Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR
Oleh Perdamean Abadi. P
061201018 Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi

:Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir : Perdamean Abadi P : 061201018 : Manajemen Hutan

Ketua,

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Anggota,

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D NIP.19740721 200112 2 001


Yunus Afifudin S.Hut., M.Si NIP.19760725 200812 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D NIP.19710416 200112 2 001

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Fire is one cause damaging to forest and land run quick and make a great impact. Economic lossed is estimated approximately 10 bilion dollars. To reduce fire effct are needed fire management and early warning. One of the efforts to suggest is adopting the information system on fire. The objective of research are to know fire danger rating on Samosir from the year 2009, 2010 and 2011.The data analysis we conducted in laboratory of forest inventory Departemen Faculty Of Agriculture adopted there spreadsheed exel and used software Arc.View 3.3. Rainfall increasingly on hotspot decreasingly. The hotspot and drought index can be used and simultaneouse early warning system for forest and land fire in Samosir.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Samosir dengan menggunakan data suhu maksimum, curah hujan dan titik panas harian, bulanan dan tahunan 2009, 2010 dan 2011. Analisis data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian dengan menggunakan Spreadsheet exel dan perangkat lunak Arc. View 3.3. Banyaknya titik panas yang terdeteksi dan tingginya indeks kekeringan yang diperoleh, terjadi jika curah hujan yang terjadi rendah dan bahkan tidak terjadi hujuan. Titik panas dan indeks kekeringan dapat digunakan secara bersama-sama sebagai sistem peringatan dini kebakaran sebagai pencegah dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang besar.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Perdamean Abadi P, dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 30 Juli 1988 dari ayah yang bernama B. Perangin-angin dan Ibu B. Br Pandia. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara.
Pendidikan formal pertama penulis dimulai pada SD Tingganderket tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Xaverius 1 Kabanjahe pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA N 1 Kabanjahe pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006 dan pada tahun 2006 pula penulis di terima masuk di Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara dari jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis telah mengikuti berbagai kegiatan seperti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Pulau Sembilan dan Tangkahan. Penulis juga telah melakukan praktek Kerja Lapangan (PKL) selam satu bulan di HPHTI PT. Arara Abadi. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana penulis telah menyusun karya ilmiah yang berjudul Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir di bawah bimbingan ibu Rahmawaty S.Hut M. Si ph.D dan Bapak Yunus Afiffudin S. Hut M.Si
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun skripsi ini. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah ” Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Indeks Kekeringan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ketua komisi pembimbing saya Ibu Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan anggota komisi pembimbing saya Bapak Yunus Afifudin S.Hut., M.Si yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan dalam skripsi ini. Serta ucapan terimakasih kepada kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, dan kepada teman-teman yang telah banyak membantu selama melakukan penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik mengenai isi maupun dalam penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna meningkatkan kualitas dan kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Terimakasih.
Medan, November 2012 Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii DAFTAR TABEL .......................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN................................................................................vi PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar belakang.................................................................................. 1 Tujuan.............................................................................................. 3 Manfaat ............................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4 Perilaku kebakaran ........................................................................... 4 Proses terjadinya kebakaran.............................................................. 4 Segi tiga api ..................................................................................... 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kebakaran..................... 6 Kondisi pendukung .......................................................................... 8 Satelit Pemantau Hotspot................................................................. 10 National Oceanic And Atmospherric Administrarion (NOAA) ......... 10 Citra Modis (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)...... 11 Kebakaran di Kabupaten Samosir ................................................... 12 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN................................................ 15 Letak Geografis............................................................................... 15 Peta Wilayah Kabupaten Samosir .................................................... 16
Universitas Sumatera Utara

Iklim ............................................................................................... 17 Penggunaan lahan............................................................................ 17 METODE PENELITIAN............................................................................ 19 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 19 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................... 19
Bahan .................................................................................. 19 Alat...................................................................................... 19 Pengumpulan informasi dasar penelitian.......................................... 20 Pengolahan data................................................................... 20 Perhitungan indeks kekeringan KBDI .................................. 20 Analisis data ........................................................................ 22 Analisa kebakaran dengan data hotspot ................................ 22 Hubungan Kejadian Hujan dan Sebaran Titik Panas............. 22 Hubungan Titik Panas Dan Indeks Kekeringan KBDI ......... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 24
Sebaran Titik Panas Bulanan Di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 Dan 2011 ...................................................................... 24 Peta sebaran titik panas di Kabupaten Samosir ................................ 26
Curah Hujan dan titik Panas Di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan 2011................................................................... 27 Hubungan sebaran titik panas dan indeks kekeringan KBDI........ 34 Prediksi ancaman kebakaran berdasarkan Indeks KBDI dan titik panas ................................................................................... 36 Sistem informasi kebakaran di kabupaten samosir ........................... 39
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 41 Kesimpulan ..................................................................................... 41 Saran............................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 42 LAMPIRAN ............................................................................................... 44

