BAB II INFRAS 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penyebab Kemiskinan
Menurut Sumodiningrat, 1998, penyebab kemiskinan terdapat tiga faktor,
yaitu:
1. Kemiskinan kultural
Kemiskinan yang disebabkan oleh sikap dan perilaku dari manusia itu
sendiri, seperti malas bekerja, pola pikir dan gaya hidup tradisional,
kepasrahan yang pasif, sehingga mengakibatkan manusia bodoh dan tidak
memiliki kesadaran.
2. Kemiskinan struktural
Kemiskinan yang disebabkan pembangunan yang belum merata,
kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan tidak seimbang,
dan ketidaksamaan kesempatan dengan masyarakat lainnya.
3. Kemiskinan natural (absolut)
Kemiskinan yang diakibatkan keadaan alamiah karena faktor keturunan
(bawaan lahir), seperti cacat mental (down syndrome). Kemiskinan akibat
down syndrome atau cacat mental hanya dapat ditanggulangi dan
diminmalisisr dengan beberapa program kemiskinan. Langkah-langkah
penanganan agar tercapai tujuan (Sundari, 2005) adalah:
a) Usaha prefentif atau usaha mengadakan pencegahan adalah
mengurangi bahakan meniadakan seba-sebab gangguan dan
penyakit mental;
b) Usaha
korektif
adalah
usaha
perbaiakan,
pengembakian
keseimbangan terhadap gangguan mental maupun penyakit mental
melalui terapi
c) Usaha preserfatif adalah suatu usaha pemeliharaan, penjagaan, agar
tetap baik keadaam yang sudah seimbang atau keadaan sehat.
2.1.1
Penanggulangan Kemiskinan Alamiah
Beberapa program penanggulangan kemiskinan faktor alamiah di
Indonesia, sebagai berikut:
Program
Program
rehabilitasi
dan
perlindungan
sosial bagi
penyandang
cacat
Progam
kesejahteraan
Sosial Anak
dengan
Kecatatan
(PKS-ADK)
Pelayanan
kesehatan
anak dengan
kecactan
Program
iodisasi air
minum sejak
tahun 1977
Program
pemberian
kapsul
minyak
beriodium
Tindakan
1. Penataan sistem
verifikasi data calon
penerima bantuan,
sosialisasi dan
koordinsi keterpaduan
program
2. Peningkatan bantuan
jaminan sosial
3. Penyandang cacat berat
di dalam keluarga
4. Bantuan tambahan
kebutuhan dasar
penyandang cacat
dalam/atau melalui
panitia/lembaga
1.
Peningkatan
bantuan kebutuhan
dasar dan akses
layana sosial
dasar, serta
penguatan
tanggung jawab
keluarga
1. Pelayanan
kesehatan bagi
anak dengan
kecatatan di SLB
melalui Usaha
Kesehatan Sekolah
Penanggulangan
GAKY dengan
pemberian kandungan
yodium pada air
minum masyarakat
penderita down
syndrome
Program pemberian
kapsul minyak iodium
kepada penduduk
penyandang GAKI yang
tinggal di desa endemik
berat dan sedang.
Keluaran
Ketersediaan data
penerimaan bantuan
Jumlah penyandang
cacat berat yang
menerima bantuan
jaminan sosial
Jumlah penyandang
cacat dalam
lembaga/panti yang
mendapatkan bantuan
pemenuhan kebutuhan
dasar
Meningkatan anak
dengan kecacatan yang
terpenuhi hak hak
dasarnya dalam asuhan
keluarga
Meningkatkan
pembinaan kesehatan di
SLB melalui program
Usaha Kesehatan
Sekolah
Sasaran
Meningkatkan
pemeuhan dasar bagi
penyandang cacat
berat dan penyandang
cacat dalam
lembaga/panti
Sumber
Instruksi Presiden
Republik
Indonesia Nomor
3 Tahun 2010
tetang Program
Pembangunan
yang Berkeadilan
Meningkatkan
pemenuhan
kebutuhan dasar dan
aksesbilitas
pelayanan sosial
dasar
Instruksi Presiden
Republik
Indonesia Nomor
3 Tahun 2010
tetang Program
Pembangunan
yang Berkeadilan
Meningkatkan ststus
kesehatan anak
dengan kecacatan
Meningkatkan
pemberian yodium
kepada masyarakat
Pemberian konsumsi
garam iodium pada
setiap setaip keluarga
secara terus menerus.
