Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Operator SPBU Di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN OPERATOR SPBU DI KECAMATAN

CIPUTAT TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH : NURLI FAIZ NIM : 107101001761

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M


(2)

(3)

i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2014

Nurli Faiz, NIM : 107101001761

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA OPERATOR SPBU DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2014

xv + 82 halaman, 6 tabel, 8 gambar, 6 lampiran.

Abstrak

Kelelahan kerja merupakan salah satu permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kecelakaan pada saat bekerja. Kelelahan pada pekerja dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas kerja dan penurunan konsentrasi kerja. Dari hasil studi pendahuluan dari 11 pekerja di SPBU wilayah Ciputat, seluruhnya merasakan kelelahan dengan 10 orang merasakan kelelahan sedang dan 1 orang merasakan kelelahan ringan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Ciputat.

Rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara variabel dependen (kelelahan kerja) dengan variabel independen (Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, shift kerja, lingkungan kerja dan masa Kerja). Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah total sampling dengan julah responden 42 orang. Teknik pengambilan data kelelahan kerja menggunakan kuesioner 30-item gejala kelelahan umum IFRC (International Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health). Uji statistik menggunakan uji t-independent untuk data yang beristribusi normal, dan uji Mann Whitney untuk data yang berdistribusi tidak normal.

Berdasarkan hasil penelitian, Frekuensi kelelahan kerja pada pekerja bagian operator SPBU di kecamatan Ciputat cukup tinggi yaitu 52,4%. Berdasarkan analisis bivariat dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara variabel dependen (kelelahan kerja) dengan variabel independen (Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, shift kerja, lingkungan kerja dan masa Kerja).

Untuk mengurangi kelelahan kerja di sarankan untuk menggunakan seragam baju kerja dengan bahan katun supaya mengurangi tekanan panas yang diterima oleh pekerja, disarankan agar para pekerja rutin meminum air putih saat bekerja untuk menghindari dehidrasi.

Daftar bacaan : 26 (1986 - 2012)


(4)

i JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MDICINE AND HEALTH SCIENE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, July 2014

Nurli Faiz, NIM : 107101001761

Factors Associated With Fatigue in Workers In Operator SPBU Ciputat Year 2014. xv 82 pages, 6 tables, 8 images, 6 attachment.

ABSTRAC

Fatigue is one of the problems of health and safety of work that can become risk factors the occurrence of an accident at work. Fatigue on workers could impact to a decrease in productivity of work and a decreased concentration of work. From the results of the study of the prelude from 11 workers in SPBU region ciputat wholly feel exhausted with 10 people feel fatigue being and 1 people feel fatigue light. The troubles in this research is factors associated with fatigue work on workers operator spbu sub-district ciputat.

This is quantitative research with cross sectional study design. Aims to see the relationship between the dependent variable (fatigue) with the independent variable (nutritional status, age, gender, shift work, working environment and working time). Techniques used in the sample collection is the total sampling with total number respondents 42 people. Fatigue data retrieval technique using a 30-item questionnaire fatigue symptoms public IFRC (International Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health). Statistical test using independent t-test for normal beristribusi data, and Mann Whitney test for not normally distributed data.

Based on the result of the study, the frequency of fatigue work on workers part operators spbu in sub-district ciputat high enough that is 52,4 %. Based on bivariate analysis reveals that there is no relationship between the dependent variable (fatigue) with the independent variable (Nutritional Status, Age, Gender, shift work, working environment and time work).

To reduce work fatigue are suggested to use a uniform work shirt with cotton in order to reduce heat stress received by the worker, the worker suggested that regular drinking water while working to avoid dehydration.

Reading list : 26 (1986 - 2012). Keyword : fatigue, questionnaire IFRC


(5)

(6)

(7)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama Lengkap : Nurli Faiz

Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 19 Mei 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. KH. Nasiruddin. Rt 03/Rw 03. Ds. Karangwuluh. Kec. Suradadi. Kab. Tegal

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Telpon/HP : 085642562072

E-mail : faiz_ph_07@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

1994 - 1995 : TK Al- Muttaqien, Karangwuluh 1995 - 2001 : SDN 01 Karangwuluh, Suradadi, Tegal. 2001 - 2004 : SLTP Negeri 01 Tarub, Tegal.

2004 - 2007 : SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng, Jombang - Jawa Timur.

2007 - Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.


(8)

vi

PENDIDIKAN NON FORMAL

2004 - 2007 : Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang – Jawa Timur 2009 : Workshop Leadhership Santri Kementrian Agama RI 2010 : Pelatihan Kesekretariatan CSS MoRA UIN Jakarta 2010 : Pelatihan Public Speaking CSS MoRA UIN Jakarta 2010 : Training Of Trainer HIV AIDS Pergerakan Anggota

Muda IAKMI (PAMI)

PENGALAMAN ORGANISASI

2008 – 2009 : Koordinator Departemen Pengkaderan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan UIN Jakarta.

2009 – 2011 : Koordinator Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Community of Santri Scholar Ministry of Religius Affair (CSS MoRA) UIN Jakarta.

2009 – 2011 : Departemen Keilmuan Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat 2010 - 2012 : Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Dan Organisasi


(9)

KATA PENGANTAR يح رل ا نمحرل ا ه ا سب هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا

Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjat kehadirat Allah SWT yang selalu senantiasa memberikan rahmat serta nikmat-Nya kepada kita semua. Dengan mengucap rasa syukur atas segala kasih sayang-Mu yang selalu terpacarkan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Operator SPBU Di Kecamatan Ciputat Tahun 2014” ini dapat tersusun dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan dan peradaban serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Penyelesaian laporan ini semata-mata bukanlah hasil usaha penyusun, melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. MK Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf dan segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat.


(10)

3. Dosen Pembimbing Akademik Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes dan Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK yang selalu memberikan motivasi karena pada hakikatnya motivasi adalah awal dari pembentukan sebuah mimpi yang pasti. 4. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D dan Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku penguji sidang skripsi yang senantiasa mendampingi dan membantu kelancaran skripsi, semoga atas keikhlasannya mendapat balasan dari Allah SWT.

5. Kedua Orang Tua dan Keluarga tercinta yang memberikan doa dan ketulusan serta rasa sayang yang tak terbatas terhadap saya.

6. Bapak Drs. Khaeroni, Msi., Bapak Drs. Sultoni yang senantiasa membantu, membimbing, memberi semangat, kasih sayang dan dukunganya dengan tulus ikhlas semoga setiap kebaikan akan mendapat kebaikan yang lebih banyak lagi.

7. Sahabat karib saya Arif Kurniwan yang menjadi sohib saya selama kuliah, suka duka kita lewati bersama, mohon maaf kalo banyak salah semoga persahabatan kita tetep solid kedepanya.

8. Bapak/Ibu pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan bantuan selama penelitian. 9. Sahabatku Abdani Fauzi yang dengan ikhlas membantu kelancaran skripsi


(11)

10. Saudari Nur Najmi Laela, SKM sebagai pembimbing dan pengawas studi penelitian dilapangan yang selalu berbagi ilmu, pengalaman, dan arahanya semoga ilmu itu dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran saya.

11. Sahabat-sahabat kesehatan masyarakat khususnya angkatan 2007 yang selalu berjuang ”from zero to hero

12. Semua pihak yang membantu kelancaran skripsi saya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas semua dukunganya.

Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penyusun berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Terakhir kiranya penyusun berharap semoga hasil penelitian skripsi bermanfaat bagi penyusun dan pembaca umumnya.

هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا و

Jakarta, Juli 2014


(12)

DAFTAR ISI Pernyataan Persetujuan

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah……… 4

1.3. Pertanyaan Penelitian………. 5

1.4. Tujuan Penelitian……… 5

1.4.1. Tujuan Umum……… 6

1.4.2. Tujuan Khusus……….. 6

1.5. Manfaat Penelitian………. 7

1.5.1. Manfaat Bagi Pekerja ...……… 7

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti……… 7

1.5.3. Manfaat Bagi Fakultas……… 7

1.6. Ruang Lingkup Penelitian……… 8

Bab II Tinjauan Pustaka………...….

2.1. Kelelahan Kerja...………....…… 2.1.1 Definisi kelelahan kerja... 2.1.2 Penyebab kelelahan kerja... 2.1.3 Dampak kelelahan kerja... 2.1.4 Pengukuran kelelahan... 2.1.5 penanggulangan kelelahan...

9 9 9 10 11 14 2.2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan……...……

2.2.1 Shift kerja... 2.2.1 Usia... 2.2.1 Status gizi... 2.2.1 Masa kerja... 2.2.1 Status kesehatan... 2.2.1 beban kerja... 2.2.1 Lingkungan kerja... 2.2.1 waktu kerja... 2.2.1 jenis kelamin...

15 15 16 16 17 18 19 20 21 22 2.3. Kerangka teori...


(13)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Bab III Kerangka Konsep, Definisi Operasional dan Hipotesis

3.1. Kerangka Konsep………. 23

3.2. Definisi Operasional………. 25

3.3. Hipotesis………... 26

Bab IV Metodologi Penelitian 4.1. Rancangan Penelitian……….. 27

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 27

4.4. Sumber Data……… 28

4.5. Metode Pengambilan Data………. 29

4.6. Pengolahan Data………. 29

4.7. Analisa Data……… 31

Bab V Hasil penelitian 5.1 Gambaran umum SPBU……….. 32

5.2 Analisis normalitas……….. 33

5.3 Analisis univariate……… 34

5.4 Analisis bivariate……… 35

Bab VI Pembahasan 6.1 Keterbatasan Penelitian……….. 38


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif 14

2.2 Kategori Beban Kerja 20

5.1 Normalitas Data 36

5.2 Distribusi Kejadian Kelelahan Kerja 37

5.3 Distribusi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan 38

Kerja (Numerik) 5.4 Distribusi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan 39

Kerja (Kategorik) 5.5 Gambaran Distribusi Responden berdasarkan variabel 41

kategorik 5.6 Gambaran Distribusi Responden berdasarkan Usia, Masa 43

Kerja 5.7 Gambaran Distribusi Responden berdasarkan IMT 44


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kelelahan kerja merupakan salah satu permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kecelakaan pada saat bekerja. Kelelahan kerja disebabkan oleh banyak faktor baik dari faktor individu, dan juga faktor dari luar seperti lingkungan kerja (Gurusinga, 2013). Kelelahan kerja penting untuk diperhatikan, karena kelelahan pada pekerja dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas kerja dan penurunan konsentrasi kerja (Damapoli, 2013). Suatu perusahaan yang baik tentu mempunyai sumber daya manusia yang baik. Hal ini dapat terlihat dari kondisi kesehatan fisik dan psikis, pendidikan atau keahlian, serta kinerja dan produktifitas dari pekerja itu sendiri (Simanjuntak, 2010).

Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal akibat sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang per tahun. Sebanyak 350.000 orang per tahun diantaranya meninggal akibat kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja juga berakibat pada biaya; 1000 miliar USD atau 20 kali dana bantuan umum yang diberikan ke negara berkembang. Biro statistik buruh (Bureau of LabourStatistics) Amerika melaporkan terdapat 5703 kecelakaan fatal atau 3,9 per 100.000 pekerja di tahun 2006 (Industrial Engineer, 2007). Angka keselamatan kerja Indonesia masih sangat buruk, yaitu berada pada peringkat 26 dari 27 negara yang diamati. Pada tahun tersebut, terdapat 51523 kasus kecelakaan kerja yang terdiri dari 45234


(16)

2

kasus cidera kecil, 1049 kasus kematian, 317 kasus catat total dan 5400 cacat sebagian (Suardi, 2005).

Pemerintah telah membuat Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.

Perasaan atau kondisi lelah merupakan kondisi yang sering dialami seseorang setelah melakukan aktivitasnya. Perasaan capek, ngantuk, bosan dan haus biasanya muncul beriringan dengan adanya gejala kelelahan. Gejala kelelahan terdiri dari adanya pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan menunjukan kelelahan fisik. Pelemahan kegiatan ditandai dengan perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban di mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri. Pelemahan motivasi ditandai dengan merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam perkerjaan. Sedangkan pelemahan fisik ditandai dengan sakit kepala,


(17)

3

kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, merasa kurang sehat (Riyanti, 2011).

Menurut Suma’mur (1996), kelelahan kerja mengandung tiga pengertian yaitu adanya perasaan lelah, penurunan hasil kerja dan penurunan kesiagaan yang semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Rasa lelah pada dasarnya merupakan pesan bahwa tubuh membutuhkan istirahat. Jika tidak dilanjutkan dengan istirahat, kelelahan ini dapat berdampak kepada kemampuan kerja (kerja lambat dan target kerja tidak tercapai), kualitas kerja (banyak kesalahan atau cacat produksi), kecelakaan kerja karena seseorang menjadi tidak awas dan tidak dapat merespon perubahan di sekitarnya dengan baik (Tim ergoinstitude, 2009).

Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah stress dan kelelahan (fatique). Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati, 2007). Enam puluh persen kecelakaan di Angkatan Udara (AU) di Amerika Serikat disebabkan oleh kelelahan (Palmer et al, 1996).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan 16.000 pekerja di Negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja yang mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan 7% tenaga kerja mengeluhkan stress berat dan merasa tersisihkan (Hidayat, 2003).


(18)

4

Hasil penelitian tentang kelelahan kerja pada operator SPBU antara shift pagi dan shift malam yang dilakukan oleh Sudana (2011), dari 24 orang responden terdapat 22 ( 91,7% ) responden yang mengalami kelelahan dengan kategori lelah dan 2 ( 8,3% ) responden dengan kategori kurang lelah. Miranti (2008) mengutarakan hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu perusahaan di Indonesia tahun 2008 khususnya pada bagian produksi mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan mengalami gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu.

Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum atau disingkat SPBU merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT Pertamina (Persero) untuk masyarakat Indonesia secara luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Petugas Operator yang ada di SPBU mengalami kelelahan disebabkan karena bekerja yang dilakukan dengan berdiri secara terus menerus untuk mengisi bensin dan terdapat pula system shift kerja yang dimana akan mengakibatkan kelelahan kerja pada petugas operator SPBU. SPBU merupakan suatu perusahaan yang menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam selama 7 hari dalam seminggu. Berdasarkan studi pendahuluan dan pengukuran yang telah dilakukan pada 11 pekerja pada 3 tempat SPBU berbeda di wilayah Ciputat, diketahui masa kerja shift yang telah dilalui pekerja paling rendah adalah 4 bulan, paling tinggi 7 tahun dan di dapatkan bahwa pekerja operator SPBU bekerja 8 jam dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 280C -300C dan nilai tingkat kebisingannya berkisar antara 77-92 dBA. Dari hasil subjective self rating test dari Industrial


(19)

5

Fatigue Research Committee (IFRC) yang merupakan kuesioner untuk mengukur

tingkat kelelahan subjektif. Dari hasil studi pendahuluan dari 11 pekerja di SPBU wilayah Ciputat, seluruhnya merasakan kelelahan dengan 10 orang merasakan kelelahan sedang dan 1 orang merasakan kelelahan ringan.

Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja bagian operator SPBU di Kecamatan Ciputat.

1.2. Rumusan Masalah

SPBU merupakan suatu perusahaan yang menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam selama 7 hari dalam seminggu. Pekerja operator SPBU bekerja 8 jam dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 260C -300C dan nilai tingkat kebisingannya berkisar antara 77-92 dB. Aktifitas kerja yang terus menerus dan lingkungan kerja yang kurang nyaman dapat menyebabkan kelelahan kerja.

Kejadian kelelahan kerja pada pekerja dapat mempengaruhi proses kerja dan produktivitas perusahaan akan menurun serta kualitas pelayanan pun menjadi berpengaruh. Untuk itu perlu di lakukan pengendalian kelelahan kerja pada SPBU. Dari hasil studi pendahuluan dari 11 pekerja di SPBU wilayah Ciputat, seluruhnya merasakan kelelahan dengan 10 orang merasakan kelelahan sedang dan 1 orang merasakan kelelahan ringan. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya suatu


(20)

6

penelitian untuk membuktikan apakah ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kejadian kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

2. Bagaimana karakteristik pekerja (usia, status gizi, usia, jenis kelamin, masa kerja) pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

3. Bagaimana lingkungan kerja (tekanan panas, kebisingan) SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

4. Bagaimana penerapan shift kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

5. Apakah terdapat hubungan antara penerapan shift kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

6. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik individu (usia, status gizi, usia, jenis kelamin, masa kerja) dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

7. Apakah terdapat hubungan antara lingkungan kerja (tekanan panas, kebisingan) dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?


(21)

7 1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja bagian operator SPBU di Kecamatan Ciputat 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya kejadian kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

2. Diketahuinya karakteristik pekerja (usia, status gizi, usia, jenis kelamin, masa kerja) pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?

3. Diketahuinya lingkungan kerja (tekanan panas, kebisingan) SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

4. Diketahuinya penerapan shift kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

5. Diketahuinya hubungan antara penerapan shift kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

6. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia, status gizi, usia, jenis kelamin, masa kerja) dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

7. Diketahuinya hubungan antara lingkungan kerja (tekanan panas, kebisingan) dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.


(22)

8 1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat membuat suatu program atau kebijakan terkait dengan upaya pencegahan terjadinya kelelahan kerja pada pekerja. Diharapkan pekerja SPBU tahu dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja

1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja , serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah.

1.5.3 Manfaat Bagi Fakultas

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan referensi di bidang kesehatan dan keselamatan kerja bagi civitas akademika.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja SPBU. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2013 – Juni 2014 di seluruh lokasi SPBU di Kecamatan Ciputat oleh mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan


(23)

9

Keselamatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional terhadap pekerja SPBU yang menjadi responden dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja digunakan subjective self rating test dari

industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif dan pengukuran secara objektif yaitu pengukuran yang mendukung hasil pengukuran subjektif yang dapat dilihat pada saat wawancara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.


(24)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur P.K., 1996:190). Kelelahan (fatigue) adalah rasa capek yang tidak hilang waktu istirahat (Yayasan Spirita, 2004). Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono, dkk, 2003).

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunya efisiensi, performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).

2.1.2 Penyebab Kelelahan Kerja

Berdasarkan penyebab kelelahan terbagi menjadi dua yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis. Kelelahan fisiologis disebabkan oleh factor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, kebisingan, circadian rhythms, dan lain-lain. Sedangkan kelelahan psikologis disebabkan


(25)

11

oleh factor psikosoial baik di tempat kerja maupun di rumah atau masyarakat sekeliling (Nurmianto, 2003)

Menurut Sutalaksana (1999), kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

2.1.3 Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan ketelitian sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 1999). Menurut Budiono (2003), kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan produktivitas. Jadi kelelahan kerja dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik serta mental yang pada akhirnya mnyebabkan kecelakaan kerja dan terjadi penurunan produktivitas kerja.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,


(26)

12

kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negative terhadap kerja, perasaan terhadap atasan lingkungan kerja memungkinkan factor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996)

2.1.4 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) yang dikutip oleh

Tarwaka (2004).

Beberapa cara yang saat ini dipakai untuk mengetahui kelelahan, yang sifatnya hanya mengukur manifestasi-manifestasi atau indicator-indikator kelelahan yaitu :

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas ouput digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti : Target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan


(27)

13

kualitas ouput (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. Misalnya : nyala lampu sebagai awal dan pijat tombol sebagai akhir jangka waktu tersebut, denting suara dan injak pedal, Sentuhan kulit dan kesadaran, Goyangan badan dan pemutaran setir. Pemanjangan waktu reaksi merupakan waktu petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

3. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Alat uji kelip memungkinkan mengatur frekuensi kelipan dan dengan demikian pada batas frekuensi mana tenaga kerja mampu melihatnya. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan kadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Electroencephalography (EEG)

Suatu pemeriksaan aktivitas gelombang listrik otak yang direkam melalui elektroda-elektroda pada kulit kepala. Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi,tergantung pada tempat dan aktivitas otak saat perekaman. EEG


(28)

14

mengacu padarekaman aktivitas listrik otak spontan selama periode waktu yang singkat, biasanya 20-40 menit.

5. Uji Bourdon Wiersma

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test,merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi.

6. Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat

mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan.

Kuesioner 30-item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRS (International Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health), yang dibuat sejak 1967. Kuesioner IFRS disosialisaikan dan dimuat dalam prosiding symposium on Methodology of Fatigue Asessment di Kyoto, Jepang pada tahun 1969. Sepuluh pertanyaan pertama mengindikasikan adanya pelemahan aktivitas, sepuluh pertanyaan kedua pelemahan motivasi kerja dan sepuluh pertanyaan ketiga atau terakhir mengindikasikan kelelahan fisik atau kelelahan pada beberapa bagian tubuh. Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul diartikan semakin besar pula tingkat kelelahan.

Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah selanjutnya adalah menghitung skor dari ke-30


(29)

15

pertanyaan yang diajukan dan dijumlahkanya menjadi total skor individu. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban kuesioner diskoring sesuai empat skala Likert. Berdasarkan desain penilaian kelelahan subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert ini, akan di peroleh skor individu terendah adalah sebesar 30 dan skor individu tertinggi 120. Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan diberi nilai 3, kadang-kadang (K) dengan diberi nilai 2 dan tidak pernah (TP) dengan diberi nilai 1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Tingkat

Kelelahan Total Skor Klasifikasi Kelelahan Tindakan Perbaikan

1 30-52 Rendah

Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan

2 53-75 Sedang

Mungkin diperlukan adanya tindakan perbaikan

3 76-98 Tinggi Diperlukan adanya

tindakan perbaikan

4 99-120 Sangat Tinggi

Diperlukan tindakan perbaikan sesegera mungkin


(30)

16 2.1.5 Penanggulangan Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat (Suma’mur., 1996).

Menurut Susetyo (2012) untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif.

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan 2.2.1 Shift Kerja

Shift kerja adalah periode waktu dimana suatu kelompok pekerja

dijadualkan bekerja pada tempat kerja tertentu (Mauritz, 2008). Secara terminologinya yang dimaksud dengan shift kerja adalah kerja 24 jam dibagi secara bergiliran dalam waktu 2 jam. Para pekerja dibagi atas kelompok kerja dan pada umumnya dibagi atas tiga kelompok dimana lama giliran kerja yaitu 8 jam (Nasution, dkk, 1989).

Shift kerja mempunyai berbagai definisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk di luar jam kerja biasa (08.00-17.00).


(31)

17

Ciri khas tersebut adalah kontinuitas, pergantian dan jadwal kerja khusus. Secara umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Namun demikian adapula definisi yang lebih operasional dengan menyebutkan jenis shift kerja tersebut. Shift kerja disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen atau sering pada jam kerja yang tidak teratur (Kuswadji, 1997).

Penerapan shift kerja dapat terpapar berbagai risiko gangguan kesehatan, keadaan ini dikarenakan penerapan shift kerja dapat mengakibatkan perubahan circadian rhythms yang dapat berkembang menjadi gangguan tidur dan kelelahan kerja ( Wijaya, 2005).

2.2.2 Usia

Menurut Suma’mur (1991) menyebutkan bahwa seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat, dan sebaiknya jika seseorang sudah berumur lanjut maka kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang berumur lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak dapat bergerak dengan leluasa ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh umur tersebut.

Menurut Akerstedt, et al (2002) bahwa kelelahan lebih cenderung terjadi pada pekerja berumur kurang lebih sama dengan 49 tahun. Menurut Dewi (2006) diketahui bahwa responden yang paling banyak mengalami kelelahan adalah


(32)

18

pekerja yang berusia 25 – 35 tahun yaitu sebanyak 26 orang (55,3%), pada penelitian ini didapatkan P value 0,180 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang berusia diatas 41 dan dibawah 50 tahun yaitu sebesar 31 orang (63,3%), pada penelitian ini didapatkan P value 0,951 yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja (Sisinta, 2005).

Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikontrol. Walaupun tidak banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penyesuaian terhadap lingkungan baik panas maupun dingin bergantung pada usia seseorang, akan tetapi beberapa pengamatan menunjukkan usia seseorang berhubungan terhadap penurunan aktivitas fisik yang terkait dengan penyesuaian tubuh dengan lingkungan panas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa awal. Lansia sensitif terhadap suhu eskrim, karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjar, dan penurunan metabolisme (Pearce, 1990).

2.2.3 Status Gizi

Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu (Tarwaka et al 2004). Menurut Suma’mur (1982), Grandjean (1993)


(33)

19

dalam Tarwaka et al (2004) bahwa selain jumlah kalori yang tepat, penyebaran persediaan kalori selama masa bekerja adalah sangat penting.

Status gizi pekerja dapat diukur dengan IMT, dimana hasil pengukuran dibandingkan dengan standar yang ditetapkan Depkes RI (Almatsier, 2004). Menurut Hartz et al (1999) dalam Safitri (2008) peningkatan IMT / IMT lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kelelahan kerja pada study yang dilakukan selama 2 tahun pada pasien ICF dan menjadi overweight / obesitas dengan fungsi fisik dan vitalitas yang lebih rendah pada population based study.

Menurut WHO (1985) menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: Berat Badan (Kg)

IMT = --- Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

Atau


(34)

20

Pada penelitian Dewi (2006) yang dilakukan di PT ” X ” kelelahan banyak dialami oleh pekerja dengan status gizi normal yaitu sebanyak 31 orang (59,6%), dengan Pvalue sebesar 0,030 maka dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja. Dalam penelitian lain, kelelahan banyak dialami oleh pekerja dengan status gizi normal yaitu sebanyak 48 orang (69,6%) dengan P value 0,544 maka dinyatakan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja (Sisinta, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Uminah (2005) di RS. Pelni disebutkan kelelahan banyak dialami pada pekerja dengan status gizi normal yaitu sebanyak 19 orang (35,2%) dengan Pvalue sebesar 0,905 dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja.

2.2.4 Masa kerja

Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007). Kerja bergilir menurut penelitian Srithongchai & Intaranot (1994) dalam Amalia (2007) diperoleh bahwa tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja giliran malam dan suhu lingkungan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap tingkat kelelahan kerja.

Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan (Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008).


(35)

21

Lama kerja berkaitan dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan suatu strain. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan yang terjadi akan semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003).

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Berdasarkan study Jansen et al (2003) dalam Safitri (2008) terhadap pekerja shift pada kelompok lama kerja < 15 tahun (0-5 tahun; 6-10 tahun; 11-15 tahun) dibandingkan dengan kelompok dengan lama kerja > 15 tahun terdapat kecenderungan bahwa pekerja dengan masa kerja < 15 tahun menunjukkan tingkat kelelahan kerja yang paling tinggi karena proses adaptasi.

Menurut hasil penelitian Dewi (2006) pada PT ” X” kelelahan banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja shift lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 32 orang (62,7%) dengan Pvalue sebesar 0,086 maka dinyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja shift dengan kelelahan pada pekerja. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Purnawati, et al (2006) di PT ” X ” kelelahan banyak terjadi pada pekerja yang memiliki masa kerja > 5 tahun


(36)

22

dengan P value 0,839 sehingga dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja shift dengan kelelahan pada pekerja.

2.2.5 Status Kesehatan

Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut dengan non work related fatigue. Salah satu penyebab kelelahan non work related fatigue

adalah kondisi kesehatan pekerja (Better health channel, 2006 dalam safitri, 2008). Menurut Setyawati, (1994) dalam Safitri, (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus dipelihara selama bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja.

2.2.6 Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan, dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut berupa beban fisik maupun beban mental. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat


(37)

23

digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan.

Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja. Beban kerja fisik dalam kategori berat akan menyebabkan beban kardiovaskuler meningkat sehingga kelelahan akan cepat muncul (Tarwaka et al, 2004). Pada penelitian yang dilakukan pada pekerja bongkar muat menyatakan terdapatnya hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja (Tarwaka et al, 2004).

Beban kerja dapat ditentukan dengan merujuk kepada jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per satuan waktu. Estimasi panas metabolik dapat dilakukan dengan menilai pekerjaan. Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan

Kategori Kcal/Jam

Pekerjaan Ringan Sampai dengan 200 kcal/jam Pekerjaan Sedang 200-350 kcal/jam

Pekerjaan Berat Lebih dari 350 kcal/jam


(38)

24 2.2.7 Lingkungan Kerja

Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004). Menurut Fitriarni (2000) bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan, vibrasi, dan ventilasi akan berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap mental, dan kelelahan kerja.

a. Tekanan Panas

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja, definisi iklim kerja atau tekanan panas adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan, gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaanya.

Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja adalah 24 - 26º C.(suhu kering) pada kelembaban 85% - 95% dan suhu basah antara 22 - 30º C, suhu tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Suma’mur, 1996). Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar yang terjadi tidak lebih dari 20% untuk suhu panas dan 35% untuk suhu dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Sedangkan batas toleransi untuk suhu tinggi adalah 35ºC-40ºC, kecepatan gerakan udara 0,2 m/detik, kelembaban udara 40%-50% dan perbedaan suhu permukaan 40ºC. Sehingga suhu optimal dari dalam tubuh untuk mempertahankan fungsinya adalah 36,5ºC-39,5ºC


(39)

25

(Grandjean dalam Tarwaka dan kawan-kawan, 2004). Semakin aktif seorang pekerja maka semakin rendah suhu yang diperlukan supaya ideal. Tenaga kerja akan melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan suhu di tempat kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh.

Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak menimbulkan permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin. Hal ini terjadi karena pada umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah dari pada suhu udara yang tinggi (Ardyanto, 2005). Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Santoso, 2004).

Untuk menilai hubungan iklim kerja dan efek terhadap seseorang perlu diperhatikan seluruh faktor yang meliputi lingkungan, manusia dan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi iklim kerja tersaji dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas Faktor Lingkungan Faktor Manusia Pekerjaan Suhu Kelembaban Angin Radiasi Panas Debu Aerosol Gas Fume Usia Jenis Kelamin Kesegaran Jasmani Ukuran Tubuh Kesehatan Aklimatisasi Gizi Motivasi Kompleksnya Tugas Lama Tugas Beban Fisik Beban Mental Beban Dria Beban Sendiri Ketrampilan Disyaratkan


(40)

26 Tekanan Barometris

Pakaian

Pendidikan

Kemampuan Fisik Kemampuan Mental Kemampuan Emosi Sifat-sifat Kebangsaan

Sumber : Suma’mur (1996). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja

Untuk menentukan kriteria beban kerja dapat dilihat dari jumlah nadi kerja dalam satu menit, yang tersaji dalam tabel 2.4 :

Tabel 2.4 Kriteria beban Kerja

Beban Kerja Denyut Nadi Per-menit

Ringan 75 – 100

Sedang 100 – 125

Berat 125 - 150

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja ditetapkan bahwa nilai ISBB tempat kerja tersaji dalam tabel 2.4:

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Tekanan Panas

Variasi Kerja

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) 0C Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja Berat Bekerja terus-menerus 30,0 26,7 25,0 Kerja 75% - istirahat 25% 30,6 28,0 25,9 Kerja 50% - istirahat 50% 31,4 29,4 27,9


(41)

27

Kerja 25% - istirahat 75% 32,2 31,1 30,0 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999

b. Kebisingan

Kebisingan merupakan bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki (Suma’mur, 1996). Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan, hilang efisiensi dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002).

Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter (Depnaker, 2004).

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51 tahun 1999, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dBA dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.


(42)

28 2.2.8 Waktu Kerja

Menurut Kroemer and Grandjean (1997) dalam Fitriarni (2000) bahwa waktu kerja dapat dibedakan dalam waktu kerja shift & non shift. Kerja shift

(bergilir) akan mengganggu irama sirkadian tubuh. Gangguan ini akan berakibat terjadinya gangguan tidur pada pekerja dan dalam keadaan yang terjadi secara terus - menerus tanpa disertai perbaikan kondisi yang memadai akan berakibat terjadi kelelahan / fatique kronis.

Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum 8 jam kerja dan sisanya untuk istirahat / kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka et al, 2004).

2.2.9 Jenis kelamin

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki laki (Tarwaka et al, 2004). Menurut Kroemer dan Grandjean (1997) dalam Tarwaka et al (2004) bahwa masalah pada pekerja wanita dapat disebabkan oleh periode hormonal fungsi tubuh serta adanya pekerjaan rumah tangga sehingga gangguan menstruasi, aborsi, gangguan tidur dan kelelahan sering terjadi.

2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori ini merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah dikemukakan penelitian sebelumnya tentang hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja. Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi


(43)

29

kelelahan kerja antara lain karakteristik pekerja (jenis kelamin; usia; masa kerja; status gizi; beban kerja; lingkungan kerja) dan waktu kerja (shift & non shift) (Silaban, 1998); lingkungan kerja; status kesehatan dan nutrisi (Tarwaka et al 2004);

Bagan 2.1 Kerangka teori

Sumber : Silaban (1998) dan Tarwaka et al (2004); Kroemer and Grandjean (1997);

Setyawati (1994); Almatsier (2004); Suma’mur (1991)

Kelelahan Kerja Usia

Jenis Kelamin Waktu Kerja

Lingkungan Kerja

Status Kesehatan Status Gizi ( indeks massa

tubuh/IMT) Shift Kerja

Masa Kerja


(44)

30 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERATIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja bagian operator SPBU di Kecamatan Ciputat. Kerangka konsep penelitian ini berdasarkan gabungan teori dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja diantaranya dikemukakan oleh Susetyo (2012), Kodrat (2011), Nurhidayati (2010), Wijaya (2005). Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan bahwa pekerja dapat mengalami kelelahan kerja disebabkan oleh banyak faktor seperti Shift Kerja, Usia, Status Gizi, Jenis Kelamin, Masa Kerja, beban kerja, lingkungan kerja, status kesehatan dan waktu kerja.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja pekerja SPBU Kecamatan Ciputat. Sedangkan variabel independennya adalah shift kerja, Masa Kerja, Jenis Kelamin, Status Gizi, lingkungan kerja dan Usia. Tidak semua faktor yang ada dalam kerangka teori dimasukan dalam variable penelitian ini. Variabel beban kerja, dan waktu kerja tidak dimasukkan karena semua responden berada dalam beban kerja yang sama yaitu beban kerja ringan dan waktu kerja yang relatif sama yakni 8 jam. Sedangkan untuk variabel status kesehatan tidak digunakan karena pekerja yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pekerja dalam keadaan sehat yang dibuktikan dengan adanya laporan medical check up dari perusahaan dan kepastian status kesehatan pada saat wawancara.


(45)

31

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen

Penerapan Shift Kerja

KELELAHAN KERJA Karakteristik Pekerja :

 Masa Kerja

 Usia

 Status Gizi

 Enis kelamin

Lingkungan Kerja :

 Tekanan Panas


(46)

32 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kriteria Skala 1 Kelelahan

Kerja

Kombinasi dari gejala – gejala termasuk munurunnya

penampilan yang melemah dan perasaan subjektif dari rasa capek

Menyebarkan kuesioner pada pekerja

Kuesioner 1. Mengalami kelelahan 2. Tidak

mengalami kelelahan

Ordinal

2 Shift Kerja Pergantian kerja secara

bergilir (jadwal shift rotasi) dan terdapat jadwal khusus. Kerja bergilir dikatakan kontinyu apabila dikerjakan selama 24 jam setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur dengan waktu 3 shift

Menyebarkan kuesioner pada pekerja

Kuesioner 1. Shift

2. Tidak Shift

Ordinal

3 Masa Kerja Panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

4 Usia Jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir hinhha saat penelitian berlangsung

Wawancara Kuesioner Umur Rasio

5 Status Gizi Indikator kesehatan dari seseorang yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam satuan kilogram (Kg) dibagi dengan berat badan dalam satuan meter (m) yang menghasilkan skor indeks massa tubuh Pengukuran berat badan Dan tinggi badan dan dimasukkan ke dalam rumus BB (kg)/TB²(m) Timbangan dan Mikrotoise

Skor IMT Rasio

6 Jenis Kelamin Perbedaan biologis dan fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah

Wawancara Kuesioner 1. Perempuan 2. Laki-laki

Ordinal

7 Kebisingan Bunyi atau sumber suara yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan

Pengukuran Kebisingan

Sound level meter (SLM)


(47)

33

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kriteria Skala 8 Tekanan Panas Beban iklim kerja yang

diterima oleh pekerja

Pengukuran tekanan panas di titik tempat bekerja

Wet Bulb Globe Temperature (WBGT)

3. Mengalami tekanan panas 4. Tidak

mengalami tekaanan panas

Ordinal

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara shift kerja terhadap kelelahan kerja pada petugas Operator SPBU di daerah Ciputat Tahun 2014.

2. Ada hubungan antara karakteristik individu (usia, status gizi, usia, jenis kelamin, masa kerja) terhadap kelelahan kerja pada petugas Operator SPBU di daerah Ciputat Tahun 2014.

3. Ada hubungan Lingkungan kerja (kebisingan dan tekanan panas) dengan kelelahan kerja pada petugas operator SPBU di daerah Ciputat Tahun 2014.


(48)

34 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitaif menggunakan desain cross sectional dimana data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja bagian operator Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Kecamatan Ciputat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada satu saat saja. Bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara variabel dependen (kelelahan kerja) dengan variabel independen (Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, shift kerja, lingkungan kerja dan masa Kerja).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Kecamatan Ciputat tahun 2014. Mulai dilaksanakan pada bulan Januari – Juli 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 1) Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Kecamatan Ciputat yang berjumlah 68 orang. 2) Sampel

Sampel penelitian adalah pekerja operator di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Kecamatan Ciputat.


(49)

35

Rumus uji hipotesis beda dua proporsi:

n = {Z 1- α / 2√ 2 [P(1-P) + Z 1- β √ [P1 (1 – P1) + P2 (1 – P2)}2

(P1 - P2 )2

Keterangan : n = Jumlah sampel

Z 1- α / 2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan / kemaknaan α pada 2 sisi: 5 % (1, 96)

Z 1- β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1 –β : 90 % P = (P1 + P2)/2 = (0,766+0,286)/2 = 0,526

P1 = Proporsi pekerja yang mengalami kelelahan kerja pada pekerja shift = 76,6% atau 0,766 (Nurhidayati, 2010)

P2 = Proporsi pekerja yang mengalami kelelahan pada pekerja non shift = 28,6% atau 0,286 (Nurhidayati, 2010)

Berdasarkan rumus di atas, total jumlah sampel dalam penelitian adalah 20. Karena untuk dua proporsi maka dikalikan 2 maka sampel yang dibutuhkan adalah 40 orang.

a. Kriteria Sampel:

Kriteria Inklusi: Semua pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi responden selama penelitian ini dilaksanakan.


(50)

36

b. Metode Pengambilan Sampel:

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan Total sampling, yakni mengambil semua petugas operator SPBU yang ada di Wilayah Ciputat untuk menjadi responden dalam penelitian.

4.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data keluhan subjektif kelelahan dengan wawancara menggunakan kuesioner 30-item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC (International Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health), serta wawancara kepada pekerja untuk mengetahui jenis kelamin, usia, masa kerja, shift kerja dan status gizi pekerja. Untuk data lingkungan kerja, data yang diambil adalah kebisingan dan tekanan panas dengan menggunakan alat WBGT dan sound level meter (SLM).

4.4. Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Kelelahan Kerja

Data mengenai kelelahan kerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner 30-item gejala kelelahan umum IFRC (International Fatigue Research Committee of Japanese Association of Industrial Health). Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah selanjutnya adalah menghitung skor dari ke-30 pertanyaan yang


(51)

37

diajukan dan dijumlahkanya menjadi total skor individu. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban kuesioner diskoring sesuai empat skala Likert. Berdasarkan desain penilaian kelelahan subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert ini, akan di peroleh skor individu terendah adalah sebesar 30 dan skor individu tertinggi 120.

2) Data shift kerja

Data shift kerja di peroleh dengan wawancara langsung kepada pekerja untuk mengetahui siapa saja yang termasuk shift dan nonshift.

3) Data usia pekerja

Data usia pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja. 4) Data status gizi pekerja

Data status gizi memerlukan pengukuran dua variabel. Yaitu data berat badan dalam kilogram dan tinggi badan dalam meter. Untuk pengukuran berat badan pekerja diminta untuk menimbang berat badan diatas timbangan yang telah disediakan. Sedangkan untuk data tinggi badan, peneliti mengukur dengan menggunakan meteran. Data hasil berat badan dan tinggi badan kemudian dihitung menggunakan rumus standar IMT (WHO, 2005).

IMT

5) Data jenis kelamin pekerja

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner pada pekerja dan pengamatan langsung.


(52)

38

Data mengenai masa kerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner

7) Data Lingkungan kerja

Data untuk lingkungan kerja data yang diambil adalah kebisingan dan iklim kerja, pengukuran kebisingan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Sedangkan alat untuk mengukur iklim kerja yang digunakan adalah Thermal Environmental

Monitor atau yang biasa disebut WBGT (Wet Bulb Globe Temperature).

a) Pengukuran Kebisingan

Operasional pengkuran dapat dilakukan sebagaimana Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: Kep-48/MENLH/11/1996 sebgai berikut :

a. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan standar yang akan diacu dalam survei.

b. Pemeriksaan instrumen. Hal ini meliputi pemeriksaan batere sound level meter (SLM) dan kalibrator, serta aksesories misalnya windscreen, rain cover, dan lain-lain.

c. Kalibrasi instrumen. Hal ini harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah pengukuran berlangsung.


(53)

39

e. Bila pengukuran dilakukan dengan free-field microphone (standar IEC) maka SLM diarahkan lurus ke sumber. Sedangkan jika mikropon yang digunakan merupakan random incidence microphone (ANSI), maka SLM harus diorientasikan sekitar 70o - 80o terhadap sumber bising.

f. Dalam keadaan kebisingan berasal dari lebih dari satu arah, maka sangat penting untuk memilih mikropon dan mounting yang tepat yang memungkinkan untuk mencapai karakteristik omnidirectional terbaik.

g. Pemilihan weighting network yang sesuai.

h. Pemilihan respons detektor yang sesuai, F atau S untuk mendapatkan pembacaan yang akurat.

i. Hindarkan refleksi baik dari tubuh operator maupun blocking suara dari arah tertentu.

j. Saat pengukuran berlangsung, selalu perhtikan haal-hal berikut: (a) Hindari pengukuran dekan bidang pemantul; (b). Lakukan pengukuran pada jarak yang tepat, sesuai dengan standar atau baku mutu yang diacu; (c). Cek bising latar; (d). Pastikan 77 tidak terdapat perintang terhadap sumber bising yang diukur; (e). Selalu gunakan windshield (windscreen), dan (f). Tolak pembacaan overloud.

k. Laporan harus terdokumentasi dengan baik. Laporan ini sedikitnya harus terdiri dari: (a). Sket pengukuran (meliputi orientasi dan kedudukan SLM,


(54)

40

luas ruangan atau tempat pengukuran dilakukan serta kedudukan sumber bising); (b). Standar yang diacu; (c). Identitas instrumen; jenis dan nomor seri; (d). Metode kalibrasi; (e). Weighting network dan respons detektor yang digunakan; (f). Deskripsi jenis suara (impulsif, kontinyu, atau tone); (g). Data bising latar; termasuk chart yang digunakan untuk perhitungan; (h). Kondisi lingkungan; tekanan atmosfir; (i). Data obyek yang diukur (jenis mesin, beban, kecepatan, dll); (j). Tanggal pengukuran dan nama operator

4.5. Pengolahan Data

Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap berikut: a. Mengkode data (Data Coding)

Proses pengklasifian data dan pemberian kode jawaban responden. Dilakukan saat pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya.

b. Menyunting data (Data Editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini. c. Memasukkan data (Data Entry)

Memasukkan data hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat. Yakni untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja, shift kerja, Masa Kerja,


(55)

41

usia, Jenis Kelamin dan IMT pekerja. Serta analisis bivariat untuk mengetahui variabel-variabel yang berhubungan.

d. Membersihkan data (Data Cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.6. Analisa Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: a. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, yaitu shift kerja, Jenis Kelamin, usia, massa kerja, tekanan panas, kebisingan dan status gizi pekerja.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel dependen (kelelahan kerja), dengan variabel independen (shift kerja, Masa Kerja, usia, Jenis Kelamin, lingkungan kerja (kebisingan dan tekanan panas) dan status gizi). Uji statistik menggunakan uji chi-square untuk menghubungkan variabel kategorik dengan kategorik dan uji t-independent untuk mengubungkan variabel numerik dengan kategorik apabila variabel numerik berdistibusi normal dengan derajat kemaknaan p value < 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan jika p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik.


(56)

42

Sedangkan untuk mencari hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas karena data-data tersebut bersifat data numerik. Bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji t-independent untuk menghubungkan antara variabel numerik dan kategorik. Setelah didapatkan hasil uji t-independen , kemudian lihat nilai p-value, bila nilai P < 0,05 maka varian berbeda dan nilai p-value > 0,05 maka varian sama. Akan tetapi jika data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas data, maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan menggunakan uji Mann Whitney.


(57)

43 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum SPBU di Kecamatan Ciputat

Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum atau disingkat SPBU merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT Pertamina (Persero) untuk masyarakat Indonesia secara luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat berjumlah 6 tempat dengan lokasi yang tersebar dan jarak antar SPBU sekitar 1 kilo meter. Ke-enam SPBU tersebut adalah SPBU Mega Mall, SPBU cimanggis, SPBU Carefoor, SPBU Gaplek dan SPBU Kedawung.

Setiap SPBU memiliki struktur organisasi dimulai dari manajer, supervisor, operator, satuan pengamanan (SATPAM), dan petugas kebersihan. Dalam SPBU terdapat berbagai fasilitas untuk umum diantaranya toilet, mushola dan tempat pengisian angin ban kendaraan. Jam operasi SPBU di kecamatan Ciputat berlangsung selama 24jam, kecuali satu SPBU yaitu SPBU Carefoor yang hanya beroprasi 16 jam kerja.


(58)

44

5.2 Analisis Normalitas data

Dari hasil uji normalitas data, diperoleh sebagai berikut : Tabel 5.1 Normalitas Data

Variabel P- value Ketutusan

Indeks Massa Tubuh (IMT)

>0,05 Normal

Masa Kerja < 0,05 Tidak Normal

Usia < 0,05 Tidak Normal

Kebisingan <0,05 Tidak Normal

Variabel masa kerja dan usia keduanya didapatkan hasil berdistribusi tidak normal, karena nilai p-value < 0,05, sementara itu variabel IMT berdistribusi Normal, p-value > 0,05.

Hasil uji normalitas, untuk mendapatkan atau menentukanpilihan pada uji univariate dan bivariate Jika data berdistribusi tidak normal, harus memilih uji Non-Parametrik. Sementara untuk variabel IMT, karena distribusi data yang jenisnya rasio diperoleh berdistribusi normal, maka dilakukan selanjutnya pengujian t-independent. Sedangkan untuk data masa kerja, kebisingan dan usia data tidak berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan pengujian non parametric dengan jenis uji Mann Whitney.


(59)

45

5.3 Analisis Univariate

Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisa deskriptif data kelelahan kerja, Shift Kerja, Status Gizi, Jenis Kelamin, Usia, Tekanan Panas, Kebisingan dan Masa Kerja.

5.3.1 Gambaran Kejadian Kelelahan Kerja pada pekerja operator di SPBU Tahun 2014

Kelelahan kerja pada pekerja perator SPBU di kecamatan Ciputat cukup tinggi. Hasil penelitian mengenai kejadian kelelahan kerja diperoleh dari hasil

subjective self rating test dari industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Variabel kelelahan kerja dikategorikan menjadi dua yaitu mengalami kelelahan kerja dan tidak mengalami kelelahan kerja.

Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian kelelahan kerja yang dialami pekerja pada operator di SPBU Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut

Tabel 5.2

Distribusi Kejadian Kelelahan kerja pada yang Dialami Pekerja Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

No Gambaran Kelelahan Jumlah Persentase (%)

1 Mengalami Kelelahan 22 52.4

2 Tidak Mengalami Kelelahan 20 47.6


(60)

46

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 42 pekerja, 22 pekerja (52,4%) mengalami kelelahan kerja dan 20 pekerja (47,6%) tidak mengalami kelelahan kerja. Didapatkan prosentase pekerja yang mengalami kelelahan lebih banyak dibandingkan dengan pekrja yang tidak mengalami kelelahan.

5.3.2 Gambaran Faktor yang mempengaruhi Kelelahan kerja .

Faktor- faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja dalam penelitian ini meliputi Shift Kerja, Status Gizi, Jenis Kelamin, Usia, Tekanan Panas, Kebisingan dan massa kerja. Distribusi faktor-faktor tersebut terlihat pada tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3

Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan kerja berdasarkan shift kerja dan jenis kelamin pada Pekerja operator di SPBU

di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

No Variabel Faktor Kategori Jumlah Persentase (%) 1 Shift Kerja Pekerja Shift 29 69

Pekerja Non Shift 13 31 2 Jenis Kelamin Laki-Laki 30 71.4

Perempuan 12 28.6

3 Tekanan Panas

Mengalami

tekanan panas 10 24

Tidak mengalami


(61)

47

Jumlah total responden dalam penelitian ini sebanyak 42 responden. Distribusi frekuensi berdasarkan shift kerja dapat dilihat bahwa dari keseluruhan petugas SPBU mayoritas (69%) bekerja menggunakan sistem shift kerja. Kemudian didapatkan pula distribusi frekuensi jenis kelamin responden dapat dilihat dari tabel 5.3 bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu 30 orang (71, 4%) dan perempuan sebanyak 12 orang (28,6%).

Tabel 5.4

Distribusi Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan kerja berdasarkan masa kerja, usia pekerja, Kebisingan yang ada dan IMT pada

Pekerja operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

No Variabel faktor Mean Median SD Min-Max

1 Masa Kerja 3.48 2 5.162 1-25

2 Usia 26.14 24 8.168 16-56

3 IMT 21,28 3.795 20.41 14.69-30.80

4 Kebisingan 80.18 80.08 1.383 77.10-82.08

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan gambaran distribusi rata-rata masa kerja pekerja yang sudah bekerja di SPBU adalah 3.48 tahun atau sekitar 4 tahun dengan nilai standar deviasi 10.801 dan nilai tengah 2 tahun. Masa kerja pekerja yang paling baru adalah 1 tahun dan paling lama bekerja 25 tahun sebagai operator di SPBU.


