Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
ANALISIS LEVEL METAKOGNITIF SISWA DALAM
MEMECAHKAN MASALAH PADA MATERI KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Ade Ira Nurjanah
NIM. 1112016200015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi berjudul Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahk*n
Masilah padl Materi Kelrrutan dan Hasil KaIi Kelamtan disusun oleh Ade
Ira Nurjanah, NIM. l1120rc2}00l5, Program Studi Pendidikan Kimia,
Jurusan
Pendidikan IPA, Fakultas IImu Tarbiyah dan KeguruarS Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbin$n dan dinyatakan sah sebagai
karya ihniah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh fakultas.
J
akarta, 1 3 Desemb er 201 6
Yang mengesahkan,
;(t
I
Y-'-'--= -A*-.J.--t -.
il
PemQimbing
Burhanudin Milama. M.Pd
NIP.19770201 200801 I 001
Pembimbing II
4*
Dila Fairusi. M.Si
NIP. 19850330 201503 2 003
KEMENTERIAN AGAMA
UTN JAKARTA
95 Ciputat 1-i112
01
Ha1
t/t
-1'gl.
FORM GR)
FITK
jl- lr. H. .luanda No
I)okumen :
1'erbit
:
:
No. Itevisi:
No.
Inddvda
FITK-FR-AKD-089
1
Maret 2010
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah
ini,
Nama
Ade Ira Nurjanah
Tempat/Tgl.Lahir
Serang, 30 Januari 1995
NIM
11
Jurusan
i Prodi
1201620001
5
Pendidikan Kimia
Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan
Judul Skripsi
Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil KaIi Kelarutan
Dosen Pembimbing
:
1.
Burhanudin Milama, M.Pd
2.Dila Fairusi" M.Si
dengan
ini menyatakan bahwa skripsi yang
saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan
ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta. 14 Desember 2016
Mahasiswa Ybs.
Ade Ira Nurianah
NIM. 1112016200015
ABSTRAK
Ade Ira Nurjanah, NIM. 1112016200015, Program Studi Pendidikan Kimia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Judul:
Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah pada Materi
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Deskriptif Kuantitatif di Kelas XI IPA 2
SMAN 9 Tangerang Selatan
Metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Dalam memecahkan masalah
kimia, memerlukan keterlibatan metakognitif. Setiap siswa memiliki kemampuan
metakognitif yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
level metakognitif siswa dalam memecahkan masalah pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan
dengan subjek penelitian sebanyak 33 siswa dari kelas XI IPA 2. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kuantitatif sehingga datanya berupa hasil tes
essai. Hasil tes essai tersebut dianalisis dan ditentukan level metakognitifnya
berdasarkan indikator yang telah dibuat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah sebanyak 18,18 % siswa berada pada level metakognitif Aware Use,
sebanyak 63,64 % siswa berada pada level metakognitif Strategic Use dan
sebanyak 18,18 % siswa berada pada level metakognitif Relective Use. Siswa
yang memiliki hasil belajar yang tinggi di dalam kelas berada pada level
metakognitif Reflective Use. Siswa yang memiliki hasil belajar yang sedang di
dalam kelas berada pada level metakognitif Strategic Use. Dan siswa yang
memiliki hasil belajar yang rendah di dalam kelas berada pada level metakognitif
Aware Use. Rata-rata level metakognitif siswa berada pada level metakognitif
Strategic Use, karena rata-rata siswa dapat menggunakan dan menyadari strategi
yang tepat dalam menyelesaikan masalah, tidak hanya mampu memahami
masalah.
Kata Kunci: pemecahan masalah, level metakognitif, hasil belajar.
v
ABSTRACK
Ade Ira Nurjanah, NIM. 1112016200015, Chemical Departement, The Faculty
of Tarbiya and Education, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Title: The Analysis of
Students Metacognitive Level on Solving Probem of Molarity and Molarity
Times. A Descriptive Quantitative Research in XI Science of SMAN 9
Tangerang.
Metacognitive is knowledge and understanding of cognitive process, or
knowledge of mind and it’s work. Metacognitive is needed on solving problem.
Every single of students has different metacognitive abilities. This research is to
describe students metacognitive level on solving chemicals molarity problem.
This research was held in SMAN 9 Tangerang, by 33 students of XI science 2 as
the subject research. This research is a quantitative descriptive by the essay results
as the data. This results is analyzed and the metacognitive level is stated based on
the indicators. As the results of this research is 18,18% students are in Aware Use
level, 63,64% in metacognitive Strategic Use level and 18,18% in metacognive
Reflective Use level. Metacognitive Reflecive Use are the level for the high score
students. Metacognitive Strategic Use are for middle score students. And
metacognitive Aware Use for the low score students. Metacognitive Strategic Use
level as the average. Most of the students be able to use and realized the right
strategy on solving problems.
Key word: solving problem, metacognitive level, learning results.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
lancar. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada baginda alam dan
junjungan Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya
yang senantiasa mengikuti ajaran agamanya hingga akhir zaman.
Skripsi
yang berjudul
Analisis
Level
Metakognitif
Siswa
dalam
Memecahkan Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali kelarutan dibuat
untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
menyelesaikan skripsi ini tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun materil. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Burhanudin Milama, M.Pd selaku dosen pembimbing I sekaligus
Ketua Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Salamah Agung, S.Si, Apt, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing
akademik.
4.
Ibu Dila Fairusi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Bapak Ahmad Nana Mahmur, M.Pd selaku kepala sekolah tempat penulis
melakukan penelitian.
6.
Bapak Rudinanto, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bagian kurikulum di
sekolah tempat penulis melakukan penelitian.
7.
Seluruh Siswa/Siswi Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 9 Tengerang Selatan
sebagai subjek penelitian.
8.
Ayahanda dan ibunda tercinta. Berkat didikan, doa, dan pengorbanan
keduanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
9.
Achmad
Asep
Saepullah
selaku
kakak
yang
tak
henti-hantinya
mengingatkan, memotivasi, dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
10.
Adik-adik tersayang yang selalu menghibur dan memberikan dorongan
semangat penulis.
11.
Teman-teman terdekat. Rian raditya, Qurotul aina, Mutia angraeni, Siti
masitoh, Ipa ida rosita, Farhatunnisa, Eka yulli kartika, dan yang lainnya
yang selalu memberi dukungan semangat dan motivasi dalam pembuatan
skripsi ini.
12.
Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2012 khususnya mahasiswa
pendidikan kimia kelas A yang telah membantu penulis dengan berbagai
pendapat dan tenaganya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
13.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Ungkapan kata memang tidak akan cukup untuk kebaikan kalian semua.
Semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
pada kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika
penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan
yang terdahulu. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh
dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah
melimpahkan rahmat, taufik,dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal
alamin
Jakarta, Desember 2016
Ade Ira Nurjanah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
E. Tujuan Penelitan
............................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian
.......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Pemecahan Masalah .................................................... 7
2. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah
........................... 8
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah ............. 10
4. Rintangan Dalam Memecahkan Masalah ..................................... 11
5. Metakognitif
............................................................................... 12
6. Level Metakognitif ...................................................................... 16
B. Tinjauan Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
1.
Kelarutan .................................................................................... 18
2.
Tetapan Hasil Kali Kelarutan ....................................................... 19
ix
3.
Hubungan Antara Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan ............. 20
4.
Pengaruh Penambahan Ion Senama Terhadap Kelarutan ............ 20
5.
Pengaruh pH terhadap Kelarutan
6.
Reaksi Pengendapan ..................................................................... 21
.............................................. 21
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................................... 21
D. Kerangka Berpikir ............................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 26
B. Metode Penelitian
............................................................................... 26
C. Alur Penelitian
............................................................................... 26
D. Populasi dan Sampel
.......................................................................... 27
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Instrumen Penelitian
................................................................. 27
.......................................................................... 27
G. Kalibrasi Instrumen ............................................................................... 28
H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 30
BAB IV HASIL PENEITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 34
B. Analisis dan Pembahasan .................................................................... 36
1. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Tinggi ....................... 36
2. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Sedang ...................... 42
3. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Rendah....................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60
LAMPIRAN .................................................................................................... 64
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Indikator Soal Instrumen Tes ........................................................ 27
Tabel 3.2 : Kriteria Reliabilitas ....................................................................... 29
Tabel 3.3: Kriteria Tingkat Kesukaran............................................................. 30
Tabel 3.4: Kriteria Daya Beda ........................................................................ 30
Tabel 3.5: Kriteria Penentuan Kategori ........................................................... 31
Tabel 3.6: Kriteria Level Metakognitif ............................................................ 31
Tabel 4.1: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa ............................................... 34
Tabel 4.2: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Tinggi ................. 35
Tabel 4.3: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Sedang ............... 35
Tabel 4.4: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Rendah ................ 36
Tabel 4.5: Analisis Per-butir Soal Kelompok Tinggi ...................................... 36
Tabel 4.6: Analisis Per-butir Soal Sedang ....................................................... 42
Tabel 4.7: Analisis Per-butir Soal Kelompok Rendah ..................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 25
Gambar 3.1: Bagan Alur Penelitian ................................................................. 26
Gambar 4.1: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Tinggi ................ 39
Gambar 4.2: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Tinggi ................ 40
Gambar 4.3: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 45
Gambar 4.4: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 47
Gambar 4.5: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 49
Gambar 4.6: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Rendah ............... 53
Gambar 4.7: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Rendah ............... 55
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Tes Level Metakognitif ............................ 64
Lampiran 2: Rubrik Penilaian ........................................................................ 68
Lampiran 3: Instrumen Tes Level Metakognitif Sebelum Validasi ............... 84
Lampiran 4: Hasil Validitas Dosen Ahli ........................................................ 86
Lampiran 5: Hasil Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran & Daya Beda
(Anates) ...................................................................................... 134
Lampiran 6: Instrumen Tes Level Metakognitif Sesudah Validasi .............. 139
Lampiran 7: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa ............................................ 140
Lampiran 8: Hasil Belajar dan Hasil Tes Level Metakognitif ...................... 144
Lampiran 9: Hasil Tes Level Metakognitif Tiap Kelompok ......................... 145
Lampiran 10: Hasil Tes Level Metakognitif Per-butir Soal.......................... 147
Lampiran 11: Lembar Uji Referensi ............................................................. 150
Lampiran 12: Foto-Foto Penelitian ............................................................... 150
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembenahan mutu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh pemerintah
demi terciptanya suatu negara yang berkualitas serta mampu bersaing dengan
negara-negara lain. Salah satunya melalui perubahan kurikulum. “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (LeKDiS, 2005, hal.
11).
Kurikulum pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan demi
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini
kurikulum yang baru saja
diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan
perbaikan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Di dalam kurikulum 2013, salah satu kecerdasan yang dituntut adalah
kecerdasan metakognitif siswa. Tuntutan terhadap kecerdasan metakognitif itu
disebutkan dalam kompetensi inti nomor 3 yang berbunyi “memahami,
menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dalam
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah” (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013, hal. 10).
Metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya (Desmita, 2010, hal. 132).
Kecerdasan metakognitif diperlukan dalam pemecahan masalah khususnya
pemecahan masalah kimia. “Kimia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
benda atau materi di alam raya dapat diubah dari bentuk yang ada dengan sifat-
2
sifat tertentu menjadi bentuk-bentuk lain dengan sifat-sifat yang berbeda”
(Petrucci, 1985, hal. 1).
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2009) mengemukakan bahwa:
Mata pelajaran kimia berorientasi pada misi utamanya, yaitu:
pengembangan kenetraan (literasi kimia); memperkenalkan kimia
kepada siswa sekolah menengah agar mereka memiliki pondasi yang
memadai dan tertarik untuk mempelajari kimia atau disiplin lain yang
terkait diperguruan tinggi; pengembangan kemampuan berpikir
ilmiah, dalam pengertian penumbuhan kemampuan memecahkan
masalah dengan menggunakan cara berpikir dalam kimia, yang
mengandalkan observasi, analisis, dan eksperimentasi; dan
penumbuhan kesadaran tanggung jawab moral berkenaan dengan
penggunaan proses dan produk kimia (hal. 226).
Selain itu, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2009) juga mengemukakan
bahwa agar pembelajaran kimia itu menarik, mudah dicerna, serta bermanfaat
bagi siswa, ada lima prasyarat yang perlu dipenuhi, yaitu:
1. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan pemahaman
peserta didik yang kuat terhadap pengetahuan dasar kimia.
2. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan kemampuan
peserta didik melakukan penyelidikan dan memecahkan masalah.
3. Pembelajaran kimia harus mampu memperluas wawasan peserta
didik mengenai dampak sosial dan lingkungan yang terkait pada
penerapan dan penggunaan proses dan produk kimia di masyarakat.
4. Pembelajaran kimia harus mampu memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis peserta didik.
5. Pembelajaran kimia harus mampu mencerahkan peserta didik
tentang karir masa depan yang terkait kimia (hal. 232).
Jika dilihat dari misi utama mata pelajaran kimia dan prasyarat yang perlu
dipenuhi oleh suatu pembelajaran kimia agar pembelajaran kimia itu menarik,
mudah dicerna, serta bermanfaat bagi siswa salah satu misi utama dan prayaratnya
itu adalah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan
menggunakan cara berfikir dalam kimia, yang mengandalkan observasi, analisis
dan eksperimentasi. Jadi, memecahkan masalah kimia merupakan aktivitas yang
penting dalam belajar kimia.
3
Yeo (2004) menjelaskan bahwa untuk memecahkan masalah tergantung
pada lima faktor di antaranya keterperincian, keahlian, pengetahuan atau konsep,
proses metakognitif, dan perbuatan. Proses metakognitif menjadi salah satu faktor
dalam memecahkan masalah. Metakognitif itu sendiri ialah istilah yang secara
literal berarti “berpikir mengenai berpikir”. Metakognitif mencakup pemahaman
dan keyakinan pembelajar mengenai proses kognitifnya sendiri dan bahan
pelajaran yang akan dipelajari, serta usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses
berperilaku dan berpikir yang akan meningkatkan proses belajar dan memorinya
(Ormrod, 2008, hal. 369).
Dalam memecahkan masalah, ada beberapa langkah yang harus ditempuh.
Seperti yang dikemukakan oleh Bransford & Stain (1993) dalam Santrock (2008)
ada empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu: mencari dan memahami
masalah; menyusun strategi pemecahan masalah yang baik; mengeksplorasi
solusi; serta memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi dari
waktu ke waktu.
Dari empat langkah pemecahan masalah tersebut, setiap siswa memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, ada siswa yang hanya mampu mencari dan
memahami masalah, ada juga siswa yang mampu menyelesaikannya sampai tahap
akhir yaitu memikirkan dan mendefinisikan problem dan solusi dari waktu ke
waktu. Adanya perbedaan kemampuan tersebut terjadi karena setiap siswa
memiliki pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang berbeda-beda.
Aktivitas siswa dalam penggunaan kesadaran antara kognitif dan fungsi
metakognitif dalam memecahkan masalah kimia menjadi karakteristik pola
berpikir yang berbeda pada setiap siswa. Dalam memecahkan masalah, siswa akan
menghadapi masalah yang belum pernah ia temui maupun yang pernah ia temui.
Hal itu dapat melatih siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan
yang
dimilikinya
untuk
menyelesaikan
masalah,
sehingga
kemampuan
berpikirnya meningkat. Setiap siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan
metakognitif yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan metakognitif yang baik dan ada juga
siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang kurang. Kurangnya pengetahuan
4
dan keterampilan metakognitif siswa akan mengganggu proses belajar siswa dan
pemecahan masalah.
“Metakognitif memiliki dampak pada pengawasan dan pengendalian
proses-proses
pengambilan
informasi
dan
proses-proses
inferensi
yang
berlangsung dalam sistem memori” (Solso, Maclin, O & Maclin, M, 2007, hal.
266). Untuk
meningkatkan
keterampilan
metakognitif, diperlukan
adanya kesadaran yang harus dimiliki siswa dalam proses berpikirnya. Namun,
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu
masalah. Beberapa siswa secara sadar memperhatikan masalah yang diberikan
dengan menyelesaikannya secara hierarkis tetapi ada juga siswa yang hanya asalasalan menjawab ketika dihadapkan pada soal. Hal ini dikarenakan tingkat
kesadaran atau tingkat metakognitif yang berbeda. Menurut Swartz & Perkins
(1998) tingkat metakognitif terdiri atas 4 tingkatan yaitu Tacit Use, Aware Use,
Strategic Use dan Reflective Use.
Setiap siswa memiliki tingkat metakognitif yang berbeda-beda. Hal ini
dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sophianingtyas dan Sugiarto
(2013) dalam jurnalnya yang berjudul identifikasi level metakognitif siswa dalam
memecahkan masalah materi perhitungan kimia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa level metakognitif pada siswa berbeda-beda. Level metakognitif pada
kelompok tinggi adalah reflective use, level metakognitif pada kelompok sedang
adalah strategic use, dan level metakognitif pada kelompok rendah adalah aware
use.
Selain itu, Al-khayat (2012) juga meneliti tentang level metakognitif dalam
jurnalnya yang berjudul The Levels of Creative Thinking and Metacognitive
Thinking Skills of Intermediate School in Jordan University. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara statistik yang signifikan antara ratarata kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam berpikir secara kreatif dan
metakognitif. Siswa laki-laki memiliki kemampuan metakognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan perempuan.
Karena adanya perbedaan level metakognitif
pada siswa dalam
memecahkan masalah, maka perlu adanya analisis level metakognitif siswa dalam
5
memecahkan masalah. Masalah yang diambil pada penelitian ini adalah pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
dipilih karena dalam memecahkan masalah tersebut memerlukan kemampuan
berpikir yang kompleks dan pemecahan masalah yang kompleks mensyaratkan
keterlibatan metakognitif. Selain itu juga, materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
merupakan materi perhitungan dan dalam memecahkan masalah tersebut
diperlukan langkah-langkah pemecahan masalah yang berurutan. Analisis level
metakognitif siswa tersebut perlu dilakukan agar guru dapat memilih dan
menentukan pola-pola pengajaran dan model pembelajaran yang lebih baik.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dapat di
identifikasikan sebagai berikut:
1.
Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang berbedabeda.
2.
Banyak siswa hanya asal-asalan menjawab
ketika
dihadapkan
pada
soal.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi maka untuk
menghindari pembahasan yang terlalu meluas diperlukan pembatasan masalah.
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1.
Level metakognitif siswa yang digunakan adalah level metakognitif siswa
menurut Swartz dan Perkins.
2.
Langkah yang digunakan dalam pemecahan masalah menurut Bransford &
Stain.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat
pada penelitian ini adalah “Bagaimana level metakognitif siswa dalam
memecahkan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?”
6
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah
dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
level metakognitif siswa dalam memecahkan masalah pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan adalah:
1.
Bagi peneliti dan peneliti berikutnya, merupakan wahana uji kemampuan
terhadap bekal teori yang peneliti peroleh di bangku kuliah, sebagai upaya
untuk mengembangkan ilmu serta sebagai referensi terhadap penelitian yang
relevan degan pokok bahasan yang sejenis.
2.
Bagi guru, hasil penelitian ini mampu memberi informasi pada guru
mengenai level metakognitif siswa dan dengan adanya identifikasi level
metakognitif dapat digunakan oleh guru dalam memilih dan menentukan
pola-pola pengajaran dan model pembelajaran yang lebih baik.
3.
Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk menetapkan suatu
kebijakan yang berhubungan dengan pembelajaran kimia di sekolah.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Pemecahan Masalah
Abror (1993, hal. 127) mengemukakan bahwa “berpikir manusia
merupakan proses yang dinamis. Dinamika berpikir ini dimungkinkan
oleh pengalaman yang luas, perbendaharaan bahasa yang kaya dan
didukung oleh pendidikannya yang baik dan ketajaman dalam berpikir.
Puncak berpikir yang sebenarnya adalah terletak pada kemampuannya
dalam
memecahkan masalah”. Menurut Ormrod (2008, hal. 393)
“pemecahan
masalah
adalah
menggunakan
(yaitu
mentransfer)
pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada untuk menjawab
pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang sulit”.
Menurut Solso, Maclin O & Maclin M (2007, hal. 434)
“Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang bertujuan untuk
menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik”.
Sementara itu, Metallideu dalam Mataka, dkk (2014) mengemukakan
bahwa pemecahan masalah adalah perilaku yang diarahkan pada tujuan
yang membutuhkan representasi mental yang tepat dari masalah dan
berikutnya aplikasi metode atau strategi tertentu untuk bergerak dari awal
atau keadaan saat ini ke keadaan tujuan yang diinginkan. Santrock (2008,
hal. 368) mengemukakan bahwa ”pemecahan masalah adalah mencari
cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan”. Hal lain diungkap oleh
Slameto (1991) bahwa:
Berpikir, memecahkan masalah, dan menghasilkan sesuatu
yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan
erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak
dapat dipecahkan tanpa berpikir dan banyak masalah
memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau
kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda,
8
gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
sesuatu, itu mencakup pemecahan masalah ( hal. 139).
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pemecahan
masalah adalah mencari cara yang tepat untuk menemukan suatu solusi
atau jalan keluar untuk suatu masalah dengan menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang sudah ada. Memecahkan masalah memerlukan
kemampuan berpikir yang kompleks.
2. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah
Menurut Dewey dalam Slameto (1991) “langkah-langkah dalam
pemecahan masalah adalah sebagai berikut: kesadaran akan adanya
masalah; merumuskan masalah; mencari data dan merumuskan hipotesahipotesa; menguji hipotesa-hipotesa dan kemudian menerima hipotesahipotesa yang benar” (hal. 141). Bransford & Stein (1993) dalam
Santrock (2008) juga telah melakukan usaha untuk menspesifikasikan
langkah-langkah yang harus dilalui individu untuk menyelesaikan
masalah secara efektif. Berikut empat langkah pemecahan masalah:
1) Mencari dan memahami masalah.
2) Menyusun strategi pemecahan masalah yang baik. Setelah
siswa menemukan masalah dan mendefinisikannya secara
jelas, mereka perlu menyusun strategi untuk memecahkannya.
Diantara strategi yang efektif adalah menentukan subtujuan,
menggunakan alogaritma, dan mengandalkan heuristic.
Menentukan sub tujuan adalah menentukan tujuan
intermediate yang membuat siswa bisa berada dalam posisi
yang lebih baik untuk mencapai tujuan atau solusi final.
Alogaritma adalah strategi yang menjamin solusi atas satu
persoalan. Analisis cara tujuan adalah sebuah heuristic dimana
seseorang mengidentifikasi tujuan dari suatu masalah, menilai
situasi yang ada sekarang, dan mengevaluasi apa-apa yang
dibutuhkan untuk mengurangi perbedaan antara dua kondisi
tersebut.
3) Mengeksplorasi solusi. Perlu dipertimbangkan kriteria untuk
efektivitas solusi.
4) Memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi
dari waktu ke waktu. Orang yang pandai dalam memecahkan
9
masalah biasanya termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya
dan membuat kontribusi yang orisinil (hal. 371).
Sementara itu, Hayes (1989) dalam dalam Solso, Maclin, O &
Maclin, M (2007) mengemukakan beberapa tahapan pemecahan masalah,
yaitu:
1) Mengidentifikasi permasalahan.
2) Representasi masalah.
3) Memecahkan sebuah solusi.
4)
Merealisasikan rencana.
5)
Mengevaluasi rencana.
6) Mengevaluasi solusi (hal. 437).
Hal penting lain diungkap oleh Abror (1993) bahwa ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah, antara lain:
1) Berpikir reflektif
Berpikir reflektif adalah pertimbangan yang kuat, tetap
dan cermat terhadap keyakinan atau bentuk pengetahuan
apapun yang cenderung dianggap benar. Ada tingkat-tingkat
persiapan, kesiapan dan reaksi mental yang berbeda selama
kegiatan berpikir tersebut. Tingkatan-tingkatan tersebut
digambarkan oleh Dewey, yang dikenal dengan sebutan
langkah-langkah dalam suatu kegiatan berpikir reflektif
sebagai berikut: Kesadaran akan masalah; Memahami masalah;
Mengelompokkan data; Merumuskan hipotesis; Menerima atau
menolak hipotesis; Menerima atau menolak kesimpulan.
2) Berpikir kreatif
Berpikir kreatif sebagai salah satu teknik pemecahan
masalah, mempunyai tingkat-tingkat, yaitu:
a. Persiapan (preparation), yang bersifat pendahuluan.
b. Inkubasi (incubation), yang mengingkari masalah yang
dihadapi dalam beberapa saat.
c. Iluminasi (illumination), yaitu proses bangkitnya pikiran
yang jernih atau yang menuntut atau mengarahkan
gagasan yang menyatakan hipotesis yang membawa ke
pemecahan masalah.
d. Pembuktian dan perluasan.
3) Belajar dengan menemukan (learning by discovery)
Belajar dengan menemukan mengacu kepada situasi
mengajar yaitu siswa mencapai tujuan instruksional dengan
10
memperoleh bimbingan yang terbatas atau tak diberikan
bimbingan sama sekali dari guru (hal. 128).
Dalam penelitian ini, digunakan langkah dalam pemecahan
masalah
menurut Bransford & Stein. Langkah dalam pemecahan
masalah tersebut digunakan karena sesuai untuk mengukur level
metakognitif siswa.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Ormrod (2008) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemecahan masalah adalah:
1) Memori kerja menempatkan batas atas mengenai seberapa
banyak siswa dapat berpikir pada saat mereka mengerjakan
suatu soal.
2) Bagaimana siswa menyandikan (encode) suatu masalah
mempengaruhi pendekatan mereka dalam usahanya untuk
memecahkannya.
Strategi berikut ini dapat membantu para siswa menyandikan
soal secara efektif tanpa membuatnya menjadi korban set
mental yang tidak produktif: sajikan soal secara konkret;
doronglah siswa untuk membuat soal-soal menjadi konkret
bagi diri mereka sendiri; tunjukkan aspek-aspek apa saja dari
soal tersebut yang dapat dipecahkan siswa; berikan soal-soal
yang terlihat berbeda dipermukaannya namun mensyaratkan
prosedur pemecahan masalah yang sama atau mirip; campurlah
jenis-jenis soal yang dikerjakan para siswa pada satu sesi
latihan; mintalah siswa bekerja dalam kelompok untuk
mendefinisikan beberapa cara mempresentasikan suatu soal.
3) Siswa biasanya memecahkan soal secara lebih efektif bila
mereka mempunyai basis pengetahuan yang menyeluruh dan
terintegrasi baik yang relevan dengan topik itu.
11
4) Pemecahan masalah yang sukses tergantung pada kesuksesan
pemanggilan kembali (retrieval) pengetahuan yang relevan.
5) Pemecahan masalah yang kompleks mensyaratkan keterlibatan
metakognitif.
Proses-proses metakognitif memainkan peran penting tidak
hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam pemecahan
masalah. Ketika soal-soal cukup kompleks dan menantang,
para pemecah masalah yang efektif umumnya melakukan halhal di bawah ini:
a.
Mengidentifikasi satu atau lebih tujuan yang harus
diselesaikan untuk mencapai solusi masalah.
b.
Memecah soal-soal menjadi dua atau lebih subsoal.
c.
Merencanakan suatu pendekatan yang sistematik dan
berurutan
untuk
menyelesaikan
soal
dan
berbagai
subsoalnya.
d.
Terus-menerus memonitor dan mengevaluasi kemajuan
mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya.
e.
Mengidentifikasi
hambatan-hambatan
yang
mungkin
menghalangi kemajuan mereka.
f.
Beralih ke strategi yang baru jika strategi yang ada tidak
efektif (hal. 398).
4. Rintangan Dalam Memecahkan Masalah
Menurut Santrock (2008) beberapa rintangan yang lazim ditemui
dalam memecahkan masalah adalah:
1) Fiksasi, adalah menggunakan strategi sebelumnya dan gagal
untuk melihat problem dari sudut pandang baru yang segar.
2) Kurangnya motivasi dan persistensi.
3) Kontrol emosional yang kurang memadai. Emosi dapat
membantu atau merintangi pemecahan masalah. Pada saat
orang sangat termotivasi, pemecah masalah yang baik sering
kali dapat mengontrol emosinya dan berkonsentrasi pada solusi
masalah (hal. 373).
12
5. Metakognitif
“Dalam beberapa dekade belakangan ini, istilah metakognitif telah
mendapat perhatian yang besar bagi sejumlah ahli psikologi. Bahkan
dalam literatur-literatur pendidikan di negara-negara maju, istilah
metakognitif telah menjadi sebuah kata yang membuzer, tanpa adanya
konsensus tentang apa itu metakognitif, bagaimana mengukurnya, dan
bagaimana hubungannya dengan faktor-faktor lain“(Desmita, 2010, hal.
131). “Metakognitif menolong orang mengerjakan tugas-tugas kognitif
secara lebih efektif” (Santrock, 2007, hal. 304). Selain itu juga, menurut
Desmita (2010, hal. 132) “metakognitif memiliki arti yang sangat
penting, karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri
dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif kita di masa mendatang”.
John Flavell (1976) dalam Aurah, Casady, dan McConnell (2014),
secara sederhana mengartikan metakognitif sebagai “thinking about
thinking”. Sementara itu, Shetty (2014) mengemukakan bahwa
metakognitif berasal dari kata meta dan kognitif. Meta yang artinya
sesudah atau diatas dan kognitif yang artinya untuk mengetahui. Jadi
secara harfiah, metakognitif diartikan sebagai kognitif tentang kognitif,
pengetahuan tentang pengetahuan atau berpikir tentang apa yang
dipikirkannya. Meichenbaum, Burland, Gruson, & Camron dalam Yamin
(2013, hal 29) mengemukakan bahwa “metakognitif sebagai kesadaran
orang akan mesin pengetahuan sendiri dan bagaimana mesin itu bekerja”.
Menurut Matlin dalam Amin & Sukestiyarno (2015) metakognitif
adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognitif atau berpikir
mengenai berpikir seseorang. Desmita (2010, hal. 132) mengemukakan
“metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi,
atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya”. Solso, Maclin O &
Maclin M (2007) mengemukakan bahwa:
Metakognitif secara umum merupakan bagian dari kemampuan
memonitor diri terhadap pengetahuan pribadi (self knowledge
13
monitoring). Metamemori termasuk dalam kategori
metakognisi yang mengacu pada kemampuan mengetahui apa
yang anda ingat. Kita dapat mengerahkan kendali atas prosesproses metakognitif kita untuk secara aktif mencari informasi,
namun sebagian besar monitoring terhadap memori
berlangsung secara otomatis (terutama monitoring awal
terhadap memori, yang dilakukan sebelum suatu pencarian
terhadap informasi yang sfesifik) (hal. 266).
Menurut Purpura (1997) dalam Desmita (2010, hal. 133)
“metakognitif merupakan fungsi eksekutif yang membentuk dan
membimbing bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan
merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih”. Sementara
itu, Djiwandono (2012, hal. 168) mengemukakan bahwa “metakognitif
adalah pengetahuan yang berasal dari proses kognitif kita sendiri beserta
hasil-hasilnya. Ketika anak-anak berkembang, mereka menjadi lebih
cermat dalam pengertian bagaimana mengontrol dan memonitor belajar
mereka sendiri, bagaimana menggunakan bahasa, dan sebagainya”
Hal lain diungkapkan oleh Solso, Maclin O & Maclin M (2007)
bahwa:
Metakognitif memiliki dampak pada pengawasan dan
pengendalian proses-proses pengambilan informasi dan prosesproses inferensi yang berlangsung dalam sistem memori.
Monitoring mengacu pada cara kita mengevaluasi apa yang
telah kita ketahui (atau tidak kita ketahui). Proses-proses yang
terlibat dalam monitoring metakognitif meliputi Ease of
learning Judgement (pertimbangan pemudahan pembelajaran),
Judgement of learning (pertimbangan mengenai hasil
pembelajaran), Feeling of Knowing Judgements (pertimbangan
mengenai perasaan mengetahui), dan Confidence in retrieved
answers ( keyakinan terhadap jawaban-jawaban yang diingat).
