Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT
KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA WORKSHOP DI PT. X
JAKARTA TAHUN 2013

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ERA PRASASTI
NIM : 108101000070

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M /1434 H


9

10

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 halaman+ 17 tabel + 3 bagan + 6 lampiran

Abstraksi
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar
dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.Kelelahan ini
diatur oleh secara sentral oleh otak.Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi
yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Berdasarkan hasil studi

pendahuluan di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%
pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan
kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Hasil ini berarti seluruh
pekerja mengalami kelelahan menurut tingkatan kelelehan.
Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross
sectional. Sampel penelitian sebanyak 54 orang dari total populasi sebesar 90
orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya
hubungan antara kedua variabel yaitu variabel iklim kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013, sedangkan uji kruskal wallis untuk
variable umur dan masa kerja dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
Dari hasil uji statistik, digambarkan Tingkat pekerja yang mengalami
kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja
sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja
ringan sebanyak 13 orang (24,1%). Namun hasil uji bivariat membuktikan tidak
terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (p=0,820).Tidak ada
hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja dengan pvalue 0.221,
masa kerja dengan pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan pvalue 0.299, kebiasaan
merokok dengan pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan pvalue 0.222.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara iklim kerja, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok,
dan kualitas tidur dengan tingkat kelelahan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain dari pekerja dan lingkungan serta keterbatasan dalam proses penelitian. Oleh

11

karena itu hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan
faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap
disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan
iklim kerja dan faktor individu, seperti Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja,
meningkatkan produktivitas ventilasi udara, meningkatkan pengendalian
administrative untuk memastikan para pekerja telah terlatih dalam situasi apapun,
Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment, memperhatikan waktu
kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan,
serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani.

Daftar Bacaan : (1982 – 2013)

12


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 28 Agustus 2013
Era Prasasti, NIM : 108101000070
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013
xviii + 111 pages + 17 table + 3 images + 6 attachment

Abstract
Fatigue is a protective mechanism of the body so that the body avoid further
damage resulting in the recovery after the break. Fatigue is governed by centrally by
the brain. The term fatigue usually show varying conditions of each individual, but it
all boils down to the loss of efficiency and decreased work capacity and endurance.
Based on the results of preliminary studies on the PT. X Jakarta, from 10 workers in
the workshop get 50 % of workers who experience severe fatigue and 40 % of
workers are experiencing job burnout and 10 % experienced mild fatigue. This result
means that all workers experience fatigue levels by melting.
Epidemiological study is a cross sectional analytic design. Study sample as

many as 54 people from a total population of 90 workers . Using a statistical test Chi
Square to see the relationship between the two variables work climate variables,
nutritional status, smoking habits and sleep quality associated with the level of work
on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013, while the Kruskal Wallis test
for variables of age and years of service associated with the level of work on worker
fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013.
From the results of statistical tests, described Worker experiencing severe
fatigue 28 people ( 42.6 % ), workers who experience job burnout are as many as 18
people ( 33.3 % ) and workers who experience mild fatigue were 13 ( 24,1 % ). But
bivariate test results prove there is no relationship between work climate with job
burnout ( p = 0.820 ). There is no relationship between the individual factors with
fatigue level with pvalue 0.221, pvalue tenure with 0541 , the nutritional status of
workers with pvalue 0.299, pvalue smoking habit by 0.359, and the quality of sleep
with pvalue 0,222.
Based on the results of the study it can be concluded there is no significant
relationship between work climate, age, years of service, nutritional status, smoking
habits, and sleep quality with levels of fatigue. It is influenced by factors other than
workers and the environment as well as the limitations in the research process.
Therefore the results of the study found that all the work climate variables and
individual factors unrelated to job burnout, but still advised to upgrade and


13

maintenance work related to climate and individual factors, such as environmental
control Increasing employment, increase productivity ventilation , improve
administrative controls to ensure the workers have been trained in any situation , the
use of Personal Protective Equipment Maintenance, observe regular working hours,
rest periods are quite efficient for workers and companies, and can perform physical
fitness activities.