Meningkatkan status
kesehatan pada
keluarga, terutama
untuk ibu hamil
Depekes RI dalam
Yueniwati, 1999
Hak-hak dasar masyarakat miskin antara lain, terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
suber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik
bagi perempuan dan laki-laki dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach). Oleh karena itu perlu adanya penangulangan kemiskinan dengan
pengembangan infrastruktur, sebagai berikut:
2.2
Infrastruktur Pedesaan
Infrastruktur pedesaan didefinisikan sebagai infrastruktur yang bersifat fisik
dan memberikan akses terhadap pelayanan dasar maupun pelayanan sosial serta
ekonomi bagi masyarakat pedesaan (Hanapiah dalam Andi, 2009). Infrastruktur
pedesaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
2.2.1
Infrastruktur Fisik Ekonomi Pedesaan
Ketersediaan infrastruktur kawasan pedesaan mendukung adanya aktifitas
sosial ekonomi keseharian, meningkatkan kualitas SDM dan mendorong
pembangunan kawasan pedesaan. Ketiga hal tersebut saling bersinergi satu
dengan lainnya untuk memecahkan permasalah pedesaa, seperti kemiskinan dan
keterbatasan infrastruktur. Dimana keberhasilan pembangunan pedesaan akan
memberikan dampak balik yang positif bagi peningkatan aktifitas kehidupan dan
kualitas SDM.
2.2.1.1 Infrastruktur Transportasi
Infrastruktur
transportasi
merupakan
salah
satu
faktor
penentu
keberhasilan pembangunan ekonomi pedesaan. Ketersediaan jalan yang memadai,
seperti aspal akan menjami desa memiliki akses dari dan ke sumber-sumber
ekonomi dan pemasaran.
Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Teknis Jalan Desa No. 007/T/Bt/1995
dari Direktorat Jendral Bina Marga diketahui standart kriteria perencanaan
geometri jalan desa dan kenis perkerasan jalan, sebagai berikut:
Tabel 2. 1 kriterian Perencanaan Jalan Pedesaan
Jenis Perkerasan
Krikil/Teflon/Tanah
Kemiringan Medan (Terrain)
Datar
Bukit
Kelandaian (%)
8
10
Lebar
Disarankan
3,5
3,5
Perkerasan (m)
Minimum
1,5
1,5
Lebar Bahu
1
1
Jalan (m)
Lebar Badan
6,5
6,5
Jalan (m)
Daerah Milik
Disarankan
8
Jalan (m)
Minimum
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1995
6,5
Gambar 2. 1 Jenis Perkerasan Jalan Pedesaan
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1995
2.2.1.2 Infrastruktur Air Bersih
Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok besar, yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri.
Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan
pertamabahan penduduk. Strandart kriteria pelayanan kebutuhan air bersih
masyarakat pedesaat dengan jumlah lebih dari 3000 jiwa membutuhkan 60
(lt/orang/hari) untuk kebutuhan domestik.
Kebutuhan non domestik, diasumsikan dari kebutuhan domestik yang
sama setiap tahunnya dengan pemenuhan 10-20%, sehingga perhitungan
kebutuhan non domestik adalah:
a. Fasilitas umum = 15% x kebutuhan domestik
b. Kantor = 15% x kebutuhan domestik
c. Komersial = 20% x kebutuhan domestik
d. Industri = 10% x kebutuhan domestik
2.2.2
Infrastruktur Sosial (Kesehatan)
Fasilitas kesehatan memiliki korelasi dengan kesehatan masyarakat serta
menentukan kualitas SDM, sehingga keberadaan prasarana kesehatan mutlak
diperlukan bagi upaya untuk mendorong pembangunan pedesaan. Secara
ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan
merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi Beberapa sarana kesehatan
untuk kawasan pedesaan, sebagai berikut:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 2. 2 Sarana Prasarana Kawasan Pedesaan
Minimal
Jenis
Pendudu
Lokasi
k
Balai Pengobatan
3.000 Di tengah kelompok perumahan
tidak menyeberang jalan
Balai Kesejahteraan
10.000 Di tengah kelompok perumahan
Ibu dan Anak, Rumah
tidak menyeberang jalan
Bersalin (BKIA)
Puskesmas
30.000 Di pusat lingkungan, mengelompok
dengan pelayanan pemerintah dan
sosial
Puskesamas Balai
120.000 Di pusat kecamatan
Pengobatan
Rumah Wilayah
240.000 Di tempat yang tenang, tidak
terdapat sumber penyakit
Tempat Praktek
5.000 Di tengah kelompok perumahan,
tidak menyebrang jalan lingkungan
7.
