HUBUNGAN ANTARA FAKTOR DEMOGRAFI DENGAN DEPRESI PADA PENDERITA RIWAYAT STROKE DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

(1)

i

DEPRESI PADA PENDERITA RIWAYAT STROKE

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: DIMAS ADHI PRADITA

20130310007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

DEPRESI PADA PENDERITA RIWAYAT STROKE

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: DIMAS ADHI PRADITA

20130310007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Disusun Oleh:

DIMAS ADHI PRADITA 20130310007

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 21 Desember 2016 Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Ida Rochmawati, M. Sc. Sp. KJ (K) dr. Warih Andan P., M. Sc. Sp. KJ (K) NIK: NIK: 173042

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG., M. Kes. NIK: 173027


(4)

iii

NIM : 20130310007 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 14 Desember 2016 Yang membuat pernyataan, Dimas Adhi Pradita


(5)

iv

Alhamdulillahhirobbil’alamin, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, kasih, karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berjudul “Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY” sebagai persyaratan untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

2. dr. H. Ardi Pramono, SpAn. M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Ida Rochmawati, M. Sc, Sp. KJ (K) selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya, pengalaman, ilmu, bantuan pemikiran dan bimbingan yang sangat berguna dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini sampai selesai.


(6)

v

5. Hj. Badingah S. Sos, M. Ap selaku bupati Kabupaten Gunungkidul DIY, terima kasih telah memberi kemudahan bagi kami saat melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua saya, dr. Asdi Yudiono dan Yovita Sri Setyaningsih yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan doa.

7. Teman sepenelitian saya, Fernanda Arifta Hutama dan Nindya Putri Prasasya atas kerjasama, bantuan, pengetahuan dan pengalaman yang diberikan selama penelitian.

8. Terima kasih untuk orang-orang tersayang, Wina Iberland, sahabat dan teman-teman yang selalu mendampingi saya dan selalu ada di hari-hari saya.

9. Segenap dosen, staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

10.Semua rekan seperjuangan, teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah angkatan 2013 atas kebersamaannya. 11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan karya tulis ilmiah ini, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua


(7)

vi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Desember 2016 Penulis


(8)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRACT ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Teori... 24

C. Kerangka Konsep ... 25

D. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

D. Variabel Penelitian ... 30

E. Definisi Operasional... 31

F. Instrumen Penelitian... 32

G. Jalannya Penelitian ... 33

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35

I. Analisis Data ... 36

J. Kesulitan Penelitian ... 36

K. Etika Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil ... 38

B. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49 LAMPIRAN


(9)

viii

Tabel 3. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Riwayat Stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016 ... 38 Tabel 4. Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Depresi Pada Penderita Riwayat

Stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016…...39 Tabel 5. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016...40 Tabel 6. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016...41 Tabel 7. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Jenis

Pekerjaan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. ... 41

Tabel 8. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Status Pernikahan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016 ... 42


(10)

(11)

(12)

xi


(13)

xii

physically and mentally then leads to feelings of depression. Depression can also be influenced by demographic factors that include gender, age, education, occupation and marital status. Therefore, research on the relationship between demographic factors with depression in patients with a history of stroke in Gunung Kidul Regency DIY is very important to do.

Method: This study is a non-experimental with cross sectional approach. As 36 history of stroke’s patients are measured the depression score using a Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire. Purposive sampling technique is used so that we got 36 patient as samples. Then the data will be analyzed using chi-square test.

Result: From 36 samples in this study, it was found that stroke’s patients history had 61,1% normal or minimal depression, 22,2% had mild depression, 8,3% had moderate depression and 8,3% had severe depression. The results of chi-square test showed that demographic factors (gender; age group; education level; occupation and marital status) is not associated with depression, with p value= 0,952; 0,789; 0,502; 0,134 and 0,445 (not significant), where p> 0,05.

Conclusion: In this study, there is no significant relationship between demographic factor with depression in patient with stroke history in Gunungkidul DIY.


(14)

xiii

memberikan efek terhadap seluruh tubuh sehingga penderita tidak berdaya secara fisik dan mental lalu mengarah pada perasaan depresi. Depresi juga dapat dipengaruhi faktor demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY menjadi sangat penting dilakukan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode pendekatan cross-sectional. 36 penderita riwayat stroke yang memenuhi kriteria inklusi diukur skor depresi dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling

hingga didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang. Data kemudian dianalisis menggunakan Uji Chi-Square.

Hasil: Dari 36 sampel dalam penelitian ini, ditemukan riwayat pasien stroke sebesar 61,1% mengalami depresi normal atau minimal, 22,2% mengalami depresi ringan, 8,3% mengalami depresi sedang dan 8,3% mengalami depresi berat. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa faktor demografi (jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) tidak berhubungan dengan depresi, dengan nilai p = 0.952; 0,789; 0.502; 0.134 dan 0.445 (tidak signifikan), di mana p> 0,05.

Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY.


(15)

(16)

physically and mentally then leads to feelings of depression. Depression can also be influenced by demographic factors that include gender, age, education, occupation and marital status. Therefore, research on the relationship between demographic factors with depression in patients with a history of stroke in Gunung Kidul Regency DIY is very important to do.

Method: This study is a non-experimental with cross sectional approach. As 36 history of stroke’s patients are measured the depression score using a Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire. Purposive sampling technique is used so that we got 36 patient as samples. Then the data will be analyzed using chi-square test.

Result: From 36 samples in this study, it was found that stroke’s patients history had 61,1% normal or minimal depression, 22,2% had mild depression, 8,3% had moderate depression and 8,3% had severe depression. The results of chi-square test showed that demographic factors (gender; age group; education level; occupation and marital status) is not associated with depression, with p value= 0,952; 0,789; 0,502; 0,134 and 0,445 (not significant), where p> 0,05.

Conclusion: In this study, there is no significant relationship between demographic factor with depression in patient with stroke history in Gunungkidul DIY.


(17)

memberikan efek terhadap seluruh tubuh sehingga penderita tidak berdaya secara fisik dan mental lalu mengarah pada perasaan depresi. Depresi juga dapat dipengaruhi faktor demografik yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan antara faktor demografik dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY menjadi sangat penting dilakukan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode pendekatan cross-sectional. 36 penderita riwayat stroke yang memenuhi kriteria inklusi diukur skor depresi dengan menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling

hingga didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang. Data kemudian dianalisis menggunakan Uji Chi-Square.

Hasil: Dari 36 sampel dalam penelitian ini, ditemukan riwayat pasien stroke sebesar 61,1% mengalami depresi normal atau minimal, 22,2% mengalami depresi ringan, 8,3% mengalami depresi sedang dan 8,3% mengalami depresi berat. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa faktor demografi (jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan) tidak berhubungan dengan depresi, dengan nilai p = 0.952; 0,789; 0.502; 0.134 dan 0.445 (tidak signifikan), di mana p> 0,05.

Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor demografik dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY.


(18)

7

A. Tinjauan Pustaka 1. Depresi

Depresi merupakan salah satu gangguan perasaan dan juga mood yang cukup banyak di masyarakat, yang mana dapat mengakibatkan seseorang bersikap tidak seperti biasanya, seperti gairah hidup menurun, nafsu makan menurun maupun malas untuk beraktifitas, selain itu, ada beberapa ahli yang mendefinisikan dan menjelaskan tentang depresi, sebagai berikut:

a. Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2010). Pernyataan ini dipertegas oleh Nasir dan Muhith (2011) yang juga mendefinisikan depresi sebagai keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur dan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, serta kehilangan minat untuk melakukan hal–hal menyenangkan lainnya.