Reading List : (1982 – 2013)

14

15

16

17


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Era Prasasti

TTL

: Bekasi, 25 Januari 1991

Alamat

: Jl. Parang Tritis B no. 147 RT 03/010 Bekasi
Kelurahan

: Sepanjang Jaya

Kecamatan

: Bekasi


Kotamadya

: Bekasi

Kode Pos

: 17114

Agama

: Islam

Gol. Darah

:O

No. Telp

: (021) 82417259 / 082112170488


Email

: eraprasasti@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996 – 2002

SDN Sepanjang Jaya VIII Bekasi

2002 - 2004

SMP Bani Saleh 1 Bekasi

2004 - 2005

SMPN 252 Jakarta

2005 - 2008


SMAN 53 Jakarta

2008 – 2013

S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

PENGALAMAN ORGANISASI
2010 – 2011

Bendahara Umum LSO Paduan Suara Fakultas Kedokteram
dan Ilmu Kesehatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

KATA PENGANTAR

Atas berkat Rahmat Allah swt. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang

akhirnya saya dapat menyelesaika penyusunan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor
yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT.X
Jakarta Tahun 2013”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar
Nabi Muhammad saw. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman terang benderang seperti saat ini.Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Febrianti, Msiselaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang mana
senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.
2. Dr. Yuli Prapanca sata, MARS selaku pembimbing 1 yang selalu menyempatn
waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku pembimbing II yang selalu
menyempatkan waktu di kesibukannya membimbing selama ini.
4. Terima Kasih kepada PT. X Jakarta atas kesempatannya dalam memberikan
peluang untuk dilakukannya penelitian ini.
5. Titi ndut, Liadzul, Sherly, terima kasih atas dukungannya.
6. My Best Ever Friend, Sofia, Riska, M.Iqbal, terima kasih atas dukungannya
dan pengertiannya, I love you Guys.
7. Anakku yang masih di dalam perut Bunda dan Suamiku, terima kasih selalu
mendukung Bunda saat mengejar pendidikan ini.

19

8. Keluarga Besar Yura, Mama, Bapak, Mas Yuga dan Keluarga Besar Priyo,
telah memberikan dukungan lahir batin untuk perjuanganku.
Skripsi ini tentu tidak sempurna, saran dan kritik yang membangun terhadap
skripsi ini sangat diharapkan.

Jakarta,

Agustus

2013

Penulis

20

DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ………………………………………………………………………......

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………

vi

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ………………………………………………

vii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………………

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………..

ix

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………...

x

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..

xii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….

xvi

DAFTAR BAGAN ……………………………………………………………………..

xvii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………...

1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….

1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………

4

1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………………..

5

1.4 Tujuan ………………………………………………………………………….

6

1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………………..

6

1.4.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………….

6

1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………...

7

1.6 Ruang Lingkup ………………………………………………………………….

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………

9

2.1 Tingkat Kelelahan ..……………………………………………………………

9

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja …………………………………………….

9

2.1.2 Mekanisme Kelelahan ……………………………………………….

10

2.1.3 Jenis Kelelahan ………………………………………………………

12

2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan ……………………………..

15

2.1.5 Cara Pengukuran . …………………………………………………..

17

2.1.6 Dampak Kelelahan ………………………………………………….

23

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan Kerja ………….

23

2.2.1 Beban Kerja …………………………………………………………

23

2.2.2 Beban Tambahan ……………………………………………………

27

21

2.2.3 Faktor Individu ……………………………………………………..

32

2.2.4 Faktor Pekerjaan ……………………………………………………

42

2.3 Workshop PT. X Jakarta ………………………………………………………

44

2.3.1 Pengertian Workshop/Bengkel ………………………………………

44

2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta …………………………

45

2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel ……………………………..

46

2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja
Bengkel ……………………………………………........................

48

2.4 Kerangka Teori ……………………………………………………………….

49

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

50

3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………………………...

50

3.2 Definisi Operasional …………………………………………………………..

52

3.3 Hipotesis ………………………………………………………………………

55

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………

56

4.1 Desain Penelitian ……………………………………………………………..

56

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………

56

4.3 Populasi dan Sampel ………………………………………………………….

56

4.4 Pengumpulan Data ……………………………………………………………

61

4.4.1 Data Primer …………………………………………………………

61

4.4.2 Data Sekunder ………………………………………………………

61

4.5 Instrumen Penelitian …………………………………………………………..

61

4.6 Pengolahan Data ……………………………………………………………….

69

4.7 Analisis Data…………………………………………………………………...

71

BAB V HASIL . ………………………………………………………………………..

