Studi komparasi metode inventarisasi dalam pendugaan ukuran populasi owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak:

STUD1 KOMPARASI METODE INWENTARISAS1
DALAM PENDUGMN UKURAN POPUMSI O W JAWA
Dl TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SAMK

ASWAN

SEKOLAEI PASCASARTANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER PNFO
SI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kornparasi Metode
Inventarisasi dalam Pendugaan Kepadatan Populasi Owa Jawa

di

Taman


Nasional Gunung Halimun-Salak adalah karya saya dengan arahan dari kornisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam D&ar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2009

ASWAN
NRP E351070061

ABSTRACT
ASWAN. Comparison Study of Inventory Methods for Estimation Owa Jawa
Population Size in Gunung Halimun-Salak National Park. Under supervised by
AGUS PRIYONO KARTONO and YANTO SANTOSA.

The study was conducted to determine optimal method from a range of inventory
methods, including strip transect (ST), line transect (LT), and variable circular
plot (VCP), for estimating density population of owa jawa in Gunung HalimunSalak National Park from Januari to April, 2009. A sampling effort of sixteen

transect were establish for data collected at two habitat type, that is eight transect
at disturbance habitat (DH) and undisturbance habitat (UH), respectively. Six
observations were made at each transect, that is three times in morning and three
times in afternoon. All three methods shows various of results in terms of
detecting number, mean density estimation, and precision. LT and VCP method
tend to detected more individual and family group of owa jawa than ST method at
both habitat type. But, density estimation that calculating from the data of
detecting number by LT method tend to products a lower value at both DH and
UH. In contrast, VCP method tend to product a high density value at both habitat
type. In all habitat types, LT methods is the most effektif methods ekspressed by
high precision of density estimation. VCP methods have a minimum cost than
two others. Overall, this study given the LT methods as the most optimal methods
for estimating density of owa jawa population based on relative cost and relative
variance factors.

Key words: GHS-NP, inventory methods, population size, owa jawa.

ASWAN. Studi Komparasi Metode Inventarisasi dalam Pendugaan Ukuran
Dibimbing
Populasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan YANTO SANTOSA.
Ukuran atau kepadatan merupakan parameter populasi satwaliar yang
penting, baik dalam rangka studi populasi untuk meramalkan keadaan populasi
pada waktu-waktu tertentu permaupun dalam pengelolaan populasi satwaliar
untuk mendapatkan kondisi populasi yang diharapkan. Ukuran atau kepadatan
populasi satwaliar di dam diperoleh melalui kegiatan inventarisasi dengan
beragam pilihan metode yang telah dikembangkan, namun seringkali metodemetode yang berbeda tersebut menghasilkan nilai dugaan kepadatan populasi dan
tingkat ketelitian yang berbeda-beda. Bertolak dari ha1 tersebut maka penelitian
ini dilakukan untuk mengevaluasi tiga metode inventarisasi dalam pendugaan
kepadatan populasi owa jaw% yakni metode strip transect (ST), metode line
transect (LT), dan metode variable circular plot (VCP). Tujuan penelitian ini
adalah menentukan metode inventarisasi: (1) yang paling efektif, yakni memiliki
tingkat ketelitian paling tinggi, (2) yang mengeluarkan biaya paling rendah, dan
(3) yang paling optimal, yakni memiliki tingkat ketelitian paling tinggi dan biaya
paling kecil.
Penelitian dilaksanakan di wilayah Resort Gunung Bodas, SPTN Wilayah
I11 Sukabumi, TNGHS - Kab. Sukabumi, Jawa Barat mulai bulan Januari s/d
April 2009. Masing-masing delapan buah transek yang panjangnya satu km
ditempatkan pada dua tipe habitat berbeda yang terdapat di lokasi penelitian,
yakni habitat terganggu (HT) dan habitat tidak terganggu (HTT). HT merupakan

tipe habitat dengan intensitas gangguan yang relatif tinggi seperti penebangan
kayu untuk bahan bakar atau bahan bangunan, pernungutan hasil hutan berupa
rotan dan lainnya, serta perambahan hutan untuk memperluas lahan pertanian.
HTT merupakan tipe habitat dengan intensitas gangguan yang relatif rendah atau
belum mengalami gangguan.
Berdasarkan hasil inventarisasi vegetasi diperoleh 48 jenis tumbuhan tingkat
pohon dengan kerapatan total 194,68 batanglha dan 49 jenis tumbuhan tingkat
tiang dengan kerapatan total 335,75 batanglha di HT, sedangkan di HTT
ditemukan 57 jenis tumbuhan tingkat pohon dengan kerapatan total 223,72
batangtha clan 58 jenis tumbuhan tingkat tiang dengan kerapatan total 364,39
batangiha. Kondisi HT juga ditandai dengan adanya pemanfaatan hasil hutan oleh
masyarakat sekitarnya seperti kayu bakar, bambu, dan kayu untuk bahan
bangunan. Perbedaan kualitas habitat tersebut diduga berdampak pada kepadatan
populasi (true density) dan perubahan perilaku owa jawa yang akhirnya akan
mempengaruhi peluang menemukan satwa ini.
Berdasarkan hasil enam kali pengamatan pada tiap-tiap transek (rnasingmasing tiga kali pada pagi hari yang diiulai pada pukul 06.00 WIB dan tiga kali
pada sore hari yang dimulai pada pukul 13.30 WIB), metode VCP mendapatkan
jumlah pejumpaan owa jawa paling tinggi di HT, yakni total 27 kelompok (67
individu) atau rata-rata 0,56 kelompok (1,40 individu) per transek per
pengamatan. Metode LT mendapatkan pejumpaan paling tinggi di I-ITT dengan

jumlah total 31 kelompok (78 individu) atau rata-rata 0,65 kelompok (1,63

individu) per transek per pengamatan. Sementara metode ST selalu mendapatkan
jumlah perjumpaan paling rendah di kedua tipe habitat tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data perjumpaan owa jawa yang diperoleh
masing-masing metode tersebut diketahui bahwa metode VCP selalu
menghasilkan rata-rata nilai dugaan kepadatan kelompok owa jawa paling tinggi
di kedua tipe habitat, masing-masing 4,55 kelomPokkm2 di HT dan 5,80
kelompok/km2 di HTT. Rata-rata nilai dugaan kepadatan populasi yang
dihasilkan metode VCP juga merupakan yang tertinggi, masing-masing sehesar
11,28 individu/km2 di HT dan 14,89 individu/km2 di HTT. Rata-rata nilai dugaan
kepadatan kelompok owa jawa paling rendah dihasilkan oleh metode LT, yakni
3,61 kelompok/km2 di HT dan 4,61 kelompok/km2 di HTT. Rata-rata nilai
dugaan kepadatan populasi yang dihasilkan metode LT tersebut juga merupakan
yang palin rendah, masing-masing 9,31 individu/km2 di HT dan 11,61
individulkm dl HTT.
Ketelitian nilai dugaan kepadatan populasi owa jawa paling tinggi
dihasilkan oleh metode LT. Rata-rata nilai precision (P) metode LT dari 8 transek
pengamatan di masing-masing tipe habitat adalah 84,88% di HT dan 86,60% di
HTT. Hasil ini menunjukan bahwa metode LT merupakan metode yang paling

efektif untuk pendugaan ukuran populasi owa jawa dibandingkan dengan metode
ST dan VCP. Hasil perkalian ragam relatif dan biaya relatif dari metode LT juga
nilainya paling rendah dibandingkan dengan metode ST dan VCP, sehingga dapat
disimpulkan bahwa metode yang paling optimal untuk pendugaan ukuran
populasi owa jawa adalah metode LT.

5 .

O Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar pihak IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

STUD1 KOMPARASI METODE INVENTARlSASl

DALAM PENDUGAAN UKURAN POPULASI O W JAWA
Dl TAMAN NASIONAL GUNUNG NALIMUN-SALAK

ASWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Mayor Konsewasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAW PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Tesis

: Studi Komparasi Metode Inventarisasi dalam Pendugaan

Ukuran Populasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung

Halimun-Salak
Nama

: Aswan

NRP

: E351070061

Mayor

: Konservasi Biodiversitas Tropika

Disetujui
Koinisi Pembimbiilg
Ketua

Anggota

Dr. Ir. Yanto Santosa. DEA

NIP 131430800

Dr. Ir. Anus Priyono Kartono, MSi
NIP196602211991031001

Diketahui
Koordinator Mayor
Konse~asiBiodiversitas Tro

NIP 1948208119800011001

Tanggal Ujian: 2 September 2009

"'NIP ~95604041980111002

Tanggai Lulus:

1 2 0C T 2009

Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
tesis yang berjudul "Studi Komparasi Metode Inventarisasi dalam Pendugaan
Ukuran Populasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halirnun-Salak" sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains konservasi biodiversitas
tropika dari Institut Pertanian Bogor.
Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya konservasi keanekaragaman hayati
sebagai program nasional yang saat ini menjadi salah satu program prioritas
Departemen Kehutanan kurang didukung oleh data yang cukup dan berkualitas.
Padahal hams disadari bahwa keberhasilan program konservasi banyak ditentukan
oleh data yang berkualitas. Di sisi lain disadari bahwa kualitas data yang tersedia
sangat tergantung pada metode yang digunakan untuk ~nenghasilkandata tersebut.
Karena itulah penulis memandang bahwa topik penelitian ini penting untuk dikaji
karena hasilnya dapat diaplikasikan secara langsung guna mendukung upaya
konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia. Hal ini juga sebagai wujud
terimakasih dan rasa tanggungjawab kepada institusi yang telah memberikan
kesempatan dan sekaligus mensponsori penulis dalam program pendidikan
magister sains ini.
Tesis ini ditulis dengan susunan yang terdiri atas beberapa bab, yakni
Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Kondisi Umurn Wilayah Penelitian, Metodologi,
serta Hasil dan Pembahasan. Dengan susunan demikian penulis berharap

keterkaitan antara latar belakang, tujuan, metode, dan hasil yang diperoleh dapat
lebih mudah dipahami. Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa dalam
tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, kekeliruan dan kelemahan. Oleh
karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan
dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2009
Aswan

UCAPAN TERIMA KASIW
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Departemen Kehutanan, yang telah memberikan kesempatan dan sekaligus
sebagai sponsor penulis dalam mengikuti pendidikan pada Program Magister
Sains di Institut Pertanian Bogor, (2) Drh. Kuppin Simbolon, MSc selaku Kepala
Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti atas rekomendasi yang diberikan
kepada penulis sebagai syarat untuk dapat mengambil beasiswa program
pendidikan S2 yang disediakan oleh Dephut, (3) DR. Bambang Supriyanto, MSc
selaku Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak beserta staf yang
telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
Terima kasih pula kepada kawan-kawan seperjuangan mahasiswa S2 KVT 2007,
Pak S o h , Bi Uurn dan Pak Ismail atas bantuannya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan
kepada Komisi Pembimbing, yakni: Dr. Ir. Agus P Kartono, MSi selaku Ketua
Komisi, dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA selaku Anggota Komisi atas curahan
pemikiran, waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan
selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
Akhimya ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri
tercinta Dine Afianti dan anak-anakku tersayang Titi dan Ikhsan atas dukungan,
pengertian, dan pengorbanan kalian selama ini yang terkadang luput mendapatkan
perhatian. Juga kepada Bapak tercinta H. Muh. Asin Liambo dan Ibu Hj. Setiawan
serta kakak adik tersayang diucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang
diberikan.
Akhimya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dalam tesis ini, maka
hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya Allah SWT sendiri yang
memberi balasan berkah kepada semua pihak yang telah banyak membantu
penulis dan akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, September 2009

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1972 di Desa Lalohao, Kec.
Wonggeduku, Kab. Konawe (dahulu Kab. Kendari), Propinsi Sulawesi Tenggara.
Merupakan anak keempat dari enam bersaudara pasangan Bapak H. Muh. Asin
Liambo dan Ibu Hj. Setiawan. Penulis menamatkan pendidikan dari sekolah dasar
hingga sekolah lanjutan tingkat atas di Kabupaten Konawe-Sulawesi Tenggara.
Setamat dari SDN Wawoone pada tahun 1985 penulis melanjutkan pendidikan ke
SMPN Pondidaha dan tamat pada tahun 1988. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan pada SMAN Angkasa Ambaipua dan lulus pada tahun 1992.

Pada

tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan tingkat
sarjana (Sl) di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus
pada tahun 1997.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen
Kehutanan sejak tahun 2000 dengan penempatan pertama pada Dinas Kehutanan
Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2001 penulis pindah tugas ke
Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (BTNRAW), Sulawesi Tenggara.
Di BTNRAW penulis bertugas kurang lebih enam tahun hingga dimutasi ke
Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (BTNLW) Nusa Tenggara Timur
pada tahun 2007 guna memangku jabatan baru selaku Kepala Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah 11. Pada tahun yang sama penulis mendapat tugas
belajar pada program Magister Sains (S2) Sekolah Pascasajana IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studiiayor Konservasi Biodiversitas Tropika Sekolah Pascasajana
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian tentang "Studi Komparasi
Metode Inventarisasi dalam Pendugaan Ukuran Populasi Owa Jawa di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak" yang dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Priyono
Kartono, MSi sebagai Ketua dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA sebagai Anggota
Komisi Pembimbing.

DAFTAR IS1
DAFTAR IS1 .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

.

I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1.2. Tujuan Penelitian ...............................................................................
1.3.Manfaat Penelitian .............................................................................

.

I1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Inventarisasi Satwaliar .......................................................................
2.2. Pendekatan dan Metode Inventarisasi Satwaliar ...............................
2.3. Pennasalahan Inventarisasi Satwaliar.................................................
2.4. Bio-ekologi Owa Jawa .......................................................................

.

111 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.

Sejarah Kawasan ...............................................................................
Letak dan Luas ..................................................................................
Kondisi Fisik Kawasan .....................................................................
...
Kondisi Biologis Kawasan ...............................................................

.

IV METODE PENELITIAN
4.1
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.

Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
Peralatan dan Bahan .........................................................................
Kerangka Pemikiran .........................................................................
Metode Pengurnpulan Data ...............................................................
Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................

.

V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.

Struktur dan Kornposisi Vegetasi .....................................................
Perjumpaan Owa Jawa ......................................................................
Estimasi Kepadatan Populasi Owa Jawa ..........................................
Ketelitian Nilai Dugaan Kepadatan Populasi ...................................
Biaya Operasional Inventarisasi .......................................................
Penentuan Metode yang Optimal.......................................................

.

VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Sirnpulan ..........................................................................................
6.2. Saran .................................................................................................

...................................................................................
..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
No

Halaman

1 Jenis pohon pakan dan pohon tidur owa jawa
di kawasan TNGHS ...................................................................................

22

2

Lima jenis tumbuhan tingkat pohon yang memiliki kerapatan
. .
paling tinggl dl habitat terganggu ............................................................. 41
3 Lima jenis tumbuhan tingkat tiang yang memiliki kerapatan paling
tinggi di habitat terganggu ........................................................................
42
4
5
6

Lima jenis tumbuhan tingkat pohon yang memiliki kerapatan
paling tinggi di habitat tidak terganggu ....................................................

43

Lima jenis tumbuhan tingkat tiang yang memiliki kerapatan paling
tinggi di habitat tidak terganggu ...............................................................

44

Jumlah perjumpaan owa jawa yang dihasilkan oleh metode strip
transect, line transect, dan variable circular plot .....................................

46

7 Rata-rata jumlah perjumpaan owa jawa yang diperoleh metode
strip transect, line transect, dan variable circular plot ............................

49

8

Selisih rata-rata perjumpaan antara habitat terganggu dan habitat
tidak terganggu .......................................................................................... 49

9

Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata perjumpaan owa
jawa antara habitat terganggu dan habitat tidak terganggu ........................

50

10 Selisih rata-rata perjumpaan owa jawa antara pengamatan pagi
hari dengan pengamatan sore hari ............................................................

50

11 Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata perjumpaan owa
jawa antara waktu pengamatan pagi hari dan sore hari .............................

51

12 Rata-rata ukuran kelompok owa jawa berdasarkan hasil
pengamatan dengan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

53

13 Rata-rata nilai dugaan kepadatan kelompok owa jawa berdasarkan
data hasil pengamatan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

55

14 Rata-rata nilai dugaan kepadatan populasi owa jawa berdasarkan
hasil pengamatan dengan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

56

15 Selisih rata-rata nilai dugaan kepadatan populasi owa jawa antara
waktu pengamatan pagi hari dan sore hari ................................................ 58
16 Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata nilai dugaan
kepadatan populasi antara waktu pengamatan pagi hari dan sore
hari ............................................................................................................. 59

(ii)

17 Tingkat ketelitian nilai dugaan kepadatan populasi owa jawa yang
dihasilkan metode strip transect, line transect, dan variable
circular plot ........................................................................................ 60
18 Selisih tingkat ketelitian nilai dugaan kepadatan populasi owa
jawa antara metode strip transect, line transect, dan variable
circular plot ...............................................................................................

61

19 Ragam relatif metode strip transect, line transect, dan variable
circular plot ..............................................................................................

64

20 Hasil penghitungan biaya relatif metode strip transect, line
transect, dan variable circular plot ......................................................

65

21 Hasil perkalian ragam relatif dan biaya relatif dari metode strip
transect, line transect, dan variable circular plot .....................................

66

(iii)

DAFTAR G

AR

No

Halaman

1 Peta kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ............................

19

2 Kerangka pendekatan penelitian tentang komparasi metode
inventarisasi dalam pendugaan ukuran populasi owa jawa di
TNGHS ...................................................................................................... 26
3
4

5

Desain unit contoh pengamatan metode strip transect, line
transec, dan variable circularplot ...........................................................

...........
.
.
Kondis~vegetasi habitat terganggu ....................................................
Desain petak pengamatan vegetasi dengan metode jalur berpetak

6 Kondisi vegetasi habitat tidak terganggu

..................................................

7 Owa jawa yang terdeteksi saat makan (kanan) dan saat melakukan
perpindahan diantara cabang pohon (kiri).............................................

28
30
43
45
52

DAFTAR LAMPIRAN
No

Halaman

1 Daftar jenis tumbuhan di habitat terganggu

..............................................

74

2

Daftar jenis tumbuhan di habitat tidak terganggu .....................................

3

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif tumbuhan tingkat pohon di habitat
terganggu .............................................................................................. 76

4 Kerapatan jenis dan kerapatan relatif tumbuhan tingkat tiang di habitat
terganggu ...................................................................................................
5
6

75

77

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif tumbuhan tingkat pohon di habitat
tidak terganggu ..........................................................................................

80

Kerapatan jenis dan kerapatan relatif tumbuhan tingkat tiang di habitat
tidak terganggu ..........................................................................................

83

7 Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata perjumpaan kelompok
owa jawa hasil pengamatan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

84

Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata ukuran kelompok owa
jawa hasil pengamatan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

86

Hasil penghitungan nilai dugaan kepadatan populasi owa jawa hasil
pengamatan metode strip transect, line transect, dan variable circular
plot ............................................................................................................

88

10 Hasil uji-t pada a=0,05 terhadap beda rata-rata nilai dugaan kepadatan
populasi hasil pengamatan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot .............................................................................

91

11 Hasil uji kesamaan ragam (uji-f, a=0,05) nilai dugaan kepadatan
populasi hasil pengamatan metode strip transect, line transect, dan
variable circular plot ................................................................................

93

12 Rincian biaya tetap metode strip transect, line transect, dan variable
circularplot ..............................................................................................

95

13 Rincian biaya variabel pelaksanaan inventarisasi owa jawa per 1 km
transek .......................................................................................................

96

8

9

1.1. Latar Belakang

Ukuran atau kepadatan merupakan parameter populasi satwaliar yang
penting, yang diperlukan baik dalam studi populasi maupun pengelolaan populasi
satwaliar. Dalam studi populasi, keadaan populasi pada waktu-waktu tertentu
dapat diramalkan bila diketahui ukuran populasi awal dan laju pertumbuhan
populasi tersebut (Tanuningkeng 1992). Laju pertwnbuhan populasi diperoleh
melalui pengukuran populasi dari waktu ke waktu dalam kurun waktu tertentu.
Dalam konteks pengelolaan populasi, ukuran atau kepadatan populasi diperlukan
sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan guna mendapatkan suatu
kondisi populasi yang diharapkan (Bailey 1984). Kondisi populasi yang menjadi
tujuan pengelolaan dapat berupa populasi maksimm (untuk pemanfaatan) atau
populasi minimum (untuk pengendalian kerusakan habitat).
Ukuran atau kepadatan populasi satwaliar di alam diperoleh melalui
kegiatan inventarisasi dengan berbagai pilihan metode yang telah dikembangkan.
Pada populasi primata, metode inventarisasi yang m u m digunakan antara lain:
strip transect, line transect, d m point count (Wilson et al. 1996, Nijman &

Menken 2005). Metode ship trunsect menggunakan unit contoh pengamatan
berbentuk memanjang dengan batas-batas yang telah ditentukan. Untuk keperluan
pendugaan ukuran populasi, data yang dicatat pada metode ini hanyalah jurnlah
satwa teramati di dalam unit contoh pengamatan sehingga pengumpulan datanya
lebih sederhana dan mudah.

Metode ini antara lain pernah digunakan oleh

Iskandar (2007) dalam pendugaan kepadatan populasi owa jawa di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).
Pada metode line transect dan point count, pengumpulan data dilakukan
pada unit contoh yang tidak ditentukan batas-batasnya.

Luas unit contoh

pengamatan pada kedua metode tersebut dihitung berdasarkan hasil pengukuran
variabel jarak. Pada metode line transect, jarak diukur tegak lurus antara posisi
satwa dengan garis transek. Pada metode point count, jarak diukur dari titik
pengamatan ke posisi satwa yang teramati. Seringkali titik pengamatan diletakkan
pada garis transek dengan jarak sama antar titik satu dengan titik berikutnya,

sehingga disebut juga dengan metode point transect (Buckland et al. 2001).
Dalam bidang omitologi, metode ini lebih dikenal dengan nama variable circular
plot. Metode line transect antara lain digunakan oleh Sugardjito et al. (1997)

terhadap populasi owa jawa di TNGHS, sedangkan metode point cozint oleh
Nijman & Balen (1998) terhadap populasi owa jawa di Pegunungan Dieng.
Meskipun berbagai metode inventarisasi beserta analisis statistiknya
dirancang untuk mendapatkan data yang akurat dan teliti (Caughley 1978, Krebs
1998, Buckland et al. 2001), namun dalam aplikasinya di lapangan mengalami
kesulitan karena berhadapan dengan kondisi medan yang berat seperti yang umum
dijumpai di hutan hujan tropis. Kondisi lapangan yang berat merupakan sumber
kesalahan yang mempengaruhi akurasi dan ketelitian data yang diperoleh
(Varman & Sukumar 1995, Nijman & Menken 2005). Permasalahan lain yang
dihadapi dalam kegiatan inventarisasi satwaliar berkaitan dengan sifat dan
perilaku satwa yang u m m y a pemalu, suka bersembunyi, pergerakannya cepat,
dan menggunakan waktu dengan pola tertentu yang kesemuanya menyebabkan
kecilnya peluang menemukan satwa tersebut (Lewis 1970).

Selain menjadi

sumber kesalahan dalam pengambilan datanya, misalnya penghitungan kurang
atau penghitungan ganda, juga seringkali menyebabkan data yang diperoleh tidak
mencukupi secara statistik guna mendapatkan nilai dugaan kepadatan populasi
yang akurat dan teliti (Nelson & Fancy 1999, Buckland et al. 2001).
Efektifitas tiap-tiap metode inventarisasi berbeda-beda dalam menghadapi
berbagai situasi lapangan dan sifat serta perilaku satwa.

Hal tersebut

menyebabkan akurasi dan tingkat ketelitian nilai dugaan kepadatan populasi yang
dihasilkan seringkali berbeda antara satu metode clengan metode lainnya. Hal ini
menunjukan perlunya dilakukan evaluasi terhadap metode-metode inventarisasi
dan memilih metode inventarisasi yang tepat yang dapat menghasilkan data yang
bermanfaat (Caughley 1978, Caughley & Sinclair 1994, Sutherland 2006).
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam memilih metode inventarisasi
adalah biaya. Biaya yang dikeluarkan oleh suatu metode dipengaruhi oleh waktu
pengamatan, sarana yang digunakan, dan teknik pengamatan (Lewis 1970, Krebs
1998, Caughley 1978). Menurut Krebs (1998), kualitas data yang ingin diperoleh
seharusnya disesuaikan dengan biaya yang dikeluarkan.

Beberapa studi telah dilakukan untuk mengevaluasi metode-metode
inventarisasi tersebut, antara lain pada jenis primata seperti Hylobates muelleri
(Nijman & Menken 2005), mamalia besar ( V m a n & Sukumar 1995), dan
burung (Cyr et al. 1991). Namun, evaluasi belum pernah dilakukan terhadap
populasi owa jawa (Hylobates moloch). Selain itu, evaluasi yang dilakukan masih
terbatas pada penilaian efektifitas yang hanya memperhitungkan tingkat ketelitian
Berdasarkan hal-ha1 yang diuraikan di atas maka penting untuk
menentukan metode yang paling optimal dalam pendugaan ukuran populasi owa
jawa diantara metode strip transect, line transect, dan variable circular plot.
Penentuan tingkat optimalisasi metode didasarkan pada penilaian efektifitas,
dalam hal ini ketelitian data yang dihasilkan, dan biaya yang dikeluarkan oleh
tiap-tiap metode inventarisasi tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian mengenai studi komparasi
metode inventarisasi dalam pendugaan ukuran populasi owa jawa di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak adalah :
1. Menentukan metode inventarisasi owa jawa yang paling efektif diantara
metode strip transect, line transect, dan variable circular plot.

2. Menentukan metode inventarisasi owa jawa yang biayanya paling rendab
diantara metode strip transect, line transect, dan variable circular plot.

3. Menentukan metode inventarisasi owa jawa yang paling optimal, yakni
memiliki tingkat ketelitian dan biaya paling kecil diantara metode strip

transect, line transect, dan variable circular plot.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat m u m berupa
ketersediaan informasi tentang ukuran optimal metode strip transect, line

transect, dan variable circular plot dalam pendugaan ukuran populasi owa jawa
di TNGHS. Secara khusus, manfaat penelitian ini adalah memberikan dasar
pertimbangan dari aspek ketelitian dan biaya dalam pemilihan metode
inventarisasi owa jawa, khususnya diantara metode strip transect, line transect,
dan variable circular plot.

11. TINJAUAN PUSTAlKA
2.1. Inventarisasi Satwaliar

Inventarisasi secara umum diartikan sebagai kegiatan pengumpulan data
atau informasi.

Istilah inventarisasi umumnya digunakan dalam bidang

pengelolaan sumberdaya hutan yang lebih rnernfokuskan pada estirnasi pohon.
Dalam kaitan tersebut, Husch (2003) mendefinisikan inventarisasi hutan sebagai
suatu prosedw untuk mendapatkan informasi rnengenai kuantitas, kualitas, dan
kondisi dari sumberdaya hutan, asosiasi vegetasi dan kornponen-kornponennya,
serta karateristik lokasinya.
Inventarisasi dimaksudkan sebagai kegiatan pengumpulan data mengenai
tumbuhan dan satwaliar (BPPKP 1998).

Bila merujuk pada definisi yang

diberikan oleh Husch (2003) tersebut di atas, rnaka inventarisasi satwaliar dapat
didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk mendapatkan data dan informasi
rnengenai kuantitas, kualitas, dan kondisi dari suatu populasi satwaliar beserta
karateristik habitatnya.
Dalam beberapa literatw, pengumpulan data dalam rangka pendugaan
ukuran populasi menggunakan istilah yang lebih spesifik seperti sensus (Lewis
1970, Caughley & Sinclair 1994), penghitungan satwalcounting animals
(Caughley & Sinclair 1994), pengukuran kelimpahanlmeasuring the abundance
(Bailey 1984), pendugaan kelirnpahan/estimating abundance (Krebs 1998).
Tujuan inventarisasi sahvaliar adalah rnengumpulkan data mengenai
satwaliar yang rnencakup berbagai karakteristik populasi satwaliar dan
karakteristik habitatnya. Menurut Tarumingkeng (1992), karakteristik yang
dirniliki oleh suatu populasi satwaliar rneliputi:

kerapatan (densitas), laju

kelahiran (natalitas), laju kernatian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi
biotik, sifat genetik, perilaku dan pernencaran (dispersi). Karakteristik habitat
meliputi berbagai faktor dari unsur biologi, fisik dan edafis yang mernpengaruhi
kualitas habitat seperti ketersediaan dan sebaran pakan, struktur dan tipe vegetasi,
temperam, jenis tanah, dan lain-lain (Bailey 1984).
Karakteristik yang bersifat numerik seringkali disebut dengan istilah
parameter. Parameter populasi satwaliar yang penting, terdii atas: ukuran atau

kepadatan, laju kelahiran, laju kematian, struktur umur, komposisi jenis kelamin,
dan penyebaran populasi (Caughley 1978). Menurut Caughley & Sinclair (1994),
parameter populasi satwaliar yang paling mendasar adalah ukuran atau kepadatan.
Ukuran atau kepadatan populasi tersebut diperlukan dalam rangka pengkajian
status dan dinamika populasi satwaliar.
Suatu populasi satwaliar selalu mengalami perubahan ukuran dari waktu
ke waktu, sehingga penting untuk mengetahui apakah ukuran populasi pada suatu
waktu tertentu kecil atau besar. Dengan membandingkan ukuran populasi dari
waktu-waktu yang berbeda dapat diketahui dinamika pertumbuhan populasi
tersebut yang merupakan informasi penting yang diperlukan bagi efektifbya
pengelolaan populasi satwaliar.
Berkaitan dengan kepentingan pengelolaan satwaliar, informasi mengenai
ukuran populasi diperlukan sebagai dasar perencanaan kebijakan pengelolaan
dan konservasi jenis satwaliar. Kebijakan-kebijakan pengelolaan dan konservasi
satwaliar tersebut antara lain: penentuan status perlindungan species untuk tujuan
pelestarian, program pemanfaatan populasi sebagai obyek rekreasi dan penentuan
kuota buru untuk tujuan pemanfaatan secara lestari, program penanggulangan
gangguan satwaliar, serta program pembinaan habitat seperti pengayaan tumbuhan
pakan dan pembakaran terkendali semak belukar guna meningkatkan daya dukung
lingkungan bagi suatu populasi satwaliar (Alikodra 1990, Bailey 1984).
Menurut Caughley & Sinclair (1994),

ukuran populasi urnumnya

dinyatakan dengan jumlah total (numbers) atau kepadatan (density). Kepadatan
adalah ukuran kelimpahan populasi yang dinyatakan sebagai jumlah individu atau
kelompok individu per satuan luas areal tertentu. Jumlah total diperoleh dengan
mengalikan nilai kepadatan dengan luas total areal.
Menurut Caughley (1978), kepadatan dapat dinyatakan dalam dua bentuk,
yakni kepadatan mutlak (absolute density) dan kepadatan relatif (relative density).
Kepadatan mutlak merupakan ukuran populasi yang menyatakan jumlah individu
satwaliar yang hidup dalam satu unit luasan areal tertentu, misalnya kepadatan
rusa 4 individu/km2. Kepadatan relatif merupakan ukuran relatif suatu populasi
dibandingkan dengan populasi laimya atau ukuran suatu populasi pada suatu
waktu dibandingkan dengan waktu lainnya. Kepadatan relatif dinyatakan dengan

bilangan indeks tertentu, misalnya jumlah rusa teramati per satu jam berjalan.
Kepadatan mutlak, kepadatan relatif, serta jumlah total secara urnum disebut
sebagai kelimpahan (abundance).
2.2. Pendekatan dan Metode Inventarisasi Satwaliar
Menurut Caughley & Sinclair (1994), inventarisasi satwaliar dapat
dilakukan dengan dua pendekatan berdasarkan cakupan wilayah pengamatannya
yaitu: (1) penghitungan total (total count), dan (2) penghitungan pada unit contoh
(sampled counts).

Metode-metode penghitungan total atau sensus yang biasa

digunakan antara lain: metode drive counts dan territory mapping (Lewis 1970).
Di Afrika, sensus mamalia besar dilakukan dari udara dengan menggunakan
pesawat terbang.

Sensus melalui udara tersebut menjadi teknik standar

inventarisasi satwaliar pada tahun 1950-an hingga awal 1960-an (Caughley &
Sinclair 1994).
Menurut Caughley & Sinclair (1994), penghitungan total memiliki
kelebihan antara lain teknik pelaksanaannya sederhana, tidak membutuhkan
perhitungan aritmetika yang sulit, dan hasilnya mudah diinterpretasikan. Namun,
dilain pihak penghitungan total memiliki kekurangan, yaitu cenderung tidak
akurat dan biayanya mahal. Menurut Alikodra (1990), besarnya biaya dan tenaga
yang dibutuhkan dalam penghitungan total karena suatu areal yang luas harus
dibagi menjadi blok-blok kecil untuk memungkinkan dilakukan penghitungan
secara keseluruhan. Cara tersebut menyebabkan peluang terjadinya penghitungan
ganda terhadap individu yang sama cukup besar, sehingga hanya mungkin
dilakukan terhadap satwa yang relatif menetap.
Karena kesulitan-kesulitan tersebut maka pengukuran populasi dilakukan
pada unit-unit contoh yang mewakili keseluruhan areal atau populasi yang akan
dihitung. Menurut Caughley (1978), pengukuran populasi menggunakan unit
contoh memiliki beberapa keuntungan, antara lain: (1) penghitungan dengan unit
contoh lebih ringan, (2) mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan
penghitungan karena adanya individu yang diitung lebih dari satu kali, (3) dapat
menghitung satwaliar dalam waktu yang relatif singkat, dan (4) populasi satwaliar
kurang terganggu.

Pengukuran dengan unit-unit contoh dikenal dengan istilah sampling.
Menurut Caughley & Sinclair (1994), sampling adalah suatu teknik
menggambarkan sejumlah unit contoh (sa~nplingunit) dari keseluruhan obyek
yang diamati, lalu membuat kesimpulan secara deduksi terhadap keseluruhan
obyek berdasarkan unit-unit contoh tersebut. Nilai statistik yang diperoleh dari
unit-unit contoh merupakan nilai dugaan bagi parameter populasi, yang dapat diuji
dengan uji statistik tertentu (Krebs 1998).
Beragam metode inventarisasi telah dikembangkan dalam rangka
pendugaan ukuran populasi satwaliar. Metode-metode inventarisasi satwaliar
tersebut pada dasamya dikembangkan dari beberapa teknik dasar, antara lain: (1)
mark-recapture techniques, (2) quadrat counts methods, (3) distance methods,
dan (4) removal methods (Krebs 1998). Metode-metode inventarisasi primata
umumnya berbasis pada quadrat counts methods dan distance methods.
Quadrat counts methods pada dasamya merupakan metode pendugaan
kelimpahan populasi menggunakan unit contoh dengan ukuran dan bentuk
tertentu. Bentuk dasar unit contoh ada tiga, yaitu: lingkaran, bujursangkar, dan
empat persegi panjang. Caughley & Sinclair (1994) menggolongkan bentuk unit
contoh dalam metode quadrat counts sebagai unit contoh dengan batas-batas yang
pasti (sampling units with boundaries). Cochran (1977), menyatakan bahwa
pengukuran pada unit contoh yang memiliki batas pasti merupakan suatu
pendekatan penghitungan populasi terhingga (the finite population sanzpling
approach), karena obyek yang diamati terbatas hanya di dalam unit contoh
pengamatan.
Distance method adalah metode pendugaan kelimpahan populasi yang
menggunakan unit contoh pengamatan tanpa batas pasti (sampling units without
boundaries). Distance method, yang juga dikenal juga dengan sebutan distance
sampling (Buckland et al. 2001), merupakan pengembangan dari pendekatan
pen&tungan populasi contoh terhingga. Teori distance sampling mendasarkan
pada kenyataan bahwa kebanyakan satwa cendemg sulit terdeteksi karena
berbagai sebab, dan kemampuan mendeteksi akan menurun seiring dengan
bertambahnya jar& pengamatan (Buckland et al. 2001).

2.2.1. Metode Strip transect

Metode strip transect adalah salah satu bentuk metode inventarisasi yang
berbasis pada quadrat counts method. Metode ini termasuk salah satu metode
inventarisasi yang m u m digunakan dalam pendugaan ukuran populasi satwaliar
di wilayah hutan hujan tropika (Nijman & Menken 2005), termasuk untuk jenisjenis primata (Wilson et al. 1996). Metode ini antara lain digunakan dalam
pendugaan kepadatan populasi Macaca nigra (Rosenbaum et al. 1998) dan

Macaca fascicularis (Priyono 1998).
Metode strip transect

menggunakan unit contoh pengamatan yang

herbentuk jalur memanjang dengan lebar tertentu yang ditentukan terlebih dahulu
sebelum pengamatan dilakukan. Menurut Caughley (1978), penentuan lebar
transek harus mempertimbangkan perilaku dan sightability dari satwa, misalnya
100 meter untuk inventarisasi mamalia besar di hutan yang kerapatannya tinggi
atau 500 meter bila inventarisasi dilakukan di padang rumput. Lebar transek 100
meter antara lain digunakan oleh Priyono (1998) dalam inventarisasi Macaca

fascicularis di Sumatera Selatan dan Rosenbaum et al. (1998) dalam inventarisasi
populasi Macaca n i p di Maluku dan Sulawesi Utara.
Asumsi dasar dari metode strip transect adalah semua satwa yang berada di
dalam transek terdeteksi (Buckland et al. 2001). Hal ini berarti bahwa semua
satwa yang berada di dalam transek memiliki peluang yang sama untuk teramati
dan besarnya peluang untuk teramatinya satwa tersebut sarna dengan satu.
Cara pengamatan dan data yang dicatat pada metode strip transect relatif
sederhana dibandiigkan dengan metode line transect atau variable circular plot.
Pengamatan satwa dilakukan dengan cara berjalan menyusuri transek dan
mencatat jumlah kelompok atau individu yang teramati di dalarnnya. Oleh karena
itu keputusan untuk menetapkan apakah satwa berada 'di dalam' atau 'di lux'
transek merupakan titik kritis yang sangat menentukan hasil pendugaan ukuran
populasi yang diinventarisasi (Caughley 1978).
Walaupun lebar jalur sudah ditentukan terlebih dahulu, tetapi di lapangan
batas-batas transek tersebut tidak mesti ditandai.

Oleh karena itu untuk

memastikan apakah satwa berada di dalam atau di luar transek untuk satwa yang
relatif tidak terganggu oleh kehadiran manusia, Caughley (1978) menyarankan

agar pengamat mencari titik sudut tegak lurus dengan satwa pada garis transek
lalu mengestimasi jarak satwa dari garis tengah transek. Namun, untuk satwa
yang mudah terganggu oleh manusia, maka pengamat hams mengukur sudut dari
titik di mana dia pertama kali mendeteksi satwa tersebut. Berdasarkan sudut
pengamatan tersebut selanjutnya dapat diialkulasi jarak satwa dari garis tengah
transek.

2.2.2. Metode Line Transect
Metode line transect merupakan salah satu bentuk metode inventarisasi yang
berbasis pada distance methods (Buckland et al. 2001). Metode line transect
merupakan metode inventarisasi yang paling banyak digunakan dalam pendugaan
ukuran populasi primata (Wilson et al. 1996, Nijman & Menken 2005). Metode

line transect antara lain digunakan dalam pendugaan kepadatan beberapa jenis
primata di Brazil seperti Alouatta fusca, Cebus apella, Callicebus personatus, dan

Callithrix geofioyi (Chiarello & Melo 2000), Pongo pygnaeus (Bismarck 2005),
dan Hylobates moloch (Sugardjito et al. 1997).
Metode line transect pada dasarnya menyerupai metode strip transect, yaitu
pengamatan dilakukan dengan cara menyusuri suatu transek (jalur) yang
berbentuk memanjang. Perbedaannya adalah pada lebar jalur, yakni pada strip

transect lebar jalur telah ditentukan secara langsung sebelum pengamatan
dilakukan, sedangkan pada line transect lebar jalur ditentukan berdasarkan hasil
pengamatan (Buckland et al. 2001).
Menwut Krebs (1998), pada umumnya peluang detektabilitas individu
ataupun kelompok satwa akan lebih besar pada sekitar garis tengah transek. Oleh
karena itu, penggunaan metode line transect hams memenuhi asumsi-asumsi:
1). Tidak ada individu satwaliar yang berada dalam garis transek yang tidak
teramati ('eluang terdeteksi = 1).
2). Satwa yang terdeteksi dicatat berdasarkan pada posisi awalnya (initial

location), yaitu sebelum satwa tersebut bergerak.
3). Jarak dan sudut diukur secara tepat dan benar tanpa adanya kesalahan
pengukuran dan kesalahan akibat lingkungan sekitar.

4). Teramatinya satwaliar secara individu merupakan kejadian yang saling bebas.

Menurut Bibby et al. (1998), kesulitan utama dalam metode line transect
adalah mendapatkan ukuran jarak yang tepat antara satwa dengan pengamat,
terutama pada daerah dengan vegetasi

yang rapat.

Untuk mengatasi

pennasalahan tersebut Whitesides et al. (1988) mengemukakan beberapa teknik
pengamatan, khususnya dalam inventarisasi jenis primata, yaitu:
1). Pengamat berjalan secara perlahan menyusuri garis transek dengan kecepatan
tetap sekitar 1 km/jam.
2). Jangan keluar dari garis transek untuk mendapatkan posisi pengamatan yang
baik, karena ha1 ini melanggar asumsi dari metode line transect.

3). Berhenti secara periodik untuk melakukan pengintaian atau mendengarkan
tanda-tanda keberadaan satwa.
4). Pada saat kelompok atau individu satwa terdeteksi, maka pengamat perlu

meluangkan waktu sekitar 10 menit untuk mencatat data. Pengamat dapat
berjalan hingga 25 meter dari posisi awalnya untuk mendapatkan posisi
pengamatan yang baik.
Menurut Buckland et al. (2001), pengamatan satwa dilakukan pada kedua
sisi garis tengah transek. Dalam pengamatan tersebut semua satwa yang teramati
dicatat, tanpa ada batasan rentang jarak pengamatan. Data yang perlu dicatat
untuk keperluan penghitungan nilai dugaan kepadatan populasi

adalah jarak

terdekat antara satwa dengan garis pengamatan (perpendicular distance), tetapi
bisa juga

yang diukur adalah jarak antara satwa dengan pengamat (sighting

distances) dan sudut pengamatan antara pengamat dengan satwa (sighting angles)
yang kemudian dikonversi menjadi perpendicular distances.
2.2.3. Metode Variable circular plot

Metode variable circular plot

merupakan bentuk lain dari metode

inventarisasi satwaliar yang berbasis pada distance sampling. Metode variable
circular plot pada dasarnya sama dengan metode point count (pengamatan titik).
Metode point count adalah metode inventarisasi satwaliar yang menggunakan
teknii pengamatan yang dilakukan dari suatu titik tanpa ditentukan terlebih
dahulu batas radius pengamatan.

Menurut Buckland et al. (2001) titik-titik

pengamatan pada dasarnya dapat diletakkan secara acak di dalam areal survey

atau diletakkan pada satu garis lurus dengan interval tertentu.

Titik-titik
pengamatan yang diletakan secara sistematis pada satu garis lurus disebut dengan
metode point hansect, sedangkan dalam bidang ornitologi sering disebut dengan
metode variable circular plot.
Menurut

Buckland et al. (2001), metode point hansect atau variable

circular plot harus memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:
1). Satwa yang berada pada titik pengamatan selalu terdeteksi

@eluang

terdeteksi = 1).

2). Satwa yang terdeteksi dicatat berdasarkan pada posisi awalnya (initial
location), yaitu sebelum satwa tersebut bergerak sebagai respon atas
kehadiran pengamat.

3). Jarak diukur secara tepat.
Walaupun sama-sama berbasis pada distance sampling methods seperti
halnya

metode line hansect, tetapi teknik pengamatan dan data yang perlu

dicatat

pada metode variable circular plot lebih sederhana karena hanya

memerlukan pengukuran jarak antara titik pengamatan dengan satwa (Buckland et

al. 2001).
Menurut White & Edwards (2000), pengamatan pada tiap-tiap titik harus
dilakukan dengan rentang waktu tertentu. Penentuan lamanya waktu pengamatan
pada tiap-tiap titik tersebut tergantung pada kondisi habitat dan jumlah species
yang akan diamati. Hal tersebut bertujuan agar: 1 ) proporsi satwa yang terdeteksi
adalah maksimum, dan 2) kemungkinan adanya satwa yang mas& ke areal titik
pengamatan atau berpindah posisi yang menyebabkan tejadinya penghitungan
dua kali terhadap satwa tersebut adalah minimum. Lebih lanjut White & Edwards

(2000)menyarankan rentang waktu pengamatan yang dapat dipilih berkisar antara
2 hingga 20 menit.
2.3. Permasalahan Inventarisasi Satwaliar
Lewis (1970), mengemukakan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam
kegiatan inventarisasi satwaliar berkaitan dengan sifat dan perilaku satwa, antara
lain: sifat satwa yang suka bersembunyi (secretive), pola penggunaan waktu,
penyebarannya yang bersifat tidak acak dan mengelompok, sifat mobilitas satwa,

serta siklus hidup yang pendek dan tingkat reproduksi tinggi.

Sifat suka
bersembunyi satwa merupakan bagian dari strategi mempertahankan hidup yang
terlihat dari perilakunya hidup dibalik kerimbunm tumbuhan atau memanfaatkan
vegetasi untuk menyamarkan pergerakannya. Hal tersebut menyebabkan satwa
seringkali sulit terdeteksi. Kesulitan dalam mendeteksi satwa juga disebabkan
oleh pola penggunaan waktu oleh satwa tersebut. Umumnya, suatu populasi jenis
satwaiiar lebih aktif pada waktu-waktu tertentu dibandingkan dengan waktu-

waktu lainnya. Satwa akan lebii mudah terlihat pada waktu-waktu yang menjadi
puncak aktifitas mereka.
Kesulitan dalam mendeteksi satwa tersebut secara statistik diartikan bahwa
peluang setiap satwa tersebut untuk dapat dihitung tidak sama.

Perbedaan

peluang untuk diiitung pada setiap satwa juga disebabkan oleh variasi inter
individu yang berkaitan dengan status, kedudukan, dan fungsi yang berlainan pada
setiap individu dalam kelompok atau populasinya (Santosa 2006).

Menurut

Krebs (1998), semua individu harus terlihat dengan jelas dan dihitung dengan
tepat, namun pada kenyataannya penghitungan ukuran populasi sulit dilakukan
dan menjadi sumber kesalahan yang sulit dihindari.
Menurut Krebs (1998), kesalahan

penghitungan yang terjadi pada

inventarisasi satwaliar dapat berupa penghitungan lebih (overcount) atau
penghitungan kurang (undercount). Ada dua kemungkinan yang tejadi dalam
kegiatan inventarisasi tersebut, yaitu: (1) pengamat melakukan penghitungan lebih
pada satu s

Dokumen yang terkait

Studi Taksonomi Rotan di Kawasan Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

2 48 73

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Studi Taksonomi Zingiberaceae di Kawasan Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

3 47 72

Peranan convervation international (CI) dalam pelestarian hutan konservasi di Provinsi Jawa Barat (studi kasus Taman Nasional Gunung Gede Pangrango)

2 32 120

Peranan convervation international (CI) dalam pelestarian hutan konservasi di Provinsi Jawa Barat (studi kasus Taman Nasional Gunung Gede Pangrango)

2 11 120

Keanekaragaman jenis burung di Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu pada jalur pendakian Tekelan Kopeng Jawa Tengah

1 1 43

Studi Taksonomi Rotan di Kawasan Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 12

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11

Studi Taksonomi Rotan Di Kawasan Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 12