi, dan malnutrisi. Hemodialisis yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan kasus dan jumlah pasien rawat inap sehingga hal itu juga akan berimbas pada biaya perawatan. Sebaliknya, adekuasi hemodialisis bisa menurunkan angka morbiditas dan biaya perawatan (Gatot, 2003) Adekuasi hemodialisis menjadi hal yang sangat penting bagi setiap pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini karena ketidak- adekuatan tindakan hemodialisis bisa menyebabkan peningkatan jumlah mortalitas. Dosis hemodialisis yang rendah dapat menyebabkan atherogenesis, infeksi, dan malnutrisi. Hemodialisis yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan kasus dan jumlah pasien rawat inap sehingga hal itu juga akan berimbas pada biaya perawatan. Sebaliknya, adekuasi hemodialisis bisa menurunkan angka morbiditas dan biaya perawatan (Gatot, 2003)

a. Keadaan umum dan status nutrisi baik

b. Normotensi

c. Tanpa presentasi klinik terkait anemia

d. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa masih normal

e. Metabolisme fosfor dan kalsium terkontrol tanpa osteoditrofi

f. Rehabilitasi optimal yang berhubungan dengan aspek kehidupan

pribadi, keluarga, dan profesi

g. Kualitas hidup optimal

Rasio Reduksi Ureum (RRU) merupakan parameter sederhana dalam menetukan efektivitas dan adekuasi hemodialisis (Prihanto, 2000). Rasio reduksi ureum dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar ureum pre-hemodialisis dengan kadar ureum post-hemodialisis dibagi kadar ureum post-hemodialisis. Besar RRU dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut yang ditemukan oleh Lowry sebagai berikut:

Keterangan:

Ct: BUN (Blood Ureum Nitrogen) sesudah-HD Co:BUN (Blood Ureum Nitrogen) sebelum-HD

(Gatot, 2003; Rahardjo et al. 2006; Prihanto, 2010)

RRU (%) = 100 x (1 - Ct/Co) RRU (%) = 100 x (1 - Ct/Co)

7. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis, Kliren Kreatinin dan Rasio Reduksi Ureum

Rasio reduksi ureum merupakan salah satu parameter untuk mengetahui adekuasi hemodialisis (Prihanto, 2000). Hal ini karena konsentrasi ureum serum selalu mengalami fluktuasi sesuai jadwal hemodialisis dengan penurunan tajam konsentrasi ureum serum sesi hemodialisis diikuti kenaikan progresif konsentrasi ureum serum selama periode antar hemodialisis. Semakin tinggi rasio reduksi ureum, akan semakin baik pula adekuasi hemodialisis dan semakin

< 45 45-60 50-55 55-60 60-65 65-70 O >70

Gambar 3: Korelasi antara Resiko Relatif Kematian dan RRU

(Sukandar, 2006)

Adekuasi hemodialisis dapat dinilai dari keadaan umum pasien, keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa (Sukandar, 2006). Sebagaimana diketahui, ginjal adalah organ penting yang memiliki fungsi ekskresi, regulasi volume cairan tubuh, menjaga keseimbangan asam-basa, pengaturan tekanan darah, dan menjaga keseimbangan kalsium-fosfor (Wahidiyat et al., 2007). Ketika ginjal seseorang sudah rusak, maka keadaan umum orang tersebut tentu tidak tampak baik, regulasi cairan, keseimbangan asam-basa, dan keseimbangan kalsium-fosfor akan terganggu. Ginjal adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisis. Fungsi ginjal dapat dilihat dengan menilai LFG atau kliren kreatinin.

Adekuasi hemodialisis juga dinilai dari status nutrisi pasien. Status nutrisi ini dapat ditentukan berdasarkan parameter klinik (antropometri) dan parameter laboratorium. Derajat malnutrisi (protein dan kalori) sebagian besar pasien hemodialisis dapat dibuktikan dengan pengurangan cadangan lemak subkutan dan muscle mass ., indeks massa tubuh yang rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan konsentrasi suboptimal albumin serum, prealbumin, transferin, dan protein visceral lainnya (Sukandar, 2006).

Anabolit ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang diekskresikan lewat urin (Massry dan Kopple, 2004). Dengan demikian melalui fungsinya sebagai indikator massa otot dan status nutrisi, kreatinin berhubungan terhadap adekuasi hemodialisis. Hal ini memang sejalan dengan pernyataan Sidabutar (2001) bahwa nilai kreatinin berkaitan dengan adekuasi hemodialisis.