Kendali metakognisi meliputi strategi-strategi pembelajaran
seperti Allocation of Study Time (alokasi waktu belajar),
Termination of Study (tindakan mengakhiri belajar), Selection
of memory Search Strategies (strategi-strategi pemilihan
pencarian memori), dan decisions to Terminate the Search
(keputusan-keputusan untuk mengakhiri pencarian) (hal. 266).
14
Kuhn (2002) dalam Murti (2011) mendefinisikan “metakognitif
sebagai kesadaran dan menejemen dari proses dan produk kognitif yang
dimiliki seseorang, atau secara sederhana disebut “berpikir mengenai
berpikir”. Secara umum metakognitif dianggap sebagai suatu konstruk
multidimensi”.
Sementara Statt (1998) dalam McGregor (2007) mendefinisikan
bahwa metakognitif adalah pengetahuan atau kesadaran proses kognitif.
Ormrod (2008, hal. 369) mengemukakan bahwa “metakognitif ialah
istilah yang secara literal berarti “berpikir mengenai berpikir”.
Metakognisi mencakup pemahaman dan keyakinan pembelajar mengenai
proses kognitifnya sendiri dan bahan pelajaran yang akan dipelajari, serta
usaha-usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses berprilaku dan berpikir
yang akan meningkatkan proses belajar dan memorinya”.
Menurut Margaret W. Matlin (1995) dalam Desmita (2012, hal.
137) “metakognitif adalah knowledge and awareness about cognitive
processes-or our thought about thingking”. Intinya, metakognitif adalah
suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri dan bagaimana kognitif kita
bekerja dan mengaturnya, yang akan meningkatkan proses belajar dan
memori.
Lebih lanjut, Desmita (2010) mengemukakan bahwa:
Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin
tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita sendiri
sendiri. Metakognitif ini memiliki arti yang sangat penting
karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri
dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi
strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita dimasa
mendatang. (hal 132)
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa metakognitif
memiliki
peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses
kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir lebih efektif dan efesien.
Dalam pembelajaran kimia khususnya dalam pemecahan masalah,
metakognitif mempunyai peranan yang penting.
15
Menurut Kaune dalam Yamin (2013, hal. 35) “kemampuan
metakognitif merupakan kemampuan yang melihat kembali proses
berpikir yang dilakukan seseorang”. “Metakognitif tidak sama dengan
kognitif atau proses berpikir. Metakognitif merupakan suatu kemampuan
di mana individu berdiri di luar kepalanya dan mencoba untuk
memahami cara ia berpikir atau memahami proses kognitif yang
dilakukannya dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan,
pengontrolan dan evaluasi” (Desmita, 2010, hal. 133).
Brown
dalam
Jayapraba
(2013)
mengemukakan
bahwa
metakognitif dibagi kedalam dua kategori yaitu pengetahuan tentang
kognisi dan pengaturan tentang kognisi. Pengetahuan tentang kognisi
mengacu kepada kegiatan yang melibatkan kesadaran refleksi pada suatu
kemampuan kognitif dan kegiatan. Sementara itu pengaturan tentang
kognisi mengacu pada kegiatan yang menyangkut mekanisme pengaturan
diri selama upaya berkelanjutan untuk belajar. Menurut Santrock (2007,
hal. 307) seorang remaja memiliki kapasitas yang meningkat untuk
memonitor
dan
menangani
sumberdaya-sumberdaya
kognitif
dibandingkan dengan anak-anak, sehingga ia mampu memenuhi tuntutan
tugas pembelajaran secara efektif. Peningkatan kemampuan metakognitif
ini menyebabkan fungsi kognitif dan pembelajaran menjadi lebih efektif.
Djiwandono (2002) menyatakan bahwa karena anak yang lebih kecil
tidak mempunyai perkembangan kemampuan metakognitif, mereka
mengalami kesulitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengenal ketika suatu masalah menjadi lebih sulit, dan
pendekatan baru diperlukan.
2) Menyimpulkan bahwa suatu asumsi itu benar berdasarkan
informasi yang ada.
3) Meramalkan hasil dengan menggunakan strategi belajar khusus
dalam suatu situasi yang diberikan.
4) Mencoba untuk memonitor cara belajar dan mau mengubah
pendekatan jika diperlukan (hal. 170).
“Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa pengetahuan
metakognitif menguntungkan pembelajaran di sekolah, dan siswa yang
16
kurang
menguasai
pengetahuan
metakognitif
ini,
guru
dapat
mengajarkannya kepada mereka” (Desmita, 2010, hal. 137). Kemampuan
metakognitif siswa tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan
latihan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman dalam Santrock, J. W
(2004, hal 20) menyatakan bahwa perkembangan metakognitif siswa
akan dapat diupayakan melalui cara dimana siswa dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk
merefleksi tentang apa yang dia observasi. Oleh karena itu, penting bagi
pendidik
(termasuk orangtua) untuk mengembangkan kemampuan
metakognitif baik melalui pembelajaran ataupun mengembangkan
kebiasaan di rumah.
Ormrod (2008) menyatakan bahwa contoh metakognitif meliputi
hal-hal berikut ini:
1) Merefleksikan hakikat umum berpikir, belajar, dan
pengetahuan
2) Mengetahui batasan-batasan pembelajaran (learning) dan
kapabilitas memori
3) Mengetahui tugas-tugas belajar apa saja yang dapat dipenuhi
secara realitas dalam suatu periode tertentu
4) Merencanakan pendekatan yang masuk akal terhadap tugas
belajar
5) Mengetahui dan mengaplikasikan strategi-strategi yang efektif
untuk belajar dan mengingat materi baru
6) Memonitor pengetahuan dan pemahaman seseorang, misalnya
mengenali ketika seseorang sudah atau belum mempelajari
sesuatu dengan sukses (hal. 370).
6. Level Metakognitif
Metakognitif berkaitan dengan proses berpikir siswa tentang
berpikirnya agar menemukan strategi yang tepat dalam memecahkan
masalah. Keterampilan metakognitif sangat penting dalam memecahkan
masalah kimia, sehingga keterampilan tersebut perlu ditingkatkan.
Menurut Hosseynilar & Kasaei (2013) setiap siswa memiliki kemampuan
metakognitif yang berbeda-beda dan setiap siswa juga memiliki
kecepatan berpikir yang berbeda. Untuk meningkatkan keterampilan
17
metakognitif, diperlukan adanya kesadaran yang harus dimiliki siswa
pada setiap langkah berpikirnya. “Kesadaran (consciousness) adalah
kesiagaan
(awareness) seseorang terhadap peristiwa-peristiwa di
lingkungannya (sepperti pemandangan dan suara-suara dari lingkungan
sekitarnya) serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori,
pikiran, perasaan, dan sensasi-sensasi fisik” (Solso, Maclin O & Maclin
M, 2007, hal. 240). Namun, setiap siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda
dalam
kesadaran/tingkat
menghadapi
metakognitif
masalah.
siswa
Berikut
dalam
ini
tingkat
berpikir
ketika
menyelesaikan suatu masalah oleh Swartz dan Perkins (1998), yaitu:
1) Tacit use adalah penggunaan pemikiran tanpa kesadaran.
Jenis
pemikiran
yang
berkaitan
dengan
pengambilan
keputusan tanpa berpikir tentang keputusan tersebut. Dalam
hal ini, siswa menerapkan strategi atau keterampilan tanpa
kesadaran khusus atau melalui coba-coba dan asal menjawab
dalam memecahkan masalah.
2) Aware
use
adalah
penggunaan
pemikiran dengan
kesadaran. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan kesadaran
siswa mengenai apa
dan
mengapa
siswa
melakukan
pemikiran tersebut. Dalam hal ini, siswa menyadari bahwa ia
harus menggunakan suatu langkah penyelesaian masalah
dengan
memberikan
penjelasan
mengapa
ia
memilih
penggunaan langkah tersebut.
3) Strategic use adalah penggunaan pemikiran yang bersifat
strategis. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan
individu dalam proses berpikirnya secara sadar dengan
menggunakan
strategi-strategi
khusus
yang
dapat
meningkatkan ketepatan berpikirnya. Dalam hal ini, siswa
sadar dan mampu menyeleksi strategi atau
khusus untuk menyelesaikan masalah.
keterampilan
18
4) Reflective use adalah penggunaan pemikiran yang bersifat
reflektif. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan refleksi
individu dalam proses berpikirnya sebelum dan sesudah atau
bahkan selama proses berlangsung dengan mempertimbangkan
kelanjutan dan perbaikan hasil pemikirannya. Dalam hal ini,
siswa menyadari dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan
dalam langkah- langkah penyelesaian masalah (hal. 421).
McGregor (2002, hal. 216) berpendapat lain mengenai level
metagognitif, berikut level metakognitif menurut McGregor:
1) Level pertama, menyadari berpikir dan mampu untuk
menggambarkan hal itu.
2) Level kedua, mengembangkan tanggung jawab dari strategi
berpikir/proses kognitif yang digunakan dan setelah
digunakan.
3) Level ketiga, refleksi evaluatif prosedur (sebelum/
selama/sesudah).
4) Level keempat, transfer pengalaman prosedural dan
pengetahuan untuk konteks lain.
5) Level kelima, menghubungkan pemahaman konseptual dengan
cara mengalami.
Hofer & Pintrich; Perkins, 1995; Schneider & Lockl, 2002 dalam
Ormrod, (2008, hal. 370) mengemukakan bahwa “semakin banyak
pembelajar tahu tentang proses berpikir dan belajar, yaitu semakin besar
kesadaran metakognitif mereka, semakin baik proses belajar dan prestasi
yang mungkin mereka capai”.
B.
Tinjauan Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
1. Kelarutan
Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat
yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Satuan kelarutan dapat
dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 cm3 atau 100 g pelarut pada
temperature yang ditentukan (Keenan, 1999, hal 378). Sastrohamidjojo
(2010, hal. 239) mengemukakan bahwa “kelarutan zat dalam suatu pelarut
19
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu suhu, sifat solvent, sifat solute, dan
tekanan”.
a. Suhu
“Kelarutan dari kebanyakan garam anorganik dalam air akan
bertambah dengan naiknya suhu” (Brady, hal. 623). Adanya panas
mengakibatkan semakin renggangnya
jarak antarmolekul zat padat,
sehingga kekuatan gaya antarmolekul semakin lemah dan mudah
terlepas oleh gaya tarik dari molekul-molekul air (Sudarmo, 2013:
288).
b. Sifat solvent
“Prinsip like dissolves like sangat umum digunakan dalam
bidang kimia. Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul
solute mempunyai kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan
dengan molekul-molekul solvent” (Sastrohamidjojo (2010, hal. 239).
c. Sifat solute
“Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-i
MEMECAHKAN MASALAH PADA MATERI KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Ade Ira Nurjanah
NIM. 1112016200015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi berjudul Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahk*n
Masilah padl Materi Kelrrutan dan Hasil KaIi Kelamtan disusun oleh Ade
Ira Nurjanah, NIM. l1120rc2}00l5, Program Studi Pendidikan Kimia,
Jurusan
Pendidikan IPA, Fakultas IImu Tarbiyah dan KeguruarS Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbin$n dan dinyatakan sah sebagai
karya ihniah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh fakultas.
J
akarta, 1 3 Desemb er 201 6
Yang mengesahkan,
;(t
I
Y-'-'--= -A*-.J.--t -.
il
PemQimbing
Burhanudin Milama. M.Pd
NIP.19770201 200801 I 001
Pembimbing II
4*
Dila Fairusi. M.Si
NIP. 19850330 201503 2 003
KEMENTERIAN AGAMA
UTN JAKARTA
95 Ciputat 1-i112
01
Ha1
t/t
-1'gl.
FORM GR)
FITK
jl- lr. H. .luanda No
I)okumen :
1'erbit
:
:
No. Itevisi:
No.
Inddvda
FITK-FR-AKD-089
1
Maret 2010
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah
ini,
Nama
Ade Ira Nurjanah
Tempat/Tgl.Lahir
Serang, 30 Januari 1995
NIM
11
Jurusan
i Prodi
1201620001
5
Pendidikan Kimia
Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan
Judul Skripsi
Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil KaIi Kelarutan
Dosen Pembimbing
:
1.
Burhanudin Milama, M.Pd
2.Dila Fairusi" M.Si
dengan
ini menyatakan bahwa skripsi yang
saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan
ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta. 14 Desember 2016
Mahasiswa Ybs.
Ade Ira Nurianah
NIM. 1112016200015
ABSTRAK
Ade Ira Nurjanah, NIM. 1112016200015, Program Studi Pendidikan Kimia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Judul:
Analisis Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah pada Materi
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Deskriptif Kuantitatif di Kelas XI IPA 2
SMAN 9 Tangerang Selatan
Metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Dalam memecahkan masalah
kimia, memerlukan keterlibatan metakognitif. Setiap siswa memiliki kemampuan
metakognitif yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
level metakognitif siswa dalam memecahkan masalah pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan
dengan subjek penelitian sebanyak 33 siswa dari kelas XI IPA 2. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kuantitatif sehingga datanya berupa hasil tes
essai. Hasil tes essai tersebut dianalisis dan ditentukan level metakognitifnya
berdasarkan indikator yang telah dibuat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah sebanyak 18,18 % siswa berada pada level metakognitif Aware Use,
sebanyak 63,64 % siswa berada pada level metakognitif Strategic Use dan
sebanyak 18,18 % siswa berada pada level metakognitif Relective Use. Siswa
yang memiliki hasil belajar yang tinggi di dalam kelas berada pada level
metakognitif Reflective Use. Siswa yang memiliki hasil belajar yang sedang di
dalam kelas berada pada level metakognitif Strategic Use. Dan siswa yang
memiliki hasil belajar yang rendah di dalam kelas berada pada level metakognitif
Aware Use. Rata-rata level metakognitif siswa berada pada level metakognitif
Strategic Use, karena rata-rata siswa dapat menggunakan dan menyadari strategi
yang tepat dalam menyelesaikan masalah, tidak hanya mampu memahami
masalah.
Kata Kunci: pemecahan masalah, level metakognitif, hasil belajar.
v
ABSTRACK
Ade Ira Nurjanah, NIM. 1112016200015, Chemical Departement, The Faculty
of Tarbiya and Education, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Title: The Analysis of
Students Metacognitive Level on Solving Probem of Molarity and Molarity
Times. A Descriptive Quantitative Research in XI Science of SMAN 9
Tangerang.
Metacognitive is knowledge and understanding of cognitive process, or
knowledge of mind and it’s work. Metacognitive is needed on solving problem.
Every single of students has different metacognitive abilities. This research is to
describe students metacognitive level on solving chemicals molarity problem.
This research was held in SMAN 9 Tangerang, by 33 students of XI science 2 as
the subject research. This research is a quantitative descriptive by the essay results
as the data. This results is analyzed and the metacognitive level is stated based on
the indicators. As the results of this research is 18,18% students are in Aware Use
level, 63,64% in metacognitive Strategic Use level and 18,18% in metacognive
Reflective Use level. Metacognitive Reflecive Use are the level for the high score
students. Metacognitive Strategic Use are for middle score students. And
metacognitive Aware Use for the low score students. Metacognitive Strategic Use
level as the average. Most of the students be able to use and realized the right
strategy on solving problems.
Key word: solving problem, metacognitive level, learning results.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
lancar. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada baginda alam dan
junjungan Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya
yang senantiasa mengikuti ajaran agamanya hingga akhir zaman.
Skripsi
yang berjudul
Analisis
Level
Metakognitif
Siswa
dalam
Memecahkan Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali kelarutan dibuat
untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
menyelesaikan skripsi ini tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun materil. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Burhanudin Milama, M.Pd selaku dosen pembimbing I sekaligus
Ketua Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Salamah Agung, S.Si, Apt, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing
akademik.
4.
Ibu Dila Fairusi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Bapak Ahmad Nana Mahmur, M.Pd selaku kepala sekolah tempat penulis
melakukan penelitian.
6.
Bapak Rudinanto, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bagian kurikulum di
sekolah tempat penulis melakukan penelitian.
7.
Seluruh Siswa/Siswi Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 9 Tengerang Selatan
sebagai subjek penelitian.
8.
Ayahanda dan ibunda tercinta. Berkat didikan, doa, dan pengorbanan
keduanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
9.
Achmad
Asep
Saepullah
selaku
kakak
yang
tak
henti-hantinya
mengingatkan, memotivasi, dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
10.
Adik-adik tersayang yang selalu menghibur dan memberikan dorongan
semangat penulis.
11.
Teman-teman terdekat. Rian raditya, Qurotul aina, Mutia angraeni, Siti
masitoh, Ipa ida rosita, Farhatunnisa, Eka yulli kartika, dan yang lainnya
yang selalu memberi dukungan semangat dan motivasi dalam pembuatan
skripsi ini.
12.
Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2012 khususnya mahasiswa
pendidikan kimia kelas A yang telah membantu penulis dengan berbagai
pendapat dan tenaganya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
13.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Ungkapan kata memang tidak akan cukup untuk kebaikan kalian semua.
Semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
pada kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika
penulisannya. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan
yang terdahulu. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh
dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah
melimpahkan rahmat, taufik,dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal
alamin
Jakarta, Desember 2016
Ade Ira Nurjanah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
E. Tujuan Penelitan
............................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian
.......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Pemecahan Masalah .................................................... 7
2. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah
........................... 8
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah ............. 10
4. Rintangan Dalam Memecahkan Masalah ..................................... 11
5. Metakognitif
............................................................................... 12
6. Level Metakognitif ...................................................................... 16
B. Tinjauan Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
1.
Kelarutan .................................................................................... 18
2.
Tetapan Hasil Kali Kelarutan ....................................................... 19
ix
3.
Hubungan Antara Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan ............. 20
4.
Pengaruh Penambahan Ion Senama Terhadap Kelarutan ............ 20
5.
Pengaruh pH terhadap Kelarutan
6.
Reaksi Pengendapan ..................................................................... 21
.............................................. 21
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................................... 21
D. Kerangka Berpikir ............................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 26
B. Metode Penelitian
............................................................................... 26
C. Alur Penelitian
............................................................................... 26
D. Populasi dan Sampel
.......................................................................... 27
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Instrumen Penelitian
................................................................. 27
.......................................................................... 27
G. Kalibrasi Instrumen ............................................................................... 28
H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 30
BAB IV HASIL PENEITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 34
B. Analisis dan Pembahasan .................................................................... 36
1. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Tinggi ....................... 36
2. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Sedang ...................... 42
3. Analisis dan Pembahasan Siswa Kelompok Rendah....................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60
LAMPIRAN .................................................................................................... 64
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Indikator Soal Instrumen Tes ........................................................ 27
Tabel 3.2 : Kriteria Reliabilitas ....................................................................... 29
Tabel 3.3: Kriteria Tingkat Kesukaran............................................................. 30
Tabel 3.4: Kriteria Daya Beda ........................................................................ 30
Tabel 3.5: Kriteria Penentuan Kategori ........................................................... 31
Tabel 3.6: Kriteria Level Metakognitif ............................................................ 31
Tabel 4.1: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa ............................................... 34
Tabel 4.2: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Tinggi ................. 35
Tabel 4.3: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Sedang ............... 35
Tabel 4.4: Hasil Tes Level Metakognitif Siswa Kelompok Rendah ................ 36
Tabel 4.5: Analisis Per-butir Soal Kelompok Tinggi ...................................... 36
Tabel 4.6: Analisis Per-butir Soal Sedang ....................................................... 42
Tabel 4.7: Analisis Per-butir Soal Kelompok Rendah ..................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 25
Gambar 3.1: Bagan Alur Penelitian ................................................................. 26
Gambar 4.1: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Tinggi ................ 39
Gambar 4.2: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Tinggi ................ 40
Gambar 4.3: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 45
Gambar 4.4: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 47
Gambar 4.5: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Sedang ............... 49
Gambar 4.6: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Rendah ............... 53
Gambar 4.7: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa Kelompok Rendah ............... 55
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Tes Level Metakognitif ............................ 64
Lampiran 2: Rubrik Penilaian ........................................................................ 68
Lampiran 3: Instrumen Tes Level Metakognitif Sebelum Validasi ............... 84
Lampiran 4: Hasil Validitas Dosen Ahli ........................................................ 86
Lampiran 5: Hasil Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran & Daya Beda
(Anates) ...................................................................................... 134
Lampiran 6: Instrumen Tes Level Metakognitif Sesudah Validasi .............. 139
Lampiran 7: Hasil Tes Tulis Perwakilan Siswa ............................................ 140
Lampiran 8: Hasil Belajar dan Hasil Tes Level Metakognitif ...................... 144
Lampiran 9: Hasil Tes Level Metakognitif Tiap Kelompok ......................... 145
Lampiran 10: Hasil Tes Level Metakognitif Per-butir Soal.......................... 147
Lampiran 11: Lembar Uji Referensi ............................................................. 150
Lampiran 12: Foto-Foto Penelitian ............................................................... 150
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembenahan mutu pendidikan terus-menerus dilakukan oleh pemerintah
demi terciptanya suatu negara yang berkualitas serta mampu bersaing dengan
negara-negara lain. Salah satunya melalui perubahan kurikulum. “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (LeKDiS, 2005, hal.
11).
Kurikulum pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan demi
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini
kurikulum yang baru saja
diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan
perbaikan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Di dalam kurikulum 2013, salah satu kecerdasan yang dituntut adalah
kecerdasan metakognitif siswa. Tuntutan terhadap kecerdasan metakognitif itu
disebutkan dalam kompetensi inti nomor 3 yang berbunyi “memahami,
menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dalam
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah” (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013, hal. 10).
Metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya (Desmita, 2010, hal. 132).
Kecerdasan metakognitif diperlukan dalam pemecahan masalah khususnya
pemecahan masalah kimia. “Kimia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
benda atau materi di alam raya dapat diubah dari bentuk yang ada dengan sifat-
2
sifat tertentu menjadi bentuk-bentuk lain dengan sifat-sifat yang berbeda”
(Petrucci, 1985, hal. 1).
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2009) mengemukakan bahwa:
Mata pelajaran kimia berorientasi pada misi utamanya, yaitu:
pengembangan kenetraan (literasi kimia); memperkenalkan kimia
kepada siswa sekolah menengah agar mereka memiliki pondasi yang
memadai dan tertarik untuk mempelajari kimia atau disiplin lain yang
terkait diperguruan tinggi; pengembangan kemampuan berpikir
ilmiah, dalam pengertian penumbuhan kemampuan memecahkan
masalah dengan menggunakan cara berpikir dalam kimia, yang
mengandalkan observasi, analisis, dan eksperimentasi; dan
penumbuhan kesadaran tanggung jawab moral berkenaan dengan
penggunaan proses dan produk kimia (hal. 226).
Selain itu, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2009) juga mengemukakan
bahwa agar pembelajaran kimia itu menarik, mudah dicerna, serta bermanfaat
bagi siswa, ada lima prasyarat yang perlu dipenuhi, yaitu:
1. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan pemahaman
peserta didik yang kuat terhadap pengetahuan dasar kimia.
2. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan kemampuan
peserta didik melakukan penyelidikan dan memecahkan masalah.
3. Pembelajaran kimia harus mampu memperluas wawasan peserta
didik mengenai dampak sosial dan lingkungan yang terkait pada
penerapan dan penggunaan proses dan produk kimia di masyarakat.
4. Pembelajaran kimia harus mampu memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis peserta didik.
5. Pembelajaran kimia harus mampu mencerahkan peserta didik
tentang karir masa depan yang terkait kimia (hal. 232).
Jika dilihat dari misi utama mata pelajaran kimia dan prasyarat yang perlu
dipenuhi oleh suatu pembelajaran kimia agar pembelajaran kimia itu menarik,
mudah dicerna, serta bermanfaat bagi siswa salah satu misi utama dan prayaratnya
itu adalah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan
menggunakan cara berfikir dalam kimia, yang mengandalkan observasi, analisis
dan eksperimentasi. Jadi, memecahkan masalah kimia merupakan aktivitas yang
penting dalam belajar kimia.
3
Yeo (2004) menjelaskan bahwa untuk memecahkan masalah tergantung
pada lima faktor di antaranya keterperincian, keahlian, pengetahuan atau konsep,
proses metakognitif, dan perbuatan. Proses metakognitif menjadi salah satu faktor
dalam memecahkan masalah. Metakognitif itu sendiri ialah istilah yang secara
literal berarti “berpikir mengenai berpikir”. Metakognitif mencakup pemahaman
dan keyakinan pembelajar mengenai proses kognitifnya sendiri dan bahan
pelajaran yang akan dipelajari, serta usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses
berperilaku dan berpikir yang akan meningkatkan proses belajar dan memorinya
(Ormrod, 2008, hal. 369).
Dalam memecahkan masalah, ada beberapa langkah yang harus ditempuh.
Seperti yang dikemukakan oleh Bransford & Stain (1993) dalam Santrock (2008)
ada empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu: mencari dan memahami
masalah; menyusun strategi pemecahan masalah yang baik; mengeksplorasi
solusi; serta memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi dari
waktu ke waktu.
Dari empat langkah pemecahan masalah tersebut, setiap siswa memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, ada siswa yang hanya mampu mencari dan
memahami masalah, ada juga siswa yang mampu menyelesaikannya sampai tahap
akhir yaitu memikirkan dan mendefinisikan problem dan solusi dari waktu ke
waktu. Adanya perbedaan kemampuan tersebut terjadi karena setiap siswa
memiliki pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang berbeda-beda.
Aktivitas siswa dalam penggunaan kesadaran antara kognitif dan fungsi
metakognitif dalam memecahkan masalah kimia menjadi karakteristik pola
berpikir yang berbeda pada setiap siswa. Dalam memecahkan masalah, siswa akan
menghadapi masalah yang belum pernah ia temui maupun yang pernah ia temui.
Hal itu dapat melatih siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan
yang
dimilikinya
untuk
menyelesaikan
masalah,
sehingga
kemampuan
berpikirnya meningkat. Setiap siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan
metakognitif yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan metakognitif yang baik dan ada juga
siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang kurang. Kurangnya pengetahuan
4
dan keterampilan metakognitif siswa akan mengganggu proses belajar siswa dan
pemecahan masalah.
“Metakognitif memiliki dampak pada pengawasan dan pengendalian
proses-proses
pengambilan
informasi
dan
proses-proses
inferensi
yang
berlangsung dalam sistem memori” (Solso, Maclin, O & Maclin, M, 2007, hal.
266). Untuk
meningkatkan
keterampilan
metakognitif, diperlukan
adanya kesadaran yang harus dimiliki siswa dalam proses berpikirnya. Namun,
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu
masalah. Beberapa siswa secara sadar memperhatikan masalah yang diberikan
dengan menyelesaikannya secara hierarkis tetapi ada juga siswa yang hanya asalasalan menjawab ketika dihadapkan pada soal. Hal ini dikarenakan tingkat
kesadaran atau tingkat metakognitif yang berbeda. Menurut Swartz & Perkins
(1998) tingkat metakognitif terdiri atas 4 tingkatan yaitu Tacit Use, Aware Use,
Strategic Use dan Reflective Use.
Setiap siswa memiliki tingkat metakognitif yang berbeda-beda. Hal ini
dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sophianingtyas dan Sugiarto
(2013) dalam jurnalnya yang berjudul identifikasi level metakognitif siswa dalam
memecahkan masalah materi perhitungan kimia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa level metakognitif pada siswa berbeda-beda. Level metakognitif pada
kelompok tinggi adalah reflective use, level metakognitif pada kelompok sedang
adalah strategic use, dan level metakognitif pada kelompok rendah adalah aware
use.
Selain itu, Al-khayat (2012) juga meneliti tentang level metakognitif dalam
jurnalnya yang berjudul The Levels of Creative Thinking and Metacognitive
Thinking Skills of Intermediate School in Jordan University. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara statistik yang signifikan antara ratarata kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam berpikir secara kreatif dan
metakognitif. Siswa laki-laki memiliki kemampuan metakognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan perempuan.
Karena adanya perbedaan level metakognitif
pada siswa dalam
memecahkan masalah, maka perlu adanya analisis level metakognitif siswa dalam
5
memecahkan masalah. Masalah yang diambil pada penelitian ini adalah pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
dipilih karena dalam memecahkan masalah tersebut memerlukan kemampuan
berpikir yang kompleks dan pemecahan masalah yang kompleks mensyaratkan
keterlibatan metakognitif. Selain itu juga, materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
merupakan materi perhitungan dan dalam memecahkan masalah tersebut
diperlukan langkah-langkah pemecahan masalah yang berurutan. Analisis level
metakognitif siswa tersebut perlu dilakukan agar guru dapat memilih dan
menentukan pola-pola pengajaran dan model pembelajaran yang lebih baik.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dapat di
identifikasikan sebagai berikut:
1.
Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan metakognitif yang berbedabeda.
2.
Banyak siswa hanya asal-asalan menjawab
ketika
dihadapkan
pada
soal.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi maka untuk
menghindari pembahasan yang terlalu meluas diperlukan pembatasan masalah.
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1.
Level metakognitif siswa yang digunakan adalah level metakognitif siswa
menurut Swartz dan Perkins.
2.
Langkah yang digunakan dalam pemecahan masalah menurut Bransford &
Stain.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat
pada penelitian ini adalah “Bagaimana level metakognitif siswa dalam
memecahkan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?”
6
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah
dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
level metakognitif siswa dalam memecahkan masalah pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan adalah:
1.
Bagi peneliti dan peneliti berikutnya, merupakan wahana uji kemampuan
terhadap bekal teori yang peneliti peroleh di bangku kuliah, sebagai upaya
untuk mengembangkan ilmu serta sebagai referensi terhadap penelitian yang
relevan degan pokok bahasan yang sejenis.
2.
Bagi guru, hasil penelitian ini mampu memberi informasi pada guru
mengenai level metakognitif siswa dan dengan adanya identifikasi level
metakognitif dapat digunakan oleh guru dalam memilih dan menentukan
pola-pola pengajaran dan model pembelajaran yang lebih baik.
3.
Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk menetapkan suatu
kebijakan yang berhubungan dengan pembelajaran kimia di sekolah.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Pemecahan Masalah
Abror (1993, hal. 127) mengemukakan bahwa “berpikir manusia
merupakan proses yang dinamis. Dinamika berpikir ini dimungkinkan
oleh pengalaman yang luas, perbendaharaan bahasa yang kaya dan
didukung oleh pendidikannya yang baik dan ketajaman dalam berpikir.
Puncak berpikir yang sebenarnya adalah terletak pada kemampuannya
dalam
memecahkan masalah”. Menurut Ormrod (2008, hal. 393)
“pemecahan
masalah
adalah
menggunakan
(yaitu
mentransfer)
pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada untuk menjawab
pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang sulit”.
Menurut Solso, Maclin O & Maclin M (2007, hal. 434)
“Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang bertujuan untuk
menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik”.
Sementara itu, Metallideu dalam Mataka, dkk (2014) mengemukakan
bahwa pemecahan masalah adalah perilaku yang diarahkan pada tujuan
yang membutuhkan representasi mental yang tepat dari masalah dan
berikutnya aplikasi metode atau strategi tertentu untuk bergerak dari awal
atau keadaan saat ini ke keadaan tujuan yang diinginkan. Santrock (2008,
hal. 368) mengemukakan bahwa ”pemecahan masalah adalah mencari
cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan”. Hal lain diungkap oleh
Slameto (1991) bahwa:
Berpikir, memecahkan masalah, dan menghasilkan sesuatu
yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan
erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak
dapat dipecahkan tanpa berpikir dan banyak masalah
memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau
kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda,
8
gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
sesuatu, itu mencakup pemecahan masalah ( hal. 139).
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pemecahan
masalah adalah mencari cara yang tepat untuk menemukan suatu solusi
atau jalan keluar untuk suatu masalah dengan menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang sudah ada. Memecahkan masalah memerlukan
kemampuan berpikir yang kompleks.
2. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah
Menurut Dewey dalam Slameto (1991) “langkah-langkah dalam
pemecahan masalah adalah sebagai berikut: kesadaran akan adanya
masalah; merumuskan masalah; mencari data dan merumuskan hipotesahipotesa; menguji hipotesa-hipotesa dan kemudian menerima hipotesahipotesa yang benar” (hal. 141). Bransford & Stein (1993) dalam
Santrock (2008) juga telah melakukan usaha untuk menspesifikasikan
langkah-langkah yang harus dilalui individu untuk menyelesaikan
masalah secara efektif. Berikut empat langkah pemecahan masalah:
1) Mencari dan memahami masalah.
2) Menyusun strategi pemecahan masalah yang baik. Setelah
siswa menemukan masalah dan mendefinisikannya secara
jelas, mereka perlu menyusun strategi untuk memecahkannya.
Diantara strategi yang efektif adalah menentukan subtujuan,
menggunakan alogaritma, dan mengandalkan heuristic.
Menentukan sub tujuan adalah menentukan tujuan
intermediate yang membuat siswa bisa berada dalam posisi
yang lebih baik untuk mencapai tujuan atau solusi final.
Alogaritma adalah strategi yang menjamin solusi atas satu
persoalan. Analisis cara tujuan adalah sebuah heuristic dimana
seseorang mengidentifikasi tujuan dari suatu masalah, menilai
situasi yang ada sekarang, dan mengevaluasi apa-apa yang
dibutuhkan untuk mengurangi perbedaan antara dua kondisi
tersebut.
3) Mengeksplorasi solusi. Perlu dipertimbangkan kriteria untuk
efektivitas solusi.
4) Memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi
dari waktu ke waktu. Orang yang pandai dalam memecahkan
9
masalah biasanya termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya
dan membuat kontribusi yang orisinil (hal. 371).
Sementara itu, Hayes (1989) dalam dalam Solso, Maclin, O &
Maclin, M (2007) mengemukakan beberapa tahapan pemecahan masalah,
yaitu:
1) Mengidentifikasi permasalahan.
2) Representasi masalah.
3) Memecahkan sebuah solusi.
4)
Merealisasikan rencana.
5)
Mengevaluasi rencana.
6) Mengevaluasi solusi (hal. 437).
Hal penting lain diungkap oleh Abror (1993) bahwa ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah, antara lain:
1) Berpikir reflektif
Berpikir reflektif adalah pertimbangan yang kuat, tetap
dan cermat terhadap keyakinan atau bentuk pengetahuan
apapun yang cenderung dianggap benar. Ada tingkat-tingkat
persiapan, kesiapan dan reaksi mental yang berbeda selama
kegiatan berpikir tersebut. Tingkatan-tingkatan tersebut
digambarkan oleh Dewey, yang dikenal dengan sebutan
langkah-langkah dalam suatu kegiatan berpikir reflektif
sebagai berikut: Kesadaran akan masalah; Memahami masalah;
Mengelompokkan data; Merumuskan hipotesis; Menerima atau
menolak hipotesis; Menerima atau menolak kesimpulan.
2) Berpikir kreatif
Berpikir kreatif sebagai salah satu teknik pemecahan
masalah, mempunyai tingkat-tingkat, yaitu:
a. Persiapan (preparation), yang bersifat pendahuluan.
b. Inkubasi (incubation), yang mengingkari masalah yang
dihadapi dalam beberapa saat.
c. Iluminasi (illumination), yaitu proses bangkitnya pikiran
yang jernih atau yang menuntut atau mengarahkan
gagasan yang menyatakan hipotesis yang membawa ke
pemecahan masalah.
d. Pembuktian dan perluasan.
3) Belajar dengan menemukan (learning by discovery)
Belajar dengan menemukan mengacu kepada situasi
mengajar yaitu siswa mencapai tujuan instruksional dengan
10
memperoleh bimbingan yang terbatas atau tak diberikan
bimbingan sama sekali dari guru (hal. 128).
Dalam penelitian ini, digunakan langkah dalam pemecahan
masalah
menurut Bransford & Stein. Langkah dalam pemecahan
masalah tersebut digunakan karena sesuai untuk mengukur level
metakognitif siswa.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Ormrod (2008) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemecahan masalah adalah:
1) Memori kerja menempatkan batas atas mengenai seberapa
banyak siswa dapat berpikir pada saat mereka mengerjakan
suatu soal.
2) Bagaimana siswa menyandikan (encode) suatu masalah
mempengaruhi pendekatan mereka dalam usahanya untuk
memecahkannya.
Strategi berikut ini dapat membantu para siswa menyandikan
soal secara efektif tanpa membuatnya menjadi korban set
mental yang tidak produktif: sajikan soal secara konkret;
doronglah siswa untuk membuat soal-soal menjadi konkret
bagi diri mereka sendiri; tunjukkan aspek-aspek apa saja dari
soal tersebut yang dapat dipecahkan siswa; berikan soal-soal
yang terlihat berbeda dipermukaannya namun mensyaratkan
prosedur pemecahan masalah yang sama atau mirip; campurlah
jenis-jenis soal yang dikerjakan para siswa pada satu sesi
latihan; mintalah siswa bekerja dalam kelompok untuk
mendefinisikan beberapa cara mempresentasikan suatu soal.
3) Siswa biasanya memecahkan soal secara lebih efektif bila
mereka mempunyai basis pengetahuan yang menyeluruh dan
terintegrasi baik yang relevan dengan topik itu.
11
4) Pemecahan masalah yang sukses tergantung pada kesuksesan
pemanggilan kembali (retrieval) pengetahuan yang relevan.
5) Pemecahan masalah yang kompleks mensyaratkan keterlibatan
metakognitif.
Proses-proses metakognitif memainkan peran penting tidak
hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam pemecahan
masalah. Ketika soal-soal cukup kompleks dan menantang,
para pemecah masalah yang efektif umumnya melakukan halhal di bawah ini:
a.
Mengidentifikasi satu atau lebih tujuan yang harus
diselesaikan untuk mencapai solusi masalah.
b.
Memecah soal-soal menjadi dua atau lebih subsoal.
c.
Merencanakan suatu pendekatan yang sistematik dan
berurutan
untuk
menyelesaikan
soal
dan
berbagai
subsoalnya.
d.
Terus-menerus memonitor dan mengevaluasi kemajuan
mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya.
e.
Mengidentifikasi
hambatan-hambatan
yang
mungkin
menghalangi kemajuan mereka.
f.
Beralih ke strategi yang baru jika strategi yang ada tidak
efektif (hal. 398).
4. Rintangan Dalam Memecahkan Masalah
Menurut Santrock (2008) beberapa rintangan yang lazim ditemui
dalam memecahkan masalah adalah:
1) Fiksasi, adalah menggunakan strategi sebelumnya dan gagal
untuk melihat problem dari sudut pandang baru yang segar.
2) Kurangnya motivasi dan persistensi.
3) Kontrol emosional yang kurang memadai. Emosi dapat
membantu atau merintangi pemecahan masalah. Pada saat
orang sangat termotivasi, pemecah masalah yang baik sering
kali dapat mengontrol emosinya dan berkonsentrasi pada solusi
masalah (hal. 373).
12
5. Metakognitif
“Dalam beberapa dekade belakangan ini, istilah metakognitif telah
mendapat perhatian yang besar bagi sejumlah ahli psikologi. Bahkan
dalam literatur-literatur pendidikan di negara-negara maju, istilah
metakognitif telah menjadi sebuah kata yang membuzer, tanpa adanya
konsensus tentang apa itu metakognitif, bagaimana mengukurnya, dan
bagaimana hubungannya dengan faktor-faktor lain“(Desmita, 2010, hal.
131). “Metakognitif menolong orang mengerjakan tugas-tugas kognitif
secara lebih efektif” (Santrock, 2007, hal. 304). Selain itu juga, menurut
Desmita (2010, hal. 132) “metakognitif memiliki arti yang sangat
penting, karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri
dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif kita di masa mendatang”.
John Flavell (1976) dalam Aurah, Casady, dan McConnell (2014),
secara sederhana mengartikan metakognitif sebagai “thinking about
thinking”. Sementara itu, Shetty (2014) mengemukakan bahwa
metakognitif berasal dari kata meta dan kognitif. Meta yang artinya
sesudah atau diatas dan kognitif yang artinya untuk mengetahui. Jadi
secara harfiah, metakognitif diartikan sebagai kognitif tentang kognitif,
pengetahuan tentang pengetahuan atau berpikir tentang apa yang
dipikirkannya. Meichenbaum, Burland, Gruson, & Camron dalam Yamin
(2013, hal 29) mengemukakan bahwa “metakognitif sebagai kesadaran
orang akan mesin pengetahuan sendiri dan bagaimana mesin itu bekerja”.
Menurut Matlin dalam Amin & Sukestiyarno (2015) metakognitif
adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognitif atau berpikir
mengenai berpikir seseorang. Desmita (2010, hal. 132) mengemukakan
“metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi,
atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya”. Solso, Maclin O &
Maclin M (2007) mengemukakan bahwa:
Metakognitif secara umum merupakan bagian dari kemampuan
memonitor diri terhadap pengetahuan pribadi (self knowledge
13
monitoring). Metamemori termasuk dalam kategori
metakognisi yang mengacu pada kemampuan mengetahui apa
yang anda ingat. Kita dapat mengerahkan kendali atas prosesproses metakognitif kita untuk secara aktif mencari informasi,
namun sebagian besar monitoring terhadap memori
berlangsung secara otomatis (terutama monitoring awal
terhadap memori, yang dilakukan sebelum suatu pencarian
terhadap informasi yang sfesifik) (hal. 266).
Menurut Purpura (1997) dalam Desmita (2010, hal. 133)
“metakognitif merupakan fungsi eksekutif yang membentuk dan
membimbing bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan
merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih”. Sementara
itu, Djiwandono (2012, hal. 168) mengemukakan bahwa “metakognitif
adalah pengetahuan yang berasal dari proses kognitif kita sendiri beserta
hasil-hasilnya. Ketika anak-anak berkembang, mereka menjadi lebih
cermat dalam pengertian bagaimana mengontrol dan memonitor belajar
mereka sendiri, bagaimana menggunakan bahasa, dan sebagainya”
Hal lain diungkapkan oleh Solso, Maclin O & Maclin M (2007)
bahwa:
Metakognitif memiliki dampak pada pengawasan dan
pengendalian proses-proses pengambilan informasi dan prosesproses inferensi yang berlangsung dalam sistem memori.
Monitoring mengacu pada cara kita mengevaluasi apa yang
telah kita ketahui (atau tidak kita ketahui). Proses-proses yang
terlibat dalam monitoring metakognitif meliputi Ease of
learning Judgement (pertimbangan pemudahan pembelajaran),
Judgement of learning (pertimbangan mengenai hasil
pembelajaran), Feeling of Knowing Judgements (pertimbangan
mengenai perasaan mengetahui), dan Confidence in retrieved
answers ( keyakinan terhadap jawaban-jawaban yang diingat).
