Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Gaya Bahasa)

KARYA WIWID PRASETYO (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA) SKRIPSI

Oleh: Antik Setiyorina K1208068

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Antik Setiyorina NIM : K1208068 Jurusan/Program Studi : PBS/ Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia

NOVEL ORANG MISKIN

DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO (KAJIAN

ini benar-benar merupakan

hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar putaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Mei 2012

Antik Setiyorina

KARYA WIWID PRASETYO (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA)

Oleh: Antik Setiyorina K1208058

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing :

Pembimbing I,

Dra. Suharyanti, M. Hum. NIP194906271980102001

Pembimbing II,

Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP195405201985031002

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :Rabu Tanggal: 16 Mei 2012

Tim Penguji Skripsi Nama Terang

Tanda Tangan

1. Ketua

: Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum.

2. Sekretaris : Dr. Andayani, M. Pd. ________

3. Anggota I : Dra. Suharyanti, M. Hum. ________

4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ________

Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP196007271987021001

Antik Setiyorina K1208068. NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; (2) lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; (3) pemanfaatan gaya bahasa dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; dan (4) makna gaya bahasa yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data adalah novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dan informan. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik analisis isi. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik mencatat dokumen dan wawancara dengan pengarang novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dan pengamat sastra. Validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Teknik analisis data dilakukan dengan proses analisis mengalir, karena analisis bersumber dari novel.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; penokohan sosiologis, latar (tempat, waktu, dan sosial) alur yang digunakan adalah alur maju; tema yang diangkat adalah pendidikan yang diramu dengan unsur sosial yakni kemiskinan; penokohan berdasarkan sifat tokoh utama dalam novel tersebut digambarkan secara sosiologis; latar yang digunakan pengarang yaitu Semarang, Jawa Tengah. Latar waktu, yakni dalam kurun waktu 1988- 1996); latar sosial kebudayaan Jawa tengah; sudut pandang yang digunakan, yaitu orang pertama sebagai pelaku utama. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam novel ini adalah jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi dapat diraih jika berusaha dan berjuang dengan sungguh-sungguh. (2) pada novel Orang Miskin Dilarang Sekolah digunakan beberapa gaya bahasa, yakni gaya bahasa yang paling dominan adalah simile karena kalimat-kalimatnya banyak ditemukan penggunaan kata tugas (seperti dan bagai). Pengarang cenderung dominan menggunakan gaya bahasa simile karena melalui gaya bahasa ini pembaca diharapkan dapat memahami makna yang terkandung di setiap kalimatnya. Adapun pemajasan lain yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah adalah hiperbola, paradoks, personifikasi, paralelisasi, anafora, metafora, sarkasme, sinisme, pleonasme, klimaks, antitesis, alegori, dan ellipsis. (3) pemaknaan gaya bahasa dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Pemaknaan pada gaya bahasa ditujukan untuk membantu pemabaca dalam menafsirkan nilai- nilai yang diungkapkan pengarang dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Kata Kunci : sosiologi sastra dan gaya bahasa Kata Kunci : sosiologi sastra dan gaya bahasa

yang merangkak ke depan. Sesungguhnya masa lalu adalah guru bagi kita untuk menatap dan membangun masa depan

ulis ).

Jangan menyerah atas hal yg kamu anggap benar meskipun terlihat mustahil. Selama ada k

(Penulis).

Lebih mudah untuk melawan ribuan orang bersenjata lengkap dibandingkan m

(Penulis).

Kupersembahkan kepada :

1. Orang tuaku tercinta, Bapak Suwarno dan Ibu Rumini yang selama ini telah sabar dan penuh cinta membimbingku hingga sekarang ini;

2. Kakakku tersayang Mas Agus Riyanto yang selalu

aku banggakan.

