Deteksi keragaman salak (salacca zalacca ) varietas pondoh dan non pondoh melalui analisis rapd-pcr

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh : TRIPURNAMI CANDRADEWI H0106109 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

ii

DETEKSI KERAGAMAN SALAK (Salacca zalacca ) VARIETAS PONDOH DAN NON PONDOH MELALUI ANALISIS RAPD-PCR

yang dipersiapkan dan disusun oleh TRIPURNAMI CANDRADEWI

H 0106109

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal, Oktober 2012 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS NIP. 19540805 198103 2 002

Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP

NIP. 19480426 197609 1 001

Dr. Ir. Pardono, MS NIP. 19550806 198303 1 003

Surakarta, Oktober 2012 Universitas Sebelas Maret Surakarta FakultasPertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS

NIP. 19560225 198601 1 001

commit to user

iii

Berilmu, Ilmu adalah hiasan, Keutamaan dan bertanda segala pujian Dalam setiap hari berusahalah selalu bertambah dalam penguasaan ilmu Dan menyelamlah ke dalam lautan ilmu (HR. Muhammad Ibnul Hasan bin Abdullah)

Karya kecil ini Kupersembahkan untuk :

Ayah dan Ibu Serta Adikku Tercinta dan seluruh Keluarga Dan rekan – rekan serta orang terdekatku yang banyak membantu

commit to user

iv

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 31 Maret 1988 sebagai anak Pertama dari Tiga bersaudara dari Bapak Prawoto, Spd dan Ibu Sri Indriyastuti, BA. Penulis adalah seorang muslim dan lahir dari orang tua dengan latar pendidikan Pegawai Negeri. Penulis tinggal bersama kedua orang tua di Jabungan (21/09), Gondang, Kebonarum, Klaten dari tahun 1993 sampai sekarang.

Pendidikan Dasar sampai perguruan tinggi, diselesaikan penulis di kota Klaten dan Surakarta, Jawa Tengah. Tahun 1993 penulis pernah sekolah di TK Pertiwi 1 Boyolali pada tingkat A dan melanjutkan ke tingkat B di TK Pertiwi 1 Sumberejo, Klaten selatan. Pada tahun 1993-1994 penulis telah menyelesaikan pendidikan TK. Tahun 1995-1996 penulis pernah mengikuti Taman Pendidikan Al‟ Quran “ AL- FIRDAUS ”. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 1

Sumberejo, Klaten selatan. Kemudian tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Lanjutan Pertama di SMP Negeri 3 Klaten dan Pendidikan Lanjutan Atas tahun 2006 di SMA Negeri 2 Klaten. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Agustus 2006. Selama mengeyam pendidikan di Fakultas Pertanian Penulis aktif dalam kegiatan rohani Mahasiswa sebagai pengurus FUSI tahun 2007/2008 dan penulis menjadi anggota tetap Himpunan Mahasiwa Agronomi (HIMAGRON). Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitian OSMARU tahun 2007. Pada tahun 2008/2009 penulis pernah mengikuti kegiatan MAGANG mahasiswa di CV. NURSERY, Prambanan.

Pada tahun 2012 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dari Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sekarang dikenal sebagai Universitas Negeri Solo.

commit to user

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan ridho- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Deteksi Keragaman

Salak (Salacca Zalacca ) Varietas Pondoh dan Non Pondoh Melalui Analisis

RAPD-PCR ”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini adalah sebagian dari penelitian Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi yang telah memfasilitasi penelitian ini, atas segala bimbingan, bantuan, evaluasi, saran dan ilmu yang telah diberikan serta pengarahan demi lebih baiknya skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping Skripsi, yang telah memberikan bimbingan, masukan maupun pengarahan.

4. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Dosen Pembahas dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan dan pengarahan.

5. Bapak Ibu dosen serta karyawan-karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Pak Ahmad himawan pemilik CV Agrobiotech yang telah memfasilitasi segala kegiatan yang berkaitan dengan penelitian.

7. Ayah dan ibu tercinta (maaf sampai saat ini hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa saya berikan untuk membalas semua yang telah kalian berikan), serta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

commit to user

vi

memberikan bantuan, masukan, semangat, doa dan dukungan selama penelitian.

9. Rekan-rekan angkatan 2006 Fakultas Pertanian UNS (IMAGO „06) dan segenap pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Demikian, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

commit to user

ix

Nomor Judul Halaman

1 Varietas salak yang dilepas dari beberapa wilayah Indonesia ...........

2 Jenis primer dan urutan nukleotida penyusunnya ..............................

27

commit to user

1 Prinsip amplifikasi fragmen DNA dengan mesin PCR .......... ...............

16

2 Profil hasil uji kualitas tujuh sampel daun salak hasil metode CTAB (Pondoh Super, Pondoh Lawu, Pondoh Hijau, Gading, Kembang arum, Manggala, dan Lumut) dengan penanda marker DNA 1 kb .......

33

3 Profil hasil uji kualitas isolat DNA empat sampel daun salak dengan metode CTAB (salak Kecandran, Banjar, pondoh Madu, dan pondoh Hitam dengan marker 1 kb .....................................................................

34

4 Hasil uji kualitas DNA salak (Saratan, Bejalen, Nglumut, Pondoh lawu, pondoh Madu, dan Kecandran) dengan metode Plant Kit menggunakan penanda marker 1 kb (250-10000 pb)............................

35

5 Hasil uji kualitas tujuh sampel DNA salak (pondoh Hitam, pondoh Lawu, Nglumut, Bejalen, pondoh Super, Kecandran, dan Gading) dengan metode Plant Kit .........................................................................

36

6 Hasil uji seleksi primer OPA-11, OPA-17, OPA-16, OPX-17, OPX-

15, dan OPA-18 ......................................................................................

37

7 Hasil amplifikasi PCR varietas salak (Kembang arum, Manggala, dan Kecandran) dengan primer OPA-11 menghasilkan tiga pita monomorfik ............................................................................................

