MODEL KEPEMIMPINAN ASATIDZAH DI PONDOK PESANTREN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III KEPEMIMPINAN PARA

ASATIDZAH

A. MODEL KEPEMIMPINAN ASATIDZAH DI PONDOK PESANTREN

AL-FURQON AL-ISLAMI Kepemimpinan secara bahasa menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pimpin”, dengan mendapat awalan me menjadi “memimpin” maka diartikan menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing, dalam perkataan lain dapat disamakan pengertiannya dengan “mengetahui, mengepalai, memandu, dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri”. 1 Yang dimaksud dengan kepemimp inan adalah “seni” memanfaatkan seluruh daya dana, sarana, dan tenaga pesantren untuk mencapai tujuan pesantren. Manifestasi yang paling menonjol di dalam “seni” memanfaatkan daya tersebut adalah cara menggerakkan dan mengarahkan unsur pelaku pesantren untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak pemimpin dalam rangka mencapai tujuan pesantren tersebut. 2 Kepemimpinan secara umum diartikan sebagai kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntut, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat 1 WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1990, 684. 2 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Jakarta: INIS, 1994, 79. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu. 3 Dalam hal ini, berarti sifat-sifat perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari satu jabatan administratif dan persepsi dari orang lain tentang legitimasi pengaruh. Di lingkungan umat Islam pada umumnya, ulama merupakan pemimpin informal, yang diakui dan diterima kepemimpinannya tanpa batas waktu tertentu. Pemimpin dalam hal ini tanpa perlu diangkat atau ditunjuk oleh suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu, ternyata diakui, diterima dan dipatuhi kepemimpinannya oleh sejumlah orang lain di lingkungannya. Hadari mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Ta’la, baik secara bersama-sama maupun perseorangan, dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mewujudkan semua kehendak Allah yang telah diberitahukan-Nya melalui Rasul-Nya yang terakhir Nabi Muhammad. Kepemimpinan ini diartikan oleh Hadari Nawawi, disebut olehnya kepemimpinan dalam arti spiritual, yang tiada lain diartikan sebagai ketaatan dan kemampuan mentaati perintah dan larangan Allah dan Rasulullah dalam semua aspek kehidupan. 4 Secara teoritis, dapat dibedakan tiga pola dasar gaya kepemimpinan. 5 Ketiga pola dasar gaya kepemimpinan itu adalah: 3 Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan Jakarta: Bina Aksara, 1988, 1. 4 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993, 18. 5 Ibid., 153. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1. Gaya Mengutamakan Pelaksanaan Tugas Gaya ini berpola mengutamakan pelaksaan tugas melebihi kegiatan lainnya. Pemimpin kurang menaruh perhatian pada hasil yang akan dicapai, khususnya dalam hubungannyadengan tujuan organisasi. Gaya ini didasari oleh asumsi bahwa tugas pemimpin adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing- masing secara maksimal. 2. Gaya Mengutamakan Kerjasama Terciptanya hubungan kerjasama antar sesama pemimpin unit, pimpinan dengan anggota dan antar sesama anggota organisasi, menjadi perhatian yang besar bagi pemimpin pada gaya ini. Karena perhatian yang besar terhadap kerjasama yang akrab, mengakibatkan lemahnya perhatian terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang hendak dicapai. 3. Gaya Mengutamakan Hasil Pemimpin dengan gaya ini menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat untuk mencapai hasil yang maksimal, sehingga tanpa mempersoalkan cara mencapainya. Ukuran prestasi dari seseorang dilihat dari produk yang dihasilkan. Perhatian kurang terhadap kerja sama dan pelaksanaan tugas anggota organisasinya, karena lebih mementingkan hasil dari pada proses. Menurut konsep Islam, setiap orang adalah pemimpin. Karena itu, setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sesama pada masa hidupnya dan kepada Allah kelak. Namun dalam hal ini yang dimaksud dalam bahasan selanjutnya adalah figur ustadz, pengasuh pondok pesantren yang menjadi tokoh kunci utama dalam kehidupan di pondok pesantren. 6 Pengaruh kepemimpinan ustadz terhadap kehidupan pribadi santri tidak hanya terbatas pada saat santri masih tinggal di pondok pesantren, melainkan berpengaruh dalam waktu yang tak terbatas, bahkan sampai seumur hidup. 7 Asatidzah yang dalam hal ini para ustadz merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah pondok pesantren. Setiap pondok pesantren pastinya mempunyai sebuah sistem tersendiri dalam menjalankan sebuah pesantren, yang mana sistem ini dipengaruhi dari bagaimana model kepemimpinan para asatidzah dalam pondok pesantren tersebut. Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami dipimpin oleh ustadz Aunur Rofiq. Dalam kesehariannya dilingkungan pesantren Al-Furqon pimpinan pondok bukan dengan sebutan kyai namun dengan panggilan ustadz. 8 Kebanyakan pondok pesantren di Jawa mengangggap pimpinan pesantren dengan sebutan kyai yang beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil di mana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan di lingkungan pesantren. Tidak ada seorang pun santri maupun orang lain 6 Mohammad Ainul Mubarok ,”Pola Kepemimpinan KH. Moch. Imam Chambali Dalam Mengelola Pondok Pesantren Al-Jihad Wonocolo Surabaya ” Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Tarbiyah, Surabaya, 2012, 54. 7 Ibid., 54. 8 Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al-Furqon, Gresik, 18 April 2016. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang mempengaruhi kekuasaan kyai dalam lingkungan pesantrennya kecuali kyai lain yang lebih besar pengaruhnya. Para santri berkeyakinan bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang penuh percaya diri, baik dalam hal pengetahuan Islam maupun dalam bidang kekuasaan dan manajemen pesantren. Sehingga kyai dalam lingkungan pesantren sangat disegani oleh para santri dan semua yang ada di lingkungan pesantren. 9 Meskipun kebanyakan kyai di Jawa tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari kota mereka merupakan bagian dari kelompok yang terpandang dalam struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat Jawa. Sebab sebagai suatu kelompok, para kyai yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di masyarakat Indonesia. Kebanyakan mereka memiliki sawah yang cukup, namun mereka tidak perlu ikut dalam pekerjaan sawah. Mereka bukan petani, tetapi pemimpin dan pengajar yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat. Dan untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan penganjur Islam dengan baik, mereka perlu memahami kehidupan politik. Mereka dianggap dan menganggap diri memiliki posisi atau kedudukan yang menonjol baik pada tingkat lokal maupun nasional. Dengan demikian, mereka merupakan pembuat keputusan yang efektif dalam sistem kehidupan sosial orang Jawa, tidak hanya dalam kehidupan keagamaan tetapi juga dalam hal politik. Profesi 9 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiai Jakarta: LP3ES, 1982, 56. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mereka sebagi pengajar dan penganjur Islam membuahkan pengaruh yang melampaui batas-bats desa di mana pesantren mereka berada. 10 Hal yang berbeda terjadi di Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami, meskipun berada di Jawa pesantren al-Furqon al-Islami memiliki model kepemimpinan yang berbeda dengan pesantren pada umumnya di Jawa. Dalam kepemimpinannya ustadz Aunur Rofiq sebagai pendiri Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami tidak memegang kendali penuh pesantren seorang diri, dalam hal ini sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan di lingkungan pesantren tidak seluruhnya berasal dari pimpinan pesantren. Dalam memimpin pesantren ustadz Aunur Rofiq juga melibatkan ustadz-ustadz lain yang ada di lingkungan pesantren, seperti dalam hal menentukan kebijakan atau mengambil keputusan yang berhubungan dengan pesantren dilakukan dengan cara musyawarah. Secara pribadi ustadz Aunur Rofiq sangat sederhana dalam mendidik, ikhlas saat berdakwah, tawadhu dan mempraktekkan kesederhanaan hidup. Perilaku-perilaku inilah yang membuat para santri begitu dekat dengan ustadz Aunur Rofiq sehingga para santri menganggap beliau seperti orang tua sendiri. Dalam hal pembangunan pada tahun 2000an di awal-awal berdirinya ustadz Aunur Rofiq pun dibantu oleh para santri yang ketika itu masih sedikit. ustadz Aunur Rofiq mengkader santri-santrinya untuk kemudian bisa sama-sama mengelola pesantren sehingga suatu saat 10 Ibid., 56. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id apabila ustadz Aunur Rofiq sudah tidak bisa lagi memimpin pesantren, pesantren tidak mengalami kemunduran karena santri-santri yang nantinya akan meneruskan kepemimpinan dalam pesantren sehingga Pondok Pesantren al-Furqon al-Islami akan terus eksis. 11 Seiring dengan berjalannya waktu dan santri yang tersus bertambah juga adanya alumni pesantren yang masih mengabdi, Pondok Pesantren al- Furqon al-Islami berkembang cukup pesat. Hal ini tidak bisa lepas dari kepemimpinan ustadz Aunur Rofiq. Selain sebagai pimpinan pesantren, ustadz Aunur Rofiq juga sebagai pengajar namun tidak dalam porsi yang banyak. Beliau melibatkan ustadz-ustadz lain dalam pengajaran di pesantren dan juga mempercayai santri yang lebih senior untuk mengasuh masing-masing kamar santri junior dalam pondok. Dengan model kepemimpinan seperti ini diharapkan semakin terjalin keakraban dalam lingkungan pesantren, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antara santri dengan para asatidzah.

B. PENGARUH ASATIDZAH TERHADAP MANHAJ DAN SISTEM