Kajian Perbandingan Struktur Anatomi Serta Sifat Pisis dan Sifat Mekanis Antara Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Unggul Dengan Kayu Jati Konvensional Pada Kelas Umur I.

KAJIAN PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI
SERTA SIFAT FISIS DAN SIFAT MEKANIS ANTARA
KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL DENGAN KAYU JATI
KONVENSIONAL PADA KELAS UMUR I

OLEH:
AHMAD FAIZAL ARIFIEN
E02400081

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

Ahmad Paizal Arifien. E02400081. Kajian Perbandingan Struktur Anatomi Serta
Sifat Pisis dan Sifat Mekanis Antara Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Unggul
Dengan Kayu Jati Konvensional Pada Kelas Umur I. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Imam Wahyudi, MS.
ABSTRACT
Wood structure, and some important physical and mechanical properties of 3
years old tissue cultural teak wood (Tectona grandis L. f ) were studied and compared to

those of 3 and 8 years old conventional ones. All samples were obtained from one and
close area in Semarang (Central Java).
The result as follow: a) All wood samples studied were juvenile since wood
density and fibers length are fluctuate and tend to increase from pith towards the bark, b)
Both, 3 years old tissue cultural and conventional teak woods have no heartwood at the
center nor the end of the stem, besides on their basal area (29.81% in tissue cultural teak
wood, and 25.00% in conventional one). While, the basal and center area of 8 years old
conventional teak wood consisting of 58.23% and 46.30% heartwood, respectively, c)
Latewood portion in tissue cultural teak was lowest. Between early and latewood in this
teak was unclear and was not distinguished well, d) Wood texture among the samples was
moderate. The finest was found on tissue cultural teak and the roughest on the
conventional 3 years old, e) Based on their average in wood density, specific gravity,
modulus of elasticity and modulus of rupture, it can be said that quality of tissue cultural
teak wood was similar to that of 3 years old conventional one, but much lower than that
of 8 years old conventional teak wood.
Even the stem diamter between 3 years tissue cultural teak wood and 8 years old
conventional one was similar physically, it can be said that the quality of teak wood from
tissue culture treatment studied is much lower than that of the conventional one. In fact,
their anatomical characteristics (wood sructure), or physical and mechanical properties
were similar and were not significantly different to those of 3 years old conventional teak

wood.

Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) merupakan salah satu bahan baku industri
perkayuan yang populer karena memiliki banyak kelebihan. Meskipun pada akhir-akhir
ini trend penggunaan kayu lain sudah sangat luas namun jati masih merupakan pilihan
utama (Gold Teak, 2003), tercermin dari kebutuhan kayu jati baik dalarn negeri maupun
luar negeri yang selalu meningkat. Akan tetapi pasokan kayu jati semakin lama se~nakin
berkurang karena maraknya penjarahan dan rotasi tebang yang relatif lama (minimal 45
tahuu).
Untuk mengatasi kelangkaan bahan baku kayu jati, saat in1 telah dikembangkan
tanaman jati unggul yang berasal dari pohon-pohon induk terpilih dan kemudian
diperbanyak melalui kultur jaringan tanaman. Tegakan jati unggul telah dikembangkrul di
beberapa negara seperti India, Costa Rica, Thailand, dan Malaysia, terrnas.uk Indonesia.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah kualitas kayu jati yang dihasilkan oleh jati
unggul sama dengan kualitas kayu yang dihasilkan oleh jati konvensional, karena jati
unggul diketahui memiliki pertumbuhan yang cepat. Sebagaimana telah diketahui antara
pertumbuhan yang cepat dengan kualitas kayu yang akan dihasilkan, terdapat hubungan
yang negatif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang komprehensif tentang sifatsifat kayu jati unggul, sehingga target pemenuhan kebutuhan bahan baku indushi
terpenuhi dengan kualitas yang tetap terjaga.


Bahan penelitian adalah kayu jati yang berasal dari tegakan jati konvensional
berumur 3 dan 8 tahun milik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengall dan tegakan jati unggul
umw 3 tahun milik perorangan. Kedua tegakan terletak di lokasi yang berdekatan di
sekitar Semarang. Dipilihnya jati konvensional 8 tahun mengingat ukuran diatnetemya
yang setara dengan ukuran diameter kayu jati unggul3 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jati konvensionai umw 8 tahun lnemiliki
persen kayu teras tertinggi baik di bagian pangkal (58,23%) maupun di bagian tengah
(46,3%), sedangkan jati unggul unur 3 tahun hanya memiliki kayu teras pada bagian
pangkalnya sebesar 29,81%. Tidak ditemukan adanya kayu teras di bagian tengah
maupun di bagian ujung batang. Sama halnya dengan jati unggul, jati konvensional wnur
3 tahun hanya mempunyai kayu teras di bagian pangkalnya dengan porsi yang sedikit
lebih kecil(25%) dari porsi kayu teras jati unggnl3 tahun.
Umumnya persentase kayu teras sangat menentukan kualitas kayu, tidak hanya
dalarn ha1 kekuatan tetapi juga dalam hal keawetan kayu (Brown dan Panshin, 1949).
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa dari segi persentase kayu terasnya, jati
konvensional 8 tahun memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan jati unggul 3
tahun maupun jati konvensional3 tahun.
Meskipun perbedaan persentase kayu teras antara jati unggul 3 tahun dengan jati
konvensional3 tahun tidak terlalu jauh, tetapi bila dihitung berdasarkan volumenya, maka
kayu jati unggul3 tahun memiliki volume kayu teras yang jauh lebih besar. Berdasarkan

hal ini, maka kualitas jati unggul3 tahun masih di atas jati konvensional3 tahun.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata nilai kerapatan kayu dan
panjang serat pada masing-masing riap tumbuh untuk semua contoh uji masih
berfluktuatif dan cenderung terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa baik kayu jati
konvensional 8 tahun, jati konvensional 3 tahun maupun jati unggul 3 tahun ketiganya
masih 100% kayu juvenil. Karena kualitas kayu juvenil lebih rendah dibandingkan kayu
dewasa, dicerminkan oleh ukuran sel penyusun yang lebih pendek dengan besar susut
arah longitudinal yang relatif lebih besar, mengakibatkan kualitas kayu dari ketiga pohon
tersebut tergolong rendah.
Untuk kayu akhir, jati konvensional 8 tahun m e d i porsi yang paling besar,
disusul oleh jati konvensional 3 tahun, kemndian jati unggul 3 tahun. Jati unggul telah
dikembangkan sedemikian rupa untuk menghasilkan pertumbuhan yang cepat. Akibat
pertumbuhan yang cepat, perbedaan kayu awal dan kayu akhir kurang jelas. Sehingga
corak yang dihasilkan karena perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir tidak terlalu
jelas.
Hasil pengukuran pori melalui pengamatan pada masing-masing slide mikroktom
yang dibuat menunjukkan bahwa tekstur kayu pada semua sampel, baik jati konvensional
3 dan 8 tahun maupun jati unggul3 tahun, tergolong sedang dengan ukuran pori berkisar
antara 100-200 mikron. Diantara ketiga sampel tersebut, jati unggul 3 tahun dapat
dikatakan memiliki tekstur yang paling halus mengingat ukuran porinya yang paling

