ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA YANG DIKEMBANGKAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA YANG DIKEMBANGKAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

Oleh

LUKMAN NULHAKIM, S.Pd. 0907876

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang

Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Oleh

Lukman Nulhakim

S.Pd FPMIPA UPI Bandung, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Sekolah Pascasarjana

© Lukman Nulhakim 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA YANG DIKEMBANGKAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

Oleh

LUKMAN NULHAKIM 0907876

Telah Disetujui dan Disyahkan Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Sjaeful Anwar.

Dr. H. Kurnia.

NIP: 196208201987031002 NIP: 195309061980021002

Mengetahui

Ketua Program Studi IPA SPs UPI

Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002


(4)

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali

Kelarutan

(Lukman Nulhakim, S.Pd. 0907876)

Abstrak

Keterampilan metakognitif memiliki peranan penting untuk membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri, memahami materi pelajaran lebih komprehensif dan mampu memecahkan masalah. Untuk menyediakan lingkungan belajar yang dapat mengembangkan keterampilan metakognitif siswa, salah satunya adalah melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis keterampilan metakognitif yang dikembangkan melalui PBM. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitiannya yaitu 30 siswa kelas XI di salah satu SMAN di Sumedang. Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis proses PBM dalam pengembangan keterampilan metakognitif, metacognitive activities inventory (MCA-I), tes problem solving, LKS, serta wawancara. MCA-I merupakan asesmen penilaian keterampilan metakognitif yang dikembangkan oleh Urena dan Cooper (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBM dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan metakognitifnya. Pengembangan keterampilan metakognitif ini ditunjukkan oleh aktivitas-aktivitas siswa yang terlibat secara aktif dalam usahanya memecahkan masalah dan memahami materi pelajaran. Partisipasi siswa secara aktif tidak terlepas dari adanya pemberian masalah, dorongan pemecahan masalah, interaksi kolaboratif antar siswa dan interaksi guru dengan siswa. Hasil lainnya adalah keterampilan metakognitif mampu membimbing siswa untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam tes problem solving. Kecenderungannya adalah siswa dengan keterampilan metakognitif tinggi memiliki skor tes yang tinggi, begitu juga dengan siswa kategori rendah dan sedang memiliki skor tes yang pararel dengan keterampilan metakognitifnya. Akan tetapi ditemukan juga siswa dengan level keterampilan metakognitif yang tidak selaras dengan skor tesnya.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN . ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Definisi Operasional ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 8

A. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 8

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah ... 8

2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 9

3. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ... 10

4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 13

B. Hasil Belajar Siswa ... 14

C. Metakognisi ... 18

1. Pengertian metakognisi ... 18

2. Keterampilan metakognitif ... 20

3. MCA-I ... 24

D. Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 27

1. Kelarutan ... 27

2. Tetapan Hasil Kali Kelarutan ... 29

3. Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan ... 32

4. Pengaruh pH terhadap Kelarutan ... 34

5. Memperkirakan terbentuknya endapan ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 38


(6)

B. Subjek Penelitian ... 39

C. Instrumen Penelitian ... 39

D. Prosedur Penelitian ... 43

E. Teknik Analisis Data. ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Analisis Pengembangan Keterampilan Metakognitif melalui PBM 46 a. Makro I Kelarutan ... 47

b. Makro II hasil kali kelarutan ... 54

c. Makro III dan IV ... 67

d. Makro V ... 77

2. Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa ... 83

a. Kelompok siswa kategori rendah ... 85

b. Kelompok siswa kategori sedang ... 86

c. Kelompok siswa kategori tinggi ... 89

B. Pembahasan ... 90

1. Pengembangaan Keterampilan Metakognitif Siswa melalui PBM .... 90

2. Penggunaan Keterampilan Metakognitif Siswa ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep-konsep dalam materi pelajaran kimia mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga bila guru kurang kreatif dalam mengolah materi subjek ini maka dapat menghambat siswa dalam memahami konsep-konsep selanjutnya. Johnstone (1991) menyatakan bahwa penyebab kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari kimia adalah karakteristik intrinsik konsep kimia yang terdiri dari tiga level representasi makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Gabel (1999) bahwa hambatan terbesar dalam memahami kimia bukan berasal dari kompleksitas intrinsik tersebut, akan tetapi metode-metode yang diterapkan oleh guru untuk memfasilitasi pembelajaran kimia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya suatu pembelajaran kimia yang efektif agar dapat mengatasi hambatan tersebut.

