akan berurusan dengan dokumen-dokumen penting yang pastinya akan melibatkan benda yang namanya meterai. Sebenarnya merupakan hal yang biasa
tetapi akan menjadi sesuatu yang patut diperhatikan dengan seksama karena setelah mengamati, melihat dan sedikit bertanya kepada pihak-pihak yang sering
berurusan dengan dokumen-dokumen yang harus atau wajib dibubuhkan meterai ada penggunaan meterai sepertinya tidak lazim.
Penulis mendapatkan informasi bahwa meterai tidak hanya ditempelkan pada dokumen-dokumen saja tetapi juga terdapat pada kwitansi, nota dan struk
kecil atau berupa nota belanja sebagai bukti pembayaran. Penggunaan meterai pada nota, struk kecil ini sepertinya tidaklah lazim dan tidak terdapat petunjuknya
dalam Undang-undang tentang Bea Meterai beserta peraturan pelaksananya. Jadi rupanya ada hukum baru yang telah lazim yang digunakan di lingkungan
Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk mengangkat tulisan dengan
judul “PENGGUNAAN METERAI ATAS DOKUMEN-DOKUMEN DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
”.
B. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan hak dan kewajiban yang
sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini salah satu cara untuk mewujudkan peran serta masyarakat
tersebut adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen-dokumen tertentu yang digunakan berdasarkan
ketentuan Undang-undang.
2
Pembiayaan untuk pembangunan membutuhkan uang yang cukup banyak sebagai syarat mutlak agar pembangunan dapat berhasil.
Dalam hal ini pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari: bumi, air dan kekayaan alam, pajak-pajak, bea dan cukai,
penerimaan negara bukan pajak non tax, hasil perusahaan negara, serta sumber- sumber lain, seperti: pencetakan uang dan pinjaman negara.
3
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pungutan pajak dan bea merupakan sumber dari pendapatan negara. Perlu adanya kesadaran rakyat yang tinggi bahwa
dengan membayar pajak kepada negara berguna untuk ketentraman dan kesejahteraan rakyat.
4
Untuk itu diperlukan suatu keserasian antara penduduk dan negara dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila yaitu dengan adanya hukum pajak yang mengatur hubungan hukum antara orang dengan negara, sehingga hukum pajak merupakan bagian dari hukum
publik.
5
Dalam masyarakat, bea meterai merupakan satu hal yang sangat umum dijumpai. Hampir semua dokumen yang dibuat oleh masyarakat harus dilampiri
dengan meterai tempel.
6
Definisi dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan
bagi seseorang dan atau pihak-pihak berkepentingan dalam hal ini dikenal
2
Penjelasan Umum Undang-undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
3
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Ed. Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 11.
4
Marhainis Abdul Hay, Dasar-Dasar Hukum Pajak, Badan Penerbit Unit Penerbitan Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1982, hal. 3.
5
Ibid. hal. 23.
6
Rini Yesti. Tinjauan Penggunaan Meterai Dalam Surat Perjanjian. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011, hal. 3.
sebagai surat dan dapat dikembangkan menjadi akta.
7
Bahkan sebagian masyarakat masih kuat anggapan bahwa bea meterai lebih sering dianggap
sebagai suatu keharusan yang mutlak dilakukan dalam pembuatan dokumen. Dokumen perjanjian misalnya, tidak sah karena tidak diberi meterai. Atau setiap
tanda terima uang harus diberi meterai supaya sah, tanpa tahu apa yang dimaksud dengan sah itu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang
bea meterai memang masih tegolong rendah. Seperti diketahui, peraturan mengenai Bea Meterai yang berlaku di
Indonesia saat ini adalah Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
sebagai pengganti
dari Aturan
Bea Meterai
Tahun 1921
zegelverordening 1921 jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
dikenakan Bea Meterai sebagai peraturan pelaksanaannya. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai selanjutnya disebut
UUBM dinyatakan bahwa “Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas
dokumen yang disebut dalam undang-undang ini ”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa
yang menjadi objek Bea Meterai adalah dokumen. Adapun dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen yang
berbentuk : a Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau
keadaan yang bersifat perdata; b Akta-akta notaris sebagai salinannya; c Akta- akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT termasuk rangkap-
7
Siahaan , Marihot Pahala, Bea Meterai di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 15.
rangkapannya; d Surat yang memuat jumlah uang; e Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek; f Efek dalam nama dan bentuk apapun; g
D
okumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
. Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
selanjutnya disebut UUBM secara tegas dinyatakan bahwa dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah: a Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata; b Akta-akta notaris
sebagai salinannya; c Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT termasuk rangkapannya; d Surat yang memuat jumlah uang; e Surat
berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek; f D
okumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
.
8
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUBM huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f dikenakan bea materai dengan tarif Rp. 6.000,- Sedangkan
untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, huruf d dan e dikenakan: 1 yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 250.000 tidak dikenakan
Bea Meterai; 2 yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 3.000; dan
3 yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 6.000.
9
8
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.
9
Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.
Penggunaan meterai di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga UKSW bahwa materai tidak hanya ditempelkan pada dokumen-dokumen,
misalnya dalam Surat Keterangan Masih Kuliah, seperti yang pernah penulis alami sendiri menggunakan meterai tersebut, tetapi juga terdapat pada kuitansi,
nota dan struk kecil nota juga hanya ukurannya lebih kecil atau berupa nota belanja sebagai bukti pembayaran. Penggunaan materai seperti di UKSW ini
ternyata berbeda dengan menurut hukum positif. Cara seperti yang dilakukan di UKSW sudah berjalan sejak beberapa tahun, menurut staf yang bertanggung
jawab sendiri mengatakan sejak ia menjabat disana hal tersebut sudah berlaku. Demikian juga informasi yang diperoleh dari Kepala Bagian Keuangan bahwa hal
tersebut sudah menjadi aturan turun-temurun sejak tahun 1987 beliau mulai bekerja di sana.
10
Oleh karena itulah menarik untuk dilihat bagaimana kekuatan hukum dari penggunaan meterai seperti yang dilakukan oleh UKSW selama ini.
C. Rumusan Masalah