(19)

b. Epidemiologi Depresi

Depresi merupakan penyakit yang menyebabkan morbiditas terbesar di seluruh dunia (WHO, 2011). Sekitar 6,7% orang dewasa di Amerika menderita depresi, dimana 30,4% tergolong ke dalam depresi berat (National Institute of Mental Health, 2011). Sebesar 70% wanita memiliki kecenderungan mengalami depresi dibanding pria sepanjang hidupnya. Perbandingan pria dan wanita untuk mengalami depresi adalah 1:2-3. Usia 18-29 tahun memiliki kecenderungan 95% mengalami depresi dibanding dengan usia >60 tahun. Usia 30-44 tahun memiliki kecenderungan 80% mengalami depresi. Usia rata-rata kejadian depresi ini, yaitu 32 tahun (National Institute of Mental Health, 2011).

c. Etiologi Depresi

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya depresi dari segi faktor biologis terdapat monoamine neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya gangguan depresi seperti norephinefrin

yang berperan dalam penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan, dopamin, serotonin yang ditemukan pada pasien percobaan bunuh diri mempunyai kadar serotonin dalam cairan cerebrospinal yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet dan histamin, gangguan neurotransmitter lainnya yakni pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada korteks cerebrum


(20)

terdapat Acethilkholine (Ach). Neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter. Kadar kolin yang abnormal merupakan perkursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada penderita yang mengalami gangguan depresi.

Hormon telah diketahui berperan penting dalan gangguan mood, khususnya gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti: gangguan tidur, makan, seksual dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam sistem neuroendokrin, yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam

feedback biologis dan secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral.

Studi neuroimaging menggunakan Computerized Tomography

(CT) Scan, Positron Emission Tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu yang mengalami gangguan mood. Area tersebut adalah korteks prefrontal, hippokampus, korteks cingulate anterior, dan amigdala. Reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara partikuler pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar (Sadock dan Sadock, 2010).


(21)

d. Gejala Depresi

Menurut ICD-10, depresi dikelompokkan berdasarkan gejala, sebagai berikut: gejala utama yaitu mood depresi, hilangnya minat atau semangat dan mudah lelah dan gejala tambahan, seperti konsentrasi menurun, harga diri berkurang, perasaan bersalah, pesimis melihat masa depan, ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, pola tidur berubah dan nafsu makan menurun. Selain pernyataan dari ICD-10, gejala episode depresif terbagi menjadi beberapa aspek berdasarkan PPDGJ-III, sebagai berikut:

1) Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat): afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas. 2) Gejala lainnya, seperti konsentrasi dan perhatian berkurang, harga

diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, serta pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

Episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.


(22)

a) Episode Depresif Ringan

Pedoman diagnostik: sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya, tidak boleh adanya gejala yang berat diantaranya, lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu dan hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.

b) Episode Depresif Sedang

Pedoman diagnostik: sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan, ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya, lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu, menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik: semua 3 gejala utama depresi harus ada, ditambah sekurang-kurannya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat, bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikmotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci, penilaian


(23)

secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan dan episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu, sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegitan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

d) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

e) Episode Depresif Lainnya f) Episode Depresif YTT


(24)

e. Klasifikasi Depresi

Para ahli mengklasifikasikan gangguan depresi yang terdiri dari berbagai macam jenis, yang pertama yaitu gangguan depresi mayor yang memiliki gejala, seperti perubahan dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ±2 minggu (Sadock dan Sadock, 2010), yang kedua adalah gangguan distimia yang bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala distimia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Distimia bersifat lebih berat dibanding dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masih dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya, selanjutnya adalah gangguan depresi minor dengan gejala mirip dengan gangguan depresi mayor dan distimia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih singkat. Tipe lain dari gangguan depresi adalah gangguan depresi psikotik yang berarti gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala, seperti halusinasi dan delusi dan yang terakhir adalah gangguan depresi musiman yaitu gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada musim semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).

2. Faktor Demografi

Faktor demografi adalah faktor-faktor yang terdapat dalam struktur penduduk dan perkembangannya seperti umur, jenis kelamin, pendidikan,


(25)

pekerjaan, status pernikahan dan lain sebagainya (Hanum, 2000). Faktor-faktor demografi yang berkaitan dengan penelitian ini:

1. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Umur merupakan salah satu variabel penting dalam bidang penelitian komunitas. Umur dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit secara langsung atau tidak langsung bersama dengan variabel lain sehingga menyebabkan perbedaan di antara angka kesakitan dan kematian pada masyarakat atau sekelompok masyarakat (Chandra, 2008).

2. Pendidikan: Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

3. Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan kewajiban atau tugas-tugas pokoknya.

4. Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara


(26)

keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2007).

5. Pernikahan sebagai ekspresi akhir seorang individu dari suatu hubungan yang mendalam: dimana dua individu bersumpah di depan umum didasarkan pada keinginan untuk menetapkan hubungan sepanjang hidupnya (Brehm, 1992). Ada pula definisi lain dari Pernikahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pembentukan keluarga dengan lawan jenis.

3. Stroke

a. Definisi Stroke

Stroke menurut WHO (2006) adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak baik secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap >24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler yang dapat berupa infark maupun hemoragik.

Definisi stroke lainnya menurut World Health Organization (2006) tersebut mengeksklusikan: Transient Ischemic Attack (TIA), dimana juga merupakan gejala neurologis fokal tetapi berlangsung kurang dari 24 jam, lalu perdarahan subdural dan perdarahan epidural, keracunan dan gejala-gejala yang disebabkan trauma.

b. Epidemiologi Stroke

Menurut Ginsberg (2008), stroke merupakan penyebab kematian ketiga pada negara maju dengan insidensi tiap tahunnya mencapai 2 kasus


(27)

tiap 1000 populasi. Mayoritas stroke adalah dengan infark serebral sebagai penyebab. Selain di negara maju, prevalensi penderita stroke di Asia 50-400 orang per 100000 penduduk per tahun (Bethesda Stroke Center, 2007).

c. Klasifikasi Stroke

World Health Organization (WHO) (2006) menyatakan bahwa stroke diklasifikasikan menjadi tiga sub grup mayor, yaitu:

1) Stroke Iskemik

a) Definisi dan Etiologi

Stroke yang disebabkan karena oklusi secara tiba-tiba pada arteri yang menyuplai aliran darah ke otak. Oklusi ini dapat disebabkan oleh pembentukan thrombus pada tempat oklusi tersebut (stroke iskemik trombotik) maupun pembentukan trombus di tempat lain yang kemudian terbawa aliran darah dan menyumbat arteri di otak (stroke iskemik embolik). Penegakan diagnosis jenis stroke ini berdasarkan neuroimaging.

b) Patofisiologi

Arteri yang tersumbat oleh trombus maupun embolus akan mengganggu suplai darah ke otak. Jika tidak ada pembuluh darah kontralateral yang adekuat, maka area yang disuplai akan mengalami infark. Daerah sekitar zona infark total terdapat penumbra iskemik yang fungsinya bisa pulih kembali jika aliran darah baik kembali. Iskemia pada otak ini dapat diperberat oleh edema otak baik itu yang


(28)

sitotoksik (akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak) maupun yang vasogenik (akumulasi cairan ekstraseluler akibat perombakan sawar darah otak). Edema tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur otak di sekitarnya.

2) Perdarahan Intraserebral

Perdarahan yang berasal dari arteri di otak ke jaringan otak. Prevalensinya mungkin lebih tinggi pada negara-negara berkembang dikarenakan diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi yang tidak adekuat maupun predisposisi genetik. Penegakan diagnosis jenis stroke ini berdasarkan neuroimaging.

3) Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan pada arteri yang terletak di antara dua meninges yaitu pia mater dan arakhnoid mater. Gejala yang terjadi ialah adanya kejadian sakit kepala tajam secara tiba-tiba dan biasanya disertai kesadaran yang menurun. Penegakan diagnosis jenis stroke ini berdasarkan neuroimaging atau pungsi lumbal (Ginsberg, 2008).

c) Faktor risiko

World Health Organization (WHO) (2006) menambahkan bahwa faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

Faktor risiko mayor yang bisa dimodifikasi, meliputi peningkatan tekanan darah, merokok juga aktivitas fisik yang kurang dan diet (konsumsi sayuran dan buah-buahan yang kurang), lalu


(29)

konsumsi alkohol yang berlebih, kelebihan berat badan dan diabetes yang menjadi faktor mayor yang bisa dimodifikasi. Faktor risiko mayor lain dari lingkungan meliputi: perokok pasif, akses terhadap terapi kesehatan yang sulit. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi, meliputi umur (peningkatan risiko pada usia lanjut), jenis kelamin (peningkatan risiko pada jenis kelamin laki-laki) dan genetik.

