Potensi Kebakaran Hutan Berdasarkan Ideks Kekeringan, Bahan Bakar dan Praktek Pembakaran oleh Masyarakat

I3OTENSIKEBAKilllAN i iU'TrlN

BERDASAIIKAN INDEKS KIjKEIelafi tirnur kota Jambi ternas.uk T a m Nasional W a k .

melmda kawasan Taman Nasiannl & r h k me&k

Keb&wan yang

perhatian k w n a kawasan

tersebut rnerupakan h w w n y ang dilindungi b i k nasianal maupun intemasionai.

Perurnusan Masalrih Terjadiayar Kebakarota Huton di hdonesia
Masalah kebakamn hutan di Lndanesia tejadi karena adanyst tiga faktor

u&ma yaitu manusia, h u m dan iklim (termas& cuaca) seprti di tunjukkan dalarn
Gambar 1. Unsur-wsur ikIim terutama curah hujm menentukan banyaknya
b h n bakar yang tersedia serta lamanya periode kebakaran dan tingkst keparahan

kebairaran. Unsur-unsw cuaca m e n e n t u b kadar air dan kernudahan terbakar


bahan b&ar serta mempengaruhi pt?ayekan kebahran, Hutan secara alam~
nnenghasihn bahan W r b e n a h y a faktor Mirn dm c m a .
Martusitt sesuai &n@n

tuntzltan hidupnya selafu m e m b u t h tambahan

lahan bant. Eial ini ber;tkiM terjadinya tekamn teahadap sumberdaya hutan oleh
kegiatm konversi hutan menjjadi lahnn non hutan. Dalam p r o w konversi ini

dapat tejadi penumpduin bahan bakar pada kawasan yang baru dibuka tersebut.
Pada kegatan wrryiapam l a b ymg akm d i m m i setelah diberakan juga tajadi

pembntukm bahm b

k di pemukaan Iahan.

b e n a itu, manusia dapat

menghasifkan bahan b&ar dari kegiatan yang dilakukannya dan kernucfian kondisi
bafian bkar tersebut ditentukaxz olch f'aktor cuaca.

Api sering die;unakm oleh manusia sebagai &ah satu nlat &lam proscs

penyiapan I
b Dengan menggunakan api, proses pembersihan I h n darz srsasisa tanaman yangmerupakan bahan b a k ~dapat berlangsung cepat dan ranpa

banyak biaya. Perencanaan penggunaan api atau pernbakaran yang tidak baik

dapat rnenirnbulkan terjadinya kebakaran yang tidak dikehendaki.

Upaya

mengurangi tirnbulnya kebakaran liar dapat dil&ukm dengan mengatur bahan

bakar dan mernbuat sekat bnkar. Selain itu, faktar cuaca khususnya angin dapat
rnenjadi FaXrtor yang mgat rnenentukan bag terjadinya sebunh kebakaran yang

tidak terkendali.

Earnbar 1. Skema perurnusan masalah terjadinya kebakaran hutm di Indonesia


Keb&wan hutan dan Iahan yang terjadi selalu rnenimbulkan kemgian.
Kerugian langsung berasal dari terbakamya vegetasi, sdangkan kerugian tidak
Iangsung dapat rnenjadi sanegat banyak. Meskipurr kebakaran sudah merupakan

bagan dasi ekasistem dunia, namun di Indonesia kebakwan lebih merupnkan
akibat perbuatan rnanusia. Upaya mengurwgi kerugian dapat dilakukan dengan

penanggulangm yaitu dexlgan m e r n b h api atau dengan cara pncegahan
yairu dengm rnengurangi terjadinya kebak;m.

Upaya rne~nidamkan api

tergolong suiit dan mahal. Upaya mengmmgi terjadinya kebakaran rnetalui

pernabman tentang resiko dari pengunam api pa&

l&m, keberabn M a n

bakar yang potensial terbah dan kandisi cuaca jauh lebih mur& dm ltbih


efektif.
Pmelitian ini dilakukan untu k mernplatjaxi tiga f&or yang krguna dalarn
upaya penceghan terjadinya kekkaran liar, yaitu cuaca (kserta iklim), b h a n
b k a r dan kegiatan pembakarttn yang d i f & W ddam ran&

penyiapan l a h .

