analisis epidemiologik terhadap kelambu berinsektisida sebagai alat pencegah malaria pada balita di Kabupaten Bangka

ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP
KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT
PENCEGAH MALARIA PADA BALITA
DI KABUPATEN BANGKA

ETIH SUDARNIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Epidemiologik
terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di
Kabupaten Bangka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2010
Etih Sudarnika
NIM. B063050021

ABSTRACT
ETIH SUDARNIKA. Epidemiological Analysis to Long Lasting Insecticidal Nets
for Protecting Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District.
Under Direction of MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI
CAHYANINGSIH, and UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria is one of the priorities in public health problems in Indonesia since it was
having high mortality in pregnant women and children under five years old.
Permethrin treated long lasting insecticidal net (LLIN) is one of LLINs approved
by WHO Pesticide Evaluation Scheme for the prevention of malaria and other
vector-borne diseases. However several investigations showed that most
permethrin in the LLIN remained within the net fibers where it was unavailable to
contact and kill mosquitoes without heat-assisted regeneration as originally
recommended by the manufacturer. The objective of this study was to determine

the association between heat assisted regeneration treatment in permethrin treated
LLINs and malaria risk for children under five years old in the field condition.
The research is conducted in one year, duration from September 2007 to August
2008 in Bangka District, Bangka Belitung Province. Research activity was
consist of three parts which were, 1) bed nets utilization surveys every three
months; 2) malaria incidence measurement and 3) matched case control study 2:1
to determine the association between heat assisted regeneration of LLINs and
malaria case of children under five years old. Intervention was heating of LLINs
after washing and control was not heating the LLINs. Bed nets washing were
done in every three months. Data was analyzed using generalized estimating
equations and conditional logistic regression models. Results showed that no
significant difference in LLINs utilization and washing between intervention and
control area. Annual parasite insidence (API) in Bangka District was 1.28%,
namely 1.23% for people more than 5 years old and 1,62% for children under five
years old. Malaria incidence rate was not significant different between
intervention and control area. Odds for malaria in group which are not used, not
washed, not heated, and not routinely heated the LLINs is two time higher (OR =
1.97; CI 95%: 1.13-3.45) compared with group which routinely heated their
LLINs. Covariate which were associated with risk of malaria in children under
five years old was the wall material. Concrete was better than woodboard with OR

= 1.77 (CI 95%; 1.02 – 3.08).
Keyword: conditional logistic regression, generalized estimating equations, heat
assisted regeneration, matched case control study, Olyset, Permethrin treated
LLINs.

4

RINGKASAN
ETIH SUDARNIKA. Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida
Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka. Dibimbing oleh
MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI CAHYANINGSIH,
dan UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang
penanganannya di Indonesia masih menjadi prioritas karena angka kematian yang
relatif tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa. Diperkirakan sekitar
45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular
malaria. Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan
satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria.
Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit malaria. Malaria
pada anak-anak berakibat lebih fatal dibandingkan dengan orang dewasa. Akibat

malaria pada anak-anak yang berusia lebih tua hampir sama dengan pada orang
dewasa, tetapi untuk bayi dan balita akibatnya lebih fatal. Balita yang terserang
malaria dapat menderita anemia yang berakibat terlambatnya perkembangan
psikomotor dan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya. Balita juga
mudah terkena cerebral malaria dan berakibat kematian. Satu di antara upaya
pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan
vektornya yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Kelambu berinsektisida
tahan lama atau dikenal dengan Long Lasting Insecticidal Nets (LLIN) merupakan
cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang
secara fisik terhadap nyamuk, aktifitas insektisida yang terkandung di dalamnya
dapat membunuh nyamuk, dan efek repellent dari insektisida yang dapat mengusir
nyamuk.
Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticide treated nets
/LLIN) yang mengandung insektisida permetrin adalah satu di antara jenis LLIN
yang disetujui oleh WHO Pesticide Evaluation Scheme untuk pencegahan malaria
dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh vektor. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kandungan insektisida yang terdapat di benang kelambu
tidak mampu membunuh nyamuk tanpa dilakukan perlakuan pemanasan (heat
assisted regeneration) terhadap LLIN tersebut sebagaimana telah
direkomendasikan sebelumnya oleh perusahaan yang memproduksinya. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan
pada LLIN terhadap kasus malaria pada balita pada kondisi lapangan.
Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007
sampai Agustus 2008 di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu 1) survei pemakaian
kelambu yang dilakukan setiap tiga bulan sekali, 2) pengukuran insidensi malaria
(annual parasite incidence/API) dan 3) studi kasus kontrol berpadanan untuk
mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap kasus
malaria pada balita.
Perlakuan adalah pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian, yaitu dengan
cara membungkus kelambu yang telah dicuci dengan plastik hitam dan
menjemurnya di bawah sinar matahari selama kurang lebih 4 sampai 6 jam, baru
kemudiannya memasangnya. Adapun kontrol adalah cara pencucian biasa, yaitu