Faktor risiko minor pada negara berkembang seperti diabetes mellitus, fibrilasi atrium dan beberapa penyakit jantung lainnya merupakan faktor risiko stroke iskemik yang bisa dimodifikasi. Hiperkolesterolemia juga merupakan faktor risiko kejadian stroke.

World Health Organization (WHO) (2006), juga mengklasifikasikan gejala stroke menjadi dua, yaitu:

Gejala mayor yang gejala-gejalanya harus berasal dari gangguan vaskuler dan harus meliputi satu atau lebih dari beberapa gangguan fokal maupun global pada fungsi otak pada gangguan motorik unilateral atau bilateral (termasuk berkurangnya koordinasi), gangguan sensorik unilateral atau bilateral, afasia/ disfasia (bicara yang terganggu), dan juga adanya hemianopia (gangguan pada separuh sisi lapang pandang).

Gejala minor merupakan gejala-gejala yang mungkin terlihat tetapi tidak mencukupi untuk menegakkan diagnosis stroke, antara lain: pusing, vertigo, sakit kepala yang terlokalisir, penglihatan yang kabur pada kedua mata, diplopia, disartria (bicara pelo atau cadel),


(30)

gangguan fungsi kognitif (termasuk kebingungan) dan juga gangguan kesadaran.

d. Efek Stroke

Stroke merupakan penyakit yang menyerang system saraf pusat, namun efek yang dihasilkan dapat berpengaruh pada seluruh tubuh. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke

(NINDS) (2003), efek yang mungkin terjadi dapat berupa: 1) Paralisis

Biasanya terjadi unilateral (hemiplegia) dan paralisis terjadi kontralateral dari lesi di hemisfer otak. Paralisis dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, berpakaian, makan atau menggunakan kamar mandi. Beberapa pasien stroke juga mengalami kesulitan saat menelan (disfagia).

2) Defisit Fungsi Kognitif

Stroke dapat menimbulkan permasalahan dalam proses berfikir, pemusatan perhatian, proses pembelajaran, pembuatan keputusan, maupun daya ingat. Defisit fungsi kognitif yang parah menimbulkan keadaan yang disebut apraksia dan agnosia.

3) Defisit Bahasa

Pasien stroke sering mengalami kesulitan dalam memahami (afasia) atau menyusun perkataan (disartria). Hal ini disebabkan kerusakan regio temporal kiri atau lobus parietal otak.


(31)

4) Defisit Emosional

Pasien stroke dapat mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi mereka. Depresi sering terjadi pada pasien stroke. Depresi post stroke dapat menghalangi pemulihan dan rehabilitasi stroke bahkan dapat mengarah pada percobaan bunuh diri.

5) Rasa Sakit

Rasa sakit, sensasi aneh, dan rasa kebas pada pasien stroke mungkin disebabkan banyak faktor meliputi kerusakan region sensorik otak, sendi yang kaku, atau tungkai yang lumpuh. Tipe sakit yang tidak biasa pada stroke disebut central stroke pain atau central pain syndrome (CPS). CPS disebabkan oleh kerusakan pada area di thalamus. Rasa sakit tersebut merupakan campuran dari rasa panas, dingin, terbakar, perih, mati rasa, dan rasa tertusuk. Rasa sakit tersebut terasa lebih parah di ekstremitas dan semakin parah dengan perubahan gerak dan temperature terutama dingin.

e. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko stroke cukup banyak, Shing, (1998) membaginya menjadi 6 faktor. Yang pertama adalah hipertensi yang merupakan faktor risiko yang paling besar, setidaknya empat dari lima pasien dengan hipertensi akan mengalami serangan stroke berulang. Yang kedua adalah diabetes melitus. Pasien diabetes melitus dengan kadar glukosa darah yang tinggi setelah stroke berisiko tinggi untuk mengalami serangan stroke berulang, kematian, dan ketidakberhasilan dalam rehabilitasi.


(32)

Yang ketiga adalah hiperlipidemi, yang mana satu dari tiga pasien stroke berulang mengalami peningkatan kadar kolesterol. Penyakit lainnya adalah penyakit jantung. Shing (1998) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa satu dari tiga pasien yang mengalami serangan stroke berulang memiliki riwayat penyakit jantung. Penyebabnya dimungkinkan karena aterosklerosis pembuluh darah yang kemudian dapat menyebabkan stenosis atau oklusi pada arteri di otak. Fibrilasi atrium juga merupakan faktor risiko karena merupakan sumber potensial dari kardioemboli Yang kelima adalah perokok. Penyebab yang terakhir adalah Hiperurisemi. Terdapat sekitar 20% pasien stroke berulang memiliki riwayat kadar asam urat darah yang tinggi.

4. Hubungan Stroke dengan Depresi

Depresi adalah kelainan yang sering terjadi setelah suatu serangan stroke. Depresi dijumpai pada sekitar 10-27% penderita stroke dan menyebabkan gangguan motivasi dan fungsi-fungsi kognitif. Prevalensi depresi pasca stroke bervariasi menurut kelompok etnis dan ras, tetapi pada umumnya tidak ada perbedaan prevalensi gangguan perasaan dasar (mood) yang menyolok. Tingginya prevalensi depresi pasca stroke seringkali dikaitkan dengan lokasi lesi anatomis dari stroke. Beberapa temuan menunjukkan bahwa depresi pasca stroke dapat menghambat proses penyembuhan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari (Suwantara, 2004).


(33)

Prevalensi kejadian stroke ini semakin meningkat dengan meningkatnya umur penderita. Ini menunjukkan adanya korelasi positif antara umur dan depresi. Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian, tetapi umumnya prevalensi akan menurun sampai setengahnya setelah 1 tahun terjadinya stroke. Robinson (2003) mengatakan bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya memperlihatkan gejala depresi. Sementara setengah dari penderita yang mengalami depresi dalam waktu 2-3 bulan setelah terjadinya serangan stroke akan tetap menunjukkan tanda-tanda depresi selama kurang lebih 1 tahun.

Menurut Ghoge, dkk (2003) angka prevalensi depresi pasca stroke adalah 10-25% untuk perempuan dan 5-12% untuk laki-laki. Ghoge juga mengatakan bahwa pada perempuan, adanya riwayat kelainan psikiatris dan kelainan kognitif sebelum terjadinya stroke menyebabkan gejala depresi yang timbul menjadi lebih berat, sedangkan pada laki-laki depresi pasca stroke berhubungan dengan gangguan yang lebih besar dari aktivitas hidup sehari-hari serta fungsi sosial.

Komplikasi neuropsikologis (seperti gangguan emosional, perilaku, dan kognitif) tidak saja dapat memberi dampak negatif pada fungsi sosial penderita stroke dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan, tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap penyembuhan fungsi motorik


(34)

mereka. Selain itu, beratnya depresi pasca stroke sangat erat hubungannya dengan tingkat gangguan aktivitas hidup sehari-hari.

Depresi pasca stroke dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk, yaitu ringan, distimik dan berat. Depresi berat dapat menyebabkan gangguan berupa perasaan ketidakberdayaan yang berkepanjangan dan berlebih-lebihan sehingga mendorong penderita stroke untuk bunuh diri. Perasaan takut jatuh, terjadinya serangan stroke ulangan, dan bahkan perasaan tidak nyaman oleh pandangan orang lain terhadap cacat dirinya dapat menyebabkan penderita stroke membatasi diri untuk tidak keluar dari lingkungannya. Keadaan ini selanjutnya dapat mendorong penderita ke dalam gejala depresi yang berdampak pada motivasi dan rasa percaya dirinya. Maka terjadilah suatu lingkaran debilitatis yang tidak ada kaitannya dengan ketidakmampuan fisiknya. Ketidakmampuan fisik (physical disability) bersama-sama dengan gejala depresi dapat menyebabkan aktivitas penderita stroke menjadi sangat terbatas pada tahun pertama (Irawan, 2013).


(35)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Faktor tidak terkontrol: 1. Keturunan.