38

8 Hasil amplifikasi PCR isolat DNA salak (pondoh Madu, pondoh Hitam, dan Kembang arum) dengan primer OPA-16 yang tidak berhasil amplifikasi .................................................................................

40

9 Hasil amplifikasi DNA dua puluh dua kultivar S. zalacca menggunakan primer OPA-11............................................................ ....

41

10 Hasil amplifikasi dua puluh dua kultivar salak dengan pasangan basa terendah 100 pb.......................................................................................

42

11 Hasil amplifikasi lima belas kultivar salak dari hasil seleksi dua puluh dua kultivar yang berhasil amplifikasi.............................................

43

commit to user

13 Pola pita no. 3 dan no. 4 mempunyai kesamaan pola pita yang terletak antara 100 pb - 400 pb pada kultivar Kediri dan pondoh Hitam.....................................................................................................

44

14 Pola pita no. 5, no. 8, no. 10, dan no.12 pada kultivar pondoh Madu, Thailand, Bejalen, dan pondoh Lawu yang terletak 300 pb - 600 pb. ...

45

15 Pola pita no. 9 dan no. 11 pada kultivar Banjar dan Kecandran terletak

300 pb - 600 pb mempunyai kesamaan pola pita................................... 46

16 Pola pita yang berkerabat jauh dijumpai pada kultivar Gula pasir, Madura, Merah, Suaru, dan Tasik........................................................... 47

commit to user

Lampiran 1. Foto Sampel daun salak bahan ekstraksi.....................................

54

Lampiran 2. Foto Hasil ektraksi DNA ............................................................

55

Lampiran 3. Alat ektraksi DNA dengan metode CTAB .................................

57

Lampiran 4. Alat dan bahan ekstraksi dan elektroforesis DNA dengan

metode Plant Kit .........................................................................

59

Lampiran 5. Identifikasi terjemahan pola dan jumlah pita lima belas

kultivar salak. ................................................................................

61

Lampiran 6. Data Biner matrik pola pita terjemahan berdasar pasangan basa

66

Lampiran 7. Foto tanamna salak dan sampel buah salak. ...............................

66

commit to user

xiii

Tripurnami Candradewi

H 0106109

RINGKASAN

Salak (Salacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai keragaman jenis dan berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai

salah satu produk ekspor. Informasi tentang keragaman genetik salak masih

sangat kurang, sehingga perlu adanya pengujian dan penelitian dengan metode RAPD - PCR. Penanda RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman tanaman salak pondoh dan salak non pondoh. Tujuan lain yaitu mengetahui apakah terdapat hubungan kekerabatan kultivar tanaman salak pondoh dan salak non pondoh berdasarkan penanda RAPD.

Penelitian ini sebagai bagian dari penelitian Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS pada tahun 2012. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2012 bertempat di CV. Agribiotech Jl. Jambon No. 605 Gang Batan Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, dan Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan dengan

dua metode isolasi DNA yaitu metode CTAB dan Dinamid Plant Kit, kemudian DNA hasil isolasi diuji secara kualitatif dengan elektroforesis gel agarose. Hasil isolat berkualitas baik diamplifikasi dengan penanda RAPD-PCR, hasilnya kemudian di running dengan elektroforesis gel agarose. Selanjutnya hasil elektroforesis diamati dibawah sinar ultraviolet agar dapat didokumentasikan melalui kamera makro. Dari dua puluh dua kultivar salak baik non pondoh dan pondoh hanya lima belas kultivar yang berhasil amplifikasi dengan primer OPA-

11 dan susunan pola pita polimorfik antara 100 pb – 600 pb. Hasil penelitian menunjukkan hubungan kekerabatan antara kultivar salak pondoh dan salak non pondoh berdasarkan penanda RAPD.

commit to user

xiv

Tripurnami Candradewi

H 0106109

SUMMARY

Salak (Salacca zalacca) is Indonesia native fruit crop, which has several kinds of variety and has high potential to be developed as one of the export commodity. For developing the crop, genetic information is necessary (still limited untill now) through RAPD - PCR testing and research methods. RAPD marker is one of the molecular markers that can be used to study the genetic diversity of annual plants. The research aims is to determine the genetic variability of salak pondoh and non pondoh. The other aim of the research is to determine the trait relationship of two salak kinds as mention above by RAPD markers.

The study as apart of result of nandariyah research in 2012 years. The study was conducted from April to May 2012 held at CV. Agribiotech Jl. No. Jambon. 605 Gang Jatimulyo Batan, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, and at Plant Physiology and Biotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret, Surakarta. The research was conducted by two kinds method of DNA isolation there are CATB and Dinamid Plant Kid method. The quality of isolation product then to be test by gel agarose electrophoresis. High quality isolate then amplified by RAPD-PCR marker, the result then running by gel agarose electrophoresis and observed under ultraviolet ray for documentating through micro camera. Among twenty two salak cultivars (pondoh and non) just fifteen cultivars succeeded amplifical by OPA-11 primer with polymorphic banding pattern between 100 bp – 600 bp.

The result of research showed based on RAPD marker the relationship between salak pondoh and non pondoh cultivars.

commit to user

VARIABILITY THROUGH RAPD-PCR ANALYSIS

Nandariyah 1) Tripurnami Candradewi 2)

H 0106109

ABSTRACT

Salak (Salacca zalacca) is Indonesia native fruit crop, which has several kinds of variety and has high potential to be developed as one of the export commodity. For developing the crop, genetic information is necessary (still limited untill now) through RAPD - PCR testing and research methods. RAPD marker is one of the molecular markers that can be used to study the genetic diversity of annual plants. The research aims is to determine the genetic variability of salak pondoh and non pondoh. The other aim of the research is to determine the trait relationship of two salak kinds as mention above by RAPD markers.