Schraw et al. (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kimia yang efektif tidak hanya meningkatkan pemahaman kimia, tapi juga membantu siswa belajar mandiri dan menyiapkan siswa menjadi life long learners. Schraw lebih lanjut menjelaskan bahwa metakognisi merupakan komponen penting untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam, dan membantu proses transisi siswa dari pembelajar dependen menjadi pembelajar mandiri.

Metakognisi menurut Livingston (1997) adalah thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir. Metakognisi merupakan kemampuan berpikir yang


(8)

2

objek berpikirnya adalah proses berpikir pada diri sendiri. Gourgey (dalam Urena, 2008) mengartikan metakognisi sebagai:

kesadaran tentang bagaimana seseorang belajar; kesadaran ketika seseorang mengerti dan tidak mengerti; pengetahuan bagaimana menggunakan informasi yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan; kemampuan untuk menentukan kebutuhan kognitif pada tugas khusus; pengetahuan untuk menggunakan strategi-strategi untuk tujuan tertentu; dan penilaian suatu proses seseorang pada saat berlangsung dan setelah performanya

Metakognisi memiliki dua komponen utama yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan keterampilan metakognitif (metacognitive skillfulness) (Davidson, Deuseur&Sternberg, 1995; Schraw&Moshman, 1995).

Metakognisi memiliki peranan penting dalam keberhasilan belajar, sehingga metakognisi perlu dikembangkan dalam hal bagaimana siswa diajarkan untuk mengaplikasikan sumber-sumber kognisinya dengan lebih baik melalui kontrol metakognisi (Roll dkk, 2007; Livingston, 1997; Urena dkk, 2008). Ayersman (1995) berpendapat bahwa kurangnya kesadaran siswa dalam menggunakan kognisinya, menghalangi siswa untuk mengerti mengapa mereka tetap tidak berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Peningkatan kemampuan metakognisi secara signifikan merupakan efek yang dihasilkan dari pembelajaran pada diri siswa, oleh karena itu perlu dipertimbangkan pembelajaran yang berpotensi untuk mengembangkan kemampuan metakognisi siswa.

Metakognisi muncul ketika seseorang memantau dan mengevaluasi kognisinya dalam suatu lingkungan pembelajaran berbasis masalah (Ayersman, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Urena dan Cooper (2008) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan metakognisi siswa. Kemampuan metakognisi yang diteliti oleh Urena dan Cooper


(9)

3

yaitu keterampilan metakognitif yang terdiri dari perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Perlakuan yang diterapkan memberikan kesempatan kepada siswa melatih keterampilan metakognitif untuk memecahkan suatu permasalahan. Keterampilan metakognitif diukur dengan menggunakan Metacognitive Activities Inventory (MCA-I). Selaras dengan hasil penelitian Urena, Pulmones (2007) menemukan hasil bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat memfasilitasi pengembangan keterampilan metakognitif siswa. Dengan demikian, keterampilam metakognitif dapat dikembangkan melalui pembelajaran berbasis masalah.

Menurut Wena (2009) belajar berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan. Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata, yang akrab dengan kehidupan sehari-hari para siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide yang penting dari materi pelajaran dan membangunnya ke dalam struktur kognitif. Salah satu karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah yaitu belajar dimulai dengan adanya suatu masalah (Baden, 2004). Selain itu, masalah harus relevan dengan materi pembelajaran yang sedang dipelajari dan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,


(10)

4

pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Tugas guru hanyalah membantu para peserta didik dalam merumuskan tugas-tugasnya, guru berfungsi sebagai fasilitator. Disinilah terjadinya pergeseran peran dari pembelajaran yang bersifat teacher centered ke pembelajaran yang bersifat student centered, peserta didik melakukan peran aktif dan bertanggung jawab dalam pembelajarannya.

Kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu materi kimia yang harus dipelajari oleh siswa SMA. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan mengandung pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual menyangkut keterkaitan banyak konsep, diantaranya konsep kesetimbangan kimia dan konsentrasi, sedangkan pengetahuan prosedural berkaitan dengan tahap-tahap atau urutan pekerjaan yang harus dilakukan, yang mana pada setiap tahap memerlukan konsep-konsep tertentu. Karakteristik dari materi ini sesuai dengan komponen keterampilan metakognitif siswa yang meliputi perencanaan, pemantauan dan evaluasi. Apabila siswa menggunakan keterampilan metakognitifnya dengan baik, maka siswa bisa memecahkan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengembangan keterampilan metakognitif siswa melalui pembelajaran berbasis masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pengajaran bidang kimia yang lebih baik lagi dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.


(11)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka secara umum dapat dirumuskan masalah penelitiannya yaitu “Bagaimanakah keterampilan metakognitif siswa yang dikembangkan melalui pembelajaran berbasis masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?”

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimanakah karakteristik pembelajaran berbasis masalah dalam mengembangkan keterampilan metakognitif siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?

b. Bagaimana penggunaan keterampilan metakognitif siswa dalam proses pemecahan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?

C. Pembatasan masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi agar penelitian lebih fokus dan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti. Pembatasan masalah pada penelitian yakni keterampilan metakognitif siswa yang merupakan salah satu komponen metakognisi. Keterampilan metakognitif yang diteliti terdiri dari keterampilan perencanaan, pemantauan dan evaluasi (Davidson, Deuseur dan Sternberg, 1995; Schraw dan Moshman, 2006). Keterampilan metakognitif ini dikembangkan melalui PBM pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan


(12)

6

D. Definisi Operasional

1. Metakognisi dapat diartikan sebagai kesadaran tentang bagaimana seseorang belajar; kesadaran ketika seseorang mengerti dan tidak mengerti; pengetahuan bagaimana menggunakan informasi yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan; kemampuan untuk menentukan kebutuhan kognitif pada tugas khusus; pengetahuan untuk menggunakan strategi-strategi untuk tujuan tertentu; dan penilaian suatu proses seseorang pada saat berlangsung dan setelah performanya (Gourgey dalam Urena, 2008).

2. Keterampilan metakognitif merupakan aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mengontrol kognisinya yang terdiri dari perencanaan, pemantauan dan evaluasi. Perencanaan merupakan perencanaan mengenai apa yang harus dipelajari, pemantauan yaitu pemantauan terhadap proses belajar yang sedang siswa lakukan, sedangkan evaluasi menyangkut evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut (Schraw dkk, 2006).

3. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang

menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata atau akrab dengan kehidupan sehari-hari para siswa, baik yang ada di dalam buku teks maupun sumber lain (Woods, 1996).


(13)

7

E. Tujuan penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan metakognitif siswa yang dikembangkan melalui PBM pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah.

1. Menganalisis karakteristik pembelajaran berbasis masalah dalam mengembangkan keterampilan metakognitif siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

2. Menganalisis penggunaan keterampilan metakognitif siswa dalam proses pemecahan masalah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

F. Manfaat penelitian

1. Memberikan masukan dan informasi kepada guru, tentang proses pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan metakognisi, khususnya keterampilan metakognitif siswa, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan prestasi belajar siswa.

2. Memberikan informasi bagi peneliti lain, sehingga diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan atau mengembangkan penelitian sejenis.


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Alur Penelitian

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah metode deskriptif. Data yang dihasilkan berupa deskripsi keterampilan metakognitif siswa yang dikembangkan melalui PBM dan penggunaan keterampilan metakognitif siswa dalam proses pemecahan masalah.

