Induksi keragaman genetik gloxinia [Siningia speciosa.Benth] melalui radiasi sinar gamma

AB STRAK
Syafni. Induksi Keragaman Genetik Gloxinia (Siningia speciosa. Benth) melalui
radiasi sinar gamma. Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Purwito dan Prof. Dr. G.A
Wattirnena.
Masalah yang sering dihadapi untuk mendapatkan varietas baru pada tanaman
gloxinia secara konvensional adalah lamanya masa berbunga. Salah satu usaha untuk
mendapatkan varietas baru adalah dengan teknik kultur in viiro dengan rnemberikan
radiasi sinar gamma. Tujuan utarria dari pemberian mutagen secara fisik adalah untuk
meningkatkan keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal adalah keragaman
genetik dari tmaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Deteksi keragaman
yang terjadi pada

tanaman dapat dilakukan secara morfologi, biokimia dan

molekuler.
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan keragaman genetik dan melihat
keragaman genetik dengan deteksi morfologi, biokimia dan melalui teknik RAPD.
Penelitian ini terdiri dua percobaan. Percobaan I Studi regenerasi tanarnan dengan
ekspian daun dari kultur in vitro rnenggunakan media dasar MS dengan perlakuan
BAP 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 dan 3.0 mgll. Rancangan percobaan yang digunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan. Percobaan I1 Induksi Mutasi dengan

eksplan daun dan tunas samping dengan perlakuan radiasi 0, 10, 20 dan 30 Gy.
Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan
dimana setiap ulangan terdiri dari 3 eksplan.
Pada studi regenerasi diperoleh hasil yang terbaik dengan menggunakan
eksplan mata tunas. Media yang terbaik adalah dengan menambahkan 0.5 mg/l BAP.
Pemberian sinar gamma 10 gy dapat meningkatkan keragan~an.Dari analisa RAPD
diperoleh hasil setelah diradiasi didapatkan 6 klon tanaman yang berbeda dengan
induknya.

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK GLOXINIA
(Siniizgia speciosa. Benth) MELALUI
RADIASI SINAR GAMMA

SYAFNI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006


SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
Induksi Keragaman Genetik Gloxinia (Siningia speciosa.Benth) melalui radiasi sinar
gamma.

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenaramya.

Bogor, Maret 2006

Syafni
NRP.99629

AB STRAK
Syafni. Induksi Keragaman Genetik Gloxinia (Siningia speciosa. Benth) melalui
radiasi sinar gamma. Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Purwito dan Prof. Dr. G.A
Wattimena.

Masalah yang sering dihadapi untuk mendapatkan varietas baru pada tanaman
gloxinia secara konvensional adalah lamanya masa berbunga. Salah satu usaha untuk
mendapatkan varietas baru adalah dengan teknik kultur in vitro dengan memberikan
radiasi sinar gamma. Tujuan utama dari pemberian mutagen secara fisik adalah untuk
meningkatkan keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal adalah keragaman
genetik dari tananan yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Deteksi keragaman
yang terjadi pada

tanaman dapat dilakukan secara morfologi, biokimia dan

molekuler.
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan keragaman genetik dan melihat
keragaman genetik dengan deteksi morfologi, biokimia dan melalui teknik RAPD.
Penelitian ini terdiri dua percobaan. Percobaan I Studi regenerasi tanaman dengan
eksplan daun dari kultur in vifro menggunakan media dasar MS dengan perlakuan
BAP 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 dan 3.0 mgll. Rancangan percobaan yang digunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan. Percobaan 11 Induksi Mutasi dengan
eksplan daun dan tunas samping dengan perlakuan radiasi 0, 10, 20 dan 30 Gy.
Rmcangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan
dimana setiap ulangan terdiri dari 3 eksplan.

Pada studi regenerasi diperoleh hasil yang terbaik dengan menggunakan
eksplan mata tunas. Media yang terbaik adalah dengan menambahkan 0.5 mg/l BAP.
Pemberian sinar gamma 10 gy dapat meningkatkan keragaman. Dari analisa RAPD
diperoleh hasil setelah diradiasi didapatkan 6 klon tanaman yang berbeda dengan
induknya.

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK GLOXINIA ( Siningia speciosa. Benth)
MELALUI RADIASI SINAR GAMMA

SYAFNI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR


2006

Judul Tesis

: Induksi Keragaman Genetik Gloxinia ( Siningia speciosa.Benth)

Nama
NRP
Program studi

melalui radiasi sinar gamma.
: Syafni
: 99629
: Bioteknologi

Dr. 1

p!!!

1. Komisi Pembiinbing


prof. Dr. Ir G.A. Wattimena, MSc

gus Purwito, MSc

Ketua

Anggota

Diketahui

2. Ketua Program Studi Bioteknologi

Tanggal ujian : 2 Maret 2004

Tanggal lulus : I3 MAR 2006

PRAKATA
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah yang tidak habis-habisnya atas
rahrnat dan hidayahnya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul: "Induksi

Keragaman Genetik Gloxinia ( Siningia speciosa. Benth) melalui radiasi sinar
gamma" ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Sekolah Pasca Sarjana, lnstitut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada Bapak Dr. Ir.Agus Punvito MSc, sebagai ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Prof. G.A Wattimena yang telah melimpahkan ilmu, serta
meluangkan waktu untuk membimbing, menasihati serta memberikan arahan dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga penelitian ini dan penulisan tesis ini dapat
diselesaikan.
Ucapan terima kasib juga penulis sampaikan pada ARMP I1 yang telah
memberikan kesempatan dan Beasiswa untuk melaksanakan studi ini. Demikian pula
kepada Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB beserta Asisten Direktur dan Staf yang
telah menerima penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi
Bioteknologi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Toto Sutater MS yang pada
saat itu merupakan Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias yang telah memeberikan
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Strata I1
Terima kasih yang tidak terhingga pada suami tersayang Zulhayadi atas segala
pengorbanan, kesetiaan, pengertian, dorongan moral dan do'a sejak kuliah sampai


selesai. Juga kepada kedua anakku Emir Aulia dan Afif Azmi yang telah memberikan
ketenangan atas tawa dan lucunya, keluargaku tercinta Ayah, am&, adikku Silvia
yang telah memberikan dukungan dan do'a yang tiada hentinya kepada penulis.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih pada ibu Nurhaemi Haxis dan Bapak
Tolhas atas bantuan dan bimbingan teknis laboratorium, diskusi dan masukan yang
berharga, demikian juga pada teh Indri, teh Nia dan Mbak Iif yang telah membantu
terlaksananya penelitian ini.
Rekan-rekan sesama mahasiswa Pascasarjana yang bekerja di Laboratorium
Kultur Jaringan BDP Nurhasanah, Hasnah atas dukungan serta kerjasamanya selama
ini.
Semoga Allah SWT mencatat berbuatan baik dan memberikan yang balasan
lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2006

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pariaman Sumatera Barat pada tanggal 7 Oktober 1964

dari pasangan Bapak Syarifbddin dan ibu Ruwaida sebagai anak kedua dari tujuh
bersaudara.Penulis telah menikah dengan Ir.Zulhayadi dan telah dikaruniai 2 orang
anak Emir Aulia ( 6 ih ) dan Afif a m i ( 1,5 th).
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD negeri 19 Padang.
Sekolah lanjutan Pertama di SMP Pertiwi I Padang dan Sekolah Menengah Atas di
SMA negeri 2 Padang. Penulis mendapatkan gelar sarjana dari jurusan Biologi,
FMIPA Universitas Andalas pada tahun 1991.
Setelah menyelesaikan pendidikan strata 1 penulis bekerja sebagai staf
peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias Jakarta dibagian kultur jaringan tanaman.
Pada tahun 1999, penulis mendapat Beasiswa dari Agricultural Research
Management Project (ARMP) I1 untuk melanjutkan pendidikan Strata IS Program
Studi Bioteknologi, Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................
PENDAHULUAN .............................................................