kecil, sedang jati konvensional3 tahun memiliki tekstur yang paling kasar.
Dari segi kerapatan kayu, jati konvensional 8 tahun memiliki nilai yang paling
tinggi baik pada bagian pangkal, tengah maupun ujung. Kerapatan jati unggul 3 tahun
pada bagian pangkalnya berada dibawah jati konvensional 3 tahun, tetapi pada bagian
tengah dan ujungnya berada di atas jati konvensional3 tahun.
Sama halnya dengan kerapatan, berat jenis (BJ) kayu jati konvensional 8 tahun
juga memiliki nilai tertinggi dibandingkan kedua jati lainnya. Berdasarkan hasil uji lanjut
Tukey untuk kerapatan dan BJ pada tingkat kepercayaan 95% didapatkan hasil bahwa
kerapatan dan BJ jati konvensional 8 tahun berbeda nyata terhadap jati unggul 3 tahun

lnaupun jati konvensional 3 tahun, sedangkan antara jati unggul 3 tahun dengan jati
konvensional3 tahun tidak berbeda nyata.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai MOE jati unggul 3 tahun masih berada
dibawah jati konvensional8 tahun, baik dibagian pangkal, tengah maupun ujung. Namun
jika dibandingkan dengan jati konvensional 3 tahun, nilai MOE jati unggul masih lebih
besar. Hasil uji lanjut Tukey menjelaskan bahwa MOE jati konvensional 8 tahun berbeda
nyata dengan jati unggul3 tahun serta berbeda sangat nyata dengan jati konvensional3
tahun, sedangkan MOE jati unggul3 tahun tidak berbeda nyata dengan jati konvensional
3 tahun.
Tidak berbeda dengan MOE, nilai MOR tertinggi juga diiiliii jati konvensional

8 tahun dan berdasarkan uji Tukey nilai tersebut berbeda nyata dengan jati unggul3 tahun
dan berbeda sangat nyata dengan jati konvensional 3 tahun. Sedangakan jati unggul 3
tahun tidak berbeda nyata dengan jati konvensional 3 tahun.
Meskipun secara fisik diameter pohon jati unggul 3 tahun hampu ssuna dengan
diameter pohon jati konvensional 8 tahun, tetapi sifat-sifat anatomi maupun sifat fisis dan
mekanisnya masih berada jauh di bawah jati konvensional 8 tahun. Dengan kata lain
dapat disebutkan bahwa kualitas kayu jati unggul 3 tahun berada jauh di bawah jati
konvensional 8 tahun walaupnn keduanya memiliki diameter kayu yang hampu sama.
StruMur anatomi serta sifat fisis dan mekanis jati unggul 3 tahun tidak jauh berbeda
dengan jati konvensional3 tahun.
Kualitas jati unggul 3 tahun hampir sama dengan jati konveusional 3 tahun
sehingga diperkirakan pada saat jati unggul dipanen, yang diperkirakan pada umur 15
tahun, kualitasnya tidak akan jauh berbeda dibandingkan kualitas kayu jati konvensional
pada umur yang sama.

KAJLAN PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI SERTA SEAT FlSlS
DAN SEAT MEKANIS ANTARA K A W JATI (Tectortagrandis L. f.)
UNGGUL DENGAN KAYU JATI KONVENSIONAL PADA KELAS
UMUR I


Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

OLEH:
AHMAD FAIZAL ARIFIEN
E02400081

DEPARTEMEN TEKNOLOGI BASIL HUTAN
FAKULTASKEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

Judul Penelitian

: Kajian Perbandingan Struktur Auatoini Serta Sifat Fisis dan Sifat

Mekanis antara Kayu Jati (Teciona grandis L. f) Unggul dengan
Kayu Jati Konvensional pada Kelas Utnur I
Nana Mahasiswa


: Ahnad Faizal Atifien

Nomor Pokok

: E02400081

Departemen

: Teknologi Hasil Hutan

Sub Program Studi : Pengolahan Hasil Hntan

Disetujui

Tanggal :

Mengetahui

Penulis dilahirkan di Seinarang, 5 November 1982. Meiupakan anak

pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs. Moch Arifien, M.Si. dan
Rediningsih, S.Pd.
Pada tahun 1994, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
dari SDN Citarum 3 Semarang, kemudian tal~un 1997 lulus dari
SLTPN 6 Seinarang dan tanat dari SMUN 5 Semarang pada tahun 2000.
Setelah gagal diteriina inasuk IPB melalui program USMI (Undangan Selelci
Masuk IPB), penulis inencoba mendaftar kembali pada program studi yang sama melalui
jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diteriina sebagai mahasiswa
IPB di jurusan Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2000.
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan, penulis
menyusun karya ilmiah yang berjudul Kajian Perbandingan Struktur Anatomi Serta Sifat
Fisis dan Sifat Mekanis antara Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul dengan Kayu Jati
Konvensional pada Kelas Uinur I.

UCAPAN TERIMA KASIH

Sujud syukurku ke hadirat Allah SWT yang seuantiasa menyayangi, meujaga,
dan memberikan pelajaran-pelajaran yang berharga dari setiap pengalamanku meskipun
terkadang aku melupakan-Nya. Rasulku Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya serta
para Walisongo, terima kasih telah membawaku dalam nikmat Islam.

Kedua orang tua yang senantiasa menyayangiku dan membesarkanku, jasmnu
takkan pemah bisa terbalaskan oleh apapun. Maaf bila selama ini aku terlalu sering
mengecewakan kalian. Mulai malam ini aku akan bemsaha memberikan yang terbaik
untuk kalian. Kedua adikku yang selalu menyertai kehidupanku, semoga apa yang kalian
cita-citakan tercapai, jangan kecewakan orang tua yang sudah membesarkan kita.
Bapak Imam Wahyudi selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing saya
menyelesaikan tugas akhir ini, anda adalah dosen terbaik yang pemah saya kenal. Saya
juga tidak akan melupakan jasa-jasa bapak selama ini dan semoga Allah selalu
inelimpahkan karunia dan rahmat-Nya.
Bapak Hayanto R. Putro dan Bapak Didik Suharjito, terima kasih telah
meluangkan waktu untuk menguji saya yang tnasih membutuhkan tambahan wawasan
pengetahuan ini.
Sahabatku Rovi yang selalu memberikan bantuan dengan ikhlas. Vi, Indonesian
Idol telah membuktikan bahwa engkau melnang sahabat yang paling setia, semoga
persahabatan kita akan kekal hingga ke anak cucu kita nanti.
Mba Esti yang selalu siap membantu dan menyiapkan peralatan selama saya
melakukan penelitian.
Pak Bambang dan Om Win, terima kasih atas bantuan pohon jatiuya. Tanpa
bantuan anda mun&n penelitian ini tidak akan t e m j u d .
Teman-ternan THH 37, Wisma Buaya, P3H, KKN Megamendung, Patra Atlas,