Penelitian ini meliputi beberapa tahapan, dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan analisis data. Seluruh tahapan tersebut tergambar pada gambar 3.1 alur penelitian di bawah ini.

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Penyusunan Rancangan Pembelajaran Studi Kepustakaan

Penyusunan, uji coba, revisi dan pengesahan tes

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah

Pengumpulan Data Analisis Data Perumusan Temuan Penarikan Kesimpulan


(15)

39

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri yang ada di Kabupaten Sumedang. Subjek penelitiannya adalah peserta didik kelas XI IPA-5 dengan jumlah peserta didik 30 orang.

C. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa metacognitive activities inventory (MCA-I), LKS, tes problem solving, dan pedoman wawancara.

1. MCA-I

MCA-I digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui keterampilan metakognitif siswa. MCA-I dikembangkan oleh Urena dan Cooper (2008), terdapat 27 item yang terdiri dari keterampilan perencanaan, pemantauan dan evaluasi. Penjelasan secara lengkap tentang MCA-I dapat dilihat pada BAB II.

2. Tes Problem Solving

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan tes tercantum di bawah ini.

a) Perencanaan, meliputi perumusan kompetensi yang akan diukur dalam format kisi-kisi tes.

b) Penulisan butir soal.

c) Penyuntingan, melengkapi instrumen dengan kunci jawaban. d) Pelaksanaan uji coba.


(16)

40

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus memenuhi persyaratan tes dengan memiliki nilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda yang sesuai dengan standar nilainya.

a. Analisis validitas butir soal tes

Validitas butir soal dari suatu tes merupakan ketepatan mengukur yang dimiliki oleh butir soal, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Sebuah soal dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan nilai validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk moment pearson ( Walpole, 1986)

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

n = Jumlah peserta tes

x = skor siswa pada tiap butir soal y = skor total

Interpretasi besarnya koefiien korelasi berdasarkan kriteria yang terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.1. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah


(17)

41

Suatu tes memiliki reliabilitas yang tinggi apabila tes tersebut memberikan hasil yang konsisten pada kelompok yang sama walaupun diteskan pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Untuk mengukur reliabilitas soal diperoleh dengan menggunakan rumus Spearman Brown.

Rumus Spearman Brown dapat dilihat di bawah ini.

1/21/2

2 / 21 / 1 11 1 2 r xr r   Keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen

r1/21/2 : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua

belahan instrument

Untuk hasil perhitungan koefisien reliabilitas diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P.Guilford (Suherman,2003).

Tabel 3.2. Kategori Reliabilitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,90 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi (baik)

0,40 < r11≤ 0,70 Cukup (sedang)

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah (kurang)

r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

c. Daya pembeda

Perhitungan daya pembeda pada setiap butir soal dapat digunakan rumus (Arikunto, 2007)

Keterangan :


(18)

42

BA = Jumlah siswa pada kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = Jumlah siswa pada kelompok bawah yang menjawab soal

dengan benar

JA = Jumlah seluruh siswa kelompok atas JB = Jumlah seluruh siswa kelompok bawah

Adapun klasifikasi daya pembeda yang dikemukakan oleh Arifin (2009) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3. Kategori Interpretasi Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < DP ≤ 0,20 Kurang

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

d. Analisis Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran dari tiap item soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran adalah :

JS B TK  Keterangan :

TK = Tingkat kesukaran

B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes ( Arikunto, 2007)

Tabel 3.4. Kategori Interpretasi Indeks Kesukaran

Batasan Kategori

TK ≤ 0,00 Terlalu sukar

0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang

0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah


(19)

43

3. Pedoman wawancara

Pedoman ini berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta responden untuk menjawabnya. Isi pertanyaan mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi, atau evaluasi responden berkenaan dengan dengan fokus masalah atau variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian.

D. Prosedur penelitian

Berdasarkan alur penelitian maka dilakukan langkah-langkah kegiatan penelitian sebagai berikut.

