IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

(1)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

(Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

Oleh

ANGGA RINZANI

Merebaknya masalah-masalah kesehatan yang timbul di tengah masyarakat menuntut Desa Sungai Langka harus sigap dalam penanggulangan masalah kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang dihadapi Desa Sungkai Langka adalah menurunnya angka harapan hidup, kurangnya pengetahuan terhadap ASI ekslusif, masalah perbaikan gizi balita yang buruk, kurangnya pengelolaan saluran air bersih dan saluran pembuangan air limbah serta masalah penyakit-penyakit lama yang mucul kembali seperti diare, TBC dan demam berdarah. Berdasarkan hal tersebut, Desa Sungai Langka melaksanakan program desa siaga yang berlandaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan No.564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Desa Sungai Langka dan untuk mengetahui kendala-kendala dalam implementasi kebijakan serta upaya


(2)

mengatasinya. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif dengan analisis kualitatif dari model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Desa Sungai Langka telah berjalan, sekalipun masih ditemukan kendala keterbatasan sumber dana dan fasilitas serta sikap anggota FKMD yang kurang aktif.


(3)

ABSTRACT

POLICY IMPLEMENTATION DESA SIAGA PROGRAM IN ENHANCING SOCIETY’S HEALTH

(Study in Sungai Langka Village at Gedong Tataan Pesawaran District)

By

ANGGA RINZANI

The widespread of health problems that arise in Sungai Langka Village society must be prepared in response health problems. The health problems faced by the Sungai Langka Village are the decrease of the life expectancy, the lack of knowledge of exclusive breastfeeding, the infant nutrition problem, the baby’s weighing down problem, the lack of clean water management, and the waste water drainage, as well as the appearance problems of the previous diseases like diarrhea, tuberculosis, and dengue fever. Based on those problems, the Sungai Langka village runs the program “Desa Siaga” according to the Minister of Health Decree No.564 Year 2006 which tells about the “Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga”.

The purposes of this study are to determine the Implementation of “Desa Siaga” Policies Program in Health Improvement of the society in the Sungai Langka Village and to improve the constraints in the policies implementation with efforts


(4)

to overcome them. The research method that is used is descriptive with qualitative analysis of Van Meter and van Horn’s policies implementation.

The results showed that the Implementation Desa Siaga Policy Program in the improvement of Public Health in Sungai Langka Village has been running through the obstacles like in financial resources and facilities problem, and the attitudes of FKMD members who are less active.


(5)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe penelitian deskriptif dengan menginterpretasikan data kualitatif. Menurut Ronny Kountur (2003:105), penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003:63-64).

Saifuddin Azwar (1997:5) penelitian dengan metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa metode kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini sangat tepat karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga serta mengetahui Tingkat


(6)

Keberhasilan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus penelitian ini memegang peranan yang sangat penting dalam memandu dan mengarahkan jalannya suatu penelitian. Fokus penelitian sangat membantu seorang peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya volume data yang masuk, termasuk juga yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian. Fokus memberikan batas dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga peneliti fokus memahami masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Moleong (2005:92) penetapan fokus sebagai penelitian penting artinya dalam usaha menentukan batas penelitian.

Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis dengan menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn, karena keenam variabelnya beroperasi secara stimulant dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam hal ini, peneliti ingin melihat peran keenam faktor tersebut dalam Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka sebagai berikut:

1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan Indikatorya:

a. Ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan yang ada dengan kenyataan.


(7)

b. Indikator keberhasilan program Desa Siaga (input, proses dan output) di Desa Sungai Langka.