Latar Belakang.............................................................
..
Tujuan Penel~tlan.........................................................
Hipotesis....................................................................
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
Botani dan Sistimatika Gloxinia..........................................
Kultur Jaringan Tanaman .................................................
Keragaman Genetik (variasi somaklonal) .............................
. .
Morfogenesis menggunakan radlasl .....................................
Teknik analisis keragaman genetik.....................................
BAHAN DAN METODE ...................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .........................................
Bahan dan Alat Percobaan .............................................
..
Metode Penelltlan ........................................................
Analisis Isoenzim ........................................................
. . RAPD ............................................................
Anal~s~s
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................

Percobaan I. Studi regenerasi ...........................................
Percobaan I1. Induksi Mutasi...........................................
Perubal~anmorfologi secara in vitro ....................................
Analisa Isoenzim
Verifikasi dengan RAPD ................................................
Aklimatisasi

KESIMPULAN ................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................
LAMPIRAN ....................................................................

1

DAPTAR TABEL

No

1.

Teks

Pongaruh ZPT terhadap induksi kalus dan tunas dari eksplan daun 6
minggu setelah tanam ....................................................

2. Jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah dam dan jumlah akar pada
tanaman yang tumbuh dari eksplan daun setelah 6 minggu
. .
radiast ....................................................
3.

Jumlah tunas, jumlah daun, lebar daun dan jumlah akar pada eksplan
mata tunas setelah 6 minggu setelah radiasi.. .........................

4

Morfologi tanaman yang mengalami perubahan pada kultur in vilro

5

Jumlah daun dan lebar daun setelah 8 minggu di lapang.. ...........

6

Perubahan morfologi tanaman dilapang.. ................................

Halaman

DAFTAR GAMBAR

No

Teks

1

Pengaruh tingkat kosentrasi BAP terhadap inisiasi tunas dan kalus pada
kultur daun Siningia speciosa... ... .............................................

2

Penampakan plantlet setelah diradiasi dengan sinar gamma
(a) DR20K14 (b) DRlOK6.. .......................................

3

Pola pita isoenzim peroksidase (1) Kontrol(2)BR30K6 (3) DR30K6 (4)
BR20K6 (5) DR20K6 (6) BRlOK5 (7) BRlOK4 ...... ...................

4

Pola pita isoenzim esterase (1) Kontrol(2) BR30K6 (3) DR30K6 (4)
BR20K6 (5) DR20K6 (6) BRlOK5 (7) BRlOK4 .......................

5

Profil pita DNA 6 klon berbeda ................................................

6

Dendogram UPGMA dari hasil analisis RAPD dan matrik kesamaan
genetik dari 7 genotip tanaman Gloxinia menggunakan 2
prlmer .......................................................................

7

Penampakan tanaman setelah ditanam di lapang selama 8 minggu (a)
BRlOK4 (b) BRlOK5 (c)BR30K6.... ........ ......... ......................

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN
Teks

1

Halaman

Komposisi media Murashige dan Skoog (1962) (sterilisasi otoklaf
1lS°C, selama 30 menit). ................................................

49

2

Komposisi larutan pewarna Isoenzim.. ...............................

50

3

Komposisi pereaksi dan buffer untuk analisis DNA tanaman
..
Gloxmm.. ..................................................................

5I

Susunan nukleotida, kandungan C/G dari 30 primer dekamer acak
yang diseleksi.. .........................................................

52

4
5

Profil pita DNA Gloxillia yang diamplifikasi oleh 6 primer yang
terseleksi.. ................................................................

6

Anallsa sidik ragam.. ....................................................

. . .

53

54

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Gloxinia (Siningia speciosa. Benth) merupakan salah satu tanaman hias pot
yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Daya tarik dari tanaman ini terletak pada
daun, warna, bentuk dan ukuran bunganya. Tanaman ini akan lebih menarik dan
mempunyai nilai tarnbah apabila menghasilkan bunga dengan warna, bentuk dan
ukuran yang unik dan lebih beragam.
Usaha-usaha untuk mendapatkan varietas-varietas baru yang lebih indah dan
menarik telah banyak dilakukan antara lain melalui introduksi dari luar negeri yang
disertai dengan adaptasi dan seleksi, maupun melalui metode konvensional dengan
cara menyilangkan berbagai varietas yang telah ada.
Alternatif untuk memperoleh keragaman bunga selain dengan metoda
konvensional dapat pula dilakukan melalui teknik kultur in vilro (Skirvin et al.,
1993). Variasi ini berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman yang terjadi
selama subkultur pada kultur jaringan.
Menurut D'hmoto (1986) bahwa variasi somaklonal pada dasarnya terjadi
akibat peristiwa mutasi, yaitu berubahan suatu karakter yang diwariskan oleh
berubahnya pembawa sifat menurun (inherited treite) baik pada tingkat morfologi,
sitologi Cjumlah dan struktur kromosom), sitokimia (ukuran genom), biokimia
(protein dan isozim) dan tingkat molekuler (genom).

Selain itu keragaman somaklonal tidak hanya mengandalkan dari kultur secara
spontan, tetapi dapat diinduksi dengan menggunakan mutagen baik fisik maupun
kimia. Menurut Ancora dan Sonino (1987), keragaman somaklonal dapat
ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada eksplan, baik secara fisik (sinar - X,
sinar gamma) maupun secara kimia (EMS, DEMS, NMV). Radiasi sinar gamma
dapat menimbulkan mutasi pada sel tanaman, jika radiasi diterima sedemikan rupa
sehingga dapat merubah kode genetik (Djoyosubagio, 1988).
Pada tanaman Vitis venifera, pemberian sinar gamma dengan dosis 5 sampai
100 Gy dapat meningkat kalus embriogenik sebanyak 7,6% (Valeria et al., 1997).
Walter dan Suer dalam Ibrahim el al., (1998) mengatakan bahwa kultur in vitro yang
diberikan beberapa perlakuan radiasi telah mengasilkan bunga yang mengalami
mutasi baik pada warna, ukuran dan bentuk bunga. Larkin 1987 dalam Handayati el