1. Tahap persiapan

a. Menyusun proposal penelitian b. Kajian pustaka.

c. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP). d. Membuat instrumen penelitian yaitu soal tes uraian dan LKS e. Uji coba, validasi dan realibilitas soal.

f. Mengurus surat perizinan untuk penelitian.

g. Menghubungi kepala sekolah dan guru kimia yang bersangkutan untuk meminta persetujuan tempat mengadakan penelitian.

h. Menentukan kelas yang akan dijadikan tempat penelitian sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan pada tahap pelaksanaan yaitu: a. Tahap orientasi


(20)

44

Tahap orientasi dilakukan sejak peneliti mulai memasuki lapangan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik sekolah yang akan diteliti.

b. Tahap eksplorasi

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian meliputi pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan tes dan MCA-I, serta wawancara.

3. Tahap akhir

a. Pengolahan dan analisis lebih lanjut data hasil penelitian. b. Perumusan kesimpulan dari hasil penelitian.

c. Penyusunan laporan penelitian.

E. Teknik Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif berupa narasi deskriptif, oleh karena itu analisis yang dilakukan berupa pemaparan secara rinci yang diikuti pemaknaan terhadap data yang dikumpulkan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengorganisasian data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

1. Pengorganisasian data

Pengorganisasian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan analisis pembelajaran di kelas, analisis MCA-I, tes problem solving, LKS serta wawancara berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini.


(21)

45

2. Penyajian data

Setelah mengorganisasi terhadap data yang dikumpulkan, peneliti menyajikan data tersebut dalam bentuk deskripsi berdasarkan aspek-aspek yang diteliti. Penyajian data ini akan digunakan sebagai bahan untuk menafsirkan dan menarik kesimpulan guna memberi makna terhadap data yang terkumpul.

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah menarik kesimpulan untuk memberi makna terhadap data yang dikumpulkan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini.


(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat dihasilkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan keterampilan metakognitifnya. Pengembangan keterampilan metakognitif ini berkaitan dengan pemberian masalah yang mengaktivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal lainnya yang berkontribusi dalam pengembangan keterampilan metakognitif siswa yaitu, dorongan pemecahan masalah yang memberi siswa kesempatan untuk mengontrol proses berpikirnya. Interaksi kolaboratif antar siswa dan peran guru sebagai fasilitator yang melatih keterampilan metakognitif siswa juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan metakognitif siswa.

2. Penggunaan keterampilan metakognitif membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Hal ini ditunjukkan dengan skor tes yang didapat oleh siswa yang selaras dengan tingkat keterampilan metakognitifnya. Siswa yang memiliki keterampilan metakognitif tinggi memperoleh skor tes yang tinggi, begitu juga dengan siswa yang memiliki keterampilan metakognitif rendah dan sedang mendapatkan skor tes yang sejalan dengan tingkat keterampilan metakognitifnya. Akan tetapi, terdapat juga keterampilan metakognitif siswa


(23)

100

yang tidak selaras dengan skor tesnya. Hal ini disebabkan oleh siswa menilai keterampilan metakognitifnya terlalu tinggi (overestimate).

B. SARAN

1. Pengembangan keterampilan metakognitif memerlukan peran aktif siswa dalam pembelajaran secara diskusi, negosiasi solusi dan membangun pengetahuannya untuk periode waktu tertentu. Oleh karena itu, guru harus menyediakan lingkungan pembelajaran yang bisa memberi kesempatan kepada siswa untuk merencanakan, memantau dan mengevaluasi tingkah lakunya. Jika aktivitas-aktivitas ini dilakukan secara konsisten dalam pembelajaran kimia, siswa dapat menggunakan keterampilan metakognitifnya menuju pembelajaran bermakna dan membentuk pembelajar yang mandiri.

2. Mengingat pentingnya peranan keterampilan metakognitif siswa dalam pemecahan masalah dan pemahaman materi, maka perlu adanya penilitian lanjutan. Hal yang menarik untuk diteliti adalah pengaruh dari penggunaan keterampilan metakognitif siswa terhadap pemahaman konsep siswa.