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Halaman
1. Jenis-jenis data yang digunakan ................................................................................. 19 2. Skala Indeks Kerawanan Kebakaran............................................................................ 22 3. Sebaran Titik Panas tahun 2009, 2010 dan 2011 di Kab. Samosir................................ 24 4. Curah Hujan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir tahun 2009, 2010 dan 2011......... 27 5. Jumlah Titik Panas dan Indeks Kekeringan Bulan Juli Kecamatan Pangururan
Tahun 2009, 2010 dan 2011 ......................................................................................... 33
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Segitiga Api ........................................................................................................................... 6 2. Peta Kabupaten Samosir.......................................................................................................... 16 3. Sebaran Titik Panas Bulanan Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan 2011 ....................... 25 4. Peta Sebaran Titik Panas Kabupaten Samosir .......................................................................... 26 5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan 2011........................................................................................................................................... 28 6. Kejadian Hujan Indeks Kekeringan di Stasiun Pengamat Hujan Pangururan
Tahun 2009, 2010 dan 2011 ..................................................................................................... 29 7. Kejadian hujan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan Simanindo Tahun
2009, 2010 dan 2011................................................................................................................ 29 8. Kejadian hujan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan palipi Tahun
2009, 2010 dan 2011................................................................................................................ 30 9. Kejadian hujan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan sitiotio Tahun
2009, 2010 dan 2011................................................................................................................ 30 10. Sistem Informasi Kebakaran di Kabupaten Samosir .............................................................. 35
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Data Curah Hujan Harian Tahun 2009, 2010 dan 2011................................................ 45 2. Data Temperatur Maximum Harian Tahun 2009, 2011 dan 2011................................. 56 3. Sebaran Titik Panas Tahun 2009, 2010 dan 2011 ........................................................ 59
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Fire is one cause damaging to forest and land run quick and make a great impact. Economic lossed is estimated approximately 10 bilion dollars. To reduce fire effct are needed fire management and early warning. One of the efforts to suggest is adopting the information system on fire. The objective of research are to know fire danger rating on Samosir from the year 2009, 2010 and 2011.The data analysis we conducted in laboratory of forest inventory Departemen Faculty Of Agriculture adopted there spreadsheed exel and used software Arc.View 3.3. Rainfall increasingly on hotspot decreasingly. The hotspot and drought index can be used and simultaneouse early warning system for forest and land fire in Samosir.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Samosir dengan menggunakan data suhu maksimum, curah hujan dan titik panas harian, bulanan dan tahunan 2009, 2010 dan 2011. Analisis data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian dengan menggunakan Spreadsheet exel dan perangkat lunak Arc. View 3.3. Banyaknya titik panas yang terdeteksi dan tingginya indeks kekeringan yang diperoleh, terjadi jika curah hujan yang terjadi rendah dan bahkan tidak terjadi hujuan. Titik panas dan indeks kekeringan dapat digunakan secara bersama-sama sebagai sistem peringatan dini kebakaran sebagai pencegah dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang besar.
Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bencana kebakaran hutan dan lahan akhir-akhir ini sudah semakin
mengganggu, baik ditinjau dari sudut pandang _ystem maupun ekonomi. Pada tahun 1997/1998 sekitar 10 juta hektar hutan, semak belukar dan padang rumput terbakar, sebagian besar dibakar dengan sengaja (CIFOR, 2006). Setyanto dan Dermoredjo (2000) menyebutkan bahwa kebakaran hutan paling besar terjadi sebanyak lima kali dalam kurun waktu sekitar 30 tahun (1966-1998), yakni tahun 1982/1983 (3,5 juta ha), 1987 (49.323 ha), 1991 (118.881 ha), 1994 (161.798 ha) dan 1997/1998 (383.870 ha).
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sering mengalami kebakaran, hal ini dapat dilihat dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya. Hal ini juga terlihat dari jumlah persentase titik api sebagai _ystem_or kejadian kebakaran hutan dan lahan. Pada periode 1998–2006, jumlah titik api tahunan di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi sekitar 2.116 titik. Jumlah titik api terendah sebesar 1.037 pada tahun 1999 dan jumlah tertinggi yaitu 3.900 titik api pada tahun 2005 (ITTO, 2010).
Sistem informasi kebakaran merupakan sistem yang bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang efektif dan efisien melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi. Sistem ini meliputi 3 aspek penting di dalam pengelolaan kebakaran
Universitas Sumatera Utara

hutan dan lahan, yaitu: peringatan dini, pemantauan kebakaran dan penilaian dampak kebakaran. Sistem informasi kebakaran sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak 1994 oleh berbagai proyek bantuan luar negeri khususnya di dalam upaya peringatan dini dan pemantauan kebakaran (Solichin dkk, 2007)
Kebakaran yang terjadi di Kabupaten Samosir merupakan ancaman utama bagi program rehabilitasi lahan. Kebakaran ini terjadi akibat dari menjalarnya api dari lahan-lahan milik penduduk yang kemudian membakar lahan yang direhabilitasi. Penjalaran api sangat cepat dan mudah, disebabkan oleh vegetasi yang tumbuh di areal tersebut merupakan jenis rumput-rumputan seperti alangalang, sanggar, dan pinpin yang sangat mudah terbakar. Penjalaran api akan sangat cepat disebabkan oleh hembusan angin dari danau yang kemudian mempercepat penjalaran api searah dengan arah angin sehingga kebakaran menjadi tidak terkontrol. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran dan kewaspadaan masyarakat akan bahaya kebakaran yang terjadi di areal yang ditumbuhi jenis rumput-rumputan yang mudah terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Samosir sering terjadi karena masih kurangnya informasi kepada masyarakat tentang hal-hal yang dapat memicu kebakaran secara meluas sehingga apabila sudah terjadi kebakaran dengan skala besar maka kebakaran itu mulai dipadamkan. Oleh sebab itu maka penelitian tentang _ystem informasi kebakaran hutan dan lahan sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan secara meluas di Kabupaten Samosir.
Universitas Sumatera Utara


Tujuan 1. Memperoleh informasi kebakaran hutan dan lahan di Daerah Kabupaten Samosir 2. Memprediksi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Samosir
Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
tingkatan kerawanan kebakaran yang berhubungan dengan tingkat kekeringan dan titik panas di Kabupaten Samosir.
Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Kebakaran Perilaku kebakaran dapat didefenisikan sebagai cara dimana api di alam
berkembang, bagaimana bahan bakar terbakar, perkembangan nyala api dan penyebaran api dan bagaimana api bereaksi terhadap variabel-variabel bahan bakar, cuaca atau iklim dan topografi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhinya (Thoha, 2008).
Menurut Sagala (1999) kemungkinan kebakaran yang terjadi di hutan lebih besar pada kawasan hutan yang tidak terlalu rimbun, sehingga banyak ditumbuhi semak belukar yang kemudian akan menjadi bahan bakar pertama dari api. Dalam hal ini bisa dibandingkan dengan hutan primer yang kanopinya sangat tebal sehingga dapat menghalangi sinar matahari masuk ke lantai hutan sehingga semak belukar tidak mungkin untuk tumbuh subur. Proses Terjadinya Kebakaran
Pembakaran adalah proses yang stabil (Steady state) dari bentuk khusus oksidasi dan kebalikan dari proses fotosintesis dimana dapat dibedakan dalam flaming dan glowing. Pembakaran flaming adalah cahaya oksidasi gas-gas yang dihasilkan dari dekomposisi bahan bakar sebagai nyala besar, turbulen dan difusi (Thoha, 2008).
Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya, perkembangan kebakaran hutan terdiri dari dua proses yang disebut dengan penyalaan dan pembakaran. Penyalaan adalah fase transisi antara pra-pemanasan dan fase pembakaran yang tidak stabil dan mempunyai suhu antara 204-3710C.

