4
d. Pada dasarnya negara berkembang menginginkan agar pelaksanaan dari Paris
Agreement harus tetap menjalankan prinsip Common but Differentiated Responsibilities
and Respective Capabilities. Pelaksanan Peris Agreement di negara berkembang harus memperoleh dukungan dari negara maju.
e. Negara berkembang mengusulkan agar agenda peleksanaan persidangan di SBI dan
SBSTA memerlukan amendment untuk mengoptimalkan persiapan COP 22 di Marrakesh- Maroko di 7 – 18 November 2016.
3.2 The Forty- Fourth Sessions of the Subsidiary Body for I mplementation SBI -
44 , 16- 26 Mei 2016
SBI -44 membahas agenda terkait dukungan teknis dan pendanaan untuk penyusunan biennial
update reports BUR, pengembangan sistem registrasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, reviu prosedur dan modalitas
Clean Development Mechanism CDM, National Adaptation Plans NAPs, pendanaan adaptasi, lingkup dan modalitas untuk pengkajian berkala mekanisme
teknologi, peningkatan kapasitas, Doha Work Programme DWP dan pengarusutamaan gender.
SBI -44 dapat menyepakati sejumlah rancangan keputusan, yaitu tentang dukungan teknis dan pendanaan untuk penyusunan
Biennial Update Report BUR, NAPs, kerangka acuan untuk pengkajian pendanaan adaptasi, lingkup dan modalitas untuk pengkajian berkala mekan isme
teknologi, keanggotaan Paris Committee on Capacity Building PCCB, tindak lanjut DWP, serta
pengarusutamaan gender pada isu perubahan iklim. Sementara itu, isu modalitas dan prosedur CDM, sistem registrasi dan reviu kerangka kerja peningkatan kapasit as masih memerlukan
pembahasan lebih lanjut. Dalam kaitan ini, para negara Pihak diminta untuk menyampaikan submisi menyangkut isu-isu tersebut. Matriks status perkembangan negosiasi dan daftar
permintaan submisi untuk masing-masing isu daptdilihat dalam Lampiran.
3.3 The Forty- Fourth Sessions Subsidiary Body for Scientific and Technological
Advice SBSTA-44 , 16-26 Mei 2016
Pada SBSTA-44 dibahas isu-isu terkait adaptasi Nairobi Work Program NWP, teknologi
framework, pertanian, sains dan reviu riset dan observasi sistimatik, kajian I PCC
I ntergovernment Panel on Climate Change, metodologi baik dalam konvensi terkait GRK dan common metrics, metodologi KP LULUCF terkait revegetasi, serta hal-hal terkait market dan
non-market artikel 6 Paris Agreement.
SBSTA-44 dapat menyepakati langkah implementasi NWP. Sementara itu, berbagai isu lainnya masih memerlukan pembahasan lebih lanjut, termasuk permintaan kepada para negara Pihak
untuk menyampaikan submisi menyangkut beberapa isu. Matriks status perkembangan negosiasi dan daftar permintaan submisi untuk masing-masing isu dapat dilihat dalam
Lampiran.
3.4 The First Session of the Ad- Hoc Working Group on the Paris Agreement APA-
1 , 16-26 Mei 2016
5
Pada Ad-Hoc Working Group on Paris Agreement
sesi pertama APA-1 telah disepakati 6 enam agenda
substantif, yaitu : 1 Nationally Determined Contributions NDCs; 2
komunikasi adaptasi; 3 kerangka transparansi untuk aksi dan support; 4 global stocktake; 5
compliance; dan 6 persiapan ratifikasi dan entry into force Paris Agreement. Secara substantif masih terlalu banyak perbedaan tajam antara negara maju dan negara
berkembang terkait : i perbedaan definisi features dan informasi NDC; ii tujuan dan elemen
komunikasi adaptasi; iii isu fleksibilitas dan penggunaan prinsip CBDR-RC dalam transparansi; iv kesamaan elemen, metodologi dan waktu pengukuran dalam
global stocktake serta kaitannya dengan
facilitative dialog yang akan diadakan Tahun 2018; v operasionalisasi prinsip-prinsip
non-advesarial, non-punitive dan facilitative untuk compliance; dan vi berbagai implikasi hukum dan politis jika
Paris Agreement berlaku lebih cepat dari yang diperkirakan. APA-1 telah menyepakati modalitas kerja untuk sesi selanjutnya, meminta submisi pandangan
negara pihak terkait berbagai macam perbedaan dalam agenda pembahasan, serta usulan technical papers dan workshop. Draft kesepakatan yang dicapai dalam persidangan APA-1
sebagaimana terlampir
I V. PERTEMUAN LAI N- LAI N
4.1 Pertemuan Ketua DELRI
Dalam kesempatan sela-sela perundingan, Ketua DELRI telah mengadakan pertemuan ataupun menghadiri undangan pertemuan yang dipandang strategis, yaitu:
a. Dengan didampingi Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ketua Delri
mengadakan pertemuan bilateral dengan Ketua Delegasi New Zealand, Duta Besar
Sinclair .
Delegasi New Zealand meminta I ndonesia bergabung dan mendukung
Komunike terkait Fossil Fuel Subsidy Reform, yaitu forum negara-negara yang telah
berniat secara bertahap menghilangkan subsidi terhadap penggunaan bahan bakar fosil untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, perlu
dilakukan konsultasi internal dengan Kementerian terkait antara lain Kementerian ESDM dan Kemenlu sebelum bergabung ke dalam komunike dimaksud.
b. Ketua DELRI juga menghadiri
High Level Dinner tentang implikasi Paris Agreement terhadap masa depan REDD+ , yang mengundang negara-negara REDD+ Brazil,
I ndonesia, DRC, Colombia, Peru dan Mexico, negara donor dan sektor swasta. Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang kemungkinan REDD+ masuk pasar dibawah Artikel
6 Paris Agreement. I ndonesia bersama Brazil menyampaikan bahwa pembiayaan REDD+
oleh negara maju adalah insentif bagi pengurangan emisi dari Deforestasi dan Degradasi di negara berkembang, tanpa memberikan kredit kepada pemberi dana Artikel 5
Paris Agreement.
4.2 Mandated Events dan Side Events