3. Seseorang yang menjadi bagian dari hidupku, semoga kelak akan menjadi imamku;

4. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangati dan memberikan inspirasi kepadaku Lolipop Gank;

5. Teman-teman

6. Almamater

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi;

2. Dr. H. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

persetujuan penyusunan skripsi ini;

3. Dr. Hj. Andayani, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini;

4. Dra. Suharyanti, M.Hum dan Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd selaku Pembimbing

I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Bapak/ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan beragam ilmu yang bermanfaat bagi penulis;

6. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku, bapak Suwarno dan Ibu Rumini dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

8. Erik Dwi Prasetiyo, terima kasih atas semangat, kasih sayang, dan perhatian yang telah diberikan kepadaku.

Kurnia, Alvi) trimakasih banyak atas kebersamaan kita selama ini.

10. Teman-temanku Bastind angkatan 2008. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 130 LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian .................................................

43

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir ..........................................................................

41

Gambar 2. Skema Analisis Mengalir (Flow Model of Analysis) .....................

46

Halaman

Lampiran 1. Sinopsis Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ....................... 133 Lampiran 2. Riwayat Hidup Pengarang .......................................................... 136 Lampiran 3. Catatan Lapangan Wawancara dengan Sastrawan ..................... 137 Lampiran 5. Catatan Lapangan Wawancara dengan Guru.............................. 141 Lampiran 6. Catatan Lapangan Wawancara dengan Mahasisiwa ................... 145 Lampiran 7. Catatan Lapangan Wawancara dengan Siswa ............................ 149 Lampiran 8. Catatan Lapangan Wawancara dengan Pengarang ..................... 151

OMDS= Orang Miskin Dilarang Sekolah (Novel)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medium. (Atar Semi, 1988: 8). Sedangkan menurut Warren & Wellek, (1990: 109) sastra adalah instuisi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat sosial karena merupakan

Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (Sangidu, 2004: 2).

Karya sastra merupakan sebuah cerita yang menampilkan hasil kreasi pengarang. Wujud karya sastra berupa kata-kata. Karya sastra dengan demikian menampilkan dunia dalam kemungkinan-kemungkinan (Nugraheni Eko Wardani, 2009: 1). Sebuah karya sastra yang baik dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena kehidupan dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sebagai inspirasi bagi para sastrawan untuk diwujudkan dalam bentuk karya sastra. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena kehidupan masyarakat, sehingga hasil karya sastra itu tidak hanya dianggap sekadar cerita khayal pengarang semata melainkan perwujudan dari kreativitas pengarang dalam menggali gagasannya.

budaya yang dihasilkan melalui interpretasi dan pemahamannya terhadap realitas itu, yang selanjutnya mungkin menyebabkan sikapnya terhadapnya. (Umar Junus, 1990: 90).

Karya sastra diciptakan berdasarkan tanggapan sastrawan terhadap kehidupan manusia baik kehidupan di dalam dunia mitos maupun di dunia nyata. Kehidupan itu diseleksi dan dimanipulasi, sehingga melahirkan suatu dunia dan realitas baru yaitu realitas imajinatif. Suatu kehidupan baru yang tidak lagi sama dengan kehidupan yang sesungguhnya. Hal itu dilakukan dengan kekuatan imajinasi, intelektualitas, kreativitas, dan pengalamannya. (Atmazaki, 1996: 22)

Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia sebenarnya. Dalam novel biasanya dimungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Suminto

A Sayuti, 1997 : 6-7) Kehadiran novel Anak Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo benar-benar menyikap garis kehidupan. Novel ini sangat erat kaitanya dengan kehidupan anak-anak di Indonesia. Sebuah kisah yang sangat dalam maknanya dan mampu menggugah hati nurani siapa saja untuk kembali menyadari makna kemanusiaan. Kisah-kisah dalam novel ini dituturkan secara sederhana dan komunikatif tanpa kehilangan bobot kesastraannya. Cerita ini dikisahkan melalui sudut pandang orang pertama pelaku utama dan dirangkai dengan alur maju.

Novel adalah karya sastra berbentuk narasi yang melukiskan tentang kehidupan manusia. Kehidupan tersebut dilatarbelakangi kenyataan sehari-hari yang dilihat, dirasakan, dan dialami pengarang dalam masyarakat di sekelilingnya. Oleh karena itu, novel biasanya mengandung cita-cita pengarang, yaitu suatu idealisme tentang kehidupan. Dapat dikatakan bahwa novel merupakan perpaduan antara fakta dengan imajinasi yang menjadi idealisme pengarang.

dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan dari bahasa nonsastra.

Penggunaan gaya bahasa yang tepat akan memberikan efek keindahan pada sebuah karya sastra. Hal ini akan menarik perhatian masyarakat pembaca untuk memahami dan mengapresiasikan karya sastra tersebut. Bahasa yang mengandung penyimpangan akan memperindah pembentukan sebuah karya sastra. Hal ini akan menggugah pembaca untuk menafsirkan maksud yang disampaikan pengarang lewat karya sastranya.

Pengarang melakukan penyimpangan kebahasaan bertujuan untuk memeroleh efek keindahan dan ingin mengedepankan atau mengaktualkan sesuatu yang dituturkan. Bahasa sastra bersifat dinamis dan terbuka dengan adanya kemungkinan penyimpangan dan pembaharuan tetapi tidak mengabaikan fungsi komunikatifnya. Penyimpangan bahasa secara berlebihan akan berakibat pesan yang ingin disampaikan dalam karya sastra tersebut tidak akan tersampaikan dengan baik.

Pemahaman terhadap suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari pemahaman terhadap kata-kata dan kaidah yang terdapat dalam bahasa tersebut. Menggunakan bahasa pada hakikatnya adalah memakai kata-kata dan kaidah yang berlaku dalam bahasa itu. Dengan demikian, agar dapat berbahasa dengan baik, benar, dan cermat, kita harus memperhatikan pemakaian kata dan kaidah yang terdapat di dalamnya. Hal ini berlaku bagi semua bahasa termasuk di dalamnya bahasa Indonesia.

Dalam penggunaan kata, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan kita harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.

perasaan dalam bentuk lisan atau tulisan dengan menggunakan bahasa kias, sehingga memperlihatkan jiwa dan kepribadian mengarang untuk menghasilkan suatu pengertian yang jelas dan menarik bagi pembaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permajasan merupakan gaya bahasa yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias.

Pada mulanya karya sastra memang untuk dinikmati keindahannya bukan untuk dipahami. Akan tetapi mengingat bahwa karya sastra juga merupakan sebuah produk budaya maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang dengan proses kearifan zaman, sehingga lama kelamaan sastrapun berkembang fungsinya yang semula hanya sekedar menghibur. Pada tahapan proes berikutnya karya sastra juga dituntut untuk memberikan sesuatu yang berguna bagi pembaca.

Selain aspek keindahan karya sastra juga harus menampilkan aspek isi (etika) dengan mengungkapkan nilai-nilai moral, sosial, dan problematika kehidupan manusia. Karya sastra senantiasa menawarkan kesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan untuk memperjuangkan martabat manusia. Melalui cerita dan tingkah laku tokoh pembaca diharapkan dapat melalui hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan.

Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai dan etika dan budi pekerti. Ajaran moral yang yang tersirat dalam novel Anak Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo sangat terlihat jelas dalam isi novel.

Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku dan tata cara hidup sosial. Perilaku tersebut berkenaan dengan masyarakat atau untuk kepentingan umum. Novel karya Wiwid Prasetyo banyak mengandung nilai-nilai sosial yang terjadi di masyarakat.

Novel karya Wiwid Prasetyo merupakan sebuah wacana yang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat kita untuk bisa lebih peduli tentang pentingnya pendidikan. Orang miskin mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Dalam novel ini pembaca akan dihadapkan pada kenyataan yang ada dalam masyarakat kita. Dengan ini diharapkan menjadi bahan

untuk memperoleh hak yang sama. Penelitian ini berjudul Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Gaya Bahasa). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode analisis deskriptif, sumber datanya adalah novel karya Wiwid Prasetyo dan informan yang diperoleh dari wawancara dengan pengarang yaitu Wiwid Prasetyo, sastrawan (Yant Mujianto), guru (Margarita Nining Astuti) mahasiswi (Evi Nitayani), dan siswa (Dwi Aryani) data penelitiannya berupa keseluruhan teks dalam novel tersebut. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa (1) novel karya Wiwid Prasetyo merupakan novel yang mengungkapkan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seperti interaksi sosial, tindakan sosial, perilaku menyimpang, masalah kemiskinan, kriminalitas, dan lingkungan hidup. (2) novel karya Wiwid Prasetyo merupakan novel yang mengungkapkan masalah moral yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seperti etika, tingkah laku, dan perbuatan.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah bertujuan agar penelitian lebih jelas dan terarah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Bagaimanakah unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?

2. Bagaimanakah lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?

3. Bagaimanakah pemanfaatan gaya bahasa dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwit Prasetyo?

4. Bagaimanakah makna gaya bahasa dalam novel dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwit Prasetyo?

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Mendiskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?

2. Mendiskripsikan lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?

3. Mendiskripsikan pemanfaatan gaya bahasa dalam novel orang miskin dilarang sekolah karya Wiwit Prasetyo.

4. Mendiskripsikan makna gaya bahasa dalam novel dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwit Prasetyo?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Secara Teoritis

a. Menambah wawasan tentang pengkajian sosiologi sastra yang nantinya dapat diterapkan atau menjadi referensi.

b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat di manfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain:

a. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi guru Bahasa dan

Sastra Indonesia bahawa novel Orang Miskin Dilarang Sekolah baik digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Bagi Siswa Mampu mengungkapkan pesan-pesan yang terdapat dalam novel baik yang

tersurat maupun yang tersirat disertai dengan bukti dan alasan.

Peneliti dapat mengetahui jawaban dari masalah-masalah yang dirumuskan dan dijadikan sebagai bahan pembanding bagi peneliti lain yang akan melakukan peneliti sastra dengan permasalahan yang sejenis.

d. Bagi pembaca Pembaca diharapkan dapat memahami pesan-pesan moral dan sosial yang disampaikan pengarang lewat novel.

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah

berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:9).

Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies

na kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain maka jenis novel ini muncul kemudian. (Henri Guntur Tarigan, 1995: 164).

Novel muncul karena pengaruh filsafat John Locke yang menekankan pentingnya fakta dan penggalaman serta bahayanya berfikir secara fantastis (Suyitno, 2009: 35). Burhan Nurgiantoro (2005: 15) menyatakan novel merupakan karya yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-dokumen, sedangkan roman (romansa) lebih bersifat puitis dan epik.

Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esai, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya karya modern klasik dalam kesusasteraan kebanyakan juga berisi karya karya novel.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan.

Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka

b. Struktur Novel

1) Tema Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Wahyudi Siswanto, (2010: 161). Sedangkan menurut Aminudin, dalam Wahyudi Siswanto (1984, 107-108) tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.

2) Tokoh atau Penokohan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita

rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan (Aminudin dalam Wahyudi Siswanto, (2010: 142-143). Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. (Wahyudi Siswanto, 2010: 143).

Penokohan adalah pemberian watak atau karakter pada masing- masing pelaku dalam sebuah cerita. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, dan lingkungan tempat tinggal.

3) Alur Cerita ) plot) Panuti Sudjiman (1990) mengartikan sebuah alur jalinan peristiwa

di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinan ini dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kasual di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinan ini dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kasual

Herman J. Waluyo mengatakan plot merupakan bagian yang penting dari cerita rekaan. Meskipun cerita rekaan mutakhir yang sering kali disebut nonkonvensional sering kali dinyatakan tanpa plot namun jika ditelusuri punya plot juga. Hanya saja plotnya tidak konvensional, maka orang mengatakan tanpa plot, yang benar sebetulnya plotnya nonkonvensional. (2002: 145)

Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita. Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita, sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

4) Sudut pandang Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat,

dan waktu dengan gayanya sendiri. (Siswanto, 2010: 151) Menurut Harry Show (1972 : 293), sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

2) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita

pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.

3) Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, dan serba

tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Macam-macam gaya bahasa:

1) personifikasi: gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati

dengan cara memberikan sifat -sifat seperti manusia.

2) simile (perumpamaan): gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu

dengan pengibaratan.

3) hiperbola: gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan. Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata yang

mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Sedangkan kalimat-kalimatnya menunjukkan adanya variasi dan harmoni, sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan nuansa makna tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata, majas kalimat, majas pikiran, majas bunyi. (Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto, 2010: 159).

6) Latar atau setting Latar atau setting adalah penggambaran terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita meliputi tempat, waktu, sosial budaya, dan keadaan lingkungan. Abram mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general locate), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumstances) dalam setiap episode atau bagian- bagian tempat. (Wahyudi Siswanto, 2010:149)

7) Amanat Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Di dalam amanat akan terlihat pandangan hidup dan cita-cita

pengarang secara emplisit dan eksplisit. Unsur ekstrinsik dalam novel ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar. Di antaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar pengarang secara emplisit dan eksplisit. Unsur ekstrinsik dalam novel ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar. Di antaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar

8) Jenis-jenis Novel Para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel populer. Membaca novel serius diperlukan

daya konsentrasi yang tinggi agar dapat memahami isi dan pesan yang disampaikan pengarang dengan baik. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disorot dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan tetapi juga memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan). Dengan sedikit pembaca pun tidak apa asal mereka memang berminat, dan, syukurlah, jika berkualitas (baca: tinggi daya apresiasinya). Jumlah novel dan pembaca novel serius, walau tidak banyak, akan punya gaung dan bertahan dari waktu ke waktu. (Burhan

Burhan Nurgiyantoro (2005: 18) menyatakan bahwa novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa seseorang untuk membacanya sekali lagi biasanya cepat dilupakan orang.

Pengarang-pengarang untuk dapat disebut kreatif harus mampu menyuguhkan bidang garapan lain dari yang lain, sedangkan pengarang- pengarang yang hanya mengulang problem cerita yang sudah digarap Pengarang-pengarang untuk dapat disebut kreatif harus mampu menyuguhkan bidang garapan lain dari yang lain, sedangkan pengarang- pengarang yang hanya mengulang problem cerita yang sudah digarap

Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra populer menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan pembaca akan mengenal kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam Nurgiyantoro, 2005:18).

Novel serius di pihak lain

rikan yang serba berkemungkinan dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Membaca novel serius. Membaca novel serius jika kita memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. (Burhan Nurgiantoro, 1995: 18). Novel serius selain bertujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang dikemukakan.

Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya, yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik, dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat utama novel harus menarik, menghibur, dan mendatangkan rasa puas setelah orang selasai membacanya.

a. Pengertian Sosiologi Sastra

Sastra sebagai pengemban amanat sosial, sudah seharusnyalah di arahkan ke sana Ia dapat diharapkan keberfungsiaanya untuk memberikan pengaruh positif terhadap cara orang berfikir mengenai baik dan buruk, mengenai benar dan salah, mengenai cara hidupnya sendiri, serta bangsanya. (Suyitno, 2005: 6)

Sosiologi sastra merupakan penggabungan dua bidang ilmu yaitu sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra merupakan dua bidang yang saling melengkapi meskipun kedua bidang tersebut berbeda garapannya. Namun, dalam hal ini sosiologi dan sastra mempunyai masalah yang sama yaitu berkaitan dengan manusia dalam masyarakat, adanya usaha manusia untuk menyesuaikan diri, dan mengubah masyarakat itu. Sangidu (2004: 26) sosiologi sastra adalah menentukan jenis masyarakat yang melahirkan sastra tersebut.

sosiologi berasal dari bahasa Latin socius yang berarti kawan dan logos dari kata Yunani yang berarti secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lemabaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (1993: 395)

-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang perhatian utamanya ditujukan pada cara-cara seorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaanya dan jenis pembaca yang dituju menurut Rahmad Joko Pradopo (Abrams, -tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang perhatian utamanya ditujukan pada cara-cara seorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaanya dan jenis pembaca yang dituju menurut Rahmad Joko Pradopo (Abrams,

Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan yang ciri- ciri utamanya adalah:

1) Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat

serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

2) Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.

Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.

3) Sosiologi bersifat komulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang lama.

4) Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta

tersebut secara analitis. (Soekanto, 1990: 15)

Sosiologi sastra mempelajari hubungan sastra dengan masyarakat atau masyarakat dengan dalam hubungan sastra. Dalam hal ini Damono (1978: 2) memaparkan adanya dua kecenderungan pendekatan dalam telaah sosiologi sastra, yaitu: pertama, pendekatan yang bersandar pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dalam faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra ini hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan Sosiologi sastra mempelajari hubungan sastra dengan masyarakat atau masyarakat dengan dalam hubungan sastra. Dalam hal ini Damono (1978: 2) memaparkan adanya dua kecenderungan pendekatan dalam telaah sosiologi sastra, yaitu: pertama, pendekatan yang bersandar pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dalam faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra ini hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan

1) Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain.

2) Sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri. Yang menjadi pokok telaahnya adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau manfaat yang hendak

disampaikannya.

3) Sosiologi yang mempermasalahkan pembaca pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Pernyataan Wellek dan Warren diperkuat lagi oleh pendapat Ian Watt (Damono,1978;3-5) bahwa dalam menelaah hubungan-hubungan antara sastra dan masyarakat ada tiga hal yang bisa diteliti ;

1) Konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa

memengaruhi pengarang sebagai perorangan disamping mempengaruhi isi karya sastranya.

2) Sastra sebagai cermin masyarakat, yakni sampai sejauh mana sastra dapat dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat. Pengertian

cermin di sini yaitu:

a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis

b)

pemilihan dan penampilan faktor sosial dalam karyanya.

c) genre sastra sering merupakan siklus sosial tertentu dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.

secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya sebagai cermin masyarakat.

3) Fungsi sosial sastra

Dalam hal ini telah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial serta sampai berapa jauh sastra dapat berfungsi, sehingga penghibur dan pendidikan bagi masyarakat pembaca.

b. Permasalahan Pokok Sosiologi Sastra Nyoman Kunta Ratna (2007; 268) memaparkan tiga permasalahan pokok sosiologi sastra yaitu hubungan antara sastra dengan masyarakat,

bagaimana hubungan tersebut terjadi dan bagaimana akibat-akibat yang ditimbulkan, baik terhadap karya sastra maupun masyarakat itu sendiri. Sastra dan masyarakat pada gilirannya berada dalam kaitan dialektis bukan monolitis. Sastra lebih banyak ditentukan oleh masyarakat daripada menentukannya. Hubungan timbal balik inilah yang justru menjadikan karya sastra memiliki kualitas dinamis sebab karya sastra secara terus menerus dihadapkan dengan situasi yang baru dan dengan sendirinya harus menciptakan struktur yang baru.

Labih lanjut Nyoman Kunta Ratna (2007; 277) membagi masyarakat sebagai masalah pokok sosiologi sastra ke dalam dua macam yaitu:

a) Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya.

Masyarakat ini dihuni oleh pengarang yang keberadaannya tetap dan tidak berubah sebab merupakan proses sejarah. Sebagai masyarakat pengarang masyarakat ini terdiri atas fakta-fakta dihuni oleh individu sekaligus transindividu, peristiwa, dan kejadian- kejadiannya dapat diamati secara langsung. Dalam hubungan ini biografi pengarang khususnya menurut sudut pandang strukturalisme yang dianggap sebagai histografi yang belum banyak dimiliki relevansi dalam suatu penelitian karya sastra.

Masyarakat ini dihuni oleh (para) pembaca. Sesuai dengan perkembangan teori sastra, masyarakat pembaca yang dianggap sebagai dimensi karya yang mengandung makna paling kaya. Masyarakat pembacalah yang memungkinkan para pembaca berhasil untuk memberikan pemahaman yang berbeda-beda terhadap karya yang sama.

c. Lapisan Sosial Masyarakat Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu

dalam masyarakat itu sendiri. Kedudukan-kedudukan ini dinilai oleh masyarakat umum berkenaan dengan suatu skala tinggi rendah, sehingga ada kedudukan yang dianggap tinggi dan ada yang dianggap rendah. Suatu masyarakat yang lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kekayaan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala seperti ini menimbulkan lapisan sosial dalam masyarakat yang merupakan pembeda posisi sesorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda.

Menurut Damayati Mahmud dalam Nuraini (2007: 19). Lapisan sosial itu mempunyai dua pengertian yakni; 1) lapisan sosial yakni tataran atau tingkatan status dan peranan yang relatif bersifat tetap di dalam suatu sistem lapisan sosial, tataran disini menunjuk adanya perbedaan hak, kehormatan, pengaruh, dan kekuasaan; 2) lapisan sosial adalah kelas sosial atau sistem kasta.

Bentuk-bentuk lapisan sosial masyarakat berbeda-beda dan bentuk- bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut juga sangat banyak. Semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, maka akan semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat tersebut. Akan tetapi secara prinsip bentuk-bentuk tersebut akan diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu kelas ekonomis, polotis, dan jabatan.

kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan sosial adalah:

1) Ukuran kekayaan. Anggota masyarakat yang dimiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan atas. Kekayaan suatu anggota

masyarakat dapat dilihat dari bentuk rumah, kendaraan yang dimiliki, cara menggunakan pakaian dan bahan pakaiannya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan sebagainya.

2) Ukuran kekuasaan. Anggota masyarakat yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar, menempati lapisan atas.

3) Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tidak dipengaruhi oleh ukuran kekayaan dan kekuasaan. Seseorang yang paling disegani dan dihormat mendapat tempat yang teratas. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat yang masih memegang nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat. Biasanya orang yang dihormati adalah golongan tua dan mereka yang telah berjasa.

4) Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan, akan tetapi ukuran ini terkadang

menyebabkan akibat-akibat negatif. Hal ini dikarenakan ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya, sehingga memacu seseorang untuk mendapat gelar waktu tidak halal.

Pada hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptanya. Jamal T. Suryanata dalam Nuraini (2007: 22) menyatakan bahwa sifat-sifat sastra menuntut orang untuk melihat kenyataan sebagaimana adanya bukan melihat apa yang seharusnya terjadi, sehingga sastra yang baik merupakan cermin realita masyarakat pada zamannya. Hal ini berakibat munculnya pendekatan sastra dengan cara pandang yang berbeda yang dikenal dengan pendekatan strukturalisme genetik.

strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang paling kuat. Hal ini didasari oleh suatu teori dan tidak ada pada pendekatan lain. Pendekatan ini akan mengungkapkan pandangan dunia dari pengarang yang mencerminkan pandangan dunia kelompoknya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa telaah sosiologi sastra dengan pendekatan strukturalisme genetik adalah pendekatan untuk mengkaji karya sastra untuk mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melahirkan karya sastra sesuai dengan karya sastra sesuai dengan waktu dan tempat dari karya yang dihasilkan tersebut. Pendekatan strukturalisme genetik berusaha mencari perpaduan antara struktur teks dengan konteks. Oleh karena itu telaah sosiologi sastra dengan pendekatan stukturalisme genetik secara prinsip memertimbangkan faktor sosial yang melahirkan karya sastra itu dan mengkaji struktur teksnya yang berhubungan dengan kondisi sosial zamannya.

3. Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa sebagai bagian dari sarana penulisan kreatif termasuk salah satu aspek kajian yang cukup bermanfaat untuk ditelaah. Salah satu alasannya karena gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas atau spesifik bagi seorang penulis yang dapat membedakannya dari penulis yang lain.

Gaya bahasa adalah pemakaian kata kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud tanpa untuk membentuk plastik bahasa. Plastik bahasa adalah daya cipta pengarang dalam membuat cipta sastra dengan mengemukakan pemilihan kata yang tepat. Panuti Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan Gaya bahasa adalah pemakaian kata kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud tanpa untuk membentuk plastik bahasa. Plastik bahasa adalah daya cipta pengarang dalam membuat cipta sastra dengan mengemukakan pemilihan kata yang tepat. Panuti Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan

Jorgense dan Phillips (dalam Nyoman Kuntha Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Nyoman Kuntha Ratna, 2009: 84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.

Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreativitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan.

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek-efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa

terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau

Gorys Keraf (2004: 114) mengategorikan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, yaitu: (1) gaya bahasa klimaks; (2) gaya bahasa antiklimaks; (3) gaya bahasa paralelisme; (4) gaya bahasa antitesis; (5) gaya bahasa repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, dan anadiplosis). Gorys Keraf (2004: 115) juga mengkategorikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa tersebut meliputi: (1) gaya bahasa retoris (aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufimisme, litotes, histeron, prosteron, pleonasme, tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis, zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks, dan oksimoron); (2) gaya bahasa kiasan (simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, dan antifrasis).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, terdiri dari simile, metafora, personifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/ tautologi, perifrasis, prolepsis, koreksio; (2) gaya bahasa pertentangan, terdiri dari hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, pronomasia atau pun, zeugma, silepsis, satire, inuedo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, hipalase, sinisme, sarkasme, histeron proteron; (3) gaya bahasa pertautan, terdiri dari metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, asindeton, polisindeton; (4) gaya bahasa perulangan, terdiri dari aliterasi, asonansi, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE INKUIRI DI MAN 2 FILAIL PONTIANAK Sajidin Muttaqin Putra. Nanang Heryana. Syambasril. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

0 0 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DI SDN 24 PONTIANAK TENGGARA Hajar Mariani, Sugiyono, Syamsiati. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Dasar FKIP Untan Pontianak Email: marianiriri606gmail.com Abst

0 0 13

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA MANIPULATIF KELAS III SD NEGERI 21 PONTIANAK BARAT Nadhirah AR, K.Y Margiati, Kaswari. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Pendidikan Dasar FKIP Untan Pontianak Email: nadhirah_arasyid

0 0 14

Hayana Indryani, Suryani, Sri Utami Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak Email : hayanaindryaniyahoo.com Abstract - PENGARUH PENGGUNAAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH

0 0 8

KAJIAN STRUKTURALIAME DAN NILAI-NILAI PADA HIKAYAT HANG TUAH JILID I KARYA MUHAMMAD HAJI SALEH Fiky Indra Gunawan Saputra, Antonius Totok Priyadi, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email : fikyind

0 0 14

PENGARUH TYPE THINK PAIR SHERE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SDN 39 PONTIANAK KOTA Niki Anggraini, Tahmid Sabri, Hery Kresnadi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan, Pontianak Email: anggraininikigmail.com Abstract - PENGARUH TYPE THINK PAIR

0 0 8

Muhamad Ramadhan, Gusti Budjang A, Supriadi Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email : muhamadramadhan441gmail.com Abstract - PENGENDALIAN SOSIAL PERILAKU INDISIPLINER SISWA OLEH GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA

0 1 12

Safitri, Nuraini Asriati, Supriadi Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Pontianak Email : safitri1915yahoo.co.id Abstract - UPAYA ORANG TUA DALAM MENGATASI REMAJA PUTUS SEKOLAH (STUDI DI DUSUN TUMPUAN HATI DESA BENTUNAI KECAMATAN SELAKAU)

0 0 8

NOVEL CHRYSAN KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra

0 4 111

Busana sebagai identitas (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS)

0 3 125