Skyline Band, Qo-dham Band, Aikido, terhna kasih telah mewamai hidupku.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu ataupun lupa tertulis, saya
ucapkan terhna kasih yang sebesar-besamya.
I LOVE YOU and I WISH YOUALL THE BESY:

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tiada henti-hentinya
memberikan karunia, rahmat, dan pelajaran bagi saya sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
Tujuan saya tnenulis karya ilmiah ini selain sebagai syarat bagi saya untuk
memperoleh gelar sarjana kehutanan, juga merupakan wujud pengabdian saya terhadap
ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Gencamya promosi mengenai jati unggul dengan berbagai merek dagang akhirakhir ini membuat masyarakat awam tergiur akan impian untuk menjadi seorang juragan
jati dalam waktu 15 tahun. Sebagai seorang inahasiswa yang sedang mendalami illnu
anatomi kayu, saya tergerak untuk lneneliti lebih lanjut mengenai sifat-sifat jati ungyl,
karena saya tahu bahwa secara teoritis pertumbuhan yang cepat akan tnenghasilkan
kualitas kayu yang rendah.
Semoga hasil penelitian saya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
masyarakat yang ingin berbisnis dengan tanaman jati unggul sehingga nantinya tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
Sebagai seorang manusia biasa, saya tak Input dari kekurangan dan kesalahan.
Saya sangat menanti tanggapan, kritik dan

saran yang membangun untuk

menyempurnakan hasil penelitian ini.

Bogor, 14 Mei 2004
Penulis

Alunad Faizal Arifien

DAFTAR IS1

KATA PENGANTAR.............................................................................
DAFTAR IS1........................................................................................

i

..

11

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

v

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................

1

A. Latar Belakang .......................................................................

1

B. Tujuan .................................................................................

2

C. Manfaat ...............................................................................

2

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA................................................................

3

A . Keterangan Umum Tentang Jati ...................................................

3

1. Narna Botani ................................................................

3

2 . Tanda Di Lapanga

3

3. Sifat-Sifat Kayu Jati .....

3

4.

4

..
Cm Anatomi ...............................................................

B. Jati Unggul ...........................................................................

5

C. Kayu Teras dan Kayu Gubal .......................................................

5

1. Pengertian Kayu Teras dan Kayu Gubal ...............................

5

2 . Pernbentukan Kayu Teras dan Kayu Gubal ............................

6

3 . Sifat-Sifat Kayu Teras ....................................................

6

D . Kayu Juvenil .........................................................................

7

1. Pengertian Kayu Juvenil .................................................. 6

2 . Sifat-Sifat Kayu Juvenil ...................................................
E . Kayu Awal dan Kayu Akhu .......................................................

8

9

F. Tekstur ................................................................................

I0

G . Kerapatan dan Berat Jenis ..........................................................

11

H. Keteguhan Lentur Statis (Slatic Bending Slreng~h)
............................. 11

BAB I11. BAHAN DAN METODE .............................................................

12

A. Alat dan Bahan ...................................................................... 12

1. Bahan-Bahan Penelitian .................................................. 12
2 . Alat-Alat ....................................................................

12

..
B . Metode Penelmhan ...................................................................

12

1. Penentuan Kayu Teras dan Kayu Gubal ................................ 12
2 . Persentase Kayu Juvenil

13

3. Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir ................................

13

4 . Penentuan Tekst

14

5. Pengukuran Berat Jeni

14

6 . Pengujian Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength ......... 14
7. Pengolahan Dat

15

8. Tempat dan Waktu Penelitia

16

BAB 111. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................

17

A. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal ..........................................

17

B . Persentase Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa ....................................

18

C. Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir

19

D . Tekstur................................................................................

21

E . Kerapatan dan Berat Jeni

22

F . Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)............................. 24
BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................

27

A. Kesimnpulan ...........................................................................

27

B. Saran ...................................................................................

27

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 28

LAMPIRAN ........................................................................................

30

DAFTAR GAMBAR

Judul

Halaman

Variasi stmktur kayu pada arah horisontal dan vertikd ................................

8

Kerapatan kayu dan hubungannya dengan umur pohon .............................

9

Grafik persentase kayu teras ............................................................

17

Penampang melintang masing-masing contoh uji .................................... 18
Contoh g r a f i kerapatan pada masing-masing nap tumbuh yang lnasih
menunjukkan kecendernngan terns meningkat.......................................

19

Contoh grafik panjang serat pada masing-masing riap tu~nbuhyang masih
lnenunjukan kecenderungan terns meningkat....................................... 19
Grafik persentase kayu akhir............................................................ 20
Grafik lebar kayu akhir..................................................................

20

Perbedaan lebar riap tumbuh antara (A) jati unggul umur 3 tahun dengan
(B) jati konvensional umur 8 tahun pada perbesaran 100x........................ 2 1
Grafik ukuran pori ........................................................................
21
Grafik kerapatan ...........................................................................22
. .
......................................................................... 23
Grafik berat jeu~s

......................................24
Grafik Modulus Lentur (Modulus ofElas~iciiy)
Gratik Modulus Patah (MO~UIUS
qfRupture)......................................... 25

DAFTAR LAMPIRAN

Judul

Halanan

Prosedur pembuatan slide mikrotom................................................... 31
Prosedur pembuatan sediaan lnaserasi

31

Grafik kerapatan masing-masing lempeng contoh uji ................................

32

Grafik panjang serat masing-masing lempeng contoh uji ........................... 34
Hasil analisis keragarnan dan uji lanjut Tukey untuk kerapatan.................... 37
Hasil analisis keraganan dan uji lanjut Tukey untuk Berat Jenis.................. 37
Hasil analisis keraganan dan uji lanjut Tukey untuk MOE ......................... 38
Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Tukey untuk MOR ........................

38

Data panjang serat ........................................................................

39

Data Berat Jenis...........................................................................

45
46
47

Data MOE dan MO

49

Data kayu akhir...........................................................................

