manusia   tidak   boleh   dominan.   Sehingga   manusia   sendirilah   yang   dianggap lebih berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus
memarjinalkan peranan Tuhan.
B. SKB Tiga Menteri 1975
Bersamaan  dengan perkembangan pendidikan agama di sekolah umum, perhatian   terhadap   madrasah   atau   pendidikan   Islam   umumnya   terjadi   sejak
badan pekerja komite  nasional Indonesia pusat BP  KNIP di masa  setelah kemerdekaan mengeluarkan maklumatnya tertanggal 22 desember 1945  yang
isinya menganjurkan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran agar pengajaran   di   langgar,   surau,   masjid   dan   madrasah   berjalan   terus   dan
ditingkatkan. Namun   perhatian   pemerintah   yang   begitu   besar   di   awal kemerdekaan  yang  ditandai  dengan tugas Departemen  Agama  dan beberapa
keputusan   BP  KNIP  ini   tampaknya   tidak   berlanjut.   Hal   ini   tampak   ketika Undang-Undang Pendidikan Nasional pertama UU No. 4 tahun 1950 , UU
No.12   Tahun   1945   diundangkan,   masalah   madrasah   dan   pesantren   tidak dimasukkan sama sekali, yang ada hanya masalah pendidikan agama di sekolah
umum   dan   pengakuan   belajar   di   sekolah   agama   yang   telah   mendapat pengakuan dari Mentri agama dianggap telah memnuhi kewajiban belajar.
Reaksi terhadap sikap pemerintah yang diskriminatif ini menjadi lebih keras dengan keluarnya keputusan Presiden No. 34 tahun 1972, yang kemudian
diperkuat dengan intruksi Presiden No. 15 tahun 1974. Kepres dan inpres ini isinya   dianggap   melemahkan   dan   mengasingkan   madrasah   dari   pendidikan
nasional. Pada   tanggal   24   maret   1975  dikeluarkan   Surat   Keputusan   Bersama
SKB tiga menteri Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri. SKB ini merupakan model solusi yang di satu sisi
memberikan   pengakuan   eksistensi   madrasah   dan   di   sisi   lain   memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem
pendidikan nasional yang integratif. Dengan SKB tersebut, ditetapkan hal-hal berikut:
1 Ijazah   madrasah   dapat   mempunyai   nilai   yang   sama   dengan   ijazah sekolah umum setingkat.
2 Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas.
3 Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
4
Dengan   adanya   SKB   Tiga   Menteri   tahun   1975,   maka   kurikulum madrasah   yang   semula   memasukkan   pelajaran   agama   70   dan   pelajaran
umum 30 berubah menjadi 30 untuk pelajaran agama dan pelajaran umum menjadi 70.
Perjuangan   agar   mendapat   perlakuan   yang   sama   integrasi   madrasah dalam sisdiknas secara penuh, baru dicapai dalam UUSPN No.2 Tahun 1989,
dimana madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah, plus pelajaran agama Islam.
Perjuangan   untuk   memasukkan   madrasah   dengan   fokus   utama pengajaran   agama   dalam   sistem   sisdiknas   baru   berhasil   setelah
diundangkannya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Dalam undang-undang ini diakui   kehadiran  keagamaan  sebagai   salah  satu jenis pendidikan  disamping
pendidikan umum, kejuruan, akademik, vokasi, dan khusus  pasal 15. Dalam pendidikan keagamaan ini tidak termasuk lagi madrasah sebagai sekolah umum
yang berciri khas Islam . MI, MTs, MA dan MA kejuruan sudah dimasukkan dalam   jenis   pendidikan   umum   dan   pendidikan   kejuruan.   Pendidikan
keagamaan ini diatur dalam bagian tersendiri bagian kesembilan pasal 30.
5
Berikut ini tabel mengenai perkembangan madrasah sejak tahun 1950;
Madrasah Tertinggal dan ditinggal
Tahun   1950-1989   39   tahun madrasah terdiskriminasi
Tahun1989-2003 14 tahun madrasah diakui   dalam   sisdiknas,   tetapi   masih
4
Muwardi Sutedjo, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Dirjen. Binbaga Islam dan Universitas Terbuka, Jakarta, 2000, 15.
5
Depag   RI, Pendidikan Islam   dan Pendidikan Nasional paradigma   baru, Jakarta:   Direktorat Jendral Kelembagaan Islam, 2005, 62-67
dalam ketertinggalan Tahun 1975-1989 14 tahun, melalui
SKB   3   Menteri   1975,     madrasah diakui,   akan   tetapi   keberadaan
madrasah   tetap   tertinggal   dan   belum masuk Sistem Pendidikan Nasional
Upaya   untuk   memacu   ketertinggalan dalam   bidang   studi   umum   dengan
meminta   bantuan   atau   pinjaman   luar dari ADB Asean Development Bank
pada tahun 1994 Pendidikan keagamaan yang berupa madrasah tercantum dalam Peraturan
Pemerintah  pasal 11  ayat  1, 2 dan 3 yang  berbunyi:  1.  Peserta  didik pada pendidikan   keagamaan   jenjang   pendidikan   dasar   dan   menengah   yang
terakreditasi   berhak   pindah   ke   tingkat   yang   setara   di   Sekolah   Dasar   SD, Madrasah   Ibtidaiyah   MI,   Sekolah   Menengah   Pertama   SMP,   Madrasah
Tsanawiyah MTs, Sekolah Menengah Atas SMA, Madrasah Aliyah MA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan MAK, atau
bentuk lain yang sederajat setelah memenuhi persyaratan. 2. Hasil pendidikan keagamaan non formal dan atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil
pendidikan   formal   keagamaanumumkejuruan   setelah   lulus   ujian   yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh
pemerintah   dan   atau   pemerintah   daerah.  3.  Peserta   didik   pendidikan keagamaan  formal,  non formal,  informal  yang  memperoleh  ijazah sederajat
pendidikan formal umum atau kejuruan dapat melanjut ke jenjang berikutnya pada pendidikan keagamaan atau jenis pendidikan yang lainnya.
C. Analisis UU Sisdiknas  dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam