Berdasarkan data
tarikh ar-ruwat
di atas, setelah diteliti keberadaan sanad Anas bin Malik ternyata seluruh periwayatannya maka sanad hadits
tersebut dalam keadaan bersambung
muttasil.
2. Kualitas Perawi
Bertolak dari teori
al-jarh wa al-
ta’dil yang dikemukakan Ibn Hajar yang telah disebutkan dalam permulaan BAB IV ini, dapat diambil
kesimpulan bahwa para periwayat hadis ini memiliki tingkat jarh wa ta’dil
yang berbeda-beda. Anas bin Malik tergolong sahabat yang terpercaya dalam periwayatannya karena kedudukannya sebagai sahabat Rasulullah
saw dan berpredikat
tsiqah
. Muhammad bin Sirrin tergolong tabi‟in besar
dan terpercaya dalam periwayatannya. Katsir bin Syindhir dinilai sangat dha’if dan Hafsh bin Sulaiman juga memiliki predikat dha’if bahkan Abu
Hatim menyebutkan bahwa Hafsh bin Sulaiman tidak pernah meriwayatkan hadits. sedangkan Hisyam bin Ammar berpredikat
tsiqah
, Ibnu Hajar menilainya shaduq. Berdasarkan data di atas periwayatan hadits
di atas adalah dha’if
sanadnya karena dua periwayat dinilai lemah dalam periwayatannya. Sebagaimana yang diungkapakan oleh Imam an-
Nawawi
18
.
3. Kesimpulan
Dari hasil analisis ketersambungan sanad serta kualitas perawi dan metode periwayatannya yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
18
Lihat, Abu Abd Allah Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini Ibn Majjah. Sunan Ibnu Majjah.
Riyad: Maktabah al- Ma‟arif, 1997, hlm. 56
dari masing-masing sanad serta penelitian para periwayat, dari periwayat pertama hingga
mukharij
secara keseluruhan adalah sebagai berikut: a.
Dari segi ketersambungan sanad, mulai
muharij al-hadits
Ibnu Majjah hingga sanad terakhir Anas bin Malik, maka sanad hadits riwayat Ibnu
Majjah tersebut terdapat ketersabungan sehingga dikatakan
muttasil.
b. Dari segi kualitas para perawi Anas bin Malik – Muhammad bin Sirrin
– Katsir bin Syindhir – Hafsh bin Sulaiman – Hisyam bin „Ammar – Ibnu Majjah dapat disimpulkan bahwa kualitas dua perawi adalah
dha’if. Sehingga hadits yang diteliti dikategorikan dalam hadits dha’if
.
c. Dari segi metode periwayatannya terdapat
sighat al-
ada’ yang berbeda- beda, namun menurut peneliti termasuk kategori hadits
mu’an’an.
4. Kritik Matan