Kondisi kekeringan cuaca dari waktu ke wahu dilihaf melahi indeks kekeringan
Keetch-Byam menggunakan data cuacat harim untuk dihubungkan dengan

kwdcteristik bahan b a b r dan potensi terjadinya k e U r a n liar. Karakteristlk
bahm bakar dilihat berdasarkan muatan, W a r air dan kandungan silika. Kegiatrtn

pembtbrm ymg dilakukm oleh masyardat dirtmati untuk meliht bagaimam
kegiatan tersebut dapat rnenjadi sumkr api bagi terjadinya suatu kebakaran yang
ti&

terkendali.
'Tujuarr Penelltian


Penelitiart ini bertujuaa untuk:
i

mengetahui kondisi kekering n cuaca di daerah peneli tian menggunakan
indeh kekeringan ketch-Byram,

2. mengetahui karakteristik bahan bakar pada dua kawasan yang berbeda,
3.

melihat potensi terjadinya penyebaran kebakaran alribat kegiatan pernbakaran

ofeh rnayaralraf.

TINJAWAN PUSTAKA
Indeks Kekeringita

Pendekatan untuk menyusun slam sistem penilaian bahaya kebakaran
sdalah dengan menunjukkm kemungkinan terbakmya M a n bakar untuk kond~si

iklim yang kragam (Dwming, 1995 hiurn Hatiman


el

ul., 1999). Indeks

kekeringan didefinisikan sebagai biiangan yang menujukkan pngaruh bersi h

(net eflecr) dari evapotranspirasi dan presipitasi yang menghasi l kan kekmngan

(defisiensi) kelengsm secara kumulatif pa& fapisan organik tanah yang &lam
maupun lapisan tanah yang lebih dangkal.

Karena itu, indeks kekeringan

merupkan suatu jumlah rrtau besaran ymg berhubungan dengan kemudahan
terbakar (#hmmubrlicy)bahan organik di tanah (Ketch cfan Byram, 1968).
Teoi fisik dan rmgka umum wltuk sebuah indeks kekeringan harus
rnencakup kondisi-kondisi iMim pa& selang ymg t w. Tean dan rangka ttrxbu t

didasarkan pstda pernikiran-pemik i m berikut ini (Ketch dsn Byram. I 968):

I.

k j u kehilangm kelengasan pa& wea hutan krgmtwg pada kernpatan
penurnpan vegetasi di area tersebut. Kernpatan pnutupan vegetasi dan

kemudian Irapasiras banspirasinya adalah fungi dari ram-rata curah
hujm t&unan. Selanjumya, vege-i

ahw rnenyesuaikm dirinya untuk

rnenggunakan sebagian banyak kelengasan yang tersed ia.
2.

Hubungm vegetasi dengan curah hujan didekati dengan sebuah kurva

eksponensial dimam taju pelepasan irelengwm &I&

sebuah fungsi dari

rata-rata curah hujan tahunan. Karena iru, lajunya berkwang dengan

berkurangnyn kcrapatan vegetasi d m j u p dengm berkurangnya rata-cata
cuxah hujan tahunan,

3.

Laju keklangan kelengasm dari tanah ditentukan oleh funpi-fungi

evaptranspirasi.
4.

Proses kehifangankelengasan tanah didekati denen set>&

bentuk kuwa

ekspanensial dimam keIeng,asan titik layti p m m a digunakan sebagai
tin&$ keIengasan terendah. Laju pengumrigan kef engztsan tanah smpa
titit layu pmanen, secm iarrpung sebmding dengm jumiah air

terseciia di Iapisan tanah pa& wgktu tertentu.
5.


Kec&laman lapism a n a h dimana proses kekeringan berlangsung adalah

ketika tanah mempunyai Irapasitas lapang seksar 200 mrn (8 inchi) &ri
air t e r d i a Pemilihan 200 mm addah menrpakaxl suatu kisaran brem
s&u& nilai numerik yang sangat tepat tidaklah d i p r l h n . Kelen-

tersedia seksar 200 m m sephnya cukup beraiasan untuk: digmakan

dalam pngendalim k e b k m n hutan karena pada heberap k a m
jumlah tersebut adaiab jumlah trruzspirasi v e p w i selama m u s h panas,

hdeks kekeringm Keetch-Byrm ini telah d i g u d m secara luas di
Amerika Serikat dan j u p relah ditakukan penyesuaian untuk penggunaan di
Australia dan hberapa negara lain yang berikfim trapis (Deeming, 1995). Di

Indonesia, John E. Deeming pertama kali memprkenalkm indeks ini patfa t&un
1995 untuk mengukur tingkat kebakaran pa&

kberapa ternpat di Kalimantan


Tirnur (Hoffman er al., 1999),

Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Terjadinya Kebakarao W u tan

Faktor ipendorong utarna terjadinya irebidwan adalah pexubrtharr &n
perencanam pnggunaan lahan.