Kreatinin adalah komponen penting dalam menentukan besar kliren kreatinin. Dikenal dua cara yang dapat digunakan dalam menghitung kliren kreatinin. Pertama, kliren kreatinin diukur dengan perkalian kadar kreatin urin dengan volume urin kemudian dibagi dengan kadar kreatinin serum. (Sumarny et al., 2006). Kedua, kliren kreatinin dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault (1976). Dengan melihat bahwa kreatinin berhubungan dengan adekuasi hemodialisis maka tidak tertutup kemungkinan bahwa kliren kreatinin juga berhubungan terhadap adekuasi hemodialisis yang dapat dinilai dengan melihat rasio reduksi ureum.

Keterangan:

: Tinggi : Rendah

: Meningkat : Menurun

: Diteliti : Tidak diteliti

a. Neuropati, b. Retinopati

c. Diabetic foot

Mikroalbuminuria

Diabetes Mellitus

Ekspansi sel-sel

mesangial Penebalan membran

basal glomerulus

Filtrasi protein glomerulus

Lipid, deposit

fibrin dan

trombosit

LFG (Kliren Kreatinin)

Disfungsi

endotel

Peranan hormone vasoaktif:

a. renin b. Angiotensin II

c. Gromerulopresiis

d. Perubahan sintesis dan atau efek katekolamin dan prostaglandin

Perubahan metabolic:

a. Growth Hormone

b. glucagon

Proteinuria massif (Sindroma nefrotik)

Glomerulosklerosis

Hipertensi

Hiperfiltrasi glomerulus

HEMODIALISIS

NEFROPATI DIABETIK

TERMINAL

Adekuasi Hemodialisis dipengaruhi oleh:

a. Keadaan umum dan status nutrisi

b. Tekanan darah c. Tidak anemia

d. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa e. Kualitas hidup dan rehabilitasi

optimal

Diukur dengan nilai

Rasio Reduksi Ureum

C. Hipotesis

Ada hubungan positif antara kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian

analitik non eksperimen dengan pendekatan case control.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Penderita nefropati diabetik stadium IV - V. b. Usia >18 tahun.

c. Menjalani hemodialisis dengan terat ur 1 - 3 x

2. Kriteria Eksklusi

a. Penyakit tumor atau keganasan

b. Sirosis hepatis

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik quota purposive sampling sebesar 30 orang.

Populasi Pasien ND stadium IV-V

Sampel

a. Kliren kreatinin b. Kadar Ureum

Post-haemodialysis

a. Kliren kreatinin b. Kadar Ureum

Pre-haemodialysis

Data:

a. Kliren Kreatinin Pre dan Post Hemodialisis b. Rasio Reduksi Urea

Kriteria inklusi:

a. Penderita NDstadium IV - V b. Usia >18 tahun

c. Menjalani hemodialisis kronik dengan terat ur 1-3 kali per minggu

Kriteria ekslusi:

Menderita penyakit: a. keganasan b. sirosis hepatis

Random

UJI PEARSON PRODUCT MOMENT

1. Variabel bebas: Kliren kreatinin

2. Variabel terikat: Rasio Reduksi Ureum

3. Variabel luar:

a. Terkendali: Usia, penyakit selain nefropati diabetik stadium IV - V

b. Tak terkendali: Genetik, perubahan keadaan biopsikososial

G. Definisi Operasional Variabel

1. Nefropati Diabetik Stadium IV - V

a. Definisi:

Seorang pasien didiagnosis menderita nefropati diabetik stadium IV jika pasien DM mengalami proteinuria nyata, LFG kliren kreatinin turun dari normal yakni antara 15 - 130 mg/menit/1,732, dan mengalami peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada stadium V, pasien DM sudah ditemukan proteinuria, gagal ginjal, kliren kreatinin < 15 mg/menit/1,732, dan sindrom uremia (Nolan, 2005; Lubis, 2006).

b. Skala Pengukuran: Nominal

2. Hemodialisis

a. Definisi

Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk

Sukandar, 2006).

Pada penelitian ini, hemodialisis dilakukan selama 3 -

5 jam di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta. dengan menggunakan dialyzer dari NIPRO , Fresenius, daan Braun. Membran dialisis pada penelitian ini merupakan membran dialisis reuse yang mengandung bahan selulosa dengan sifat low flux dan nonpirogenik. Cairan dialisat yang digunakan mengandung asam dan bicarbonat.

b. Skala Pengukuran: Nominal

3. Kliren Kreatinin

a. Definisi:

Kliren kreatinin adalah derajat penjernihan kreatinin oleh ginjal (Sukandar, 2006). Pada penelitian ini, nilai kreatinin diketahui dari dari data rekam medik pemeriksaan pre- haemodialysis di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

b. Skala Pengukuran: rasio

Klirens kreatinin dapat dihitung dari kreatinin serum menurut rumus Cockcroft-Gault (1976) sebagai berikut :

d. Hasil Pengukuran: mL/menit/1,732 m 2

4. Rasio Reduksi Ureum

a. Definisi

Rasio reduksi ureum adalah parameter yang digunakan dalam menilai adekuasi hemodialisis dengan menilai konsentrasi ureum pre-haemodialysis dan post-haemodialysis (Gatot, 2003; Sukandar, 2006). Pada penelitian ini, konsentrasi ureum diketahui dari catatan rekam medik pemeriksaan pre-haemodialysis dan post- haemodialysis pasien nefropati diabetik stadium IV - V unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

b. Skala pengukuran: rasio

c. Cara pengukuran:

Rasio reduksi ureum didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan rumus yang dianjurkan oleh Lowry.