al., (2001 mendapatkan keragaman sebesar 43% pada tanaman Begonia iisinalis
yang dicirikan dengan keragaman warna, ukuran dan bentuk bunga.
Pahan (1987) melakukan penelitian terhadap tanaman Petunia (Petunia

kybvida . Vilm) yang menunjukan bahwa kultur pucuk yang diradiasi dengan sinar
gamma dosis 0,2,4, 8, 16, dan 32 gy menghasilkan perbedaan pada warna.
Analisa keragaman suatu populasi dapat dilakukan baik secara morfologi,
biokimia ataupun molekuler. Secara morfologi pengamatan dapat dilakukan secara
langsung terhadap fenotip tanaman. Namun identifikasi tanaman berdasarkan fenotip
ini belum tentu dapat memberikan informasi genetik yang lengkap dari individu yang
diteliti karena karakter morfologi dipengaruhi oleh lingkungan sehingga perlu

didukung melalui penggunaan teknik biokimia dan teknik molekuler (Aswidinoor,
1991).
Secara biokimia, keragaman genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat
protein. Teknik yang sudah banyak digunakan, yaitu teknik elektroforesis untuk
penyidikan protein atau isoenzim yang turut aktif dalsun metabolisme, antara lain
esterase, peroksidase dan beberapa isoenzim lainnya (Glaszmann et al., 1988)
Teknik molekuler dapat memberikan gambaran yang cukup tinggi tentang
perbedaan genetik individu, haik pada tingkat species maupun dengan kerabat jauh.
Melchinger (1990) mengatakan bahwa penggunaan teknik molekuler dapat
memberikan informasi. yang akurat karena memberikan jumlah penanda yang tidak
terbatas, tidak dipengaruhi ole11 umur, kondisi fisiologi, jaringan dan lingkungan serta
hasil analisis diperoleh dalam waktu yang singkat.
Salah satu teknik molekuler yang digunakan untuk mendeteksi keragaman
genetik tingkat DNA adalah RAPD. Menurut Isabel et al., (1993) teknik RAPD
memiliki heberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya antara
lain tidak membutuhkan latar belakang genom, relatif mudah dilakukan, tidak
memerlukan urutan nukleotida specifik, tidak memerlukan waktu yang lama dan
biaya yang tinggi, dapat mendeteksi sebagian atau keseluruhan genom hanya dengan
menggunakan jumlah DNA yang sedikit.
Penggunaan teknik RAPD sudah berhasil untuk menganalisa keragaman
genetik beberapa tanaman diantaranya, Musa spp (Gimenez et al., 2001), Zea ?nays
(Beaumont et al., 1996), Glycine nznx (Doldi el al., 1997), Liliunl ZongiJlorurn
(Purwantoro et al., 1999)

1.2. Tujuan Penelitian

Mendapatkan keragaman tanaman gloxinia melalui radiasi sinar gamma dan
mengetahui keragaman genetiknya meldui analisa morfologi, biokimia dan
molekular.

1.3. Hipotesis

1. Radiasi sinar gamma dapat menciptakan keragaman genetik
2. Keragsunan genetik dapat dideteksi melalui analisa morfologi, isoenzim

atau RAPD.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Sistimatika Gloxinia
Gloxinia (Siningia speciosa var&fiana) termasuk dalarn famili Gesneriaceae
dan genus Siningia. Gloxinia berkerabat dekat dengal Sainlpaulia (african violet) dan
Espicia, yang sama-sama termasuk dalam famili Gesneriaceae. Gesneriaceae terdiri
dari 125 genus dan lebih dari 2000 species, namun dari jumlah tersebut baru kira-kira
300 species yang telah dibudidayakan. Species-species ini banyak ditemukan di
Amerika, Asia, Spanyol dan Afrika. Species-species tersebut banyak ditemukan pada
karang kapur, hutan hujan, dasar lautan dan pegunungan-pegunungan dengan
ketinggian lebih dari 15000 kaki (Burtt, 1967)
Gloxinia (Siningia speciosa var fifiana) termasuk dalam famili Gesneriaceae
dan genus Siningia. Gloxinia berkerabat dekat dengan Saintpaulia (african violet) dan
Espicia, yang sama-sama termasuk dalam famili Gesneriaceae. Siningia speciosa
pertama kali bernama Gloxinia speciosa. Pemberian nama ini oleh Concrad lodigso
seorang petani bunga berkebangsaan Inggris dalarn bukunya Botanical Cabinet
(1 817), hingga sekarang nama Gloxinia lebih dikenal dari nama botaninya. Siningia

speciosa mempunyai satu atau lebih batang daun yang berpasangan, helai daunnya
lebar dan sangat berbulu. Tanaman ini merupakan tanaman herba berbatang pendek
namurl ada jenis yang mempunyai tinggi satu kaki. Daun berbentuk bulat telur
dengan tepi bergerigi. Panjang daun pada jenis-jenis liar dapat mencapai 8 inci dan
lebar 6 inci sedangkan untuk jenis-jenis budidaya dapat melampaui ukuran tersebut.
Kedua sisi permukaan daun ditutupi oleh bulu-bulu kalus permukaan atas daun

berwarna hijau pucat dan urat daun berwarna agak putih. Siningia speciosa ada yang
tumbuh tegak dan ada yang mendatar, mempunyai umbi dengan akar muncul
disekelilingnya. Bunga berbentuk lonceng, berbulu halus dengan diameter 7.5 cm

-

15.0 cm, bermahkota tunggal dengan lebih dari lima atau ganda dengan banyak
cuping (Crockett, 1974).
2.2. Kultur Jaringan Tanaxiian
Konsep menumbuhkan tanaman dari sel-sel individu pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1902 oleh Haberlandt. Ia mencoba menumbuhkan sel-sel
daun dalam suatu larutan mineral yang sederhana (Drew, 1980). Sejak itu teknik
kultur jaringan terus berkembang. Prinsip kultur jaringan adalah teori totipotensi,
artinya sel hidup dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sempurna (Winata,
1988). Ekksplan yang ditanamkan pada media dalam lingkungan aseptik dapat tumbuh
langsung menjadi embrio atau membentuk kalus. Arah pertumbuhan ini dapat diatur
dengan menggunakan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tertentu (Harney,
1982).
2.2.1. Sumber eksplan
Menurut George dan Sherrington (1984) organ kecil atau sepotong jaringan
dari tanaman yang digunakan dalam kultur jaringan disebut eksplan. Secara teoritis
tiap-tiap sel yang diambil dari bagian tanaman akan mampu tumbuh menjadi tanaman
yang sempurna bila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai (Suryowinoto, 1976).
2.2.2. Media Tumbuh Kultur
Keberhasilan dalam metode kultur jaringan sangat tergantung pada media
yang digunakan. Kondisi media kultur jaringan terdiri dari komposisi media, sifat