2. Sumber-sumber kebijakan: a. Ketersediaan Dana

b. SDM (Sumber Daya Manusia) c. Fasilititas yang disediakan

3. Karakterisirik atau sifat badan/instansi pelaksana a. Puskesmas Induk Kecamatan Gedong Tataan

b. FKMD (Forum Kesehatan Masyarakat Desa) dan Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) desa Sungai Langka selaku instansi pelaksana utama program desa siaga di desa Sungai Langka c. Pemerintah Desa Sungai Langka

4. Komunikasi antara organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, indikatornya:

a. Transmisi (penyampaian) program dan informasi standard dan tujuan kebijakan kepada para pelaksana dan pengguna kebijakan b. Kejelasan penyampaian program dan informasi tentang pelaksanaan implementasi kebijakan program desa siaga di desa Sungai Langka

5. Disposisi (kecenderungan) Pelaksana, meliputi:

a. Pengetahuan dan pemahaman pelaksana terhadap implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka

b. Sikap pelaksana terhadap implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka


(8)

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

a. Pengaruh implementasi kebijakan terhadap kondisi sosial yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat desa dan pengaruh implementasi kebijakan terhadap lingkungan ekonomi desa. b. Dukungan Publik terhadap kebijakan

7. Kendala-kendala dalam implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka dan upaya-upaya untuk mengatasinya.

C. Lokasi Penelitian

Lexy J. Moleong (2004: 86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian cara baik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substatif dan menjajaki lapangan mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan prakti, seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan cara sengaja (pusposive) yaitu Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran karena adanya informasi dari masyarakat setempat serta media-media informasi yang menyatakan bahwa adanya program baru dari pemerintah tentang pemberdayaan kesehatan masyarakat secara mandiri yang diejawantahkan melalui program desa siaga untuk mewujudkan masyarakat sehat, desa sehat dan Indonesia sehat.


(9)

Dalam pelaksanaan program desa siaga, Kecamatan Gedong Tataan Memiliki 2 (dua) Desa yang telah melaksanakan program desa siaga, yaitu Desa Sungai Langka dan Desa Kebagusan. Desa Kebagusan telah memiliki kemampuan dan sumber daya yang baik dalam pelaksanaannya, hingga satu tahun terakhir Desa Kebagusan telah memiliki 2 (dua) Pos Kesehatan Desa sebagai unit pertolongan pertama, sementara Desa Sungai Langka masih memiliki beberapa kendala yang harus diatasi, di samping Desa Sungai Langka juga memliki pertimbangan kemampuan dan potensi desa serta potensi swadaya masyarakat yang dinilai mampu melaksanakan program desa siaga.

(Sumber: wawancara pra riset dengan Dr. Harry Topan selaku Kepala Puskesmas Induk pada tanggal 14 Desember 2009 di Puskesmas Induk).

D. Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2005:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah benda, hal, atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acuan peneliti untuk melakukan analisis data. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan fokus penelitian.

Secara umum data penelitian dibagi kepada 2 (dua) jenis, yakni: 1. Data Primer

Dalam penelitian ini, data primer didapatkan melalui wawancara langsung dengan informan yang ditentukan dari keterkaitan informan tersebut


(10)

dengan masalah penelitian. Wawancana juga dilakukan melalui panduan wawancara. Informan-informan berasal dari unsur pelaksana kebijakan serta beberapa orang yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program desa siaga. Data-data primer ini merupakan unit analisis utama dalam kegiatan analisis data.

2. Data sekunder merupakan data yang melengkapi informasi yang didapat dari sumber data primer berupa:

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

4. Catatan-catatan berupa notulensi rapat atau musyawarah desa, laporan kegiatan desa, monografi desa, referensi dan buku-buku.

5. Artikel-artikel yang didapat dari surat kabar, majalah, website, dan sebagainya.

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data ini dibantu dengan menggunakan instrumen penelitian, antara lain :

1. Peneliti, yaitu dengan menggunakan alat panca indera. Melakukan pengamatan dan pencatatan secara seksama terhadap fenomena yang terjadi di lokasi penelitian, sebagaimana disampaikan oleh Moleong maka instrumen dari penelitian ini adalah manusia.


(11)

2. Perangkat penunjang lainnya seperti panduan wawancara, catatan-catatan dan alat bantu perekam, kamera, buku, dan juga pulpen.

F. Penentuan Informan

Menurut Sparadley dan Faisal (1990:78) agar lebih terbukti perolehan informasinya, maka ia mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan informan. Berdasarkan kriteria tersebut, pada penelitian ini informan yang dipilih adalah mereka-mereka yang dipandang cukup untuk memahami implementasi program desa siaga di Desa Sungai Langka. Dalam hal ini penentuan sumber informan dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Adapun sumber informasi dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Sekretaris Desa Pemerintah Desa Sungai Langka.

2. Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra) Pemerintah Desa Sungai Langka.

3. Kepala Puskesmas Induk Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

4. Kepala Bagian Promosi Kesehatan (Promkes) Puskesmas Induk Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

5. Ketua Forum Kesehatan Masyarakat Desa (FKMD) Desa Sungai Langka selaku unit pelaksana utama program desa siaga di Desa Sugai Langka. 6. 1 (satu) orang Petugas Poskesdes (Bidan Desa) Desa Sungai Langka. 7. 5 (lima) orang masyarakat desa, mewakili pihak penerima kebijakan yang


(12)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Burhan Bungin (2003:13) mengartikan wawancara sebagai proses percakapan dengan maksud merekonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan panduan wawancara serta catatan-catatan wawancara terbuka dan wawancara tak berstruktur. Wawancara terbuka adalah wawancara yang dilakukan terhadap subyek atau narasumber yang telah mengetahui makna dan tujuan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara tidak berstruktur merupakan wawancara yang pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu dengan kata lain sangat tergantung dengan keadaan atau subyek.

Kegiatan wawancara dilakukan dibeberapa tempat yang ditentukan oleh informan. Wawancara dengan pihak Puskesmas Induk dilakukan di Puskesmas Induk Bernung. Wawancara dengan pihak Pemerintah Desa dilakukan di Balai Desa Sungai Langka. Wawancara dengan pihak FKMD dan masyarakat desa dilakukan di Poskesdes.


(13)

Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu memberitahukan kepada subyek maksud dan tujuan dari wawancara dan menggunakan pertanyaan bebas sesuai dengan tema wawancara yang telah ditetapkan. Dengan teknik wawancara seperti ini peneliti bebas mendapatkan jawaban yang berbeda dan berdasarkan analisis masing-masing subyek sehingga data yang dihasilkan menjadi beragam.

2. Observasi

Teknik observasi berguna untuk menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi, dimaksudkan sebagai pengumpulan data selektif sesuai dengan pandangan peneliti. Selain itu terdapat data yang tidak dapat ditanyakan kepada informan, ada di antaranya membutuhkan pengamatan secara langsung oleh peneliti.

Beberapa item yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu keadaan tempat sosial, politik, ekonomi dan kesehatan yang berlangsung di Desa Sungai Langka, benda peralatan, perlengkapan, termasuk penggunaannya, fenomena yang terjadi di lokasi penelitian; para pelaku, termasuk status, jenis kelamin, usia dan sebagainya, mengamati upaya-upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat seperti posyandu dan warung obat, mengamati kondisi Poskesdes serta kendala-kendala yang dihadapi, kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung saat penelitian, tindakan-tindakan, serta waktu berlangsungnya peristiwa.


(14)

Penulis juga melakukan observasi terhadap pelaksanaan koordinasi dan komunikasi serta penyampaian badan instansi terkait yaitu Puskesmas Induk Bernung, Pemerintah Desa, FKMD dan masyarakat desa terhadap impelemntasi kebijakan serta pengamatan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Poskesdes dan gejala-gejala penyakit yang sedang mewabah dan dialami Desa Sungai Langka.

Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan selama proses turun lapangan. Dalam proses observasi, peneliti terjun langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang akurat mengenai permasalahan yang terjadi.

3. Dokumentasi

Menurut Burhan Bungin (2003), yang dimaksud dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan interprestasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.

Teknik dokumentasi ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data yang bersifat tertulis baik berupa dokumen, arsip, buku, maupun literatur tertulis lainnya yang selaras serta mendukung penyelesaian penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Undang-undang RI


(15)

Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Catatan-catatan berupa notulensi rapat atau musyawarah desa, laporan kegiatan desa yang behubungan dengan program desa siaga, memory desa, profil desa, referensi dan buku-buku, Artikel-artikel yang didapat dari surat kabar, majalah, website, dan sebagainya.

H. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh dari lapangan terkumpul, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah mengolah data tersebut. Teknik pengolahan data menurut Efendi, Tukiran dan Sucipto (dalam Singarimbun, 1995: 240) terdiri dari: 1. Editing, adalah kegiatan dalam penelitian yang dilaksanakan dengan

menentukan kembali daya yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat untuk segera dipersiapkan pada proses selanjutnya. Dalam proses ini, peneliti mengolah data hasil wawancara dengan disesuaikan pada pertanyaan-pertannyaan pada fokus pedoman wawancara dan memilah serta menentukan data-data yang diperlukan untuk penulisan. Mengolah kegiatan observasi yaitu peneliti mengumpulkan data-data yang menarik dari hasil pengamatan sehingga dapat ditampilkan dengan baik. 2. Interpretasi data, pada tahapan ini data penelitian yang telah

dideskripsikan baik melalui narasi maupun tabel selanjutnya diinterprestasikan sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil penelitian. Interpretasi penulisan juga dilakukan peneliti dalam


(16)

menampilkan data yang diperoleh dari cerita-cerita yang bersifat rahasia, peneliti memilih kata-kata terbaik sehingga tidak menimbulkan kesan yang dapat merugikan banyak pihak. Hasil penelitian dijabarkan dengan lengkap pada lampiran. Lampiran penulisan juga ditentukan agar relevan dengan hasil penelitian.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan prosedur reduksi data, display (penyajian data), dan menarik kesimpulan (verifikasi). Proses tersebut dijabarkan menurut Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman (1992:17) yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Dalam hal ini peneliti melakukan reduksi data dimulai pada saat pra riset yakni wawancara yang tidak berstruktur selanjutnya dilakukan pencatatan dan mengolah data-data yang harus ditampilkan dan membuang data-data yang tidak diperlukan sehingga peneliti dapat menjelaskan dan memahami latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Reduksi data kemudian dilakukan pada hasil wawancara


(17)

dengan informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas dan memahami tentang program desa siaga di Desa Sungai Langka, data dari hasil wawancara terstruktur dan tidak terstruktur kemudian dipilah agar dapat ditampilkan dengan baik selanjutnya peneliti melakukan reduksi data kembali pada saat pembahasan dan hasil.

2. Display (Penyajian Data)

Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data-data yang ada dikelompokkan pada bagian atau sub bagian masing-masing. Data yang disajikan disesuaikan dengan informasi yang didapat dari catatan tertulis di lapangan. Misal data-data yang mendukung penelitian dari hasil yang ada di lapangan yang didapat dengan melakukan wawancara dan dokumentasi.

Di dalam penelitian ini, data-data yang dianggap penting dicantumkan sebagian pada hasil penelitian yang kemudian dianalisis menggunakan teori yang ditentukan sehingga dalam penyajian data memperoleh kesesuaian yang relevan dan dapat diterima dengan logika, kemudian dalam penyajian data peneliti juga tetap mengacu pada panduan penulisan karya ilmiah dengan memperhatikan ejaan bahasa yang disempurnakan dan redaksional penulisan sehingga mempermudah pembaca memahami penyajian data dan tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda dari berbagai pihak. Sedangkan secara lengkap hasil penelitian di lampirkan pada lampiran.


(18)

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan dalam studi implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka, dilakukan peneliti dengan menjelaskan dan memaparkan terlebih dahulu hasil penelitian kemudian dianalisis dengan teori yang telah ditentukan, selanjutnya ditarik kesimpulan berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi dengan kesesuaian teori yang digunakan. Kemudian kesimpulan dijelaskan secara interpretatif oleh peneliti dengan pemahaman peneliti terhadap hasil penelitian dan analisis yang ditampilkan.

Menarik kesimpulan yang benar atau verifikasi hanyalah sebagian dari satu kegiatan dalam konfigurasi yang utuh. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Sebuah kenyataan ganda yang terdapat di lapangan memungkinkan untuk terjadi. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan untuk dapat menarik kesimpulan yang benar-benar utuh dan dapat diperkaya dengan melihat pada realita yang terjadi.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan

1. Implementasi Kebijakan

Webster dalam Wahab (1997) implementasi kebijakan dirumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Jika pandangan ini ditelaah, maka implementasi dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.

