Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada Sediaan Probiotik

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH SUHU TERHADAP DAYA TAHAN

HIDUP BAKTERI PADA SEDIAAN PROBIOTIK

SKRIPSI

FAUZIAH UTAMI

109102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH SUHU TERHADAP DAYA TAHAN

HIDUP BAKTERI PADA SEDIAAN PROBIOTIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

FAUZIAH UTAMI

109102000004

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(3)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Fauziah Utami NIM : 109102000004 Tanda tangan :


(4)

Nama : Fauziah Utami

NIM : 109102000004

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada Sediaan Probiotik

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ofa Suzanti Betha, M.Si.,Apt Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt

NIP. 19750104 200912 001 NIP. 19831028 200901 2 008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif idayatullah


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Fauziah Utami

NIM : 109102000004

Program Studi : Farmasi

Judul : Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada Sediaan Probiotik

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt ( )

Pembimbing 2 : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt ( )

Penguji 1 : Prof.Dr.Atiek Soemiati M.Si., Apt ( )

Penguji 2 : Nelly Suryani, Ph.D., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat Tanggal : Juli 2013


(6)

Program Studi : Farmasi

Judul : Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada Sediaan Probiotik

Penggunaan probiotik pada sediaan farmasi dipercaya dapat menyeimbangkan flora normal usus, meningkatkan sistem imun dan sebagai antikarsinogenik. Agar dapat memberikan manfaat, probiotik harus memiliki viabilitas yang baik selama proses pembuatan hingga penyimpanan, namun suhu penyimpanan seringkali menjadi aspek yang terlupakan oleh konsumen dalam menyimpan probiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap viabilitas tiga sediaan probiotik yaitu sampel X yang mengandung Lactobacillus achidophilus, sampel Y yang mengandung Lactobacillus reuteri dan sampel Z yang mengandung Lactobacillus sporogenes. Ketiga sampel disimpan pada suhu 4○C, 25○C dan 44○C selama 28 hari penyimpanan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode standar plate count dengan interval waktu pengujian 0, 1, 2, 3 dan 4 minggu penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu penyimpanan 4○C dapat mempertahankan viabilitas sampel X, Y dan Z. Namun, suhu penyimpanan 25○C hanya dapat mempertahankan viabilitas sampel X dan Z. Sedangkan suhu penyimpanan 44○C menurunkan viabilitas sampel X, Y dan Z.

Kata Kunci : viabilitas, suhu, Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus sporogenes


(7)

Name : Fauziah Utami Programme Study : Pharmacy

Tittle : Effect of Temperature on The Viability of Bacteria in Probiotic Preparations

Use of probiotics in pharmaceutical preparations can reliably balance the normal intestinal flora, improve the immune system and as an anticarcinogenic. To be able provide benefits, probiotics must have good viability during process of manufacture to storage. However, the storage temperature is often a forgotten aspect of a consumer store probiotics. The objective of this research is determine effect of storage temperatures on the survival of bacteria in three samples probiotic preparations are sample X containing Lactobacillus achidophilus, sample Y containing Lactobacillus reuteri and sample Z containing Lactobacillus sporogenes. All samples were stored at 4○C, 25○C and 44○C for 28 days of storage. Tests performed by using standard plate count method with interval testing 0, 1, 2, 3 and 4 weeks of storage. The results showed that the storage temperature at 4○C can maintain viability of the samples X, Y and Z. However, the storage temperature at 25○C can only maintain viability of the sample X and Z While storage temperature at 44○C decrease viability of samples X, Y and Z.

Keyword : viability, temperature, Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus sporogenes


(8)

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan karunia yang telah diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Suhu terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri pada Sediaan Probiotik dalam rangka menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Keberhasilan dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan orang-orang yang telah banyak berjasa. Pada kesempatan kali ini, penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.(hc) dr.M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta 3. Ibu Yuni Anggraeni M.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberi arahan dan saran selama perkuliahan.

4. Ibu Ofa Suzanti Betha M.Si.,Apt, selaku Pembimbing I yang telah memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Yuni Anggraeni M.Farm.,Apt selaku Pembimbing II yang telah

memberi masukan, arahan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini

6. Kedua Orangtua dan kakak saya yang selalu menyebut saya daam doanya, yang selalu memberi motivasi dan menjadi semangat dalam penulisan skripsi ini.

7. Para dosen yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

8. Sahabat-Sahabat tercinta yang menjadi teman satu bimbingan, tempat bertukar pikiran dan berbagi ide dalam penulisan skripsi ini yaitu Warda Nabiela dan Nadya Zahrayny dan yang selalu membantu dalam pengurusan berkas-berkas skripsi penulis.


(9)

9. Sahabat Alfrida Tatsa Haifa yang dengan ikhlas menjadi notulen dalam seminar proposal penulis

10.Sahabat Indah Fadlul Maula yang meluangkan waktu untuk memberi masukan dan saran penulisan.

11.Sahabat Gian Pertela yang mengajari cara mengolah data dengan SPSS 20. 12.Sahabat Muhammad Arif yang dengan ikhlas mengantarkan membeli alat

dan bahan penelitian.

13.Para Laboran yang senantiasa membantu penulis dalam penelitian ini yaktu kak Lisna, Kak Rani, Kak Yopi, Kak Eris, Kak Liken, Kak Rahmadi, dan Kak Tiwi.

14.Sahabat Sahabat teman satu perjuangan yang senantiasa selalu ada menemani saya baik dalam suka maupun duka dan selalu menghibur dalam kebersamaan yaitu Qaffah Silma Azas, Widya Larasaty, Andy Risky, Sonia Zulfa, Hani Haifa, Evira Vivikananda, Siti Zamilatul Azkiyah, Mutia Sari Wardhana, Agung Priyanto, RisdaYulianti, Hissi Fitriyah, Dina permata, Nurul Fitrializa, Nova Yanti, Vita Fitria, Putri Assifa, Maulida Putri, Istiqomah, Muhammad Irsyad, Nurfitriyani, Chairunnisa.

15.Dan sahabat-sahabat Farmasi Angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu per satu dan menemani perjuangan menuntut ilmu selama 4 tahun ini.

Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Karya ini merupakan persembaan terbaik penulis, namun tiada luput dari kekurangan walau demikian penulis tetap berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, 30 Juli 2013


(10)

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fauziah Utami

NIM : 109102000004

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dangan judul :

PENGARUH SUHU TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP BAKTERI PADA SEDIAAN PROBIOTIK

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 30 Juli 2013

Yang menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Probiotik ... 4

2.2 Strain Bakteri Probiotik ... 6

2.2.1 Lactobacillus sp ... 7

2.2.2 Bifidobacteria sp ... 8

2.2.3 Enterococcus sp ... 8

2.2.4 Streptococcus sp ... 9

2.3 Terapi Probiotik ... 9

2.4 Dosis Probiotik ... 13

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas Probiotik ... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat ... 19

3.2.2 Bahan ... 19

3.3 Prosedur Kerja ... 19

3.3.1 Preparasi Alat dan Bahan yang Digunakan ... 19

3.3.1.1 Preparasi Alat... 20


(12)

3.3.3 Pengujian Viabilitas Bakteri pada Sampel X, Y dan Z .... 21

3.4 Analisa Data ... 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Pemilihan dan Preparasi Sampel ... 22

4.2 Pertumbuhan Koloni Bakteri Sampel X, Y dan Z pada Medium MRSA ... 23

4.3 Identifikasi Bakteri Sampel X, Y dan Z dengan Pewarnaan Gram ... 23

4.4 Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Sampel X pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C ... 24

4.5 Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Sampel Y pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C ... 26

4.6 Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Sampel Z pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C ... 28

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33


(13)

Hal

Gambar 4.1 Koloni Sampel X, Y dan Z ... 23 Gambar 4.2 Pewrnaan Gram Sampel X, Y dan Z ... 24 Gambar 4.3 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel

X pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C ... 26 Gambar 4.4 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel

Y pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C ... 28 Gambar 4.5 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel


(14)

Hal

Tabel 2.1 Beberapa Mikroorganisme yang Berperan Sebagai Probiotik ... 6 Tabel 2.2 Variasi Dosis Probiotik dengan Berbagai Kondisi Kesehatan ... 14 Tabel 4.1 Jumlah Total Bakteri Sampel X Selama Periode Penyimpanan ... 24 Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Jumlah Bakteri Sampel X dengan Menggunakan

Metode Uji One Way Repeated Measures Anova ... 25 Tabel 4.3 Jumlah Total Bakteri Sampel Y Selama Periode Penyimpanan ... 26 Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Jumlah Bakteri Sampel Y dengan Menggunakan

Metode Uji One Way Repeated Measures Anova ... 27 Tabel 4.5 Jumlah Total Bakteri Sampel Z Selama Periode Penyimpanan ... 28 Tabel 4.6 Hasil Analisa Data Jumlah Bakteri Sampel Z dengan Menggunakan


(15)

Hal

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 37

Lampiran 2. Media perbenihan Man De Rogosa Sharpe Agar ... 38

Lampiran 3 Cerficate of Analysis Medium MRSA ... 39

Lampiran 4. Data Sampel X ... 40

Lampiran 5. Data Sampel Y ... 41

Lampiran 6. Data Sampel Z ... 42

Lampiran 7. Skema Kerja Viabilitas Bakteri Sampel X ... 43

Lampiran 8. Skema Kerja Viabilitas Bakteri Sampel Y ... 44

Lampiran 9. Skema Kerja Viabilitas Bakteri Sampel Z ... 45

Lampiran 10. Perhitungan Jumlah Total Bakteri Sampel X ... 46

Lampiran 11. Perhitungan Jumlah Total Bakteri Sampel Y ... 47

Lampiran 12. Perhitungan Jumlah Total Bakteri Sampel Z ... 48

Lampiran 13. Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Sampel X ... 59

Lampiran 14. Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Sampel Y ... 51

Lampiran 15. Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Sampel Z ... 52

Lampiran 16. Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel X pada Suhu 4○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 53

Lampiran 17. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel X pada Suhu 25○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 54

Lampiran 18. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel X pada Suhu 44○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 55

Lampiran 19. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Y pada Suhu 4○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 56

Lampiran 20. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Y pada Suhu 25○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 57

Lampiran 21. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Y pada Suhu 44○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 58

Lampiran 22. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Z pada Suhu 4○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 59

Lampiran 23. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Z pada Suhu 25○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 60

Lampiran 24. Perbandingan Jumlah Total bakteri Sampel Z pada Suhu 44○ C dengan One Way Repeated Measures Anova ... 61


(16)

1.1 Latar Belakang

Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup non-patogenik, yang jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu akan memberikan efek menguntungkan bagi inang. Probiotik dapat dikonsumsi setiap hari sebagai suplemen makanan yang dapat menjaga keseimbangan dalam ekosistem mikrobiota usus (WHO, 2001). Probiotik juga dapat memberikan manfaat kesehatan seperti meningkatkan resistensi terhadap penyakit infeksi seperti diare (WHO, 2001), menurunkan tekanan darah dan kolesterol (Yulinery, et al,. 2006), mereduksi alergi, intoleransi laktosa (Simadibrata, 2011), meningkatkan sistem imun tubuh (Prasetyo dan dan Purwanto, 2010) dan manfaat lainnya.