The study as apart of result of nandariyah research in 2012 years. The study was conducted from April to May 2012 held at CV. Agribiotech Jl. No. Jambon. 605 Gang Jatimulyo Batan, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, and at Plant Physiology and Biotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret, Surakarta. The research was conducted by two kinds method of DNA isolation there are CATB and Dinamid Plant Kid method. The quality of isolation product then to be test by gel agarose electrophoresis. High quality isolate then amplified by RAPD-PCR marker, the result then running by gel agarose electrophoresis and observed under ultraviolet ray for documentating through micro camera. Among twenty two salak cultivars (pondoh and non) just fifteen cultivars succeeded amplifical by OPA-11 primer with polymorphic banding pattern between 100 bp – 600 bp.

The result of research showed based on RAPD marker the relationship between salak pondoh and non pondoh cultivars.

Keywords: genetic diversity, Pondoh and non pondoh salak, RAPD-PCR marker

1) Study as part of a research project leading Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS 2) The researcher is a student of the Faculty of Agriculture, University of March under the guidance of Prof. Surakarta. Dr. Ir. Nandariyah, and Prof MS. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salak (Salacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai salah satu produk ekspor ke pasar internasional. Buah salak merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati oleh masyarakat Jepang, Amerika, dan Eropa. Akan tetapi untuk memenuhi standar kualitas produksi buah, kultivar salak di Indonesia seharusnya diperbaiki melalui program pemuliaan yang menyeluruh. Banyak aspek tanaman salak yang harus diteliti lagi, antara lain penelitian fisiologi dan bioteknologi untuk mendukung program pemuliaan tanaman.

Salak pondoh merupakan buah yang sangat populer di Yogyakarta, bahkan menjadi ciri khas daerah tersebut. Salak pondoh memiliki bermacam- macam varietas seperti salak pondoh super, salak pondoh hijau, salak pondoh hitam, dan salak pondoh madu. Salak pondoh merupakan salah satu jenis salak yang mengalami peningkatan produksi. Kelebihan salak pondoh antara lain rasa buah yang manis meskipun belum matang, memiliki kandungan air cukup, berbuah sepanjang tahun, masa simpan buah lebih dari 20 hari, bila dimakan dalam jumlah banyak tidak menimbulkan rasa tidak enak di perut, dan harga jual relatif tinggi (Purnomo, 2001). Selain itu di Indonesia khususnya di Jawa dan di Bali terdapat juga varietas lokal non pondoh seperti Salak Lawu (Matesih, Karanganyar), Salak Saratan (Magelang), Salak Nglumut (Magelang), Salak Kecandran (Salatiga), Salak Bejalen (Ambarawa), Salak Manggala (Sleman), Salak Gading (Sleman), Salak Kediri, Salak Banjarnegara, Salak Gula pasir, Salak Kelapa bali (Bali) dan Salak Kembang Arum (Sleman) yang kesemuanya merupakan sumber keragaman genetik tanaman salak.

Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan tanaman salak di Indonesia diantaranya: pengelolaan dan teknik budidaya yang masih tradisional, keterbatasan informasi kultivar-kultivar yang mempunyai sifat

commit to user

sejauh ini masih terbatas pada sifat-sifat morfologis yang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dan belum ada eksplorasi dan penggalian informasi genetik yang menyeluruh dari seluruh potensi plasma nutfah tanaman salak.

Hingga saat ini informasi genetik salak masih sangat terbatas, hal ini menjadi salah satu kendala dalam usaha pemuliaan dan pengembangan salak unggul. Pemberian nama dan pengelompokan tanaman salak sampai saat ini umumnya masih didasarkan pada sifat yang masih tradisional. Pengetahuan tentang keragaman genetik sebenarnya merupakan modal dasar bagi para ahli pemuliaan dan genetika populasi dalam pengembangan dan perbaikan tanaman, terutama sebagai langkah awal seleksi tanaman (Thorman and Osborn, 1992). Langkah ini penting terutama untuk membedakan individu dalam spesies serta identifikasi genotip secara tepat dan identifikasi gen-gen yang berpotensi sebagai pembawa karakter unggul.

B. Perumusan Masalah

Salak merupakan tanaman asli Indonesia, buah banyak digemari masyarakat karena rasa manis, renyah dan kandungan gizi yang tinggi. Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak mempunyai potensi yang cukup besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan kompetitif. Salak Pondoh merupakan komoditas unggulan dan perlu untuk ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya. Meskipun salak lokal non Pondoh kurang diminati konsumen bukan berarti keberadaannya tidak penting untuk pemuliaan tanaman.

Keragaman varietas akan terus berkembang sejalan dengan sistem perkembangbiakan salak secara kawin silang dan penggunaan biji sebagai bahan tanaman. Namun informasi tentang keragaman genetik salak masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pengujian dan penelitian dengan metode RAPD-PCR yang merupakan tahap awal di mulainya rekayasa genetika tanaman. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk

commit to user

teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Teknik RAPD mampu menghasilkan potongan DNA hasil pelipat gandaan dalam jumlah yang tak terbatas dan setiap potongan dapat diperlakukan sebagai karakter untuk keperluan analisis. Penanda RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman tahunan. Salah satu contohnya mendeteksi kesalahan pengelompokan varietas dan kultivar (Novey et.al, 1994). Berdasarkan uraian di atas, diteliti bermaksud menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keragaman tanaman Salak varietas salak pondoh dan non pondoh melaui analisis RAPD-PCR?

2. Bagaimana hubungan kekerabatan tanaman Salak varietas salak pondoh dan non pondoh melalui analisis RAPD?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui keragaman jenis tanaman Salak pondoh dan non pondoh pada kultivar masing-masing.

2. Mengetahui apakah terdapat hubungan kekerabatan kultivar tanaman salak pondoh dan non pondoh berdasarkan penanda RAPD.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat yaitu:

1. Memastikan/menentukan tingkat keragaman dan kekerabatan kultivar salak pondoh maupun non pondoh.

2. Bagi peneliti dapat mengenal lebih dalam keragaman kultivar salak melalui teknik penanda molekuler RAPD-PCR

3. Bagi petani dapat dimanfaatkan untuk menentukan kultivar unggul yang dapat dibudidayakan di daerah setempat.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

A. Salak (Salacca zalacca)

: Salacca zalacca

2. Morfologi

Bentuk morfologi tanaman salak sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, tanah, dan topografi yang saling terkait, sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis. Dalam beradaptasi dengan lingkungan yang tidak sesuai, maka tanaman salak akan melakukan beberapa perubahan baik fisiologi maupun morfologi. Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Dalam bahasa Inggris disebut snake fruit, karena kulit buah mirip dengan sisik ular. Salak termasuk palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak, melata dan beranak banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat.