Implementasi kebijakan publik menurut pendapat Anderson dalam Hariyoso (2002:143) esensinya berkaitan dengan aktivitas fungsional penyelenggaraan tujuan publik sehingga betul-betul mengena pada sasaran. Sedangkan menurut Griendle dalam Hariyoso (2002:148) mengatakan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan aktivitas dan pilihan yang rumit karena mempunyai cakupan cakrawala politis dan administratif.

Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi sesudah suatu program itu


(20)

dirumuskan, yaitu peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha-usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu kepada masyarakat.

Berdasarkan pandangan beberapa para ahli mengenai implementasi kebijakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam implemetasi suatu kebijakan tidak hanya menyoroti perilaku dari lembaga-lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggung jawab atas suatu program berikut pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku berbagai pihak yang terlibat dalam program, dan yang pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan terhadap program tersebut.

2. Model Implementasi Kebijakan

Para ahli kebijakan juga mengajukan beberapa model implementasi kebijakan untuk keperluan penelitian maupun analisis. Model-model yang digunakan untuk menganalisis permasalahan kebijaksanaan yang semakin kompleks. Untuk itu diperlukan teori yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang menjadi fokus analisis. Sebenarnya banyak model-model yang diajukan oleh para ahli namun disini hanya dijelaskan sedikit tentang model-model yang cenderung baru dan banyak


(21)

mempengaruhi pelbagai pikiran dan tulisan para ahli. Model-model tersebut antara lain:

a. Model Implementasi menurut Brian W Hogwood dan Lewis A Gunn

Model ini kerapkali oleh para ahli disebut sebagai the top down approach. Pada model ini menjabarkan bahwa untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah :

a) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala serius.

b) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang cukup memadai.

c) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

d) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausalitas yang handal.

e) Hubungan kausalitas bersifat langsung, hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

f) Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

g) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang

tepat.


(22)

j) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

b. Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul A Sabatier Model ini disebut juga dengan A Frame Work for Implementation Analysis (Kerangka Analisis Implementasi). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.

Wahab (1997:81) mengklasifikasikan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:

a) Mudah tidaknya masalah yang akan digarap atau dikendalikan. b) Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstruktur

secara tepat proses implementasinya.

c) Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

c. Model Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn

Model ini sering disebut sebagai A Model of the policy Implementation process (Model Implementasi Kebijaksanaan). Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn dalam


(23)

teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijaksanaan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja (Performance).

kedua ahli tersebut mengemukakan bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijakan prestasi kerja dipisahkan oleh jumlah variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan dalam Wahab (2004). Variabel-variabel tersebut adalah:

a) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan. Kebijakan secara menyeluruh, di samping itu ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah.

b) Sumber-sumber kebijakan.

Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.

c) Karakteristik atau sifat badan/instansi pelaksana.

Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana, maka pembahasan ini tidak bisa lepas dari struktur birokrasi yang


(24)

mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar.

d) Komunikasi antara organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan.

Menurut Van Meter dan Van Horn, prospek-prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan tersebut.

e) Disposisi.

Disposisi dalam implementasi kebijakan publik diartikan sebagai kecenderungan, keinginan atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan terhadap tiga macam elemen yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan para pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan.

f) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, karaktersitik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.


(25)

Variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik formal maupun informal, sedangkan komunikasi antar organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya, pusat perhatian pada sikap para pelaksana mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan.

Berdasarkan ketiga model implementasi di atas, maka model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Van Horn dan Van Meter (model implementasi kebijakan) dikarenakan keenam variabelnya beroperasi secara stimulant dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam hal ini peneliti ingin melihat peran keenam faktor dari implementasi kebijakan Van Horn dan Van Meter (model implementasi kebijakan) dalam Program Desa Siaga Di Desa Sungai Langka.

B. Tinjauan Tentang Program

Menurut Darwanto S. S (1992: 19) program adalah suatu tampilan yang dibuat dalam suatu acara agar acara tersebut dapat menarik para pendengar. Sedangkan menurut Sumar dalam Saleha (2005: 26) program didefinisikan sebagai


(26)

usaha-usaha jangka panjang yang mempunyai tujuan pada meningkatnya pembangunan pada suatu sector tertentu untuk mencapai beberapa proyek. Program juga dapat dipahami sebagai kegiatan sosial yang teratur mempunyai tujuan yang jelas dan khusus serta dibatasi atas proyek-proyek pembangunan.