fisik media dan lingkungan media. Komposisi media secara umum berbeda untuk
setiap tanaman, oleh karena itu banyak penelitian mengenai komposisi media secara
kimiawi yang sesuai dan tepat untuk perkembangan dan perkembangan kultur
jaringan tanaman tertentu. Perbedaan media-media tersebut terletak pada konsentrasi
bahan-bahan kimia penyusunnya. Media yang sering digunakan secara luas untuk
banyak jenis tanaman adalah media Murashige dan Skoog 1962 . Komposisi media
tersebut mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan
dengan komposisi media lainnya. Media Murashige dan Skoog 1962 ini sesuai untuk
kultur meristem, morfogenesis dan regerasi tananlan tanaman (Evans el al., 1981).
Komponen-komponen pokok dalam media kultur jaringan mencakup garamgaram organik, sumber karbon dan energi, vitamin serta zat pengatur tumbuh.
Komponen-komponen lain yang sering ditambahkan adalah bahan-bahan organik
dan komplek organik (Gamborg dan Shyluk, 1981). Pertumbuhan kultur jaringan dan
laju pembentukan tunas selama perbanyakan mikro juga dipengaruhi oleh sifat fisik
media. Sifat fisik media terdiri dari beberapa ha1 yaitu derajat kepadatan yang
tergantung dengan keasaman media dengan ukuran eksplan. Faktor lain yang juga
perlu diperbatikan adalah pH media agar supaya tidak mengganggu fungsi membran
sel dan pH dari sitoplasma (Winata, 1988). Diperkirakan bahwa pada pH antara 5.06.5 adalah baik bagi pertumbuhan tanaman dengan optimum kira-kira 6.0 sebab pada
pH yang terlalu rendah (kurang dari 4.5) dan pH yang terlalu tinggi (lebih dari 7)
pada umumnya dapat menghentikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman mikro
(Pierik, 1987).

2.2.3. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh
Dalam kultur jaringan ada dua kelompok zat pengatur tumbuh yang sangat
penting untuk mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel,
jaringan dan organ. Zat pengatur tumbuh tersebut adalah dari golongan auksin dan
sitokinin (Winata, 1988) .
Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan tergantung dari macam
jaringan yang digunakan sebagai eksplan, kandungan hormon endogen dan pola
pertumbuhan yang diinginkan (Bojwani dan Razdan, 1983). Menurut Winata (1988)
penambahan auksin atau sitokinin eksogen dalam media akan mengubah tingkatan zat
pengatur tumbuh endogen sel. Tingkatan zat pengatur tumbuh ini kemudian
nierupakan trigering faktor untuk proses-proses pertumbuhan d m morfogenesis.
Auksin dalam kultur jaringan berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel,
pembentukan kalus dan pembentukan akar. Secara alami beberapa

eksplan

memproduksi auksin dalam jumlah yang cukup, tetapi pada umumnya membutuhkan
tambahan dari luar. Penambahan auksin dalam jumlah besar cenderung menyebabkan
terbentuknya kalus dan menghambat regenerasi pucuk tanaman. Sitokinin merupakan
golongan zat pengatur tumbuh yang penting dalam pembelahan sel dalam j&ingan
yang dibuat eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas daun (Gamborg dan Shyluk,
1981).
Menurut Haramaki dan Murashige (1972) bahwa penurunan konsentrasi
NAA atau

peningkatan konsentrasi kinetin dapat meningkatkan jumlah tunas

gloxinia. Dengan pemberian kinetin hingga 30 ppm menghasilkan jumlah tunas ratarata per kultur 229.3 tunas. Jonson (1978) dengan menggunakan daun sebagai

eksplan, pemberian 0.3 dan 0.7 ppm kinetin yang dikombinasikan dengan 1.6 - 1.8
ppm IAA merangsang proliferasi tunas adventif gkoksinia dan memperoleh 1-10
tanaman per eksplan.

2.3. Keragaman genetik (Variasi somaklonal )
Studi keragaman genetik pada prinsipnya bertujuan untuk mengkaji komposisi
genetik individu di dalam atau antar populasi. Keragaman genetik dapat terjadi karena
adanya perubahan susunan sejumlah rantai nukleotida DNA.
Keraganlan genetik yang terjadi didalam kultur jaringan disebabkan jumlah
kromosom akibat fusi atau endomitosis, perubahan struktur kromosom akibat pindah
silang mitosislsomatik, perubahan gen dan perubahan sitoplasma (Evan dan Sharp,
1986)
Ada tiga cara untuk mendapatkan variasi somaklonal yaitu regenerasi
langsung maupun tidak langsung, kultur sel dan kultur protoplas. Variasi genetik
dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen pada eksplan baik secara fisik (radiasi)
maupun kimia (Wattimena dan Mattjik, 1992)
Secara umum faktor-faktor yang berpengamh terhadap terjadinya variasi
somaklonal adalah genotip, lingkungan kultur, sumber eksplan dan lama fase kalus
(Karp, 1995).
Dalam menginduksi variasi somaklonal, sumber eksplan merupakan bagian
yang sangat menentukan, karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi
variasi somaklonal. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan, maka akan
besar variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Keragaman genetik

juga dapat terjadi pada fase yang berdiferensiasi yang relatif panjang (Evans dan
Sharp, 1986).
Beberapa penelitian yang

bertujuan untuk mendapatkan keragaman

somaklonal telah dilakukan pada Petunia sp (Pahan, 1987), Gerbera (Prasetyorini,
1991), Mawar mini (Handayati., el al2001). Walter dan Suer dalarn Ibrahim (1998)
melaporkan bahwa kultur in vitro pada beberapa tanaman hias yang diberi perlakuan
radiasi telah menghasilkan bunga yang mengalami mutasi baik dari warna, ukuran
dan jumlah petal.
Variasi somaklonal pada dasamya terjadi akibat peristiwa mutasi, yaitu
perubahan suatu karakter yang diwariskan yang disebabkan oleh

herubahnya

pembawa sifat menurun baik pada tingkat DNA atau gen yang disebut mutasi titik,
maupun pada tingkat kromosom yang disebut mutasi kromosom (Crowder, 1997).
Mutasi titik adalah perubahan sekuen nukleotida pada gen yang
menghasilkan perubahan asam amino dan protein produk mutan

atau sebagai

perubahan satu bentuk alel ke bentuk alel lainnya dimana perubahan tersebut terjadi
dalam satu lokus kromosom (Hartana,l992; Suzuki,1993). Transisi adalah
penggantian satu basa purin dengan satu basa purin, atau penggantian satu basa
pirimidin dengan pirimidin. Transversi adalah penggantian satu basa pirimidin oleh
basa purin atau sebaliknya. Delesi adalah hilangnya

pasangan basa tertentu

sehingga terjadi susunan nukleotida yang berbeda. Inversi adalah terjadinya
perubahan orientasi susunan pasangan basa (Crowder, 1990)
Mutasi kromosom dapat terjadi karena perubahan jumlah kromosom atau
perubahan struktur kromosom. Perubahan struktur kromosom adalah perubahan