Dasar dari proses terjadinya kebakaran adalah proses pembakaran secara

kimia dan fisika. Energi yang tersimpan dalam biomassa dilepaskan pada saat

bahan-bahan seperti daun, rumput dan kayu berkombinasi dengan oksigen


membentuk karbondioksida (CO2), air dan sejumlah substansi lain. Dengan kata

lain, reaksi ini merupakan reaksi kebalikan dari fotosintesis, dimana CO2, air, dan

energi matahari berkombinasi suatu energi kimia simpanan dan oksigen, seperti

yang tergambar di bawah ini:

Reaksi pembakaran:

(C6H10O5)n + sumber penyulutan (panas)

CO2 + H2O + panas

Reaksi fotosintesis:

CO2 + H2O + energi matahari

(C6H10O5)n O2


(Thoha, 2008).

Segitiga Api Kebakaran dalam hutan dapat terjadi apabila sedikitnya tersedia tiga
komponen yaitu bahan bakar yang potensial, oksigen atau udara, dan penyalaan api atau panas. Seluruh komponen penyusun hutan pada dasarnya dapat merupakan bahan bakar untuk kebakaran hutan. Potensi komponen tersebut sebagai bahan bakar, baik sendiri atau kumulatif, ditentukan oleh jumlah, kondisi terutama kadar airnya, dan penyebaran dalam hutan.

Universitas Sumatera Utara

Bahan bakar

Oksigen

Api

Panas Gambar 1. Segitiga Api
Prinsip segitiga api ini merupakan dasar dalam strategi penanggulangan kebakaran hutan. Dengan mencegah bertemunya ketiga komponen segitiga api tersebut maka terjadinya kebakaran dapat dihindarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi bahan bakar hutan yang potensial maupun sumber panas yang dapat terjadi karena faktor alam dan manusia (Sumardi dan Widyastuti, 2002).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kebakaran 1. Karakteristik Bahan Bakar
Pada dasarnya, karakteristik bahan bakar dikelompokkan ke dalam dua kategori: sifat bahan bakar intrinsik dimana mencakup kimia bahan bakar, kerapatan, dan kandungan panas dan sifat ekstrinsik meliputi kelimpahan relatif dari berbagai ukuran komponen bahan bakar, fraksi yang mati (fraction dead) dan kekompakan bahan bakar. Di hutan tropis, karakteristik bahan bakar bervariasi antara tempat dan waktu. Hutan gambut dan berkayu merupakan bahan bakar yang baik karena mengandung nilai kalor sangat tinggi atau kapasitas panas. Disamping itu, pembangunan hutan tanaman dengan spesies eksotik seperti Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus bisa menyumbangkan

Universitas Sumatera Utara


pertambahan resiko kebakaran. Khususnya selama musim kering karena akan terjadi muatan bahan bakar yang tinggi di lantai hutan.
2. Kadar Air Bahan Bakar Kadar air bahan bakar sebagai kandungan air pada partikel bahan bakar
adalah faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku kebakaran hutan, dimana begitu jelas dan nyata mempengaruhi tingkat kebakaran khususnya daya nyala bahan bakar hutan. Selain itu, kandungan air yang lebih tinggi panasnya dibutuhkan untuk melepaskan uap air sebelum bahan bakar dimakan api. Sehingga, tingkat kebakaran dan daya nyala bahan bakar akan berkurang. Oleh karena itu, kadar air bahan bakar dapat digunakan pada peramalan perilaku api sebagai respon bahan bakar terhadap perubahan faktor-faktor lingkungan seperti presipitasi, kelembaban dan suhu.
Kadar air ditekankan pada kadar air bahan bakar mati dan bahan bakar hidup. Kadar air bahan bakar mati bervariasi dari 1-2 % pada gurun, 300% pada kayu lapuk, 200% pada lapisan-lapisan yang dalam dan pada kayu sumbu. Hal tersebut dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (Thoha, 2008). 3. Faktor Cuaca dan Iklim
Iklim dan atau cuaca adalah salah satu unsur segita lingkungan api disamping bahan bakar dan topografi. Cuaca dan iklim mempengaruhi kebakaran hutan pada berbagai cara yaitu menentukan jumlah total ketersediaan bahan bakar, panjang dan kekerasan musim kebakaran, mengatur kadar air dan daya
Universitas Sumatera Utara

nyala bahan bakar hutan yang mati, berpengaruh tidak langsung pada penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.
Chandler et. al (1983) dalam Thoha (2008) menyatakan bahwa cuaca dan iklim mempengaruhi kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan yaitu:
1. Iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia 2. Iklim menentukan jangka waktu dan kekerasan musim bahan bakar 3. Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk
terbakar 4. Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan
4. Topografi Menurut Saharjo (2000) dalam Thoha (2008), dampak lereng pada satu
daerah yang terbakar adalah sama dengan dampak angin. Penjalaran api dibawa hingga mendekat kepada permukaan akibatnya pra-pemanasan bahan bakar berlangsung lebih cepat terhadap bahan bakar yang berdekatan dengan muka api. Dampak penting lain dari topografi adalah interaksinya dengan iklim lokal dan kelompok kecil dari komunitas tanaman. Api yang bergerak menaiki lereng dapat terbakar dengan cepat dan dengan intensitas yang tinggi. Kondisi Pendukung
Faktor kedua penyebab kebakaran adalah kondisi pendukung yang juga dipengaruhi oleh alam (iklim) dan juga manusia. Kemarau dan kekeringan yang disebabkan oleh adanya fluktuasi iklim sebenarnya sudah lama terjadi, namun kebakaran besar di daerah tropis tidak banyak tercatat oleh para peneliti sebelum
Universitas Sumatera Utara