Batang tanaman salak tumbuh tidak seperti layaknya tanaman pepohonan lain, yaitu relatif pendek dan baru terlihat jelas setelah berumur lebih kurang 20 tahun (Padmosudarso, 2000, dalam Nandariyah, 2007). Pada ukuran 50-75 cm, batang akan rebah secara alami. Pada batang bagian bawah akan tumbuh akar-akar dan tunas baru.

commit to user

bercabang, dan diameter 10-15 cm. Daun salak berbentuk pinnate atau berupa sisir terdiri atas pelepah, tangkai, dan helaian anak daun yang tersusun menyirip, tangkai daun tertutup oleh duri tajam (Ashari, 1995). Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m, tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin. Bagian bawah dan tepi tangkai berduri tajam, ukuran dan warna daun tergantung varietas (Anonim, 1992).

Salak umumnya berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula- mula tertutup oleh seludang yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Bunga kecil muncul di ketiak pelepah, mekar selama 1-3 hari. Ketika masih muda diselubungi seludang yang berbentuk perahu simetri radial. Mempunyai tiga daun kelopak dan tiga daun mahkota, kadang-kadang struktur kelopak dan mahkota tidak dapat dibedakan. Kuntum bunga dibedakan menjadi kuntum besar dan kecil. Keduanya bersatu dalam satu dasar bunga yang memiliki putik dengan satu bakal biji. Bunga jantan, terdiri atas stamen, banyak, rapat, panjang, tersusun seperti genteng, simetri radial.

Bunga mempunyai mahkota dan mata tunas bunga kecil-kecil yang rapat, satu kelompok terdiri atas 4-14 malai. Satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari. Panjang seluruh bunga sekitar 15-35 cm, sedang panjang malai 7-15 cm. Bunga betina hanya menghasilkan putik, berbentuk agak bulat. Mempunyai mahkota dan mata tunas dengan satu putik dan bakal biji yang tersusun dalam kuntum. Satu kelompok terdiri atas 1-3 malai, setiap malai mengandung 10-20 bakal buah. Panjang bunga seluruhnya 20-30 cm, panjang malai 7-10 cm. Warna hijau kekuningan lalu merah dan sebelum mekar sempurna bunga sudah berwarna kehitaman. Selain

commit to user

Panjang tongkol bunga jantan 50-100 cm, terdiri atas 4-12 bulir silindris masing-masing antara 7-15 cm, dan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1-3 bulir dengan panjang mencapai 10 cm.

Tanaman salak mempunyai sistem perakaran dangkal, batang jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersusun roset dan sangat rapat sekali. Akar serabut, menjalar datar di bawah tanah. Daerah perakaran tidak luas, dangkal dan mudah rusak jika kekeringan atau kelebihan air. Perkembangan akar terutama dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, air tanah. Untuk menjaga akar tetap tumbuh, maka perlu diadakan penimbunan dan setelah muncul akar-akar muda, akar yang tua dipotong (Tjahjadi, 1995; Santoso, 1990).

Buah salak tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkal dan membulat di ujung, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung tiap-tiap sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, berwarna coklat hingga kehitaman, keras, panjang 2-3 cm. Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, buah ini juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik. Buah yang muda digunakan untuk bahan rujak.

Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daun dapat digunakan sebagai bahan anyaman, sesudah duri-duri dihilangkan lebih dahulu. Rumpun salak kerap ditanam sebagai pagar karena duri-duri yang tajam. Demikian pula, potongan-potongan tangkai daun yang telah mengering

commit to user

pohon yang tengah berbuah dari pencuri.

3. Sistem klasifikasi tanaman salak

Ada beragam cara untuk mengelompokkan tanaman antara lain pengelompokan berdasarkan kegunaan untuk manusia, menurut tempat tumbuh, kebiasaan tumbuh, menurut adaptasi iklim, menurut wujud, bentuk dan struktur (morfologi) serta klasifikasi menurut struktur reproduksi dan klasifikasi yang lebih modern dengan menggunakan teknik pembedaan kromosom serta analisis DNA yang lebih menekankan pada analisis genetika (Harjadi, 1982 dalam Nandariyah, 2007). Penggolongan berdasarkan morfologi merupakan penggolongan yang masih umum di gunakan pada saat ini.

Klasifikasi keragaman tanaman salak yang ada saat ini umumnya adalah penggolongan berdasarkan ciri-ciri morfologi vegetatif dan generatif. Identifikasi dan klasifikasi pada tanaman salak telah dicoba oleh beberapa peneliti. Suskendriyati et al., (2000) membedakan tanaman salak pondoh di dataran tinggi Sleman berdasarkan perbedaan morfologi batang, daun, bunga, buah dan duri. Sukaya (2003) meneliti keragaman dan mengelompokkan kultivar-kultivar salak di Sleman berdasarkan karakter morfologi dan mendapatkan kesimpulan bahwa peubah morfologi buah mempunyai keragaman terbesar. Harsono (1994) mengelompokkan kultivar salak di Madura berdasarkan ciri morfologi dan menggabungkan dengan pola pita isozim namun belum diperoleh hasil yang maksimal.