dimana jumlah kromosom tetap tetapi terjadi perubahan komposisi dan susunan
bahan kromosom, yaitu delesi, duplikasi, inversi dan translokasi. Perubahan jurnlah
kromosom adalah adanya penambahan atau pengurangan kromosom-kromosom
utuh atau satu set kromosom lengkap (genom), perubahan ini dapat menyebabkan
keragaman genetik yang akan nampak pada keragaman fenotipe sepert sifat
morfologi dan fisiologi (Crowder, 1990)
Mutasi dapat terjadi secara spontan dan dapat juga diinduksi dengan
menggunakan mutagen. Di alam mutasi akan selalu terjadi walaupun dalam frekwensi
yang rendah. Mutasi tersebut terjadi karena proses evolusi secara alami yang
berkaitan dengan faktor-faktor dialam, mutasi tersebut disebut dengan mutasi
spontan. Mutasi spontan Lunumnya akan terjadi disebabkan oleh kesalahan dalam
replikasi DNA, kerusakan pada DNA, dan perpindahan materi genetik seperti DNA
(Suzuki et al., 1993). Sedangkan mutasi buatan adalah mutasi yang terjadi karena
adanya unsur-unsur kesengajaan d m sering digunakan sebagai salah satu cara untuk
menimbulkan keragaman genetik. Penggunaan mutagen juga dapat menimbulkan
variasi somaklonal, dengan kata lain bahwa keragaman somaklonal tidak hanya
mengandalkan dari kultur secara spontan, namun bisa terjadi dengan adanya induksi
dari luar. Dalam ha1 ini adalah penggunaan mutagen baik secara kimia ataupun secara
fisik (Ismachin, 1988).

2.4. Morfogenesis menggunakau Radiasi
Istilah radiasi menunjukan keadaan fisika energi yang menembus ruang.
Perpindahan energi terjadi karena proses ionisasi dan eksitasi (Sponow, 1961). Tipe
radiasi sinar gamma dan kosmik menimbulkan pengaruh kimia karena eksitasi

elektron. Sinar- x merupakan peralihan antara sinar gamma dan ultra violet karena
mempunyai pengaruh ionisasi dan eksitasi (Grosch dan Hopwood, 1983).
Sinar gamma dan sinar-X adalah elektron magnetik, dimana protonnya akan
meresap kedalam materi dengan proses dimana sebagian atau seluruh proton
ditransfer ke energi kinetik suatu elektron. Elektron kemudian akan kehilangan
energinya karena berinteraksi dengan atom molekul materi dan melepaskan elektron
lain (Ismachin, 1988).
Brigggs dan Constantin (1977) melaporkan bahwa radiasi elektromagnetik
dapat meningkatkan keragaman genetik, karena pengaruh radiasi dapat menimbulkan
perubahan struktur gen, struktur kromosom ataupun jumlah kromosom
Meskipun dengan dosis yang sangat rendah kemungkinan terjadinya
pengaruh genetik yang berarti. Perubahan-perubahan yang kecil dalam komposisi
basa suatu DNA dapat mengakibatkan mutasi dan efek radiasi terhadap basa lebih
penting dan berperan secara langsung dalam proses mutasi gen, seperti terjadinya
substitusi,

penambahan

atau

hilangnya

basa

dalam

molekul

DNA.

(Djojosubagio,l988).
Radiasi dapat nlenginduksi perubahan struktur kromosom yaitu terjadinya
pematahan kromosom. Pada dosis yang rendah dapat menyebabkan terjadinya delesi,
seinakin tinggi akan menimbulkan duplikasi, inversi dan translokasi (Crowder,1997)
Efektifitas radiasi yang diberikan kepada tanaman d i p e n g m oleh faktor
lingkungan dan faktor biologi. Faktor lingkungan seperti oksigen, kadar air,
penyimpanan setelah penyinaran dan suhu, sedangkan faktor biologi adalah volume

inti dan kromosom interfase, serta faktor genetis yaitu adanya perbedaan kepekaan
terhadap radiasi (Ismachin, 1998)
Ibrahim et a1 (1998) telah melakukan aplikasi radiasi pada tanaman mawar
secara in vifro dengan dosis 25,50 dan 100 gy. Hasilnya menunjukan perbedaan yang
nyata terhadap pembentukan mata tunas. Sedangkan Mandal el a1 (2000), pemberian
perlakuan radiasi pada tunas krisan dengan dosis 1.5, 2.0 dan 2.5 krad telah
didapatkan hasil bahwa dengan radiasi 2.5 krad telah memperlihatkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain dimana 55% daun varigata dan 5%
lainnya mengalami mutasi.
Pada tanaman mawar mini varietas Romantica Meilandina yang diradiasi 1
sampai 10 krad bunga berubah dari warna pink menjadi warna putih. Untuk eksplan
Prince Meilandina yang diradiasi 1 sampai 8 krad dari merah tua berubah menjadi
merah agak muda (Handayati efal., 2001)

2.4. Teknik analisis Keragainan Genetik
Keragaman genetik dapat dianalisis secara morfologi, biokimia maupun
molekuler. Penanda morfologi adalah penanda yang diamati dengan mata telanjang,
seperti warna bunga, wama kulit biji, bentuk biji, wama bulu dan sebagainya.
Keuntungan dari penanda jenis ini adalah pengamatannya yang mudah, namun
demikian penanda ini memiliki kelemahan karena dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan mempunyai tingkat keragaman yang rendah (Tanskley et al., 1989).
Isozim dapat digunakan sebagai penanda

genetik untuk mempelajari

keanekaragaman antar individu dalam populasi serta mengidentifikasi varietas
(Cort et al., 2000).

Enzim adalah biokatalisator untuk proses-proses fisiologis yang penggandaan
dan pengaturannya dikontrol secara genetis. Isozim dapat digunakan sebagai penanda
genetik untuk mempelajari keanekaragaman antar individu dalam populasi serta
mengidentifikasi varietas (Cort et al., 2000). Isozim adalah ragam yang berbeda dari
enzim yang sama, tetapi memiliki mobilitas yang sama pada individu yang sama dan
memiliki mobilitas elektroforesis yang berbeda. Struktur isoenzim terdiri dari asamasam amino yang mengandung gugus karboksil dan gugus asam amino tertentu
Analisis isozim dapat dilakukan dengan cepat dan murah, serta telah banyak
digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman pada populasinya seluruh
tanaman. Penggunaan penanda isozim mempunyai keterbatasan karena isozim
merupakan ekspresi gen sedangkan umur tanaman berpengaruh terhadap pola pita
yang dihasilkan. Disamping itu polimorfisme yang dihasilkan sangat rendah sehingga
sulit untuk membedakan antar kultivar yang berkerabat dekat (Asin et al., 1995)
Adanya kemajuan di bidang biologi molekuler dan penemuan-penemuan
sarana pendukungnya telah memberikan sumbangan yang berarti bagi pcrnacuan
teknologi termasuk untuk keperluan analisis keragaman genetik pada tingkat molekul
DNA, sehingga menghasilkan penanda yang baru yang potensial antara lain