tahun 70an. Kejadian kebakaran hutan tropis mulai sering muncul setelah tahun 1982/1983. Hal ini disebabkan adanya perubahan vegetasi dan dampak yang sangat drastis serta pengaruh sosial ekonomi masyarakat. 1. Perubahan Tutupan Lahan
Perubahan tapak yang dimaksud meliputi perubahan tutupan lahan dan perubahan hidrologi khususnya di lahan gambut. Indonesia yang dulunya sebagian besar merupakan hutan hujan tropis primer menjadi hutan bekas tebangan atau terdegradasi akibat pengusahaan hutan dan exploitasi kayu secara besar-besaran sejak awal tahun 70an. Hilangnya tajuk atau kanopi pohon besar menyebabkan kondisi hutan menjadi lebih terbuka terhadap sinar matahari dan iklim mikro menjadi lebih kering. Limbah bekas tebangan juga seringkali menjadi bahan bakar yang sangat potensial meningkatkan intensitas kebakaran. Di hutan yang terdegradasi menjadi semak belukar, bahkan menjadi lebih rawan lagi terhadap kebakaran, karena mudahnya penyulutan dan penyebaran api. 2. Perubahan Hidrologi
Perubahan hidrologi khususnya di lahan gambut juga merupakan kondisi yang sangat mendukung terjadinya kebakaran. Akibat terbatasnya lahan untuk pertanian, perkebunan dan hutan tanaman, banyak lahan gambut dalam yang dikeringkan (drained) dengan membuat kanal-kanal yang membelah kubah gambut. Selain mengeringkan lahan gambut, kanal juga berfungsi sebagai aksesibilitasi bagi masyarakat untuk masuk jauh ke dalam areal lahan gambut untuk melakukan aktifitas yang seringkali juga menimbulkan kebakaran. 3. Pengaruh Sosial Ekonomi dan Budaya

Universitas Sumatera Utara

Sebagai salah satu faktor utama di dalam penyebab kebakaran, perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi serta budaya. Faktor kemiskinan sering diusung sebagai faktor utama yang mengarahkan prilaku membakar hutan. Karenanya banyak pendekatan pencegahan kebakaran dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Namun demikian, budaya penggunaan api sebenarnya juga sudah lama diterapkan oleh banyak masyarakat tradisional yang hidup di sekitar hutan atau peladangan berpindah (Thoha, 2008).
Satelit Pemantau Hotspot National Oceanic And Atmospheric Administration (NOAA)
Satelit NOAA merupakan satelit meterologi generasi ketiga milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat. Munculnya satelit ini untuk menggantikan generasi satelit sebelumnya, seperti seri TIROS (Television and Infra Red Observation Sattelite, tahun 1960-1965) dan seri IOS (Infra Red Observation Sattelite, tahun 1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA adalah pada ketinggian orbit 833-870 km, inklinasi sekitar 98,7 ° – 98,9 °, mempunyai kemampuan mengindera suatu daerah 2 x dalam 24 jam (sehari semalam).
NOAA merupakan satelit yang dapat diandalkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan fisik lautan/samudera dan atmosfer. Seri NOAA ini dilengkapi dengan 6 (enam) sensor utama, yaitu :
1. AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), 2. TOVS (Tiros Operational Vertical Sonde), 3. HIRS (High Resolution Infrared Sounder (bagian dari TOVS),
Universitas Sumatera Utara

4. DCS (Data Collection System), 5. SEM (Space Environment Monitor), 6. SARSAT (Search And Rescue Sattelite System). Di antara 6 (enam) sensor utama di atas, maka sensor yang relevan untuk pemantauan bumi adalah sensor AVHRR dengan kemampuan memantau lima saluran yang dimulai dari saluran tampak (visible band) sampai dengan saluran inframerah jauh (far infrared band). Periode untuk sekali orbit bagi satelit NOAA adalah 102 menit, sehingga setiap hari mengasilkan kurang lebih 14,1 orbit. Bilangan orbit yang tidak genap ini menyebabkan sub-orbital track tidak berulang pada baris harian walaupun pada saat perekaman data waktu lokalnya tidak berubah dalam satu lintang (Rustadi, 2012).
Citra Modis (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) Adalah program yang luas menggunakan sensor pada dua satelit yang
masing-masing memberikan lengkap cakupan harian bumi. Data memiliki berbagai resolusi, spektral , spasial dan temporal. Satelit TERRA yang membawa sensor MODIS merupakan satelit pengamat lingkungan yang dapat digunakan untuk mengekstraksi data permukaan yang bersifat regional. Satelit ini mempunyai wilayah cakupan yang cukup luas, yakni 2330 km dengan resolusi spasial 250 m (kalan 1 dan 2) dan resolusi spektral yang tinggi (36 kanal) serta resolusi temporal yang kurang lebih sama dengan satelit generasi sebelumnya yakni NOAA.
Sensor MODIS pertama diluncurkan pada satelit TERRA pada tanggal 18 Desember 1999 dan sensor MODIS kedua diluncurkan pada Satelit Aqua pada tanggal 4 Mei 2002. Sensor MODIS melewati titik yang sama sekitar dua kali
Universitas Sumatera Utara