50

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kayu Jati (Teclona grandrs L. f ) merupakan salah satu ballan baku industri
perkayuan yang populer karena memiliki banyak kelebihan. Meskipun pada akhir-akhir
ini trend penggunaan kayu lain sudah sangat meluas, nrunun jati masih merupakan pilihan
utama (Gold Teak, 2003), tercermin dari kebutuhan kayu jati baik dalan negeri maupuu
luar negeri yang selalu meningkat. Sebagai contoh adalah peniugkatan volume penjualan
kayu jati di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada periode 1996-2000 dari 288.507
ln3 menjadi 762.654 m3(Tini, 2002). Akan tetapi yang menjadi masalah adalah pasokan
kayu jati se~nakinlama semakin berkurang karena maraknya penjarahan, seperti yang
terjadi di Kudus dan Pati pada tahun 1998 yang mengakibatkan gundulnya hutan jati yang
ada (Suara Merdeka, 2003), serta di KPH Cepu selama periode Januari-Juli 2000 yang
mengakibatkan berkurangnya tegakan jati sebanyak 36.932 pohon (Soedaryanto, 2000).
Berkurangnya pasokan kayu jati juga disebabkan adanya kendala siklus umur panen jati
konvensional yang relatif lama, yaitu minimal45 tahun. Jadi untuk memenuhi keperluan
indushi kayu saat ini diperlukan kayu jati yang dapat dipanen dalrun waktu singkat, tetapi
dengan kualitas yang tetap terjaga.
Untuk mengatasi kendala utama ketersediaan bahan kayu jati karena siklus umur
panen yang lama tersebut, saat ini telah dikembangkan tanaman jati unggul yang berasal
dari pohon-pohon induk terpilih dan kemudian diperbanyak melalui kultur jaringan
tanaman. Penggunaan bibit jati unggul hasil kultur jaringan dalam pengembangan
budidaya tanaman jati telah dikembangkan di beberapa negara seperti India, Costa Rica,
Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Bibit jati unggul hasil kultur jaringan yang dinainakan
jati emas atau jati prima atau jati super memiliki kecepatan perhmbuhan 3-4 kali lebih
cepat dari pertumbuhan bibit jati asal biji, kemampuan tunbuh di atas 80 persen,
percabangan sedikit dan pengembalian modal lebih cepat karena dapat dipanen pada
umur 15-20 tahun (Bachri, 2001).

Yang menjadi permasalahan adalah apakah kualitas kayu jati yang dihasilkan
oleh jati unggul sama dengan kualitas kayu yang dihasilkan oleh jati konvensional, karena
dengan perhmbuhan yang cepat berarti frekuensi pembelahan selnya juga cepat. Menurut
Pandit (2002), antara frekuensi pembelahan sel inisial fusifonn dan panjang sel yang
dihasilkan terdapat hubungan yang negatif, artinya setnakin tinggi frekuensi pembelahan

akan menghasilkan sel-sel yang lebih pendek. Hal iN didnga akan bei~engaruhterhadap
kualitas khususnya kerapatan dan kekuatan kayu. Oleh karena itu perln dilakukan
penelitian yang komprehensif mengenai sifat-sifat kayn jati ungguf, sehingga target
pe~nenuhankebutuhan bahan baku indusksi dapat terpenuhi dengan kualitas yang tetap
terjaga.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sifat-sifat anatomi dan
beberapa sifat fisis-mekanis antara kayu jati unggul dengan jati konvensional terutatna
untuk:
1. Membandingkan persentase kayu teras dan kayu gubal antara jati unggul

dengan jati konvensional pada Kelas U ~ n w(KU) I.

2. Membandingkan persentase kayu j u v e ~ dan
l kayu dewasa antara jati unggnl
dengan jati konvensional pada KU I.
3. Membandingkan persentase kayu awal dan kayn akhir antara jati unggul

dengan jati konvensional pada KU I.
4. Membandingkan tekstur kayu antara jati unggul dengan jati konvensional

pada KU I.
5. Membandingkan sifat-sifat fisis dan mekanis antara jati unggul dengan jati

konvensional pada KU I

C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang perbandingan
sifat-sifat anatomi, fisis dan mekanis antara kayu jati unggul dengan jati konvensional,
sehingga dapat dijadikan acnan dalam menentukan penggunaan dan pemanfaatan kayu
jati unggul yang ditanam.

U. TIh'JAUAN PUSTAKA

A. Keterangan Umnm Tentang Jati
1. Nama Botani

Tecrona grandis, L. f. lnempakan salah satu famili Verbenaceae. Di
Indonesia dikenal dengan nama jati, deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, atau
kulidawa. Sedangkan di negara lain dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak
(Burma, India, Thailand, Inggris, USA, Belanda, Jerman), kyun (Bunna), sagwan
(India), mnai sak (Thailand), teck (Perancis), atau teca (Brazil) (Martawijaya el a/,
1995).
2. Tanda di Lapangan

Menurut Rachmawati, el a/ (2002), pohon jati lnerupakan pohon besar yang
menggugurkan daun. Pada kondisi baik, tingginya dapat lnencapai 30-40 meter. Pada
habitat kering, pertumbuhannya menjadi terhambat, cabang lebih banyak, rnelebar
dan mernbentuk semak. Pada tapak yang baik, batang bebas cabang dapat mencapai
15-20 meter atau lebih, percabangan kurang tapi ~ n b u n Pohon
.
tua sering beralur
dan berbanir. Kulit batang tebal, berwama abu-abu atau coklat muda keabu-abuan.
Dauinya lebar dengan panjang 25-50 cm dan lebar 15-35 sentimeter. Letak daun
bersilangan, bentuknya elips atau bulat telur dan bagian bawah berwama abu-abu,
tertutup bulu berkelenjar wama merah. Ukuran bunga kecil, berdiameter 6-8 mmn
berwama keputih-putihan dan berkelamin ganda, terdiri dari benangsari dan put&
yang terangkai dalam tandan besar. Jumlah kuncup bunga 800-3800 per tandan,
bunga mekar dalam waktu 2-4 minggu.
Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutana pada tanah yang mengandung
kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan

C-F menurut Schmidt dan Ferguson, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 d t a h u n
dengan ketinggian 0-700 m dari permukaan laut (Martawijaya, 1995).