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), Amplified Fragment Length
(AFLP), dan Amnplified Polymorpl~icDNA (RAPD). Penanda-penanda
Polyr~zorphist~r
ini marnpu menghasilkan penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah yang
banyak dan akurat serta tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dapat mengidentifikasi
tanaman pada stadia awal pertumbuhan, dapat mengidentifikasi bahan persilangan
dalam jumlah banyak (Nienhuis el al., 1994)

Penanda RFLP dan AFLP dapat memberikan tingkat polimorfisme dan
stabilitas yang tinggi, namun demikian teknik ini memerlukan beberapa tahapan
pelaksanaan, biaya tinggi dan radioisotop (Lin et al., 1996). Sedangkan teknik RAPD
dapat dilakukan dengan teknik yang lebih sederhana dan lebih murah. Perbedaannya
terletak pada penggunaan primer oligonukleotida (dengan panjang 10 basa) yang
sekuennya dibuat secara random. Genom pada hampir setiap organisme tersusun dari
jutaan nukleotida, yang secara teorilis akan banyak yang memiliki sekuemya sama
dengan random oligonukleotida primer yang orientasinya berlawanan arah (inverted

orientation) dan yang hanya berjarak beberapa ratus atau ribu pasang basa antara satu
dengan yang lain yang akan dapat teramplifikasi dalam mesin PCR. Berbagai ukuran
potongan DNA hasil amplifikasi ini akan mudah dipisahkan berdasarkan ukurannya
dengan menggunakan teknik elektroforesis dan hasilnya dapat dilihat sebagai pitapita DNA dengan berbagai ukuran (Williams et al., 1990).
Elektroforesis menggunakan gel agarose atau poliakrilamid merupakan
metode standar untuk memisahkan dan mengidentifikasi fragmen DNA (Sanbrook et

aL, 1989). Konsentrasi fragmen DNA di dalam gel agarose maupun poliakrilamid
berkisar 1 - 10 ng dan dapat dilihat dengan transluminator (Sharp et aL, 1973 dalam
Sanbrook et al., 1989). Gel agarose umumnya digunakan untuk memisahkan molekul
molekul DNA yang berukuran 200 bp - 50 kb dengan konsentrasi gel 0,8 - 1,5 %.
Untuk isolasi, restriksi dan amplifikasi DNA, gel agarose lebih banyak diynakan
karena lebih mudah dalam persiapan dan pemantauan selama elektroforesis
berlangsung karena kedudukan gel tersebut adalah horizontal.

Di pilihnya RAPD untuk analisa keragaman genetik karena alasan sebagai
berikut : (1) tidak memerlukan latar belakang genom yang diteliti (2) primer yang
digunakan secara universal dapat digunakan untuk organisme prokariot, maupun
eukariot (3) mampu menghasilkan karakter yang relatif tidak terhatas jumlahnya, (4)
bahan-hahan yang digunakan relatif murah, (5) mudah dalam ha1 preparasi dan (6)
memberikan hasil lebih cepat dibandingkan dengan analisis keragaman molekuler
lainnya (Weeden et al., 1992 ;Weising et al., 1995)
Untuk keperluan keragaman genetik, teknik RAPD cukup potensial karena
mampu menghasilkan karakter yang tidak terbatas jumlahnya. Teknik ini telah
banyak digunakan untuk berbagai studi tanaman diantaranya Padi (Virh et aL, 1995)
Cannabis sativa (Faeti et al., 1996), Kelapa (Lengkong et al., 1998)

Liliurn

longiflorurn (Punvantoro et al., 1999) Nilam (Nuryani et al., 2000)
Menurut Hoelzel dan Green (1992) dan Weising et a1 (1995), bahwa adanya
hanyak faktor yang herpengaruh terhadap keberhasilan PCR, diantaranya adalah
komposisi dan konsentasi yang optimal dari pereaksi PCR, serta profil perputaran
panas dan jumlah siklus.
Pereaksi PCR yang digunakan untuk amplifikasi adalah catakan DNA, primer
oligonukleotida, enzirn Tag DNA polimerase, campuran empat prekusor
deoksiribonukleotida yaitu (dATP, dGTP, dCTP dan dTTP), ion Mg 2' dan bufer
reaksi. Optimasi konsentrasi cetakan DNA sangat penting untuk mendapatkan pola
RAPD yang haik. Untuk permulaan dapat dicoba DNA cetakan 5 - 500 ng dengan
menyertakan kontrol negatif (tanpa cetakan). Konsentrasi cetakan 10 - 50 ng per
50p1 volume reaksi biasanya optimal, walaupun kadang-kadang disarankan sampai

400 ng. Kemurnian cetakan DNA juga mempengaruhi hasil reaksi Weising et al.,
(1995).
Primer adalah rantai DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida yang
berperan sebagai pemula pada proses sintesis DNA dengan PCR. Primer yang umum
dipakai terdiri atas sepuluh atau lebih susunan nukleotida (oligonukleotida).
Konsentrasi primer 0,l - 2,O pM biasanya optimal. Konsentrasi primer yang lebih
tinggi dapat membuat kesalahan primer yaitu akumulasi produk non spesifik,
sedangkan konsentasi primer yang lebih rendab menghasilkan lebih rendah produk
yang diinginkan Hoezel dan Green (1992) d m Weising et aL, (1995).
Konsentrasi cetakan DNA dan Tag DNA polimerase dapat mempengaruhi
efisiensi amplifikasi. Kira-kira 100 ng DNA genomik biasanya sesuai, namun
demikian juga tergantung pada kwalitas DNA. Terlalu banyak DNA dapat
menghambat amplifikasi. Konsentrasi Tag DNA polimerase biasanya bervariasi dari
0,5

-

2,O unit per 50 p1 volume reaksi. Konsentrasi Tag yang terlalu sedikit akan

membatasi sejumlab produk, sedangkan terlalu banyak dapat menghasilkan produk
non spesifik yang tidak diinginkan.
Ketidakseimbangan campuran dNTP (konsentrasi s e l h basa nitrogen tidak
sama) akan mengurangi fungsi Tag DNA polimerase. Secara kwantitatif dNTP

,
banyak pengaturan konsentrasi dNTP memerlukan
mengikat M ~ ~ "sehingga
imbangan MgC12. Konsentrasi yang tinggi dapat memacu penggabungan yang salah

~ +
kofaktor penting dalam katalisis enzimatik
oleh polimerisasi. Ion M ~ merupakan
dari reaksi sintesis, sehingga konsentrasi yang sesuai mempercepat reaksi. Ion M ~ ~ +

juga berinteraksi dengan kelompok fosfat negatif dari dNTP yang cukup kuat, dimana
~ g ' ' menarik secara ionik terhadap PO; yang tersedia untuk meggiatkan kofaktor
enzimatik. Untuk itu konsentrasi ~ g ' +diperlukan lebih tinggi dari pada konsentrasi
dNTP. Konsentrasi optimal MgCl2 dapat bervariasi dari 0,5

-

5 rnM. Konsentrasi

bebas ~ g ' +tergantung pada konsentrasi campuran yang mengikat ion, meliputi
dNTP, pirophosphat bebas dan EDTA. Konsentrasi maksimal sekitar 6 rnM, diatas
level ini aktifitas Tag DNA polimerase cenderung turun (Hoezel dan Green, 1992;
Tingey e l a1.,1994).
Bufer reaksi PCR memegang peranan penting untuk keberhasilan proses
amplifikasi. Bufer reaksi untuk PCR meliputi Tris -HC1 dengan konsentrasi sampai
10 - 50 mM, lamtan KC1 dengan konsentrasi sampai 50 mM yang berguna untuk
membantu proses penempelan primer, sedangkan detergen ionik dengan konsentrasi
0,05 - 0,1% untuk membantu kestabilan enzim dan mencegah penguapan (Weising el
aL, 1995).
Satu siklus PCR terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pemisahan utas ganda
(denaturasi), tahap penelnpelan primer (annealing), dan tahap pemanjangan
(extention). Pada tahap denaturasi, rantai utas ganda DNA akan terpisah secara
sempurna dan menghasilkan utas tunggal yang merupakan cetakan bagi pembentukan
utas baru DNA. Penyebab kegagalan PCR yang paling m u m adalah proses
denaturasi yang tidak sempurna dari cetakan DNA (Innis dan Gelfand, 1990 dalam
Handoyo et al., 2000). DNA utas ganda pada umumnya terdenaturasi sempurna pada
suhu 94OC - 95 OC.

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menempel pada DNA
pita tunggal yang komplemen dengan urutan nukleotida dari primer. Pada tahap ini
suhu dan lamanya waktu annealing bergantung pada komposisi, panjang dan
konsentrasi primer. Menurut Weising el a1 (1995) bahwa suhu annealing dipengaruhi
oleh panjang primer dan persentase GIC dalam primer serta konsentrasi garam larutan
penyangga (buffer). Annealing hanya memerlukan waktu beberapa detik, biasanya
berkisar 30 detik sampai 2 menit sudah cukup. Pemilihan suhu annealing ini
merupakan faktor penting, jika suhu terlalu tinggi, annealing tidak terjadi, jika suhu
terlalu rendah, annealing non spesifik &an meningkat.
Perpanjangan primer secara normal terjadi pada 72OC, sebagai suhu optimum
Tag DNA polimerisasi. Waktu perpanjangan primer tergantung pada panjang dan
sekuen target. Estimasi dari tingkat Tag DNA polimerisasi bervariasi dari 35 - 100
nukleotida per detik, tergantung pada komposisi buffer dan cetakan. Sebagai patokan,
1 menit per kb kemungkinan sudah cukup produk yang lebih besar dari 2 kb jarang
memerlukan lebih dari satu menit dan produk yang melebihi 5 kb memerlukan waktu
perpanjangan yang lebih lama Weising et a1 (1995).
Jumlah siklus yang diperlukan tergantung cetakan. Untuk percobaan RAPD
biasanya sebanyak 45 siklus, namun demikian beberapa studi ada yang
merekomendasikan sebanyak 35 siklus. Sesudah siklus terakhir,

periode

perpanjangan primer biasanya diperpanjang selama 5 - 10 menit untuk meyakinkan
bahwa semua cetakan DNA yang ditempeli telah terpolimerisasi secara penuh.

111. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat penelitian:

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen
Budi Daya Pertanian dan laboratorium Biologi Molekuler Tumbuhan Bioteknologi
IPB Bogor.
3.2. Bahan dan Alat Percobaan

Bahan
Tanaman berasal dari laboratorium Bioteknologi tanaman yang dikulturkan
pada media Murashige dan Skoog (1962 ) tanpa hormon selama 6 minggu. Eksplan
yang digunakan daun dan mata tunas. Bahan kimia terdiri dari media Murashige dan
Skoog (1962) (Tabel lampiran I), alkohol 70%, spirtus, agar powder, bahan-bahan
analisis isoenzim yaitu L- asam askorbat, L-sistein, Triton-X-100, PVP-40, NazHP04,
L-Histidin monohidrat, asam sitrat monohidrat, tris hidroksimetil aminometan, gel
pati, parafin, larutan pewarna (Tabel lampiran 2) dan bahan-bahan untuk pereaksi
PCR yang terdiri dari asetil trimetil amonium bromida (CTAB) lo%, Tris-HC1 1M
pH 8, NaCl 5M, larutan etilen diamin tetra asetat (EDTA) 0,5 M pH buffer ekstraksi
Orosco-Castillo et a1 (1994) (Tabel lampiran 3), kloroform : isoamil alkohol (24:1),
larutan tris-HC1 : EDTA (TE) (Tabel lampiran 3), polivinil polipirilidon (PVPP),
nirogen cair, etanol 70%, etanol absolut, isopropanol dingin, markaptoetanol,
aquades, loading buffer (Tabel lampiran 3), agarosa, larutan Tris-HC1 : asam asetat :
EDTA (TAE) 50X (Tabel lampiran 3), etidium bromida, 30 primer 10 mer (operon

almaeda Tech), larutan buffer primer, enzim Taq DNA polimerase (Promega), larutan
stok dNTPs, larutan ion ~ ~ 2 + .
Bahan tanaman yang digunakan untuk diaklimatisasi adalah tanaman yang
berasal dari percobaan mutasi. Bahan media yang digunakan adalah arang sekam padi
dan tanah, pot plastik dengan diameter 15 cm .
Alat
Alat yang digunakan adalah larninar air flow, autoklaf, PCR ThermolyneAmplitron, kamera polaroid 665, translurninator T 2201, sentrifuge high sonic Sorvall
RC-55 Dupont, sentrzfuge high sonic MR 1812, inkubator, neraca analitik (4 desimal)
sartorius, oven, spektrofometer Beckrnan DU 650, pengocok Thermolyne tipe 16700,
microwave National, penangas air, pipet mikro, Ependorf (0.5-10p1, 10-100p1, 1001000 pl), pipet Mohr (Iml, 2m1, 5m1, lOml), pipet tetes, tips eppendorf, mortar, pH
meter, erlen meyer, gelas ukur, gelas piala, spatula, pinset skalpel, lampu spiritus dan
corong.

3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu 1) studi regenerasi tanaman dan 2)
induksi keragaman genetik melalui radiasi sinar gamma dengan sumber radiasi adalah
'37

CS.

3.3.1. Percobaan I. Studi regenerasi tanaman
Percobaan ini disusun dengan Rancangan Acak Lengkap 1 faktor dengan 7
taraf yaitu BAP : 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0 mgll yang ditambahkan pada media

MS + Vitamin + 0,1 mg/l IAA, dimana setiap perlakuan terdiri dari 10 botol kultur,

setiap botol terdiri dari 1 daun. Eklsplan yang digunakan adalah daun in vitro. Peubah
yang diamati adalah waktu tumbuhnya kalus, bentuk dam, tinggi plantlet, jumlah
daun . Media optimum akan dipakai untuk regenerasi eksplan yang diradiasi.