Apotek
Sumber: Jayadinata, 1992
2.2.3
10.000
Di pusat RW atau Lingkungan
Luas
Tanah
(M2)
3000
1600
1200
2400
26400
Bersatu
dengan
tempat
tinggal
350
Infrastruktur Administrasi/Institusi
Infrastruktur yang menangani masalah penegakan hukum, kontrol
administrasi, dan koordinasi serta kebudayaan.
2.2.4
Peraturan Penangulangan Kemiskinan Alamiah
Terdapat beberapa peraturan yang mendasari penanggulangan kemiskinan
alamiah, seperti:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam Pasal 34 tercantum bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara dimana negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, negara juga
memberikan tanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum
secara layak.
2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Memberikan peluang yang sama kepada orang cacat dalam hal
kesejahteraan sosial de
3. Instruktur Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan yang didalamnya memuat pemenuhan sarana prasarana,
kebutuhan pokok dan sekunder serta pemberian program untuk masyarakat
miskin, mulai balita hingga usia lanjut usia serta ibu hamil.
4. Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012
BULOG menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok
masyarakat miskin dan rawan pangan yang penyediaanya mengutamakan
kelompok masyarakat miskin da rawan pangan, yang penyediaannya
mengutamakan pengadaan gabah/beras dari petani dalam negeri.
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat
miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak
dasarnya.
2.3
Hipotesis
Hipotesisi dirumuskan untuk memberikan arahan dan pedoman dalam
melakukan penelitian. Hipotesis daam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan infrastruktur berpengaruh positif terhadap status sosial
ekonomi masyarakat miskin di Desa Krebet, Kecamatan Jambon,
Kabupaten Ponorogo karena Desa Krebet telah tersedia jalan dan sarana
kesehatan.
2. Kinerja bantuan pemerintah tetap berjalan seiring dengan pengembangan
infrastruktur Desa Krebet, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo karena
adanya inovasi baru yaitu Rumah Kasih Sayang sehingga pemerintah
Kabupaten Ponrogo dan Pemerintah Pusat dengan didampingi lembaga
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Asnudin, Andi. 2009. Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan Perlibatan
Masayarakat Setempat: Jurnal SMARTek Vol.7 (4), pp. 292-300 (Online)
BAPPEDA KOTA MALANG. 2006. Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota
Malang. Malang: Universitas Brawijaya Press
Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia.
Direktorat Jendral Bina Marga. 1995. Petunjuk Pejalan Teknis Jalan Desa No 07?
T/Bt/1995.
(Online)
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=chace:o_cohCC5fiwJ:binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/petunjuk117
.pdf+bina+marga+1995+007/T/Bt/1995 (Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012)
Hanapiah,
Ali.
2010.
Fenomena
Pembangunan
Desa.
(Online).
http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/FENOMENAPEMBANGUNAN-DESA2.pdf. (Diakses tanggal 28 September 2011)
Jayadinata, Johara T., 1992, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan
dan Wilayah, Bandung: ITB Bandung
Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental. Jakarta: Rineka Cipta
Suwardjoko, Warpani. 1984. Analisis Kota dan Wilayah. Bandung: Institute Teknologi
Bandung
PNPM-PISEW. 2010. Penelitian dan Pengembangan PNPM Mandiri. (Online)
http://sosekling.pu.go.id.id%2Fattachement%2Farticle
%2F3502%Penelitian2%2520dan%2520Pengembangan%2520Pengelolaan
%2520PNPM%2520Mandiri (Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012)
Yueniwati, Yuyun, Isngadi, dan Hidayat Sujuti. 1999. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Ibu
Terhadap Konsumsi Garam Iodium dan Kadar Iodium Urine pada Balita di Desa
Wlingi Blitar. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Social Science) Vol. 11(1), halm
99-106
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penyebab Kemiskinan
Menurut Sumodiningrat, 1998, penyebab kemiskinan terdapat tiga faktor,
yaitu:
1. Kemiskinan kultural
Kemiskinan yang disebabkan oleh sikap dan perilaku dari manusia itu
sendiri, seperti malas bekerja, pola pikir dan gaya hidup tradisional,
kepasrahan yang pasif, sehingga mengakibatkan manusia bodoh dan tidak
memiliki kesadaran.
2. Kemiskinan struktural
Kemiskinan yang disebabkan pembangunan yang belum merata,
kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan tidak seimbang,
dan ketidaksamaan kesempatan dengan masyarakat lainnya.
3. Kemiskinan natural (absolut)
Kemiskinan yang diakibatkan keadaan alamiah karena faktor keturunan
(bawaan lahir), seperti cacat mental (down syndrome). Kemiskinan akibat
down syndrome atau cacat mental hanya dapat ditanggulangi dan
diminmalisisr dengan beberapa program kemiskinan. Langkah-langkah
penanganan agar tercapai tujuan (Sundari, 2005) adalah:
a) Usaha prefentif atau usaha mengadakan pencegahan adalah
mengurangi bahakan meniadakan seba-sebab gangguan dan
penyakit mental;
b) Usaha
korektif
adalah
usaha
perbaiakan,
pengembakian
keseimbangan terhadap gangguan mental maupun penyakit mental
melalui terapi
c) Usaha preserfatif adalah suatu usaha pemeliharaan, penjagaan, agar
tetap baik keadaam yang sudah seimbang atau keadaan sehat.
2.1.1
Penanggulangan Kemiskinan Alamiah
Beberapa program penanggulangan kemiskinan faktor alamiah di
Indonesia, sebagai berikut:
Program
Program
rehabilitasi
dan
perlindungan
sosial bagi
penyandang
cacat
Progam
kesejahteraan
Sosial Anak
dengan
Kecatatan
(PKS-ADK)
Pelayanan
kesehatan
anak dengan
kecactan
Program
iodisasi air
minum sejak
tahun 1977
Program
pemberian
kapsul
minyak
beriodium
Tindakan
1. Penataan sistem
verifikasi data calon
penerima bantuan,
sosialisasi dan
koordinsi keterpaduan
program
2. Peningkatan bantuan
jaminan sosial
3. Penyandang cacat berat
di dalam keluarga
4. Bantuan tambahan
kebutuhan dasar
penyandang cacat
dalam/atau melalui
panitia/lembaga
1.
Peningkatan
bantuan kebutuhan
dasar dan akses
layana sosial
dasar, serta
penguatan
tanggung jawab
keluarga
1. Pelayanan
kesehatan bagi
anak dengan
kecatatan di SLB
melalui Usaha
Kesehatan Sekolah
Penanggulangan
GAKY dengan
pemberian kandungan
yodium pada air
minum masyarakat
penderita down
syndrome
Program pemberian
kapsul minyak iodium
kepada penduduk
penyandang GAKI yang
tinggal di desa endemik
berat dan sedang.
Keluaran
Ketersediaan data
penerimaan bantuan
Jumlah penyandang
cacat berat yang
menerima bantuan
jaminan sosial
Jumlah penyandang
cacat dalam
lembaga/panti yang
mendapatkan bantuan
pemenuhan kebutuhan
dasar
Meningkatan anak
dengan kecacatan yang
terpenuhi hak hak
dasarnya dalam asuhan
keluarga
Meningkatkan
pembinaan kesehatan di
SLB melalui program
Usaha Kesehatan
Sekolah
Sasaran
Meningkatkan
pemeuhan dasar bagi
penyandang cacat
berat dan penyandang
cacat dalam
lembaga/panti
Sumber
Instruksi Presiden
Republik
Indonesia Nomor
3 Tahun 2010
tetang Program
Pembangunan
yang Berkeadilan
Meningkatkan
pemenuhan
kebutuhan dasar dan
aksesbilitas
pelayanan sosial
dasar
Instruksi Presiden
Republik
Indonesia Nomor
3 Tahun 2010
tetang Program
Pembangunan
yang Berkeadilan
Meningkatkan ststus
kesehatan anak
dengan kecacatan
Meningkatkan
pemberian yodium
kepada masyarakat
Pemberian konsumsi
garam iodium pada
setiap setaip keluarga
secara terus menerus.