LLIN dicuci dan dikeringkan dengan diangin-angin, kemudian dipasang.
Pencucian kelambu dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Kelompok perlakuan dan kontrol dibagi berdasarkan wilayah kerja
puskesmas. Terdapat 11 puskesmas di Kabupaten Bangka, masing-masing
puskesmas dikelompokan ke dalam 3 strata berdasarkan tingkat insidensi malaria
di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Ketiga strata serta puskesmas

pada masing-masing strata tersebut adalah: 1) rendah: Puskesmas Petaling dan
Batu Rusa, 2) sedang: Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3)
tinggi: Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian
pada masing-masing strata dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke
dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6
puskesmas, yaitu Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar dan
Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Pemali, Belinyu,
Riau Silip, Batu Rusa dan Kenanga. Sebelum dilakukan intervensi perlakuan,
terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yaitu Pelatihan pemeriksaan
Plasmodium dengan menggunakan mikroskop untuk petugas laboratorium serta
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Survei penggunaan kelambu dilakukan untuk mengetahui tingkat
penggunaan kelambu, serta pencucian dan pemanasannya pada setiap rumah
tangga di wilayah perlakuan maupun wilayah kontrol. Survei dilakukan pada awal
penelitian dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun,
sehingga secara total dilakukan empat kali survei. Pemilihan sampel pada kegiatan
survei dilakukan dengan penarikan contoh acak bertingkat, yaitu dengan metode
probability proporsional to size (PPS). Unit penarikan contoh pada survei dasar
adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya
adalah rumah tangga yang memiliki balita atau ibu hamil. Wawancara dilakukan

dengan menggunakan lembaran kuesioner pada survei dasar dan menggunakan
Personal Digital Assistant (PDA) pada 3 survei berikutnya. Data dianalisis
dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran
binomial.
Pengumpulan data kasus malaria dilakukan secara berkala setiap bulan
dengan mengambil data dari catatan pemeriksaan laboratorium (log book) di
setiap puskesmas di Kabupaten Bangka. Definisi kasus malaria adalah orang yang
dinyatakan positif setelah melalui pemeriksaan parasit Plasmodium di
laboratorium. Data dianalisis dengan menggunakan GEE untuk sebaran Poisson.
Studi kasus kontrol berpadanan 2:1 dilakukan untuk mengkaji asosiasi
antara perlakuan pemanasan dan kasus malaria pada balita. Pemadanan dilakukan
berdasarkan wilayah tempat tinggal dan umur. Definisi kasus adalah balita yang
menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung, adapun kontrol adalah
balita yang tidak menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung.
Besaran contoh yang diteliti adalah 138 kasus dan 276 kontrol. Data dianalisis
dengan Model Regresi Logistik Bersyarat (Conditional Logistic Regression
Model).
Jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian
menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian
serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat

rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1%
sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%.

6

Jumlah keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin
meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase
keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus
meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Di daerah kontrol, persentase keluarga
yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV.
Adapun untuk pencucian LLIN secara teratur, pada survei I terdapat 10,3%
keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5%
keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan
peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di
daerah kontrol.
Partisipasi masyarakat di daerah perlakuan dalam pemanasan LLIN setelah
pencucian juga menunjukkan peningkatan, yaitu partisipasinya mencapai 75,2%
pada akhir penelitian.
Analisis GEE menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat
pemakaian LLIN, pencucian dan pencucian secara teratur di antara wilayah

perlakuan dan kontrol.
Selama kurun waktu penelitian, angka annual parasite incidence (API) di
Kabupaten adalah 1,28%, yaitu 1,62% untuk balita dan 1,23% untuk penduduk
yang berusia di atas lima tahun. Tingkat insidensi malaria di wilayah perlakuan
pemanasan terhadap LLIN dan wilayah kontrol tidak berbeda nyata.
Odds kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak
mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah
dua kali lebih besar (OR=1.97; SK 95%: 1,13 - 3,45) dibandingkan dengan
kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi
dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang
berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan dengan
berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 – 3,08).
Kata kunci: regresi logistik bersyarat, Generalized Estimating Equations, Heat
assisted regeneration, kajian kasus kontrol berpadanan, Olyset, LLIN, permetrin.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB yang wajar.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8

ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP
KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT
PENCEGAH MALARIA PADA BALITA
DI KABUPATEN BANGKA

ETIH SUDARNIKA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

10

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS
Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Lukman Hakim
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada September 2007 sampai Agustus 2008 ini
adalah mengenai kemampuan kelambu berinsektisida tahan lama dalam
pencegahan malaria, dengan judul Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu
Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka.
Disertasi ini memuat tiga bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel
yang telah dan akan diajukan ke jurnal ilmiah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati
Sudarwanto, Bapak Dr. Ir. H. Asep Saefuddin, MSc., Ibu Dr. drh. Hj. Umi
Cahyaningsih, MS., dan Ibu Dr. drh. Hj. Upik Kesumawati Hadi, MS. yang telah
memberikan bimbingan dan banyak memberikan saran. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ditjen DIKTI, KEMENDIKNAS yang telah memberikan
beasiswa pendidikan S3 di IPB. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada
UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan
disampaikan juga kepada Centers for Diseases Control and Prevention, Atlanta,
USA; sub direktorat malaria, direktorat P2B2, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI;
Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bangka atas kerjasamanya dalam penelitian. Terima kasih juga disampaikan
kepada William A. Hawley Ph. D, Thomas Burkot, Ph. D dan Jodi Vanden Eng,
M.Sc. dr. Endang Sumiwi dan dr. Eka Jusuf Singka yang telah banyak membantu
dari mulai pembuatan proposal, perancangan, pelaksanaan, pendanaan, sampai
analisis data penelitian. Terima kasih diucapkan pula kepada Prof. Sastry G.
Pantula dan Dr. Daowen Zhang dari North Carolina State University yang telah
membantu dalam analisis data penelitian. Terima kasih disampaikan juga kepada
Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS, Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi, Dr. Lukman
Hakim dan Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi yang telah memberikan
masukan dan saran pada ujian tertutup dan terbuka. Terima kasih dan penghargaan
kepada seluruh tim penelitian: Bapak Dr. FX. Koesharto, Ibu Dr. drh. Dwijayanti
Gunandini, MS, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, MS, drh. Sugiarto, Bapak drg.
Mulyono Susanto,MHSM (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka), dr.
Rosila, Bapak Bahuri Zainudin, SKM, dan Ibu Farida Bey, MSc, para Kepala
puskesmas, petugas laboratorium di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten
Bangka, penanggung jawab program malaria di puskesmas, petugas surveilans
puskesmas, petugas puskesmas pembantu, para bidan desa, kepala dusun dan
seluruh kader posyandu di Kabupaten Bangka. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak, alm. Mama, suami dan anak-anak, serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2010
Etih Sudarnika