perhari baik sebagai satelit Terra dan Aqua mengorbit bumi pada arah yang berlawanan, dengan Terra melintasi khatulistiwa dari Utara ke Selatan di pagi hari dan Aqua melintasi khatulistiwa dari Selatan ke Utara disore hari. Orbit ganda inimemungkinkan titik yang sama di bumi untuk dapat dilihat sekitar dua kali per hari, sekali selama pagi dan sore, yang memaksimalkan jumlah gambar bebas awan dikumpulkan dan didownload setiap hari. Sistem satelit ini terus menyiarkan data ganda MODIS secara real-time untuk stasiun di permukaan tanah dan semua data MODIS disediakan gratis untuk semua pengguna.
Instrumen MODIS melihat Bumi pada di 36 panjang gelombang yang berbeda spektrum, mulai dari cahaya tampak ke inframerah termal. Dengan resolusi lebar spektral dan petak melihat, MODIS membuat pengukuran yang berguna dalam berbagai macam disiplin ilmu sistem Bumi. Konsep animasi ini contohnya dapat menunjukkan MODIS mengukur produktivitas primer dari dedaunan hijau di darat dan fitoplankton di laut, diikuti dengan pengukuran tanah dan suhu permukaan laut. Ini adalah contoh dua dari produk data MODIS untuk mengumpulkan berbagai harian pada skala global (Ma’rifatullah, 2011)
Kebakaran di Kabupaten Samosir Kebakaran hutan di Kabupaten Samosir merupakan salah satu faktor
utama yang menyebabkan degradasi lahan di areal tersebut. Sekali hutan terbakar, maka dampaknya akan menjalar terhadap gangguan ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk menganalisa suatu peristiwa kebakaran, diperlukan data kondisi klimatologi, penutupan lahan/hutan yang mengindikasikan bahan bakar, dan topografi yang ketiganya biasa disebut “fire environment triangle”. Pencegahan kebakaran hutan merupakan kunci utama untuk mengatasi masalah kebakaran
Universitas Sumatera Utara


hutan. Karena kebakaran hutan di Kabupaten Samosir terjadi akibat adanya aktivitas-aktivitas manusia, maka pencegahan kebakaran perlu ditegaskan dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap peran penting serta fungsi hutan, tanpa mengesampingkan pelaksanaan hukum maupun aspek-aspek teknis yang lain. Pada dasarnya, terdapat tiga pendekatan dalam pencegahan kebakaran hutan, yaitu : Pendidikan, Penegakan Hukum, dan Penguasaan Teknik. Laporan ini adalah hasil dari kegiatan yaitu melaksanakan kajian mendalam untuk mengetahui penyebab pokok terjadinya kebakaran hutan di lokasi. Kajian ini terdiri dari pengumpulan data sekunder dan observasi lapangan, termasuk wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan. Aktivitas-aktivitas manusia yang berkaitan dengan kebakaran merupakan faktor terpenting di wilayah kajian karena kebakaran yang disebabkan alam jarang terjadi atau bahkan tidak pernah terjadi di negara tropis ini. Pada umumnya, penyiapan lahan di sekitar Kabupaten Samosir menggunakan api sebagai alat yang paling sederhana. Ketika api digunakan tanpa prosedur yang baik, dapat terjadi penyebaran yang tidak terkendali dan membakar daerah yang berdekatan dengannya. Kemampuan bahan bakar dari hutan dan kondisi cuaca yang kering dapat menyebarkan api secara cepat. Berdasarkan pengamatan pada sembilan lokasi kajian, diketahui bahwa terdapat sejumlah kecil penyebab langsung kebakaran di berbagai lokasi. Kajian ini mengidentifikasi empat penyebab utama kebakaran:
(i) Penggunaan api sebagai alat untuk penyiapan lahan; (ii) Kebakaran yang tidak disengaja; (iii) Kebakaran yang disengaja; (iv) Kebakaran yang berkaitan dengan usaha perlindungan.
Universitas Sumatera Utara

Kajian ini mengidentifikasi lima penyebab kebakaran utama, sebagian besar diantaranya saling berkaitan satu sama lain, diantaranya:
1. Lahan marga yang tidak dikelola dengan baik; 2. Insentif /disinsentif ekonomi; 3. Pengetahuan pengelolaan pertanian dan kebakaran yang terbatas; 4. Kapasitas institusi yang tidak memadai; 5. Program pengembangan yang tidak berkelanjutan. Oleh karena itu solusi alternatif untuk pencegahan kebakaran hutan di Kabupaten Samosir adalah: 1. Mengoptimalkan penggunaan lahan di wilayah kajian; 2. Program penyiapan lahan tanpa bakar; 3. Program pendampingan rehabilitasi; 4. Sekat bakar pada sistem agroforestry; 5. Formasi Masyarakat Peduli Api (MPA); 6. Skema insentif/disinsentif ekonomi (ITTO, 2010).
Universitas Sumatera Utara

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis Secara Geografis Kabupaten Samosir terletak pada 20 21‘ 38” - 20 49‘ 48”
Lintang Utara dan 980 24‘ 00” - 990 01’ 48’‘ Bujur Timur dengan ketinggian antara 904 – 2.157 meter di atas permukaan laut.
Luas wilayahnya ± 2.069,05 km2, terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km2 (69,80 persen), yaitu seluruh pulau samosir yang dikelilingi Danau Toba dan sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah danau ± 624,80 km2 (30,20 persen).
Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pak-pak Barat dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir (BPS Kabupaten Samosir dalam angka, 2012).
Universitas Sumatera Utara

Peta Wilayah Kabupaten Samosir Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir
Universitas Sumatera Utara

Iklim Daerah Kabupaten Samosir tergolong daerah beriklim tropis basah dengan

suhu berkisar antara 170 C – 290 C dan rata – rata kelembaban udara sebesar 85,04 persen.
Selama tahun 2010 rata-rata curah hujan perbulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Harian, yaitu 206, 58 mm, disusul oleh Kecamatan Simanindo 177,25 mm, Kecamatan Palipi161, 25 mm, Kecamatan Sianjur Mulamula 159, 42 mm, Kecamatan Sitiotio 149,33 mm, Kecamata Nainggolan 145,25 mm, Kecamatan Pangururan 130,42 mm, Kecamatan Ronggur Nihuta 97,00 mm dan yang terendah di Kecamatan Onanrunggu yaitu 77,67 mm.
Sementara itu, rata-rata banyaknya hari hujan tiap bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Palipi yaitu 14,67 hari hujan, disusul oleh Kecamatan Harian 12,92 hari hujan, Kecamatan Onanrunggu 12,50 hari hujan, Kecamatan Sianjur mulamula12,25 hari hujan, Kecamatan Nainggolan dan Ronggur Nihuta masing-masing 11,17 hari hujan, Kecamatan Pangururan 10,00 hari hujan, Kecamatan Sitiotio 9,42 hari hujan dan yang terendah terdapat di Kecamatan Simanindo yaitu 9, 17 hari hujan (BPS Kabupaten Samosir dalam angka, 2012).
Penggunaan Lahan Kabupaten Samosir memiliki 10 buah sungai yang keseluruhannya
bermuara ke Danau Toba. Sebagian dari sungai tersebut telah dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah seluas 3.987 ha, lahan sawah yang beririgasi setengah
Universitas Sumatera Utara

teknis (62,13 % dari luas yang ada). Panjang saluran irigasi di Kabupaten Samosir mencapai 74,77 km, terdiri dari irigasi setengah teknis 70,63 km (21,53 km saluran primer dan 49,10 km saluran sekunder) dan irigasi sederhana 4,14 km. Luas lahan produktif di Kabupaten Samosir (2002) mencapai 69.798 ha, terdiri dari lahan sawah 7.247 ha (10,4 %), dan lahan kering 62.551 ha (89,6 %). Terbatasnya sarana irigasi, modal dan tenaga kerja kasar mengakibatkan hanya 14.110 ha (22,56 %) lahan kering yang dikelola. Selebihnya merupakan lahan tidur seluas 48.441 ha atau 77,44 % dari lahan kering yang dapat dikelola.
Universitas Sumatera Utara

BAB IV

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir pada bulan Agustus
sampai dengan bulan November 2012

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan

dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis data yang digunakan

NO Jenis data
1 Peta Administrasi Kabupaten Samosir
2 Data Curah Hujan Kabupaten Samosir
3 Data titik panas (hotspot) 4 Data Suhu Maksimum

Sumber Skala BPKH I 1:250.000

Tahun 2008

BMKG

2009, 2010, 2011

BBKSDA BMKG

2009, 2010, 2011 2009, 2010, 2011

Ket: BPKH= Badan Pemantapan Kawasan Hutan; BMKG= Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika; BBKSDA= Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perangkat keras (Hardwere) yang digunakan yaitu berupa seperangkat

Personal Computer.

2. Microsoft Office Excel untuk mengolah data yang disajikan dalam tabel.

3. Printer untuk mencetak hasil berupa peta.

Universitas Sumatera Utara

4. Aplikasi ArcView3.3 untuk pembuatan peta administrasi Kabupaten Samosir 5. Alat tulis untuk mencatat data dan informasi yang diperoleh.
Pengumpulan Informasi Dasar Penelitian Sebelum semua pekerjaan dimulai, dilakukan satu tahap awal yaitu
pengumpulan informasi dasar. Informasi yang dikumpulkan adalah data-data seperti data kebakaran hutan, titik panas (hotspot), curah hujan dan suhu serta perangkat lunak dan perangkat keras yang mendukung kegiatan penelitian.
Pengolahan Data Perhitungan Indeks Kekeringan KBDI
Indeks kekeringan menggambarkan tingkat/nilai defisiensi kelembaban tanah dan lahan yang dihitung berdasarkan data cuaca harian. Salah satu indeks yang digunakan adalah Keetch Byram Drought Index (KBDI). Untuk menghitung KBDI diperlukan beberapa data yaitu: • suatu daerah harus memiliki data curah hujan tahunan yang berdasarkan rata-
rata selama kurang lebih 20 tahun. • diperlukan data curah hujan harian dan suhu maksimum harian, sehingga
kualitasnya tergantung dari kualitas data cuaca tersebut.
Sedangkan mengenai informasi yang dihasilkan hanya untuk cakupan wilayah tertentu (50 – 100 km), sehingga diperlukan beberapa stasiun cuaca. Terdapat 4 kelas/tingkat kekeringan yang mudah dimengerti yaitu: rendah (0 – 1000), sedang (1000 – 1499), tinggi (1500 – 1799) dan ekstrim (1750 – 2000).
Universitas Sumatera Utara

Perhitungan nilai indeks kekeringan ini dilakukan pada stasiun pengamat

hujan yang mewakili kabupaten Samosir yaitu di Kecamatan Pangururan,

Simanindo, Palipi dan Sitio tio. Formula yang digunakan untuk menghitung nilai

indeks kekeringan KBDI dijelaskan sebagai berikut Deeming (1995) dalam

Rheidahari (2001) :

KBDI hari ini =(∑ KBDI kemarin- (10*CH)+DF hari ini

Keterangan :

CH : Curah Hujan Bersih

DF : Faktor kekeringan yang telah dimodifikasi dan dapat digunakan untuk

perkiraan bahaya kebakaran adalah, dengan formulasi sebagai berikut :

DF= (2000-YKBDI)*(0.9676*exp(0.0875*Tmax.+1.552)-8.229)*0.001 (1+10.88*exp(-0.00175*ann.rain))

Keterangan:

Tmax

: Suhu maksimum

Ann Rain : Rata-rata curah hujan tahunan

YKBDI

: KBDI kemarin

Tmax adalah suhu maksimum harian dan Ann Rain adalah rata-rata curah

hujan tahunan dan YKBDI adalah Kaeetch/Byram Drougth Indeks Kemarin.

Tmax, AnnRain dan YKBDI merupakan variable, sedangkan angka-angka yang

ada merupakan konstanta yang menunjukkan evapotranspirasi dan keberadaan

vegetasi .

Penyusunan data dasar dimulai dari pengumpulan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan penyajian skala sifat untuk setiap tingkat kebakaran. Setelah semua data cuaca terkumpul kemudian dimasukkan ke

Universitas Sumatera Utara

komputer untuk mendapatkan format digitalnya. Berdasarkan perhitungan KBDI menunjukkan kemungkinan terjadinya kebakaran, yang diekspresikan melalui nilai indeks yang berkisar 0-2000.

