Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap Simulasi Cairan Asam Lambung

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI VIABILITAS ENKAPSULASI Lactobacillus casei
MENGGUNAKAN MATRIKS KAPPA KARAGENAN
TERHADAP SIMULASI CAIRAN ASAM LAMBUNG

SKRIPSI

GINA KHOLISOH
NIM : 1111102000123

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2016

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI VIABILITAS ENKAPSULASI Lactobacillus casei
MENGGUNAKAN MATRIKS KAPPA KARAGENAN
TERHADAP SIMULASI CAIRAN ASAM LAMBUNG


SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi

GINA KHOLISOH
NIM : 1111102000123

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2016

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

iii


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi

:
:
:
:

Gina Kholisoh
1111102000123
Farmasi
Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei
Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap

Simulasi Cairan Asam Lambung

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :
Nama
: Gina Kholisoh
NIM
: 1111102000123
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei
Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap
Simulasi Cairan Asam Lambung


Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal
: 11 Desember 2015

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama
Program Studi
Judul Skripsi

: Gina Kholisoh

: Farmasi
: Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei
Menggunakan Matriks Kappa Karagenan terhadap
Simulasi Cairan Asam Lambung

Kappa karagenan merupakan polisakarida yang dapat digunakan sebagai
matriks pada enkapsulasi protein dan bakteri probiotik. Proses enkapsulasi bakteri
dengan polimer kappa karagenan dilakukan untuk melindungi bakteri
Lactobacillus casei yang tidak dapat bertahan lama pada lingkungan yang sangat
asam agar tetap dapat bertahan hidup saat terpapar kondisi asam lambung dan
dapat hidup di usus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi kappa karagenan sebagai enkapsulator terhadap viabilitas bakteri
Lactobacillus casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.
Proses enkapsulasi pada penelitian ini dilakukan dengan metode ekstrusi
menggunakan matriks kappa karagenan konsentrasi 2%; 1,75% dan 1,5%.
Mikrokapsul yang dihasilkan diukur diameter, dievaluasi jumlah sel Lactobacillus
casei yang terenkapsulasi dalam matriks kappa karagenan dan dievaluasi
viabilitasnya terhadap simulasi cairan asam lambung (0,2% NaCl; HCl 0,08 M;
pH 1,598) selama 60 menit dengan suhu 37°C. Diameter mikrokapsul yang
terbetuk beragam dan berada pada rentang 1,474 mm sampai 2,551 mm. Jumlah

sel Lactobacillus casei yang terenkapsulasi dalam matriks kappa karagenan
konsentrasi 2%; 1,75% dan 1,5% berturut-turut yaitu 3,8075 x 108 koloni/gram;
3,58165 x 108 koloni/gram dan 2,83 x 108 koloni/gram. Setelah dilakukan uji
dalam simulasi cairan asam lambung, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa
mikrokapsul kappa karagenan konsentrasi 2% dapat mempertahankan viabilitas
bakteri yang terjerap di dalamnya sebesar 2,3373 x 108 koloni/gram. Sedangkan
mikrokapsul kappa karagenan konsentrasi 1,5% dan 1,75% belum dapat
mempertahankan viabilitas bakteri yang terjerap, dimana jumlah bakteri yang
hidup < 30 koloni/gram. Dari data hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kappa karagenan dengan konsentrasi 2% dapat mempertahankan viabilitas bakteri
Lactobacillus casei sebesar 61,388% dari jumlah sel yang terenkapsulasi setelah
diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

Kata Kunci

: Lactobacillus casei, kappa karagenan, enkapsulasi, asam
lambung, simulasi cairan asam lambung.

vi


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name
Major
Title

: Gina Kholisoh
: Pharmacy
: Viability Test of Lactobacillus casei Encapsulation
Using Kappa Carrageenan as a Matrix Against
Simulated Gastric Juice

Kappa carrageenan is a polysaccharide that can be used as the
encapsulation matrix of protein and probiotic bacteria. Bacteria encapsulation
process using polymer kappa carrageenan is done to protect the Lactobacillus
casei bacteria that can not survive long in the highly acidic environment in order
to remain able to survive when exposed to acidic conditions of the stomach and
can live in the intestines. The purpose of this research is to determine the effect of

the concentration of kappa carrageenan as encapsulator on the viability of
Lactobacillus casei bacteria after incubation in the simulated gastric juice. The
encapsulation process in this research is done by extrusion method using kappa
carrageenan concentration 2%; 1,75% and 1,5%. The resulting microcapsules
were measured the diameter, evaluated the amount of Lactobacillus casei cells are
encapsulated in a kappa carrageenan matrix and evaluated viability of the
simulated gastric juice (0.2% NaCl; 0.08 M HCl; pH 1,598) for 60 minutes at
temperature 37° C. Diameter of microcapsules are diverse and they are in the
range 1,474 mm to 2,551 mm. The number of Lactobacillus casei cells
encapsulated in 2%; 1,75% and 1,5% kappa carrageenan matrix respectively are
3,8075 x 108 colonies/gram; 3.58165 x 108 colonies/gram and 2.83 x 108
colonies/gram. After being tested in simulated gastric juice, the results obtained
showed that 2% kappa carrageenan microcapsules can maintain the viability of the
bacteria are entrapped in it amounted to 2,3373 x 108 colonies/gram. Whereas
1,5% and 1,75% kappa carrageenan microcapsules have not been able to maintain
the viability of the bacteria that are entrapped, which the amount of bacteria that
live < 30 colonies/gram. From the research data showed that concentration of
kappa carrageenan 2% can maintain the viability of the Lactobacillus casei
bacteria amounted to 61,388% of the encapsulated cells total after incubation in
simulated gastric juice.