Faktar tersebut rem kjalan, prosesnya

memakan waiEtu dm kejadian kebakaran hutan dm kabut asap untuk masa y m g

akan datafig b&al tenrlang kembali (Heil, 1998).
Peranan mnusia

Kebalrmn hutan dapat disebabkan aleh faktor alami rnaupun buatan (oleh
manusia). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa f&or alarni menyebabkan
kurang dari satu persen k e k h a n di Kalimmtan. Kebakm lainnya sering

merupakan &itrat dari tekanaxl sosial (faktor manusia) (Sahrjo dan Hwaeni,

1998). Kebakamn ymg melanda Xndonesia p d a tahun 1997 dan awal I998

kebanyah krawal dari pembakam yang dilakukan dengan sengaja
(Murdiyarso dan Lebel, 1998). Beberapa faktor yang diperkiralian menyebabkan
kebaktuan di Indonesia adal&: p e r n b u k . ~hutan dengan membakar, pcmbakaran

Iimbah kayu oleh eksploitasi hutan (pembalakan) dan tanaman tua perkehunan,

dm karakteristik dari biornas hutan yang mernungkinkan terbakar sendiri
(misalnya oleh petir). Narnun, bahan kayu biasanya sangat jarang terbakar sendiri
karena rnembutuhkan suhu yang tinggi untuk memicu (Gintings, er dl., 1998).

Kebanydan kebabran yang terjadi di Indonesia krawaf dari pembakaran

yang dilakukm oleh manusia. Hal ini ditunjuiriian data sebaran

trof+s.porpada

tahun I997 yang dikemukpkan oleh Saharjo (1998) yaitu: 45.95 % pa&
prkebunan, 24.76 % pa& piadangan krpiadafr, 15.49 % pada hutart produksi.
8.5 f % pada hutan tanaman, 4.58 ?4 pada hutan tindung dan taman nasional dan

1.20 % pada areat transmigrasi. Sebanyak 151 b d perusahan didugs telah

mefakulcan pernbakaran

tahun tersebut.

Selma p y e k AZIermtives f a Slash and Burn yang dilakukm aleh l C W
dan konsuxsium itmuwan Indonesia teridentatifihi bahwa pernbhran &pat

digtinah sebagai atat tetapi &lam hal lain juga d i g u d a n sebagai senjata,

Pembakaran digunakan sebagai strat untuk pertanian tradisional selluna bertahuntabu karena rnurah dan mudah. PernWaran mun@n juga digunairan sebagar

senjatst untuk menuntut status atas lahan. Hal ini dildcukan oleh masyarakat dan

prrgusaha k a n a status kepmifikan lahan ymg tidak jelas (Mwdiymso, f 993).
Sejumlah k e b a h a n besar di Amerika Utara disebablian ofch faktor

manusia. Banyak yang melakukan pernhkaran tidak dijags dan tidak dikanirol
pada saat terjadi kondisi yang rnemungkinkm timbulnya kebakaran besar. Secara

m u m , ha1 ini mencermihn ketidaktanggapzrxl pubIik terhdap ketrakaran hutan

yang krlangsung bertahun-tahun dan m a i h saja terus a&.

Sebanyak 65 D/o

kebaCcaran pa& h u m b r a ! di Amerika U t m dixbabkan oleh manusia namun

luas k e W m y a hanya 1 5 P/s dari keseIunrh (Stocks, 1991 dulum Grissum el
d.,
2000).
DI Amerika Serikat, lebih dari 90 % wnyebab setufirh kebaliaran hutan

adalah manusia. Dalam 10 tahun (1 989-1 998)

rata-iata teQadi

sekitar 1 00,000

kaXi kebhran dengm luas areal terbakar sehtar 1,335,462 ha setiap tahunnya

(Flannigan et ai., 2000), taamun sejumIah besar (98 %) f uasan areal yang terbakar

disebabkm oleh sejumiah kwil ( 1 %) kebhran (Straws et ul., 1989 dulum
Flannigan et al., 2000).