72

5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta ………………………………………………

72

5.2 Visi, Misi ………………………………………………………………………

72

5.3 Gambaran Umum Workshop ………………………………………………….

73

5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X ……………

73

5.3.2 Struktur Organisasi …………………………………………………

74

5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical ……………

76

22

5.5 Analisis Univariat ……………………………………………………………

77

5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……

77

5.5.2 Gambaran Iklim Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …

78

5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X
Jakarta ………………………………………………………………

80

5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………

81

5.6 Analisis Bivariat ………………………………………………………………

84

5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………

84

5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……………………

85

5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Workshopdi PT. X …………………………………………………

86

5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Workshop di PT. X …………………………………………

87

5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Workshop di PT. X ……………………………………

88

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………………..

90

6.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………………………….

90

6.2 Tingkat Kelelahan Kerja ……………......………………………………….

90

6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….

92

6.4 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….

93

6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan TingkatKelelahan Kerja ….

95

6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan TingkatKelelahan Kerja …..

97

6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan TingkatKelelahan
Kerja..............................................................................................................

98

6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan TingkatKelelahan Kerja.

100

BAB VII KESIMPULAN …………………………………………………………….

102

7.1 Simpulan ……………………………………………………………………

102

23

7.2 Saran ………………………………………………………………………..

104

7.2.1 Bagi Perusahaan …………………………………………………..

104

7.2.2 Bagi Peneliti ………………………………………………………

105

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................

106

LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………

-

24

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1

Estimasi Pengukuran Panas Metabolik ..................................................

24

Tabel 2.2

NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ..................................................

26

Tabel 2.4

NAB Kebisingan ...................................................................................

32

Tabel 2.5

Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ......................

38

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan sampel ……………………………………………...

60

Tabel 5.1

Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta …………………………………...

73

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja …………………..

77

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop …………..

78

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop …………

79

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop ………

80

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas
Tidur Pekerja Workshop ………………………………………………

Tabel 5.7

Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan
Pada Pekerja Workshop …………………………………………….....

Tabel 5.8

86

Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..

Tabel 5.11

85

Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan
Kerja Pada Pekerja Workshop …………………………………………

Tabel 5.10

84

Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat
Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..

Tabel 5.9

81

Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada

87

25

Pekerja Workshop ……………………………………………..............

88

26

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1

Kerangka Teori ………………………………………..

47

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian ………………………….

49

Bagan 5.1

Struktur Organisasi …………………………………….

74

27

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya
bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan akibat kerja juga sering kali
diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan
berkurangnya kekuatan ketahanan fisik untuk terus melanjutkan kegiatan yang
harus dilakukan (Suma’mur, 1996)
Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Kelelahan dapat
disebabkan karena faktor intensitas dan lama kerja fisik dan mental, lingkungan,
circadian rhythm, problem fisik, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi.
Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, kelelahan otot (muscular
fatigue) dan kelelahan umum (general fatique). Kelelahan otot merupakan tremor
pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni
(pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi.Pengaruh-

28

pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan
perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas)
(Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di
negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil

bahwa

ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja
rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh
stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari
laporan survei

di

negara

maju

diketahui

bahwa

10-50%

penduduk

mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan
(Santosa (1982) dalam Tri Yuni (2006)).
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban
tambahan dan faktor individu. Menurut Granjean (1997) dalam Tarwaka dkk
(2004) bahwa berbagai pendekatatan terhadap pengerahan tenaga atau beban
kerja pada tenaga kerja secara fisiologis dalam pekerjaannya antara lain
pengukuran nadi kerja (heart rate), konsumsi oksigen, aliran darah, dan
frekuensi pernafasan. Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang
harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Faktor individu
merupakan macam-macam karakteristik dari individu sendiri.