Pada dasarnya konsumsi probiotik dapat diperoleh dari tiga sumber yaitu produk-produk susu fermentasi seperti yogurt yang mengandung sel Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophilus, suplemen makanan dan minuman yang mengandung satu atau beberapa macam mikroba yang bermanfaat seperti L.acidophilus, L.reuteri, L.casei dan Bifidobacteria serta produk farmasi seperti tablet, kapsul atau granula yang mengandung konsentrat sel bakteri (Harmayani, et al., 2001).

Sediaan probiotik relatif mudah ditemukan di pasaran, namun hal yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah belum adanya jaminan mutu sediaan, ditinjau dari jumlah probiotik sesuai dengan komposisi yang tercantum dalam kemasan dan tetap hidupnya probiotik tersebut saat mencapai usus. Hal ini dikarenakan jaminan mutu sediaan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik dari probiotik itu sendiri. Untuk mengetahui jaminan mutu suatu sediaan terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu produk probiotik di antaranya adalah sifat fisik yang baik dan dapat stabil selama proses pembuatan hingga penyimpanan. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman untuk dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk


(17)

makanan serta tahan terhadap proses fisika kimia pada makanan (Saarela, et al., 2000).

Salah satunya dilihat dari aspek viabilitas sediaan yang baik. Viabilitas merupakan jumlah sel hidup yang diperkirakan sebagai ukuran konsentrasi sel yang ada dalam produk (Yulinery, et al., 2009). Viabilitas yang stabil menunjukkan ketahanan yang baik terhadap pengaruh lingkungan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa probiotik tetap hidup dalam produk selama masa simpan. Sayangnya aspek ini tidak selalu diperhatikan, sebagaimana diketahui terdapat laporan yang mengatakan bahwa dalam sejumlah produk komersial, tingkat probiotik yang layak tidak memenuhi kriteria peraturan dalam masa penyimpanan (Malago, et al., 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan viabilitas bakteri probiotik diantaranya kondisi fisiologis, suhu, pH, aktivitas air, dan oksigen. Sejumlah faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan untuk mendapat efek maksimal dari probiotik yang dikonsumsi ( Neha, et al., 2012).

Seperti disebutkan diatas, suhu penyimpanan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi ketahanan hidup bakteri. Selama proses pembuatan, penggunaan suhu melebihi 45-50○C akan merusak kelangsungan hidup bakteri probiotik karena viabilitas bubuk probiotik menurun dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Sedangkan pada suhu rendah (4-7○C) kelangsungan hidup bakteri dapat dipertahankan (Yuan Kun Lee et dan Seppo Salminen, 2009). Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi penyimpanan yang ideal untuk mempertahankan viabilitas probiotik sehingga memberikan efek terapeutik. Secara umum nilai minimum yang harus dipenuhi sekitar 1x107 cfu/ml bakteri dalam sediaan (WHO, 2001).

Berdasarkan definisi probiotik yang telah disebutkan di awal, uji viabilitas sangat diperlukan untuk menyatakan kelayakan sediaan dianggap sebagai probiotik. Suhu penyimpanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viabilitas bakteri dalam sediaan. Oleh karena itu, uji ketahanan hidup bakteri selama penyimpanan dalam jangka waktu tertentu dengan memperhatikan pengaruh suhu perlu dilakukan sebagai skrining kelayakan produk untuk dapat memberikan efek optimal. Penelitian kali ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penyimpanan pada tahapan pasca distribusi, artinya


(18)

pada saat produk yang beredar sudah berada di tangan konsumen. Hal ini didasarkan pada sejumlah fakta yang ditemui di masyarakat dimana terdapat kelalaian dalam menyimpan produk–produk probiotik. Padahal, suhu penyimpanan yang ideal adalah salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat dari kerja suatu probiotik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh suhu penyimpanan terhadap viabilitas bakteri pada beberapa sediaan probiotik yang beredar ?

2. Bagaimana pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap viabilitas bakteri pada beberapa sediaan probiotik yang beredar ?

1.3 Tujuan Penelitian

3. Untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap viabilitas bakteri pada beberapa sediaan probiotik yang beredar ?

4. Untuk mengetahui pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap viabilitas bakteri pada beberapa sediaan probiotik yang beredar ?

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai kondisi suhu penyimpanan optimal yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup bakteri dari sediaan probiotik sehingga dapat memberikan efek yang optimal bagi konsumen.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Probiotik

Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti hidup. Probiotik adalah mikroorganisme hidup non patogenik, yang jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu akan memberikan efek menguntungkan bagi inangnya (WHO, 2001). Probiotik adalah suplemen makanan yang berisi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan konsumen dengan mempertahankan keseimbangan mikroba usus (Saarela, et al., 2000). Suatu probiotik dapat dikatakan bermanfaat bagi kesehatan jika memenuhi kriteria, seperti memiliki teknologi dengan metode pengolahan yang baik sehingga dapat diimpelementasikan dalam produksi dan disatukan ke dalam produk makanan tanpa menghilangkan fungsi dan viabilitas dan tidak mengakibatkan rasa atau tekstur yang tidak disukai. Probiotik ini tersedia dalam berbagai jenis produk seperti makanan, obat-obatan, dan suplemen makanan bakteri asam laktat.

Dengan didasarkan pada “Guideline on probiotics and prebiotics” yang disusun oleh FAO/WHO sifat–sifat dari probiotik dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tidak kehilangan sifat aslinya selama masa penyimpanan 2. Secara normal berada di saluran pencernaan manusia

3. Harus dapat bertahan hidup, dapat melawan pertahanan barrier lambung, tahan terhadap kerja pencernaan dari getah lambung, enzim pencernaan dan garam empedu dan berkoloni di usus. Untuk alasan inilah, dosis efektif minimal yang sangat indikatif karena sangat bergantung pada biakan dan preparat yang digunakan, yakni 107 cfu/hari

4. Harus bisa melekat dan berkoloni dengan sel intestinal. Struktur membran bakteri berperan dalam mekanisme perlekatan dan berpasangan langsung dengan mukosa, pemukaan protein dan mungkin saja dengan yang beberapa lainnya yang berlendir.


(20)

5. Harus menimbulkan fungsi metabolik pada level pencernaan, yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, dan antagonis mikroorganisme patogen dengan memproduksi zat anti mikrobial.

6. Tidak menimbulkan reaksi berbahaya (tidak patogen) terhadap sistem imun atau bahaya lainnya dan juga dinyatakan aman (melalui status GRAS tertulis “dinyatakan aman”)

7. Resistensi terhadap antibiotik

8. Harus dikelola dalam dosis yang adekuat dan memiliki rasio efikasi biaya yang tepat dan seimbang (Malago, et al., 2011).

Mekanisme probiotik melindungi atau memperbaiki kondisi kesehatan yaitu dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui beberapa cara antara lain :

1. Memproduksi substansi-substansi penghambat. Probiotik mampu memproduksi zat-zat penghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun negatif. Zat-zat ini termasuk asam organik, hidrogen peroksida (H2O2), bakteriosin yang mampu menghambat tidak hanya

bakteri hidup namun juga memproduksi toksin.

2. Menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus dengan cara kompetisi untuk mengadakan perekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa), enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi mengadakan perlekatan dengan bakteri yang lain.

3. Kompetisi nutrisi. Bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik) akan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam hal memperebutkan nutrisi pada saluran cerna.

4. Kemampuan untuk mendegradasi prokarsinogen, senyawa

antimutagenik, memodulasi enzim karsinogenik dalam usus, dan menekan tumor dengan mekanisme respon imun.

5. Memperbaiki respon imun melalui peningkatan ekspresi dari limfosit B dan sekresi imunoglobulin A baik secara lokal maupun sistemik. Ketika probiotik berkontak dengan usus yang berasosiasi dengan jaringan limfoid maka dapat merangsang peningkatan sistem imun


(21)

dengan menstimulasi respon IgA dan merangsang aktivitas fagositosis (Simadibrata, 2011).

2.2 Strain Bakteri Probiotik

Strain utama yang digunakan sebagai probiotik untuk manusia adalah bakteri dari genus Lactobacillus, Bifidobacterium, Enteroccocus, Streptoccocus dan ragi Saccharomyces. Di antara berbagai mikroorganisme, bakteri dari genus Lactobacillus dan Bifidobacterium yang paling sering digunakan sebagai probiotik (Malago, et al., 2011).

Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik. Bakteri ini bersifat nonpatogenik, nontoksikogenik, Gram positif, tidak menghasilkan spora, bakteri fermentasi yang berkaitan dengan produksi asam laktat dari karbohidrat (Desai, 2008).

Tabel 2.1 Beberapa Mikroorganisme yang Berperan Sebagai Probiotik

Lactobacillus Bifidobacteria Enterococcus Streptococcus Lactococcus

L.acidophilus L.brevis L.casei L.curvatus L.fermentum L.gasseri L.johnsonii L.reuteri L.rhamnosus L.salivarius Propionibacterium P.freudenreichii P.freudenreichii subs.thermanii P.jensenii B.adolescentis B.animalis B.bifidum B.breve B.infantis B.longum B.thermophilum Yeast Kluyveromyces lactis Saccharomyces boulardii Saccharomyces cerevisiae E.faecalis E.faecium Other Leunococcus mesenteroides Pediococcus acidilactici

S.termophilus L.lactis subsp.cremor is

L.lactis subsp.lactis

Sumber: (Baffoni dan Biavati, 2008)

Klasifikasi bakteri asam laktat dalam genus yang berbeda sebagian besar didasarkan pada perbedaan morfologi, cara fermentasi glukosa, pertumbuhan pada suhu yang berbeda, dan konfigurasi dari asam laktat yang dihasilkan, kemampuan


(22)

untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi, dan toleransi terhadap asam atau basa (Desai, 2008).

Karakteristik penting yang digunakan untuk membedakan genus bakteri asam laktat yaitu dengan cara fermentasi glukosa yaitu pada saat keterbatasan konsentrasi glukosa dan faktor pertumbuhan (asam amino, vitamin dan prekursor asam nukleat) serta terbatasnya ketersediaan oksigen. Dengan kondisi tersebut, bakteri asam laktat dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bersifat homofermentatif (yang mengubah glukosa hampir seluruhnya menjadi asam laktat) dan heterofermentatif (yang mengubah glukosa fermentasi menjadi asam laktat, etanol / asam asetat, dan CO2) (Desai, 2008).

2.2.1 Lactobacillus sp

Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif fakultatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau coccobacilli dan tidak berflagela. Lactobacilli berbentuk batang yang merupakan bakteri filogenetis yang masuk ke dalam filum Firmicutes (De vos, et al., 2009). Bakteri ini ditemukan pada tumbuhan dan berperan penting dalam memberikan kontribusi proses pengasaman dan pengawetan, aroma dan pengembangan tekstur pada fermentasi makanan namun kebanyak strain Lactobacillus ini berasal dari manusia. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memfermentasi laktosa dan monosakarida lainnya menjadi asam laktat. Contoh bakteri golongan Lactobacillus yang digunakan sebagai probiotik yaitu L. acidophilus, L. delbrueckii subsp. bulgaricus, L. casei, L. fermentum, L. plantarum, L. reuteri.

Namun, yang paling banyak digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus acidophilus yang bersifat homofermentatif. L. acidophilus bersifat non motil, tidak berflagela, dan tidak berspora. Bakteri ini merupakan anaerob fakultatif dan berbentuk batang Gram positif. Bakteri ini memiliki lebar sekitar 0,6-0,9 μm dan panjang 1,5-6,0 μm dengan ujung bulat. Sel mungkin muncul dalam bentuk tunggal atau berpasangan serta dalam rantai pendek. Pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 35-40°C tetapi dapat mentoleransi suhu sampai 45°C. pH optimum untuk pertumbuhan adalah antara 5,5-6.


(23)

2.2.2 Bifidobacteria sp

Bifidobacteria merupakan bagian utama dari flora normal usus yang ada di sepanjang hidup manusia. Mereka muncul dalam tinja beberapa hari setelah kelahiran dan meningkat jumlahnya setelah bayi menyusui. Mereka dominan berada dalam usus besar yang berkontribusi sekitar 6-36% dari mikroflora usus pada orang dewasa, namun Bifidobacteria jumlahnya menurun dengan meningkatnya usia.

Bifidobacteria memiliki ciri-ciri seperti non-motil, tidak bersporulasi, berbentuk batang Gram positif dengan berbagai penampilan, termasuk batang melengkung pendek, batang berbentuk club dan batang bercabang Y. Kebanyakan dari bakteri ini bersifat anaerob, namun beberapa dapat mentoleransi oksigen. Contoh spesies Bifidobacteria seperti B. adolescentis, B. angulatum, B. bifidum, B. breve, B. catenulatum, B. denticolens, B. dentium, B. gallicum, B. infantis, B. inopinatum, B. lactis, B. longum, B. Pseudocarenulatum.

Bifidobacteria memproduksi asam asetat dan laktat dalam proses fermentasi di mana dua mol glukosa menghasilkan tiga mol asetat dan dua mol laktat. Mereka dapat memfermentasi galaktosa, laktosa dan fruktosa karena memiliki enzim fruktosa 6 phosphoketolase fosfat.

Bifidobacteria masuk ke dalam kelompok probiotik karena memiliki efek menguntungkan pada kesehatan inang, termasuk sintesis vitamin. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 6-7, namun Bifidobacteria lactis BB12 menunjukkan kemampuan untuk tumbuh sampai pH 4,2. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37-41°C (Desai, 2008).

2.2.3 Enterococcus sp

Genus bakteri ini kurang dikenal karena hanya memiliki kurang dari 20 spesies. Sel cenderung membentuk rantai dan bersifat aerotolerant anaerob/ fermentor obligat dan katalase negatif. Bakteri ini Gram positif dengan sel berbentuk seperti telur dalam bentuk tunggal, berpasangan atau rantai pendek dan tidak membentuk spora. Strain bakteri yang paling sering digunakan adalah Enterococcus faecalis. Pertumbuhan optimal pada suhu 35-37°C dan kebanyakan spesies dapat tumbuh pada suhu 42-45°C. Bakteri ini bersifat homofermetatif yang mengubah glukosa seluruhnya menjadi asam laktat (De vos, et al., 2009).


(24)

Strain Enterococci kebanyakan digunakan sebagai nutrisi untuk babi dan unggas. Namun, tersedia pula produk farmasi yang mengandung Enterococcus sebagai probiotik bagi manusia dalam terapi klinis. Genus Enterococcus memiliki spesies yang berbeda-beda tetapi hanya dua dari mereka yang penting sebagai probiotik yaitu Enterococcus faecium diaplikasikan pada manusia dan hewan dan sementara Enterococcus faecalis terutama digunakan sebagai probiotik untuk manusia (Bhantinon dan Anthimia, 2010).

2.2.4 Streptococcus sp

Genus ini memiliki kurang dari 20 spesies dan kurang dikenal. Yang termasuk pada spesies ini adalah Streptococcus thermophilus, Streptococcus mitis, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Streptococcus salivarius, Streptococcus agalactiae. Streptococcus merupakan Gram positif dalam bentuk cocci dengan diameter 0,5-2,0 μm, bentuknya tunggal, berpasangan, atau rantai. Bakteri ini tidak membentuk spora, non motil dan katalase negatif. Bersifat Kemo-organotrofik (metabolisme fermentasi memproduksi terutama laktosa secara anaerob). Pertumbuhan optimum pada suhu 37°C, kebanyak bersifat komensal pada manusia dan hewan. Pada umumnya semua spesies bersifat anaerob fakultatif dan beberapa membutuhkan CO2 untuk pertumbuhan (De vos,

et al., 2009).

2.3 Terapi Probiotik

Probiotik dapat digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan seperti :

1. Diare

Beberapa penelitian menunjukan bahwa probiotik dapat mereduksi gejala diare. Hal ini telah dibuktikan dengan mengkonsumsi probiotik yang mengandung strain Lactobacillus rhamnosus GG dan Bifidobacterium lactis BB-12 dapat mencegah dan menjadi pilihan terapi diare akut pada anak yang disebabkan oleh rotavirus. Selain rotavirus, probiotik juga dapat menghambat bakteri patogen lain seperti Salmonella dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen


(25)

dalam mukosa usus dengan cara kompetisi dalam mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa) dengan bakteri patogen (WHO, 2001).

2. Melawan infeksi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah bakteri Gram negatif yang menyebabkan gastritis tipe B, tukak lambung dan kanker lambung. Penggunaan bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen ini dengan menurunkan aktivitas enzim urease yang diperlukan patogen untuk tetap berada di lingkungan asam lambung (WHO, 2001). Adanya asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat di duga menjadi zat anti mikroba yang digunakan untuk melawan Helicobacter pylori (WHO, 2001).

3. Kanker

Mikroorganisme probiotik dapat mencegah atau menunda timbulnya kanker tertentu. Hal ini berdasarkan bahwa mikroflora usus dapat menghasilkan zat karsinogen seperti nitrosamin. Oleh karena itu, pemberian Lactobacillus dan Bifidobacteria secara teoritis dapat memodifikasi flora yang mengarah ke penurunan β- glukuronidase.

Penurunan resiko kanker usus besar mungkin diperoleh melalui kontrol pertumbuhan bakteri patogen seperti E.coli, S. faecalis dan C. paraputrificum pada usus melalui kompetisi alat penempelan dan nutrisi. Dinding sel bakteri asam laktat menunjukan kemampuannya menstimulir fagositosis dari magrofag sehingga menekan terbentuknya tumor dan kanker usus. Enzim-enzim yang berperan untuk mengubah komponen-komponen prokarsinogen menjadi komponen karsinogen seperti β-glukosidase, β-glukoronidase, nitroreduktase, dan azoreduktase terbukti ditekan jumlahnya dengan konsumsi susu fermentasi yang mengandung Bifidobacteria longum dan Lactobacillus acidophilus. Namun, masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan klinis definitif mengenai kemampuan probiotik dalam pencegahan kanker (WHO, 2001).


(26)

4. Gejala IBS (Irritable Bowel Sindrome)

Ada beberapa mekanisme yang diduga menjelaskan

pengurangan gejala IBS dengan probiotik. Probiotik dapat mempengaruhi gejala dengan menyeimbangkan mikrobiota, dan dengan mengembalikan kemungkinan penyimpangan produksi gas atau produksi asam lemak rantai pendek. Banyak probiotik dapat

memodulasi sistem kekebalan tubuh misalnya dengan

menyeimbangkan rasio antara pro-inflamasi dan anti-inflamasi sitokin, sehingga dapat mengurangi kemungkinan tingkat peradangan. Selain menyeimbangkan mikrobiota dan efek imunomodulator, studi terbaru juga menunjukkan bahwa probiotik dapat mempengaruhi motilitas usus. Penelitian secara in vitro pada usus yang diisolasi dari kelinci

percobaan telah menunjukan bahwa probiotik, khususnya

Bifidobacteria memiliki efek relaksasi pada usus (WHO, 2001). 5. Konstipasi

Beberapa mekanisme probiotik dan prebiotik diketahui berperan dalam menimbulkan efek pencahar. Probiotik dan prebiotik dapat memodulasi flora normal usus. Flora normal usus dan komposisinya diketahui mempengaruhi fungsi usus terutama motilitas usus. Namun mekanime dibalik ini belum diketahui secara jelas. Modulasi dari flora normal usus juga mengubah aktivitas metabolisme usus, seperti produksi gas dan asam lemak rantai pendek. Ada bukti yang menunjukkan bahwa asam lemak rantai pendek berkorelasi dengan waktu transit usus (Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009).

6. Meningkatkan Imunitas saluran Cerna

Probiotik akan berinteraksi dengan sistem imunitas saluran cerna dengan menimbulkan respon imun lokal. Pada dua penelitian terpisah L. johnsonii LJ-1 (previously L. acidophilus LA1) dan L. salivarius UCC 118 terbukti dapat menstimulasi respon IgA mukosa dan meningkatkan aktivitas makrofag (WHO, 2001).

Sekitar 80% dari total sel yang memproduksi imunoglobulin berada dalam lamina propia usus. Enterosit merupakan sel


(27)

imunokompeten saluran pencernaan yang beperan pada berbagai reaksi lokal terhadap mikroorganisme patogen. Interaksi antara enterosit dan faktor di sekitarnya akan mengaktivasi ekspresi molekul adhesi, MHC kelas I dan II, presentasi antigen terhadap limfosit, produksi sitokin, transportasi sIg, dan kompleks sIgA. Probiotik akan memicu aktivasi sel imunokompeten baik makrofag maupun sel dendrit sehingga jaringan limfoid (gut-associated lymphoid tissues/ GALT) yang ada pada lamina propia akan memicu sel plasma untuk memproduksi IgA yang berperan dalam sistem imun mukosa (Prasetyo dan Purwanto, 2010).