Untuk pria

Cl Cr = (140-Umur) x (Berat badan)

72 X C Cr

Untuk Wanita : Cl Cr = (140-Umur) x (Berat badan) X 0,85

72 X C Cr

Keterangan:

Ct : BUN (Blood Ureum Nitrogen) sesudah hemodialisis Co :BUN (Blood Ureum Nitrogen) sebelum hemodialisis

(Gatot, 2003; Rahardjo et al., 2006; Prihanto, 2010)

d. Hasil pengukuran: persen (%)

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dari catatan rekam medik pasien Nefropati Diabetik stadium IV - V di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

H. Cara Kerja

1. Mengumpulkan data rekam medik 30 pasien nefropati diabetik stadium IV - V yang dibutuhkan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

2. Data-data yang dibutuhkan antara lain: nama, umur, berat badan, kreatinin serum pre-haemodialysis dan post-haemodialysis, BUN pre-haemodialysis dan post-haemodialysis, riwayat penyakit yang sedang dialami (sirosis hepatis, tumor keganasan), dan data tentang hemodialisis yang meliputi durasi, dan frekuensi hemodialisis dalam seminggu.

RRU (%) = 100 x (1 - Ct/Co)

haemodialysis dan rasio reduksi ureum

4. Analisis data dengan menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungan antara kliren kreatinin dan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV - V.

I. Jenis Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment. Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari variabel atau lebih tersebut adalah sama (Tjokronegoro dan Sumedi, 2007; Sugiyono, 2010)

Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam hubungan positif dan negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam kuatnya hubungan yang dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2010).

Hubungan antarvariabel dinyatakan positif jika nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel lain, begitu pun sebaliknya. Sedangkan hubungan dikatakan negatif jika nilai suatu variabel dinaikkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain (Tjokronegoro dan Sumedi, 2007).

Koefisien korelasi positif terbesar = 1, dan koefisien korelasi negatif terbesar = -1, sedangkan koefisien korelasi terkecil adalah 0 (Sugiyono, 2010).

Menurut Sugiyono (2010), koefisien korelasi pada teknik ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:

Keterangan:

r xy = Korelasi antara variabel x dengan y n = jumlah sampel x = (x i - ̅)

y = (y i - ̅) Selain itu, data berupa perbedaan jenis dialyzer juga dianalisis secara statistik. Data yang diperoleh ini dianalisis secara statistik dengan uji One way Analysis of Variance (ANOVA) dengan menggunakan program SPSS

16 for Windows Release 11.5 dan p < 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya. Uji One way ANOVA adalah uji hipotesis parametrik untuk membandingkan perbedaan mean pada lebih dari dua kelompok antara satu variabel independen berskala kategorikal dengan satu variabel dependen berskala numerik

Uji ANOVA harus memenuhi syarat berikut:

1. Varians homogen (sama)

2. Sampel kelompok independen 2. Sampel kelompok independen

1. Sampel berasal dari populasi independen, pengamatan satu dan yang lainnya independen

2. Sampel diambil secara random dari populasi masing-masing

3. Data diukur minimal dalam skala ordinal

(Departemen Biostatik FKM UI, 2009)

A. Karakteristik Responden

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2011 sampai 26 Juli 2011 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subyek penelitian adalah pasien nefropati diabetik stadium IV - V yang berusia lebih dari 18 dan menjalani hemodialisis rutin 1 - 3 x seminggu. Data pasien diambil dari catatan rekam medik.

Responden yang diteliti adalah 30 orang dengan kriteria purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pertama, pada catatan rekam medik pasien nefropati diabetik stadium IV - V, diambil data - data antara lain: nama, jenis kelamin, umur, berat badan, riwayat penyakit sekarang (tumor atau keganasan dan sirosis hepatis, frekuensi hemodialisis dalam satu minggu, lamanya menjalani hemodialisis, jenis dialyzer yang digunakan, kadar ureum dan kreatinin pada pemeriksaan sebelum dan setelah menjalani hemodialisis.

