Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lainnya, lazimnya disebut droit de preference.
Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, yang berbunyi “ Apabila debitur
cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut
peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditur-
kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah”. Hak
yang istimewa ini tidak dipunyai oleh kreditur bukan pemegang hak tanggungan.
2. Sifat Dan Asas-Asas Hak Tanggungan
Apabila mengacu beberapa Pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, maka terdapat beberapa sifat dan asas dari hak tanggungan.
Adapun sifat dari hak tanggungan adalah sebagai berikut: 1. Hak tanggungan mempunyai sifat hak didahulukan
Kedudukan yang diutamakan bagi kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain droit de preference dinyatakan dalam
pengertian hak tanggungan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, “Hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lainnya”, dan juga dinyatakan didalam penjelasan umum Undang- Undang. No. 4 Tahun 1996 pada angka 4 Yaitu:
“ Bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada
kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang
negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku”.
2. Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi
menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan: “Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-
bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dan juga di
dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan:
“ Apabila hak tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
yang bersangkutan, bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai
masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan, yang akan dibebaskan dari hak tanggungan
tersebut, sehingga kemudian hak tanggungan itu hanya membebeni sisa objek hak tanggungan untuk menjamin sisa
hutang yang belum dilunasi”.
3. Hak tanggungan mempunyai sifat membebani berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah
Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanah juga berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan bahwa hak tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain. Hak Tanggungan dapat saja dibebankan bukan saja pada hak
atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut.
40
4. Hak tanggungan mempunyai sifat accessoir Hak tanggungan mempunyai sifat accessoir dijelaskan dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 angka 8, menentukan bahwa:
“ Hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu
perjanjian hutang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya”
40
Ibid, Hlm.26.
Lebih lanjut hak tanggungan mempunyai sifat Accessoir dinyatakan dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun
1996, menentukan bahwa: “Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan
pelunasan hutang tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang- piutang
yang bersangkutan atau perjanjian lain yang menimbulkan hutang tersebut”. Kemudian dalam Pasal 18 ayat 1 huruf a Undang-
Undang No. 4 Tahun 1996 menentukan: “hak tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan”.
Perjanjian pembebanan hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena ada
perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian hak tanggungan adalah perjanjian hutang-piutang yang
menimbulkan hutang yang dijamin. Dengan kata lain, perjanjian pembebanan hak tanggungan adalah perjanjian accessoir.
5. Hak tanggungan mempunyai sifat dapat diberikan lebih dari satu hutang
Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari suatu hutang dinyatakan dalam Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun
1996, menentukan: ’’Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu
hutang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum“.
Menurut Remi Sjahdeini, Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tersebut memungkinkan pemberian hak tanggungan
untuk:
41
1 Beberapa kreditur yang memberikan hutang kepada satu debitur berdasarkan suatu perjanjian hutang piutang.
2 Beberapa kreditur yang memberikan hutang kepada satu debitur berdasarkan beberapa perjanjian hutang-piutang
bilateral antara masing-masing kreditur dengan debitur yang bersangkutan.
6. Hak tanggungan mempunyai sifat tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada
Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak tanggungan itu berada berdasarkan Pasal 7 Undang-
Undang No. 4 Tahun 1996 menentukan: “Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”.
Dengan demikian hak tanggungan tidak akan hapus sekalipun objek hak tanggungan itu berada pada pihak lain.
7. Hak tanggungan mempunyai sifat dapat beralih dan dialihkan Hak tanggungan dapat beralih atau dialihkan sebagaimana
diatur dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan: “Jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan
beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab
41
Remi Sjahdeini,
Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan Suatu Kajian Mengenai Undang-
Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung, 1999, Hlm. 34.
lain, hak tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditur yang baru”.
Hak tanggungan dapat beralih dan dialihkan karena mungkin piutang yang dijaminkan itu dapat beralih dan dialihkan.
42
Ketentuan bahwa hak tanggungan dapat beralih atau dialihkan yaitu dengan terjadinya peralihan atau perpindahan hak milik atas
piutang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut atau hak tanggungan beralih karena beralihnya perikatan pokok.