(24)

101

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Akinoglu, O dan Tandagon, R.O (2006). “The effects of problem-based active learning in science Education on Students Academic Achievement, attitude and concept learning”. Eurasia Journal of Mathematics and Technology education. 3, (1), 71-81.

Arifin, Zaenal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Alfabeta. Ayersman, D. J. (1995). “Effects of knowledge representation format and hypermedia

instruction on metacognitive accuracy”. Computers in Human Behavioi. 11, (3-4), 533-555.

.Barba, R.H. dan Rubba, P.A. (1992). Procedural task analysis: A tool for science education problem solving research. Sandiego: Department of Teacher Education.

Baden, M.S. & Major, C.H. (2004). Foundations of Problem-Based Learning. SHRE and Open University Press Imprint.

Coutinho, S. A. 2007. The Relationship Between Goals Metacognition and Academic Success. Tersedia: http://www.academicjournals.org/ERR [3 Agustus 2011] Dasna, I W. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia:

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasismasalah/ [4 Januari 2012].

Davis, E. A. (2003). Prompting middle school science students for productive

reflection: Generic and directed prompts. Tersedia: http:/

www.springerlink.com [20 April 2012].

Davidson, J. E., Deuser, R., & Sternberg, R. J. (1995). The role of metacognition in problem solving. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [19 Oktober 2011]. Depdiknas. (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum berbasis Kompetensi.

Jakarta: Dirjen Dikdasmen.


(25)

102

Gabel, D. (1999). “Improving Teaching and Learning through Chemistry Education Research: A Look to the Future”. Journal of Chemical Education. 76, (4), 548-554.

Herawati, Lisna. (2009). Pembelajaran Menggunakan Demonstrasi Interaktif untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Asam dan Basa.Tesis Magister Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

Johnson, R.A. (2005). Applied Multivariate Statstical Analysis. New Jersey: Prentice Hall.

Johnstone, A. H. (1991). Why is Science Difficult to Learn? Things are Seldom what They Seem. Journal of Computer Assisted Learning. 7, 75-83.

Livingston, J. (1997). Metacognition: An overview. Tersedia: http://www.gse.buffalo.edu [ 17 April 2011]

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal Physics. 70, (12), 1259-1286. Pulmones, R. (2009). “Learning Chemistry in Metacognitive Environment”. The

Asia-Pacific Education Researcher. 16, (2), 165-183 .

Rickey, D. dan Stacey, A.M. (2000). “The Role of Metacognition in Learning Chemistry”. Journal of Chemical Education. 77, (7), 915-920.

Ratnaningsih. (2008). Pengaruh Strategi Pembelajaran Inkuiri terhadap Kemampuan Berpikir, Keterampilan Metakognitif, dan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII di SMPN 2 Blitar Pada Kemampuan Akademik Berbeda. Tersedia: http://www.digilib.um.edu [ 20 Agustus 2011]

Roll, I dkk. (2007). Designing for Metacognition-Applying Cognitive Tutor Principles to the Tutoring of Help Seeking.

Schraw, G., Crippen, K.J., & Hartley, K. (2006). “Promoting self-regulation in science education: Metacognition as part of a broader perspective on learning”.


(26)

103

Schraw, G., & Moshman, D. (1995). “Metacognitive theories”. Educational Psychology Review. 7(4), 351-371.

Semiawan, C dkk. 1997. Pendekatan Ketrampilan Proses. Jakarta: Grasindo Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tan, S.O. (2003). Enhancing Thinking Through Problem-based Learning Approaches. Tersedia: http://www.Thomsonlearningasia.com. [20 Maret 2011] Thomas, G. P., & McRobbie, C. J. (2001). “Using a metaphor for learning to improve

students' metacognition in the chemistry classroom”. Journal of Research in Science Teaching, 38(2), 222-259.

Ureña, G dan Cooper, M.M. (2008). “Reliable Multi Method Assessment of Metacognition Use in Chemistry Problem Solving”. Chemistry Education Research and practice, 9, 18–24.