2. Perseorangan (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, ras).

Faktor terkontrol: 1. DM

2. Tekanan Darah 3. Hiperlipidemia.

Stroke

Depresi

Depresi berat.

Depresi sedang. Depresi

ringan. Penyebab:

1. Biologi. 2. Genetika. 3. Kepribadian. 4. Psikodinamika. 5. Kognitif. 6. Psikososial. 7. Jenis Kelamin. 8. Umur.

9. Pendidikan. 10.Pekerjaan.


(36)

C. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti.

: Tidak diteliti.

Gambar 2. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi:

 Penyakit fisik yang diderita.

 Sosial (alkohol, merokok).

 Fisik (berat badan). .

Pasien Stroke Depresi

Ringan

Sedang

Berat

 Jenis Kelamin.

 Usia.

 Pendidikan.

 Pekerjaan.


(37)

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada riwayat penderita stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY.


(38)

27

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi non-eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional study. Dalam arti kata luas, cross sectional study mencakup semua jenis penelitian yang jenis pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pada satu saat sehingga antara variabel independen atau faktor risiko dan tergantung (efek) tidak ada follow-up pada metode ini. Bahan dan sumber data dari penelitian ini diperoleh dari kuisioner dan wawancara terhadap responden. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gunungkidul DIY bulan September-Oktober 2016.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara

purposive sampling. Kriteria inkulsi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(39)

a. Kriteria Inklusi

1) Penderita riwayat stroke di RSUD Wonosari. 2) Riwayat stroke sudah diderita >6 bulan.

3) Penderita riwayat stroke tanpa komplikasi yang lain. 4) Penderita riwayat stroke dengan usia >40 tahun.

5) Mampu berkomunikasi, tidak ada keterbatasan dalam hal penglihatan dan pendengaran.

b. Kriteria Eksklusi:

1) Penderita riwayat stroke dengan penyakit kronis lainnya.

2) Penderita yang mengalami buta huruf dan penurunan kesadaran sehingga sulit untuk menjawab dan mengisi kuisioner.

3) Riwayat stroke yang diakibatkan cedera kepala. 3. Perkiraan Besar Sampel

Untuk penelitian analitik numerik, besar sampel ditentukan dengan rumus Slovin menurut Akdon dan Ridwan (2005), sebagai berikut:

Taraf kepercayaan yang diambil adalah 95% dan batas eror penaksiran maksimal 5%, maka jumlah sampel sebanyak 40 orang.

Keterangan:

n: Besar sampel minimal. N: Populasi= 40.


(40)

Jadi, perhitungannya:

n = 36,4 ≈ 36

Maka, pada sampel penelitian ini akan dipakai sebanyak 36 orang dengan skor depresi oleh pasien riwayat stroke yang memenuhi kriteria yang ditentukan.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pada penelitian ini, yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah RSUD Wonosari, sedangkan untuk waktu penelitian pada bulan Maret-Desember 2016.


(41)

Tabel 2. Time Table Kegiatan Karya Tulis Ilmiah.

Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Pembuatan

Proposal Sidang Proposal Mengurus Perizinan

Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Ok Nov Melakukan

Observasi Pengumpulan Hasil

Pengolahan Data

Pengetikan Hasil Penelitian Persiapan Sidang Sidang KTI

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek yang lain. Dimensi variabel dalam penelitian ada 2 yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah variabel yang apabila berubah akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain, sedangkan variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini disebut variabel tergantung. Penelitian ini variabel tergantung dan bebas adalah sebagai berikut:

1. Variabel tergantung.

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah depresi. 2. Variabel bebas.


(42)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu mendefiniskan variabel sesuai dengan karakteristik yang diamati dan ditentukan dalam parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Skor depresi merupakan kondisi mental dengan gejala utama afek depresif,

hilangnya minat dan kegembiraan dan keadaan mudah lelah yang dinyatakan dalam skor. Dalam penelitian ini, depresi dinilai dengan kuisioner Beck Depression Inventory (BDI) yang mana instrumen tersebut digunakan pada semua rentang umur.

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki oleh subyek penelitian. Variabel ini berupa skala nominal; laki-laki dan perempuan.

Umur adalah usia subyek penelitian saat pengisian kuisioner sesuai dengan tanggal kelahiran di KTP. Variabel ini berupa skala ordinal, dinyatakan sebagai dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun) dan manula (>65 tahun).

3. Pendidikan adalah tahapan pembelajaran yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Variabel ini berupa skala ordinal, dinyatakan sebagai tidak sekolah, SD, SMP dan SMA.

4. Pekerjaan adalah pekerjaan pokok subyek penelitian saat pengisian kuisioner. Variabel ini berupa skala ordinal, dinyatakan sebagai ibu rumah tangga, petani, buruh, pensiunan dan wiraswasta.


(43)

5. Status pernikahan adalah status pernikahan subyek penelitian saat pengisian kuisioner. Variabel ini berupa skala nominal, dinyatakan sebagai menikah dan tidak menikah.

6. Stroke adalah gangguan fungsi otak baik secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap >24 jam tanpa penyebab lain didapatkan dari riwayat catatan rekam medis, wawancara, keterangan dari pasien serta keluarganya.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Beck Depression Inventory (BDI) merupakan instrumen self administered

yang dirancang untuk menilai intensitas depresi pada pasien psikiatri, penapisan di dalam komunitas maupun untuk penelitian klinik dengan nilai sensitivitas 83% dan spesifisitas 82%. Beck Depression Inventory terdiri dari 21 pertanyaan yang mengevaluasi gejala depresi, seperti: suasana perasaan hati, rasa pesimis, perasaan gagal, rasa ketidakpuasan akan dirinya, perasaan bersalah, perasaan dihukum, perasaan benci pada dirinya, menyalahkan diri sendiri, ide bunuh diri, menangis, mudah tersinggung, kehilangan minat, tidak dapat membuat keputusan, pandangan perubahan bentuk tubuh, kesulitan kerja, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, preokupasi somatik dan libido. Beck Depression Inventory terdiri dari 21 item pertanyaan yang diberi skala 0-3 dengan nilai maksimal 63 dan minimal 0. Penilaian skala pengukuran BDI juga dikemukakan oleh Beck, A.T. (1996), seperti 0-13: normal, 14-19:


(44)

depresi ringan, 20-28: depresi sedang dan 29-63: depresi berat. Penelitian ini dilakukan uji validitas internal dan didapatkan semu butir pertanyaan berkorelasi positif dengan skor depresi (rentang r= 0,344-0,845; p= 0,000-0,024). Uji reliabilitas untuk semua butir pertanyaan memberikan nilai alpha

Cronbach sebesar 0,721.

Setiap pertanyaan yang dijawab akan dicatat skornya dan akan diakumulasi dari semua pertanyaan yang dijawab. Akumulai skor tersebut akan menjadi skor depresi.

2. Riwayat stroke didapatkan dari riwayat catatan riwayat rekam medis dan wawancara atau keterangan dari keluarga penderita.

G. Jalannya Penelitian

1. Prosedur Persiapan.

Peneliti menyusun proposal penelitian dan melakukan survei mengenai faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Dinas Kesehatan Gunungkidul dan menentukan lokasi penelitian di Kabupaten Gunungkidul DIY.

2. Prosedur Administrasi.

Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diajukan kepada Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, Direktur RSUD Wonosari.


(45)

a. Peneliti meminta persetujuan dari Direktur RSUD Wonosari untuk melakukan penelitian di RSUD Wonosari yaitu dengan memberikan surat permohonan izin sebagai tempat dilakukannya penelitian.

b. Peneliti menemui Direktur RSUD Wonosari untuk menginformasikan dan menjelaskan bahwa akan melakukan pengambilan data.

c. Peneliti menemui calon responden dan meminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi lembar informed consent apabila responden bersedia.

d. Peneliti membagi lembar kuisioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada responden secara bertahap. Pengisian kuisioner dilakukan dalam waktu maksimal 30 menit (termasuk pengisian identitas responden).

e. Setelah kuisioner diisi oleh responden, peneliti juga melakukan wawancara kepada responden dan setelah semua teknik pengambilan data selesai, peneliti langsung mengambil kembali kuisioner tersebut dan selanjutnya dicek kelengkapan data, jika ada yang tidak lengkap, maka peneliti akan meminta kepada responden untuk melengkapi kembali, jika responden bersedia.

f. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data.