Usia

Jenis Kelamin

Total

Laki - Laki

2 (6.67 %) (Sumber: Data sekunder, 2011)

Berdasarkan tabel 1, responden yang berusia antara 26 tahun sampai 35 tahun berjumlah 4 orang (13,33 %), usia antara 36 tahun sampai

45 tahun berjumlah 4 orang (13,33 %), usia 46 tahun sampai 55 tahun berjumlah 13 orang (43,33 %), dan usia diatas 65 tahun berjumlah 2 orang (6,67 %). Responden yang berjenis kelamin laki-laki 22 orang (73,33 %) sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang (26,66 %)

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dialyzer Dialyzer

Jumlah

Persentase

Nipro

Fresenius

Braun

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Kliren Kreatinin Pre -Haemodialysis dan Jenis Dialyzer

5 16,66 % (Sumber: Data sekunder, 2011) Dengan melihat pada tabel 3 di atas, dapat dikatakan bahwa pemilihan jenis dialyzer tidak bergantung pada besar kliren kreatinin pre- haemodialysis . Pasien dengan kliren kreatinin rendah atau tinggi dapat menggunakan tiga jenis dialyzer tersebut.

(Sumber: Data sekunder, 2011) Pada penelitian ini, peneliti mengukur nilai rasio reduksi ureum responden. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa responden dengan nilai rasio reduksi ureum kurang dari 40 % sebanyak 3 orang (10 %), rasio reduksi ureum antara 40 % sampai 64 % sebanyak 16 orang (53 %), dan nilai rasio reduksi ureum lebih dari 65 % sebanyak 11 orang (37 %). Persentase nilai rasio reduksi ureum terbesar berada antara 40 - 64 %.

B. Analisis Statistik

Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Pearson Product Moment dengan menggunakan program SPSS 16.00. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis dialyzer yang berbeda, sehingga diperlukan uji Kruskal Wallis untuk melihat kemungkinan perbedaan dialyzer itu mempengaruhi hasil penelitian.

Pertama kali, data dianalisis dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment. Uji ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan kliren

Rasio reduksi Ureum

Jumlas Responden

Persentase

≥ 65

11 37 %

40 - 64

16 53 %

< 40

3 10 %

Dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment, hipotesis diterima jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 sementara kekuatan hubungan dinyatakan kuat jika nilai koefisien korelasi antara 0,60 sampai 0,799.

Tabel 5. Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Pre-Haemodialysis dan Rasio Reduksi Ureum

CCr Pre - Haemodialysis

Rasio Reduksi Ureum

CCr Pre- Haemodialysis

Pearson Correlation

Sig. (2 - tailed)

30 30 Rasio Reduksi

Ureum

Pearson Correlation

Sig. (2 - tailed)

30 30 (Sumber: Data Sekunder, 2011)

Pengujian hubungan antara kliren kreatinin terhadap rasio reduksi ureum menghasilkan tidak ada hubungan antara kliren kreatinin pre- haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pengujian hubungan antara kliren kreatinin terhadap rasio reduksi ureum menghasilkan tidak ada hubungan antara kliren kreatinin pre- haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum. Hal ini dapat dilihat dari nilai

Untuk memilih uji yang akan digunakan, pertama dilakukan uji homogenitas varians. Jika varians dinyatakan homogens, maka analisis statistik terhadap perbedaan ini menggunakan uji One Way ANOVA, akan tetapi jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dalam penelitian ini akan digunakan uji Kruskal Wallis untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan tersebut. Data dinyatakan homogens jika nilai p > 0,05.

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Varians pada Perbedaan Jenis Dialyzer terhadap Hasil Perhitungan Rasio Reduksi Ureum

Berdasarkan hasil pada tabel 6, diketahui bahwa p = 0,004 (p < 0,05). Oleh karena itu, data pada penelitian ini dinyatakan tidak homogens. Syarat untuk melakukan uji One Way ANOVA tidak terpenuhi sehingga untuk menguji perbedaan penggunaan dialyzer terhadap rasio reduksi

Test of Homogeneity of Variances

Rasio Reduksi Ureum

Levene Statistic

df1

df2

Sig.

Tabel 7. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Perbedaan Jenis Dialyzer

Jenis Dialyzer

Mean Rank Rasio Reduksi

(Sumber: Data sekunder, 2011) Dari hasil uji Kruskal Wallis pada tabel 4, diketahui nilai signifikansi perbedaan jenis dialyzer terhadap rasio reduksi ureum sebesar 0,736 (p>0,05). Dengan melihat nilai signifikansi tersebut, dapat disimpulkan

Test Statistics a,b

Rasio reduksi Ureum Chi - Square

Df

2 Asymp. Sig.

1. a. Kruskal Wallis Test

2. b. Grouping Variable: Jenis Dialyzer 2. b. Grouping Variable: Jenis Dialyzer