Ureña, G dan Cooper, M.M. (2008). Design and Validation of a Multimethod Assessment of Metacognition and Study of the Effectiveness of Metacognitive Interventions. Disertasi pada Clemson University. Tersedia http://www.umi-clemson.edu [13 Januari 2011].

Veenman, M.V.J., (2006). Metacognition and learning: conceptual and methodological considerations. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [19 Oktober 2011]

Walpole, R. (1986). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Bandung: ITB.

Wena, M.(2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara.

Woods, D.R. (1996). Problem-based Learning especially in the context of large classes. http://www.chemeng.mcmaster.ca/pbl.htm


(1)

45

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2. Penyajian data

Setelah mengorganisasi terhadap data yang dikumpulkan, peneliti menyajikan data tersebut dalam bentuk deskripsi berdasarkan aspek-aspek yang diteliti. Penyajian data ini akan digunakan sebagai bahan untuk menafsirkan dan menarik kesimpulan guna memberi makna terhadap data yang terkumpul.

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah menarik kesimpulan untuk memberi makna terhadap data yang dikumpulkan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini.


(2)

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat dihasilkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan keterampilan metakognitifnya. Pengembangan keterampilan metakognitif ini berkaitan dengan pemberian masalah yang mengaktivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal lainnya yang berkontribusi dalam pengembangan keterampilan metakognitif siswa yaitu, dorongan pemecahan masalah yang memberi siswa kesempatan untuk mengontrol proses berpikirnya. Interaksi kolaboratif antar siswa dan peran guru sebagai fasilitator yang melatih keterampilan metakognitif siswa juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan metakognitif siswa.

2. Penggunaan keterampilan metakognitif membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Hal ini ditunjukkan dengan skor tes yang didapat oleh siswa yang selaras dengan tingkat keterampilan metakognitifnya. Siswa yang memiliki keterampilan metakognitif tinggi memperoleh skor tes yang tinggi, begitu juga dengan siswa yang memiliki keterampilan metakognitif rendah dan sedang mendapatkan skor tes yang sejalan dengan tingkat keterampilan metakognitifnya. Akan tetapi, terdapat juga keterampilan metakognitif siswa


(3)

100

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

yang tidak selaras dengan skor tesnya. Hal ini disebabkan oleh siswa menilai keterampilan metakognitifnya terlalu tinggi (overestimate).

B. SARAN

1. Pengembangan keterampilan metakognitif memerlukan peran aktif siswa dalam pembelajaran secara diskusi, negosiasi solusi dan membangun pengetahuannya untuk periode waktu tertentu. Oleh karena itu, guru harus menyediakan lingkungan pembelajaran yang bisa memberi kesempatan kepada siswa untuk merencanakan, memantau dan mengevaluasi tingkah lakunya. Jika aktivitas-aktivitas ini dilakukan secara konsisten dalam pembelajaran kimia, siswa dapat menggunakan keterampilan metakognitifnya menuju pembelajaran bermakna dan membentuk pembelajar yang mandiri.

2. Mengingat pentingnya peranan keterampilan metakognitif siswa dalam pemecahan masalah dan pemahaman materi, maka perlu adanya penilitian lanjutan. Hal yang menarik untuk diteliti adalah pengaruh dari penggunaan keterampilan metakognitif siswa terhadap pemahaman konsep siswa.


(4)

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Akinoglu, O dan Tandagon, R.O (2006). “The effects of problem-based active learning in science Education on Students Academic Achievement, attitude and concept learning”. Eurasia Journal of Mathematics and Technology education. 3, (1), 71-81.

Arifin, Zaenal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Alfabeta. Ayersman, D. J. (1995). “Effects of knowledge representation format and hypermedia

instruction on metacognitive accuracy”. Computers in Human Behavioi. 11, (3-4), 533-555.

.Barba, R.H. dan Rubba, P.A. (1992). Procedural task analysis: A tool for science education problem solving research. Sandiego: Department of Teacher Education.

Baden, M.S. & Major, C.H. (2004). Foundations of Problem-Based Learning. SHRE and Open University Press Imprint.