(46)

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas merupakan tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2010). Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Dengan kata lain, uji validitas ialah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (konten) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen (kuisioner) yang digunakan dalam suatu penelitian. Untuk mengetahui kevalidan dari instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan setiap skor variabel jawaban responden dengan total skor masing-masing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan total skor masing-masing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf signifikan 0,05 dan 0,01. Tinggi rendahnya validitas instrumen akan menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Uji reliabilitas adalah data untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Kehandalan yang menyangkut kekonsistenan jawaban jika diujikan berulang pada sampel yang berbeda. Dalam program SPSS akan dibahas untuk uji yang sering digunakan penelitian


(47)

mahasiswa adalah dengan menggunakan metode Alpha Cronbach’s (Sarwono, 2006).

1. Beck Depression Inventory (BDI).

Kuisioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Karl Pearson dengan teknik korelasi product moment dengan nilai Alpha Cronbach

0,923, hal ini berarti Beck Depression Inventory (BDI) sangat reliabel (Aditomo dan Retnowati, 2004).

I.Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini akan menggunakan uji analisis tingkat signifikansi (p value) menggunakan tes kuadrat kai (chi-square test) pada tingkat kemaknaan 95%.

J. Kesulitan Penelitian

1. Faktor dalam penggunaan Bahasa Indonesia, karena sebagian warga Gunungkidul DIY lebih banyak berbicara menggunakan Bahasa Jawa. 2. Pemahaman pertanyaan dan jawaban dari setiap pasien yang berbeda,

sehingga membutuhkan bantuan pihak ketiga dalam mengisi kuisioner. 3. Bagi beberapa orang pertanyaan mengenai depresi merupakan hal yang

sensitif dan kurang nyaman dan dalam pengamatan peneliti hal ini ditandai responden yang tampak ragu menjawab kuisioner.

4. Waktu pengambilan data, ada beberapa responden yang bersamaan dengan waktu berobat sehingga responden tidak dapat fokus hanya pada pengisian kuisioner.


(48)

K. Etika Penelitian

Etik penelitian meliputi:

1. Peneliti berkomunikasi dengan baik untuk menjelaskan secara lisan maksud, tujuan dan prosedur pengambilan data terhadap responden pada penelitian ini.

2. Lembar Persetujuan (informed consent).

Peneliti membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang penelitian meliputi topik penelitian, tujuan dan cara pengambilan data. Setelah calon responden memahami atas penjelasan peneliti terkait penelitian ini, calon responden sebagai sampel penelitian kemudian menandatangani imformed consent tersebut.

3. Bersifat tidak memaksa.

Setiap responden yang mengisi kuisioner atas kemauannya sendiri dan bersifat tidak memaksa, dan peneliti mengutamakan sopan santun ketika jalannya penelitian berlangsung.

4. Kerahasiaan Informasi (confidentiality).

Peneliti menjamin kerahasiaan data responden yang meliputi identitas seperti nama. Hanya data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai riset.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Karakteristik Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari yang merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah Kabupaten Gunungkidul DIY. RSUD Wonosari selangkah lagi yang akan menjadi rumah sakit terbesar di Gunungkidul DIY. RSUD Wonosari dinyatakan lulus dalam akreditasi yang dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit beberapa waktu yang lalu. RSUD Wonosari akan menyandang status sebagai Rumah Sakit Tipe B yang dapat menerima rujukan dari berbagai puskesmas di Gunungkidul DIY. Selama ini, RSUD Wonosari masih berada dalam kategori tipe C. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner dengan jumlah responden 36 orang. Data yang didapatkan adalah sebagai berikut:

2. Depresi Pada Subjek.

Tabel 3. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Riwayat Stroke di Kabupaten Gunungkidul Bulan September-Oktober 2016.

Tingkat Depresi Jumlah Prosentase

Normal atau Minimal 22 61,1%

Depresi Ringan 8 22,2%

Depresi Sedang 3 8,3%

Depresi Berat 3 8,3%


(50)

Normal atau Minimal; 61,10% Depresi Ringan; 22,20% Depresi Sedang; 8,30% Depresi Berat; 8,30%

Grafik 1. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Riwayat Stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Tabel dan grafik di atas diketahui pada penderita penderita riwayat stroke yang mengalami depresi sebesar total 38,8%, terdiri dari depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat, sedangkan yang normal atau minimal sebesar 61,1%.

Berikut adalah data yang didapatkan pada penderita riwayat stroke yang mengalami depresi berdasarkan jenis kelamin pada bulan September-Oktober 2016:

3. Faktor Demografi dengan Depresi Pada Subjek.

Tabel 4. Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Tabel di atas didapatkan penderita dengan riwayat stroke yang mengalami depresi di Kabupaten Gunungkidul DIY pada laki-laki terdapat 4 orang dan pada perempuan terdapat 10 orang. Dapat disimpulkan kejadian

Karakteristik Responden

Status Depresi

p Normal Depresi

Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Jenis Kelamin

Laki-laki 8 (66,7%) 2 (16,7%) 1 (8,3%) 1 (8,3%)

0,952


(51)

depresi pada perempuan hampir 2 kali lipat daripada laki-laki pada penderita riwayat stroke di Gunungkidul DIY bulan September-Oktober 2016. Uji analisis chi-square test menunjukkan nilai signifikansinya adalah 0,952 (p>0,05) artinya hubungan antara jenis kelamin pada penderita stroke adalah tidak signifikan.

Hasil penelitian ditinjau dari kelompok umur penderita dengan riwayat stroke yang mengalami depresi adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Karakteristik Responden

Status Depresi

P Normal Depresi

Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Kelompok Umur

36-45 Th 1 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

0,789

46-55 Th 4 (80%) 1 (20%) 0 (0%) 0 (0%)

56-65 Th 12 (70,6%) 3 (17,6%) 1 (5,9%) 1 (5,9%)

>65 Th 5 (38,5%) 4 (30,8%) 2 (15,4%) 2 (15,4%) Tabel di atas dapat dilihat bahwa depresi pada faktor kelompok umur >65 tahun menduduki peringkat teratas pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY bulan September-Oktober 2016 yang mengalami depresi dengan jumlah 8 orang, diikuti kelompok umur 56-65 dengan jumlah 5 orang dan 1 orang pada kelompok umur 46-55 tahun. Uji analisis chi-square tests menunjukkan nilai signifikansinya adalah 0,789 (p>0,05) artinya hubungan antara kelompok umur dengan depresi pada penderita stroke adalah tidak signifikan.

Tingkat pendidikan pada penelitian ini, responden terdiri dari beragam tingkatan, mulai dari SD hingga SMA. Data-data sebagai berikut:


(52)

Tabel 6. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Karakteristik Responden

Status Depresi

p Normal Depresi

Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Tingkat Pendidikan

Akhir 0,502

SD 15 (55,6%) 7 (25,9%) 3 (11,1%) 2 (7,4%)

SMP 5 (83,3%) 1 (16,7%) 0 (0%) 0 (0%)

SMA 2 (66,7%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (33,3%) Tabel tersebut menunjukkan responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar berjumlah 12 orang yang menduduki posisi teratas dibandingkan dengan SMP dan SMA dengan jumlah masing-masing 1 orang. Uji analisis chi-square test menunjukkan nilai signifikansinya adalah 0,502 (p>0,05) artinya hubungan antara tingkat pendidikan dengan depresi pada penderita stroke adalah tidak signifikan.

Hasil penelitian ini berdasarkan jenis pekerjaan, responden terdiri dari beragam jenis pekerjaan. Peneliti mendapatkan data sebaran jenis pekerjaan adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Karakteristik Responden Status Depresi

P Normal Depresi

Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Jenis Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

12 (63,2%) 5 (26,3%) 1 (5,3%) 1 (5,3%)

0,134

Petani 9 (64,3%) 2 (14,3%) 2 (14,3%) 1 (7,1%)

Pensiunan 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%)

Wiraswasta 1 (50%) 1 (50%) 0 (0%) 3 (8,3%) Hasil yang didapat pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY bulan September-Oktober 2016 yang mengalami depresi menunjukkan bahwa ibu rumah tangga berada pada posisi teratas dengan


(53)

jumlah 7 dan petani dengan jumlah 5 orang, diikuti wiraswasta dengan jumlah 4 orang dan pensiunan sejumlah 1 orang. Uji analisis chi-square tests menunjukkan nilai signifikansinya adalah 0,134 (p>0,05) artinya hubungan antara pekerjaan pada penderita stroke adalah tidak signifikan.

Sebaran data responden berdasarkan status pernikahan, adapun data sebagai berikut:

Tabel 8. Kasus Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke Berdasarkan Status Pernikahan di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Karakteristik Responden

Status Depresi

P Normal Depresi

Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Status Pernikahan

Menikah 17 (68,0%) 5 (20%) 2 (8%) 1 (4%)

0,445

Tidak Menikah

5 (45,5%) 3 (27,3%) 1 (9,1%) 2 (18,2%) Tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menikah berjumlah lebih banyak dari pada yang tidak menikah dengan jumlah 8 orang, sedangkan yang tidak menikah berjumlah 6 orang.

Uji analisis chi-square test pada penelitian ini menunjukkan nilai signifikansinya adalah 0,445 (p>0,05) artinya hubungan antara status pernikahan dengan depresi pada penderita stroke adalah tidak signifikan.

4. PEMBAHASAN

Hasil pada penelitian ini ditemukan kasus depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY sebanyak 38,8% yang terdiri dari depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya oleh Silverstone (1996) dalam Mudjadid (2001) bahwa prevalensi terjadinya depresi pada penderita riwayat stroke sebesar


(54)

23-29%, menurut Cavanaugh (1998) sebesar 18-23% dan penelitian Suwantara (2004) dijumpai sekitar 10-27%.

Suwantara (2004) mengatakan bahwa depresi adalah kelainan yang sering terjadi setelah suatu serangan stroke. Hal ini sejalan dengan penelitian ini bahwa riwayat penyakit stroke yang diderita individu berpengaruh terhadap kejadian depresi. Peneliti mengamati, depresi pada pasien dengan riwayat stroke lebih dikarenakan karena ketidakmampuan pasien untuk menjalani aktifitas keseharian dengan mandiri atau menjadi lebih tergantung pada orang lain. Irawan (2013) mengatakan bahwa tingginya prevalensi depresi pasca stroke seringkali dikaitkan dengan lokasi lesi anatomis dari stroke. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tang, dkk. (2015) bahwa lesi anatomis tersebut nantinya dapat menyebabkan defisit di serotonergik dan neurotransmisi noradrenergik.

Penelitian ini, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan depresi pada responden. Kejadian depresi pada penderita riwayat stroke lebih sering terjadi pada perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki di Kabupaten Gunungkidul DIY. Sejalan menurut penelitian Ghoge, dkk. (2003) angka prevalensi depresi pasca stroke adalah 10-25% untuk perempuan dan 5-12% untuk laki-laki atau pada perempuan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Ghoge, dkk. (2003) juga menambahkan bahwa pada perempuan, adanya riwayat kelainan psikiatri dan kelainan kognitif sebelum terjadinya stroke menyebabkan gejala depresi yang timbul menjadi lebih berat, sedangkan pada


(55)

laki-laki depresi pasca stroke berhubungan dengan gangguan yang lebih besar dari aktivitas hidup sehari-hari serta fungsi sosial. Oleh karena itu jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan tidak tidak berhubungan dengan kejadian depresi.

Kejadian depresi pasca stroke ini semakin meningkat dengan meningkatnya umur penderita. Bertambahnya umur diasumsikan terjadi penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Hal ini karena pada proses penuaan akan terjadi berbagai perubahan dimulai dari perubahan fungsi fisik, kognitif sampai perubahan psikososial yang akan mempermudah terjadinya depresi pada lansia (Sadock dan Sadock, 2010). Bertambahnya umur maka secara alamiah juga akan mempengaruhi terjadi penurunan kemampuan seperti fungsi perawatan diri sendiri, berinteraksi dengan orang lain di sekitar dan semakin bergantung dengan yang lain (Rinajumita, 2011). Namun hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berhubungan antara umur dan depresi. Sesuai dengan Fantoye (2009), yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian depresi pasca stroke. Sangat dimungkinkan adanya faktor lain yang tidak peneliti teliti seperti adanya dukungan sosial. Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain yang dicari dan dihargai oleh seseorang, yang dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain melalui perhatian, bantuan instrumental, pemberian informasi saat berada pada situasi yang menekan, serta informasi yang relevan dengan penilaian diri, dengan cara tersebut, setidaknya dukungan sosial dapat meringankan beban apabila dihadapkan pada


(56)

suatu persoalan (Taylor dkk., 2009). Pernyataan ini juga diperkuat secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan yang munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stres (Lieberman dalam Azizah, 2011). Penelitian ini, dimana rentang umur terbanyak adalah >65 tahun. Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian, tetapi umumnya prevalensi akan menurun sampai setengahnya setelah 1 tahun terjadinya stroke (Suwantara, 2014). Oleh karena itu, dalam penelitian ini responden dipilih yang telah memiliki riwayat stroke >6 bulan. Hal ini diperkuat Robinson (2003) yang mengatakan bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya memperlihatkan gejala depresi.

Tingkat pendidikan pada penelitian ini, mayoritas responden adalah dengan pendidikan yang rendah yaitu tingkat SD. Hal ini sesuai yang disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Lievre, Alley dan Crimmins (2010) pendidikan yang rendah berkaitan dengan depresi terutama pada usia lanjut, hal ini karena orang-orang dengan pendidikan yang lebih rendah akan mencapai usia tua dengan penurunan kognitif dan kesehatan fisik yang buruk. Hasil analisis penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan depresi pada penderita riwayat stroke karena bagi penderita riwayat stroke ini merupakan stresor bagi dirinya, ditambah ketidakmampuan karena adanya gangguan motorik. Dengan beratnya stresor tersebut, maka setiap orang dapat mengalami depresi tanpa memandang tingkat


(57)

pendidikan ketika mengalami stroke yang dapat menurunkan kualitas hidupnya. Depresi yang terjadi dapat hilang dengan sendirinya atau memerlukan pengobatan tergantung pada individu masing-masing. (Carson dkk., 2001)

Pembahaan selanjutnya adalah tentang jenis pekerjaan, ibu rumah tangga dan petani menduduki jumlah terbanyak pada penelitian ini. Walaupun hasil analisis data menunjukkan hasil yang tidak berhubungan, hal berbeda dikatakan oleh Wong dan Almeida (2012) bahwa status pekerjaan berhubungan depresi, dimana responden yang masih bekerja memiliki resiko terhadap depresi karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja di luar rumah setiap harinya sehingga waktu bagi responden untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial, berkumpul dengan keluarga dan rekreasi pun menjadi berkurang ditambah dengan penghasilan mereka yang tidak menetap setiap bulannya dari sesi ekonomi dan psikososial responden.

Status pernikahan pada penelitian juga didapatkan hasil yang tidak berhubungan secara bermakna pada status pernikahan. Data yang ada, depresi lebih banyak terjadi pada responden yang sudah menikah dibandingkan yang tidak menikah (janda/duda). Bagi sebagian orang, pernikahan dapat dinilai sebagai suatu stresor dikarenakan orang yang menikah memiliki tanggungan hidup yang lebih besar dibandingkan yang tidak menikah, misalnya mencari nafkah untuk keluarga. Depresi juga dapat terjadi karena kenyataan tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan (American Psychological Assosiation, 2005). Hal ini berbeda dengan Maryam dkk., (2008) yang menyatakan


(58)

perpisahan pasangan atau kematian merupakan faktor risiko terhadap tingginya depresi pada lansia. Hal ini juga diperkuat oleh Suardirman (2011) yang menyatakan lansia dengan status janda atau duda memiliki tingkat depresi lebih tinggi dari pada lansia yang masih berpasangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menikah atau tidak menikah tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY yang didominasi oleh para lansia.

Depresi pasca stroke dalam penelitian ini dibagi dalam 3 bentuk, yaitu ringan, sedang dan berat. Perasaan tidak nyaman oleh pandangan orang lain terhadap cacat dirinya dapat menyebabkan penderita stroke membatasi diri untuk tidak keluar dari lingkungannya. Keadaan ini selanjutnya dapat mendorong penderita ke dalam gejala depresi yang berdampak pada motivasi dan rasa percaya dirinya, maka terjadilah suatu lingkaran debilitatis yang tidak ada kaitannya dengan ketidakmampuan fisiknya. Ketidakmampuan fisik (physical disability) bersama-sama dengan gejala depresi dapat menyebabkan aktivitas penderita stroke menjadi sangat terbatas.

Setiap orang dapat mengalami gangguan depresi karena berbagai penyebab dan karena berbagai penyebab dan berbagai pencetus yang berbeda. Penelitian ini diangkat kasus mengenai penyakit kronis, yaitu riwayat penyakit stroke yang mana terjadi di peredaran darah menuju otak dan dapat terjadi lesi anatomis yang berdampak pada kehidupan pasien.

Penyakit fisik dapat menyebabkan depresi melalui mekanisme penyakitnya sendiri ataupun terjadi respon psikologis akibat persepsi penyakit yang diderita


(59)

individu dan dampak tidak langsung dari pengobatan. Penyakit fisik tersebut salah satunya adalah stroke sesuai dengan penelitian ini bahwa riwayat stroke yang diderita individu memiliki pengaruh terhadap keadaan biologi, psikologi maupun sosial. Oleh karena penyebab depresi yang multifaktorial, maka menyebabkan depresi tidak hanya dapat diobati dengan satu macam terapi.

Penelitian ini, selain mengacu pada Beck Depression Inventory (BDI), gejala yang tampak pada penderita depresi menurut ICD-10, depresi dikelompokkan berdasarkan gejala utama, seperti: munculnya mood depresi, hilangnya minat atau semangat dan mudah lelah, adapula gejala tambahannya seperti; konsentrasi menurun, harga diri berkurang, perasaan bersalah, pesimis melihat masa depan, ide bunuh diri atau menyakiti diri, pola tidur berubah dan napsu makan menurun. Depresi ringan bila terdapat minimal 2 gejala utama dan 2 gejala tambahan, depresi sedang bila terdapat minimal 2 gejala utama dan 3-4 gejala tambahan, Depresi berat bila terdapat minimal 3 gejala utama dan 4 gejala tambahan (Mudjaddid, 2001 dan Soerjono, 2007). Beberapa orang merasakan bahwa pertanyaan mengenai depresi merupakan hal yang sensitif dan kurang nyaman dan dalam pengamatan peneliti hal ini ditandai responden yang tampak ragu menjawab kuisioner sehingga peneliti berasumsi bahwa hal ini dapat mempengaruhi tingkat signifikansi dalam penelitian ini.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY. 2. Skor depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul

DIY adalah sebagai berikut: pada depresi minimal atau normal sebesar 61,1%, depresi ringan sebesar 22,2%, depresi sedang sebesar 8,3% dan depresi berat sebesar 8,3%.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti Lainnya.

Peneliti lainnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan desain studi dan variabel yang lebih bervariasi untuk memperdalam penelitian ini.

2. Bagi Rumah Sakit.

Bagi pihak rumah sakit untuk lebih memperhatikan kesehatan para pasiennya khususnya dalam kasus penyakit kronis supaya tidak terjadi komplikasi yang lebih seperti depresi.


(61)

3. Bagi Pemerintah.

Bagi pemerintah agar penelitian ini dapat menjadi motivasi dan masukan lebih lagi untuk memperhatikan para individu khususnya dalam bidang kesehatan sehingga dapat terjalin pelayan kesehatan yang holistik.

4. Bagi Pihak Keluarga.

Bagi masyarakat yang memiliki anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit kronis agar dapat memperhatikan dukungan sosial dan kebutuhan, seperti pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan sandang pangan papan yang seimbang.


(62)

51

DAFTAR PUSTAKA

Aditomo, A. dan Retnowati S. (2004). Perfeksionisme, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi pada Remaja Akhir: Jurnal Psikologi. Jakarta: Renika Cipta.

American Psychological Assosiation. (2005) What is Depression?. Diakses 13 Desember 2016, dari http://www.apa.org/ppo/issues/depress/html

Amir N. (2011) Penatalaksanaan Pasien Stroke dengan Gangguan Emosi. Jiwa Indon Psychiatry Quarter 1998;XXXI:2:169-72.

Andri, Susanto M. (2008). Tatalaksana Depresi Pasca stroke. Diakses 21 Maret

2016, dari

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/573/5 65.

Azizah, L. M (2011) Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Beck. A. T. (1996). Beck Depression Inventory (BDI-II): The Psychological Corporation. Diakses 21 Maret 2016, dari http://www. Thecommunityhouse.org/wpcontent/uploads/2012/01/BeckDepression-Inventoryand-Scoring-Key1.pdf.

Bethesda Stroke Center. (2007). Enam Langkah Optimal Penanganan Stroke.

Diakses 18 Maret 2016, dari http://www.strokebethesda.com/content/view/152/42/.

Brehm, S.S. (1992). Intimate Relationship, 2nd edition. New York : McGraw-Hill.

Carson C.R. (2001) Abnormal psychology and modern life, 8th edition. London: Scott, Foresman and Company.

Chandra B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.

Depkes RI. (2011). 8-dari-1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke Diakses 18 Maret 2016, dari http://www.depkes.go.id/article/print/1703/8-dari-1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html.

Depsos. (2012). Depresi Penyebab Utama Gangguan Jiwa. Diakses 22 Maret 2016, dari http://www.rehsos.depsos.go.id.

Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul. (2015). Rekapitulasi Gangguan Jiwa Secara Umum Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015. Yogyakarta: Humas Dinas Kesehatan Gunungkidul.

Fantoye, F. O. (2009). Depressive symptoms and associated factors following cerebrovascular accident among Nigerians. Journal of Mental Health,18(3): 224-232.

Ginsberg L. (2008). Lecture Notes Neurology (Edisi ke-8). Surabaya: Erlangga. Ghoge H, Sharma S, Sonawalla S, Parikh R. (2003). Cerebrovascular diseases and

depression. Curr Psychiatry Rep; 5: 231-8.

Guyton & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke–11). Jakarta: EGC.

Halgin, R. P & Whitbourne, S. K. (2010). Perspektif Klinis Pada Gangguan Psikologis (Edisi ke-6). Jakarta: Salemba Humanika.


(63)

52

Hanum, M. (2000). Pendidikan Promosi dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Universitas IndonesiaFakultas Kesehatan Masyarakat.

Hungu. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Irawan, H. (2013). Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. CDK-210/ vol. 40 no.11. Ismail, R. I, & Siste, K., (2010). Gangguan Depresi, Dalam Elvira,Silvia D.,

Hadisukanto, Gitayanti, Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI.

Jia, H, dkk. (2015). Impact of Depression on Quality-Adjusted Life Expectancy (QALE) Directly As Well As Indirectly Through Suicide. Department of Psychiatry, 50:939-949.

Lievre. A., Alley. D., Crimmins. E.M. (2010). Educational Differentials in Life Expectancy With Cognitive Impairment Among the Elderly in the United States. J Aging Health; 20(4): 456–477. doi:10.1177/0898264308315857. Lumempouw SF. (2005). Gangguan Neurobehavior dan Cedera Otak. Jakarta;

Ethical Digest.

Maramis, W.F. (2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (terjemahan). (Cetakan ke-8). Jakarta: Airlangga University Press.

Maryam, R. S. Dkk. (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: SalembaMedika

Maslim, R. (2003). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Misbach, J., (2011). Stroke Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mudjaddid E. (2001). Current Treatment In Internal Medicine 2000. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Nasir & Muhith. (2011) Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba

Medika.

National Institute Mental Health (NIMH) Journal Description. (2010). Major Depression Among Adult. New York: NIMH. Diakses 19 Maret 2016 dari https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/prevalence/major-depression-among-adults.shtml.

National Institute Mental Health (NIMH). Journal Description. (2012).

Depression. Diakses 19 Maret 2016, dari

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression/index.shtml.

National Stroke Association. (2007). HOPE:The Stroke Recovery Guide. Bull. NSA.

Notoadmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka Cipta

Pancasiwi, H. H. (2004). Perubahan Sosial dan Kecenderungan Bunuh Diri;Tinjauan Sosiologis. Seminar. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Pompili, M, dkk. (2015). Suicide in Stroke Survivors Epidemology and Prevention. Department of Neurosciences, Mental Health and Sensory Organ 32:21-29

Puri, B. K., Laking, P. J. & Treasaden, I. H. (2012) Buku Ajar Psikiatri (Edisi ke-2). Jakarta: EGC.


(1)

berhubungan dengan kejadian depresi.

Kejadian depresi pasca stroke ini semakin meningkat dengan meningkatnya umur penderita. Bertambahnya umur diasumsikan terjadi penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. perubahan fungsi fisik, kognitif sampai perubahan psikososial yang akan mempermudah terjadinya depresi pada lansia (Sadock dan Sadock, 2010. Namun hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berhubungan antara umur dan depresi. Sesuai dengan Fantoye (2009), yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian depresi pasca stroke. Sangat dimungkinkan adanya faktor lain yang tidak peneliti teliti seperti adanya

dukungan sosial. rentang umur terbanyak adalah >65 tahun. Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian, tetapi umumnya prevalensi akan menurun sampai setengahnya setelah 1 tahun terjadinya stroke (Suwantara, 2014). Oleh karena itu, dalam penelitian ini responden dipilih yang telah memiliki riwayat stroke >6 bulan. Hal ini diperkuat Robinson (2003) yang mengatakan bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya memperlihatkan gejala depresi.


(2)

Selanjutnya dari segi tingkat pendidikan, mayoritas responden adalah dengan pendidikan yang rendah yaitu tingkat SD. Hal ini sesuai yang disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Lievre, Alley dan Crimmins (2010) pendidikan yang rendah berkaitan dengan depresi terutama pada usia lanjut, hal ini karena orang-orang dengan pendidikan yang lebih rendah akan mencapai usia tua dengan penurunan kognitif dan kesehatan fisik yang buruk. Dari hasil analisis penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan depresi pada penderita riwayat stroke Depresi yang terjadi dapat hilang dengan sendirinya atau memerlukan pengobatan

tergantung pada individu masing-masing. (Carson dkk., 2001)

Pembahaan selanjutnya adalah tentang jenis pekerjaan, ibu rumah tangga dan petani menduduki jumlah terbanyak pada penelitian ini. Walaupun hasil analisis data menunjukkan hasil yang tidak berhubungan, hal berbeda dikatakan oleh Wong dan Almeida (2012) bahwa status pekerjaan berhubungan depresi, dimana responden yang masih bekerja memiliki resiko terhadap depresi karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja di luar rumah

Dalam penelitian ini, terdapat juga hasil yang tidak berhubungan secara bermakna pada status pernikahan. Data yang ada, depresi lebih banyak terjadi pada responden yang sudah menikah


(3)

dibandingkan yang tidak menikah (janda/duda). Bagi sebagian orang, pernikahan dapat dinilai sebagai suatu stresor dikarenakan orang yang menikah memiliki tanggungan hidup yang lebih besar dibandingkan yang tidak menikah. Depresi juga dapat terjadi karena kenyataan tidak sesuai dengan harapan yang

diinginkan (American

Psychological Assosiation, 2005). Hal ini berbeda dengan Maryam

dkk., (2008) yang menyatakan perpisahan pasangan atau kematian merupakan faktor risiko terhadap tingginya depresi pada lansia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor demografik tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY yang didominasi oleh para lansia.

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara faktor demografi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY. Hal ini dapat dilihat secara statistik pada tiap

faktor demografi yang menghasilkan nilai p> 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY.


(4)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita riwayat stroke di Kabupaten Gunungkidul DIY, maka peneliti menyarankan: 1. Sebaiknya penelitian

dilakukan tidak hanya dalam satu waktu.

2. Untuk penelitian selanjutnya, dapat meneliti faktor dan variabel lain yang dapat mempengaruhi kejadian depresi pada responden. 3. Untuk penelitian selanjutnya

dapat menggunakan instrumen penilaian depresi lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychological Assosiation. (2005) What is Depression?. Diakses 13 Desember 2016, dari

http://www.apa.org/ppo/issues/ depress/html

Carson C.R. (2001) Abnormal psychology and modern life, 8th edition. London: Scott, Foresman and Company. Depkes RI. (2011).

8-dari-1000- orang-di-indonesia-terkena-stroke Diakses 18 Maret 2016, dari

http://www.depkes.go.id/article /print/1703/8-dari-1000-orang-

di-indonesia-terkena-stroke.html.

Depsos. (2012). Depresi Penyebab

Utama Gangguan Jiwa.

Diakses 22 Maret 2016, dari http://www.rehsos.depsos.go.id .

Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul. (2015). Rekapitulasi Gangguan Jiwa Secara Umum Di Kabupaten

Gunungkidul Tahun 2015.

Yogyakarta: Humas Dinas Kesehatan Gunungkidul. Fantoye, F. O. (2009). Depressive

symptoms and associated

factors following

cerebrovascular accident among Nigerians. Journal of Mental Health,18(3): 224-232. Ghoge H, Sharma S, Sonawalla S,

Parikh R. (2003).

Cerebrovascular diseases and depression. Curr Psychiatry Rep; 5: 231-8.

Irawan. (2013). Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. Diakses 21

Maret 2016, dari

http://www.kalbemed.com/Port als/6/06_210Gangguan%20De presi%20pada%20Lanjut%20U sia.pdf

Jia, H, dkk. (2015) Impact of Depression on Quality-Adjusted Life Expectancy (QALE) Directly As Well As Indirectly Through Suicide. Department of Psychiatry, 50:939-949.

Lievre. A., Alley. D., Crimmins. E.M. (2010). Educational Differentials in Life Expectancy With Cognitive Impairment Among the Elderly in the United States. J Aging Health; 20(4): 456–477. doi:10.1177/089826430831585 7.

Maryam, R. S. Dkk. (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: SalembaMedika

Mudjaddid E. (2001). Current Treatment In Internal Medicine 2000. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pompili, M, dkk. (2015) Suicide in Stroke Survivors Epidemology and Prevention. Department of Neurosciences, Mental Health and Sensory Organ 32:21-29 Sylvia, dkk. (2007). Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi ke-6). Jakarta: EGC.


(6)

Robinson RG. Post-stroke depression: prevalence, diagnosis, treatment, and disease progression. Biol Psychiatry 2003; 54: 376-87. Rochmawati, I. (2009). Nglalu:

Melihat Fenomena Bunuh Diri

Dengan Mata Hati.

Yogyakarta: Jejak Kata Kita. Sadock BJ., Sadock VA. (2010).

Synopsis of Psychiatric:

Behavioral science.

Tanggerang. Binarupa Aksarsa. Suwantara J. R. (2004). Depresi

pasca-stroke: epidemiologi,

rehabilitasi dan psikoterapi. Jakarta: FKUI.

Wong, J. D., Almeida, D.M. (2012). The Effects of Employment Status and Daily Stressors on Time Spent on Daily Household Chores in

MiddleAged and Older Adults. The Gerontologist society of America, Cite journal as: The Gerontologist Vol. 53, No.1, 81-91

doi:10.1093/geront/gns04. World Health Organization (WHO).

(2000). Obesity: Preventiv and Margery the Global Epidemic Report of a WHO Scientific Group. Diakses 21 Maret 2016, dari http://library.who .edu.au/~sthomas/papers/persef f.html.

World Health Organization (WHO). (2005). The Top 10 Causes of Deadth Diakses 21 Maret 2016 dari

http://www.who.int/mediacente r/factsheet/fs310_2008.pdf.