29

Purnawati (2005) menyebutkan berat ringannya beban kerja baik fisik
maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang
terlalu berat dapat berakibat cadangan enegi tubuh sangat berkurang serta
penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi
berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat
menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi
lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan
kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam
tingkat yang berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus
dijalankan tidak berat. Sehingga kelelahan dapat berakibat menurunnya
perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir,
penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan
mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003)
PT. X Jakarta merupakan salah satu workshop yang bergerak dalam
bidang TOTAL SERVICE atau segala perbaikan dalam bidang electrical dan
engineering. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan
50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Didapatkan
nilai intensitas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa
dari 7 titik pengukuran iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1);

30

29,7oC (titik 2); 28,5 oC (titik 3); 27,8 oC (titik 4); 28 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6);
dan 27,4 oC (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan
tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011
tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB).
Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop PT. X Jakarta, sehingga
diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah informasi bagi
perusahaan dan pekerja mengenai kelelahan akibat kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara Jepang tersebut
yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan bahwa
65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan
kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan
(Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei di negara maju
diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja.
Sehingga diperlukan perawatan khusus sebanyak 20% pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja
yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan
kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur
reaction timer test. Klasifikasi beban kerja pekerja pada 10 sampel adalah beban

31

kerja tingkat sedang berdasarkan perhitungan denyut nadi dalam menetukan
beban kerja pada pekerja. Didapatkan nilai intensitas tekanan panas secara
langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran
iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1); 29,7oC (titik 2); 28,5 oC (titik
3); 27,8 oC (titik 4); 27,9 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6); dan 27,4 oC (titik 7)
(terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja
pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB).
Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988),
Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja adalah beban kerja,
beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis
kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kondisi kesehatan),
dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton).

1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop di PT.
X Jakarta tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi kebiasaan
merokok, dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

32

4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, status gizi,
kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dengan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?

1.4 Tujuan
1.4.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan
pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.

1.4.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop PT. X
Jakarta tahun 2013.
2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
3. Mengetahui gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
4. Mengetahui hubungan iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
5. Mengetahui hubungan faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja
workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1

Bagi Perusahaan

33

1. Dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan yang dialami tenaga kerja
selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi adanya
keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan.
2. Dapat mengetahui gambaran lingkungan fisik (kebisingan dan iklim kerja)
perusahaan terhadap kelelahan kerja pada pekerja workshop.
3. Sebagai

sumbangan

pemikiran

dan

pengembangan

serta

penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.5.2

Bagi Peneliti

1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah, khususnya
dalam bidang K3.
2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.
3. Memacu peneliti untuk mengembangkan penelitian ke arah yang lebih baik,
sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan pekerja.

1.5.3

Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

1. Sebagai referensi keilmuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja,
khususnya pengaruh kebisingan terhadap kelelahan bekerja.
2. Hasil

penelitian

dapat

dijadikan sebagai

acuan

dan referensi

untuk

penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kelelahan pekerja workshop di PT. X Jakarta
tahun 2013. Penelitian yang diambil adalah faktor-faktor yang berhubungan

34

dengan kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari -

Maret 2013. Metode

penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari
2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50%
pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami
kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan
alat ukur reaction timer test. Data primer diperoleh dari kuesioner dan hasil
ukur reaction timer.

35

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan
2.1.1 Definisi Kelelahan kerja
Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap (wastetime).Secara umum dapat diartikan sebagai perubaan dari keadaan yang
lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi
yang ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta
berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Banyak definisi kelelahan yang
berkembang disebabkan oleh konsep kelelahan yang bersifat majemuk.
Berbagai definisi kelelahan banyak diwarnai menurut sudut pandang
masing-masing kebutuhan (Granjean, 1988).
1. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi
semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009).
2. Kelelahan didefinisikan sebagai keadaan gangguan yang dapat
mencakup unsur-unsur fisik dan / atau mental, dapat dikaitkan
dengan kewaspadaan yang lebih rendah dan kinerja yang
berkurang (Fatigue Management, 2010).
3. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk
melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala.
Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada
pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan
mental atau mental fatigue (Budiono, 2003).

36

4. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan
penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja,
ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh
terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982).
5. Kelelahan

kerja

dianggap

seagai

memuncaknya

kondisi

psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun
khemis yang berlebihan sehingga orang harus beristirahat
(Kartono, 1994)
Beberapa definisi kelelahan, dapat disimpulkan bahwa kelelahan atau
fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan
berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat
dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi
maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat.