Tabel 2. Skala indeks Kerawanan Kebakaran

Skala angka 0-999 1000-1499
1500-1749
1750-2000

Skala Sifat Rendah Sedang
Tinggi
Ekstrim

Keterangan
Material bakar mengandung cukup air (lembab), mudah mencegah penyebaran api Api pada permukaan dan asapnya bisa menyebar. Kebakaran dapat dikendalikan dengan peralatan tangan (Hand tools). Bahan bakar kering dan mudah terbakar, kebakaran akan mudah menyebar dengan cepat. Perlu penanggulangan dini untuk menahan penyebaran. Penyebaran api sangat cepat dan intensif.

(BMG, 2007)

Analisis Data

Analisa Kebakaran dengan Data Hotspot

Analisis kebakaran dengan data hotspot dilakukan dengan cara

menghitung jumlah titik hotspot yang terdapat pada daerah Kabupaten Samosir

yang terjadi setiap hari sepanjang tahun 2009, 2010 dan 2011. Data tersebut akan

ditampilkan pada peta dan grafik.

Hubungan Kejadian Hujan dan Sebaran Titik Panas Data sebaran titik panas yang dianalisis dan telah diketahui bulan yang
terdapat titik panas kemudian dikorelasikan dengan curah hujan bulanan, dimana

Universitas Sumatera Utara

korelasi antara jumlah sebaran titik panas dan kejadian hujan disajikan dalam tabel dan grafik. Hubungan Titik Panas dan Indeks Kekeringan KBDI
Data sebaran titik panas yang telah dianalisis dan telah diketahui bulan yang terbanyak terdapat titik panas kemudian dikorelasikan dengan indeks kekeringan KBDI bulan yang sama, dimana korelasi antara jumlah sebaran titik panas dan indeks kekeringan disajikan dalam bentuk tabel.
Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Titik Panas Bulanan Di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan 2011
Sebaran titik panas yang dianalisis melalui perangkat sistem informasi
geografis dari data satelit, menunjukkan adanya perbedaan jumlah titik panas yang
terdeteksi pada tiap bulannya seperti ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran titik panas tahun 2009, 2010 dan 2011 di Kab. Samosir.

Bulan

Jlh

Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2009 0 0 12 0 0 0 2 0 0 0 0 0 14 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 0 0 5 2011 1 0 0 0 0 1 7 1 1 1 0 0 12 Jumlah 1 0 13 0 0 1 9 2 2 3 0 0 31 Sumber : Data satelit NOAA, FFPMP2-PHKA/JICA

Tabel 3 di atas menunjukkan, bahwa pada tahun 2009 jumlah titik panas yang terdeteksi sebanyak 14 titik. Titik panas tertinggi terdeteksi pada bulan Maret sebanyak 12 titik, sedangkan pada bulan Januari-Februari dan April-Juni serta Agustus-Desember tidak terdeteksi adanya titik panas. Sebaran titik panas pada tahun 2009 relatif tinggi yang terjadi pada bulan Maret. Tahun 2010 jumlah titik panas yang terdeteksi sebanyak 5 titik. Titik panas terdeteksi pada bulan Maret sebanyak 1 titik, bulan Agustus sebanyak 1 titik, bulan September sebanyak 1 titik dan bulan Oktober sebanyak 2 titik. Titik panas tertinggi terdeteksi pada bulan Oktober. Sedangkan pada bulan Januari, Februari, April, Mei, Juni, Juli, Nopember, dan Desember tidak terdeteksi adanya titik panas. Titik panas pada

Universitas Sumatera Utara

Jumlah hotspot

tahun 2011 yang terdeteksi sebanyak 12 titik panas. Sebaran titik panas terdeteksi pada bulan Januari dan Juni-Oktober. Dimana jumlah tertinggi terdeteksi pada bulan Juli sebanyak 7 titik. Sedangkan pada bulan Februai-Mei dan NopemberDesember tidak terdeteksi titik panas. Jumlah sebaran titik panas di Kabupaten Samosir pada tahun 2009, 2010 dan 2011 mengalami fluktuasi yang berbeda, yaitu jumlah titik panas yang terdeteksi pada tiap tahunnya terjadi pada bulanbulan yang berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
2009 2010 2011
Bulan
Gambar 3. Sebaran titik panas bulanan Kabupaten Samosir tahun 2009, 2010 dan 2011
Gambar 6 di atas menunjukkan, bahwa sebaran titik panas terdeteksi mulai bulan Januari-Oktober, titik panas relatif tinggi terjadi pada bulan Maret dan Juli, sedangkan jumlah titik panas mengalami penurunan pada bulan OktoberDesember. Tingginya jumlah Hotspot pada bulan Maret-Juli disebabkan karena bulan Maret-Juli merupakan bulan kering dimana jumlah hari hujan pada umumnya sangat sedikit, sedangkan pada bulan Oktober-Desember merupakan bulan basah dengan jumlah hari hujan lebih besar.
Universitas Sumatera Utara

Peta Sebaran Titik Panas Di Kabupaten Samosir Gambar 4. Peta Sebaran Titik Panas Kabupaten Samosir
Universitas Sumatera Utara

Titik panas menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Samosir hampir setiap tahun. Sebaran titik panas pada tahun 2009, 2010 dan 2011 disajikan dalam bentuk peta pada gambar 7 . Dari peta sebaran titik panas tersebut dapat dilihat bahwa hampir di Seluruh kecamatan di Kabupaten Samosir terdapat titik panas. Hal ini disebebkan karena Penduduk di Kabupaten Samosir dominan adalah petani. Para petani melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar semak belukar sehingga ,menyebabkan timbulnya titik Hotspot.

Curah Hujan dan Titik Panas di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan 2011
Curah hujan dan titik panas mempunyai hubungan yang sangat erat,
dimana semakin tingginya curah hujan maka kemungkinan terjadinya titik panas
semakin rendah dan sebaliknya, apabila curah hujan rendah maka kemungkinan
terjadinya titik panas akan tinggi.

