terkandung dalam novel Malam Jum’at Kliwon tersebut, yaitu a ikhlas dan
pasrah pada Tuhan Yang Maha Esa; b mistisisme yang berbau tahayul tentang malam Jum‟at kliwon; c sadar insaf; d keadilan; e cinta
terhadap lawan jenis, saudara, dan sahabat. Penelitian Doni Nugroho 2010 dalam skripsinya dengan judul
“Nilai-nilai Islam dalam Novel
The Half Mask
Karya Deasylawati Prasetyaningtyas: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Hasil analisis nilai-nilai Islam
dalam novel
The Half Mask
menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang terkandung dalam novel tersebut adalah a nilai akidah yang berupa iman
kepada Allah, iman kepada kitab Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qodlo dan qodar, b nilai ibadah yang berupa ibadah shalat, c nilai
akhlak yang berupa tolong menolong, saling memaafkan, menjaga rahasia, berpakian muslim, berpendirian, dan berbohong, d nilai sosial keagamaan
yang berupa dakwah. Berdasarkan uraian tentang hasil penelitian terdahulu maka dapat
dilihat bahwa keaslian penelitian dengan judul “Pesan Religius dan Kritik Sosial dalam Novel
Yang Miskin Dilarang Maling
Karya Salman Rusydie Anwar: Tinjauan Sosiologi Sastra” dapat dipertanggungjawabkan.
3. Landasan Teori
A. Pendekatan Sosiologi Sastra Karya sastra merupakan potret kehidupan masyarakat dan
kenyataan sosial pada zamannya. Pendekatan terhadap sebuah fenomena yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi.
Sosiologi sastra
adalah pendekatan
terhadap sastra
yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan Damono, 2002: 2.
Pradopo 2002: 22-23 menyatakan bahwa sosiologi sastra berprinsip bahwa karya sastra kesusastraan merupakan refleksi
masyarakat pada zaman karya sastra kesusastraan itu ditulis, yaitu masyarakat yang melingkupi penulis sebab sebagai anggotanya penulis
tidak dapat lepas darinya. Pendekatan sosiologi sastra ini erat hubungannya dengan kritik mimetik, yaitu karya sastra itu merupakan
cerminan atau tiruan masyarakat. Berdasarkan kedua pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa
sosiologi sastra merupakan penelitian terhadap karya sastra yang melihat keterlibatan hubungan karya sastra dengan masyarakat pada saat karya
sastra itu diciptakan. Ratna 2003: 11 menyatakan bahwa tujuan sosiologi sastra adalah
meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan
kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya.
Karya sastra bukan semata-mata gejala individu, tetapi juga gejala sosial. Laurenso dan Swingewood dalam Endraswara, 2003: 79
menyatakan bahwa ada tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu 1 penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial
yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut
diciptakan, 2 penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, 3 penelitian yang menangkap sastra sebagai
manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya. Jabrohim 2001: 170 menyatakan bahwa sasaran sosiologi sastra
dapat diperinci ke dalam beberapa bidang pokok, yaitu a konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, b sejauh mana sastra dianggap sebagai cermin keadaan masyarakatnya, c fungsi sosial
sastra yaitu sastra harus berfungsi sebagai pembaharu atau pemberontak, sastra bertugas sebagai penghibur belaka, dan sastra harus mengajarkan
dengan cara menghibur. Sosiologi Sastra menurut Wellek dan Warren, dalam Wiyatmi,
2005: 98 diklasifikasikan menjadi 3, yaitu. a.
Sosiologi pengarang yaitu pendekatan yang menelaah mengenai latar belakang sosial, status sosial pengarang, dan
ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.
b. Sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya
sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
c. Sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra yaitu
pendekatan yang menelaah mengenai sejauh mana sastra
ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial.
Senada dengan itu, pendapat dikemukakan oleh Suwardi Endraswara 2003: 80 yang menyatakan bahwa sosiologi sastra dapat
meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif, yaitu: a.
Perspektif teks sastra, artinya peneliti meneliti karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan dan sebaliknya.
b. Perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang,
latar belakang penciptaan karya itu sendiri, dan sebagainya. c.
Perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara sastra, sastrawan,
dan masyarakat sangat penting karena sosiologi sastra tidak hanya membicarakan karya sastra itu sendiri melainkan hubungan masyarakat
dan lingkungannya serta kebudayaan yang menghasilkannya. Analisis sosiologi sastra bertujuan memaparkan secara cermat fungsi dan
keterkaitan antarunsur yang membangun sebuah karya sastra dilihat dari aspek kemasyarakatan pengarang, pembaca, dan gejala sosial yang ada.
Penelitian sosiologi sastra menurut Junus dalam Sangidu, 2004: 27, di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Corak yang pertama disebut pendekatan
sociology of literature
. Pendekatan ini melihat faktor sosial yang menghasilkan suatu
karya pada waktu tertentu. Jadi, pendekatan ini melihat faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai minornya. Dengan
demikian, peneliti bergerak dari faktor-faktor sosial sosiologi untuk memahami faktor-faktor sosial yang terkandung dalam
karya sastra. b.
Corak yang kedua disebut pendekatan
literary sociology
. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor sosial yang terdapat
di dalam karya sastra kemudian digunakan untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar karya sastra. Jadi pendekatan
ini melihat dunia sastra atau karya sastra sebagai mayornya dan fenomena sosial sebagai minornya.
Berdasarkan teori di atas penelitian ini akan menggunakan sosiologi sastra Junus yaitu
literary sociology
. Pendekatan
literary sociology
ini bergerak akan melihat faktor sosial yang menghasilkan suatu karya sastra pada waktu tertentu. Pendekatan ini melihat faktor sosial
dalam karya sastra sebagai mayornya dan fenomena sosial sebagai minornya. Dengan demikian, peneliti bergerak dari faktor-faktor sosial
dalam karya sastra untuk memahami faktor-faktor sosial yang terdapat dalam karya dunia nyata.
Sosiologi sastra digunakan untuk meneliti pesan religius dan kritik sosial. Suwardi 2010 menyatakan bahwa pesan religius adalah amanat,
penyampaian seruan, atau anjuran yang berkaitan dengan agama dan keyakinan seseorang yang bersifat spiritual. Kritik sosial adalah salah satu
bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses
bermasyarakat. Kritik sosial juga bisa berarti inovasi sosial. Dalam arti bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan-gagasan baru
sembari menilai gagasan-gagasan lama untuk suatu perubahan sosial Mas‟oed, 1999: 47- 49.
B. Pendekatan Struktural Teeuw dalam Jabrohim, 2001: 57 menyatakan bahwa analisis
struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra sebelum melangkah pada hal-hal lain. Pemahaman terhadap struktur karya sastra
adalah suatu tahap yang sulit dihindari. Karena, untuk memahami makna karya sastra secara optimal, seorang peneliti harus mengkaji unsur-unsur
intrinsik pembangun keutuhan karya sastra. Nurgiyantoro 2007: 37 menyatakan bahwa analisis struktural
karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik yang
bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar,
dan sudut pandang. Langkah berikutnya, dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur dalam menunjang makna keseluruhan, dan
bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.
Pieget dalam Sangidu, 2004: 16 menyatakan bahwa sebuah struktur merupakan sesuatu yang dinamis karena di dalamnya memiliki
sifat transformasi. Transformasi yang terjadi pada sebuah struktur karya sastra bergerak dan melayang-layang dalam teksnya serta tidak menjalar
ke luar teksnya. Karya sastra sebagai sebuah struktur merupakan sebuah bangunan yang terdiri atas berbagai unsur yang satu dengan yang lainnya
saling berkaitan. Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas
beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan
suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunya yang saling berjalinan
Pradopo dalam Jabrohim, 2001: 55. Teeuw dalam Jabrohim, 2001: 56 menyatakan bahwa analisis
struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama
menghasilkan makna secara menyeluruh. Pembahasan struktur novel
Yang Miskin Dilarang Maling
karya Salman Rusydie Anwar mencakup tema, plot alur, penokohan, dan latar,
karena keempat unsur tersebut menunjang cerita dalam novel tersebut. Adapun unsur- unsur yang membangun novel sebagai berikut.
1. Tema Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2007: 68
mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di dalam teks
sebagai struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
2. Plot Stanton dalam Nurgiantoro, 2007: 113 mengemukakan bahwa
plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. 3. Penokohan
Jones dalam Nurgiyantoro, 2007: 165 menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari tokoh dan perwatakan. Sebab, penokohan
mencakup masalah sikap tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
4. Latar Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 216 menyatakan bahwa latar
atau
setting
yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengandung
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar tempat
merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Adapun latar sosial merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
5. Sudut Pandang Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,
yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam
karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuannya itu dalam
karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita Nurgiyantoro, 2007: 248.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam memahami karya sastra, langkah awal yang harus dilakukan adalah
mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik karya sastra dengan analisis struktural untuk memahami makna karya sastra secara utuh. Dengan
menganalisis kelima unsur instrinsik novel
Yang Miskin Dilarang Maling
, yaitu tema, penokohan, latar, plot, dan sudut pandang sebagai cara untuk
memahami makna yang terkandung di dalam novel secara utuh sesuai dengan tujuan penelitian dan objek penelitian yaitu mendeskripsikan
struktur yang membangun novel serta mendeskripsikan pesan religius dan kritik sosial yang terdapat dalam novel
Yang Miskin Dilarang Maling
karya Salman Rusydie Anwar.
4. Kerangka Pemikiran