2.1.2 Mekanisme Kelelahan
Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran
yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat
(inhibisi dan sistem penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua
teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat.
(Suma’mur, 1996)

37

1. Teori kimia
Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat
berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus
listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder.
Produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus
menerus

(apapun

jenis

pekerjaannya)

yang

disebabkan oleh

menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat
sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja
terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan
menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja (Suma’mur,
1996)
2. Teori syaraf pusat
Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang
mengakibatkan dihantarkannya

rangsangan syaraf oleh syaraf

sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan
aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan
gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi
berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi
lambat.
Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi
darah yang juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir

38

asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan
menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan
kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang
tidak merata pada jaringantertentu yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja (performance) seseorang (Harington, 2005).
Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf
pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling
mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih
dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis,
sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam
keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada
kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur 2009).

2.1.3 Jenis Kelelahan
Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot
dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009).
(1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara
fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa
berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya
gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan

39

sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya
kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan
meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja,
sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala
Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar
atau external signs (Budiono, 2003).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot
yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada
teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya
sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.
Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah
penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan
bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya
rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari
sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusatpusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi
potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya
frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.
Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan

40

menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka,
2004).
(2) Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang
luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan

terhambat

karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah
untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa
berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, 2003).Kelelahan umum
biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja
fisik, keadaan di rumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan
keadaan gizi (Tarwaka, 2004).
Beberapa jenis kelelahan umum menurut Budiono (2003) adalah:
1) Kelelahan

penglihatan,

muncul

dari

terlalu

letihnya

mata.
2)

Kelelahan

seluruh

tubuh,

sebagai

akibat

terlampau

besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.
3)

Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang
bersifat mental dan intelektual.

4)

Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah
satu bagian dari sistem psikomotorik.

5)

Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek
kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

41

6)

Kelelahan

siklus

hidup

sebagai

bagian

dari

irama

hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.
Berdasarkan penyebab kelelahannya, kelelahan dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1) Kelelahan
karena

fisiologis

adanya

merupakan

faktor

kelelahan

lingkungaan

fisik,

yang disebabkan

seperti penerangan,

kebisingan, panas dan suhu.
2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal

diluar

diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi
dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004).
Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti
haus,

lapar

pelindung

dan perasaan
alami

lainnya

sebagai ndikator

yang

sejenis merupakan alat

bahwa keadaan fisik dan psikis

seseorang menurun (Budiono, 2009).

2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan
Dalam ILO Workshelf (1983) menyebutkan bahwa kelelahan
dipengarui banyak sisi. Proses biologis kelelahan secara umum tidak dapat
diukur dengan cara langsung, sehingga definisi terutama berorientasi pada
gejala-gejala kelelahan. Gejala kelelahan dapat dibagi, misalnya, ke dalam
tiga kategori berikut:

42

1. Gejala Psikologi: kelelahan dianggap sebagai penurunan fungsi organ
atau organisme secara keseluruhan. Itu menghasilkan reaksi fisiologis,
misalnya, peningkatan frekuensi denyut jantung atau aktivitas otot
listrik.
2. Gejala Perilaku: kelelahan diartikan terutama sebagai penurunan
parameter

kinerja.

Contoh

meningkatnya

kesalahan

ketika

memecahkan tugas-tugas tertentu, atau variabilitas meningkatkan
kinerja.
3. Gejala Psiko-fisik: kelelahan ditafsirkan sebagai peningkatan perasaan
tenaga dan penurunan sensasi, tergantung pada intensitas, durasi dan
komposisi faktor stres.

Dalam proses kelelahan ketiga gejala tersebut dalam prosesnya,
mereka dapat muncul di berbagai titik dalam waktu tertentu. Reaksi
fisiologis dalam sistem organik, terutama mereka yang terlibat dalam
pekerjaan, mungkin muncul pertama. Kemudian perasaan tenaga mungkin
akan terpengaruh. Perubahan kinerja diwujudkan umumnya dalam
keteraturan penurunan kerja atau dalam kuantitas meningkatnya
kesalahan, meskipun rata-rata kinerja mungkin belum terpengaruh.
Sebaliknya, dengan motivasi yang tepat orang yang bekerja bahkan
mencoba untuk mempertahankan kinerja melalui kehendak-kekuasaan.
Langkah berikutnya mungkin penurunan yang jelas dari kinerja berakhir
dengan gangguan kinerja. Gejala-gejala fisiologis dapat menyebabkan

43

kerusakan pada organisme termasuk perubahan struktur kepribadian dan
dalam kelelahan.