Coutinho, S. A. 2007. The Relationship Between Goals Metacognition and Academic Success. Tersedia: http://www.academicjournals.org/ERR [3 Agustus 2011] Dasna, I W. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia:

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasismasalah/ [4 Januari 2012].

Davis, E. A. (2003). Prompting middle school science students for productive reflection: Generic and directed prompts. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [20 April 2012].

Davidson, J. E., Deuser, R., & Sternberg, R. J. (1995). The role of metacognition in problem solving. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [19 Oktober 2011]. Depdiknas. (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum berbasis Kompetensi.

Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Downing et al. (2008). Problem-based learning and the development of metacognition. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [19 Oktober 2011].


(5)

102

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Gabel, D. (1999). “Improving Teaching and Learning through Chemistry Education Research: A Look to the Future”. Journal of Chemical Education. 76, (4), 548-554.

Herawati, Lisna. (2009). Pembelajaran Menggunakan Demonstrasi Interaktif untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Asam dan Basa.Tesis Magister Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

Johnson, R.A. (2005). Applied Multivariate Statstical Analysis. New Jersey: Prentice Hall.

Johnstone, A. H. (1991). Why is Science Difficult to Learn? Things are Seldom what They Seem. Journal of Computer Assisted Learning. 7, 75-83.

Livingston, J. (1997). Metacognition: An overview. Tersedia: http://www.gse.buffalo.edu [ 17 April 2011]

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal Physics. 70, (12), 1259-1286. Pulmones, R. (2009). “Learning Chemistry in Metacognitive Environment”. The

Asia-Pacific Education Researcher. 16, (2), 165-183 .

Rickey, D. dan Stacey, A.M. (2000). “The Role of Metacognition in Learning Chemistry”. Journal of Chemical Education. 77, (7), 915-920.

Ratnaningsih. (2008). Pengaruh Strategi Pembelajaran Inkuiri terhadap Kemampuan Berpikir, Keterampilan Metakognitif, dan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII di SMPN 2 Blitar Pada Kemampuan Akademik Berbeda. Tersedia: http://www.digilib.um.edu [ 20 Agustus 2011]

Roll, I dkk. (2007). Designing for Metacognition-Applying Cognitive Tutor Principles to the Tutoring of Help Seeking.

Schraw, G., Crippen, K.J., & Hartley, K. (2006). “Promoting self-regulation in science education: Metacognition as part of a broader perspective on learning”. Research in Science Education. 36, 111-139.


(6)

Lukman Nulhakim, 2013

Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Schraw, G., & Moshman, D. (1995). “Metacognitive theories”. Educational Psychology Review. 7(4), 351-371.

Semiawan, C dkk. 1997. Pendekatan Ketrampilan Proses. Jakarta: Grasindo Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tan, S.O. (2003). Enhancing Thinking Through Problem-based Learning Approaches. Tersedia: http://www.Thomsonlearningasia.com. [20 Maret 2011] Thomas, G. P., & McRobbie, C. J. (2001). “Using a metaphor for learning to improve

students' metacognition in the chemistry classroom”. Journal of Research in Science Teaching, 38(2), 222-259.

Ureña, G dan Cooper, M.M. (2008). “Reliable Multi Method Assessment of Metacognition Use in Chemistry Problem Solving”. Chemistry Education Research and practice, 9, 18–24.

Ureña, G dan Cooper, M.M. (2008). Design and Validation of a Multimethod Assessment of Metacognition and Study of the Effectiveness of Metacognitive Interventions. Disertasi pada Clemson University. Tersedia http://www.umi-clemson.edu [13 Januari 2011].

Veenman, M.V.J., (2006). Metacognition and learning: conceptual and methodological considerations. Tersedia: http:/ www.springerlink.com [19 Oktober 2011]

Walpole, R. (1986). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Bandung: ITB.

Wena, M.(2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara.

Woods, D.R. (1996). Problem-based Learning especially in the context of large classes. http://www.chemeng.mcmaster.ca/pbl.htm