Keywords

: Lactobacillus casei, kappa carrageenan, encapsulation, stomach
acid, Simulated Gastric Juice (SGJ).

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia yang telah diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, para sahabat serta umatnya. Penulisan skripsi dengan judul
―Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei Menggunakan Matriks Kappa
Karagenan terhadap Simulasi Cairan Asam Lambung‖ dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang telah berperan

memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1.

Ibu Ofa Suzanti Betha, M. Si., Apt. dan Ibu Nelly Suryani, Ph. D., Apt.
sebagai dosen pembimbing, yang dengan sabar memberikan ilmu, bimbingan,
waktu, saran, serta dukungan kepada penulis.

2.

Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Bapak Dr. Arief Soemantri, S.K.M., M. Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.


4.

Bapak Yardi, Ph.D.,Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

5.

Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang telah diberikan
selama penulis menempuh pendidikan.

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6.

Laboran-laboran Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan kerjasama
selama kegiatan penelitian.

7.

Kedua orang tua, Ibunda Wastri Kimarna, S. Ag., Ayahanda Drs. Subhan,
adik-adik saya Fatih Fadhil, Nailah Afifah, Amirah Sonia, dan seluruh
keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, doa yang
tidak pernah putus, serta dukungan baik moril maupun materil.

8.

Sahabat-sahabatku Muhammad Reza, Meri Rahmawati dan Fitria Ulfa yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, ide dan saran dalam
penulisan skripsi.

9.

Sahabat-sahabat dan teman satu perjuangan Henny Pradikaningrum dan
Qurry Mawaddana atas ide dan saran dalam penulisan dan penyusunan
skripsi. Khoirunnisa Robbani, Ayu Diah Gunardi, Nicky Annisiana Fortunita,
Wina Oktaviana, Muhamad Syahid Ali, Hana Nuryana, Isnaini Kholifatur
Rodliyah atas kebersamaan, bantuan, semangat dan motivasi sejak awal
perkuliahan sampai saat ini.

10. Sahabat-sahabat Farmasi angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, atas persaudaraan dan kebersamaan kita selama menuntut ilmu di
bangku perkuliahan.
Mudah-mudahan Allah SWT., senantiasa membalas segala bantuan segala
kebaikan dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan studi dan
penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat
diterima. Saran dan kritik membangun sangat diharapkan dalam rangka
penyempurnaan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.

Ciputat, 28 Desember 2015

Penulis

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Batasan Penelitian dan Rumusan Masalah ................................... 4
1.2.1. Batasan Penelitian .............................................................. 4
1.2.2. Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1. Bakteri Asam Laktat ..................................................................... 5
2.2. Lactobacillus casei ....................................................................... 8
2.3. Probiotik ....................................................................................... 10
2.4. Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme ................................. 13
2.4.1 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara
Langsung ............................................................................ 13
2.4.2.Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara
tidak Langsung ................................................................... 15
2.5. Teknik Enkapsulasi ...................................................................... 16
2.5.1 Definisi ............................................................................... 16
2.5.2 Komponen Enkapsulasi ...................................................... 18
2.5.3 Teknik Enkapsulasi ............................................................ 19
2.6. Kappa Karrageenan ...................................................................... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 28
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 28
3.2. Alat ............................................................................................... 28
3.3. Bahan ............................................................................................ 28
3.4. Prosedur Kerja .............................................................................. 29
3.4.1. Preparasi Alat ..................................................................... 29
3.4.2. Preparasi Bakteri Lactobacillus casei................................. 29
3.4.2.1. Pembuatan Medium MRS Broth (DeMan
Rogosa Sharpe) ..................................................... 29

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2.2. Pembuatan Medium MRS Agar (DeMan Rogosa
Sharpe) .................................................................. 29
3.4.2.3. Peremajaan Biakan Murni Bakteri Lactobacillus
casei) ..................................................................... 29
3.4.2.4. Pewarnaan Bakteri ................................................ 30
3.4.3.Preparasi Proses Enkapsulasi ............................................. 31
3.4.3.1. Pembuatan Suspensi Bakteri .................................. 31
3.4.3.2. Pembuatan Larutan Matriks Kappa Karagenan ..... 31
3.4.4. Proses Enkapsulasi Bakteri ............................................... 32
3.4.5. Perhitungan Sel Bakteri dalam Mikrokapsul .................... 32
3.4.6. Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul .......... 33
3.4.7. Uji Viabilitas terhadap Keadaan pH Lambung ................. 33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 35
4.1. Pewarnaan Bakteri Lactobacillus casei....................................... 35
4.2. Pengukuran Viskositas dan Diameter Mikrokapsul .................... 36
4.3. Viabilitas Lactobacillus casei setelah Dilakukan Proses
Enkapsulasi.................................................................................. 40
4.4. Viabilitas Lactobacillus casei setelah Diinkubasi dalam
Simulasi Cairan Asam Lambung (Simulated Gastric Juice)....... 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 47
5.1. Kesimpulan.................................................................................. 47
5.2. Saran ............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48
LAMPIRAN .................................................................................................. 56

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Morfologi Bakteri Lactobacillus casei ............................................ 10
Tabel 2.2 Mikroba yang sering digunakan sebagai Probiotik ......................... 12
Tabel 2.3 Kelarutan dan Kandungan Gelatin dari Iota, Kappa dan
Lambda Karagenan .......................................................................... 26
Tabel 2.4 Stabilitas Masing – Masing Karagenan ........................................... 27
Tabel 4.1 Viskositas Larutan Kappa Karagenan ............................................. 37
Tabel 4.2 Diameter Mikrokapsul Kappa Karagenan ....................................... 39
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Bakteri Awal dan Bakteri setalah Dilakukan
Proses Enkapsulasi .......................................................................... 41
Tabel 4.4 Jumlah Bakteri setelah Proses Enkapsulasi dan Bakteri Setelah
Proses Diinkubasi dalam Simulasi Cairna Asam Lambung ........... 43

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Homofermentatif ..........................................
Gambar 2.2 Struktur Kimia Kappa Karagenan ..............................................
Gambar 4.1 Bentuk Koloni Bakteri Lactobacillus casei secara Visual .........
Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Bakteri Lactobacillus casei.............................
Gamber 4.3 Grafik Nilai Viskositas Larutan Kappa Karagenan ....................
Gambar 4.4 Bentuk Mikrokapsul Kappa Karagenan......................................

xiv

6
25
35
36
37
38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.

Lampiran 4.
Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.

Alur Penelitian ........................................................................ 56
Proses Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................... 57
Hasil Analisa Hubungan Antara Konsentrasi dan Jumlah
Bakteri Setelah Proses SGJ dengan Menggunakan Uji
Korelasi Bivariat ..................................................................... 58
Hasil Analisa Data dengan Uji Normalitas ............................. 58
Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul
Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri
Konsentrasi 2%) ..................................................................... 60
Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul
Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri
Konsentrasi 1,75%) ................................................................ 61
Hasil Analisa T-Test dan Frequencies (Mikrokapsul
Kappa Karagenan dan Mikrokapsul Tanpa Bakteri
Konsentrasi 1,5%) .................................................................. 62
Hasil Perhitungan Persen Efisiensi Enkapsulasi
Lactobacillus casei dengan Matriks Kappa Karagenan ......... 63
Hasil Perhitungan Persen Penurunan Jumlah Bakteri ............ 63
Kadar Air ................................................................................ 64
Contoh Perhitungan Koloni Bakteri ....................................... 64
Hasil TPC Bakteri Lactobacillus casei ................................... 65
Hasil TPC setelah Proses Enkapsulasi .................................... 66
Hasil TPC setelah Diinkubasi dalam Simulasi Cairan
Asam Lambung ....................................................................... 67
Gambar Alat dan Bahan Penelitian......................................... 68
Sertifikat Analisa Bakteri Lactobacillus casei ....................... 70
Sertifikat Analisa Kappa Karagenan....................................... 71

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR SINGKATAN
1. Cfu : Colony Forming Units
2. MRS : de Man Rogosa Sharpe

xvi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Bakteri Asam Laktat (BAL) dikenal juga sebagai bakteri probiotik,
karena penggunaanya secara umum untuk probiotik. Diantara strain
bakteri asam laktat adalah bakteri Lactobacillus sp. Lactobacillus sp. tidak
memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada tingkat keasaman dan
konsentrasi empedu yang tinggi pada GIT dan juga suhu yang tinggi pada
proses pengolahan susu. (Conway, Gorbach, & Goldin, 1987; Gardiner
dkk, 2000; Hood & Zottola, 1988; Lankaputhra & Shah, 1995; Shah &
Jelen, 1990; Silva, Carvahlo, Teixeira, & Gibbs, 2002 dalam Mandal, S.,
A. K. Puniya, K. Singh, 2006).
Lactobacillus casei merupakan salah satu strain bakteri asam laktat
dengan tingkat aplikasi dan penggunaan yang cukup banyak, baik di dalam
makanan,

minuman

dan

pengobatan.

Lactobacillus

casei

dapat

mengurangi keparahan dan durasi diare, menstimulasi sistem imun pada
usus dan memiliki sifat antimikroba yang kuat (Figueroa-Gonzales,
Ivonne, Guillermo Quijano, Gerardo Ramirez, 2011), serta dapat
mengaktivasi sistem kekebalan mukosa (Perdigon, G, dkk, 1999 dalam
Islam dkk, 2010). pH optimum yang dapat ditoleransi oleh Lactobacillus
casei berada pada kisaran pH 3-5 (Broadbent dkk, 2010).
Viabilitas bakteri probiotik merupakan hal penting yang harus
diperhatikan agar bakteri probiotik dapat memberikan efek terapetik pada
tubuh. Untuk dapat bermanfaat pada manusia, probiotik harus dapat
bertahan hidup saat melewati lambung dan harus dapat berkoloni di usus
(Del Piano, 2011). Secara umum nilai minimum yang harus dipenuhi
sekitar 106-107 cfu (colony forming units)/gram bakteri dalam sediaan
probiotik

(FAO/WHO,

2001

dalam

M,

Firdaus,

Setijawati

D,

Kartikaningsih, 2014).
Salah satu cara untuk mencegah kerusakan dan berkurangnya
jumlah bakteri asam laktat dalam probiotik adalah dengan melakukan

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

proses enkapsulasi. Proses enkapsulasi telah banyak digunakan dalam
industri kimia, farmasi dan makanan dalam tujuan untuk melindungi
senyawa aktif dari kondisi lingkungan (oksigen, air, asam, interaksi
dengan bahan-bahan lain), yang dapat mempengaruhi stabilitas selama
pemrosesan, untuk memberikan pelepasan terkontrol atau untuk mengubah
sifat fisik, mengurangi kekakuan selama penyimpanan atau transportasi
(Boonyai, Bhandhari, & Howes, 2004; Palzer, 2005; Fuchs dkk, 2006;
Werner, Jones, Paterson, Archer, & Pearce, 2007 dalam Carranza, Paola
Hernández, dkk, 2013). Selain itu, probiotik yang beredar di pasaran
dalam bentuk cairan, kurang efisien dalam hal stabilitas saat penyimpanan
maupun dalam pengemasan dan kemungkinan untuk ditumbuhi bakteri
lain lebih besar dibandingkan dalam bentuk serbuk (Tamime, 1989).
Sehingga probiotik dalam bentuk cairan perlu dibuat dalam bentuk sediaan
padat (Yulinery, 2012).
Teknik dalam proses enkapsulasi meliputi metode ekstrusi, spray
drying, freeze drying dan teknik emulsi. Dalam penelitian ini digunakan
metode ekstrusi untuk menghindari suhu dan tekanan yang ekstrim saat
proses spray drying (Selmer-Olsen, Sorhaug, Birkeland, & Pehrson, 1999;
Teixeira, 1979 dalam Anal, K. A. dan Harjinder Singh, 2007) dan dari
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti temperatur yang rendah
saat freeze drying, yang dapat mengakibatkan berkurangnya viabilitas
bakteri (Desmond C, Stanton C, dkk, 2001).
Beragam polimer telah digunakan dalam proses enkapsulasi
sebagai enkapsulator untuk melindungi mikroorganisme probiotik. Matriks
enkapsulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kappa karagenan.
Penelitian sebelumnya oleh Tosa, Tetsuya, dkk (1979) menunjukkan
bahwa polimer kappa karagenan efektif dan dapat digunakan sebagai
matriks dalam proses imobilisasi beragam enzim dan sel bakteri. Secara
umum, kappa karagenan digunakan sebagai zat pengemulsi, basis gel,
agen penstabil, agen pensuspensi, agen lepas lambat, agen peningkat
viskositas. Kappa karagenan telah digunakan untuk mikroenkapsulasi
protein dan bakteri probiotik. Beads hidrogel kappa karagenan juga telah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

digunakan

dalam

sistem

pelepasan

terkontrol.

Kappa

karagenan

merupakan polimer pembentuk gel yang kuat. Umumnya kappa karagenan
yang digunakan dalam enkapsulasi pada konsentrasi 0,02-2,0% (Rowe,
Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn, 2009). Penambahan ion
kalium menginduksi pembentukan struktur tiga dimensi dari sruktur heliks
yang terbentuk dengan adanya air sehingga dihasilkan cairan kental dan
tidak dapat dituang (Krasaekoopt dkk, 2003).
Hasil penelitian Tsen, Jen-Horng, dkk (2003) melaporkan bahwa
imobilisasi sel bakteri Lactobacillus acidophillus dengan matriks kappa
karagenan menggunakan metode ekstrusi dapat melindungi sel bakteri
pada media pisang dari kondisi yang merugikan dengan menghasilkan
fermentasi yang lebih baik dan lebih efisien (108 cfu (colony forming
units)/mL) dibandingkan dengan sel bebas tanpa proses enkapsulasi (106
cfu (colony forming units)/ml). Penelitian selanjutnya menjelaskan
pengaruh penggunaan kappa karagenan dengan metode SRC dan RC pada
kondisi pH 2 dan pH 7 terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus
acidophiluus. Didapatkan rata-rata viabilitas tertinggi Lactobacillus
acidophilus pada metode RC dengan konsentrasi polimer 1%, kondisi pH
7 dan viabilitas sebesar 3,476 cfu (colony forming units)/ml (log).
Berdasarkan hasil tersebut, untuk mendapatkan viabilitas terbaik dan
mencapai standar viabilitas 107 cfu (colony forming units)/ml, maka perlu
ditingkatkan konsentrasi polimer yang digunakan (Setijawati, Dwi, dkk,
2012).
Penelitian ini melakukan proses enkapsulasi bakteri Lactobacillus
casei menggunakan polimer kappa karagenan dengan metode ekstrusi.
Proses enkapsulasi yang diterapkan pada bakteri diharapkan dapat
membantu menjaga viabilitas yang sesuai dengan standar WHO 107 cfu
(colony forming units)/gram ketika melewati asam lambung dan mencapai
usus (FAO/WHO, 2001 dalam M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih,
2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi kappa karagenan terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus
casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4

1.2

Batasan Penelitian dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan Penelitian
Batasan penelitian yang dilakukan yaitu untuk menguji kemampuan
polimer

kappa

karagenan

sebagai

matriks

tunggal

dalam

mempertahankan viabilitas bakteri Lactobacillus casei setelah
dilakukan pengujian terhadap simulasi cairan asam lambung.

1.2.2 Rumusan Masalah Penelitian
Dari penulusuran literatur, keadaan pH lambung menjadi salah satu
faktor penting yang akan mempengaruhi kemampuan hidup bakteri
asam

laktat.

Untuk

meminimalkan

kerusakan

bakteri

dan

memperbaiki viabilitasnya, maka dilakukan proses enkapsulasi.
Sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh
konsentrasi

kappa

karagenan

terhadap

viabilitas

bakteri

Lactobacillus casei setelah diinkubasi dalam simulasi cairan asam
lambung.

1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
kappa karagenan terhadap viabilitas bakteri Lactobacillus casei setelah
diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung.

1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data ilmiah dan
informasi mengenai konsentrasi optimal kappa karagenan yang dapat
mempertahankan viabilitas bakteri Lactobacillus casei yang terenkapsulasi
dalam matriks kappa karagenan setelah dilakukan pengujian terhadap
simulasi cairan asam lambung.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif
berbentuk kokus atau batang, tidak membentuk spora, pada umumnya
tidak motil, bersifat anaerob, katalase negatif dan oksidase positif, dengan
asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat. Sifat-sifat
khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula,
alkohol, dan garam yang tinggi, mampu memfermentasikan monosakarida
dan disakarida (Syahrurahman, 1994).
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang biasa digunakan
sebagai probiotik. Bakteri ini bersifat nonpatogenik, nontoksikogenik,
gram positif, anaerobik, tidak menghasilkan spora, bakteri penghasil asam
laktat yang diproduksi dari fermentasi karbohidrat (Desai, 2008).
Klasifikasi bakteri asam laktat dalam genus yang berbeda sebagian
besar didasarkan pada perbedaan morfologi, cara fermentasi glukosa,
pertumbuhan pada suhu yang berbeda, dan konfigurasi dari asam laktat
yang dihasilkan, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi,
dan toleransi terhadap asam atau basa (Desai, 2008). Karakteristik penting
yang digunakan untuk membedakan genus bakteri asam laktat yaitu
dengan cara fermentasi glukosa yaitu pada saat keterbatasan konsentrasi
glukosa dan faktor pertumbuhan (asam amino, vitamin dan prekursor asam
nukleat) serta terbatasnya ketersediaan oksigen. Dengan kondisi tersebut,
bakteri asam laktat dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bersifat
homofermentatif (yang mengubah glukosa hampir seluruhnya menjadi
asam laktat) dan heterofermentatif (yang mengubah glukosa fermentasi
menjadi asam laktat, etanol/asam asetat, dan CO2) (Sharpe, 1979 dalam
Desai, 2008).

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6

Bakteri asam laktat dapat dibedakan atas 2 kelompok berdasarkan
hasil fermentasinya, yaitu :
1. Bakteri homofermentatif : glukosa difermentasi menghasilkan asam
laktat sebagai satu-satunya produk. Bakteri dalam kelompok ini akan
mengubah heksosa menjadi asam laktat dalam jalur Embden-Meyerhof
(EM) dan tidak dapat memfermentasikan pentosa atau glukonat, asam
laktat menjadi satu-satunya produk. (Prescott dkk, 2002 dalam
Kusuma, Sri Agung Fitri, 2009) Contoh : Streptococcus, Pediococcus,
dan beberapa Lactobacillus.

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Homofermentatif
[Sumber : Prescott dkk, 2002 dalam Kusuma, Sri Agung Fitri, 2009]

2. Bakteri

heterofermentatif:

glukosa

difermentasikan

selain

menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa
lainnya yaitu etanol, asam asetat dan CO2. Heksosa difermentasikan
menjadi asam laktat, karbon dioksida, dan etanol (atau asam asetat
sebagai akseptor elektron alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi
laktat dan asam asetat. Contoh : Leuconostoc dan beberapa spesies
Lactobacillus (Prescott dkk, 2002 dalam Kusuma, Sri Agung Fitri,
2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7

Mikroorganisme mengalami fase pertumbuhan. Terdapat empat
macam fase pertumubuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2008) :
a. Fase lag (fase adaptasi) : fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu
lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah
sel, namun terdapat peningkatan ukuran sel. Durasi fase lag
tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media
pertumbuhan.
b. Fase log (fase eksponensial) : fase mikroorganisme tumbuh dan
membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika
mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Hal yang
dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi
dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun
akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan.
c. Fase stasioner : pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi
keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel
yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang
toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase
toksik.
d. Fase kematian : Jumlah sel mati meningkat. Faktor penyebabnya
adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang
toksik.
Anguirre dan Colins (1993) menyatakan bahwa bakteri asam laktat
terdiri atas 4 genus, yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan
Pediococcus. Genus Lactobacillus mempunyai ciri-ciri : bakteri berbentuk
batang/rod, gram positif, dan uji katalase negatif (Hardianingsih, Riani,
dkk, 2006).
Berikut merupakan beberapa jenis bakteri asam laktat antara lain
sebagai berikut (Sumanti, 2008 dalam Nasution, Fatimah Sari, 2012) :

1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus
cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat
(coccus).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8

2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Bakteri ini
berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

3. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini
adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan
atau rantai pendek.

4. Lactobacillus

lactis,

Lactobacillus

bulgaricus, Lactobacillus

acidophilus,

plantarum, Lactobacillus

Lactobacillus
delbrueckii.

Organisme-organisme ini adalah bakteri gram positif, berbentuk
batang dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya.

2.2 Lactobacillus casei
Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat yang sering
dijumpai pada makanan fermentasi, produk olahan ikan, daging, susu, dan
buah-buahan (Napitupulu dkk., 1997 dalam Hardianingsih, Riani dkk,
2006). Strain Lactobacillus penting bagi banyak fermentasi makanan dan
normal mikroflora usus. Beberapa strain

Lactobacillus memiliki

karakteristik yang diharapkan dan fungsional (Saxelin dkk, 1996 dalam
Desai, 2008).
Lactobacillus merupakan bakteri gram positif, tidak berspora, tidak
motil, anaerob fakultatif , kadang-kadang mikroaerofilik, sedikit tumbuh di
udara tapi bagus pada keadaan di bawah tekanan oksigen rendah, dan
beberapa anaerob pada isolasi (Holt, dkk, 1994 dalam Suryani, Yoni,
Astuti, Bernadeta Oktavia, Siti Umniyati, 2010). Anaerob fakultatif
menggunakan oksigen sebagai pernapasan, dan akseptor terminal elektron
(Pratiwi, 2008). Bakteri yang termasuk dalam anggota Lactobacillus casei
merupakan bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif, katalase-negatif,
heterofermentatif fakultatif, berbentuk batang dan tidak membentuk spora
dan dapat diisolasi dari banyak habitat (misalnya, daging, susu, produk
susu, makanan atau minuman asam dan limbah) (Saxelin dkk, 1996 dalam
Desai, 2008). Koloni pada media agar biasanya 2-5 mm, cembung, entire,
buram (opaque) dan tanpa pigmen. Tumbuh optimum pada suhu 30-40⁰C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9

(Stamer, 1979 dalam Suryani, Yoni, Astuti, Bernadeta Oktavia, Siti
Umniyati, 2010) . Lactobacillus tersebar luas di lingkungan, terutama pada
hewan, produk makanan dan sayur-sayuran. Bakteri Lactobacillus
biasanya dapat hidup di saluran usus burung dan mamalia, vagina mamalia
serta tidak bersifat patogen (Desai, 2008).
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei dapat aktif pada
pH rendah dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah banyak sehingga
pada makanan ternak dapat membantu menyimpan energi. Media
pemeliharaan isolat Lactobacillus adalah media MRS (de Man Rogosa
Sharpe) agar (Oxoid), sedangkan media preculture dan pertumbuhan
bakteri uji adalah media MRS Broth (Oxoid) (Hardianingsih, Riani dkk,
2006).
Lactobacillus mempunyai potensi yang besar sebagai produk
probiotik karena keunggulannya dibanding bakteri asam laktat lainnya
(Davis dan Gasson. 1981; Muriana dan Klaenhammer, 1987 dalam
Hardianingsih, Riani, dkk, 2006). Sifat yang menguntungkan dari bakteri
Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk
mendukung peningkatan kesehatan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora
normal dalam sistem pencernaan. Fungsinya adalah untuk menjaga
keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam kolon konstan
(Hardianingsih, Riani dkk, 2006). Contoh bakteri golongan Lactobacillus
yang digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum
Lactobacillus reuteri, Lactobacillus gasseri, Lactobacillus johnsonoo,
Lactobacillus

paracasei,

Lactobacillus

plantarum,

Lactobacillus

rhamnosus, dan lain-lain (Ma¨kinen & Bigret, 1993 dalam Anal, Kumar
Anil dan Harjinder Singh, 2007).
Cartney (1997) melaporkan bahwa bakteri probiotik menjaga
kesehatan usus, membantu penyerapan makanan, produksi vitamin, dan
mencegah pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu dapat meningkatkan
fungsi sistem kekebalan tubuh, metabolisme kolesterol, karsinogenesis,
dan menghambat penuaan (Hardianingsih, Riani dkk, 2006). Heprer, G.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

Fried, R. St Jean (1979) menyatakan bahwa pemberian suplemen yoghurt
selama satu minggu, dapat menurunkan serum kolesterol pada manusia.
Yoghurt

dan

susu

menurunkan

kolesterol

setelah

menginduksi

hiperkolesterolemia kelinci. Yoghurt lebih besar memberi pengaruh dari
pada susu (Hardianingsih, Riani dkk, 2006).

Tabel 2.1 Morfologi Bakteri Lactobacillus casei
Bentuk sel
Sensitivitas

Medium
Kondisi
pertumbuhan
bakteri
Suhu penyimpanan

Batang dengan ukuran 0,7-1,1 μm x 2,0-4,0 μm
SO2 : Ya
pH : 4-5 (Pratiwi, 2008)
Pemanasan : tidak dapat ditoleransi pada suhu di
atas 45oC.
Etanol : Ya. Pertumbuhan bakteri dan
metabolisme gula menurun karena etanol
meningkat.
MRS agar/broth.
Suhu 37oC dan 5% CO2 untuk keadaan
lingkungan.
-80oC atau di bawahnya (keadaan beku), dan 2oC8oC (keadaan dingin)

[Sumber : University of California, 2014; Anonim, 2014]

2.3 Probiotik
Bakteri Asam Laktat dikenal juga sebagai bakteri probiotik, karena
penggunaanya secara umum untuk probiotik. Secara umum probiotik
didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan sebagai suplemen
makanan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan
keseimbangan mikrobial pencernaan (Fuller, 1989 dalam Desai, 2008).
Probiotik dirancang untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, dan
pelarut yang digunakan dalam proses mikroenkapsulasi harus tidak
beracun (Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme : 2012).

Bakteri

probiotik diakui sebagai bakteri baik dan ramah, bermanfaat untuk
mengurangi potensi bakteri berbahaya dari usus (Gillian, Y. 2008).
Salah satu syarat bakteri probiotik dapat memberikan manfaat
kesehatan yaitu jumlah bakteri harus tersedia minimum 106 cfu/gram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

dalam produk makanan (Doleyres dan Lacroix, 2005 dalam Chávarri, M.,
dkk 2010) atau 107 cfu/gram (Lee dan Salminen, 1995 dalam Chávarri,
M., dkk 2010) atau dimakan dalam jumlah yang cukup untuk
menghasilkan asupan harian 108 cfu/ml (Lopez-Rubio dkk, 2006 dalam
Chávarri, M., dkk 2010).
Pada dasarnya konsumsi sel bakteri hidup dapat diperoleh dari tiga
sumber yaitu (1) produk-produk susu fermentasi seperti yogurt yang
mengandung sel Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophilus
serta susu acidophilus yang mengandung Lactobacillus acidophilus; (2)
suplemen makanan dan minuman dengan satu atau beberapa macam
mikroba yang bermanfaat seperti Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus casei dan Bifidobacteria serta (3) sebagai produk
farmasi yaitu konsentrat sel dalam bentuk tablet, kapsul atau granula.
Probiotik ini dapat memberikan manfaat kesehatan seperti meningkatkan
resistensi terhadap penyakit infeksi seperti diare, menurunkan tekanan
darah dan kolesterol, mereduksi alergi, intoleransi glukosa, meningkatkan
sistem imun tubuh dan manfaat lainnya (Harmayani dkk, 2001).
Viabilitas merupakan jumlah sel hidup yang diperkirakan sebagai
ukuran konsentrasi sel yang ada dalam produk (Yulinery dkk, 2009).
Viabilitas menunjukkan ketahanan yang baik terhadap pengaruh
lingkungan. Probiotik harus dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya selama tiga tahap kritis yaitu : (1) pada saat penyimpanan; (2)
pada saat proses pembuatan menjadi makanan yang fungsional dan (3) saat
transit melalui lambung dan usus kecil (Figueroa-Gonzales, Ivonne,
Guillermo Quijano, Gerardo Ramirez, 2011). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan viabilitas bakteri probiotik diantaranya
kondisi fisiologis, suhu, pH, aktivitas air dan oksigen (Neha dkk, 2012
dalam Utami, 2013). Viabilitas probiotik dalam produk dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pH, pasca-pengasaman (selama penyimpanan)
dalam produk fermentasi, produksi hidrogen peroksida, toksisitas oksigen
(perembesan

oksigen

melalui

kemasan)

dan

suhu

penyimpanan

(Kailasapathy, 2002 dalam Martin, M.J., dkk, 2013). Sejumlah faktor-

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

faktor tersebut perlu diperhatikan untuk mendapat efek maksimal dari
probiotik yang dikonsumsi (Neha dkk, 2012 dalam Utami, 2013).

Tabel 2.2 Mikroba yang Sering Digunakan sebagai Probiotik
BAL (Bakteri Asam Laktat)
Lactobacillus
Bifidobacterium Spesies BAL yang
lain
Lactobacillus
Bifidobacterium
Enterococcus
acidophilus
adolescentis
faecalis
Lactobacillus
Bifidobacterium
Enterococcus
casei
animalis
faecium
Lactobacillus
Bifidobacterium
Lactococcus lactis
amylovorus
bifidum
Lactobacillus
Bifidobacterium
Leuconostoc
delbrueckii
breve
mesenteroides
subsp
bulgaricus
Lactobacillus
Bifidobacterium
Pediococcus
reuteri
infantis
acidilactici
Lactobacillus
Bifidobacterium
Streptococcus
paracasei
lactis
thermophilus
Lactobacillus
Bifidobacterium
Sporolactobacillus
gallinarum
longum
inulimus
Lactobacillus
johnsonii
Lactobacillus
gasseri
Lactobacillus
rhamnosus
Lactobacillus
plantarum

Selain Spesies
BAL
Bacillus cereus
var.toyoi
Escherichia coli
strain nissle
Proptonibacterium
freudenreichii
Saccharomyces
cerevisiae

Saccharomyces
boulardii

[Sumber : Holzapfel, dkk, 2001]

Menurut Food and Agriculture Organization/World Health
Organization (FAO/WHO) (2001 dalam Utami, 2013), idealnya strain
probiotik seharusnya memiliki sifat sebagai berikut :
1.

Tidak kehilangan sifat aslinya selama masa penyimpanan.

2.

Secara normal berada di saluran pencernaan manusia.

3.

Harus dapat bertahan hidup, dapat melawan pertahanan barrier
lambung, tahan terhadap kerja pencernaan dari getah lambung,
enzim pencernaan dan garam empedu dan berkoloni di usus. Untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

alasan inilah, dosis efektif minimal yang sangat indikatif karena
sangat bergantung pada biakan dan preparat yang digunakan, yakni
107 cfu/hari.
4.

Harus bisa melekat dan berkoloni dengan sel intestinal. Struktur
membran bakteri berperan dalam mekanisme perlekatan dan
berpasangan langsung dengan mukosa, pemukaan protein dan
mungkin saja dengan yang beberapa lainnya yang berlendir.

5.

Harus menimbulkan fungsi metabolik pada level pencernaan, yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia dan antagonis mikroorganisme
patogen dengan memproduksi zat anti mikrobial.

6.

Tidak menimbulkan reaksi berbahaya (tidak patogen) terhadap
sistem imun atau bahaya lainnya dan juga dinyatakan aman
(melalui status GRAS tertulis ―dinyatakan aman‖).

7.

Resistensi terhadap antibiotik.

8.

Harus dikelola dalam dosis yang adekuat dan dan memiliki rasio
efikasi biaya yang tepat dan seimbang (Malago dkk, 2011 dalam
Utami, 2013).

9.

Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika
dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup
selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah
diaplikasikan pada produk makanan dan tahan terhadap proses
psikokimia pada makanan (Prado dkk, 2008 dalam Utami, 2013).

2.4 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan

mikroorganisme

dapat

diukur

berdasarkan

konsentrasi sel (jumlah sel per satuan isi kultur) ataupun densitas sel (berat
kering dari sel-sel per satuan isi kultur). Pertumbuhan mikroorganisme
dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung
(Pratiwi, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

2.4.1

Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara Langsung

2.4.1.1 Pengukuran Menggunakan Bilik Hitung (Counting Chamber).
Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik
hitung Petroff-Hausser, sedangkan untuk mikroorganisme
eukariot digunakan hemositometer. Keuntungan menggunakan
metode ini adalah mudah, murah, cepat, dan dapat diperoleh
informasi tentang ukuran dan morfologi mikroorganisme.
Kerugiannya adalah populasi mikroorganisme yang digunakan
harus banyak (minimum berkisar 106 cfu/ml), karena
pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak dapat
membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan
menghitung sel yang motil (Pratiwi, 2008).