7. Alergi

Mekanisme probiotik dalam mengatasi alergi diduga dengan meningkatan permeabilitas usus, meningkatkan respon spesifik IgA, meningkatkan penghalang usus melalui restorasi mikroba normal, dan meningkatkan faktor pertumbuhan beta dan produksi interleukin 10 dan sitokin yang mempengaruhi peningkatan produksi antibodi IgE (WHO,2001).

8. Sistem Kardiovaskular

Ada bukti awal bahwa penggunaan probiotik Lactobacillus berpotensi memberi manfaat bagi jantung, termasuk pencegahan dan terapi berbagai sindrom iskemik jantung dan menurunkan serum kolesterol (WHO, 2001).

Lactobacillus dapat mengurangi kadar kolesterol serum melalui asimilasi dan dekonjugasi garam empedu. Asam lemak rantai pendek yang dihasilkan oleh Lactobacillus juga dapat menghambat sintesis kolesterol hati dan distribusi kolesterol dalam plasma dan hati. Akibat kekurangan asam empedu ini maka Lactobacillus acidophilus akan memetabolisme kolesterol dalam darah menjadi asam empedu sehingga menurunkan konsentrasi kolesterol darah (Yulinery, et al., 2006).


(28)

9. Intoleransi Laktosa

Probiotik sebagai bakteri asam laktat secara aktif merubah laktosa menjadi asam laktat. Oleh karena itu, probiotik dapat memperbaiki pencernaan laktosa dengan mengurangi gejala intoleransi dan memperlambat waktu transit makanan. Pemberian probiotik juga dapat meningkatkan enzim laktase di lumen usus sehingga memfasilitasi proses pencernaan dan memperbaiki intoleransi laktosa (Simadibrata, 2011).

10. Bakteri Vaginosis

Ada beberapa penelitian klinik menunjukkan bahwa pemberian oral dan vaginal Lactobacillus dapat membasmi asimtomatik dan gejala bakteri vaginosis. Sediaan oral Lactobacillus acidophilus dan yogurt telah digunakan dalam pencegahan dan terapi vaginitis kandidiasis). Diduga karena bakteri probiotik menghasilkan hidrogen peroksida yang mampu membunuh bakteri penyebab vaginosis (WHO, 2001).

2.4 Dosis Probiotik

Bentuk yang paling umum dalam produk probiotik adalah susu fermentasi dan probiotik dalam makanan. Namun ada pula probiotik dalam bentuk tablet, kapsul, dan sachet yang mengandung bakteri dalam bentuk beku-kering. Dosis yang dibutuhkan untuk probiotik sangat bervariasi tergantung pada strain dan produk. Sejumlah penelitian klinis yang telah terbukti menunjukan bahwa strain probiotik dapat bermanfaat dan efektif untuk kesehatan dan terapi beberapa penyakit. Dosis probiotik dapat bervariasi pada indikasi yang berbeda. (Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009)

Probiotik dapat diberikan dengan berbagai variasi berdasarkan :

1. Tipe Probiotik ( Lactobacilli, Bifidobacteria, Yeast, atau Enterococcus) 2. Dosis Harian (107-1010 cfu)

3. Frekuensi pemberian 1-4x sehari

4. Waktu pemberian (sebelum,selama, atau setelah makan) 5. Durasi pemberian (1 hari atau beberapa bulan)


(29)

6. Bentuk sediaan (makanan fermentasi, minuman, kapsul, tablet atau serbuk)

7. Viabilitas

Tabel 2.2 Variasi Dosis Probiotik dengan Berbagai Kondisi Kesehatan

X Product Dosis yang

direkomendasikan

Infeksi diare akut pada anak

L.rhamnosus GG L.reuteri ATTC 55730 L.acidophilus + B. Infantis S.cerevisiae (boulardii)

1010-1011cfu 2x sehari 1010-1011 cfu 2x sehari 109 cfu 3x sehari 200 mg 3x sehari

Infeksi diare akut pada dewasa

Enterococcus faecium LAB 8F68 108 3x sehari

Pencegahan

antibiotik asociated pada diare anak

S.cerevisiae (boulardii) L.rhamnosus GG

B.lactis Bb12+S.themophilus

250 mg 2x sehari

1010 cfu 1 atau 2x sehari 107+10* cfu/g dari formula

Pencegahan

antibiotik asociated pada diare dewasa

Enterococcus faecium LAB 8F68 S.cerevisiae (boulardii) Iyo L.rhamnosus GG

L.casei DN-114 dalam susu fermentasi dengan L. bulgaricus dan S.thermophilus

B.clausii

L.acidophilus CL128S + L.casei Lbc80r

108 2x sehari

1 g atau 3x 1010 per hari

2x109 3x sehari 5x1010 1x sehari

Pencegahan diare nosokomial pada anak L.rhamnosus GG B.lactis Bb12+S.themophilus B.lactis Bb12

L.reuteri ATTC 55730

1010-1011 cfu 2 sehari 106-107 cfu/g dari formula 109 cfu 2x sehari

109 cfu 2x sehari

Pencegahan diare yang disebabkan

C. difficile pada dewasa

L.casei DN-114 001 dalam susu fermentasi dengan L. bulgaricus dan S.thermophilus

L.acidophilus + B. bifidum S.cerevisiae (boulardii) Oligofructosa

1010 cfu/g 2x sehari

2 x1010 cfu 1x sehari 2 x1010 cfu per hari 4 g 3x sehari

Terapi dalam membasmi H.pylori

L.rhamnosus GG B. clausil

AB yogurt dengan Lactobacillus dan Bifidobacteria (tidak spesifik) S.cerevisiae

6x109 cfu 2x sehari 2x109 3x sehari 5-109 2x sehari


(30)

Sumber: Guarner, et al., 2008 (World Gastroenterology Organisation Practice Guideline)

Untuk meningkatkan efek probiotik, maka dibutuhkan jumlah yang tepat untuk sampai pada saluran cerna. Bentuk sediaan yang berbeda dengan dosis yang sama dilaporkan dapat memberikan efek kesehatan yang sama. Durasi pemberian sebagian besar bergantung dari penyakit yang diderita. Namun belum ada informasi mengenai waktu terbaik untuk pemberian probiotik.

Secara logika, probiotik diberikan secara oral sebelum makan untuk mampu bertahan pada kondisi pH ekstrim dan enzim pencernaan serta adanya garam empedu pada saluran pencernaan. Probiotik yang diberikan beserta

L.casei DN-114 001 dalam susu fermentasi dengan L. bulgaricus dan S.thermophilus

1g atau 5x 109 cfu per hari 109 cfu 5x sehari

Mengurangi intoleransi laktosa

yogurt dengan L. bulgaricus dan S.thermophilus Mengurangi gejala Irritable Bowel Sindrome B.infantis 35624 L.rhamnosus GG VOL#mixture L.rhamnosus GG

L.rhamnosus LC705, B.breve Bb99, dan Propioibacterium ssp.shermanii

B.animalis DN-173 D10 dalam susu fermentasi dengan dengan L. bulgaricus dan S.thermophilus

108 cfu 1x sehari 6 x 109 2x sehari 4,5x 1011 2x sehari 1010 cfu 1 x sehari

1 x1010 cfu 2x sehari

Pencegahan dan pemulihan pouchitis

V8L#3 dicampur dalam 8 strain (1 S. thermophilus, 4 Lactobacillus, 3 Bifidobacterium)

4,5 X 1011 cfu 2x sehari

Pengobatan konstipasi

Lactulosa Oligofructosa

20-40 g per hari >20 g per hari

Pencegahan dan necrolizing

enterocolitis pada bayi prematur

B.infantis, S.termophilus, B. Bifidum

L.achidophilus + B.infantis

0,35 x 109 cfu 1x sehari 109 cfu 2x sehari

Pencegahan dari infeksi

pembedahan

Sinbiotik 2000 : 4 bacteria dan serat yang mengandung inulin

1010 cfu + 10 g serat 2x sehari

Pengobatan hepatik


(31)

makanan akan mencair dengan bahan makanan dan mampu mereduksi kesempatan dan frekuensi paparan antara bakteri probiotik dan mukosa reseptor. Matriks makanan juga bisa menghalangi probiotik untuk melekat dengan mukosa reseptor. Untuk itu dibutuhkan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi probiotik yaitu diantara dua waktu makan (Yuan Kun Lee dan Salminen Seppo, 2009).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas Probiotik

Sebagaimana telah disebutkan di atas, probiotik berisi mikroorganisme hidup, oleh karena itu kelangsungan hidup bakteri tersebut harus dipertahankan selama proses produksi dan bahkan ketika sampai di saluran gastrointestinal (GI). Kehilangan viabilitas merupakan hal yang tidak terhindarkan selama proses tahapan pembuatan. Masalah-masalah yang terjadi dalam teknologi pembuatan probiotik yaitu kesulitan dalam memperoleh konsentrasi sel yang tinggi selama masa pertumbuhan, dan mempertahankan kelangsungan hidup selama proses hilir, proses pengolahan dan formulasi dalam bentuk produk akhir (Malago, et al., 2011).

Faktor –faktor yang mempengaruhi viabilitas bakteri probiotik yaitu : 1. Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis bakteri ketika dipreparasi dan terkandung dalam produk itu sendiri merupakan faktor penting dalam ketahanan probiotik. Pengeringan dalam produk makanan dapat menjaga stabilitas bakteri selama penyimpanan, sedangkan produk dalam bentuk cair memungkinan adanya aktivitas metabolit aktif dari bakteri. Keadaan lingkungan bakteri akan mempengaruhi masa simpan bakteri tersebut, contohnya pada suhu rendah dapat memperpanjang ketahanan dari bakteri (Neha, 2012).

2. Suhu

Suhu untuk pertumbuhan optimum probiotik dibutuhkan dalam proses fermentasi makanan. Suhu optimum probiotik antara 37-43○C. Selama proses pembuatan, penggunaan suhu melebihi 45-50○C akan merusak daya tahan hidup bakteri, penggunaan suhu yang lebih tinggi memungkinkan pemaparan pada periode waktu yang lebih pendek dapat menurunkan jumlah bakteri yang hidup. Rentang waktu jam atau menit pada 45-55○C pada paparan suhu


(32)

yang kedua kalinya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa probiotik seharusnya ditambahkan sedikit demi sedikit selama proses pembuatan atau pasteurisasi (Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009).

