penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca sebesar 974 gr CO
2
, 962 mg SO
2
dan 700 mg Nox. [3]
II. METODOLOGI
Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah menggunakan kajian pustaka yakni mengumpulkan
berbagai informasi yang terkait dengan persolan energi khususnya energi listrik dikaitkan dengan faktor
ligkungan hidup atau ekologi. Data-data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku referensi, jurnal ilmiah,
tulisan ilmiah populer, dan lain sebagainya akan dianalisa menggunakan pendekatan teknis, ekonomis dan ekologis
atau lingkungan. Analisis hanya dibatasi untuk pembangkit listrik berskala besar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Energi di Indonesia
Faktor alamiah Negara Indonesia sangat mendukung pengembangan sektor energi di Indonesia terutama di
sektor kelistrikan. Secara geografis Indoneia kaya akan sumber daya energi. Sumber daya tersebut antara lain
yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Keberadaan potensi energi tersebut tersebar
merata di seluruh wilayah Nusantara. Potensi energi fosil minyak mumi 86,9 miliar barel sedangkan yang
dicadangan hanya sebesar 9 miliar barel atau 10,36 sedangkan kemampuan untuk dimanfaatkan masih
tergolong rendah yakni hanya 5.56 setiapa tahun tabel 1.[3].
Hal yang perlu diperhatikan bahwa potensi tersebut tidak bertahan lama atau akan habis setelah diekploitasi
tanpa upaya ekplorasi seperti minyak bumi akan habis 18 tahun kemudian, hal yang sama untuk gas 61 tahun dan
batu bara 147 tahun. Kelangkaan ini sudah terasa saat ini yakni Indonesia sudah tidak memenuhi kuota sebagai
negara pengeksport minyak yang ditentukan oleh organisasi negara-negara pengeksport minyak OPEK.
Fakta ini menunjukan bahwa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil perlu segera dikurangi secara bertahap
memandang keberadaannya yang terbatas, karena dapat habis kalau diekploitasi terus-menerus.
Krisis BBM yang dialami Indonesia saat ini merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah untuk memprediksi
kebutuhan BBM akibatnya saat ini Negara Indonesia yang dulunya pengesport saat ini menjadi pengimport.
Konsekuensinya kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi ketahanan perekonomian negara dan
sektor tenaga listrik mengalami dampak ekonomis yang cukup memprihatinkan karena sebagian besar pembangkit
listrik adalah menggunakan BBM.
Tabel 1 Potensi Energi Fosil Nasional
Krisis energi dan krisis lingkungan global merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan untuk mekasimalkan
pemanfaatan potensi energi bukan fosil yang sifanya terbarukan. Potensi energi bukan fosil sangat banyak dan
pemanfaatnya belum maksimal tabel 2[4]. Potesi terbesar adalah pada tenaga air yakni 846,00 JUTA BOE
atau 75,67 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 4.2 GW atau 5,55. Hal yang sama untuk panas bumi, potensi
panas bumi di indonesia merupakan terbesar di dunia yaki 40 dari cadangan panas bumi dunia, namun di Indonesia
pemanfaatannya masih sangat rendah yakni 3.1.
Pemanfaatan potensi energi non fosil yang masih sangat rendah disebabkan karena beberapa pertimbangan
antara lain biaya investasi tinggi, harga energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga energi fosil,
kemampuan sumber daya manusia relatif rendah, tntuk energi terbarukan yang belum komersial dan kemampuan
jasa dan industri energi kurang mendukung [5].
Kelemahan tersebut dapat diatasi apabila pemerintah memiliki kebijakan untuk memberikan kemudahan dan
insentif agar pemanfaatan energi terbarukan dapat dimaksimalkan. Namun demikian hal ini tidak terjadi
karena dari kebijakan pemerintah mengenai komposisi penggunaan energi energi mix sampai tahun 2025 yakni
minyak bumi 26,2, batubara 32,7 gas bumi 30,6, panas bumi 3,8 dan sisanya adalah energi
alternatifenergi baru terbarukan 4,4 terdiri dari : PLTS 0,02, PLT Angin 0,028, Biomasa 0,766, Biofuel
1,335, nuklir 1,993 gambar 1.
Tabel 2. Potensi Energi Terbarukan Nasional
Berdasarkan RKAP PLN tahun 2007, energi mix produksi energi listrik diperoleh dari Batubara 44,
energi air 8,6, bahan bakar minyak 23,7 , panas bumi 3,1 dan gas alam 20,05.
Dengan demikian dari sisi pemerintah potensi energi terbarukan yang berlimpah masih belum menjadi target
yang dapat diandalkan untuk mengatasi krisis energi dan krisis ekologi di Indonesia.
Prediksi Kebutuhan Listrik Nasional
Rasio elektrifikasi di Indonesia masih tergolong rendah yakni sebesar 56, karena kelemahan dari negara untuk
mengembangkan sistem kelistrikan secara nasional yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
Perkembangan pembangunan yang pesat dibidang industri dan konstruksi memicu permintaan akan pasokan tenaga
listrik dan sampai sekarang PLN belum mampu memenuhi semua. Hal ini terlihat dari krisis listrik yang
terjadi di berbagai daerah yang harus melakukan pemadaman bergilir. Pertumbuhan permintaan tenaga
litrik cukup besar yakni sekitar 7 setiap tahun tabel-3. [4].
Tabel 3. Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia
Kenyataan bahwa permintaan akan energi litrik yang terus berkembang, maka perlu diupayakan untuk
pengembangan di sektor kelistrikan melalui pembngunan pembangkit-pembangkit baru, sekaligus memaksimalkan
yang sudah ada serta melakukan efisiensi dalam pengoperasian. Dengan demikian masih terbuka peluang
untuk memanfaatkan energi terbarukan sebagai pembangkit.
Penngkit Listrik dan Persoalan Lingkungan
Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa potensi energi fosil terbatas dan berpotensi mengancam atau
memicu krisis ekologi, sedangkan pengembangan energi terbarukan terbuka peluang karena potensinya memadai
serta ramah terhadap lingkungan.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menemukan pembangkit listrik yang memilliki kapasitas
tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus tetap menjamin kelestarian lingkungan. Teknologi pembangkit yang
dipakai untuk semua pembangkit tidak banyak berbeda, yang memberikan perbedaan adalah energi yang dipakai
untuk pembangkitan.
Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja dengan prinsip elektromagnetik yakni perpotongan medan magnet
akibat dari pergerakan kutub magnet rotor didalam kutub magnet tetap stator akan menghhasilkan arus
tegangan. Proses ini terjadi di generator listrik yakni mesin listrik yang mengkonversi energi mekanik atau
gerak menjadi energi litrik. Untuk membangkitkan energi listrik, generator digerakakan oleh berbagai energi pada
umumnya tiga glongan yakni energi pertama energi fosil: minyak, batubara, dan gas alam, kedua energi terbarukan,
seperti: hidro, mataharisolar, angin , dan panas bumi, terakhir Energi nuklir
Kenyataan bahwa pada tahun 2004 konsumsi energi primer didominasi oleh energi fosil sebesar 93 terdidi
dari: minyak bumi 53, gas 19 dan batubara 21, energi air sebesar 4, dan geotermal sebesar 3.
Produksi listrik Indonesia pada tahun 2003 bersumber dari energi fosil sebesar 80 terdiri dari batubara :
52, BBM 5, gas 23, hidro 9 dan panas bumi 9 dengan kapasitas listrik terpasang sekitar 25.681 MWe
yang terdiri dari 22.231 MWe atau 86,6 diproduksi oleh PLN dan 3.450 MWe atau 13,4 diproduksi oleh
perusahaan listrik swasta. Sedangkan sumber energi untuk pembangkit listrik. [6].
Dari data diperoleh bahwa polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling banyak bersumber pada pada
pembangkit yang mengugunakan bahan bakar fosil yakni batu bara, minyak bumi atau solar dan gas alam gambar
3 [6].
Gambar 1. Kontribusi peningkatan CO
2
pembangkit listrik
Berdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590
GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan
terjadi pelepasan 168 juta ton CO
2
, 159,6 ribu ton SO
2
serta 120,7 ribu ton Nox. Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan
pembangkit listrik di Indonesia terhadap energi fosil cukup besar dan hal ini telah memicu krisis ekonomi di
Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi. Krisis ekologi dimungkinkan karena setiap penggunaan BBM
akan menghasilkan emisi gas buang yang cukup signifikan.
Dengan demikian salah satu solusi untuk mengurangi penyebab krisis lingkungan hidup global adalah
pembenahan di sektor kelistrikan melaui upaya pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah lingkungan
dan juga secara ekonomis memberikan keuntungan sehingga mudah dijangkau oleh kalangan ekonomi yang
paling bawah..
Alterantif yang dapat dirawarkan yang dapat dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini adalah
pengembangan penggunaan energi panas bumi dan penggunaan energi nuklir. Energi terbarukan lainnya
untuk jangka pendek belum dapat dimanfaatkan secara maksimal berdasarkan pertimbangan efisiensi atau
ekonomi.
Kedua jenis energi ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan energi fosil dari aspek lingkungan
dan ekonomis.
Panas Bumi Sebagai Alternative
Enegi panas bumi merupakan energi panas yang keluar dari perut bumi yang dapat dimanfaatkan untuk memutar
turbin generator pembangkit. Penggunaan energi panas bumi di Indonesia sudah berlangsung lama, namun
perkembangannya relatif lambat.
Potensi energi panas bumi di Indonesia relatif besar karena merupakan potensi terbesar di dunia, yakni 40
cadangan panas bumi di seluruh dunia terdapat di Indonesia. Penyebaran energi ini relatiif merata di
seluruh Indonesia, karena negara Indonesia secara geografis berada di wilayah lintasan gunung berapi ring
of fire
Total potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai 27.487 MW yang terdapat dihampir seluruh kawasan di
Indonesia yakni pulau Sumatra, pulau Jawa, pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan dan Papua
tabel-3. Hal yang menarik dari potensi energi panas bumi dari segi penyebaran geografis adalah 18.183 MW
atau 66,15 terdapat diluar pulau Jawa. Namun demikian pemanfaatannya justru terkonsentrasi di pulau Jawa,
padahal di luar pulau Jawa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sangat tinggi.
Tabel 4. Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia
Dari aspek lingkungan PLTPB memberikan dampak yang sangat positif bagi keseimbangan lingkungan,
karena menghasilkan emisi gas buang CO
2
yang sangat rendah tabel 5 [4], yakni 10,48 kali lebih rendah dari
batu bara, 9,85 kali lebih rendah dari minyak bumi dan 6,61 kali lebih rendah dari gas alam. Hal yang mencolok
adalah pada emisi SO
2
yaitu 315,4 kali lebih sedikit dibanding dengan batu bara dan 34,29 kali lebih sedikit
dari minyak bumi. Dengan demikian penggunaan PLTPB sangat ramah terhadap lingkungan.
Dari aspek ekonomi pengembangan PLTPB memiliki keunggulan tabel 6[7]. Sebab, tidak memerlukan bahan
bakar sehingga dapat menghasilkan energi listrik dengan harga yang relatif murah dan kontinuitasnya terjamin
karena tidak tergantung pada cuaca, sehingga memiliki faktor kapasitas yang tinggi yakni 95 waktu
operasional.
Tabel 5. Emisi gas dari berbagai pembangkit listrik
Biaya investasi awal cukup tinggi namun pemeliharaan rendah sehinggga untuk jangka panjang sangat
mengutungkan. Walaupun demikian kelemahan dari PLTPB adalah lokasinya yang jauh dari pusat beban
membuat biaya transmisi dan distribusi tenaga listrik cukup tinggi, namun untuk jangka panjang tetap
menjanjikan secara ekonomis.
Tabel 6 . Faktor Ekonomi PLTPB
Tenaga Nuklir Sebagai Alternatif
Prinsip kerja PLTN adalah uap air untuk memutar turbin dihasilkan oleh panas dari proses pembelahan inti reaksi
uranium didalam reaktor gambar 2 [8].
Gambar 2. Skema prinsip kerja PLTN
Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor. Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara berantai
pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235 atau U- 233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan
menghasilkan berbagai unsur lainnya dalm waktu yang sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas dan
netron-netron baru.
Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat
penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sisten pendingin sekunder [9].
Pengoperasian PLTN sangat bersih karena tidak menghasilkan emisi gas buang sehingga tidak mencemari
lingkungan dan dari segi ekonomi investasi cukup besar, namun untuk jangka panjang cukup memiliki prospek.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam enanganan PLTN adalah keamanan. Apabila terjadi kebocoran
reaktor berakibat fatal karena, radio aktif akan dibawa oleh udara dan dapat menjangkau areal yang cukup luas
dan itu,akan mengancam kehidupan di areal tersebut. Berbagai bencana kegagalan reaktor nuklir seperti salah
satunya di Chernobyl – Rusia masih meninggalkan ‘trauma’ di kalangan masyarakat dunia termasuk di
Indonesia. Selain itu, isu seperti radiasi yang ditimbukan,
pengolahan limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi, adalah isu-isu yang perlu mendapat perhatian
dalam rangka pengembangan PLTN di Indonesia. Untuk itu upaya menyiapkan masyarakat secara psikologis,
menggalang partispasi masyarakat unuk memberikan dukungan dan peningkatan kualitas serta kedisiplinan
tenaga ahli yang menggeluti PLTN merupakan sebuah keniscahyaan bagi kehadiran PLTN di Indonesia.
IV. SIMPULAN