Kendali metakognisi meliputi strategi-strategi pembelajaran
seperti Allocation of Study Time (alokasi waktu belajar),
Termination of Study (tindakan mengakhiri belajar), Selection
of memory Search Strategies (strategi-strategi pemilihan
pencarian memori), dan decisions to Terminate the Search
(keputusan-keputusan untuk mengakhiri pencarian) (hal. 266).
14
Kuhn (2002) dalam Murti (2011) mendefinisikan “metakognitif
sebagai kesadaran dan menejemen dari proses dan produk kognitif yang
dimiliki seseorang, atau secara sederhana disebut “berpikir mengenai
berpikir”. Secara umum metakognitif dianggap sebagai suatu konstruk
multidimensi”.
Sementara Statt (1998) dalam McGregor (2007) mendefinisikan
bahwa metakognitif adalah pengetahuan atau kesadaran proses kognitif.
Ormrod (2008, hal. 369) mengemukakan bahwa “metakognitif ialah
istilah yang secara literal berarti “berpikir mengenai berpikir”.
Metakognisi mencakup pemahaman dan keyakinan pembelajar mengenai
proses kognitifnya sendiri dan bahan pelajaran yang akan dipelajari, serta
usaha-usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses berprilaku dan berpikir
yang akan meningkatkan proses belajar dan memorinya”.
Menurut Margaret W. Matlin (1995) dalam Desmita (2012, hal.
137) “metakognitif adalah knowledge and awareness about cognitive
processes-or our thought about thingking”. Intinya, metakognitif adalah
suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri dan bagaimana kognitif kita
bekerja dan mengaturnya, yang akan meningkatkan proses belajar dan
memori.
Lebih lanjut, Desmita (2010) mengemukakan bahwa:
Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin
tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita sendiri
sendiri. Metakognitif ini memiliki arti yang sangat penting
karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri
dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi
strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita dimasa
mendatang. (hal 132)
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa metakognitif
memiliki
peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses
kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir lebih efektif dan efesien.
Dalam pembelajaran kimia khususnya dalam pemecahan masalah,
metakognitif mempunyai peranan yang penting.
15
Menurut Kaune dalam Yamin (2013, hal. 35) “kemampuan
metakognitif merupakan kemampuan yang melihat kembali proses
berpikir yang dilakukan seseorang”. “Metakognitif tidak sama dengan
kognitif atau proses berpikir. Metakognitif merupakan suatu kemampuan
di mana individu berdiri di luar kepalanya dan mencoba untuk
memahami cara ia berpikir atau memahami proses kognitif yang
dilakukannya dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan,
pengontrolan dan evaluasi” (Desmita, 2010, hal. 133).
Brown
dalam
Jayapraba
(2013)
mengemukakan
bahwa
metakognitif dibagi kedalam dua kategori yaitu pengetahuan tentang
kognisi dan pengaturan tentang kognisi. Pengetahuan tentang kognisi
mengacu kepada kegiatan yang melibatkan kesadaran refleksi pada suatu
kemampuan kognitif dan kegiatan. Sementara itu pengaturan tentang
kognisi mengacu pada kegiatan yang menyangkut mekanisme pengaturan
diri selama upaya berkelanjutan untuk belajar. Menurut Santrock (2007,
hal. 307) seorang remaja memiliki kapasitas yang meningkat untuk
memonitor
dan
menangani
sumberdaya-sumberdaya
kognitif
dibandingkan dengan anak-anak, sehingga ia mampu memenuhi tuntutan
tugas pembelajaran secara efektif. Peningkatan kemampuan metakognitif
ini menyebabkan fungsi kognitif dan pembelajaran menjadi lebih efektif.
Djiwandono (2002) menyatakan bahwa karena anak yang lebih kecil
tidak mempunyai perkembangan kemampuan metakognitif, mereka
mengalami kesulitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengenal ketika suatu masalah menjadi lebih sulit, dan
pendekatan baru diperlukan.
2) Menyimpulkan bahwa suatu asumsi itu benar berdasarkan
informasi yang ada.
3) Meramalkan hasil dengan menggunakan strategi belajar khusus
dalam suatu situasi yang diberikan.
4) Mencoba untuk memonitor cara belajar dan mau mengubah
pendekatan jika diperlukan (hal. 170).
“Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa pengetahuan
metakognitif menguntungkan pembelajaran di sekolah, dan siswa yang
16
kurang
menguasai
pengetahuan
metakognitif
ini,
guru
dapat
mengajarkannya kepada mereka” (Desmita, 2010, hal. 137). Kemampuan
metakognitif siswa tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan
latihan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman dalam Santrock, J. W
(2004, hal 20) menyatakan bahwa perkembangan metakognitif siswa
akan dapat diupayakan melalui cara dimana siswa dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk
merefleksi tentang apa yang dia observasi. Oleh karena itu, penting bagi
pendidik
(termasuk orangtua) untuk mengembangkan kemampuan
metakognitif baik melalui pembelajaran ataupun mengembangkan
kebiasaan di rumah.
Ormrod (2008) menyatakan bahwa contoh metakognitif meliputi
hal-hal berikut ini:
1) Merefleksikan hakikat umum berpikir, belajar, dan
pengetahuan
2) Mengetahui batasan-batasan pembelajaran (learning) dan
kapabilitas memori
3) Mengetahui tugas-tugas belajar apa saja yang dapat dipenuhi
secara realitas dalam suatu periode tertentu
4) Merencanakan pendekatan yang masuk akal terhadap tugas
belajar
5) Mengetahui dan mengaplikasikan strategi-strategi yang efektif
untuk belajar dan mengingat materi baru
6) Memonitor pengetahuan dan pemahaman seseorang, misalnya
mengenali ketika seseorang sudah atau belum mempelajari
sesuatu dengan sukses (hal. 370).
6. Level Metakognitif
Metakognitif berkaitan dengan proses berpikir siswa tentang
berpikirnya agar menemukan strategi yang tepat dalam memecahkan
masalah. Keterampilan metakognitif sangat penting dalam memecahkan
masalah kimia, sehingga keterampilan tersebut perlu ditingkatkan.
Menurut Hosseynilar & Kasaei (2013) setiap siswa memiliki kemampuan
metakognitif yang berbeda-beda dan setiap siswa juga memiliki
kecepatan berpikir yang berbeda. Untuk meningkatkan keterampilan
17
metakognitif, diperlukan adanya kesadaran yang harus dimiliki siswa
pada setiap langkah berpikirnya. “Kesadaran (consciousness) adalah
kesiagaan
(awareness) seseorang terhadap peristiwa-peristiwa di
lingkungannya (sepperti pemandangan dan suara-suara dari lingkungan
sekitarnya) serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori,
pikiran, perasaan, dan sensasi-sensasi fisik” (Solso, Maclin O & Maclin
M, 2007, hal. 240). Namun, setiap siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda
dalam
kesadaran/tingkat
menghadapi
metakognitif
masalah.
siswa
Berikut
dalam
ini
tingkat
berpikir
ketika
menyelesaikan suatu masalah oleh Swartz dan Perkins (1998), yaitu:
1) Tacit use adalah penggunaan pemikiran tanpa kesadaran.
Jenis
pemikiran
yang
berkaitan
dengan
pengambilan
keputusan tanpa berpikir tentang keputusan tersebut. Dalam
hal ini, siswa menerapkan strategi atau keterampilan tanpa
kesadaran khusus atau melalui coba-coba dan asal menjawab
dalam memecahkan masalah.
2) Aware
use
adalah
penggunaan
pemikiran dengan
kesadaran. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan kesadaran
siswa mengenai apa
dan
mengapa
siswa
melakukan
pemikiran tersebut. Dalam hal ini, siswa menyadari bahwa ia
harus menggunakan suatu langkah penyelesaian masalah
dengan
memberikan
penjelasan
mengapa
ia
memilih
penggunaan langkah tersebut.
3) Strategic use adalah penggunaan pemikiran yang bersifat
strategis. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan
individu dalam proses berpikirnya secara sadar dengan
menggunakan
strategi-strategi
khusus
yang
dapat
meningkatkan ketepatan berpikirnya. Dalam hal ini, siswa
sadar dan mampu menyeleksi strategi atau
khusus untuk menyelesaikan masalah.
keterampilan
18
4) Reflective use adalah penggunaan pemikiran yang bersifat
reflektif. Jenis pemikiran yang berkaitan dengan refleksi
individu dalam proses berpikirnya sebelum dan sesudah atau
bahkan selama proses berlangsung dengan mempertimbangkan
kelanjutan dan perbaikan hasil pemikirannya. Dalam hal ini,
siswa menyadari dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan
dalam langkah- langkah penyelesaian masalah (hal. 421).
McGregor (2002, hal. 216) berpendapat lain mengenai level
metagognitif, berikut level metakognitif menurut McGregor:
1) Level pertama, menyadari berpikir dan mampu untuk
menggambarkan hal itu.
2) Level kedua, mengembangkan tanggung jawab dari strategi
berpikir/proses kognitif yang digunakan dan setelah
digunakan.
3) Level ketiga, refleksi evaluatif prosedur (sebelum/
selama/sesudah).
4) Level keempat, transfer pengalaman prosedural dan
pengetahuan untuk konteks lain.
5) Level kelima, menghubungkan pemahaman konseptual dengan
cara mengalami.
Hofer & Pintrich; Perkins, 1995; Schneider & Lockl, 2002 dalam
Ormrod, (2008, hal. 370) mengemukakan bahwa “semakin banyak
pembelajar tahu tentang proses berpikir dan belajar, yaitu semakin besar
kesadaran metakognitif mereka, semakin baik proses belajar dan prestasi
yang mungkin mereka capai”.
B.
Tinjauan Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
1. Kelarutan
Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat
yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Satuan kelarutan dapat
dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 cm3 atau 100 g pelarut pada
temperature yang ditentukan (Keenan, 1999, hal 378). Sastrohamidjojo
(2010, hal. 239) mengemukakan bahwa “kelarutan zat dalam suatu pelarut
19
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu suhu, sifat solvent, sifat solute, dan
tekanan”.
a. Suhu
“Kelarutan dari kebanyakan garam anorganik dalam air akan
bertambah dengan naiknya suhu” (Brady, hal. 623). Adanya panas
mengakibatkan semakin renggangnya
jarak antarmolekul zat padat,
sehingga kekuatan gaya antarmolekul semakin lemah dan mudah
terlepas oleh gaya tarik dari molekul-molekul air (Sudarmo, 2013:
288).
b. Sifat solvent
“Prinsip like dissolves like sangat umum digunakan dalam
bidang kimia. Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul
solute mempunyai kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan
dengan molekul-molekul solvent” (Sastrohamidjojo (2010, hal. 239).
c. Sifat solute
“Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-i