3. pH

Beberapa bakteri seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria dapat bertahan pada pH rendah karena menghasilkan senyawa organik dari metabolisme karbohidrat. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pada cairan lambung bakteri probiotik dapat bertahan hidup di mana bakteri terpapar pH yang rendah yakni 2.0 dalam waktu 1 sampai 2 jam. Pada produk makanan, Lactobacillus dan Bifidobacteria dapat tumbuh dan bertahan dengan pH diantara 3,7 dan 4,3. Namun Bifidobacteria cenderung kurang dapat mentoleransi asam pada produk fermentasi (Neha, 2012).

4. Aktivitas Air

Kadar kelembaban dan aktivitas air yang tinggi akan menurunkan daya tahan probiotik. Adanya interaksi antara aktivitas air dengan suhu yang mempengaruhi kehidupan probiotik. Sediaan probiotik dapat memiliki masa simpan yang lama pada bentuk kering ketika disimpan pada suhu kamar jika kadar kelembabannya rendah (dibawah 0,2-0,3). Pada umumnya aktivitas air yang rendah akan memberikan ketahanan hidup yang baik. Ketahanan probiotik dalam makanan dapat dipertahankan dengan adanya aktivitas air sekitar 0,4-0,7. Solusi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan ketahanan bakteri terhadap aktivitas air yaitu dengan cara mikroenkapsulasi.

5. Oksigen

Lactobacillus dan Bifidobacteria tidak dapat tumbuh dengan baik karena adanya oksigen. Walau bagaimanapun tingkat sensitivitas terhadap oksigen akan berbeda-beda tiap strain bakteri. Sebagian besar Lactobacillus merupakan aerofilik, yang lebih mentoleransi oksigen dibanding Bifidobacteria. Walaupun Bifidobacteria memiliki mekanisme enzimatik (melalui NADH-oksidase dan NADH peroxidase) untuk membatasi toksisitas oksigen (Neha, 2012).

Untuk strain bakteri yang sensitif terhadap oksigen ada beberapa strategi yang tersedia untuk mencegah toksisitas oksigen dalam produk


(33)

makanan. Bahan antioksidan seperti asam askorbat atau sistein serta penggunaan penghalang oksigen dalam imodifikasi kemasan telah terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup probiotik karena toksisitas oksigen ini kadang-kadang bisa mempengaruhi kelangsungan hidup probiotik, disarankan untuk meminimalkan proses aerasi, terutama dalam penggunaan Bifidobacteria (Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009).


(34)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pharmacy Sterile Technology (PST), Laboratorium Pharmacy Solid Preparation (PSO), Laboratorium Pharmacy Natural Product Chemistry (PNA), Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung selama bulan April-Mei 2013.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

3.2.1 Alat

Cawan petri, batang spreader, labu ukur, erlemeyer 1000 ml, spuit, gelas piala 250 ml, tabung reaksi (pyrex), kaca objek, jarum ose, batang pengaduk, spatula, mikropipet, alumunium foil, vortex, neraca analitik, oven (Memmert), autoklaf, termometer, termohigrometer, inkubator (France Etuvers/C3000), refrigerator (Sanyo Medicool), api bunsen, Laminar air flow (Clean Beach), Mikroskop (Olympus CX21).

3.2.2 Bahan

Sampel dari 3 macam produk probiotik yang berisi strain tunggal bakteri probiotik yaitu sampel X yang berisi Lactobacillus acidophilus (3 x 108 cfu/g), sampel Y yang berisi Lactobacillus reuteri ( 1x 108 cfu/g) dan sampel Z yang berisi Lactobacillus sporogenes (5 x 107 cfu/g), medium MRSA (Oxoid), NaCl fisiologis 0,9%, kristal violet, lugol, alkohol 96%, dan safranin.

3.3Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :


(35)

3.3.1.1Preparasi Alat

Peralatan gelas seperti cawan petri, batang spreader, batang pengaduk, spatula, erlemeyer 500 ml, gelas piala 250 ml dibungkus dengan kertas roti dan kemudian disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 180○C selama 120 menit (Collin, et al., 2004).

3.3.1.2Preparasi Sampel

Tiga produk (sampel X, Y dan Z) disimpan dalam kemasan asli pada tiga kondisi suhu 4○C (di lemari pendingin ), 25○C (di ruangan yang diatur suhunya) dan 44○C (di oven) selama 4 minggu dengan interval pengujian viabilitas 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu.

3.3.1.3Pembuatan Medium MRSA (DeMan Rogosa Sharpe)

Sejumlah 62 gram serbuk MRS ditimbang dan kemudian dilarutan dalam 1 liter air destilasi dan dipanaskan pada suhu 60○C. Lalu media disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 115○C, tekanan 1 atm selama 30 menit. Setelah dikeluarkan dari autoklaf, media didiamkan beberapa saat hingga suhunya menurun sampai sekitar 45○C kemudian media dituangkan ke dalam cawan petri steril yang dilakukan di dalam Laminar Air Flow (Bridson, 1998).

3.3.2 Identifikasi Bakteri pada Sampel X, Y dan Z dengan Pewarnaan Gram

Ketiga sampel disuspensikan dalam NaCl fisiologis 0,9% dan dibuat konsentrasi 10-1. Kemudian disebar pada medium MRSA dan diinkubasi selama 24 jam. Isolat bakteri yang terbentuk dari masing-masing sampel diletakkan pada kaca objek dan dibuat film tipis lalu dibiarkan kering (Collins, et al., 2004). Permukaan preparat diberi tetesan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan air mengalir. Preparat diberi tetesan lugol dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan air mengalir. Kemudian preparat dicuci dengan alkohol 96% sampai kristal violet pada preparat tidak luntur lagi lalu dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya preparat diberi tetesan zat warna safranin dan dibiarkan selama 45 detik lalu dibilas dengan air mengalir. Preparat


(36)

dikeringkan dengan membiarkan didekat nyala api atau menekan-nekan preparat secara perlahan-lahan dengan tissue. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x.

3.3.2 Pengujian Viabilitas Bakteri pada Sampel X, Y dan Z

Viabilitas bakteri diamati berdasarkan metode Standart Plate Count (S. Mulyani, et al., 2008). Sampel dari masing-masing suhu penyimpanan disuspensikan dalam NaCl Fisiologis 0,9% secara aseptis dan dibuat konsentrasi 10-1. Untuk sampel X yakni sebanyak 1 gram di cukupkan sampai 10 ml NaCl fisiologis Kemudian dibuat pengenceran sampai 10-10, untuk sampel Y yakni sebanyak 0,5 gram sampel dicukupkan sampai 5 ml NaCl fisiologis dan dibuat pengenceran sampai 10-8,10-7 untuk sampel Z. Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml untuk sampel X dan 0,5 ml untuk sampel Y dan Z kemudian di masukkan ke cawan petri, dan dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Kemudian disebar ke MRS agar. Sampel diratakan di permukaan agar menggunakan spreader. Dibiarkan hingga cairan dalam cawan petri membeku, semua cawan petri dimasukkan dengan posisi terbalik ke dalam inkubator dan diinkubasi pada suhu 37○C ± 1○C selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri koloni dicatat, pada setiap cawan petri yang mengandung 30-300 koloni. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah total koloni dengan rumus (Depson, 2012). :

Kemudian jumlah bakteri setelah perlakuan dibandingkan dengan komposisi jumlah bakteri pada produk sampel yang tercantum dalam kemasan.

3.4Analisa Data

Data jumlah total Koloni dari masing-masing sampel dianalisis secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 20.0 for windows dengan metode One Way Repeated Measures Anova untuk mengetahui perbandingan dari penggunaan ketiga suhu penyimpanan.

Cfu/gram = total koloni x 1

����������� x 1 ��� � ��


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemilihan dan Preparasi Sampel

Pada dasarnya probiotik merupakan makhluk hidup, di mana daya tahan hidupnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor tersebut adalah suhu penyimpanan. Berdasarkan laporan menyebutkan bahwa suhu seringkali menjadi aspek yang terlupakan oleh konsumen dalam menyimpan produk probiotik dan beberapa laporan mengatakan bahwa dalam beberapa produk komersial, tingkat probiotik yang layak tidak memenuhi kriteria peraturan pada akhir penyimpanan (Mallago, et al., 2011). Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap 3 produk probiotik yang beredar di Apotek yang berada di wilayah Ciputat. Produk probiotik yang dipilih adalah sampel X yang berisi Lactobacillus achidophilus dengan jumlah bakteri 3,0 x 1010 cfu dalam bentuk granul, sampel Y berisi Lactobacillus reuteri dengan jumlah bakteri 1 x 108 cfu dalam bentuk tablet kunyah dan sampel Z yang berisi Lactobacillus sporogenes dengan jumlah bakteri 5 x 107 cfu dalam bentuk tablet.

Penelitian terhadap ketiga sampel dilakukan pada tiga suhu yang berbeda yaitu pada suhu 4○C, 25○C dan 44○C. Suhu 4○C merupakan suhu penyimpanan ideal probiotik pada lemari pendingin, suhu 25○C dikondisikan sebagai suhu ruangan, dan suhu 44○C diadaptasi dengan kondisi iklim terpanas yang pernah terjadi di Indonesia yakni di Bojonegoro pada tahun 2010.

Medium yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri yaitu MRSA dengan komposisi pepton, lab-lemco powder, yeast extract, glukosa, sorbitan mono-oleat, dipotassium hidrogen posfat, sodium asetat 3H2O, triamonium sitrat,

magnesium sulfat 7H2O, mangan sulfat 4H2O. MRS Agar merupakan medium

selektif yang digunakan untuk menumbuhkan Lactobacillus (De vos, et al., 2009). Metode yang digunakan untuk menghitung viabilitas atau ketahanan hidup bakteri pada penelitian ini adalah metode Standart Plate Count dengan prinsip apabila sel bakteri yang masih hidup ditumbuhkan pada medium yang cocok


(38)

maka sel bakteri akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat terlihat langsung oleh mata sehingga bisa langsung dihitung (Collin, et al., 2004).

4.2 Pertumbuhan Koloni Bakteri Sampel X, Y dan Z pada Medium MRSA

Pengamatan visual terhadap koloni bakteri yang terbentuk dari masing-masing sampel yaitu berbentuk bulat dengan tepi menyeluruh, halus, berwarna putih keruh dan tidak menimbulkan aroma. Dari ketiga sampel terbentuk koloni yang hampir sama karena ketiga sampel ini berasal dari keluarga Lactobacillus yang secara morfologi memiliki bentuk yang sama.