Faktor alam
Cuaca dm iklim mempengaruhi kebakaran hutan dengan cam yang

berkda &pi sling t e r h i t

C a r a m krsebut &l&

(1) iMim sangat

mempenganrhi jumlah total bahan bakar yang tersedia untuk pmbakaran, (2)

iMim rnenentukan seberapa pplnjang cfan sekrapa parah episode kebakaran, (3)

cwca rnengatur kadar air M a n balcar mati, selanjutnya kernudahan terbakar

~unomb~/h'yt),
dm (4) cuaca rnempunyai pngamh yang independen terhadap

p y a l a a n dan penyebaran kebakaran hutan (Chandler et d.,
1983).

Api &pat ti&k texkendali dan S a r a fiar menyebar khususnya ketika

terjadi kekeringan krkepnjangan. Kebakaran besar di hutan Indonesia selrtlu
kiwsosiasi den*

kejdian El Niifo (Murciiym, 1998). Selma El NiAo, hujan

dipindahkan ke arah timur Indonesia ke .Pasifik tengah menyebabkan kekeringrtn
pnjang dan c w a yang p a s Qi Indonesia, Filipina dan bagian utara Australia.

Suhu udara yang tin@ selama El Nillo mengefingkan bahan yang berpatensi
terbaknr.

Banyak spekulasi dan kesalahan konsepsi ytrng dibuat bcrktnann

dengan isu kebdaran dan Fenomena El NiTLo. Index Osilasi Selatan atau Sourh

Bahan Bnkar
kfiniai

Kebakaran hutan voresr fire) adalah kebakaran yang ti&

tersekat

(unenclosed)dm rnenyeba s e c m bebas (liar), yang memlrakar M a n bakar alam i

di h u m seprti sera&,

rerumputan, gulma, semak ktukar, dan ppohanan

J

tc:rm~isuk;perakm atau batang

kayu yang t e & m

s
e
w
a
n atau s e l ~ y a

serta kayu yang $el& melap&. Dalarn praktek pengendalitan kebakaran, istilah

kebakaran h u h umum digunakm sebapi sinonirn dari k e M m l iiu f wildfire)
atau kehkam yang ti&

dinginkan wtuk krjadi (Davis, 1959). Kebakaran

sebagai sdah satu faktor ganggum &lam ekosistern adalrrh katalis alarni terhadap
keragaman yang menumbuhkm kestrtbiIan dafm kebanyakan ekosistem (Vo@,
197 1 J u l ~ mWright dan Bailey, l982), dimana ha! ini rnerupakan darnpak psitif
dari suatu kebakaran.

Bahan W a r hutan (fhresr fiiel) didefinisikan oleh FAO/IUFKO sebagai

scgala sesuatu bafian akiu campuran yang &pat dibakar &n bahm yang &pat

menyala (Ford-Robertson, I 97 1 Julum Chandler et oal,, 1983), Bahan bakar
bexsarna cuaca dm topgrafi merupakan tiga frtlctor yang umum mempengamhi
perilaku kebakam liar. Dari tiga faktor tersebut, bentuk topografi &n kondisi
cuaca addah f&or ymg sedikit sekali &pat dipenpuhi oleh manusia (Hirsch
dan Pengelly, 1997). Bahan baka ymg krup biomass hidup dan mati per unit

Iuas merupkm besamya jwnlab energi ymg tenimpan yang rnenentukan
karakteristik kebkaran potensial di lapangan (Whelan, 1 995).
Jeais-jenis bahan bakar
Bahan bakar juga dapat dibedrtkan jenisnya krdasarkan psisinya di

h u m . Davis (1959) rnernhgi jenis b a b Mar ke &lam dua bagian, yaitu
groundfuel (khan baicaf b a d ) dan uerialfuel ( W n Mar atas). B&an M a r

bawah adalah setiap bahan hidup atau mati yang dapt terbakar yang berada di
atas prmulraanWah mineral sampai ketinggian 2 meter di atas pemukaan tanah.

Bahan bakar atas adalafi semua bahan hidup atau mati yang terdapat p d a lapisan

ajuk:h u m yrtng lebih tin@

cii atas 2 meter. Pyne et al. (1996 &lam DeBano, er

al., 1998) dan Anonymous (2000)rnengkagarikan baban bakar menjadi t i p ,
yaitu p t i n d f i e l (bahan bakar di bawh permuhm W),sujbce fuel (bahan

War Qi pemukaan

a)
dm lrerial abu crown fuel (Wan War di

pmukaan bnah).

Bahan W a r b a d p e m h adatah bagian dm sisa

atas

vegemi yang sedan%melapuk, =perti p e d m m dan hyu yang te*m, tanah
organik, dan temasuk jugct gambut. Bahan War permukaan adalah sernua

bagian maupun sisa vegemi yang berada di, atas tanah sampai ketinggian 2 meter.
Tem~ukUrnjenis ini misdnya sexasah, remmputarr, tunggd (tong@), pohan

turnbang* pohorz kecil, mrtupun cabang atau daun dari p h o n besw yang b e d
pada ketinggian kurmg &ri 2 meter.

bakw atas p e m u h adalah semw

bagan vegetasi yang b e d di atas keeinggian 2 meter. Tajuk hutan, tegakan
mati, maupun vegetasi yang hidup pacia vegetasi lain termauk &lam jenis bahan

b&ar ini.
US.D,A. Forest

Service

mem buat klasifikasi kebakaran hutan dalam

kaitannya dengan ketersedinan bahan bakar seba&aikrikut (Davis, 1959):
1.

Kebakaran permukaan (surfwefire) adaIah kebakaran ymg rnernbakar
sewah di pemukaan, bagian fain tanaman yang telah melapuk di

lanai hutan, dan vegetasi kecil. K e k h a n pmukaan urnurnoya

sering terjadi pertama kali d a l m suatu kebakaran hutan.
2.

Keb,rtkasan bjuk (cruwnfire) addah kebakarw yang rneluas &ri

shttu

tajuk ke bjuk laimya (pohon atau blukwti)dan (kurang lebih) terlepas

dari kebabran permukaan. K e W n ini &lah k e W m hutan
yang penyebarannya pa! l ng cepat.

potensial (potential fuel load) adalah jmlab baha yang dapat terbakar dalm

kebakaran yang paling berat yang dapat tejadi pada suatu a m tertentu. Jumlrtb
ini merupakan nilai maksimal. Muatan W a n M a r & M a (ovailubiefuel load)
aclalah jumlah Wan W a r yang dam terbaxrar dalam kondisi kebakrtran pada
cwea tertentu.

Besaran ini adalah pnting dan wring d i g w h n ddam

prenmaan p e m h k a m terkendali (prescribed burning).

b. Ukuran b&w b&r
Ukuran Man baknr memiliki penganth paling bear pa& kekkaran

dengm intensitas yang kecil dan pada tafiap a w l prrumbuhm kebakaran ksar.

Chandler et uul. (2983) mengemukdcan bahwa h
h
n
m bak;ar mati ymg krdiameter
Iebih ksru dari 1-2 crn kecil wnganbya terhdap Iaju pcnjataran, m u n
m e m p n g m h intensitas konvebi dan realcsi p e m b k m n . Bahan War hidup
berdiameter lebih dari 2-5 cm jika tidak t e W w hbis &pat berperrtn sebagaj
penyerap panas sehingga mengunin@ laju penjalaran kebakaran. Perhitungm

muatan M a n b a W tersedia sucfab cukup b i k dengm melakukn pernisahan

bahan b&m dalam kategari tajuk, balm berdiamekr h a n g dari 0.5 cm, 0.5-1
cm,1-2 cm, 2-5 cm,5- 10 cm d m iebih cfari 10 cm. Untuir sejumlrth tertentu balm
b&r

&lam luasan tertentu, Iajju Icebakmmya &an meningkat dengaxx

rneni-p

arcsigen. Den*

I-

pemukaan bahan W, karener meningkatnya suplai
mzakin kecihya &wan balun War3d m proses tmisfer panas

melalui radirtsi, konveksi dan konduksi chi titik yang sadang terbkar ke bahan
yang belum terbakar ciapat bedaxlgsmg bemametan sehingga suhu penyalm =pat

tercapai (Davis, 1959). Istilah rash luas pmukaan terhadap volume (sujiPce to
votocme ratio) dihubtlllgkm dengm ukuran bahan bakeu (be= atau tebal), di mana

s e d i n besar rasio maka berarti semakin kecil ukuran bahan bakar (Anonymous,
2000). Pa& bahan b h r dengan kadm air, ke~apatand m kandungan kirnia
tertentu, waktu krtahan (resilience time), yaitu la~anyamike! balm balcar
&pat tetap rnenyala, secara langsung krhubungan dengm &wan partlkcl Mart

b&ar tersebut. Suatu bahan bakar berkayu dengasl kadar air 4-10 p r s n &an
mempunyai wahw bertahan (dalam menit) sekitar 3 kdi diameter (&tam
sentimeter) bahan bakarnya, rnisalnya sebatang kayu hrdiameter 10 cm akan
terns menyala setelah penyalaan sekitar 30 menit (Chandler el #I., 1983).

c. Kadar air batran Itaka
Kadar air merupakan haj yang paling penting dari sekian banyak sifat
balm bakar uxltuk rnengevaluasi kernuddm krtrdm bahm bakar. Variasi b d a r

air dari hari ke hasi atau dsrrr' rninggu ke minggu menycWkan variasi pads

kemudahan terbakar bahan W a r (Deeming, 1995).

