PENDAHULUAN Makalah Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia

Abstract Kebutuhan akan energi listrik terus meningkat, diperkirakan pertumbuhan akan mencapai 7,1 setiap tahun sampai tahun 2012 dengan rasio elektrifikasi 60. Kondisi seperti ini pada satu sisi menggembirakan, namun sisi lain akan memberikan dampak yang memprihatinkan dari aspek lingkungan hidup, sebab 89,5 pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan energi fosil. Dampak penggunaan energi fosil salah satunya adalah mengahasilkan emisi gas buang yang cukup besar, sebagai misal setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh energi fosil menghasilkan polutan yang dibuang keudara 974 gr CO 2 , 962 mg SO 2 dan 700 mg Nox. Pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2 , 159,6 ribu ton SO 2 serta 120,7 ribu ton Nox ke udara. Bertolak dari dampak tersebut, perlu dilakukan kajian yang lebih komprihensif dan komparatif mengenai pembangkit yang di gunakan di Indonesia. Kajian ini dilakukan berdasarkan tinjaun dari berbagai informasi sebagai bahan rujukan, untuk kemudian menghasilkan rekomendasi mengenai pembangkit yang sesuai untuk digunakan di Indonesia. Adapun variabel yang akan dipakai sebagai indikator evaluasi adalah aspek ekonomis, teknis dan ekologis atau lingkungan. Dari variabel tersebut, maka pembangkit yang relevan untuk konteks Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi dan pembangkit listrik tenaga nuklir. Kata Kunci : energi, ekologi, ekomomi

I. PENDAHULUAN

Kehidupan masyarakat modern tergantung pada ketersediaan sumber energi terutama energi listrik. Kebutuhan terhadap listrik sama seperti kebutuhan pokok manusia lainnya. Pemanfaatan energi listrik telah mempengaruhi dan membentuk peradaban manusia didekade ini, sebab kualitas kehidupan manusia memiliki korelasi terhadap pemanfaatan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari. Krisis energi akibat dari berkurangnya ketersediaan sumber energi primer dunia, yang ditandai dengan melambungnya harga minyak di pasaran dunia menjadi 130 dolar Amerika setiap barel telah memicu krisis ekonomi dan sosial di berbagai negara termasuk di Indonesia. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikan harga bahan bakan minyak BBM dengan alasan penyelamatan anggaran pendapatan dan belanja negara APBN memicu kenaikan harga hampir semua komoditi yang diperlukan masyarakat di Indonesia. Hal ini membuat angka kemiskinan meningkat dan kehidupan rakyat semakin terpuruk. Berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa menyampaikan keberatan melalui demonstrasi menolak kebijakan ini terjadi dihampir semua penjuru tanah air. Pilihan sulit yang harus diambil oleh pemerintah dengan berbagai konsekuensi yang harus dipikul. Fakta ini menunjukan bahwa krisis energi dapat memicu krisis multidimensi di arah global maupun di negara masing-masing. Penggunaan BBM secara berlebihan tidak saja memicu krisis ekonomi global maupun setiap negara, melainkan yang lebih memprihatinkan adalah memicu krisis lingkungan global. Krisis lingkungan global yang ditandai dengan fenomena pencemaran udara, tanah dan air. Krisis tersebut, akibat dari eksploitasi sumber daya energi sampai dengan pemanfaatannya untuk berbagai kebutuhan hidup manusia di berbagai sektor seperti tenaga listrik, transportasi, industri dan domestik. Salah satu fenomena lingkungan hidup yang mengancam kehidupan umat manusia sejagat adalah pemanasan global atau global warming. Salah zat penyebab utama pemanasan global adalah penggunaan energi fosil yakni minyak bumi, gas dan batu bara. Pembakaran energi fosil menyebabkan bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca yang ada diatmosfer seperti carbondioksida CO 2 , dinitro oksida N 2 O, metana CH 4 , sulfurheksaflorida SF 6 ,perflorokarbon PFC s dan hidroflorokarbon HFC s konsentrasi gas rumah kaca yang berlebihan akan merangkap cahaya matahari sehingga suhu bumi semakin naik. Kenaikan suhu akan memicu ketidakseimbangan lingkungan yakni terjadi perubahan iklim[1]. Dampak dari perubahan iklim menyentuh semua sektor terutama sektor pertanian selin itu, berbagai bencana yang terjadi akahir-akhir ini acapkali dikaitkan dengan fenomena pemanasan global. Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling besar bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir yakni sebesar 40 dan sisanya sektor transportasi 27 , sektor industri 21, sektor domestik 15 serta sektor lain – lain 1 [2]. Data ini cukup valid karena sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia yakni 89,5 menggunakan bahan bakar fosil dengan rasio elektrifikasi baru mencapai 56, bayangkan kalau rasio elektrifikasi terus meningkat sedangkan ketergantungan pembangkit listrik masih pada bahan bakar fosil. Sebagai ilustrasi setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh Daniel Rohi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri – Universitas Kristen Petra Surabaya Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236 Telp.0312983075-77, Fax. 031 841802, rohipeter.petra.ac.id Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di Indonesia penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca sebesar 974 gr CO 2 , 962 mg SO 2 dan 700 mg Nox. [3]

II. METODOLOGI