Sistem klasifikasi berdasarkan sifat morfologi banyak digunakan karena prosedur mudah dan cepat namun memiliki kelemahan yaitu hasil sering tidak akurat karena faktor lingkungan, perbedaan umur, dan jaringan tanaman (Khanuja et al., dalam Nandariyah, 2007). Analisis keragaman genetik suatu populasi dapat dilakukan baik secara morfologis yaitu pengamatan langsung terhadap fenotip tanaman maupun dengan menggunakan penanda tertentu, misalnya penanda morfologis, fisiologis,

commit to user

dapat digunakan untuk membedakan varietas antara lain: morfologi tanaman, pola pita isozim, dan pola pita DNA. Penanda molekuler memberikan suatu kemungkinan untuk mendapatkan hubungan genetik yang lebih akurat dibandingkan dengan penanda-penanda yang lain. Penanda molekuler memberikan kemungkinan yang lebih luas dan akurat dalam mendapatkan hubungan genetik karena, secara potensial memiliki jumlah penanda yang tidak terbatas, tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dapat diarahkan untuk analisis keterpautan, dapat mengidentifikasi bahan persilangan dalam jumlah banyak, dan dapat mengidentifikasi tanaman pada stadia awal (Nienhuis et al., 1994).

Karakter morfologi seringkali dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Pengamatan morfologi juga harus memperhatikan umur tanaman, karena perubahan umur mempengaruhi perubahan morfologi. Sifat genetik cenderung stabil terhadap perubahan lingkungan, dan tidak dipengaruhi oleh umur, sehingga penanda genetik dapat memberikan informasi yang relatif lebih akurat (Pratamaningtyas, 1997; Sukartini, 2001).

4. Keragaman Jenis Salak

Berbagai aksesi tanaman salak tumbuh di pusat-pusat budidaya tanaman salak khususnya di Jawa. Di daerah pusat budidaya salak, seringkali dijumpai keragaman aksesi yang dinamai sesuai dengan ciri khas warna kulit buah, daging buah, rasa, aroma dan daerah asal. Ragam kultivar salak terjadi karena pada umumnya diperbanyak dengan menggunakan biji tanaman salak dan menyerbuk silang (Ashari, (1995) dalam Nandariyah, 2007).

Salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian barat daya dan Sumatra bagian selatan. Akan tetapi asal-usul yang pasti belum diketahui. Buah ini dibudidayakan di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, ke timur sampai Maluku, dan telah diintroduksi ke Filipina, Papua Nugini,

commit to user

di Sumatra bagian utara berasal dari jenis yang berbeda, yang dibedakan atas dua varietas botani, yakni var. zalacca dari Jawa dan var. amboinensis (Becc.) Mogea dari Bali dan Ambon. Jenis spesies salak yang pernah ditemukan di dunia kurang lebih 20 spesies, namun baru sekitar 13 spesies yang diketahui dengan pasti identitasnya. Dari 13 spesies itu ternyata ragam salak paling banyak dan dibudidayakan di Indonesia. Dewasa ini ada beberapa varietas salak yang telah dilepas oleh pemerintah antara lain salak Pondoh, Nglumut, Enrekang, Bali, dan Suwaru (Nandariyah, 2007).

Tabel 1. Varietas salak yang dilepas dari beberapa wilayah di Indonesia

Varietas Salak

Wilayah

Padang sidempuan/salak merah Condet Pondoh, Gading, Madu, Lokal (Jawa) Pondoh, Nglumut, Njagan Petruk, Nangka Kerbau, Naseh, Penjalin, Manggis Swaru Kersikan Gondok, Nangka, Nenas, Gula Pasir, Bule Kuning/Golla-golla Serangga, Kadah, Hangsana, Malaka

Padang sidempuan-Sumut Condet-DKI Jakarta Sleman-DIY Magelang-Jawa Tengah Ambarawa-Jawa Tengah Bangkalan-Madura Malang-Jawa Timur Pasuruan-Jawa Timur Bebandem-Bali Enrekang-Sulsel Batu jajar-Jawa Barat

Sumber : Puslibang Hortikultura 1995 dalam Sri Kaidah, 1999.

Salak Lawu berada di desa Matesih, Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Berada pada ketinggian 600 mdpl di lereng Gunung Lawu. Salak Lawu dibudidayakan oleh petani bersama dengan Salak Pondoh dan diperbanyak secara generatif (Nandariyah, 2007).

Salak Saratan berada di desa Saratan Kecamatan Mertoyudan kabupaten Magelang pada ketinggian 350 mdpl. Salak Saratan dibudidayakan secara merata di desa Saratan dari hasil perbanyakan secara

commit to user

dikarenakan terdesak oleh pemukiman penduduk (Nandariyah, 2007). Salak Kecandran berasal dari desa Kecandran, Salatiga ± 5 km dari Desa Bejalen Ambarawa. Desa Kecandran merupakan sentra produksi salak karena sebagian besar penduduk memiliki tanaman salak. Namun sebanyak 60% keseluruhan jumlah tanaman salak telah beralih menjadi Salak Pondoh (Nandariyah, 2007).

Salak Bejalen berasal dari Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 450 mdpl di tepi danau Rawa Pening. Salak Bejalen dibudidayakan oleh petani setempat diperoleh dari perbanyakan secara generatif. Salak bejalen mempunyai ciri rasa manis agak sepet sampai manis dengan tinggi rata-rata 429 cm. Panjang pelepah rata-rata 367 cm. Populasi tanaman salak terdiri atas sekelompok tanaman betina dan tanaman jantan dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan tanaman betina (Nandariyah, 2007).

Salak Gading merupakan salah satu kultivar lokal Sleman yang banyak dibudidayakan di Dusun Randusongo, Desa Donokerto, kecamatan Turi, kabupaten Sleman. Berada di ketinggian 300 mdpl. Buah berwarna putih kekuningan, rasa manis, dan ukuran buah kecil-kecil. Salak ini lebih unik jika dibandingkan dengan jenis salak lain. Kulit berwarna kuning terang tampak seperti salak yang belum matang, tapi harum beraroma cukup tajam, dan daging buah salak tebal, renyah, dan berasa manis. Populasi tanaman kebanyakan berasal dari perbanyakan secara vegetatif (cangkokan) dan rata-rata berumur lebih dari 10 tahun (Nandariyah, 2007).