2.4.1.2 Pengukuran Menggunakan Electric Counter.
Pada pengukuran ini suspensi mikroorganisme dialirkan
melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik.
Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice untuk
mengukur tahanan listrik pada saat bakteri melalui orifice. Pada
saat inilah sel terhitung. Keuntungan: hasil dapat diperoleh
dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel
dengan ukuran lebih besar. Kerugian: metode ini tidak bisa
digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan
debris, filamen, dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan
antara sel hidup dan sel mati (Pratiwi, 2008).

2.4.1.3 Pengukuran Menggunakan Plating Technique.
Metode perhitungan jumlah sel tampak dan didasarkan
pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan
memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang
digunakan adalah cfu (colony forming unit) dengan cara
membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel
pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan:
sederhana, mudah, dan sensitif karena menggunakan colony
counter sebagai alat hitung dan dapat digunakan untuk
menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air,
ataupun tanah. Kerugian : harus digunakan media yang sesuai
dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni
tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).

2.4.1.4 Pengukuran Menggunakan Teknik Filtrasi Membran
(Membrane Filtration Technique)
Sampel akan dialirkan pada suatu sistem penyaring
membran dengan bantuan vacum. Bakteri yang terperangkap
selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah
koloni dihitung. Keuntungan teknik filtrasi dapat menghitung
sel hidup dan sistem penghitungannya langsung. Kerugian
teknik filtrasi tidak ekonomis (Pratiwi, 2008).

2.4.2

Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme secara tidak
Langsung
2.4.2.1 Pengukuran Kekeruhan/Turbidity
Bakteri yang bermultifikasi pada media cair akan
menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan
untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter
dengan cara membandingkan densitas optik (optical density)
antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan
pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

2.4.2.2 Pengukuran Aktivitas Metabolik
Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa jumlah
produk

metabolik

tertentu,

misalnya

asam

atau

CO2,

menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam
media. Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan
jumlah vitamin yang dihasilkan mikroorganisme (Pratiwi,
2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

2.4.2.3 Pengukuran Berat Sel Kering (BSK)
Biasanya digunakan untuk mengukur pertumbuhan
fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan
dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan
dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang
beberapa kali hingga mencapai berat konstan yang dihitung
sebagai berat sel kering (BSK) (Pratiwi, 2008).

2.5 Teknik Enkapsulasi
2.5.1

Definisi
Enkapsulasi adalah proses mengelilingi senyawa aktif
dengan matriks dalam bentuk partikel untuk mencapai efek tertentu
yang diinginkan, seperti imobilisasi atau isolasi, perlindungan atau
stabilisasi, pelepasan terkontrol, dan perubahan sifat fisik (Chan,
Lee, Ravindra, & Poncelet 2009 dalam Chan, Eng-Seng, dkk,
2010).

Enkapsulasi

dipertahankan
Enkapsulasi

adalah

suatu

dalam

matriks

probiotik

telah

proses

enkapsulasi
diteliti

dimana
atau

untuk

sel-sel

membran.

meningkatkan

kelangsungan hidup mereka dalam produk makanan dan saluran
usus (Rao, Shiwnarain, & Maharaj, 1989 dalam Krasaekoopt, W.,
Bhandari, B., & Deeth, H., 2004).
Enkapsulasi ditujukan untuk menstabilkan sel, berpotensi
meningkatkan

kelangsungan

dan

stabilitas

mereka

selama

produksi, penyimpanan dan penanganan. (Vidhyalakshmi, dkk,
2009 dalam Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme, 2012).
Enkapsulasi dapat melindungi materi dari pengaruh lingkungan,
mencegah degradasi karena radiasi cahaya atau oksigen dan juga
memperlambat terjadinya evaporasi (Risch,1995). Senyawa yang
dienkapsulasi disebut bahan inti yang berupa zat aktif. Senyawa
yang meliputi bahan inti bisa berfungsi sebagai pelapis maupun
membran. Produk dari proses mikroenkapsulasi dinamakan
mikrokapsul (Poshadri, A. dan Aparna Kuna, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

Agar probiotik dapat memberikan manfaat pada manusia,
probiotik harus dapat bertahan hidup saat melewati lambung dan
harus dapat berkoloni di usus (Del Piano, 2011). Probiotik harus
dapat bertahan selama perjalanan melalui perut, kemudian hancur
di dalam usus untuk melepaskan sel. Untuk itu, pemilihan teknik
enkapsulasi dan biometrial enkapsulasi sangat penting untuk
menentukan efektivitas bagian pelindung probiotik. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih biomaterial untuk enkapsulasi
probiotik adalah: (a) sifat fisikokimia (komposisi kimia, morfologi,
kekuatan mekanik, stabilitas dalam cairan lambung dan usus; (b)
uji toksikologi; (c) manufaktur dan sterilisasi proses (Gbassi,
Gildas K dan Thierry Vandamme, 2012).
Keuntungan dari teknik enkapsulasi (Lachman, 1994 dalam
Hasan, Nurhasni, 2012) yaitu:
1. Dengan adanya lapisan dinding polimer, bahan inti

akan

terlindung dari pengaruh lingkungan luar.
2. Dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga
stabilitas bahan inti yang dipertahankan dalam jangka waktu
yang lama.
3. Dapat dicampur dengan komponen lain yang

berinteraksi

dengan bahan inti.
Kerugian dari teknik enkapsulasi (Lachman,1994 dalam
Hasan, Nurhasni, 2012), yaitu :
1. Biasanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna
atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan
bahan inti dari mikrokapsul.
2. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi.
3. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang
sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang
baik.
Faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
enkapsulasi adalah sifat fisiko kimia bahan inti dan bahan penyalut,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

tahap enkapsulasi, sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta
kondisi pembentukan mikrokapsul. Ukuran diameter partikel yang
terbentuk tergantung pada ukuran bahan inti, j