Menurut Suci Rahayu Ningrum (2009: 23) program adalah suatu sajian yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan pembangunan dalam beberapa sector pembangunan.

Berdasarkan berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu sajian atau tampilan mengenai kegiatan sosial yang teratur dan mempunyai tujuan yang jelas dan khusus dalam rangka meningkatkan pembangunan dalam sektor pembangunan tertentu.

C. Tinjauan Tentang Desa

Desa menurut Kansil (1983: 80) adalah suatu daerah kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan suatu pemerintahan sendiri.

Pengertian desa menurut P.J Bourman seperti dikutip Nyoman Beratha (1982: 26-27):

“Salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semua saling mengenal, kebanyakan termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hokum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu


(27)

terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah soasial”.

Selanjutnya menurut Pasal 1 Bab I Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, disebutkan bahwa:

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan adat istiadat setempat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada dalam daerah kabupaten.

D. Tinjauan Tentang Kesehatan

Pengertian kesehatan dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Dalam pasal 10 dan 11 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan


(28)

(rchabilitatif) yang dilaksanakan secara menycluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dilakukan melalui:

1. Kesehatan keluarga 2. Perbaikan gizi

3. Pengamanan makanan dan minuman 4. Kesehatan lingkungan

5. Kesehatan kerja 6. Kesehatan jiwa

7. Pemberantasan penyakit

8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan 9. Penyuluhan kesehatan masyarakat

10.Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan; 11.Pengamanan zat adiktif

12.Kesehatan sekolah 13.Kesehatan olahraga 14.Pengobatan tradisional 15.Kesehatan matra

Selanjutnya sumber daya kesehatan yang diatur dalam pasal 49 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi:

1. Tenaga kesehatan 2. Sarana kesehatan


(29)

3. Perbekalan kesehatan 4. Pembiayaan kesehatan 5. Pengelolaan kesehatan

6. Penelitian dan pengembangan kesehatan

Pasal 74 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 mengatur tentang Pembinaan diarahkan untuk:

1. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal

2. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau olch seluruh lapisan masyarakat

3. Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan

4. Memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan

5. Meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan

E. Tinjauan Tentang Desa Siaga Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga

Pengertian Desa Siaga menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga adalah Desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk


(30)

mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan) secara mandiri.

1. Tujuan Desa Siaga a. Tujuan Umum:

Terwujudnya Desa dengan masyarakat yang sehat, peduli dan tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) di desanya.

b. Tujuan Khusus:

1) Meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan

- Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

- Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

- Meningkatnya ksehatan lingkungan di desa

- Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan

- meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

(Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa).


(31)

2. Sasaran Desa Siaga

- Semua individu dan keluarga, yang diharapkan mampu hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di desanya - Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu

dan keluarga seperti tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kader, dll - Pihak-pihak yang diharapkan bisa memberikan dukungan kebijakan,

dana, tenaga, sarana dan lain sebagainya seperti camat, kades, pejabat terkait, swasta, para donatur dan pihak lain yang berkepentingan. (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa).

3. Indikator Keberhasilan Pengembangan Desa Siaga a. Indikator Masukan (input):

- Ada atau tidaknya forum masyarakat desa (FMD)

- Ada atau tidaknya pos kesehatan desa (Poskesdes) dan sasarannya - Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan)

- Ada atau tidaknya upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) lain

b. Indikator Proses:

- Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa - Berfungsi atau tidaknya poskesdes


(32)

- Berfungsi atau tidaknya system kesiapsiagaan dan penaggulangan kegawatdaruratan dan bencana

- Berfungsi atau tidaknya system surveilans (pengamatan dan pelaporan)

- Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk keluarga sadar gizi (kadarzi) dan perilaku hidup bersih (PHBS) oleh petugas poskesdes dan atau kader.

c. Indikator Keluaran (Output):

- Cakupan pelayanan kesehatan pos kesehatan desa

- Cakupan pelayanan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang ada

- Jumlah kasus kegawatdaruratan dan kejadian luar biasa (KLB) yang dilaporkan dan diatasi

- Cakupan rumah tangga yang mendapatkan kunjungan rumah untuk keluarga sadar gizi (kadarzi) dan perilaku hidup bersih (PHBS) (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa).