Salak Kembangarum merupakan salah satu ragam salak yang sudah sejak lama dibudidayakan di dusun kembangarum dan Kadisobo, Desa Trimulyo, Kecamatan turi, kabupaten Sleman. Daerah ini merupakan daerah yang subur berada di bawah lereng gunung Merapi. Populasi tanaman salak Kembangarum yang dikembangkan dari biji saat ini sudah sangat berkurang karena tergusur oleh tanaman salak pondoh yang banyak ditanam oleh petani setempat (Nandariyah, 2007).

commit to user

belum diketahui secara pasti sejak kapan tanaman tersebut dibudidayakan pertama kali. Hanya diduga tanaman salak ini sudah dibudidayakan sejak ratusan tahun silam. Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis Reinw dan termasuk famili Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak.

Sejarah Salak pondoh bermula ketika Orangtua Muhadiwinarto, yang bernama Partodimejo menerima souvenir dari seorang berkebangsaan Belanda yang akan kembali ke negara asalnya. Salah satu dari souvenir tersebut adalah empat buah pohon salak.Kemudian pohon- pohon salak tersebut ditanam oleh Muhadiwinarto, disebuah desa Sukobinangun, Merdikorejo, Tempel sejak tahun 1948. Saat ini Salak pondoh telah menyebar keseluruh pelosok Sleman dan bahkan seluruh Indonesia. (afendry.com, 2012).

Salak pondoh merupakan jenis salak berdaging buah empuk seperti embut, rasanya renyah, tidak sepat dan tidak masam. Salak Pondoh Hitam berasal dari daerah Sleman, Yogyakarta, merupakan varietas salak unggul yang sudah sangat populer. Salah satu keunggulan yang menonjol adalah meskipun buah masih muda, tetapi rasa sudah manis. Buah berbentuk segitiga atau bulat telur terbalik. Daging buah terdiri atas tiga septa dalam setiap buah dan berwarna putih kapur. Ketebalan antara 0,8-1,5 cm dan tekstur keras. Dalam setiap buah terdapat 1-3 biji yang keras dan berwarna cokelat kehitaman. Ukuran buah antara 2,5-7,5 cm dan berat 30-100 g/buah. Jumlah buah pertandan antara 10-27. Salak ini mempunyai kulit buah yang paling gelap bila dibandingkan dengan salak pondoh lain dan berbentuk paling bulat.

Salak Pondoh Nglumut atau disebut Salak Nglumut, nama diambil dari nama desa penghasil varietas salak unggul ini yaitu Desa Nglumut yang juga berada di hamparan Merapi dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Bentuk buah segitiga atau bulat telur terbalik dengan pangkal meruncing. Kulit buah

commit to user

Dinding kulit bagian dalam berserat dan berdaging putih kekuningan. Buah muda berasa manis keasaman dan setelah tua berasa manis. Jumlah biji dalam setiap buah antara 2-3, biji berwarna kecokelatan, keras, dan terdapat sisi cembung serta datar. Ukuran buah cukup besar, panjang antara 2,5-8 cm dan berat sekitar 70 g/buah. Jumlah buah per tandan antara 10-50 buah (Nandariyah, 2007).

Salak Pondoh Super berasal dari Kabupaten Sleman memiliki kulit buah berwarna coklat kekuningan dengan daging buah berwarna coklat, tebal, rasa manis, renyah dan masir. Buah berbentuk memanjang dan berukuran besar, tiap kilogram berisi 9-11 butir buah, memiliki kulit bersisik yang tersusun rapi seperti genteng dan berduri halus serta biji berwarna coklat kehitaman (Nandariyah, 2007).

Salak Pondoh Manggala juga berasal dari Kabupaten Sleman memiliki kulit buah berwarna coklat kekuningan dan sisik pada bagian pangkal kulit buah tersusun membentuk lorek (ada warna putih diantara sisik) serat daging buah berwarna putih susu.

Salak Madu adalah salah satu salak unggulan Kabupaten Sleman yang memiliki produktivitas tinggi, berkualitas cukup baik, daging buah tebal dengan tekstur lembut dan rasa manis spesifik seperti madu. Salak madu memiliki ciri kulit dengan sisik yang tersusun teratur membentuk garis lurus dari bagian bawah buah ke ujung pada salah satu sisi. Salak madu memiliki ciri yang berbeda dengan salak pondoh dan salak gading. Salak madu memiliki kulit dengan sisik yang tersusun teratur membentuk garis lurus dari bagian bawah buah ke ujung salah satu sisi, sedangkan salak pondoh dan gading memiliki kulit buah dengan sisik yang tersusun seperti susunan genteng. Keunggulan salak madu adalah apabila daging dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu. Salak madu memiliki bobot yang lebih tinggi dibanding salak pondoh dan gading. Namun demikian ketebalan daging buahnya hampir sama. Saat ini, ada dua varian salak madu yang dikembangkan di Sleman, yaitu:

commit to user

2. Salak Madu Sukomartani yang juga dikenal sebagai salak madu probo.

Salak madu memang lebih enak dari salak pondoh super, apabila daging buah dipencet dengan jari akan keluar cairan seperti madu, cairan ini tidak dijumpai pada salak pondoh dan salak gading (Nandariyah, 2007).

B. Analisis RAPD-PCR

Metode RAPD-PCR merupakan kombinasi teknik PCR (Polymerase Chain reaction ) menggunakan primer-primer dengan sekuen acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari genom (Rafalski et al., 1991). Metode ini mempunyai keunggulan pada kesederhanaan teknik dan pengerjaan cepat (Hu dan Quiros, 1991), sehingga RAPD layak digunakan dalam suatu analisis yang menggunakan jumlah sampel cukup besar dan dimanfaatkan dalam upaya pemuliaan tanaman, genetika populasi, dan studi biodiversitas (William et al.,1990; Yang dan Quiros, 1993). Penggunaan penanda RAPD akan menguntungkan industri benih karena dapat meningkatkan efisiensi identifikasi kultivar dan menurunkan biaya (Horejsi dan Staub, 1998). Untuk tingkat DNA teknik RAPD yang didasarkan pada reaksi berantai oleh polimerase merupakan analisis yang banyak dipakai karena disamping mudah, cepat, dan memerlukan DNA dalam jumlah sedikit.