2.1.5 Cara Pengukuran
Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku
karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur
dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) dalam
Tarwaka (2004).
Untuk

mengetahui

dan

menilai

kelelahan

dapat

dilakukan

pengukuran/pengujian mengenai:
1. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau
reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Kelelahan

dapat

diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi
sebagai berikut (Tim Hiperkes, 2003):
1) Normal

: waktu reaksi 150,0 – 240,0

milidetik
2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR)

:waktu reaksi>240,0 - 410,0– 14
siklus/detik).Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal,
merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas
mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya
dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.

5. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Tes dari

Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut
berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:
1. Perasaan berat di kepala
2. Lelah di seluruh badan
3. Berat di kaki
4. Menguap
5. Pikiran kacau
6. Mengantuk
7. Ada beban pada mata
8. Gerakan canggung dan kaku
9. Berdiri tidak stabil
10. Ingin berbaring
(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi:
1. Susah berfikir
2. Lelah untuk bicara
3. Gugup
4. Tidak berkonsentrasi
5. Sulit untuk memusatkan perhatian
6. Mudah lupa
7. Kepercayaan diri berkurang
8. Merasa cemas
9. Sulit mengontrol sikap
10. Tidak tekun dalam pekerjaan
(3) 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik :
1. Sakit dikepala
2. Kaku di bahu
3. Nyeri di punggung
4. Sesak nafas
5. Haus
6. Suara serak
7. Merasa pening
8. Spasme di kelopak mata
50

51

9. Tremor pada anggota badan
10. Merasa kurang sehat
Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue
Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif.
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10
pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10); 10
pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan
tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Pengukuran kelelahan
dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan
untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok
kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang yang dapat
mempresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2008)
Jika skor kelelahan subjektif < 40 dan reaction timer test
menunjukkan normal dan ringan, maka dikategorikan Tidak Lelah.
Jika skor kelelahan ≥ 40 dan reaction timer test menunjukkan
kelelahan kerja sedang atau berat maka dikategorikan Lelah
(Purnawati, 2005).
Meskipun ada banyak macam cara ukur untuk mengevaluasi kelelahan
tetapi dalam penelitian ini dilakukan Reaction Timer Test yang merupakan tes
objektif dari kelelahan umum. Reaction timer sebagai pengukuran kelelehan
dengan mengetahui respon stimuli responden secara spesifik. Reaction timer
test dilakukan setelah bekerja.

52

2.1.6 Dampak Kelelahan
Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik
yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan
konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan
disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis
sehingga menyebabkan timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009).
Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan
hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau
dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan
ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental
yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan
poduktivitas kerja (Budiono, 2003).

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan
dan faktor individu. Berikut penjelasannya :
1. Beban Kerja
Menurut Depkes (1991) bahwa volume

pekerjaan

yang

dibebankan

kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab.
Beban kerja yang melebihi

kemampuan akan mengakibatkan kelelahan

kerja. Beban kerja adalah beban yang diterima pekerja untuk menyelesaikan

53

pekerjaannya, seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan
merupakan beban bagipelakunya. Beban tersebut dapat berupafisik, mental
atau sosial. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya

tergantung

pada

jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah
otot yang terlibat pada pembebanan otot statis.
Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan
menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986
yang dapat dilihat pada tabel 2.1

A

B

C
D

Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik
Body position and
Kcal/min*
movement
Sitting
0.3
Standing
0.6
Walking
0.2 – 3.0
Walking uphill
Add 0,8 per meter rise
Type of Work
Average
Range kcal/min
Kcal/min
Hand work
0.4
0.2 – 12
Light
0.9
Heavy
Work one arm
1.0
0.7 – 2.5
Light
1.8
Heavy
Work Both two arms
1.5
1.0 – 3.5
Light
2.5
Heavy
Work whole body
3.5
Light
5.0
2.5 – 9.0
Moderate
7.0
Heavy
9.0
Very Heavy
1.0
Basal Metabolism
Average Kcal/min
Sample calculation
Assembling work with heavy handtools
Standing
0.6

54

Two arms work
Basal metabolism

3.5
1.0
Total
5.1 kcal/min
*For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body
surface (19.4 ft2)
** Example of measuring metabolic heat production of worker when
performing initial screening
Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986
Selain estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986,
panas metabolisme dapat diukur melalui perhitungan beban kerja berdasarkan
tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran en