ix
20. Yanto Eka Putera, S.Farm, Apt.;
21. Damaris Parrangan;
22. Sri Suratini, S.Si., Apt.;
23. Sandy Wifaqah, S. Farm., Apt.;
24. Nofiyanti;
25. Anwar Wahyudi, SE.
Sekretariat : 1. Yulia Yuliati Barkah, SH.;
2. Helfi Yanti A.R, S. Si.;
3. Fajar Ramaditya Putera, S.Si., Apt.
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Permohonan Izin Produksi Kosmetika Lampiran 2
Rekomendasi Dinas Kesehatan Lampiran 3 - Laporan Analisis Hasil Pemeriksaan Balai Besar Balai POM
- Berita Acara Pemeriksaan Setempat Balai Besar Balai POM
Lampiran 4 Rekomendasi BPOM
Lampiran 5 Surat Pernyataan Siap Berproduksi
Lampiran 6 SK Dirjen Tentang Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 7 Penundaan Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 8 Penolakan Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 9 Permohonan Perubahan Golongan Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 10 Permohonan Perubahan Nama Direktur Pengurus Penanggung
Jawab Produksi Kosmetika alamat tanpa pindah lokasi Lampiran 11
Addendum Tentang Izin Produksi Kosmetika Lampiran 12
Standar Prosedur Operasional Pelayanan Izin Produksi Kosmetika Lampiran 13
Standar Prosedur Operasional Penanganan Keluhan Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 14 Standar Prosedur Operasional Penilaian Berkas Izin Produksi
Kosmetika Lampiran 15
Standar Prosedur Operasional Penyerahan Izin Produksi Kosmetika Lampiran 16
Kendali Kerja Lampiran 17
Leaflet Tata Cara Pengajuan Izin Produksi Kosmetika
1
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka meningkatkan daya saing produk ASEAN di era pasar bebas ASEAN
AFTA, diupayakan adanya harmonisasi standar produk dalam harmonisasi ASEAN yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kerja sama antar Negara-negara ASEAN
dalam rangka menjamin mutu, keamanan dan klaim manfaat dari semua kosmetika yang dipasarkan di ASEAN. Maka untuk itu perlu meningkatkan persiapan dan kesiapan
seluruh pemangku kepentingan, antara lain pemerintah, tenaga kesehatan maupun pelaku usaha.
Penerapan harmonisasi di bidang kosmetika di ASEAN sebenarnya sudah dimulai pada tanggal 1 Januari 2008. Namun melalui berbagai pertimbangan terutama terkait
kesiapan industri kosmetika dalam Negeri yang juga wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam HARMONISASI ASEAN di bidang kosmetika, Indonesia mulai
menerapkan Notifikasi dan Izin Produksi Kosmetika pada tanggal 1 Januari 2008. Untuk mengawal penerapan tersebut telah dikeluarkan beberapa peraturan baru yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1175 Tahun 2010 tanggal 20 Agustus 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1176 Tahun 2010 tanggal 20
Agustus 2010 tentang Notifikasi Kosmetika.
Kesiapan Industri Kosmetika di Indonesia juga patut didukung dan didorong untuk menjawab tantangan perubahan ini. Keseluruhan kesiapan ini, tentunya harus didukung
dengan kesiapan sistem, perangkat regulasi dan pedoman pelaksanaannya. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1175 Tahun 2010 tanggal 20 Agustus 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika dan beberapa peraturan teknis lainnya, menggantikan peraturan yang ada
karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kondisi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi terkini. Terbitnya peraturan baru ini, Pemerintah dituntut
untuk menerapkan prinsip-prinsip Clean Goverment dan Good Governance secara universal dan diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan
publik prima kepada masyarakat. Kualitas pelayanan publik prima dapat dapat diukur dengan ada tidaknya suap, ada tidaknya SPO, kesesuaian proses pelayanan dengan SPO
yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan.
Pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap produksi dan distribusi kosmetika, terutama pada era perdagangan bebas dalam rangka
melindungi masyarakat dari efek yang tidak diinginkan akibat penggunaan kosmetika dan
2
sekaligus dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha. Oleh karena itu, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian perlu menyusun pedoman
pelaksanaan pelayanan perizinan produksi kosmetika sebagai acuan dalam pelaksanaan proses perizinan produksi kosmetika.
2. TUJUAN