(62)

48

Usia pekerja ditempat kerja SPBU termuda adalah 16 tahun dan tertua 56 tahun dengan rata-rata usia pekerja yaitu 26 tahun dengan standar deviasi 5.162. Rata-rata pekerja SPBU memiliki status gizi berdasarkan nilai IMT 21, 78 kg/m2 dengan SD 3.795 kg/m2. IMT Minimal adalah 14,69 kg/m2, maksimal 30.80 kg/m2.

Berdasarkan tabel 5.4 juga didapatkan gambaran distribusi rata-rata kebisingan ditempat kerja adalah 80,18 dBA dengan standar deviasi 1.383. Kebisingan ditempat kerja terendah adalah 77,10 dBA dan tertinggi 82,02 dBA. Hal ini belum melewati batas TWA Kebisingan yaitu 85 dBA. Akan tetapi kebisingan yang ada patut juga di waspadai, dikarenakan ada beberapa kendaraan yang dapat menghasilkan bunyi bising yang tinggi seperti motor dengan knalpot yang dibuka, suara deru klakson truk yang biasanya sudah melebihi 85 dBA.

5.4 Analisis Bivariat

5.4.1 Hubungan antara Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan kerja pada Pekerja operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan kerja pada Pekerja operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 menggunakan uji t-independen untuk data berdistribusi normal dan Mann Whitney test untuk data tidak berdistribusi normal.


(63)

49

Hasil analisis data mengenai hubungan antara faktor –faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja operator di spbu di kecamatan ciputat tahun 2014. dapat dilihat pada tabel 5.5 ini.

Tabel 5.5

Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja dan Jenis Kelamin Dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di

Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Karakteristik

pekerja

Kategori

Kelelahan Kerja

P value

Ya Tidak Total

N % N % N %

Shift Kerja

Pekerja Shift 14 63.6 15 36.4 29 100

0.644 PekerjaNon

Shift

8 36.4 5 25 13 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 15 68.2 15 75 30 100

0.883 Perempuan 7 31.8 5 68.2 120 100

Tekanan Panas

Terpapar 7 70 3 30 10 100

0.284 Tidak Terpapar 15 46.9 17 53.1 32 100

A. Hubungan antara Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden dengan shift kerja mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 14 responden (63.6%). Sedangkan pada pekerja yang non shift dan tidak mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 5


(64)

50

responden (25%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diketahui shift kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (P value > 0,05) dengan kelelahan kerja, P value = 0,644.

B. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebagian besar mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 15 responden (68.2%). Sedangkan pada responden yang memiliki jenis kelamin perempuan yang tidak mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 5 orang (68.2%). Sehingga berdasarkan hasil uji statistik chi-square diketahui jenis kelamin pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (P value < 0,05) dengan kelelahan kerja, P value = 0,883.

C. Hubungan antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator di SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketaui bahwa responden yang terpapar panas dan mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 7 responden (70%). Sedangkan pada responden yang tidak terpapar panas dan tidak mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 17 orang (53.1%). Sehingga berdasarkan hasil uji statisti chi-square

diketahui jenis kelamin pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (P value < 0,05) dengan kelelahan kerja, P value = 0,284.


(1)

Deskripsi Kelelahan

Kelelahan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mengalami Kelelahan 22 52.4 52.4 52.4

Tidak mengalami Kelelahan 20 47.6 47.6 100.0

Total 42 100.0 100.0

Deskripsi IMT

IMT_Kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid IMT Tidak Normal 18 42.9 42.9 42.9

IMT Normal 24 57.1 57.1 100.0

Total 42 100.0 100.0

Deskripsi Usia

Usia_Kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid diatas 24 tahun 22 52.4 52.4 52.4

dibawah 24 tahun 20 47.6 47.6 100.0


(2)

Deskripsi Masa Kerja

MasaKerja_Kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid masa kerja diatas 2 tahun 17 40.5 40.5 40.5

masa kerja dibawah 2 tahun 25 59.5 59.5 100.0

Total 42 100.0 100.0

Hubungan Kelelahan dengan Beban Kerja

Crosstab

Beban_Kerja

Total Beban Kerja Sedang Beban Kerja Ringan

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 4 18 22

% within Kelelahan 18.2% 81.8% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 0 20 20

% within Kelelahan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 4 38 42

% within Kelelahan 9.5% 90.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.019a 1 .045

Continuity Correctionb 2.186 1 .139

Likelihood Ratio 5.555 1 .018

Fisher's Exact Test .109 .065

Linear-by-Linear Association 3.923 1 .048

N of Valid Casesb 42

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,90. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Hubungan kelelahan dengan shift kerja

Crosstab

Shift_kerja

Total Shift Non Shift

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 14 8 22

% within Kelelahan 63.6% 36.4% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 15 5 20

% within Kelelahan 75.0% 25.0% 100.0%

Total Count 29 13 42

% within Kelelahan 69.0% 31.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .633a 1 .426

Continuity Correctionb .213 1 .644

Likelihood Ratio .638 1 .425

Fisher's Exact Test .514 .323

Linear-by-Linear Association .618 1 .432

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,19. b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Kelelahan dengan IMT

Crosstab

IMT_Kelompok

Total IMT Tidak Normal IMT Normal

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 10 12 22

% within Kelelahan 45.5% 54.5% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 8 12 20

% within Kelelahan 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 18 24 42


(4)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .127a 1 .721

Continuity Correctionb .002 1 .964

Likelihood Ratio .127 1 .721

Fisher's Exact Test .764 .483

Linear-by-Linear Association .124 1 .724

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,57. b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Kelelahan dengan usia

Crosstab

Usia_Kelompok

Total diatas 24 tahun dibawah 24 tahun

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 12 10 22

% within Kelelahan 54.5% 45.5% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 10 10 20

% within Kelelahan 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 22 20 42

% within Kelelahan 52.4% 47.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .087a 1 .768

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .087 1 .768

Fisher's Exact Test 1.000 .506

Linear-by-Linear Association .085 1 .771

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,52. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Hubungan Kelelahan dengan masa kerja

Crosstab

MasaKerja_Kelompok

Total masa kerja diatas 2

tahun

masa kerja dibawah 2 tahun

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 10 12 22

% within Kelelahan 45.5% 54.5% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 7 13 20

% within Kelelahan 35.0% 65.0% 100.0%

Total Count 17 25 42

% within Kelelahan 40.5% 59.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .475a 1 .491

Continuity Correctionb .140 1 .708

Likelihood Ratio .477 1 .490

Fisher's Exact Test .543 .355

Linear-by-Linear Association .464 1 .496

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,10. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Hubungan Kelelahan dengan jenis kelamin

Crosstab

JK

Total Laki-laki Perempuan

Kelelahan Mengalami Kelelahan Count 15 7 22

% within Kelelahan 68.2% 31.8% 100.0%

Tidak mengalami Kelelahan Count 15 5 20

% within Kelelahan 75.0% 25.0% 100.0%

Total Count 30 12 42

% within Kelelahan 71.4% 28.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .239a 1 .625

Continuity Correctionb .021 1 .883

Likelihood Ratio .240 1 .624

Fisher's Exact Test .738 .443

Linear-by-Linear Association .233 1 .629

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,71. b. Computed only for a 2x2 table