METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
Kerangka dan Prosedur Valuasi Ekonomi Lahan Sawah
Kerangka dan prosedur penilaian ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan pada ekosistem lahan sawah tidak berbeda dengan kerangka dan prosedur penilaian pada ekosistem lainnya, seperti valuasi ekonomi pada ekosistem hutan, mangrove, terumbu karang. Namun, yang membedakan adalah fungsi dan manfaat dari masing- masing sumberdaya alam pada ekosistem tersebut.
Lahan sawah memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Nilai ekonomi tersebut dapat dihitung melalui identifikasi fungsi dan manfaat lahan sawah, baik secara total maupun secara parsial sesuai tujuan dilakukannya valuasi ekonomi. Pendekatan perhitungan dilakukan mengikuti tahapan valuasi ekonomi fungsi sumberdaya alam dan lingkungan pada ekosistem lahan sawah, sebagai berikut:
PENENTUAN TUJUAN VALUASI EKONOMI
A.
B.
C. PENENTUAN DAERAH YG AKAN DI VALUASI
D.
E.
F. IDENTIFIKASI FUNGSI &
IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI MANFAAT LAHAN SAWAH
PERMASALAHAN PD LAHAN SAWAH
PENENTUAN METODE VALUASI
Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009) Gambar 4. Kerangka Valuasi Ekonomi Lahan Sawah.
1. Penentuan Tujuan DATA KUANTIFIKASI FUNGSI LAHAN SAWAH Penentuan tujuan berkaitan dengan hasil akhir yang ingin dicapai. Tujuan ini akan menentukan lahan sawah yang akan dijadikan
obyek perhitungan valuasi. Kemudian ditetapkan batas-batas kajian, PENGHITUNGAN NILAI EKONOMI baik batasan ekosistem, maupun batasan metode valuasi. Perhitungan
valuasi ekonomi dilakukan sesuai dengan tujuan valuasi ekonomi, misalnya apakah untuk mengetahui Nilai Ekonomi Total (NET) atau ANALISIS secara parsial untuk biaya ganti kerugian pada lahan sawah.
2. Penentuan Daerah/Wilayah Lahan Sawah yang akan Di Valuasi
Penentuan daerah/wilayah ini penting dilakukan untuk mengetahui potensial lahan sawah yang dapat divaluasi. Selain itu, tahapan ini diperlukan untuk mengetahui tokoh setempat yang dapat memberikan gambaran tentang fungsi lahan yang akan divaluasi karena terkait dengan sumber daya ekonomi masyarakat setempat. Utamanya untuk mendapatkan gambaran macam manfaat nilai tanpa penggunaan, karena nilai tersebut sangat spesifik daerah.
3. Identifikasi Fungsi, Manfaat, dan Permasalahan
a. Identifikasi Fungsi dan Manfaat Lahan Sawah Untuk keperluan valuasi ekonomi perlu diketahui fungsi dan manfaat sumberdaya dan lingkungan tersebut. Fungsi dan manfaat lahan sawah dapat dibedakan atas: fungsi penggunaan ekstraktif (seperti penghasil padi dan palawija, buah-buahan, ikan tawar), fungsi penggunaan non-ekstraktif (seperti pendidikan dan penelitian), jasa lingkungan, jasa keanekaragaman hayati, dan fungsi sosial/budaya. Untuk memudahkan identifikasi fungsi dan a. Identifikasi Fungsi dan Manfaat Lahan Sawah Untuk keperluan valuasi ekonomi perlu diketahui fungsi dan manfaat sumberdaya dan lingkungan tersebut. Fungsi dan manfaat lahan sawah dapat dibedakan atas: fungsi penggunaan ekstraktif (seperti penghasil padi dan palawija, buah-buahan, ikan tawar), fungsi penggunaan non-ekstraktif (seperti pendidikan dan penelitian), jasa lingkungan, jasa keanekaragaman hayati, dan fungsi sosial/budaya. Untuk memudahkan identifikasi fungsi dan
Tabel 3. Fungsi, Manfaat, Indikator dan Data yang Dibutuhkan pada Berbagai Penggunaan Lahan Sawah (Munasinghe, 1993; Yoshida, 1994; Fauzi dan Anna, 2005; Irawan, 2007; KNLH, 2009)
Fungsi Lahan Manfaat Lahan
Data yg Dibutuhkan Sawah
Indikator
Sawah
Penggunaan Ekstraktif
Padi
Harga pasar setempat Palawija
Nilai produksi total
utk masing2 produk Buah-buahan
per tahun untuk
(Rp/kg) Perikanan tawar
masing2 produk yg
Jumlah produk yg Produk
dipasarkan(rupiah)
dihasilkan dari padi, biomassa
Atau menggunakan
palawija, buah2an Media
nilai pasar produk
(kg/ha/th) Budidaya
tanaman
sejenis, bila tidak
(batang, daun,
Jumlah produk ranting, sdbnya)
tersedia gunakan
pendekatan
perikanan yg
opportunity cost
dihasilkan (kg/ha/thn)
Nilai produk
Total luas areal (ha)
biomassa
Biaya produksi atau biaya untuk mendapatkan komoditi tsb
Penggunaan Non Ekstraktif/Jasa Lingkungan
Jumlah & nilai sumber Pemasok air
Nilai total per tahun
air (sumur) yang tanah
dalam memberikan
terlindungi Pengendali
air bagi RT
Harga produk air banjir
Nilai total dalam
mencegah banjir
Derajat kerusakan karena banjir
Harga karbon yg sdh Fungsi
Nilai total yg
ditetapkan Lingkungan
Penyerap
diberikan lahan
Tingkat penyerapan Fisika-Kimia
karbon (CO 2 )
sawah dlm
menyerap karbon
karbon oleh tanaman
Harga oksigen per ton Penghasil
Biaya total per tahun
yg diberikan sawah
Tingkat produksi
oksigen (O 2 )
dalam menghasilkan
oksigen oleh tanaman
oksigen (Rp) Dinyatakan dengan
Hasil survey Keanekaragama
kesediaan untuk
n hayati
membayar oleh penduduk sekitar
Pengaruh Sosial – Budaya
Hasil survey/teknik Fungsi
Penyedia
Upah tenaga kerja
lelang/pilihan yang Lingkungan
lapangan kerja
Nilai sosial budaya
tersedia Sosek-
(sumber
yg dinyatakan
pendapatan)
dengan kesediaan
Budaya Pelestari budaya
untuk membayar.
local local
Tabel 4. Matrik Identifikasi dan Klasifikasi Potensi Dampak Pembangunan terhadap Lahan Sawah (Irawan, 2007; KNLH, 2009).
Metode Kategori Dampak
Pendekatan Dampak Ekonomi
(pribadi/umum)
Penggunaan Ekstraktif Padi Palawija Buah-buahan Perikanan tawar Produk biomassa dari
tanaman (batang, daun, ranting, dsbnya)
Penggunaan Non Ekstraktif Rekreasi, Pendidikan
Dampak Lingkungan Jasa Lingkungan: Pemasok air tanah Pengendali banjir Penghasil oksigen Penyerap karbon Keanekaragaman
hayati Dampak Sosial
Penyedia lapangan kerja (sumber pendapatan)
Pelestari budaya lokal
4. Penentuan Metode Valuasi Pemilihan metode valuasi akan dipengaruhi oleh ketersediaan harga pasar. Metode yang paling mudah adalah metode yang tersedia harga pasarnya, namun apabila tidak ada harga pasarnya maka 4. Penentuan Metode Valuasi Pemilihan metode valuasi akan dipengaruhi oleh ketersediaan harga pasar. Metode yang paling mudah adalah metode yang tersedia harga pasarnya, namun apabila tidak ada harga pasarnya maka
Tabel 5. Penilaian Ekonomi Penggunaan Lahan Sawah dan Penentuan Metode Valuasi (KNLH, 2009)
Nilai Tanpa-Penggunaan Penggunaan
Nilai
Metode Valuasi Penggunaan
yang Lang-
Tdk
Warisan Disarankan sung
sung Penggunaan Ekstraktif
Prod. Padi X Harga Pasar Prod. Palawija
X Harga Pasar Buah-buahan
X Harga Pasar Perikanan tawar
X Harga Pasar Produk
biomassa X Harga Pasar tanaman
Penggunaan Tidak Ekstraktif
Ekowisata Harga Pasar X Proksi
Pendidikan Harga Pasar X Proksi
Penelitian X Harga Pasar Proksi
Jasa Lingkungan
Pemasok air X Harga Pasar tanah
Pengendali
banjir Harga Pasar
Penyerap X Harga Pasar karbon (CO 2 )
Penghasil oksigen (O
Harga Pasar 2 )
Keanekaragam X X Nilai simulasi an hayati
survei
Pengaruh Sosial Budaya
Penyedia X Nilai simulasi lapangan kerja
survei Pelestari
Nilai simulasi X budaya local
survei
5. Data Kuantifikasi Fungsi Lahan Sawah Untuk keperluan valuasi diperlukan data kuantifikasi fungsi lahan sawah, sehingga dapat diketahui kuantifikasi seluruh NET atau volume penambahan atau pengurangan sumberdaya alam dan lingkungan ataupun kuantifikasi kerusakan pada suatu kurun waktu tertentu.
6. Penghitungan Nilai Ekonomi (Valuasi Ekonomi) Lahan Sawah Pada tahap ini dilakukan valuasi masing-masing fungsi dan manfaat sumberdaya alam dan lingkungan yang bersangkutan. Hasil dari tahap ini merupakan perhitungan keseluruhan nilai fungsi (NET) atau nilai kerusakan pada lahan sawah sesuai dengan tujuan perhitungan.
7. Analisis Pada tahap ini dilakukan kajian terhadap nilai yang didapat dari valuasi ekonomi lahan sawah yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Nilai yang didapatkan dijabarkan pula implikasi/makna dari suatu nilai yang diperoleh
F. Aplikasi Metode Valuasi Ekonomi VALUASI EKONOMI
G. Pendekatan
Pendekatan Kurva
Kurva Permintaan
Non Permintaan
H. Metode Dampak Metode Travel Cost
Produksi (Approach Effect of Production)
Metode Biaya
Pengobatan
Metode Respon
Metode Nilai
Property Metode Biaya
Dosis
Pengganti Contingent Valuation
Method (WTP &
(Replacement Cost) WTA)
Metode Biaya Pencegahan
I. (Prevention Cost
Expenditure)
Sumber: Pearce, et all (1990); Irawan (2005); Suparmoko dan Nurrochmat (2005). Gambar 4. Pendekatan Valuasi Ekonomi.
1. Metode Dampak Produksi
Metode ini menghitung manfaat konservasi lingkungan dari sisi kerugian yang ditimbulkan akibat adanya suatu kebijakan. Metode ini Metode ini menghitung manfaat konservasi lingkungan dari sisi kerugian yang ditimbulkan akibat adanya suatu kebijakan. Metode ini
Aplikasi Metode Dampak Produksi:
a. Nilai Ekonomi sebagai penghasil komoditas pertanian
Rumus:
Nilai Ekonomi Produksi Tanaman (NEPT) NEPTij = NPTij – BPSij
NEPTij = Nilai ekonomi produksi tanaman (Rp/thn) NPTij =
Nilai produksi tanaman ke-i (Rp/thn) BPTij =
Biaya produksi tanaman ke-i (Rp/thn)
Nilai Produksi Tanaman (NPT) NPTij = PRTij x HPi x LS
NPTij = Nilai produksi tanaman ke-i (Rp/thn) PRTij =
Produk rata2 tanaman jenis-i pada unit lahan-j (ton/ha) HPi
= Harga per jenis produksi ke-i (Rp/kg) LS
= Luas sawah seluruh unit lahan (ha) i
= Jenis tanaman pada setiap unit lahan J
= Unit lahan sawah
Biaya Produksi Tanaman (BPT) BPTij = IRTij x HIi x LS IRTij = JITi / LSj
BPTij = Biaya produksi tanaman ke-i (Rp/thn) IRTij =
Input rata2 tanamanjenis-i pada unit lahan-j (kg/ha) JITi
Jumlah input produksi tanaman jenis-i (kg)
LSj = Luas sawah pada unit lahan-j (ha) HIi
Harga per jenis input produksi ke-i (Rp/kg)
LS = Luas sawah seluruh unit lahan (ha) i
Jenis input produksi pada setiap unit lahan
J = Unit lahan sawah
Contoh: Nilai Ekonomi Produksi Padi
NEPTij = NPTij – BPTij Nilai Produksi Tanaman Padi (NPT) NPTij = PRTij x HPi x LS PRTij =
5,81ton/ha HPi
= Rp 4.300/kg) LS
= 1.625 ha JPTi
= 9.228 ton
PRTij = (5,81ton) x (4.300) x (1.625 ha) = Rp. 40.597.375
Biaya Produksi (Pupuk Urea) untuk Tanaman Padi(BPT) BPTij = IRTij x HIi x LS IRTij = JITi / LSj
BPTij = Biaya produksi tanaman ke-i (Rp/thn) IRTij =
254,67 kg Urea/ha JITi
= 430,63 ton Urea HIi
= Rp 10.000 /kg LS
= 1.625 ha BPTij =
(430,63 ton) x (Rp 10.000) = Rp 4.306.300
Sehingga Nilai Ekonomi Produksi Padi NEPTij = (Rp. 40.597.375) – (Rp 4.306.300) = Rp 36.291.075
b. Nilai ekonomi pohon tempat bersarang lebah madu Rumus: Nilai Ekonomi Lebah Madu (NE.lm) NE.lm = Jph x Jm x Hm X RT - BP NE.lm =
Nilai ekonomi lebah madu (Rp/thn) J.ph
= Jumlah pohon (unit) Jm
Jumlah pengambilan madu (kg/pohon/tahun)
Hm = Harga madu (Rp/kg) RT
= Jumlah rumah tangga BP
= Biaya panen Contoh: J.ph
4 unit Jm
16 kg madu/pohon/tahun Hm
= Rp 15.000/kg) RT
30 RT BP
= (Rp 10.000 x 4 pohon x 30 RT) = Rp 1.200.000 NE.lm =
(4 x 16 x 15.000 x 30 ) - (1.200.000) = Rp 26.600.000
c. Nilai Ekonomi kayu bakar Rumus: Nilai Ekonomi Kayu Bakar (NE.kb) NE.kb = J.kb x F.kb x H.kb X RT - BP
NE.lm = Nilai ekonomi lebah madu (Rp/thn) J.kb
= Jumlah ikat kayu bakar (unit/ikat) F..kb =
Frekuensi pengambilan setahun (kali/tahun)
Hkb = Harga kayu bakar (Rp/ikat) RT
= Jumlah RT sekitar hutan yang memanfaatkan kayu bakar BP
= Biaya pengambilan Contoh: J.kb
3 unit/kat F.kb
52 kali (pengambilan sekali seminggu) H.kb =
Rp 2.000/ikat)
RT = 100 RT BP
= (Rp 10.000 x 4 pohon x 30 RT) = Rp 1.200.000 NE.lm =
(4 x 16 x 15.000 x 30 ) - (1.200.000) = Rp 26.600.000
d. Nilai Ekonomi Pengambilan Ikan Rumus: Nilai Ekonomi Ikan (NE.ik) NE.ik = J.ik x F.ik x H.ik X ∑ Nelayan - BP NE.ik =
Nilai ekonomi ikan (Rp/thn) J.ik
= Jumlah ikan (kg) F..ik
= Frekuensi penangkapan ikan setahun (kali/tahun) Hik
= Harga kayu bakar (Rp/kg) P.ik
= Jumlah penangkap ikan (orang) BP
= Biaya penangkapan Contoh: J.ik
50 kg/panen F.kb
3 kali (panen 3 kali setahun) H.ikb =
Rp 5.000/kg) RT
= 100 RT BP
= Rp 100.000 NE.lm =
(50 x 3 x 5.000 x 100 ) - (100.000 x 100) =
Rp 75.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp 65.000.000
2. Metode Respon Dosis
Metode ini menilai pengaruh perubahan kandungan zat kimia atau bahan polusi (polutan tertentu terhadap kegiatan ekonomi atau kepuasan konsumen. Metode ini juga melihat perubahan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang mempengaruhi produktivitas dan biaya produksi, sehingga akan mempengaruhi harga dan produksi. Sebagai contoh perubahan produktivitas lahan akibat pemanfaatan sumberdaya yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri.
Tahapan Pelaksanaan:
a. Menentukan perubahan kuantitas sumberdaya alam yang dihasilkan untuk jangka waktu tertentu
b. Memastikan bahwa perubahan merupakan hal yang berkaitan dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
c. Mengalikan perubahan kuantitas dengan harga pasar.
NO KOMODITI
PER UNIT
(Rp/unit)
Nilai = ∑ (komoditi i * harga i )
Aplikasi Metode Respon Dosis:
Contoh : Nilai Kehilangan= Unsur Hara(NKH)/Biaya Pengganti Pupuk
NKH = ∑ ∑ ( JKHij x HPi x Lj )
i=1 j=1
n n JKHij = ∑ ∑ ( JTDj x Pr Hi )
i=1 j=1
NKH = Nilai kehilangan unsur hara (Rp) JKHij
= Jumlah kehilangan unsur hara ke-i pada unit lahan-j (kg/ha) HPi
= Harga pupuk jenis-i (Rp/kg) Lj
= Luas lahan sawah pada unit lahan-j (ha) JTDj
= Jumlah tanah terdegradasi pada unit lahan-j (ton/ha) Pr Hi
= Proporsi unsur hara ke-i dari 1 ton tanah yg terdegradasi(kg) i
= Jenis unsur hara atau pupuk (N,P,K) j
= Unit lahan sawah
3. Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Valuasi ekonomi dengan metode ini berdasarkan biaya ganti rugi asset produktif yang rusak, karena penurunan kualitas lingkungan atau kesalahan pengelolaan sehingga masyarakat harus menerima kerugian atau masyarakat harus membayar sejumlah tertentu untuk mendapatka kembali barang atau jasa yang telah hilang. Misalnya pengurangan luas hutan bakau ternyata berdampak terhadap pengurangan unsur hara dan penurunan populasi udang tangkap, maka penilaian terhadap kerugian tersebut merupakan jumlah biaya Valuasi ekonomi dengan metode ini berdasarkan biaya ganti rugi asset produktif yang rusak, karena penurunan kualitas lingkungan atau kesalahan pengelolaan sehingga masyarakat harus menerima kerugian atau masyarakat harus membayar sejumlah tertentu untuk mendapatka kembali barang atau jasa yang telah hilang. Misalnya pengurangan luas hutan bakau ternyata berdampak terhadap pengurangan unsur hara dan penurunan populasi udang tangkap, maka penilaian terhadap kerugian tersebut merupakan jumlah biaya
Aplikasi Metode Replecement Cost :
Contoh 1: Lahan sawah memiliki fungsi sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain menyebabkan petani kehilangan sumber mata pencaharian. Misalkan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap pada usahatani lahan sawah adalah 317,7 hari kerja pria (HKP/ha/tahun) dengan tingkat upah Rp 28.000/HKP, maka nilai fungsi lahan sawah sebagai penyedia lapangan kerja yang hilang adalah (Irawan, 2007)
NFTK = ∑ ( Ti x Wi x IPi x Li )
i=1
Ti =
Kebutuhan tenaga kerja usahatani (HOK/ha)
Wi = Upah kerja (Rp/HOK) IPi
= Indeks pertanaman (%/tahun) Li
= Luas lahan sawah pada unit lahan-i (ha)
Sehingga nilai fungsi lahan sawah sebagai penyedia lapangan kerja yang hilang akibat konversi lahan sawah ke penggunaan selain pertanian adalah
NFTK = (317,7) x (28.000) = Rp 8.895.600/ha/MT
Contoh 2: Perhitungan degradasi sebagai akibat adanya abrasi pantai yang disebabkan oleh hilangnya hutan mangrove dapat dilakukan pendekatan dengan menghitung nilai hutan mangrove sebagai pelindung abrasi yang dapat didekati dengan biaya pembangunan tembok dengan tinggi 2 meter. Biaya yang diperlukan adalah Rp
35.000/m 2 (data harga pasar). Bila diketahui panjang pantai yang tidak ada hutan mangrovenya adalah sepanjang 38 km. Manfaat ekonomi
hutan mangrove sebagai pelindung abrasi adalah (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2004)
Rumus:
V PA =P t xT t xαxB t
Dimana:
V PA = nilai pelindung abrasi P t
= panjang pantai T t = tinggi tembok pelindung pantai
= koefisien kapasitas hutan mangrove sebagai pelindung abrasi B 2 t = biaya pembuatan tembok pelindung abrasi (Rp/m )
Sehingga manfaat ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi sama dengan:
V PA = 38.000 x 2 x Rp 35.000 = Rp 2.660.000.000
Jadi nilai degradasi abrasi pantai yang diakibatkan oleh hilangnya hutan mangrove adalah sebesar Rp. 2,66 miliar. Nilai tersebut dapat ditambah lagi dengan nilai tempat pemijahan dan pengasuhan ikan, udang dan kepiting. Tempat pemijahan dan pengasuhan ikan dapat diperkirakan dengan biaya pembuatan rumpon per m2.
Contoh 3 : Menghitung nilai degradasi tanah/lahan kritis berdasarkan perhitungan biaya perbaikan/pengembalian fungsi lingkungan yang hilang (menghitung nilai pupuk yang dibutuhkan untuk mengembalikan kesuburan tanah). Biaya perbaikan/pengembalian fungsi lingkungan lahan kritis per hektar adalah Rp 4.200.000/ha, dengan perincian sbb:
Biaya pengolahan lahan Rp 600.000 Biaya pembelian bibit
Rp 1.400.000 Biaya pemupukan
Rp 1.200.000 Biaya tenaga kerja
Rp 1.000.000 Jumlah
Rp 4.200.000 Maka nilai degradasi lahan = luas lahan kritis x biaya pemulihan/ha
= 373,93 x Rp 4.200.000 = Rp 1.570.516.500
(Aristin, KNLH, 2009).
4. Teknik Biaya Pencegahan (Prevention Expenditure)
Pada metode ini nilai lingkungan dihitung berdasarkan apa yang disiapkan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) untuk upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan terasering untuk mencegah erosi di daerah berlereng atau dataran tinggi. Dalam metode ini nilai eksternalitas lingkungan dari suatu kegiatan pembangunan dihitung dengan melihat berapa biaya yang disiapkan oleh seseorang atau masyarakat untuk menghindari dampak Pada metode ini nilai lingkungan dihitung berdasarkan apa yang disiapkan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) untuk upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan terasering untuk mencegah erosi di daerah berlereng atau dataran tinggi. Dalam metode ini nilai eksternalitas lingkungan dari suatu kegiatan pembangunan dihitung dengan melihat berapa biaya yang disiapkan oleh seseorang atau masyarakat untuk menghindari dampak
Tujuan valuasi ekonomi atas dasar biaya pencegahan adalah untuk menentukan besarnya dana yang diperlukan untuk mencegah terjadinya dampak negatif. pencegahan ini harus dilakukan oleh perusahaan, namun jika hal tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan, maka pemerintah akan dapat menggunakan dana tersebut untuk menciptakan kegiatan atau peralatan untuk mencegah dampak negatif suatu kegiatan. Pemerintah dapat mengusahakan misalnya dibangunnya sistem atau pengelolaan limbah terpadu atau ipal terpadu dengan menggunakan dana yang dikumpulkan atau dibayarkan oleh para pengusaha tesktil, kulit, pemegang hph, pengelola tpa, dan sebagainya .
Contoh:
1) Nilai dampak pencemaran dari dikembangkannya pabrik tekstil minimal sebesar nilai biaya pecegahannya (prevention cost), yaitu biaya pemasangan instalasi pengolahan air limbah (ipal) termasuk biaya pengolahan limbah tekstil di dalam ipal tersebut.
2) Nilai dampak pencemaran dari dikembangkannya pabrik kulit minimal sebesar nilai biaya pecegahannya (prevention cost aproach), yaitu biaya pemasangan instalasi pengolahan air limbah (ipal) termasuk biaya pengolahan limbah tekstil di dalam ipal tersebut. Tetapi jika pencemaran telah terjadi pada badan air akibat limbah industri kulit, maka pendekatan valuasi ekonominya menggunakan “replacement cost approach” yaitu menghitung nilai kerusakan atau kerugian akibat tercemarnya air sungai karena limbah pabrik kulit.
3) Nilai dampak kebakaran hutan Apabila pemerintah atau masyarakat mengetahui akan terjadi kebakaran yang tidak bisa dihindari, maka pemerintah dan masyarakat sudah menyiapkan diri untuk mencegah dampak yang akan terjadi. misalnya untuk tidak mengganggu pernafasan digunakanlah masker. Dalam hal ini harga atau biaya pembelian dan pemakaian masker merupakan biaya pencegahan dari adanya penyakit ispa.
Analisis:
Dampak dari biaya pencegahan adalah digesernya biaya eksternal menjadi biaya internal, sehingga perusahaan atau pabrik Dampak dari biaya pencegahan adalah digesernya biaya eksternal menjadi biaya internal, sehingga perusahaan atau pabrik
Pada umumnya nilai dampak suatu kegiatan yang diperkirakan dengan pendekatan biaya pencegahan akan lebih rendah dibanding dengan nilai ekonomi dampak yang diperkirakan dengan pendekatan biaya penggantian (replacement cost approach), karena replacement cost didasarkan atas kerusakan yang terjadi akibat suatu kegiatan, pabrik misalnya). Oleh karena itu pemerintah dalam menentukan uang jaminan yang harus diserahkan oleh perusahaan swasta/ bumn dapat berkisar di antara biaya pencegahan dan biaya penggantian.
Langkah penghitungan:
Untuk menghitung nilai biaya pencegahan perlu diketahui hal-hal berikut:
Jenis kegiatan yang akan dikaji (pabrik terkstil, pabrik kulit, kebakaran hutan, tpa sampah, dan sebagainya) Kapasitas produksi kegiatan yang bersangkutan (perusahaan tekstil –baltekstil, perusahaan kulit –ton kulit atau per lembar kulit, kebakaran hutan –hektar hutan, volume sampah yang ditimbun – ton sampah)
Apa bentuk teknik pencegahan dampak yang diperkirakan dilakukan (pasang ipal, pasang insenirator, pasang masker, menyewa pesawat terbang pengintai dan penyiram titk api)
Dicari data harga atau biaya yang dikeluarkan untuk pencegahan dampak Dihitung nilai per unit biaya pencegahan dampak Misal: - Biaya pencegahan dampak per bal tekstil - Biaya pencegahan dampak per ton kulit - Biaya pencegahan penyakit ispa per ha hutan terbakar - Biaya pencegahan dampak per ton sampah yang
ditimbun/dibuang Dihitung biaya totalnya dengan cara kalikan biaya per unit dengan total volume produksi , atau luas kebakaran, atau volume sampah yang dibuang.
Perhitungan ini dapat pula sebaliknya yaitu diketahui biaya pencegahan total terlebih dahulu kemudian dihitung biaya pencegahan per unit. Dengan cara membagi biaya total dengan volume produksi atau volume dampak yang terjadi.
5. Metode Valuasi Kontingen (CVM)
Merupakan metode valuasi sumberdaya alam dan lingkungan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDA dan lingkungan yang mereka rasakan. Teknik metode ini dilakukan dengan survei melalui wawancara langsung dengan responden yang memanfaatkan SDA dan lingkungan yang dimaksud. Cara ini diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap SDA dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (WTP: willingness to pay) yang dinyatakan dalam nilai uang.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka penerapan metode ini memerlukan rancangan dan pendekatan kuesioner yang baik. Terdapat empat pendekatan kuesioner yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
a. Pendekatan pertanyaan langsung, yaitu memberikan pertanyaan langsung tentang berapa harga yang sanggup dibayarkan oleh responden untuk dapat memanfaatkan SDA dan lingkungan yang ditawarkan.
b. Pendekatan penawaran bertingkat, merupakan penyempurnaan dari pendekatan penawaran langsung. Pendekatan ini dimulai dengan suatu tingkat harga awal tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti lalu ditanyakan kepada responden apakah harga tersebut layak. Jika responden menjawab ”ya” maka nilai tersebut
dinaikkan dan ditawarkan kepada responden hingga responden menjawab ”tidak”. Jawaban atau angka terakhir yang dicapai
tersebut merupakan nilai WTP yang tertinggi dari responden.
c. Pendekatan kartu pembayaran menggunakan bantuan sebuah kartu berisi daftar harga yang dimulai dari nol sampai pada suatu harga tertentu yang relatif tinggi. Kemudian responden memilih harga maksimum yang sanggup dibayar untuk suatu produk atau jasa SDA dan lingkungan.
d. Pendekatan setuju atau tidak setuju, merupakan cara yang paling sederhana karena responden ditawari suatu tingkat harga tertentu kemudian ditanya setuju atau tidak setuju dengan harga tersebut.
Contoh:
Masyarakat hilir menyadari bahwa terjadinya banjir yang secara rutin melanda wilayah mereka sebagai akibat menurunnya kualitas lingkungan di wilayah hulu. Untuk itu masyarakat ditanya tentang respon mereka terhadap upaya-upaya perbaikan lingkungan di wilayah hulu.
Pertanyaan Penawaran WTP: Apakah setuju bahwa lahan pertanian khususnya sawah mempunyai fungsi lingkungan dalam pengendalian banjir dan erosi.
Apakah responden bersedia membayar untuk memperbaiki kualitas lingkungan hulu Jika ”ya”, kemukakan nilai pilihan WTP (mulai dari terendah), lalu lakukan penawaran (bidding). Tingkatkan penawaran sekitar 10% atau lebih. Misalnya dari nilai awal Rp 5.000 menjadi Rp 5.500. jika masih bersedia membayar, tingkatkan lagi nilainya menjadi Rp 6.000 dan seterusnya.
Jika responden sudah menyatakan tidak bersedia lagi membayar, maka nilai penawaran tertinggilah merupakan nilai WTP dari responden tersebut.
Pada prinsipnya pendekatan WTA (Willingness to accept) sama dengan WTP, tetapi respondennya adalah masyarakat yang menyediakan atau menghasilkan jasa lingkungan. Misalnya, untuk mengetahui seberapa besar petani mau dibayar agar tetap bersedia mengelola dan mempertahankan lahan pertaniannya.
Contoh: Apakah responden bersedia menerima bantuan pembayaran untuk tetap mengelola dan mempertahankan lahan pertaniannya. Misalnya biaya pembuatan teras bangku. Biaya pembuatan teras bangku di lokasi penelitian adalah Rp 3,5 – 5,5 juta/ha. Tingkat penawaran mulai dari 50% nilai biaya yang dikemukakan petani, lalu diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan respon awal petani. Misalnya biaya pembuatan teras menurut petani Rp 1.000.000 (luas lahan 0,25 ha), terdiri dari biaya TK Rp 600.000, biaya bahan Rp 250.000 dan peralatan Rp 150.000 Pertanyaan Penawaran WTA: Biaya Tenaga Kerja Rp 300.000
Jika responnya bersedia menerima, maka turunkan sekitar 10% atau lebih menjadi Rp 275.00, lalu Rp 250.000, lalu Rp 225.000, dst sampai responden menyatakan tidak bersedia menerima jumlah tersebut.
Jika responnya tidak bersedia menerima, maka naikkan sekitar 10% atau lebih menjadi Rp 325.000, lalu Rp 350.000, lalu Rp 375.000, atau Rp 400.000 dst, sampai responden menyatakan bersedia menerima nilai tersebut.
Bahan Rp 100.000; jika responnya masih bersedia, turunkan sekitar 10% seperti cara di atas sampai responden menyatakan tidak bersedia menerima nilai tersebut. Namun jika responden tidak bersedia menerima, naikkan nilai tersebut sekitar 10% sampai responden menyatakan bersedia menerima nilai bantuan tersebut.
Peralatan Rp 50.000 (caranya sama dengan di atas).
6. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost)
Contoh:
Keberadaan ekosistem terumbu karang menjadi daya tarik bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Perhitungan nilai manfaat langsung dari kegitanan menyelam dicontohkan dari kegiatan menyelam di Perairan Pulau Barang Lompo (Didi Rukmana, 2007).
Dari hasil wawancara dengan pengurus Marine Station Universitas Hasanuddin diketahui bahwa pada tahun 2004 terdapat 89 orang wisatawan yang menyelam, yaitu 6 orang wisatawan asing dan
45 orang melakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan menyelam, dan 38 orang wisatawan lokal. Nilai manfaat langsung dari kegiatan menyelam didekati dengan menghitung rata-rata jumlah biaya yang dikeluarkan oleh penyelam, yaitu biaya penginapan, biaya makan, dan biaya menyelam. Berdasarkan survei diperoleh total biaya yang dikeluarkan oleh penyelam adalah sebesar Rp. 34.215.000 per tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J.S. 1997. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Pelestarikan Swasembada Pangan. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres VI Peragi. Perhimpunan Agronomi Indonesia, Jakarta.
Adrianto. L, Akhmad Fahruddin, Yudi Wahyudin, 2007. Konsepsi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Modul disampaikan pada kegiatan Pelatihan Teknik dan Metode Pengumpulan Data valuasi Ekonomi. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir & Lautan, IPB. Bogor.
Agus F, R.L.Watung, H.Suganda, S.H.Talaohu, Wahyunto, S.Sutono ,
A. Setyanto, H.Mayrowani, A.R.Nurmanaf dan Kundarto. 2003. Assessment of Environmental Multifuncions of Paddy Farming in Citarum River Basin, West Java, Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Agus F. dan E. Husen 2005. Tinjauan Umum Multifungsi Pertanian. Seminar Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan Pangan. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Andrew Schmitz, Darrell L Hueth, dan E.J.Richard. 1992. Applied
Welfare Economics and Public Policy. Prentice Hall, Inc. Barbier, E. B. 1995. The Economics of Forestry and Conservation : Economic Values and Policies. Commonwealth Forestry Review.
Bunasor Sanim, 2000. Metode Valuasi Ekonomi Sumberdaya dan Jasa-jasa Lingkungan Wilayah Pesisir. Bahan kuliah PPLH-IPB. Bogor.
Bonnieux, F dan P. Le Goffe. 1997. Valuing The Benefit Of Landscape Restoration: A Case Study Of The Cotentin in Lower-Normandy, France. Journal of Environmental Management.
BPTP Sulawesi Selatan, 2005. Inovasi dan Informasi Pertanian, Buletin BPTP 1(1). Constanza dan Folke, 1997. Ecological Economic, The Science and Management of Sustainability,. Columbia University Press, New York.
Deptan. 2008. Reklamasi lahan sawah berbahan organik rendah. Direktorat Pengelolaan Lahan. Deptan. Jakarta. Eom KC dan K.K.Kang. 2001. Assessment of Environmental Multifunctions of Rice Paddy and Upland Farming in The Republic of Korea. International Seminar on Multifunctionality of Agriculture. JIRCAS., Tsukuba, Ibaraki, Japan.
FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. Rome: FAO (The Food Agriculture Organisation). Soil Bull FAO. 2001. ROA Project Publication No.2: Expert Meeting Proceedings. Rome Italy : FAO (The Food Agriculture Organisation). Soil Bull.
Fauzi A.. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta . Fauzi, A. dan Anna, 2005. Panduan Penentuan Perkiraan Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Fauzi, A. dan Anna, 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fisher A. 1981. Natural Resource and Envoronmental Economics, Cambridge University Press.
Freeman III, A.M, 2003. The Measurement of Environmental and Resource Values. Resources for The Future. Washington, D.C . Grigalunas T.S dan R. Congar. 1995. Environmental Economics for Integrated Coastal Area Management: Valuation Methods and Policy Instruments. UNEP Regional Seas Reports and Studies. No. 164. UNEP.
Goda M. 2001. New Roles of Agriculture. Evaluation of Multifunctionality of Paddy Farming and Its Effects in ASEAN Countries.
Irawan Bambang dan Supena Friyatno, 2003. Dampak Konversi Lahan Sawah di Jawa Terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya. Journal Sosek dan Agribisnis SOCA. Udayana 2(2).
Irawan Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Agroekonomi 23(1): 1-18. Pusat Penelitian dan Pengembanan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Irawan. 2007. Valuasi Ekonomi Lahan Pertanian. Pendekatan Nilai Manfaat Multifungsi Lahan Sawah dan Lahan Kering (Studi kasus di sub DAS Citarik, Bandung). Disertasi PPS IPB. (unpublished)
Hartwick, J.M. dan N.D. Olewiler. 1996. The Economics of Natural Resource Use. Harper and Row, Publisher, New York. KNLH. 2004. Panduan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto PDRB) Hijau. Asdep Urusan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Penunjang Lingkungan Hidup. KNLH. Jakarta .
KNLH. 2006. Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Asdep Urusan Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa Lingkungan. Deputi V KNLH. Jakarta
KNLH. 2009. Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Gambut. Asdep Urusan Insentif dan Pendanaan Lingkungan. Jakarta. Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environment Paper Number 3. The World Bank. Washington D.C.
Navrud S dan E.D.Mungatana. 1994. Environmental Valuation in Developing Countries: The Recreational Value of Wildlife Viewing. Ecological Economics
Navrud S. 2000. Strenths, Weaknesses and Policy Utility of Valuation Techniques and Benefit Transfer Methods. Invited Paper for the OECD-USDA Workshop The Value of Rural Amenities: Dealing With Public Goods, Non-market Goods and Externalities, Washington D.C. Department of Economics and Sosial Sciences, Agricultural University of Norway.
Nuddin Harahab, 2008. Analisis Ekonomi-Ekologi Perencanaan Wilayah Hutan Mangrove. Disertasi PPS Fakultas Pertanian Unibraw, Malang. (unpublished).
Othman J. 2002. Benefits Valuation of Improved Residential Solid Waste Management Service in Malaysia. Journal of Environmental Economics and Management
Othman J, Md Nor N.G, dan R. Othman. 2006. Welfare Impacts of Air Quality Changes in Malaysia: The Hedonic Pricing Approach. Jurnal Ekonomi Malaysia.
Pearce, D.W dan Kerry Turner. 1991. Economics of Natural Resources and The Environment Harvester Wheatsheaf . Pearce, D.W dan D. Moran, 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUNC. Earthscan Publication, London. Perrot Maltre Daniele, 2005. Bahan Seminar: On Environmental Services and Financing for the Protection and Sustainable Use of Ecosystems. Geneva.
Rachman Kurniawan, Eriyatno, Rukman Sardjadidjaja, Alinda F.M. Zain. 2009. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Kawasan Karst Maros Pangkep. Jurnal Ekonomi Lingkungan 13 (1).
Rolfe J, Bennett J, dan J. Louviere. 2000. Choice Modeling and Its Potential Application to Tropical Rainforest Preservation. Ecological Economics.
Rukmana, Didi, 2007. Penilaian Manfaat Ekonomi Terumbu Karang di Perairan Pulau Barang Lompo, Kota Makassar. Jurnal Ekonomi Lingkungan 21(1).
Sandy, I Made. 1992. DAS, Ekosistem dan Penggunaan Tanah. Lokakarya Pengelolaan Terpadu DAS di Indonesia. IPB. Bogor. Serafi, S.E. 1997. Pricing The In valuable: The Value Of The World’s Ecosystem Services And Natural Capital. Journal Ecological Economics.
Setiyanto, A., A.R. Nurmanaf, Y. Soelaeman, H. Maryowani, dan S.K. Dermoredjo. 2002. Nilai Ekonomi Fungsi Lahan Sawah Sebagai Tempat Pendaurulangan Limbah Organik. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Puslitbangtanak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Soemarno, 2001. Konsepsi Sumberdaya Ekonomi Lahan. Bahan Kuliah Evaluasi Lahan dan Landuse Planning. Program Pascasarjana Unibraw.
Spash, C. L. 1997. Ethics And Environmental Attitudes With Implication For Economic Valuation. Journal Of Environmental Management.
Steer, A. 1996. Ten Principles of The New Environmentalism. Finance and Development .
Suh D.K. 2001. Social and Economic Valuation of The Multifunctionality Roles of Paddy Farming. International Seminar on Multi-Functionality of Agriculture. JIRCAS. Tsukuba. Ibaraki .Japan.
Suparmoko, 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis), BPFE, Yogyakarta. Suparmoko dan Maria. 2000. Ekonomi Lingkungan. BPFE. Yogyakarta. Turner R.K, D. Pearce dan I. Bateman. 1994. Environmental Economics: An Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaf. Yakin Addinul, 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo, Jakarta.
Yoshida, K. 2001. An Economic Evaluation of the Multifunctional Roles of Agriculture and Rural Areas in Japan. Technical Bulletin 154. Ministry of Agricultural Forestry and Fisheries. FFTC. Japan.
Yoshida, K. dan Goda M. 2001. Economic Evaluation of Multifunctional Roles of Agriculture in Hilly and Mountanious Areas in Japan. Proceeding International Seminar on Multifunctionalty of Agriculture. JIRcas., Tsukuba Ibaraki. Japan.