3. Sifat-Sifat Kayu Jati
Jati tergolong kayu berat-sedang dengan permukaan kayu yang halus dan
mempunyai karakteristik penampakan yang menarik. Kayu teras berwarna coklat
kekuning-kuningan setelah ditebang, tetapi kadang-kadang benvama coklat
keemasan, coklat abu-abu muda setelah dibiarkan di tempat terbuka. Kayu y b a l

berwama putih kekuning-kuningan atau coklat kuning muda. Kayu seperti benninyak
bila disentnh, ketika ditebang berbau seperti bahan-bahan yang terbuat dari kulit
(Martawaijaya, 1995).
Kayu jati rnemiliki corak dekoratif yang indah berkat jelasnya lingkaran
ttunbuh, sedikit buram dan beminyak. Tekstur agak kasar dan tidak merata. Arah
serat lurns bergelombang sampai agak berpadu. Lingkaran tumbuh tampak jelas, baik
pada bidang melintang dan radial maupun bidang tangensial (Mandang dan Pandit,
1997).
Berat jenis rata-rata kayu jati 0,67 (0,62-0,75) dan tergolong ke dalam kelas
awet 1-11 serta kelas h a t 11 (Mandang dan Pandit, 1997). Penyusutan sampai kering
tanur ~nencapai 2,8% untuk arah radial dan 5,2 % untnk arah tangensial
(Martawijaya, 1995).
Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan alat tangan.
Jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan sampai halus, tetapi
bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena kayunya agak rapuh.
Kayu jati dapat divemis dan dipelitur dengan baik (Martawijaya, 1995).
4. Ciri Anatomi

Ciri anatomi kayu jati adalah pori atau pembuluh tersusun taka lingkar,
bentuk bulat sampai bulat telur, diameter tangensial bagian kayu awal sekitar 340-370
mikron, pada kayu akhir sekitar 50-290 mikron, bidang perforasi sederhana, berisi
tilosis atau endapan benvarna putih. Parenkim yang bertipe paratrakeal bentuk
selubung tipis, pada bagian kayu awal selubung ini agak lebar sampai membentuk
pita marjinal yang bertipe apotrakeal jarang, unumnya membentuk rantai yang terdiri
atas 4 sel. Jari-jari lebar, terdiri dari 4 seri atau lebih, jumlahnya 4-7 per mmn, arahnya
tangensial, komposisi selnya homoseluler (hanya sel-sel baring) tingginya dapat
mencapai 0,9 milimeter (Mandang dan Pandit, 1997).
Martawijaya (1995) menyatakan bahwa kayu jati mempunyai pori sebagian
besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan taka lingkar, diameter 20-400
mikron frekuensinya 3-7 per milkmeter persegi. Parenhn tennasuk tipe paratrakeal
berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula
parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim
tenninal terdapat pada batas lingkaran ttunbuh. Panjang serat rata-rata 1.316 mikron
dengan diameter serat 24,s mikron, tebal dinding 3,3 mikron dan diameter lumen

18,2 mikron. Jari-jari holnogen dengan lebar 50-100 mikron, tingginya 500-2000
mikron, frekuensi 4-6 per inilimeter persegi.
B. Jati unggul

Jati unggul atau jati emas atau jati super atau jati prima merupakan bibit unggul
hasil dari perbanyakan kultur jaringan yang dikembangkan pertama kali dalam
laborato~ium,di tnana tanaman induknya pada mulanya berasal dari negara Myanmar.
Jati unggul sudah sejak tahun 1980 ditana~nsecara luas di Myanmar dan Thailand. Klonal
unggul ini memiliki keunggulan genetik sama dengan induknya dan w a h panennya
relatif cepat yaitu antara 15-20 tahun. Jati unggul melniliki beberapa keunggulan lain
seperti sangat baik ditanam dengan sistem tumpangsari, baik

dengan tananan

perkebunan maupun pertanian. Untuk tanaman perkebunan, yang dapat ditumpangsarikan
adalah karet, kakaolcoklat, kopi, dan kelapa. Selain itu, jati unggul pun bemanfaat ganda
melalui tumpangsari palawija dengan jagung, kedelai, kacang tanah, cabai, dan ubi kayu.
Bibit Jati unggul dapat turnbuh dimana saja dengan catatan, lahan tidak tergenang air
(water log), pH (keasaman) tidak masam (5.0-8.0), tanah lempung berpasir, ketinggian
tidak lebih dari 500 m dpl, dan curah hujan 1.000-2.500 mmltahun dengan temperatur 2238 derajat Celcins. Jati unggul ini bisa dipanen 2 kali, yaitu pada tahun ke-10 dan tahun
ke-15. Panen tahun ke-10, merupakan panen penjarangan dan panen tahun ke-15
merupakan panen tebang habis.

C. Kayu Teras dan Kayu Gubal
1. Pengertian Kayu Teras dan Kayu Gubal
Bagian dalam kayu di dalan pohon yang terdiri dari xylem yang inasih hidup
sehingga menjamin proses fisiologis (fungsi penyalur, penyimpan cadangan
makanan, kekuatan mekanis) dapat berjalan secara aktif, disebut kayu gubal atau
sapwood. Lama kelamaan protoplasma sel-sel xylem yang masih hidup tadi rnenjadi
mati sehingga proses fisiologis (fungsi xylem sebagai penyalur dan penyimpan
cadangan makanan) tidak dapat berfungsi sebagaunana inestinya. Bagian ini disebut
kayu teras atau hearhvood (Pandit dan Ramdan, 2002).
Haygreen dan Bowyer (1982) lnenyatakan bahwa pada pengamatan suatu
potongan melintang batang, bagian tengah yang lebih gelap di dekat empulur disebut
sebagai kayu teras (heartwood) yang kemudian dikelilingi oleb bagian luar yang lebih
terang yang disebut sebagai kayu gubal (sapwood). Di dalam kayu gubal inilah
terdapat sel-sel yang hidup. Kayu teras secara fisiologis tidak b e h g s i lagi tetapi

berfungsi menunjang pohon secara mekanis. Pandit (1995) menyatakan kayu teras
selalu terdapat dalam semua pohon pada umur tertentu tanpa memperhatikan ada atau
tidaknya perbedaan warna. Jadi dapat saja kayu teras mempunyai wama yang sama
dengan kayu gubaltiya.
2. Pernbentukan Kayu Teras dan Kayu Gubal

Menurut Pandit dan Ramdan (2002) terdapat beberapa hipotesa tentang
terjadinya kayn teras. Hipotesa yang mendapatkan dukungan terlebih dahulu
tnengatakan bahwa kayu teras di sini terbentuk akibat adanya penumpukan udara di
dalatn suatu sistem sel tertutup, sehingga lnenyebabkan sel-sel parenkim menjadi
mati.
Hipotesa yang kedua, hipotesa yang lebih barn, menyatakan bahwa kayu
teras dibentuk karena persediaan air pada bagian dalam batang pohon (xylem)
berkurang untuk periode tertentu sehingga persediaan bahan makanan menumpuk
melebihi jutnlal~yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis pohon.
Dalam kondisi demikian inaka persediaan pati (starch) di dalam sel-sel
parenkim kayu gubal akan dihidrolisa menjadi soluble carbohydrates, dan akhirnya
di transfomasi melalui reaksi yang tidak dapat berubah (irreversible) tnenjadi
substansi ekstraktif.
Jenis yang tidak efisien dalam penggunaan produksi makanannya akan mulai
membentuk kayu teras pada saat pohon masih muda, sehingga pohon setelah dewasa
akan memiliki kayu gubal yang sempit dan bagian kayu teras yang lebar. Sebaliknya
untuk jeuis-jenis yang efisien dalam pengunaan bahan makanan akan menunda atan
lnemperlambat terbentuknya kayu term sehingga dalam keadaan yang ekstrim akan
mempunyai bagian kayu gubal yang lebar dan bagian kayu teras yang setnpit.
Pandit (1995) menyatakan bahwa perubahan dari kayu teras menjadi kayu
gubal disertai oleh pembentukan berbagai zat organik yang secara unum disebut
sebagai zat ekstraktif. Selanjutnya perkembangan zat di dalam xylem ini ditandai oleh
perubahan warna jaringan, sehingga bagian kayu teras berwama lebih gelap
dibanding dengan kayu gnbalnya. Tetapi perubahan wama yang semakin gelap ini
tidak selalu terjadi pada perubahan kayu gubal menjadi kayu teras.
3. Sifat-Sifat Kayu Teras

Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa perbedaan antara kayn
teras dan kayu gubal hampir seluruhnya bersifat kimia. Oleh karena itu adanya

bahan-baban kunia ini merupakan penyebab utama sifat-sifat kayu teras yang unik,
beberapa diantaranya adalah:
a. Kayu teras umumnya lebih gelap wamanya daripada kayn gubal.
b. Kayu teras umwnnya lebih tahan serangan cendawan dan serangga,
c. Kayu teras umumnya sukar ditembus oleh cairan (seperti bahan kimia pengawet).
d. Kayu teras umumnya lebih sukar dikeringkan.
e. Kayu teras cenderung memiliki bau yang khas.
f

Kayu teras lebih berat per satuan volumenya daripada kayu gubal.
Mennrut Brown dan Panshin (1949), kayu teras tidak hanya berbeda dalam

hal wama dan zat-zat ekstraktif dengan kayu gubal tetapi biasanya berbeda beratnya
dan terkadang mempunyai korelasi terhadap kekuatan serta keawetan dan
permeabilitasnya. Pada kondisi kadar air yang sama, umwnnya kayu teras lebih berat
daripada kayu gubal. Hal ini disebabkan oleh besamya kandungan zat ekstraktif atau
zat pengisi pada kayu teras.

D. Kayu Juvenil
1. Pengertian Kayu Juveuil

Kayu yang dibetuk pada tahap-tahap permulaan keberadaan suatu pohon
disebut kayu juvenil (Haygreen dan Bowyer, 1982). Menurut Rendle (1960) dalam
Haygreen dan Bowyer (1982), kayu juvenil telah diberi batasan sebagai xylem
sekunder yang dihasilkan oleh daerah-daerah kambium yang dipengaruhi oleh
kegiatan dalam meristem apikal. Secara struktural kayu juvenil dicirikan dengan
adanya kenaikan dimensi panjang sel secara progresif.
Sedangkan menurut Pandit (1995), kayu juvenil merupakan massa xylem yang
dibentuk pada tahun-tahun pertama saat kambinm vascular sangat dipengaruhi oleh
kegiatan meristem primer. Pembentukan kayu juvenil dikaitkan dengan pengamh
meristem apikal yang lama, pada daerah tajuk yang aktif pada musim pertumbuhan.
Sesndah tajuk naik ke atas, pohon menjadi lebih tua dan kambium dalam ketinggian
tertentu menjadi kurang terpengmh secara langsung oleh tajuk dan saat itu kambium
b m membentuk kayu dewasa.

Gambar 1. Variasi struktur kayu pada arah horizontal dan vertikal ( I , empulur; 2. kayu
juvenil; dan 3. kayu dewasa).
Kayu juvenil dibentuk pada pusat pohon pada arah longitudinal seperti
terlihat pada Ganbar 1 (Tsoumis, 1991).
2. Sifat-Sifat Kayu Juvenil

Pada umumnya kayu juvenil lebih rendah kualitasnya daripada kayu dewasa
terutama untuk kayu konifer. Dalam kayu daun lebar dan kayu konifer misalnya, selsel kayu juvenil lebih pendek daripada kayu dewasa. Sel-sel dewasa kayu konifer
mungkin tiga sampai ernpat kali panjang sel-sel kayu juvenil, sedangkan serabutserabut dewasa kayu daun lebar umumnya dua kali penjang sel-sel yang dekat
empulur (Daswe11,1958 dalan Haygreen dan Bowyer, 1982).
Adanya kayn juvenil sukar ditentukan secara makroskopis, terutama pada
kelornpok kayu konifer, tetapi pada kelompok kayu dam lebar umumnya ditandai
oleh adanya diameter tangensial pori yang lebih kecil dan pola penyebarannya yang
menjadi berbeda. Berakhirnya periode juvenil ke kayu dewasa dapat lnendadak pada
beberapa jenis pohon, tetapi beberapa jenis yang lain dapat ditandai dengan adanya
zone transisi menuju ke kayu dewasa. Pada umumnya kualitas kayu yang lebih
rendah lebih nyata pada kayu konifer daripada kayu dam lebar (Pandit, 1995).

Gambar 2. Berat Jenis dan hubungannya dengan umur pohon
Secara m u m adanya kayu juvenil dapat dilihat dari kerapatan kayunya yang
lebih rendah, riap riap pertumbuhan umumnya didotninasi ole11 kayu awal, lingkaran
pertumbuhan yang lebih lebar, wamanya yang lebih terang dan berat kayu yang
relatif lebih ringan bila di bandingkan dengan biasanya, maka ha1 ini dapat dipakai
sebagai kriteria daliun menentukan adanya kayu juvenil (Pandit, 1995).
E. Kayu Awal dan Kayu Akhir

Di daerah bermusim sedang, pemnbuhan meinpunyai ciri berlangsung cepat
pada awal musun semi dan liunbat pada akhir m u s h panas sebelum berhenti pada
musun gugur. Pola pertumbuhan seperti ini menghasilkan kayu yang berbeda. Pitapita kayu berselang-seling yang dibentuk pada awal dan akbir musim tumbuh
menandai batas-batas lingkaran perhmbuhan tahunan. Kayn akhir memilki kerapatan
yang lebih tinggi, karena tersusun atas sel-sel yang memiliki diameter radial yang
relatif kecil, dinding yang tebal dan rongga sel yang kecil (Haygreen dan Bowyer,
1982).
Lingkaran hxnbuh dalam peuampang lintang batang dapat nampak
mencolok. Hal ini disebabkan karena intensitas pertumbuhan dan kerapatan kayu
yang dihasilkan sepanjang periode pertumbuhan tidak seragam. Pembentukan kayu
pada permulaan musim tumbuh berjalan cepat, kemudian makin iiunbat semakin
inendekati akhir musim pertumbuhan. Di daerah bermusim sedang, pertumbuhan
dimulai pada m u s h semi (sprmng) dan diteruskan sa~npaim u s h panas (summer).
Massa kayu dari lingkaran tumbuh yang dibentuk pada inusim seini disebut kayu
awal atau earlyvood (spr~ngwood) biasanya lebih porous karena sel-selnya
berdinding tipis dan mempunyai lumen sel yang besar tetapi ukurannya lebih pendek.

Diameter sel-selnya juga lebih besar, mempunyai berat jenis yang lebih rendah dan
lebih banyak berfimgsi sebagai konduksi atau pengangkutan bahan makanan.
Sedangkan kayu akhir (summenvood) biasanya lebih rapat sehingga wamanya
menjadi lebih gelap. Hal ini disebabkan karena bagian kayu ini mempunyai dinding
yang tebal, lumen selnya sempit tetapi ukurannya panjang. Karena sifat-sifat ini,
maka kayu akhir mempunyai fungsi konduksi tidak sebaik dari kayu awal, tetapi
sebaliknya fungsi penguat batang akan lebih baik (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu-kayu dari daerah tropik jarang menunjukkan kedua jaringan tersebut
berbeda secara mencolok, oleh karena itu lingkaran tumbuh kayu-kayu tropik
umunya tidak jelas. Hanya pada kayu-kayu yang berasal dari daerah-daerah yang
mempunyai periode basah dan periode kering yang berbeda jelas, lingkaran tumbuh
ini akan mencolok. Lingkaran twnbuh yang jelas juga dapat terjadi pada pohonpohon yang mempunyai sifat menggugurkan daun (decideous forest) misalnya pada
jati (Tectona grandis) (Pandit dan Ramdan, 2002).
F. Tekstur
Istilah tekstur berkenaan dengan kualitas pennukaan yang ditentukan oleh
ukuran relatif sel-sel penyusun. Tekstur suatu jeNs kayu dikatakan halus jika selselnya, temtama pembuluh dan jari-jari, berukuran kecil-kecil. Tekstur suatu jenis
kayu dikatakan kasar jika sel-selnya berukuran relatif besar. Tekstur dinilai pula dari
tingkat kerataannya. Tekstur dikatakan tidak rata jika halus di tempat-tempat tertentu
dan kasar di tempat lain pada permukaan yang sama. Hal iui dapat disebabkan oleh
pembuluh yang berkelompok atau berganda radial 4 sei atau lebih, seperti pada j e ~ s jenis kayu nyatoh (Mandang dan Pandit, 1997). Sebagai contoh; diameter sel serabut
lebih kecil dari 30 mikron akan menyebabkan kayu bertekstur halus. Diameter antara
30-45 mikron tekstur sedang dan diameter lebih dari 45 mikron tekstur kasar (Pandit
dan Ramdan, 2002).
Selain itu tekstur juga dapat ditentukan melalui diameter sel pori atas dasar
sebagai berikut:

e

Tekstur kasar, bila ukuran diameter tangensial pori 3 200 rnikrou
Tekstur sedang, bila ukuran diameter tangensial pori 100 - 200 mikron
Tekstur halus, bila ukuran diameter tangensial pori G 100 mikron

G. Kerapatan dan Berat Jenis
Brown el a1 (1952) menyatakan bahwa kerapatan adalah perbandingan antara
~nassa dengan volume. Sedangkan berat jenis merupakan perbandingan antara
kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar pada temperatur tertentu. Benda
standar biasanya digunakan air destilata pada suhu 4'C yang mempunyai kerapatan 1
&m3, oleh karena itu berat jenis merupakan rasio berat benda dengan volumenya.
Berat jenis dan kerapatan sangat berpengaruh pada sifat-sifat kayu temtama
kekuatan dalam menahan beban.
Berat kayu bewariasi di antara berbagai jenis pohon dan di antara pohon dari
satu jenis yang sana. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda pada satu
pohon. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah
zat penyusun dinding sel dan kandnngan zat ekstraktif per unit volume.
Variasi berat jenis pada kayu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur,
kecepatan tumbuh dan posisi pada batang.
H. Keteguhan Lentur Statis (StaticBending Slrengtli)
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982), keteguhan lentur statis lnerupakan
sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar.
Apabila suatu gelagar diberi beban terpusat, separuh yang atas mengalami tegangan
tekan dan separuh yang bawah mengalami tegangan tarik. Sedangkan sumbu netral
tidak mengalami tegangan tarik maupun tegangan tekan.
Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada
batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Di bawah batas proporsi terdapat
hubnngan garis lurus antara besamya tegangan dengan regangan, di mana nilai
perbandingan antara regangan dengan tegangan ini disebut rnoduus of elaslicrty
(MOE). Modulus of rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat
patah) dalam uji keteguhan lentur dengan inenggunakan pengujian yang sama untuk
menentnkan MOE (Haygreen dan Bowyer, 1982).

11. BAHAN DAN METODE

A. Alat dan Bahan
1. Bahan-Bahan Penelitian

Kayu yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari satu tempat twnbuh
yaitu dari Semarang. Uinur tegakan yang dipilih adalah 3 dan 8 tahun untuk jati
konvensional, 3 tahun untuk jati unggul. Masing-masing anggota diambil 1 batang
pohon yang dipilih berdasarkan tampilan fisik terbaik. Dari setiap pohon diambil tiga
bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung, masing-masing sepanjang 50
sentimeter. Dari potongan kayu tadi, untuk kepentingan pengujian sifat-sifat
anatominya dipotong setebal 5 cm sedangkan sisannya untuk keperluan sifat fisis dan
mekanisnya.
Bahan-bahan pembantu untuk sifat anatotni khususnya pembuatan slide
tnikrotom adalah safianin 2%, air destilata, enthelen, HNO,, KCIOj, alkohol 50%,
70%, 90%, dan loo%, plastik transparansi, kertas saring dan xylol.
2. Alat-Alat

Alat alat yang digunakan adalah gergaji busur yang digunakan untuk
menebang dan circular saw untuk memotong kayu menjadi lempengan tipis setebal 5
cm, amplas, cutter, mikroskop, tabung reaksi, h a s , kaca preparat, coverglass, alat
tulis, penangas air, kaliper, oven, pisau mikrotom, kamera, mesin uji kehatan kayu
tnerek Amsler.
B. Metode Penelitian

1. Penentuan Kayu Teras dan Kayu Gubal
Contoh uji setebal 5 cm tersebut dikupas kulitnya setelah itu penampang
lintangnya diserut dan diamplas agar tampak jelas batas antara kayu teras dan kayu
gubainya. Gambaran penampang lintang tadi kemudian dipolakan di atas plastik
transparansi.
Pada gambar yang terpola, kemudian diukur jari-jari kayu secara k e s e l d a n
dan jari-jari sampai bagian teras. Baik jari-jari total maupun jari-jari teras, dilakukan
dua kali pengukuran yakni jarak terpanjang dan jarak terpendeknya.

Diameter kayu total dan persentase kayu teras dihitung dengan rumus
berikut:
Diameter

=

(2 x jari- jari

% kayu teras =

lerperidek)

diameter feras
diameter keseliiruhan

+

(2 x jari- jari

terpanjarig)

x 100%

2. Persentase Kayu Juvenil
Untuk menghitung kayu juvenil dan kayu dewasa dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi sampai batas inana terjadinya kayu juvenil tersebut.
Identifkasi kayu juvenil ditandai dengan kenaikan kerapatan dan panjang serat tiap
lingkaran tumbuh yang terlihat secara progresif. Setelah kerapatan dan panjang serat
tiap l i n g k m tumbuh mulai stabil berarti sudah mempakan batas kayu dewasa.
Sebelutn tiap lingkaran tumbuh diukur panjang serat dan kerapatannya,
terlebih dahulu lempengan kayu setebal 5 cm tersebut digambar nap tumbuhnya pada
plastik transparansi. Untuk mengukur panjang serat, sel-sel kayu harus dipisahkan
terlebih dahulu dengan cara maserasi.
Setelah diketahui sampai lingkaran tumbuh ke berapa keberadaan kayu
juvenil, lalu untuk menghitung persentase kayu juvenil dilakukan perhitungan luas
kayu juvenil menggunakan plastik transparansi yang telah terdapat gambar lingkaran
tumbuh tadi. Ketentuan perhitungan luas sama dengan perhitungan luas pada kayu
teras dan kayu gubal.
Persentase kayu juvenil dapat dihitung dengan rumus sebagai benkut:
Kayu juvenil (%) =

L~ras kayrr jiivenil

x 100%

Lzias kayrr secara keselzrriiIrarr

Keterangan: kayu dewasa (%) = 100%-kayujuvenil
3. Persentase Kayu Atval dan Kayu Akhir

Penentuan kayu awal dan kayu akhir dengan melihat riap tumbuh di dekat
kulit, antara kulit d m empulur, serta bagian dekat empulur dengan mengukur lebar
kayu akhir pada slide mikrotom (lampiran). Setelah itu lebar kayu akhir tiap leinpeng
contoh uji dirata-ratakan dan dikalikan dengan jumlah riap tumbuh yang ada sehingga
didapatkan lebar kayu akhir dalarn setiap lempeng.

Persentase kayu akhir dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% kayu akhu =

Lebar kayu akhir
jari

- jari

kaylr

x 100%

4. Peneutuan Tekstur

Penentuan tekstur kayu jati dilakukan dengan pembuatan slide mikrotom
pada bagian melintang kayn. Pembuatan slide mikrotom dilakukan dengan metode
FPL (Forest Producl Laboratory) seperti pada lampiran. Tekstur kayu jati ditentukan
dengan pengukuran diameter tangensial pori pada slide mikrototn.
Untuk keperluan penilaian tekstur kayu jati dalam penelitian ini, diameter
tangensial pori-porinya diukur dan kasar atau hdusnya tekstur kayu jati ditentukan
atas dasar sebagai berikut:
a. Tekstur kasar, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 2 200 mikron
b. Tekstur sedang, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 100-200 &on
c. Tekshrr hdus, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 5 100 mikron
5. Pengukuran Berat Jenis

Berat jenis dapat dihitung meldui perbandingan berat kering tanur kayu
dengan berat air yang volumenya sama dengan volume kayu dalam keadaan kering
udara. Contoh uji dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 3,5 cin masing-masing 6 buah
untuk setiap lempeng kayu. Untuk mencari berat kering tanur yang ada contoh uji

ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan kedalam oven Lt 100°C selama + 24
jam, setelah itu contoh uji ditimbang dan didapatkan berat kering tanur. Untuk
tnendapatkan volume kayu dapat dilakukan dengan metode Archymedes. Kemudian
dari hasil tersebut dihitung nilai berat jenis kayunya dengan m u s sebagai berikut:
Berat Jenis =

Beral ker ir~g tan zrr
Berat air yang dipindahkan

6. Pengujian Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Spength)

Pengujian ini akan menghasilkan nilai tnodulus patah (MOR) dan kekakuan
lentur (MOE). Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji mekanis merek
Amsler.
Ukuran contoh uji yang dipakai addah 30 cm x 2 cm x 2 cm dengan jarak
sangga 24 cm. Pembebanan diberikan di tengah-tengah contoh uji di maua kedudukan

contoh uji horizontal (centre point loading). Defleksi akibat pembebanan dapat
dibaca pada deflektometer. Beban maksimum diperoleh sampai contoh mengalami
kerusakan pennanen.
Nilai MOE dan MOR diperoleh dengan menggunakan rutnus sebagai
berikut:
MOE =

APL~
4~~611~
3BL
2bh2

MOR = Keterangan :
MOE

= kekakuan

lentur (kg/cm2)

MOR

= modulus patah

P

= beban

L

= jarak

Y

= lenturan atau defleksi yang terjadi

b

= lebar penampang balok (cm)

h

= tinggi penampang balok

B

= beban

(kg/cm2)

di bawab batas proporsi (kg)

satigga atau bentang balok (cm)
akibat beban P (cm)

(cm)

lentur inaksimum siunpai patah (kg)

7. Pengolahan Data

Data hasil penelitian dari tiap contoh uji dianalisis secara deshiptif dan
statistik dengan menggunakan rancangan tersarang selanjutnya diuji lanjut Tukey
dengan menggunakan bantuan program Minitab 13 dan Microsof? Excel untuk
mengetahui hubungan sifat-sifat anatomi, fisis dan mekanis antara kayu jati unggul
dengan kayu jati konvensional pada KU I.
Model linier dari rancangan dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai
berikut (Sudjana, 1985):

Di mana: i =jati unggul KU I, jati konvensional KU I
j

= bagian pangkal, ujung, tengah.

k = ulangan ke-k
Yiik= data pengmatan pada jati ke-i, bagian ke-j dan ulangan ke-k.
m

= rataan

mum.

Ai = pengaruh jati ke-i.
B..
,(,, - pengaruh bagian ke-J tersarang pada jati ke-i
Eij

= pengaruh

acak pada jati ke-I, bagian ke-j dan ulangan ke-k

8. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kayu Solid Departemen
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan
Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan September
tahun 2003 sampai bulan Januari 2004.

111. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jati konvensional m u r 8 tahun
memiliki persen kayu teras testinggi yaitn sebesar 58,23% pada bagian pangkal
dan 46,3% pada bagian tengahnya, sedangkan jati unggul umur 3 t