3.3.2. Percobaan 11. Induksi Mutasi
Radiasi dilakukan di Laboratorium Radiobiologi Bioteknologi IPB dengan
menggunakan Irradiator Gammacell. Eksplan yang dipakai adalah daun dan tunas
samping masing-masing dengan dosis 0, 10, 20, 30 gy. Pada eksplan daun setiap
perlakuan diulang 10 kali, dimana setiap ulangan terdapat 1 eksplan. Sedangkan pada
eksplan tunas samping terdiri dari 10 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 3
eksplan. Pada eksplan daun media yang digunakan adalah media optimum regenerasi
sedangkan pada eksplan tunas samping adalah Murashige dan Skoog (1 962) tanpa
hormon. Keduanya menggunakan rancangan acak lengkap dan merupakan percobaan
yang terpisah. Tanaman dikulturkan pada suhu 27'C dan intensitas cahaya 1000 lux
dengan lama penyinaran 24 jam per hari. Peubah yang diamati adalah bentuk dam,
tinggi plantlet, warna daun, jumlah daun, jumlah akar terhadap 20 klon pada masingmasing perlakuan yang diambil secara acak.

3.3.3. AKLIMATISASI
Penelitian dilakukan di rumah kaca kebun percobaan IPB Pasir Sarongge
Cipanas. Tanaman yang digunakan adalah tanaman yang berasal dari piantlet pada
percobaan mutasi. Setiap perlakuan ditanam 20 klon dimana masing-masing klon
terdiri dari 3 tanaman sehingga jumlah keseluruhan 117 klon tanaman hasil radiasi
dan 3 tanaman kontrol. Media yang digunakan adalah arang sekam padi dengan
tanah dengan perbandingan 1:1. Setiap pot dengan diameter 15 cm ditanam 1 klon

dengan 3 tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan peubah tinggi
lanaman, jumlah daun, lebar daun dan munculnya bunga.

3.3.4. ANALISIS ISOENZIM
Enzim yang akan dianalisis adalah enzim peroksidase (PER) dan esterase
(EST).

Bahan tanaman yang digunakan adalah daun dari kultur in vitro yang

berumur 6 minggu dari seluruh klon yang diperoleh. Analisa pola pita isoenzim dan
pewarnaan dilakukan menurut metoda Soltis et aL, (1992) .

3.3.4.1. Pembuatan bufer pengekstrak
Bufer ekstrak dibuat dari carnpuran 10 mM L- asain askorbat 0,07 gram, 40
mM L-sistein 0,1939 gram, Triton-X-100 0,12 ml , PVP

-

40 sebanyak 0,25 gram

dan 0,lM NA2HP04.H20 dan ditambahkan akuades sampai volume 100 ml pada pH
7.0. Larutan sebanyak untuk 40 ml.

3.3.4.2. Pembuatan bufer gel
Bufer gel terdiri dari 5mM L-Histidim monohidrat 1,040 gram yang
dilarutkan dengan akuades sampai volume 11 dengan pH 6.0.

3.3.4.3. Pembuatan bltfer elektroda
50 mM asanl sitrat monohidrat 10,55 gram dan 150mM tris hidroksimetil
aminometan 18,16 gram dilarutkan dalam aquades sampai volume larutan 11 dengan
pH 6.0

3.3.4.4. Pembuatan gel pati
Gel pati kentang dengan konsentrasi 10% dari total larutan buffer gel. Pati
dicampur dengan sepertiga bagian buffer gel, dan yang duapertiga bagian lagi
dimasak lebih dulu dengan memakai erlen meyer dalam microwive sampai mendidih.

Setelah matang diangkat lalu dicampurkan dengan carnpuran pati dan kemudian
dimasak lagi sampai kelihatan bening lalu divakum gelembung udara dalam gel
habis. Selanjutnya gel secepatnya dituang pada cetakan yang terlebih dahulu telah
diolesi parafin cair dan lubang pada kaki cetakan ditutup dengan selotip. Sesudah gel
dingin, ditutup dengan plastik yang telah diolesi dengan parafin. Gel disinipan pada
suhu 5 - 10°C
3.3.4.5. Ektraksi enzim
Daun segar 200 mg digunting halus ke dalam setiap mortar yang telah berisi
pasir kuarsa, dengan menambahkan bufer ekstrak 0,5 ml, lalu digerus sampai halus.
Cairannya diserap dengan kertas saring Whatman 0,5 x 0,5 cm dan disisipkan pada
potongan gel dalam cetakan. Pada salah satu lubang contoh yang paling pinggir
disisipkan kertas saring yang telah diberi indikator mobilitas elektroforesis
(bromphenol biru).
3.3.4.6. Elektroforesis
Cetakan yang sudah siap dimasuk ke dalam tray yang telah berisi bufer
elektroda. Sebelum dimasukkan selotip pada kaki cetakan dilepas, dan kaki cetakan
harus terendam dalam lamtan bufer elektroda lalu diletakkan dalam lemari es pada
suhu 5 - 10°C. Selanjutnya diawal elektroforesis selama 30 menit pada 100 volt dan
elektroforesis tetap pada 150 volt selama 3-4 jam sampai indikator melewati jarak 9
cm.
3.3.4.7. Pembuatan Larutan pewarna
Larutan pewarna dibuat spesifik untuk isoenzim tertentu. Komposisi larutan
pewarna disajikan pada (Tabel lampiran 2). Larutan p e w m a dibuat setengah jam

sebelum elektroforesis selesai. Setelah pewarnaan selesai pola pita isoenzim
digambar diatas kertas grafik, kemudian difoto dengan lembaran gelnya.

3.3.5. Analisa RAPD
3.3.5.1. Isolasi DNA
Metode ekstraksi dilakukan menurut metode Orosco Castillo et al., ( 1994).
Sebanyak 0,3 g daun muda dimasukkan ke dalam mortar porselein ditambahkan
nitrogen cair ke dalamnya kemudian digerus dan ditambahkan PPVP sebanyak 0,02 g
ke dalam gerusan. Penggerusan dilanjutkan hingga daun menjadi bubuk halus,
kemudian secepatnya dimasukkan ke dalam buffer ekstraksi. Buffer dan bubuk halus
dikocok dan divortex selama beberapa menit. Campuran diinkubasi pada suhu 65OC
selanla 30 menit dalani penangas air dan setiap 10 menit sekali dikocok perlahan.
Selanjutnya campuran didinginkan pada suhu ruang.
Isolasi DNA dilakukan dengan pemberian larutan TE sebanyak 500p1 ke
dalam pelet perlahan-lahan sehingga pelet larut. Kemudian ditambahkan RNAse
sebanyak 10pl. Larutan diinkubasi pada 37OC selama ljam dalam penangas air.
Setelah itu ditambahkan natrium asetat pH 5,2 sebanyak 50p1 dan etanol absolut
dingin sebanyak 1 ml, di dikocok secara perlahan sehingga terbentuk benang-benang
DNA dan disimpan pada suhu -20°C selama 30 menit. Campuran disentrifusi pada
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Fase cair dibuang, pelet DNA dicuci dengan
etanol 70% ding