Tabel 4. Curah hujan dan titik panas di Kabupaten Samosir Tahun 2009, 2010 dan

2011

Tahun

2009

2010

2011

CH/TP

CH

TP

CH

TP

CH

TP

1 120

0 170.75 0 168.25 1

2 248.5

0

90

0 193.75 0

3 227 12 207 1 238 0

4 157.5 0 196.5 0 239.5 0

5 24.75 0 81.75 0 121.8 0

6 87.75 0 93.25 0 34.25 1

Bulan 7

48

2 161.75 0

2.5

7

8 154.75

0

75.5

1 213.25 1

9 135.5

0 234.25 1

99.5

1

10 163.75

0

94.75

2 167.75 1

Universitas Sumatera Utara

11 188.25

0

207

12 198.5

0 242.25

Keterangan : CH= Curah Hujan, TP= Titik Panas.

0 0

227.25 118

0 0

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2009 dengan jumlah curah

hujan yang terjadi berkisar antara 24-248 mm/bln, titik panas hanya dijumpai pada

bulan Maret sebanyak 12 titik dan bulan Juli sebanyak 2 titik. Pada tahun 2010

titik panas terdeteksi pada bulan Maret, Agustus, September dan Oktober.

Dimana jumlah curah hujan berkisar antara 81-242mm/bln dan Merata sepanjang

tahun. Pada tahun 2011, titik panas terdeteksi pada bulan Januari, Juni, Juli,

Agustus, September dan Oktober. Dimana curah hujan berkisar antara 2.5-

239mm/bln dan merata sepanjang tahun. Menurut Thoha (2006) kecenderungan

terjadinya titik panas menunjukkan bahwa curah hujan mempunyai pengaruh

terhadap titik panas meskipun dari segi jumlah titik panas yang terpantau tidak

memiliki kecenderungan yang tetap. Keberadaan titik panas akan ditemukan pada

suatu daerah, bila curah hujan menurun, sebaliknya bila curah hujan mulai

meningkat di suatu daerah maka titik panas akan makin menurun bahkan tidak

ditemukan titik panas. Hal ini menunjukkan hubungan yang negatif antara

terdeteksinya titik panas dan besarnya kejadian hujan. Kecenderungan yang tidak

tetap akan naik dan turunnya jumlah titik panas dengan curah hujan yang terjadi

diduga akibat aktifitas manusia berupa pembakaran dalam hal pembukaan lahan

yang dilakukan secara tidak terkontrol serta waktu pelaksanaan kegiatan

pengolahan lahan yang berbeda di lapangan. Seperti yang dikatakan Irwanto

(2005), kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi

kemungkinan manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium

Universitas Sumatera Utara

Curah Hujan

terakhir ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka petak-petak pertanian di dalam hutan.
2009 2010 2011
Bulan
Gambar 5. Rata-rata curah hujan bulanan di Kabupaten Samosir tahun 2009, 2010 dan 2011.
Indeks kekeringan harian di Kabupaten Samosir tahun 2009, 2010 dan 2011 diwakili oleh 4 stasiun pengamat hujan yaitu di Kecamatan Pangururan, Simanindo, Palipi, Sito-tio. Besarnya indeks kekeringan di suatu daerah di pengaruhi oleh faktor cuaca seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, indeks kekeringan yang diekspresikan berkisar dari 0-2000 di Kabupaten Samosir ditampilkan dalam bentuk grafik pada masing-masing stasiun pengamat hujan.
Universitas Sumatera Utara

Curah Hujan Indeks KBDI

CH KB DI
Bulan
Gambar 6. Kejadian hujan dan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan Pangururan tahun 2009, 2010 dan 2011
Indeks kekeringan KBDI yang dihitung dari rata-rata curah hujan yang diperoleh dari pengukuran di stasiun pengamat hujan Pangururan berada antara rendah sampai dengan tinggi dengan nilai indeks 0 - 1749., tidak ada ditemui tingkat kekeringan yang ekstrim. Hal ini disebabkan karena curah hujan dan jumlah hari hujan relatif tinggi sehingga tingkat kekeringan semakin rendah. Seperti yang di nyatakan Borger, dkk (2007), nilai KBDI akan semakin tinggi dengan semakin rendahnya nilai curah hujan, begitu pula sebaliknya nilai KBDI akan semakin menurun dengan naiknya jumlah curah hujan. Indeks kekeringan di Kabupaten Samosir dapat dilihat berdasarkan curah hujan rata-rata tahunan.
Universitas Sumatera Utara

Curah Hujan
Indeks KBDI

CH KBDI
Bulan
Gambar 7. Kejadian hujan dan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan Simanindo tahun 2009, 2010 dan 2011
Indeks kekeringan KBDI yang dihitung berdasarkan curah hujan dan jumlah hari hujan pada stasiun pengamat hujan Simanindo cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan indeks kekeringan yang dihitung berdasarkan curah hujan di stasiun pengamat hujan Pangururan. Pada stasiun pengamat hujan Simanindo terlihat jelas pada grafik bahwa tingginya pengaruh curah hujan terhadap Indeks kekeringan KBDI. Apabila curah hujan dan hari hujan rendah maka secara otomatis tingkat kekeringan KBDI akan meningkat.
CH KBDI
Bulan
Universitas Sumatera Utara

Curah Hujan Indeks KBDI

Gambar 8. Kejadian hujan dan indeks kekeringan di stasiun pengamat hujan Palipi tahun 2009, 2010 dan 2011
Indeks kekeringan KBDI pada stasiun pengamat hujan Palipi menunjukkan besarnya pengaruh jumlah hari hujan terhadap tingginya tingkat kekeringan KBDI. Semakin sering hujan terjadi maka tingkat kekeringan akan menjadi rendah. Hal ini jelas ditunjukkan pada Gambar di atas dimana intensitas hujan pada tahun 2009 sangat besar sehingga tingkat kekeringan sangat rendah dengan skala sifat kekeringan rendah dengan nilai antara 0