Informasi hubungan genetik antara individu di dalam dan di antara spesies mempunyai kegunaan penting bagi perbaikan tanaman. Penentuan hubungan genetik dari sumber plasma nutfah spesifik juga sangat berguna untuk mennetukan galur atau populasi mana yang dapat dipertahankan guna memaksimalkan keragaman genetik plasma nutfah. Dalam program pemuliaan tanaman, pendugaan hubungan genetik sangat berguna untuk mengelola plasma nutfah, identifiksi kultivar, membantu seleksi tetua untuk persilangan, serta mengurangi jumlah individu yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel dengan kisaran keragaman genetik yang luas (Thorman et al. , 1994).

commit to user

Penggunaan PCR diawali dengan ditemukannya DNA polimerase dari Eschercia coli. Enzim yang dihasilkan dari E. coli ini bersifat sensitif terhadap panas dan akan mudah rusak atau tidak aktif pada suhu yang diperlukan untuk memisahkan DNA pita ganda. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu enzim tertentu yang tahan panas pada suhu 94 0 C agar kedua rantai DNA cetakan terpisah. Kajian keragaman genetik tanaman sangat erat berhubungan dengan kajian tentang gen, DNA, dan kromosom. Seiring dengan perkembangan teknologi molekuler modern maka pengetahuan tentang DNA telah banyak dimanfaatkan dalam bidang biologi, kedokteran dan pemuliaan tanaman pertanian. Suatu teknik amplifikasi potongan DNA yang dikembangkan oleh Karry Mulis pada tahun 1985 yang telah banyak digunakan dalam analisis genetik tingkat molekuler adalah metode Polymerase Chain Raection . PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan menggunakan enzim Taq polimerase. Sedangkan menurut (Newton dan Graham, 1997) PCR adalah suatu metode amplifikasi DNA secara enzimatik terdiri dari serangkaian siklus denaturasi DNA, penempelan dan pemanjangan primer pada DNA cetakan berulang-ulang pada kondisi suhu yang disesuaikan. PCR digunakan untuk amplifikasi bagian DNA yang pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, teknik ini telah melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR adalah:  DNA utas ganda denaturasi pada suhu 95°C sehingga membentuk

DNA utas tunggal yang berfungsi sebagai cetakan.  DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada temperatur rendah. Ikatan primer terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan pada daerah ujung batas sekuen DNA target.

commit to user

dapat melakukan sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru.  Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi pada suhu tinggi dan siklus berulang.  Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan

gel agarose ataupun gel poliakrilamida dan diamati dengan uv- transiluminator.

Pada waktu melakukan amplifikasi, selama dua sampai lima siklus amplifikasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahap Denaturasi

Pada tahap pertama ini utas ganda molekul DNA akan terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang merupakan cetakan bagi primer. Penyebab kegagalan PCR yang paling umum adalah denaturasi yang tidak sempurna dari cetakan DNA (Innis dan Gelfand,

1980 dalam Sri kaidah, 1999). Suhu denaturasi biasanya 94 0 C selama

30 detik atau 97 0 C selama 15 detik. Denaturasi yang kurang sempurna akan memacu benang DNA snabback dan mengurangi hasil produk amplifikasi. Apabila denaturasi terlalu tinggi atau terlalu lama akan menyebabkan kehilangan aktivitas enzim yang seharusnya tidak perlu terjadi (Innis dan Gelfand, 1980 dalam Sri kaidah, 1999).

b. Tahap Annealling

Pada proses annealing suhu dan lama waktu tergantung pada komposisi, panjang, dan konsentrasi primer. Pauls et al. (1993) dalam Kaidah (1999) menyatakan bahwa suhu annealing dipengaruhi oleh panjang, banyak G dan C dalam primer dan konsentrasi garam larutan buffer. Adapun faktor- faktor tersebut mengikuti rumus berikut:

Tm = 81,5 + 16,6 (log M) + 0,41 (%GC) – (500/n)

Dimana : N adalah panjang primer dan M adalah konsentrasi molaritas garam dalam larutan buffer. Temperatur annealing yang dapat dipakai

adalah 5 0 C dibawah atau di atas T m primer, sebab Taq polymerase

commit to user

Kaidah, 1999). Temperatur annealing mempunyai selang antara 55 0 C-72 0 C. Untuk kisaran temperatur antara 20 0 C dan 85 0 C untuk primer 20-mer sedangkan 34 0 C - 40 0 C untuk primer 10-mer (Uphoff dan Wricke, 1992 dalm Kaidah, 1999). Suhu annealing lebih rendah dari suhu denaturasi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada urutan komplemen yang ada dalam molekul DNA target. Suhu annealing yang terlalu tinggi akan mempertinggi misextention dari nukleotida. Sedangkan suhu annealing yang terlalu rendah akan menimbulkan misincroporation nukleotida. Suhu annealing merupakan variabel kunci yang menentukan kekhususan amplifikasi suatu DNA.

c. Tahap Ekstensian

Pada tahap ekstension temperatur bergantung pada panjang dan konsentrasi dari susunan DNA target. Perpanjangan primer terjadi pada suhu 72 0 C karena pada suhu ini enzim Taq polymerase bekerja optimal untuk sintesis DNA. Dalam tahapan ini suhu dipertahankan pada suhu 72 0 C selama 5 menit untuk member kesempatan terjadi

sintesis DNA (Innis dan Gelfand, 1990 dalam kaidah 1999).

commit to user

Gambar 1. Prinsip amplifikasi fragmen DNA dengan mesin PCR

Metode RAPD mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan satu primer. Primer tersebut akan berikatan dengan utas DNA pasangannya dengan arah orientasi yang berlawanan. Selama penempelan primer masih berada dalam jarak yang masih dapat diamplifikasi, maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi (Tingey et al., 1992; Weising et al., 1995; Hayati, 1999). Pelaksanaan amplifikasi DNA dengan menggunakan reaksi PCR diketahui bahwa hasil akhir sangat ditentukan oleh banyak faktor seperti konsentrasi DNA cetakan, ion magnesium, Dntp, Taq polymerase , jenis dan konsentrasi primer, serta kondisi yang diprogramkan terhadap mesin yang digunakan. Meskipun secara prinsip hampir sama, namun berbeda kondisi untuk setiap faktor tersebut.