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 21 Agustus 1968 sebagai
anak sulung dari pasangan Entang Muchtar dan Latifah. Program sarjana
ditempuh di Jurusan Statistika, FMIPA IPB, lulus pada tahun 1991. Pada tahun
1995 penulis diterima di Program Studi Statistika pada Program Pascasarjana IPB
dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program doktor pada Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB
diperoleh pada tahun 2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
DITJEN DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB
pada mata kuliah Statistika dan Epidemiologi.
Penulis adalah anggota Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI)
dan Ikatan Statistikawan Indonesia. Karya ilmiah berjudul Pendeteksian Wilayah
Hotspot dalam Surveilans Malaria di Kabupaten Bangka, Indonesia telah
disajikan pada Muktamar of Indonesian Muslim Society in America di Atlanta,
USA pada bulan Desember 2009. Sebuah artikel berjudul “Tingkat Insidensi
Malaria di Kabupaten Bangka” sedang menunggu penerbitan di Jurnal Veteriner,
Denpasar Bali, edisi Desember 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan
bagian dari program S3 penulis.

xi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………….......
xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………………
Tujuan ……………………………………………………………….

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Malaria ………………………………………………………………
Vektor Penyakit Malaria ……………………………………………..
Malaria pada Golongan Rentan ………………………………………
Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal
Nets/LLINs) ………………………………………………………….
Perlakuan Pemanasan pada LLIN ………………………………….

5
8
10
11
12

PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA
SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI KABUPATEN
BANGKA, INDONESIA
Abstrak ………………………………………………………………
Abstract ………………………………………………………………
Pendahuluan …………………………………………………………
Metode ………………………………………………………………
Hasil …………………………………………………………………
Pembahasan …………………………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………………….
Daftar Pustaka ……………………………………………………….

15
16
16
18
21
35
38
39

TINGKAT INSIDENSI MALARIA PADA BALITA DI WILAYAH
PERLAKUAN PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA
DAN WILAYAH KONTROL DI KABUPATEN BANGKA
Abstrak ………………………………………………………………
Abstract ………………………………………………………………
Pendahuluan …………………………………………………………
Metode ………………………………………………………………
Hasil …………………………………………………………………
Pembahasan …………………………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………………….
Daftar Pustaka ……………………………………………………….

43
44
44
46
49
52
57
57

PENGARUH PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA
TAHAN LAMA TERHADAP RISIKO MALARIA PADA BALITA DI
KABUPATEN BANGKA: KAJIAN KASUS KONTROL
Abstrak ………………………………………………………………
Abstract ………………………………………………………………
Pendahuluan …………………………………………………………
Metode ………………………………………………………………
Hasil …………………………………………………………………

61
62
62
63
66

xii

Pembahasan …………………………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………………….
Daftar Pustaka ……………………………………………………….

71
74
74

PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………...

77

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….

83

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………

85

LAMPIRAN

91

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007 ........................
9
2 Jumlah responden pada setiap survei ................................................

20

3 Distribusi jumlah LLIN yang dimiliki keluarga ...............................

22

4 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pemakaian LLIN di
daerah perlakuan dan kontrol .............................................................

28

5 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN di daerah perlakuan dan kontrol

30

6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah
perlakuan dan kontrol .........................................................................

31

7 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN di
daerah perlakuan dan kontrol ............................................................

32

8 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN
secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol ................................

33

9 Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN .......................

34

10 Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN secara teratur

35

11 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat insidensi malaria pada
balita di daerah perlakuan dan kontrol ........................................

55

12 Penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN ..................................

66

13 Informasi keadaan rumah, lingkungan, dan alat proteksi nyamuk
responden ...........................................................................................

67

14 Tipe Plasmodium .................................................................................

68

15 Nilai odds ratio dalam penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN

69

16 Nilai odds ratio untuk kovariat .........................................................

70

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta penyebaran malaria di dunia …………………………………...
5
2 Peta endemisitas malaria di Indonesia tahun 2008 ............................

7

3 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007 .................................

9

4 Tingkat pemakaian LLIN oleh keluarga ............................................

22

5 Jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN ...............

24

6 Distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN ......

25

7 Distribusi anggota keluarga yang menggunakan LLIN di daerah
perlakuan dan kontrol .........................................................................

26

8 Persentase balita yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan
kontrol .................................................................................................

27

9 Persentase ibu hamil yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan
dan kontrol

27

10 Tingkat insidensi malaria di puskesmas Kabupaten Bangka pada Juni
2007 sampai dengan Juli 2008 ......................................................

50

11 Tingkat insidensi malaria pada balita di setiap puskesmas …….

51

12 Tingkat insidensi malaria pada balita per bulan di setiap puskesmas

51

13 Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan dan
kontrol ……………………………………………………………….

54

14 Struktur pertanyaan berhirarki pada kuesioner penggunaan kelambu

65

15 Diagram pohon alur pertanyaan dan hipotesis ……………………..

66

16 Diagram Venn frekuensi prilaku penggunaan kelambu responden (a)
kelompok kasus, (b) kelompok kontrol …………………………..

69

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner survey penggunaan kelambu .............................................
93
2 Kuesioner kajian kasus kontrol berpadanan ………………………

103

3 Program SAS untuk analisis data survey penggunaan kelambu ….

109

4 Program SAS untuk analisis data tingkat insidensi malaria ………

111

5 Program SAS untuk analisis data kajian kasus kontrol berpadanan

117

6 Paper publikasi I: Acceptability and Utilization of Long Lasting
Insecticidal Nets to Protect Malaria in Bangka District, Indonesia …..

123

7 Paper publikasi II: Malaria Incidence Rate of Children Under five
Years Old in Intervention Area of Heat Assisted Regeneration for
Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets and Control Area
in Bangka District ……………………………………………………

137

8 Paper publikasi III: Effect of Heat Assisted Regeneration on
Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets to Risk of Malaria
in Children Under Five Years Old in Bangka District: A Case Control
Study ....................................................................................................

151

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang masih
menjadi prioritas program kesehatan di Indonesia, karena penyakit ini memiliki
angka kesakitan yang cukup tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa.
Menurut Peta Endemisitas Malaria di Indonesia tahun 2008 hampir separuh
populasi Indonesia atau diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat
tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria (Depkes RI 2009). Angka
annual malaria incidence (AMI) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19,67 per
1000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 0,57% (Depkes RI 2008).
Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di
antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Angka AMI
pada tahun 2007 adalah 29,3 per 1000 penduduk (Depkes RI 2008).
Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit
malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibandingkan
dengan wanita tidak hamil. Dampak malaria pada wanita hamil bervariasi
tergantung kepada tingkat epidemisitas malaria di daerah tersebut. Perempuan
dewasa yang tinggal di daerah yang memiliki penularan malaria yang stabil
memiliki imunitas alami yang cukup terhadap malaria meskipun pada saat hamil.
Dampak utama malaria pada wanita hamil adalah terjadi anemia (kekurangan
hemoglobin), adanya parasit pada plasenta, berat badan lahir rendah (BBLR),
keguguran (abortus), persalinan prematur (37 minggu), gangguan perkembangan
dan kematian janin. Wanita dewasa yang tinggal di daerah-daerah yang memiliki
penularan malaria yang tidak stabil tidak memiliki imunitas alami yang cukup
terhadap malaria, sehingga malaria yang diderita akan parah dan dapat
mengakibatkan kematian. Janin yang dikandung dapat tertular/terkena infeksi
malaria, tetapi angka kejadiannya sangat jarang, diperkirakan kurang dari 7%
(UNICEF dan RBM 2007).
Adapun dampaknya pada balita juga cukup fatal dan menyebabkan
kematian. Balita tidak memiliki kekebalan alami yang cukup terhadap parasit
sehingga mereka sangat rentan terhadap malaria. Infeksi yang parah terhadap

2

balita dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Menurut UNICEF dan
RBM 2007, malaria merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita. Malaria
meruapakan penyebab kematian 1 dari 10 kematian balita di dunia, dan 1 dari 5
kematian balita di Afrika.
Satu di antara upaya pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan
kontak antara manusia dengan vektornya malaria yaitu nyamuk melalui
pemakaian kelambu. Pemakaian kelambu yang berinsektisida merupakan cara
yang efektif yaitu selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk,
aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya juga dapat membunuh nyamuk.
Jenis kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan istilah longlasting insecticidal nets (LLIN) adalah kelambu yang mengandung insektisida
yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan
terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas
biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Ada dua jenis
LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan
mengandung insektisida permetrin, dan PermaNet yang berbahan poliester dan
mengandung insektisida deltametrin (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006,
Coticelli 2007). LLIN telah disebarkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan
dan UNICEF sejak bulan September 2006.
Jenis LLIN yang diteliti pada penelitian ini adalah LLIN yang
berinsektisida permethrin dan berbahan poliester. Telah banyak dilakukan
penelitian untuk mengevaluasi LLIN ini yang secara umum menyatakan bahwa
LLIN ini cukup efektif dalam upaya pencegahan malaria dibandingkan dengan
kelambu berinsektisida konvensional. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Kenya menyatakan bahwa
LLIN berinsektisida permetrin ini kehilangan aktivitas biologiknya dengan cepat
meskipun konsentrasi insektisida yang terkandung dalam benang kelambunya
masih cukup tinggi (Lindblade et al. 2005). Pada awalnya perusahan yang
memproduksi LLIN berinsektisida permetrin ini merekomendasikan untuk
melakukan pemanasan setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke
dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun

3

kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan mengalami pemanasan secara
otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001).
Proses pemanasan untuk meningkatkan kembali aktivitas insektisida dalam
kelambu tersebut disebut ’heat-assisted regeneration’, yang pada studi ini diberi
istilah ”pemanasan” kelambu. Studi epidemiologik mengenai pembandingan
antara penggunaan LLIN berinsektisida permetrin yang dipanaskan secara rutin
dengan yang dicuci biasa (tanpa pemanasan) belum dilakukan, sehingga seberapa
besar efektivitas kedua jenis perlakuan tersebut pada kondisi lapangan belum
diketahui.
Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan
proteksi terhadap vektor malaria antara LLIN berinsektisida permetrin yang diberi
perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) dan yang dijemur biasa
(diangin-angin) terhadap kasus malaria pada balita. Adapun tujuan lain yang ingin
diperoleh adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus malaria
pada balita.
2. Membandingkan insidensi malaria pada balita di antara daerah perlakuan
(melakukan pemanasan) dan kontrol (tidak melakukan pemanasan).
3. Memperoleh nilai Annual Parasite Incidence (API) pada balita di
Kabupaten Bangka yang akurat melalui sistem pemantauan berkala.
4. Mengukur besarnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap penggunaan
kelambu berinsektisida, pencucian dan pemanasannya di daerah perlakuan
maupun kontrol.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam penanggulangan
malaria di Indonesia khususnya di Kabupaten Bangka melalui informasi data
lapangan, model statistika dan epidemiologik yang dihasilkan.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebarkan melalui vektor (vectorborne infectious disease) yang menyebar di daerah tropis dan subtropis seperti di
beberapa bagian wilayah di Amerika, Asia dan Afrika. Diduga sekitar 3 milyar
orang, atau hampir setengan dari populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko
untuk tertular malaria. Malaria adalah penyakit endemik di 107 negara tropis dan
subtropis, dengan sub-Saharan Afrika merupakan wilayah dengan kasus tertinggi.
Diperkirakan sekitar 350 juta sampai 500 juta penderita malaria setiap tahunnya,
dan menyebabkan kematian hampir 1 juta jiwa. Lebih dari 80% dari yang mati
tersebut, yaitu sekitar 800.000 jiwa per tahun adalah anak balita di Afrika
(UNICEF 2007). Peta penyebaran malaria di dunia disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta penyebaran malaria di dunia (Greenwood 2004).
Pada awalnya malaria dianggap diakibatkan oleh udara yang buruk (mal =
buruk, aria = udara). Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium
dan biasanya ditularkan melalui inokulasi sporozoit secara subkutan oleh nyamuk
Anopheles. Penularan melalui tranfusi darah yang mengandung trofozoit jarang
terjadi. Bagi pecandu narkoba, penularan bisa terjadi melalui kontaminasi karena
pemakaian alat suntik secara bersama-sama. Pada beberapa wanita malaria adalah
asimtomatik, yaitu parasit tidak ditemukan pada sampel darah tetapi titer terhadap

6

antibodi malaria tinggi. Frekuensi infeksi transplasental pada bayi yang dilahirkan
dari ibu yang non-imun lebih tinggi dibandingkan dengan yang imun, sehingga
meskipun sering terjadi infeksi secara besar-besaran pada plasenta pada wanita
yang tinggal di daerah tertular malaria, namun insidensi kongenital malaria adalah
rendah. Selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran, inokulasi malaria pada
bayi jarang terjadi karena transfer anti bodi melalui susu ibu dan plasenta. Namun
kemudian malaria dapat menyerang secara hebat dan berakibat fatal (Hall 1980).
Species plasmodia yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium
falciparum (malignant tertian), P. vivax (benign tertian), P. malariae (quartan
malaria) dan P. ovale. P. falciparum meruapkan penyebab mayoritas malaria di
Afrika dan merupakan penyebab utama malaria yang berat serta mengakibatkan
kematian. Bentuk resting P. vivax dan P. ovale berdiam di hati (hypnozoites) dan
dapat kambuh kembali beberapa bulan setelah serangan pertama. Malaria
ditularkan oleh beberapa species nyamuk Anopheles betina yang berbeda-beda
prilakunya (Greenwood 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), di Indonesia diperkirakan
sekitar 45% masyarakat bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular
malaria. Pada tahun 2008 tercatat angka kesakitan malaria di Indonesia adalah
sebesar 15, 05 per 1000, dan angka kematian akibat malaria (case fatality rate/
CFR) adalah sebesar 0,01%. Angka ini jauh lebih rendah dari situasi pada tahun
2000, yaitu angka kesakitan malaria sebesar 51,6 per 1000, serta CFR sebesar
2,69%. Meningkatnya jumlah penderita malaria dan terjadinya kejadian luar biasa
malaria sangat berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: a) adanya perubahan
lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular
malaria; b) mobilitas penduduk yang cukup tinggi; c) perubahan iklim yang
menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau; d) krisis ekonomi
yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-daerah tertentu dengan
adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk
terserang malaria; e) tidak efektifnya pengobatan karena terjadi Plasmodium
falciparum resisten klorokuin dan meluasnya daerah resisten; f) menurunnya
perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria
secara terpadu.

7

Di Indonesia daerah endemis malaria dibagi menjadi : 1) endemis tinggi
adalah Annual Parasite Incidence (API) di atas 5 per 1.000 penduduk yaitu di
Propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara (Kabupaten
Nias dan Nias Selatan), dan Nusa Tenggara Timur, 2) endemis sedang adalah API
berkisar antara di atas 1 – 5 per 1.000 penduduk yaitu di Propinsi Aceh
(Kabupaten Siemeuleu), Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kabupaten Lingga),
Jambi (Kabupaten Batang Hari, Merangin, dan Sorolangun), Kalimantan Tengah
(Kabupaten Sukamara, Kota Waringin Barat, Mura), Sulawesi Tengah (Kabupaten
Toli-toli, Banggai, Banggai Kepulauan, Poso), Sulawesi Tenggara (Kabupaten
Muna), Nusa Tenggara Barat (Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima, dan
Sumbawa), Jawa Tengah (Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Pekalongan dan
Sragen), Jawa Barat (Sukabumi, Garut, dan Ciamis), 3) endemis rendah adalah
API 0 - 1 per 1.000 penduduk, diantaranya sebagian Jawa, Kalimantan dan
Sulawesi. 4) non endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria
(daerah pembebasan malaria) atau API = 0, yaitu provinsi DKI Jakarta, Bali,
Kepulauan Riau (Barelang Binkar). Peta endemisitas malaria di Indonesia
disajikan pada Gambar 1 (DEPKES RI 2009).

Gambar 2 Peta endemisitas malaria di Indonesia tahun 2008 (DEPKES RI 2009).

8

Gejala yang ditimbulkan pada penderita malaria ringan adalah penderita
pucat karena kurang darah, pada anak-anak terjadi diare, badan terasa lemah,
mual/muntah, tidak ada nafsu makan, demam menggigil berkala dan sakit kepala.
Adapun pada penderita malaria berat adalah hilangnya kesadaran, panas tinggi,
muntah, urine berwarna teh pekat, tidur terus, diam saja, kejang-kejang, kuning
pada mata, nafas cepat, pingsan dan pada kasus yang parah dapat mengakibatkan
koma. Penularan malaria dapat dikurangi dengan cara mencegah gigitan nyamuk,
yaitu dengan tidur menggunakan kelambu dan menggunakan repelen serangga.
Cara lain untuk mengurangi penularannya adalah dengan penyemprotan
insektisida di dalam rumah dan mengalirkan air yang tergenang yang merupakan
tempat perindukan nyamuk (Kakkilaya 2006).
Vektor Penyakit Malaria
Pembedahan kelenjar ludah (konfirmasi saliva) dan uji elisa adalah dua
cara yang dipakai untuk memastikan nyamuk yang menjadi vektor penyakit
malaria. Sampai dengan tahun 2007 jumlah vektor penyakit malaria yang tercatat
di Subdit Pengendalian Vektor, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang (P2B2) Depkes RI, dan diambil dari berbagai sumber adalah sebanyak
25 spesies (Ditjen PP&PL 2009). Penyebaran vektor malaria di Indonesia
disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1 (Ditjen PP&PL 2007; Ditjen PP&PL 2008).
Hasil survei vektor malaria yang dilakukan oleh Subdit Pengendalian
Vektor, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang di Kabupaten
Lembata pada tahun 2008 adalah ditemukan 8 spesies nyamuk Anopheles, yaitu
Anopheles subpictus, Anopheles minimus, Anopheles barbirostris, Anopheles
sundaicus, Anopheles letifer, Anopheles umbrosus, dan Anopheles vagus (Ditjen
PP&PL 2009).

9

Gambar 3 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007.
Tabel 1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007
No.
1

Spesies
An. aconitus

Jawa

Wilayah

2

An. balabacensis

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah

3

An. bancrofti

Jawa Tengah, Jawa Timur

4

An. barbirostris

Nusa Tenggara Timur

5

An. farauti

Papua

6

An. flavisrostris

Sulawesi

7

An. koliensis

Papua

8

An. letifer

Kalimantan Tengah, Bangka

9

An. leucosphyrus

Papua

10

An. karwari

Papua

11

An. ludlowi

Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur

12

An. maculatus

Jawa

13

An. minimus

Sulawesi

14

An. nigerrimus

Kalimantan

15

An. punctulatus

Papua

16

An. sinensis

Nias

17

An. subpictus

Jawa

18

An. sundaicus

Jawa

19

An. vagus

Nusa Tenggara Timur

20

An. umbrosus

Nusa Tenggara Timur

21

An. tesselatus

Nias

22

An. parangensis

Sumatera Utara

23

An. kochi

Sumatera Utara

24

An. annularis

Sumatera Utara

25

An. peditaeniatus

Sumatera

10

Malaria pada Golongan Rentan
Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit
malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibanding wanita
tidak hamil. Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia, bayi berat lahir
rendah (BBLR), bayi lahir prematur, kematian ibu, keguguran dan kematian pada
saat lahir (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al.
2006; Gamble et al. 2009).
McGregor (1987) mengatakan bahwa ketahanan ibu hamil terhadap malaria
tergantung kepada jumlah kelahiran dan pengalaman keterpaparannya terhadap
malaria yang membentuk imunitas di tubuhnya. Pada ibu hamil yang belum
pernah atau sedikit sekali terpapar malaria akan menderita malaria yang cukup
parah dan berakibat fatal seperti kematian, keguguran, kematian janin dan bayi
berat lahir rendah (BBLR). Tingkat keparahan seperti ini hampir sama
kejadiannya pada setiap ibu hamil. Adapun pada ibu hamil yang tinggal di daerah
endemis malaria, tingkat keparahannya tergantung kepada jumlah kelahiran. Ibu
hamil yang mengandung pertama kali menunjukkan tingkat parasitemia yang
tinggi, tingkat morbiditas tinggi (tetapi tidak ada kematian) dan melahirkan bayi
dengan BBLR. Sedangkan pada ibu hamil yang sebelumnya pernah melahirkan
anak tingkat keparahannya lebih rendah dan memiliki tingkat ketahanan yang
tinggi terhadap malaria.
Hasil penelitian Nosten et al. (1999) pada malaria P. vivax di daerah
perbatasan Thailand bagian barat juga menunjukkan bahwa penderita pada
umumnya adalah pada ibu hamil dengan kehamilan pertama. Akibat yang
ditimbulkan adalah anemia dan BBLR dan tidak berasosiasi terhadap kelahiran
prematur serta kematian janin.
Malaria pada anak-anak berakibat lebih fatal dibandingkan dengan orang
dewasa. Lebih dari 1-3 juta jiwa anak-anak di seluruh dunia meninggal dunia
akibat malaria setiap tahunnya. Akibat malaria pada anak-anak yang berusia lebih
tua hampir sama dengan pada orang dewasa, tetapi untuk bayi dan balita
akibatnya lebih fatal. Adapun dampaknya pada balita adalah dapat menyebabkan

11

anemia, cerebral malaria dan menyebabkan kematian (Newton 1996; Lines 1997;
Fischer 2002).
Idro et al. (2006) menunjukkan hasil penelitian di Uganda bahwa semakin
tinggi intensitas penularan malaria di suatu wilayah maka semakin banyak
persentase anak yang menderita anemia dan berkurangnya kesadaran akibat
malaria, tetapi malaria tidak menyebabkan kesulitan pernafasan. Penelitian lain
yang juga dilakukan Idro et al. (2005) di Wilayah Barat Daya Uganda
menunjukkan bahwa gejala malaria yang umum balita adalah demam, muntah dan
batuk. Gejala lainnya adalah lemah (45.1%), kesulitan bernafas (29.4%) dan
anemia (19.6%). Adapun hepatomegaly dan splenomegaly jarang ditemukan.
Malaria lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada balita dan
manifestasinya bervariasi tergantung kepada usia.
Dari hasil penelitian malaria pada 290 orang anak di Ghana, Frank et al.
(2004) melaporkan bahwa gejala malaria yang umum pada anak-anak adalah
anemia (55%), lemah (33%), sulit bernafas (23%) dan lemahnya kesadaran (19%).
Umur berpengaruh terhadap tingkat keparahannya. Case fatality rate (CFR) pada
anak-anak adalah 11,2%.
Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal Nets/LLINs)
Long-lasting insecticidal nets (LLINs) adalah kelambu yang mengandung
insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya
tahan terhadap berkali-kali pencucian serta tetap memiliki aktivitas biologik
sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Masa pemakaian LLIN
adalah sekitar tiga tahun untuk kelambu poliester dan 5 tahun untuk polietilen.
LLIN yang direkomendasikan oleh World Health Organization Pesticide
Evaluation Scheme (WHOPES) saat ini memiliki aktivitas biologik sekurangkurangnya sampai 20 kali pencucian pada kondisi laboratorium dan tiga tahun
pemakaian pada kondisi lapangan (Guillet 2004, Kulkarni 2006).
WHO telah merekomendasikan dua jenis LLIN yang pada saat ini telah
dikomersialkan, yaitu Olyset®, yang diproduksi di China oleh Sumitomo
Chemical Company, Jepang dan dibawah perjanjian transfer teknologi antara
Sumitomo dan A to Z Textile Mills di Tanzania. Olyset® disetujui oleh WHO

12

pada tahun 2001. Olyset® berbahan polietilen dan mengandung permetrin yang
dicampurkan ke dalam benangnya yang setiap saat dapat bermigrasi ke permukaan
benang untuk mengganti residu yang hilang akibat pencucian.
LLINs lain yang direkomendasikan WHO adalah PermaNet, yang
diproduksi oleh Vestergaard Frandsen di Thailand dan Vietnam. PermaNet
berbahan poliester dan mengandung deltametrin yang dibalutkan ke benangnya.
Deltamethrin yang terkandung di benang tahan terhadap pencucian. PermaNet
disetujui oleh WHO pada tahun 2003 (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006,
Coticelli 2007).
Perlakuan Pemanasan pada LLIN
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi Kelambu Olyset®,
sebagai satu di antara kelambu yang direkomendasikan oleh WHO sebagai alat
untuk memproteksi dari vektor malaria. Sreehari et al. (2007) telah melakukan
studi di India, dan memperoleh hasil bahwa penggunaan kelambu Olyset® nets
dapat mereduksi indoor resting density nyamuk An. culicifacies

dan juga

mereduksi masuknya nyamuk ke rumah dimana Olyset® digunakan.
Dari penelitian Sharma et al. (2009) di 22 desa di Orissa India, diperoleh
hasil bahwa penggunaan Olyset® dapat mereduksi 65% - 70% insidensi malaria
dibandingkan dengan daerah kontrol. Dari hasil survey lintas seksional diperoleh
nilai prevalensi malaria turun 45,7% pada kelompok yang menggunakan kelambu
Olyset®, sementara terjadi kenaikan 33,3% sampai 51% di daerah kontrol.
Dari hasil uji yang dilakukan oleh N’Guessan et al. (2001) di Côte d’Ivoire,
di suatu kawasan yang vektornya memiliki resistensi yang tinggi terhadap
permethrin, diperoleh bahwa efikasi kelambu Olyset® tidak berubah setelah
dipakai selama tiga tahun terus menerus.
Hasil setelah pemakaian secara terus menerus selama 7 tahun di Tanzania
menunjukkan bahwa 9/10 kelambu masih efektif (KD 60 menit lebih dari 95 %),
meskipun tanpa heat regeneration (Tami et al. 2004). 97 % penduduk masih
menggunakan kelambu secara rutin dan 62 % kelambu masih dalam keadaan baik.

13

Bahkan 51% mengatakan mereka akan membeli kelambu Olyset® baru karena
yang ada sudah terlalu tua.
Malima et al. (2008) juga melakukan penelitian mengenai kelambu Olyset®
di Tanzania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelambu Olyset® yang baru
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu 73,9% terhadap An. funestus dan
62,7% terhadap An. gambiae. Kelambu Olyset® yang telah berusia 7 tahun
mengakibatkan 58,9% mortalitas terhadap An. funestus dan 40,0% terhadap An.
gambiae. Selama 7 tahun pemakaian tingkat mortalitas nyamuk akibat kelambu
Olyset® hanya turun 20–35%.
Pada awalnya perusahan yang memproduksi Olyset® (LLIN yang digunakan
pada penelitian ini) merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap
setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan
menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN
ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi
iklim tropis (WHOPES 2001).
Lindblade et al. (2005) memperoleh hasil bahwa Olyset kehilangan aktivitas
biologiknya dengan cepat meskipun konsentrasi insektisida dalam benang
kelambunya cukup tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa pencucian tidak
menyebabkan berkurangnya konsentrasi insektisida tetapi masalahnya adalah pada
bio-availablity dari insektisida yang terdapat pada permukaan benang.
Gimnig et al. (2005) melakukan studi efikasi LLIN setelah pencucian
berkali-kali dengan membandingkan enam LLIN, yaitu dua jenis yang sudah
direkomendasikan WHO, dua jenis LLIN yang masih dalam pengajuan dan dua
jenis kelambu yang diberi perlakuan insektisida secara konvensional dan tahan
terhadap pencucian. Hasil yang diperoleh adalah PermaNet 1.0 merupakan
kelambu yang paling tahan terhadap pencucian dengan mortalitas nyamuk lebih
dari 50% setelah 20 kali pencucian (melalui WHO cone bioassays test). Kelambu
Dawa (jenis yang masih dalam pengajuan ijin ke WHO) juga menunjukkan
adanya aktivitas daya tahan setelah beberapa kali pengujian, tetapi memiliki
variasi yang besar pada retensi insektisida dan aktivitas biologik. Kelambukelambu yang lain, termasuk Olyset kehilangan aktivitas biologiknya lebih dari

14

90% setelah enam kali pencucian. Setelah 20 kali pencucian, semua jenis kelambu
kehilangan lebih dari 50% dari konsentrasi kandungan insektisida pertamanya
kecuali Olyset. Setelah 20 kali pencucian kemudian semua kelambu diberi
perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) selama 4 jam pada suhu 60 0C
untuk mengetahui apakah aktivitas biologik masih dapat dibangkitkan melalui
perlakuan pemanasan. Hasilnya menunjukkan hanya Olyset yang efektif kembali
setelah dilakukan pemanasan dengan peningkatan tingkat mortalitas dan knock
down menjadi lebih dari 90%. Tetapi jika dipanaskan pada suhu 30 0C atau 35 0C,
kelambu Olyset yang sudah dicuci tiga kali tidak menunjukkan aktivitas
biologiknya setelah 12 minggu pemakaian.
Namun demikian dari hasil penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) menyatakan
bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu
berinsektisida konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian
untuk

kelambu

berinsektisida

konvensional)

meskipun

tanpa

perlakuan

pemanasan.
Juga Vythilingam et al. (1996) telah melakukan pengujian di laboratorium
dengan membandingkan kelambu Olyset® terhadap polietilen monofilamen dan
nylon multifilamen yang telah dicampur dengan permethrin. Ketiga jenis kelambu
tersebut dicuci dengan air saja serta dengan air dan sabun. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa setelah pencucian sebanyak 15 kali dengan air, mortalitas
nyamuk Anopheles maculatus adalah 95% untuk kelambu Olyset®, 83% untuk
nylon dan 26% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 100%
untuk kelambu Olyset®, 91.7% untuk nylon dan 81.7% untuk polietilen. Setelah
pencucian sebanyak 4 kali dengan air dan sabun, mortalitas nyamuk Anopheles
maculatus adalah 86.7% untuk kelambu Olyset®, 80.3% untuk nylon dan 3.3%
untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 90.3% untuk kelambu
Olyset®, 50% untuk nylon dan 5% untuk polietilen.

PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN
LAMA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI
KABUPATEN BANGKA, INDONESIA
ACCEPTABILITY AND USE OF LONG LASTING
INSECTICIDAL NETS TO PROTECT MALARIA IN BANGKA
DISTRICT, INDONESIA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan, pencucian dan
pemanasan kelambu berinsektisida tahan lama (long Lasting Insecticidal
Nets/LLIN) di masyarakat di Kabupaten Bangka, Indonesia. Penelitian
dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008.
Sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya pemakaian LLIN unt