Keterangan : a). koloni sampel X (kiri), b). koloni sampel Y(tengah), c). koloni sampel Z (kanan)

Gambar 4.1 Koloni Sampel X, Y dan Z

4.3 Identifikasi Bakteri Sampel X, Y dan Z dengan Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram yang dilakukan menunjukkan bahwa ketiga sampel berbentuk batang dan merupakan kelompok bakteri Gram positif yang menghasilkan warna ungu. Mekanisme pewarnaan Gram didasarkan pada perbedaan permeabilitas di antara kedua kelompok dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit dan kurang ekstensif dibandingkan dinding sel bakteri Gram positif, sehingga pori-pori pada peptidoglikan bakteri Gram negatif tetap cukup besar dan tidak dapat mempertahankan kompleks Ungu Kristal-Yodium (UKY). Sedangkan pada bakteri Gram positif, kompleks Ungu Kristal-Yodium terperangkap di dalam dinding sel dan menghasilkan warna ungu (Pelczar dan Chan, 2008).


(39)

Keterangan : a). sampel X (kiri), b). sampel Y (tengah), c). sampel Z (kanan)

Gambar 4.2 Pewarnaan Gram Sampel X, Y dan Z

4.4Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Bakteri Sampel X pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

Hasil uji viabilitas bakteri sampel X pada penyimpanan suhu 4○, 25○ dan 44○C selama 4 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Jumlah Total Bakteri Sampel X Selama Periode Penyimpanan

Suhu Minggu 0 (cfu)

Minggu 1 (cfu)

Minggu 2 (cfu)

Minggu 3 (cfu)

Minggu 4 (cfu)

4○C 3,05 x 1010 3,04 x 1010 3,02 x 1010 3,00 x 1010 3,03 x 1010 3,15 x 1010 3,01 x 1010 2,99 x 1010 3,02 x 1010 3,02 x 1010 3,05 x 1010 3,01 x 1010 3,02 x 1010 3,04 x 1010 3,00 x 1010 Rata-rata 3,08 x 1010 3,02 x 1010 3,01 x 1010 3,02 x 1010 3,01 x 1010 25○C 3,05 x 1010 3,04 x 1010 3,01 x 1010 3,04 x 1010 3,01 x 1010 3,15 x 1010 2,99 x 1010 3,01 x 1010 3,02 x 1010 2,99 x 1010 3,05 x 1010 3,06 x 1010 3,04 x 1010 3,01 x 1010 3,02 x 1010 Rata-rata 3,08 x 1010 3,03 x 1010 3,02 x 1010 3,02 x 1010 3,00 x 1010 44○C 3,05 x 1010 3,00 x 107 2,01 x 107 2,96 x 106 2,55 x 106

3,15 x 1010 3,00 x 107 2,10 x 107 2,96 x 106 2,60 x 106 3,05 x 1010 3,11 x 107 2,11 x 107 2,97 x 106 2,56 x 106 Rata-rata 3,08 x 1010 3,03 x 107 2,07 x 107 2,96 x 106 2,57 x 106

Jumlah total bakteri sampel X dianalisis dengan One Way Repeated Measures Anova dengan membandingkan perbedaan penggunaan ketiga suhu penyimpanan yang berpengaruh pada sampel X. Penyimpanan pada suhu 4○C dan 25○C tidak menunjukkan perubahan jumlah total bakteri yang signifikan (p>0,05), yang berarti penyimpanan pada suhu 4○C dan 25○C dapat mempertahankan jumlah total bakteri. Hasil yang berbeda secara signifikan tampak ketika membandingkan antara penyimpanan suhu 44○C dengan suhu 4○C. Hal yang sama


(40)

juga ditemui ketika membandingkan penyimpanan suhu 44○C dengan suhu 25○C, menunjukkan hasil yang signifikan berbeda (p<0,05) di mana pada penyimpanan suhu 44○C terjadi perubahan jumlah total bakteri selama periode 4 minggu penyimpanan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Viabilitas Bakteri Sampel X dengan Menggunakan Metode Uji One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparison

Measure: MEASURE_1

*Keterangan: Signifikansi <0,05, viabilitas bakteri berbeda secara signifikan Signifikansi >0,05, viabilitas bakteri tidak berbeda secara signifikan

Stabilitas penyimpanan pada masing-masing suhu juga dianalisis dengan

menggunakan One Way Repeated Measures Anova, yaitu dengan

membandingkan antara jumlah total koloni dari awal pengujian yakni sebelum penyimpanan sampai dengan 4 minggu periode penyimpanan. Hasil analisa penyimpanan sampel X pada suhu 4○C tidak mengalami perubahan jumlah total koloni dari awal pengujian sampai dengan akhir pengujian. Begitu pula yang terjadi dengan penyimpanan pada suhu 25○C. Sedangkan stabilitas penyimpanan suhu 44○C mengalami penurunan jumlah total bakteri yang signifikan dari awal pengujian sampai dengan minggu ke empat, hal ini tampak pada Lampiran 16, 17 dan 18.

(I)Suhu (J) Suhu Mean

Difference (I-J)

Std

Error Sig

b

95% confidence Interval for Differenceb

Lower

Bound Uppe Bound

4 25 44 25 4 44 44 4 25 -,084* 4,010 ,084* 4,094 -4,010* -4,094* ,441 ,441 ,441 ,441 ,441 ,441 ,856s ,000 ,856 ,000 ,000 ,000 -1,163 2931 -996 3,015 -5,090 -5,174 ,996 5,090 1,163 5,174 -2,931 -3,015


(41)

Grafik 4.3 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel X pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

4.5Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Bakteri Sampel Y pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

Hasil uji viabilitas bakteri sampel Y pada penyimpanan suhu 4○, 25○ dan 44○C selama 4 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Jumlah Total Bakteri Sampel Y Selama Periode Penyimpanan

Suhu Minggu 0 (cfu) Minggu 1 (cfu) Minggu 2 (cfu) Minggu 3 (cfu) Minggu 4 (cfu)

4○C 1,00 x 108 1,02 x 108 1,01 x 108 1,00 x 108 1,02 x 108 9,61 x 107 9,99 x 107 9,99 x 107 1,02 x 108 1,03 x 108 1,22 x 108 1,02 x 108 1,03 x 108 9,96 x 107 9,9 x 107 Rata-rata 1,08 x 108 1,01 x108 1,01 x 108 1,00 x 108 1,01 x 108

25○C 1,00 x 108 9,21 x 107 8,89 x 107 7,94 x 107 7,42 x 107 9,61 x 107 9,19 x 107 8,89 x 107 7,72 x 107 8,4 x 107 1,22 x 108 9,23 x 107 8,93 x 107 7,72 x 107 7,45 x 107 Rata- rata 1,08 x 108 9,21 x 107 8,90 x 107 7,79 x 107 7,75 x 107

44○C 1,00 x 108 3,36 x 107 2,71 x 107 2,41x 106 1,32 x 106 9,61 x 107 3,36 x 107 2,71 x 107 2,30 x 106 1,32 x 106 1,22 x 108 3,36 x 107 2,71 x 107 2,35 x 106 1,32 x 106 Rata-rata 1,08 x 108 3,36 x 107 2,71 x 107 2,35 x 106 1,32 x 106

Analisa data jumlah total bakteri sampel Y dengan One Way Repeated Measures ANOVA membandingkan perbedaan penggunaan ketiga suhu penyimpanan yang berpengaruh pada sampel Y. Perbandingan antara penggunaan suhu penyimpanan 4○C dan 25○C menunjukkan perbedaan yang signifikan

1 10 100 1000

0 1 2 3 4

cfu 10 6 Waktu Penyimpanan suhu 4°C suhu 25°C suhu 44°C


(42)

(p<0,05). Begitu pula dengan perbandingan antara penggunaan suhu 25○C dan 44○C yang juga menunjukkan perbedaaan yang signifikan. Dari ketiga suhu penyimpanan menunjukkan perbedaan jumlah total koloni yang signifikan, dimana hanya pada suhu penyimpanan 4○C yang memberikan ketahanan jumlah bakteri pada sampel Y sementara pada penyimpanan suhu 44○C dan suhu 25○C terjadi perubahan jumlah total bakteri yang selama periode pengujian. Hal ini tampak pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Jumlah Bakteri Sampel Y dengan Menggunakan Metode Uji One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparison

Measure: MEASURE_1

*Keterangan: Signifikansi <0,05, viabilitas bakteri berbeda secara signifikan Signifikansi >0,05, viabilitas bakteri tidak berbeda secara signifikan

Stabilitas penyimpanan pada masing-masing suhu juga dianalisis dengan

menggunakan One Way Repeated Measures Anova, yaitu dengan

membandingkan antara jumlah total koloni dari awal pengujian yakni sebelum penyimpanan sampai dengan 4 minggu periode penyimpanan. Hasil analisa menunjukkan stabilitas penyimpanan suhu 4○C, tidak terjadi perubahan total bakteri yang signifikan dari awal pengujian sampai dengan minggu keempat. Sedangkan pada suhu 25○C dan 44○C terjadi perubahan total bakteri yang signifikan pada perbandingan 0 minggu penyimpanan sampai dengan minggu keempat penyimpanan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19, 20 dan 21.

(I)Suhu (J) Suhu Mean

Difference (I-J)

Std

Error Sig

b

95% confidence Interval for Differenceb

Lower Bound Uppe Bound

4 25 44 25 4 44 44 4 25 ,081 1,142 -,084* 1,061 -1,142* -1,061* ,003 ,003 ,003 ,003 ,003 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,073 1,134 -,089 1,053 -1,150 -1,069 ,089 1,150 -,073 1,069 -1,134 -1,053


(43)

Grafik 4.4 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel Y pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

4.6Hasil Pengujian dan Analisa Data Viabilitas Bakteri Sampel Z pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

Hasil uji viabilitas bakteri sampel Z pada penyimpanan suhu 4○C, 25○C dan 44○C selama 4 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Jumlah Total Bakteri Sampel Z Selama Periode Penyimpanan

Suhu Minggu 0 (cfu) Minggu 1 (cfu) Minggu 2 (cfu) Minggu 3 (cfu) Minggu 4 (cfu)

4○C 5,00 x 107 5,04 x 107 5,05 x 107 4,98 x 107 5,19 x 107 5,03 x 107 5,04 x 107 5,02 x 107 5,01x 107 5,06x 107 4,97 x 107 5,07 x 107 5,02 x 107 5,05x 107 4,98 x 107 Rata-rata 5,00 x 107 5,05 x 107 5,03 x 107 5,01 x 107 5,07x 107

25○C 5,00 x 107 5,01 x 107 5,02 x 107 5,02 x 107 5,00 x 107 5,03 x 107 5,01 x 107 4,99 x 107 4,99 x 107 5,01 x 107 4,97 x 107 4,98 x 107 5,00 x 107 5,03 x 107 4,98 x 107 Rata-rata 5,00 x 107 5,00 x 107 5,00 x 107 5,01 x 107 5,00 x 107 44○C 5,00 x 107 3,4 x 106 1,64 x 10-6 5,07 x 105 2,10 x 105 5,03 x 107 3,4 x 106 1,64 x 10-6 3,45 x 105 2,09 x 105 4,97 x 107 3,4 x 106 1,64 x 10-6 3,32 x 105 2,22 x 105 Rata-rata 5,00 x 107 3,4 x 106 1,64 x 10-6 3,94 x 105 2,13 x 105

Analisa data jumlah total bakteri sampel dengan One Way Repeated Measures ANOVA membandingkan perbedaan penggunaan ketiga suhu penyimpanan yang berpengaruh pada sampel Z. Penyimpanan pada suhu 4○C dan 25○C tidak menunjukan perubahan jumlah total bakteri yang signifikan (p>0,05),

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12

0 1 2 3 4

cfu (10 6) Th o u san d s

Waktu penyimpanan (minggu)

suhu 4°C suhu 25°C suhu 44°C


(44)

yang berarti penyimpanan pada suhu 4○C dan 25○C dapat mempertahankan jumlah bakteri. Hasil yang berbeda secara signifikan tampak ketika membandingkan antara penyimpanan suhu 44○C dengan suhu 4○C. Hal yang sama juga ditemui ketika membandingkan penyimpanan suhu 44○C dengan suhu 25○C, menunjukkan hasil yang signifikan berbeda (p<0,05) dimana pada penyimpanan suhu 44○C terjadi perubahan jumlah total bakteri selama periode 4 minggu penyimpanan. Hal ini tampak pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Analisa Data Jumlah Bakteri Sampel Z dengan Menggunakan Metode Uji One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparison

Measure: MEASURE_1

*Keterangan: Signifikansi <0,05, viabilitas bakteri berbeda secara signifikan Signifikansi >0,05, viabilitas bakteri tidak berbeda secara signifikan

Stabilitas penyimpanan pada masing-masing suhu juga dianalisis dengan

menggunakan One Way Repeated Measures Anova, yaitu dengan

membandingkan antara jumlah total koloni dari awal pengujian yakni sebelum penyimpanan sampai dengan 4 minggu periode penyimpanan. Hasil analisa penyimpanan sampel Z pada suhu 4○C dan 25○C tidak mengalami perubahan jumlah total koloni dari awal pengujian sampai dengan akhir pengujian. Sedangkan stabilitas penyimpanan suhu 44○C mengalami penurunan jumlah total bakteri yang signifikan dari awal pengujian sampai dengan minggu ke empat, hal ini tampak pada Lampiran 22, 23 dan 24.

(I)Suhu (J) Suhu Mean

Difference (I-J) Std Error

Sig b 95% confidence Interval for Differenceb

Lower Bound Uppe Bound 4 25

44 25 4 44 44 4 25 ,003* 1,787 -,003* 1,783 -1,787* -1,783* ,011 ,011 ,011 ,011 ,011 ,011 ,775 ,000 ,775 ,000 ,000 ,000 -,024 1,759 -,031 1,756 -1,814 -1,811 ,031 1,814 0,24 1,811 -1,759 -1,756


(45)

Grafik 4.5 Hubungan Antara Waktu Penyimpanan dengan Viabilitas Sampel Z pada Penyimpanan Suhu 4○, 25○ dan 44○C

Penggunaan suhu 4○C dapat mempertahankan viabilitas dari ketiga sampel. Suhu 4○C merupakan suhu yang dianjurkan untuk penyimpanan probiotik karena pada suhu ini dapat menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimia sel. Dalam buku Bergey Manual of Sistematic Bacteriology disebutkan bahwa untuk pemeliharaan dan penyimpanan bakteri Lactobacillus dianjurkan pada suhu 4-7○C. Karena sejumlah alasan inilah yang diduga menyebabkan ketiga sampel dapat mempertahankan jumlah bakteri yang terkandung di dalamnya.

Pengujian sampel pada suhu ruang dapat mempertahankan viabilitas sampel X dan Z akan tetapi sampel Y mengalami penurunan jumlah total bakteri. Menurut buku Handbook of Probiotic, sediaan probiotik dalam bentuk kering, bakteri berada dalam keadaan immobilisasi, dimana viabilitas bakteri dapat dijaga pada temperatur kamar selama 12 bulan atau lebih. Sediaan probiotik dalam bentuk kering diolah dengan pengawetan kultur bakteri dengan metode pengeringan. Prinsip metode pengeringan kultur bakteri probiotik ini adalah mengeluarkan sebagian besar air dari bahan sehingga air yang tertinggal merupakan air ikatan yang tidak dapat berperan dalam reaksi-reaksi kimia dalam sel, pada saat ini semua aktivitas metabolisme dan respirasi akan berhenti. Apabila kondisi kering dapat dipertahankan maka viabilitas kultur kering dapat terjaga namun apabila terjadi peningkatan kadar air maka proses metabolisme kembali aktif dan akan menurunkan viabilitas selama penyimpanan. Oleh karena

0 100 200 300 400 500 600

0 1 2 3 4

Cfu

(

10

5)

Waktu Penyimpanan (minggu)

suhu 4°C suhu 25°C suhu 44°C


(46)

itu kadar kelembaban ruangan juga harus tetap terjaga untuk menghindari peningkatan kadar air sediaan karena pengaruh lembab ruangan.

Pengukuran kadar kelembaban dengan menggunakan termohigrometer dan di dapat nilai kelembaban ruang sebesar 65%. Penelitian yang dilakukan Bora dengan mengkondisikan kelembaban relatif dari 20 sampai 100 %, diketahui bahwa kelembaban relatif 75 % terjadi menurunkan viabilitas Lactobacillus sp. Jadi diketahui bahwa suhu ruangan dengan kelembaban 65% masih dapat mempertahankan viabilitas bakteri sediaan probiotik. Namun penurunan jumlah bakteri sampel Y pada suhu ruang tidak diketahui penyebabnya.

Penurunan jumlah bakteri yang terjadi pada ketiga sampel saat penyimpanan 44○C diduga karena adanya peningkatan suhu penyimpanan. Peningkatan suhu penyimpanan akan memberikan efek merusak pada stabilitas selama produk dalam proses pengiriman dan penyimpanan. Pada penyimpanan suhu 44○C menyebabkan tablet mengalami perubahan warna menjadi agak kekuningan dan granul menjadi lebih kering. Selama penyimpanan pada suhu 44○C diduga terjadi pengeringan bahan dan rusaknya eksipien yang melindungi bakteri sehingga terjadi pemaparan langsung antara panas dan bakteri.

Menurut Desmond (dikutip dalam penelitian Rizqiati, et al., 2008), viabilitas bubuk probiotik menurun dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Pada peningkatan panas terjadi dehidrasi sel yang mengakibatkan sel menderita shock osmotik dan terjadinya kebocoran sel. Panas telah dilaporkan merusak berbagai stuktur sel termasuk kerusakan membran sel, ribosom, DNA, RNA dan enzim. DNA masih ditetapkan sebagai molekul sasaran letal. Oleh karena itu penyimpanan pada suhu tinggi tidak dianjurkan pada produk probiotik baik dalam bentuk cair ataupun yang kering.

Menurut International Dairy Federation, jumlah minimal sel probiotik hidup yang dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan pencernaan adalah sebanyak 106-107 cfu/gram (Puspawati, 2008). Penyimpanan pada suhu 44○C pada sampel X dan Y tetap memberikan manfaat kesehatan seperti meningkatnya sistem imun saluran cerna sampai 4 minggu penyimpanan, sementara sampel Z dapat memberikan manfaat sampai 2 minggu penyimpanan. Namun manfaat sampel sebagai antidiare menjadi kurang efektif setelah penyimpanan pada suhu


(47)

ini, karena menurut Yuan Kun Lee, untuk mengobati diare dibutuhkan dosis 4 x 107 sampai 6 x 1010 cfu/gram.


(48)

5.1 Kesimpulan

1. Penyimpanan ketiga sampel probiotik pada suhu 4○C dapat mempertahankan viabilitas dari ketiga sampel selama 4 minggu periode pengujian.

2. Penyimpanan ketiga sampel probiotik pada suhu 25○C menunjukkan viabilitas yang baik pada sampel X dan Z, sedangkan sampel Y memperlihatkan penurunan selama 4 minggu periode pengujian.

3. Penyimpanan ketiga sampel probiotik pada suhu 44○C menunjukkan penurunan viabilitas bakteri sampel X, Y dan Z selama 4 minggu periode penyimpanan.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya, Penulis menyarankan untuk melakukan adanya uji identifikasi spesies bakteri pada sampel probiotik sebelum melakukan enumerasi bakteri.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Batrinon, Anthimia. (2010). The Use of Lactic Acid Bacteria in Probiotic Bacteria. Thei of Athena.

Bora S Pushpak. Puri V, Bansal A. (2009). Physicochemical properties and excipient compatibility studies of probiotic Bacillus coagulan spores. Scientia Pharmaceutica, 627.

Bridson, E.Y. (1998). The Oxoid Manual 8th Edition. Oxoid Limited Wade Road. Basingstoke Hamshire RG24 8PW : England

Collin and Lyne’s. (2004). Microbiological Methods Eight Edition. Arnold, a member of the Hodder Headline Group, 338 Euston Road, London NW1 3BH

Depson, Ronald. (2012). Identifikasi molekular dan pengaruh pemberian potensial probiotik bakteri asam laktat asal dadih terhadap kolesterol daging itik bayang sumber daya genetik Sumatera Barat.Universitas Andalas, 6.

Desai, Ankur. (2008). Strain Identification, Viability and Probiotics Properties of Lactobacillus casei.School of Biomedical and Health Science Victoria University, Werribee Campus Victoria Australia.

De Vos P, Garrity M G, Jones D, Krieg N, Ludwig W, Rainey A, Scleifer H Karl, Witman W. (2009). Bergey’s Manual of Systematic Bacteria Second Edition. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Food and Agriculture Organisation of the United Nations and World Health Organization. (2001). Health and Nutrition Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Report of a joint FAO/WHO Expert Concultation on Evaluation of Health and Nutrition Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. World Health Organization.

Guarner F, Khan A, Garisch J, Gangl A, Eliakim R, Gang A, Tomson A, Krabshuis J, Le Mair T. (2008). World Gastroenterology Organisation Practice Guideline. World Gastroenterology Organisation.


(50)

Harmayani N, Rahayu E, Utami T. (2001). Ketahanan dan viabilitas probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses pembuatan kulture kering dengan Metode Freeze drying dan Spray Drying. Jurnal Teknologi Pangan Vol XII Universitas Gajah Mada, 126.