43
8. Hak tanggungan mempunyai sifat pelaksanaan eksekusi yang mudah
Menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan: ’’Apabila debitur cidera janji, pemegang hak
tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan dibawah kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut“. Dengan sifat ini, jika debitur cidera janji maka kreditur
sebagai pemegang hak tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi hak tanggungan, juga tidak perlu meminta
penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi jaminan hutang.
Pemegang hak tanggungan dapat langsung mengajukan
42
PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan,
Materi Pendidikan Calon YuristBank Legal Officer, Palembang, 2006, Hlm.124.
43
Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta,
2005, Hlm. 105
permohonan kepada kepala kantor lelang untuk melakukan pelelangan objek hak tanggungan yang bersangkutan.
Selain sifat-sifat hak tanggungan tersebut di atas, hak tanggungan juga mempunyai asas-asas antara lain:
1. Hak tanggungan menganut asas spesialitas Hak tanggungan menganut asas spesialitas dinyatakan dalam
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan bahwa: “Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib
dicantumkan: a. nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia,
baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan,
kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas hutang atau hutang-hutang yang dijamin;
d. nilai hak tanggungan; e. uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan.
Lebih lanjut asas spesialitas yang dianut hak tanggungan dinyatakan dalam penjelasan Pasal 11 Undang-Undang No. 4
Tahun 1996, menentukan: “Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan,
tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut dalam ayat ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan
akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari hak
tanggungan, baik mengenai subjek, objek, maupun hutang yang dijamin“.
Menurut A.P Parlindungan menyatakan bahwa Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 merupakan “Suatu ketentuan
wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan, sehingga jika tidak dicantumkan secara lengkap maka berakibat akta yang
bersangkutan batal demi hukum“.
44
Dari rumusan Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, dapat diketahui bahwa hak tanggungan menganut asas
spesialitas dalam arti mengenai subjek harus diuraikan secara jelas mengenai identitas dan domisili pemegang dan pemberi hak
tanggungan, sedangkan mengenai objek hak tanggungan berupa tanah dan nilai hutang yang dijamin harus secara jelas
dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Lebih lanjut hak tanggungan menganut asas spesialitas dikemukakan oleh Budi Harsono, Bahwa “Dalam Akta Pembebanan
Hak Tanggungan selain nama, identitas dan domisili kreditur dan pemberi hak tanggungan, wajib disebut juga secara jelas dan pasti
piutang yang mana yang dijamin dan jumlahnya atau nilai tanggungannya, juga uraian yang jelas dan pasti mengenai benda-
benda yang ditunjuk menjadi objek hak tanggungan“.
45
Mengenai hak tanggungan menganut asas spesialitas menurut Sutarno menyatakan bahwa: “Uraian yang jelas dan terinci
mengenai objek hak tanggungan yang meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah, tanggal penerbitannya, tentang luasnya,
44
A.P Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Sejarah Terbentuknya, CV. Mandar Maju, Bandung, 1996, Hlm. 52.
45
Budi Harsono, Op Cit, Hlm. 422.
letaknya, batas-batasnya, jadi dalam akta hak tanggungan harus diuraikan secara spesifik mengenai hak atas tanah yang dibebani
hak tanggungan”.
46
2. Hak tanggungan menganut asas publisitas Hak tanggungan menganut asas publisitas sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 yang menentukan: ”Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada
kantor pertanahan“. Lebih lanjut asas publisitas yang dianut hak tanggungan
dinyatakan dalam penjelasan Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, menentukan bahwa: “Salah satu asas hak
tanggungan adalah asas publisitas, oleh karena itu didaftarkannya pemberian hak tanggungan merupakan syarat mutlak untuk
lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga”.
Menurut Sutarno mengemukakan asas publisitas dari hak tanggungan bahwa: “Akta hak tanggungan harus didaftarkan di
kantor pertanahan dimana tanah yang dibebani hak tanggungan berada”.
47
Mengenai hak tanggungan menganut asas publisitas, Remi Sjahdeini menyatakan bahwa untuk memberikan keadilan bagi
pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu hak
46
Sutarno, Op Cit, Hlm. 161.
47
Ibid, Hlm. 161.
tanggungan atas suatu objek hak tanggungan, yaitu dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang
memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu hak atas tanah.
48
3. Subjek Hak Tanggungan