commit to user

Salah satu teknik molecular marker yang menggunakan PCR adalah Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). Metode RAPD merupakan pengembangan teknik PCR untuk mendeteksi keragaman genetik atau mengidentifikasi jenis dengan mengamplifikasi potongan DNA spesifik yang berkomplementer dengan cetakan DNA. RAPD bertujuan untuk menghasilkan banyak copy dari DNA cetakan. Potongan- potongan acak yang umumnya berukuran antara 250-2000 pasangan basa diamplifikasi menggunakan thermocycle dengan primer tunggal, yang berukuran 10 pasangan basa.

Metode standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12 basa) dengan urutan acak sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam jumlah nanogram dengan temperatur annealing yang rendah. Produk amplifikasi PCR dipisahkan dengan agarose gel diwarnai dengan ethidium bromide. Primer decamer secara komersial tersedia di berbagai sumber (misalnya Operon Technologies Inc., Alameda, California atau University of British Columbia, Canada). Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar dimana hanya menggunakan satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal (Nandariyah, 2007).

Pada temperatur annealing yang tepat selama siklus thermal, oligonukleotida primer dengan urutan sekuen acak berikatan pada beberapa priming site pada sekuen komplementer pada template DNA genomik dan menghasilkan produk jika priming site berada dalam wilayah/jarak yang dapat diamplifikasi. Profil amplifikasi DNA tergantung pada homologi sekuen nukleotida antara template/cetakan DNA dengan oligonucleotide primer. Variasi nukleotida antar template DNA menghasilkan ada tidaknya band karena perubahan priming site.

Penggunaan teknik RAPD terus berkembang dan mencapai banyak kemajuan. Beberapa penelitian yang memanfaatkan RAPD telah dilaporkan antara lain pada tanaman strawberi, gandum, barley, oat,

commit to user

(2001) menggunakan RAPD untuk pemetaan dan keragaman genetik kelapa sawit. Hayati (1999) telah meneliti penggunaan penanda RAPD untuk mendeteksi keragaman genetik kelapa genjah di Jombang. Dwiatmini (2002) menggunakan penanda RAPD untuk analisis pengelompokan dan hubungan kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis. Septimayani (2002) meneliti keragaman genetik blewah (Cucumis melo L ). Sedangkan Robi’ah (2004) menggunakan penanda RAPD untuk menganalisis keragaman genetik pisang introduksi (Musa spp ). Apriyani (2005) memakai teknik RAPD untuk analisis keragaman buah nanas. Galingging (2005) memanfaatkan penanda RAPD untuk menganilis keragaman buah pepaya. Sedangkan Pandin (2000) menggunakan RAPD untuk mengetahui kemiripan genetik populasi kelapa. Identifikasi keragaman kultivar tanaman jeruk berdasarkan penanda RAPD dilakukan oleh Karsinah et al. (2002). Mansyah et al., (2003) memanfaatkan teknik RAPD untuk analisis keragaman genetik manggis (Garcinia mangostana L). Sedangkan Nurhaimi dan Darusamin meneliti penggunaan penanda RAPD untuk mendetekasi dan mengelompokkan klon kelapa sawit yang berbuah normal dan abnormal (Nurhaimi dan Darusamin, 1997).

3. Aplikasi analisis RAPD

Dokumen yang terkait

Staf Pengajar FKIP UMS Aris Sukarno 1) dan Yetty Sarjono 2)

0 0 13

PEMBERDAYAAN KADER POSYANDU DALAM PENGELOLAAN POSYANDU LANSIA AKTIF DI DESA JETIS SUKOHARJO Maryatun dan Indarwati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Surakarta Email: Tun_Maryayahoo.com ABSTRAK - PEMBERDAYAAN KADER POSYANDU DALAM PENGELOLAAN POSYANDU

0 2 6

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SEBAGAI SOLUSI KONFLIK PADA HUBUNGAN REMAJA DAN ORANG TUA DI SMK BATIK 2 SURAKARTA Rina Sari Kusuma Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK - KOMUNIKASI ANTAR PR

0 0 6

MODEL MULTI SITUS DI CABANG MUHAMMADIYAH KARTASURA UNTUK EFISIENSI PENGELOLAAN WEB BERBAGAI AMAL USAHA Husni Thamrin dan Albert Septiawan Program Studi Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: husni.thamrin

0 0 9

PAKOM PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS LESSON STUDY Rita Pramujiyanti Khotimah, Masduki, N. Setyaningsih Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unversitas Muhammadiyah Surakarta Email: r

0 1 8

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PENELITIAN DAN PENULISAN KARYA ILMIAH BAGI GURU MATEMATIKA SMASMK MUHAMMADIYAH DI KLATEN DAN SUKOHARJO Masduki dan Muhammad Noor Kholid Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta E

0 0 8

PEMITRA BAGI PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MATEMATIKA GURU DAN SISWA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS DI BOYOLALI Sutama, Sabar Narimo, dan Suyatmini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : sutamaums.ac.id Abstra

0 0 7

PAKOM DAUR ULANG SAMPAH ANORGANIK DI DESA NGADIREJO, KARTASURA, SUKOHARJO Ambarwati dan Sri Darnoto Prodi Kesehatan Masyarakat FIK UMS Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta E mail: ambarwatiums.ac.id ABSTRAK - PAKOM PELATIHAN PENDAURULANGAN SAMPAH

1 2 11

PERANCANGAN ANIMASI TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK BLENDER DI CABANG MUHAMMADIYAH KARTASURA Sukirman Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: sukirmanums.ac.id ABSTRAK - PERANC

0 0 7

K2507020 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan

0 0 106