Meningkatkan status
kesehatan pada
keluarga, terutama
untuk ibu hamil
Depekes RI dalam
Yueniwati, 1999
Hak-hak dasar masyarakat miskin antara lain, terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
suber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik
bagi perempuan dan laki-laki dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach). Oleh karena itu perlu adanya penangulangan kemiskinan dengan
pengembangan infrastruktur, sebagai berikut:
2.2
Infrastruktur Pedesaan
Infrastruktur pedesaan didefinisikan sebagai infrastruktur yang bersifat fisik
dan memberikan akses terhadap pelayanan dasar maupun pelayanan sosial serta
ekonomi bagi masyarakat pedesaan (Hanapiah dalam Andi, 2009). Infrastruktur
pedesaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
2.2.1
Infrastruktur Fisik Ekonomi Pedesaan
Ketersediaan infrastruktur kawasan pedesaan mendukung adanya aktifitas
sosial ekonomi keseharian, meningkatkan kualitas SDM dan mendorong
pembangunan kawasan pedesaan. Ketiga hal tersebut saling bersinergi satu
dengan lainnya untuk memecahkan permasalah pedesaa, seperti kemiskinan dan
keterbatasan infrastruktur. Dimana keberhasilan pembangunan pedesaan akan
memberikan dampak balik yang positif bagi peningkatan aktifitas kehidupan dan
kualitas SDM.
2.2.1.1 Infrastruktur Transportasi
Infrastruktur
transportasi
merupakan
salah
satu
faktor
penentu
keberhasilan pembangunan ekonomi pedesaan. Ketersediaan jalan yang memadai,
seperti aspal akan menjami desa memiliki akses dari dan ke sumber-sumber
ekonomi dan pemasaran.
Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Teknis Jalan Desa No. 007/T/Bt/1995
dari Direktorat Jendral Bina Marga diketahui standart kriteria perencanaan
geometri jalan desa dan kenis perkerasan jalan, sebagai berikut:
Tabel 2. 1 kriterian Perencanaan Jalan Pedesaan
Jenis Perkerasan
Krikil/Teflon/Tanah
Kemiringan Medan (Terrain)
Datar
Bukit
Kelandaian (%)
8
10
Lebar
Disarankan
3,5
3,5
Perkerasan (m)
Minimum
1,5
1,5
Lebar Bahu
1
1
Jalan (m)
Lebar Badan
6,5
6,5
Jalan (m)
Daerah Milik
Disarankan
8
Jalan (m)
Minimum
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1995
6,5
Gambar 2. 1 Jenis Perkerasan Jalan Pedesaan
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1995
2.2.1.2 Infrastruktur Air Bersih
Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok besar, yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri.
Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan
pertamabahan penduduk. Strandart kriteria pelayanan kebutuhan air bersih
masyarakat pedesaat dengan jumlah lebih dari 3000 jiwa membutuhkan 60
(lt/orang/hari) untuk kebutuhan domestik.
Kebutuhan non domestik, diasumsikan dari kebutuhan domestik yang
sama setiap tahunnya dengan pemenuhan 10-20%, sehingga perhitungan
kebutuhan non domestik adalah:
a. Fasilitas umum = 15% x kebutuhan domestik
b. Kantor = 15% x kebutuhan domestik
c. Komersial = 20% x kebutuhan domestik
d. Industri = 10% x kebutuhan domestik
2.2.2
Infrastruktur Sosial (Kesehatan)
Fasilitas kesehatan memiliki korelasi dengan kesehatan masyarakat serta
menentukan kualitas SDM, sehingga keberadaan prasarana kesehatan mutlak
diperlukan bagi upaya untuk mendorong pembangunan pedesaan. Secara
ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan
merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi Beberapa sarana kesehatan
untuk kawasan pedesaan, sebagai berikut:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 2. 2 Sarana Prasarana Kawasan Pedesaan
Minimal
Jenis
Pendudu
Lokasi
k
Balai Pengobatan
3.000 Di tengah kelompok perumahan
tidak menyeberang jalan
Balai Kesejahteraan
10.000 Di tengah kelompok perumahan
Ibu dan Anak, Rumah
tidak menyeberang jalan
Bersalin (BKIA)
Puskesmas
30.000 Di pusat lingkungan, mengelompok
dengan pelayanan pemerintah dan
sosial
Puskesamas Balai
120.000 Di pusat kecamatan
Pengobatan
Rumah Wilayah
240.000 Di tempat yang tenang, tidak
terdapat sumber penyakit
Tempat Praktek
5.000 Di tengah kelompok perumahan,
tidak menyebrang jalan lingkungan
7.