Kadar air M a n hkar

rnempunyai hubungm-hubwgan yang kompleks dan berubah dari waktu ke
wakru. Pad;t W

n trdm hidup, koldar air tajuk dm rantingranting kecil diatur

oteh proses fisialogis. Daiam ha1 ini, besarnya pentbalun kadar air sangat terkart
erst dengan perubahan suhu harian dibanding flu)rtu;isi kelembah udara rnaupwr

M a r air W. Selama kekeringan yang berkepjangm, kadar air tajuk &pat
krkurang sangat banyak. Pa& bahan b d m mati, kehilangan air bertangsung
rndalui tiga mehisme dengm rnelib&an proses fish yang sangat berbeda.

Mekanisme pertsuna adaloth pnguapan (evaparasi) yang merupakan fungsi dari
s&u

udara,radiztsi ma-,

kelemhbaxl relatif dan etngin. Mekanisme ini terjadi

pads kehilmgm air pa& badan p e m h teriuar. Mekanisme kdua adalah

d i h i kapifaritas yaitu pergeraIcan air ke hgim p r m h a n dwi bagian &lam

bahan b&ar ketika W a r air balm Mar di

am 30-35 persen. Pergemkan ini

tertahan hstnya oleh gaya t e p g a n pemukaan. Laju p r p i n d h n ini ditentukan
terutama oleh struktur internal Wan Wamya.

Mekanisme ketiga adalah

prnutusan ikatan hidrugen pub air yang terikat W r a kirniawi (bound wafer)

pa& senyawn kayu &lain bentuk ikatan hidrogen. Semakin rendah kadar air,
semakin bestir energr' ymg diperlukan untuk melepaskm air terikat ini (Chandler
er al, 1983).

Bahan bakar mati &pat juga menyerap air melatui berbagai mekanisme
yang =ling tidak krhubunpn. Air diserap dari hujan, embun, butiran k&ut, air

dari tan&, dan dari atmosfer sectira lanpung

Penyerapan dari hujan dan

langsung dari atmosfer adalah dua proses yang paling banyak diarnati dan
diketahui, Meskipun bujm diukur s c a m rutin, namun jumlafx air yang rnencapai
bahm bakar mati di pemukaan terhadmg oleh adanya intersepsi tajuk dan aliran

pada batang (stemflow) (Chandler er at, 1983). Peneliti-penelitl di Amerika
setelah rnefakukrtxl pnditian yang panjmg menyimpulkan bahwa untuk
rnemprediksi WX
air Man W a r lebih baik bila mengkorelasikannya dengan

lmanya kejsldian hujan @berg,

1977 ddam Chandler ef a/, 1983).

Bahm bakar mati mernpunyeti sifat yang dapat menyerap air dari armasfer
sekihmya (higroskupis) atau sebaIiknya rndepkm kdengasan srunpai terjadi
kesetimhgan. Kadar air pada kundisj kesetimhgarr ini disebut ka&r air

setimbarig {equillibrim moisture conrent* EMQ. Besaran ini &tentdm aleh
suhu dan kelembban relatif udaa, serb oleh sifat-sifat i n t e d Man b&ar.

Karena proses kehif angan (desupriion) dm penyerapan (adsorptmn) keiengasan
krlangung pda proses ymg berb-

m h njlai EMC dua proses itu juga

berkda.

Gambar 3 memperlihath

him

EMC pda proses kehilangm

kelengasan dari beberapa jenis M a n bakar hutan. Pada a w l dekxtde 60-an,

Byram membuat konsep jeda wktw (time lag) yaitu lam~tnya waku yang
dibutuhh b r t h bakw untuk: kehilangm 213 dari air yang krada antara kadw air

EMC dengan kadar air akualnya (Chandler
rnenggudm istifah berat kering

ucjrua

ei

a / , 1983).

Senc (1990)

untub: menggmbarkan berat kayu padrt

kondisi kacfar air b yu tetah mencapai