Malago Joshua J, Koninkx JG Logar, Marinsek R. (2011). Probiotic Bacteria and Enteric Infection. Cyoptoprotection of Probiotic Bacteria. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Mi Sun Kang, Youn-Shin Kim, Hyun Chul Lee, Hoi Soon Lim and Jong Suk Oh. (2012). Comparison of temperature and additictive affecting the stability of the probiotic Weissela cicaria. Chonnan Medical Jounal : Korea, 167. Neha A, Kamaljit S, Ajay B, Tarung G. (2012). Probiotic as effective treatment of

disease. International Research Journal Of Pharmacy : India ISSN : 2230-8407, 98.

Pelczar, Michael J dan Chan,E.C.S. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Prasetyo, Diding Heri. Purwanto Bambang. (2010). Efek Probiotik pada Kadar IgA Mencit Model Sepsis. Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta. MKB,Volume 42 No 4, 178.

Puspawati, Ni Nyoman. (2008) Penggunaan berbagai Jenis Bahan Pelindung Untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi Dari Air Susu Ibu Pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan. Institut Pertanian Bogor. Hal: 76.

Rizqiati H, Sri Laksmi B, Nurhidayat N, Nurwitri C. (2008). Ketahanan dan Viabilitas Lactobacillus plantarum yang Dienkapsulasi dengan Susu Skim dan Gum Arab Setelah Pengeringan dan Penyimpanan. lSSN 141 1

– 2027 Terakreditasi No 56/DIKTI/Kep/2005, 186.

Saarela, Maria. (2007). Functional Dairy Product Volume 2. Woodhead Publishing in Food Scince,Technology and Nutrition Ltd, Abington Hall, Abington, Cambridge CB21 6AH, England.

Saarela M, Mogensen G, Fonde R, Matto J. (2000). Probiotic bacteria: Safety, Functional, and Technological Properties. Journal of Biotechnology 84: 197-215.197, 199,208


(51)

Simadibrata, Marcelius. (2011). Probiotik dan Peranannya dalam Dunia Medis. Divisi Gasatroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam.Fakultas kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, 65-66.

S. Mulyani, A.M. Legowo dan A.A. Mahanani. (2008). Viabilitas Bakteri Asam Laktat, Keasaman dan Waktu Pelelehan Es Krim Probiotik

Menggunakan Starter Lactobacillus casei dan Bifidobacterium bifidum. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang, 121-122. Swidan, Nedal. (2009). Factor Affecting The Growth And Survival of Probiotic in

Milk. Cardiff School of Health Science University of Wales Institute, Cardiff United Kingdom, 21-22

Yuan Kun Lee and Seppo Salminen.(2009). Handbook of Probiotics and

Prebiotics Second Edition A John Wiley & Sons Inc All rights reserved Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey Published simultaneously in Canada, 60-66.

Yulinery, Titin, N. Nurhidayat. (2012). Analisis Viabilitas Probiotik Lactobacillus Terenkapsulasi Dalam Penyalut Dekstrin dan Jus Markisa. Bidang Mirobiologi : LIPI, 111.

Yulinery, Titin. Yulianto, Eko. Nurhidayat, Novik. (2006). Uji Fisiologis Probiotik Lactobacillus sp. Mar 8 yang Telah Dienkapsulasi dengan Menggunakan Spray Dryer untuk Menurunkan Kolesterol. Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). ISSN: 1412-033X, 121.


(52)

Lampiran 1. Alur Penelitian

SUHU 4oC

SUHU

25oC SUHU

44oC

PEMBUATAN MEDIUM

PEMBUATAN PELARUT

UJI VIABILITAS BAKTERI DENGAN METODE STANDART PLATE

COUNT PROSEDUR KERJA

PREPARASI ALAT

PREPARASI SAMPEL

PREPARASI BAHAN

STERILISASI DENGAN OVEN

IDENTIFIKASI BAKTERI DENGAN PEWARNAAN GRAM


(1)

Lampiran 19 .

Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Y pada Suhu 4

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.a 95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 .003 .003 .423 -.010 .016

3 .003 .004 .513 -.014 .020

4 .006 .003 .188 -.007 .020

5 .003 .003 .423 -.010 .016

2

1 -.003 .003 .423 -.016 .010

3 3.333E-005 .002 .990 -.011 .011

4 .003 .006 .654 -.023 .030

5 .000 .005 1.000 -.023 .023

3

1 -.003 .004 .513 -.020 .014

2 -3.333E-005 .002 .990 -.011 .011

4 .003 .007 .687 -.026 .033

5 -3.333E-005 .007 .997 -.029 .029

4

1 -.006 .003 .188 -.020 .007

2 -.003 .006 .654 -.030 .023

3 -.003 .007 .687 -.033 .026

5 -.003 .003 .341 -.014 .008

5

1 -.003 .003 .423 -.016 .010

2 .000 .005 1.000 -.023 .023

3 3.333E-005 .007 .997 -.029 .029

4 .003 .003 .341 -.008 .014

Based on estimated marginal means


(2)

Lampiran 20

. Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Y pada Suhu 25

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.b 95% Confidence Interval for

Differenceb

Lower Bound Upper Bound

1

2 .044* .001 .000 .042 .047

3 .059* .001 .000 .056 .062

4 .089* .001 .000 .084 .094

5 .098* .000 .000 .097 .099

2

1 -.044* .001 .000 -.047 -.042

3 .015* .000 .000 .013 .016

4 .044* .002 .001 .037 .052

5 .054* .000 .000 .052 .055

3

1 -.059* .001 .000 -.062 -.056

2 -.015* .000 .000 -.016 -.013

4 .030* .002 .004 .022 .037

5 .039* .000 .000 .037 .041

4

1 -.089* .001 .000 -.094 -.084

2 -.044* .002 .001 -.052 -.037

3 -.030* .002 .004 -.037 -.022

5 .009* .001 .022 .003 .016

5

1 -.098* .000 .000 -.099 -.097

2 -.054* .000 .000 -.055 -.052

3 -.039* .000 .000 -.041 -.037

4 -.009* .001 .022 -.016 -.003

Based on estimated marginal means


(3)

Lampiran 21.

Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Y pada Suhu 44

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.b 95% Confidence Interval for

Differenceb

Lower Bound Upper Bound

1

2 .493* .008 .000 .459 .527

3 .577* .000 .000 .576 .577

4 1.637* .006 .000 1.612 1.662

5 1.888* .000 .000 1.887 1.889

2

1 -.493* .008 .000 -.527 -.459

3 .083* .008 .009 .050 .117

4 1.144* .013 .000 1.088 1.199

5 1.395* .008 .000 1.360 1.430

3

1 -.577* .000 .000 -.577 -.576

2 -.083* .008 .009 -.117 -.050

4 1.060* .006 .000 1.035 1.086

5 1.312* .000 .000 1.311 1.313

4

1 -1.637* .006 .000 -1.662 -1.612

2 -1.144* .013 .000 -1.199 -1.088

3 -1.060* .006 .000 -1.086 -1.035

5 .251* .006 .001 .227 .276

5

1 -1.888* .000 .000 -1.889 -1.887

2 -1.395* .008 .000 -1.430 -1.360

3 -1.312* .000 .000 -1.313 -1.311

4 -.251* .006 .001 -.276 -.227

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the ,05 level.


(4)

Lampiran 22.

Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Z pada Suhu 4

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.a 95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 .001 .001 .499 -.005 .007

3 .002 .002 .375 -.005 .008

4 .003 .001 .086 -.001 .007

5 -.002 .006 .744 -.028 .023

2

1 -.001 .001 .499 -.007 .005

3 .001 .000 .245 -.001 .002

4 .002 .002 .483 -.008 .012

5 -.003 .005 .537 -.023 .016

3

1 -.002 .002 .375 -.008 .005

2 -.001 .000 .245 -.002 .001

4 .001 .002 .624 -.009 .012

5 -.004 .004 .465 -.023 .015

4

1 -.003 .001 .086 -.007 .001

2 -.002 .002 .483 -.012 .008

3 -.001 .002 .624 -.012 .009

5 -.005 .007 .517 -.035 .024

5

1 .002 .006 .744 -.023 .028

2 .003 .005 .537 -.016 .023

3 .004 .004 .465 -.015 .023

4 .005 .007 .517 -.024 .035

Based on estimated marginal means


(5)

Lampiran 23.

Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Z pada Suhu 25

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.a 95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 .004 .002 .130 -.003 .012

3 .004 .001 .087 -.001 .010

4 .003 .001 .054 .000 .006

5 .005 .002 .102 -.002 .012

2

1 -.004 .002 .130 -.012 .003

3 .000 .001 .798 -.005 .004

4 -.001 .002 .571 -.009 .006

5 .000 .000 .423 -.001 .002

3

1 -.004 .001 .087 -.010 .001

2 .000 .001 .798 -.004 .005

4 -.001 .001 .423 -.005 .003

5 .001 .001 .654 -.004 .006

4

1 -.003 .001 .054 -.006 .000

2 .001 .002 .571 -.006 .009

3 .001 .001 .423 -.003 .005

5 .001 .002 .488 -.006 .009

5

1 -.005 .002 .102 -.012 .002

2 .000 .000 .423 -.002 .001

3 -.001 .001 .654 -.006 .004

4 -.001 .002 .488 -.009 .006

Based on estimated marginal means


(6)

Lampiran 24.

Perbandingan Jumlah Total Bakteri Sampel Z pada Suhu 44

C

dengan One Way Repeated Measures ANOVA

Pairwise Comparisons

Measure: MEASURE_1

(I) minggu (J) minggu Mean

Difference (I-J)

Std. Error Sig.b 95% Confidence Interval for

Differenceb

Lower Bound Upper Bound

1

2 1.172* .001 .000 1.168 1.176

3 1.488* .001 .000 1.485 1.492

4 2.149* .026 .000 2.036 2.261

5 2.374* .008 .000 2.341 2.406

2

1 -1.172* .001 .000 -1.176 -1.168

3 .317 .000 . .317 .317

4 .977* .026 .001 .866 1.087

5 1.202* .008 .000 1.166 1.238

3

1 -1.488* .001 .000 -1.492 -1.485

2 -.317 .000 . -.317 -.317

4 .660* .026 .002 .550 .770

5 .885* .008 .000 .849 .921

4

1 -2.149* .026 .000 -2.261 -2.036

2 -.977* .026 .001 -1.087 -.866

3 -.660* .026 .002 -.770 -.550

5 .225* .031 .019 .090 .360

5

1 -2.374* .008 .000 -2.406 -2.341

2 -1.202* .008 .000 -1.238 -1.166

3 -.885* .008 .000 -.921 -.849

4 -.225* .031 .019 -.360 -.090