Apotek
Sumber: Jayadinata, 1992
2.2.3
10.000
Di pusat RW atau Lingkungan
Luas
Tanah
(M2)
3000
1600
1200
2400
26400
Bersatu
dengan
tempat
tinggal
350
Infrastruktur Administrasi/Institusi
Infrastruktur yang menangani masalah penegakan hukum, kontrol
administrasi, dan koordinasi serta kebudayaan.
2.2.4
Peraturan Penangulangan Kemiskinan Alamiah
Terdapat beberapa peraturan yang mendasari penanggulangan kemiskinan
alamiah, seperti:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam Pasal 34 tercantum bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara dimana negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, negara juga
memberikan tanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum
secara layak.
2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Memberikan peluang yang sama kepada orang cacat dalam hal
kesejahteraan sosial de
3. Instruktur Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan yang didalamnya memuat pemenuhan sarana prasarana,
kebutuhan pokok dan sekunder serta pemberian program untuk masyarakat
miskin, mulai balita hingga usia lanjut usia serta ibu hamil.
4. Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012
BULOG menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok
masyarakat miskin dan rawan pangan yang penyediaanya mengutamakan
kelompok masyarakat miskin da rawan pangan, yang penyediaannya
mengutamakan pengadaan gabah/beras dari petani dalam negeri.
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat
miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak
dasarnya.
2.3
Hipotesis
Hipotesisi dirumuskan untuk memberikan arahan dan pedoman dalam
melakukan penelitian. Hipotesis daam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan infrastruktur berpengaruh positif terhadap status sosial
ekonomi masyarakat miskin di Desa Krebet, Kecamatan Jambon,
Kabupaten Ponorogo karena Desa Krebet telah tersedia jalan dan sarana
kesehatan.
2. Kinerja bantuan pemerintah tetap berjalan seiring dengan pengembangan
infrastruktur Desa Krebet, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo karena
adanya inovasi baru yaitu Rumah Kasih Sayang sehingga pemerintah
Kabupaten Ponrogo dan Pemerintah Pusat dengan didampingi lembaga
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Asnudin, Andi. 2009. Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan Perlibatan
Masayarakat Setempat: Jurnal SMARTek Vol.7 (4), pp. 292-300 (Online)
BAPPEDA KOTA MALANG. 2006. Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota
Malang. Malang: Universitas Brawijaya Press
Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia.
Direktorat Jendral Bina Marga. 1995. Petunjuk Pejalan Teknis Jalan Desa No 07?
T/Bt/1995.
(Online)
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=chace:o_cohCC5fiwJ:binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/petunjuk117
.pdf+bina+marga+1995+007/T/Bt/1995 (Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012)
Hanapiah,
Ali.
2010.
Fenomena
Pembangunan
Desa.
(Online).
http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/FENOMENAPEMBANGUNAN-DESA2.pdf. (Diakses tanggal 28 September 2011)
Jayadinata, Johara T., 1992, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan
dan Wilayah, Bandung: ITB Bandung
Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental. Jakarta: Rineka Cipta
Suwardjoko, Warpani. 1984. Analisis Kota dan Wilayah. Bandung: Institute Teknologi
Bandung
PNPM-PISEW. 2010. Penelitian dan Pengembangan PNPM Mandiri. (Online)
http://sosekling.pu.go.id.id%2Fattachement%2Farticle
%2F3502%Penelitian2%2520dan%2520Pengembangan%2520Pengelolaan
%2520PNPM%2520Mandiri (Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012)
Yueniwati, Yuyun, Isngadi, dan Hidayat Sujuti. 1999. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Ibu
Terhadap Konsumsi Garam Iodium dan Kadar Iodium Urine pada Balita di Desa
Wlingi Blitar. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Social Science) Vol. 11(1), halm
99-106