Disimpulkan bahwa ketiga indikator yang meliputi masukan (input), proses dan keluaran (output) tersebut akan digunakan peneliti untuk melihat keberhasilan implementasi kebijakan program desa siaga karena termasuk dalam ukuran-ukuran dasar dan tujuan dari model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn.


(33)

F. Kerangka Pikir

Masalah-masalah kesehatan dan bencana yang terjadi akhir-akhir ini diasumsikan karena dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor risiko secara dini. Disamping itu kurangnya pendampingan dari pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).

Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan KepMenKes Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, maka pemerintah memberlakukan kebijakan program desa siaga guna meningkatkan kemandirian masyarakat dalam hal kesehatan. Menyikapi kebijakan tersebut Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran telah melaksanakan Desa Siaga sejak 16 oktober 2008.

Beragamnya permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia pada umumnya juga terdapat pada desa-desa lain yang sedang dalam pelaksanaan program desa siaga dalam hal ini adalah Desa Sungai Langka pada khususnya. Identifikasi permasalahan kesehatan awal pada Desa Sungai Langka meliputi:


(34)

1. ASI ekslusif

2. Saluran pembuangan air limbah 3. Penimbangan bayi tidak naik

(Sumber: Laporan Kegiatan Survei Mawas Diri Desa Sungai langka Dalam Rangka Gerakan Menuju Desa Sehat (GDMS) tahun 2008).

Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga di Desa Sungai Langka dikembangkan dari Pedoman Pelaksanaan yang diterbitkan Departemen Kesehatan dan merupakan panduan bagi petugas lapangan di kabupaten untuk menyiapkan pengembangan Desa Siaga. Beragamnya kondisi sumberdaya lapangan, tentunya akan membutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang dapat dilakukan, sepanjang berakar pada prinsip pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan desa yang nyaman dalam menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Siaga terhadap kemungkinan bencana dan kegawatdaruratan. Disamping itu, dengan adanya program tersebut diharapkan akan meningkatkan fungsi pemahaman masyarakat awam tentang pentingnya kesehatan dan cara penanggulanan berbagai gejala penyakit ringan.

Dalam pelaksanaan implementasinya, Desa Sungai Langka mengahadapi beberapa kendala, seperti:

1. Dana bantuan operasional, sampai saat ini dana bantuan operasional hanya diperoleh dari Dinas Kesehatan yang disalurkan melalui Puskesmas induk yang kemudian dikelola oleh Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), sedangkan pemerintah desa selaku pelaksana otonomi desa sampai saat ini belum memberikan dana batuan operasional dan belum memasukkan dana


(35)

alokasi pelaksanaan program desa siaga dalam APBDes, menurut Sekretaris Desa Bapak Erwan Sukijo, S.P:

“pemerintah desa hingga saat ini hanya melaksanakan fungsi kontrol serta membantu memfasilitasi sosialisasi kesehatan kepada masyarakat saja, pemerintah desa belum memasukkan anggaran untuk program ini dalam APBDes, dana operasional yang diperoleh adalah murni swadaya masyarakat dengan dibantu DAK APBD yang disalurkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten, untuk selanjutnya pemerintah desa akan melakukan musyawarah untuk memberikan bantuan perasional mengingat program ini telah berjalan 1 tahun sejak tahun 2008”.

(Sumber: wawancara pra riset dengan Sekretaris Desa pada tanggal 4 November 2009 di Balai Desa).

2. Fasilitas penunjang kinerja petugas Poskesdes berupa kendaraan bermotor sekaligus diperlukan untuk mengantar pasien desa dalam keadaan darurat, peralatan medis yang masih sangat sederhana dan belum lengkap, dan kendala sakuran air belum ada di Poskesdes menyebabkan para petugas menumpang air kepada rumah-rumah penduduk yang dekat dengan poskesdes.

(sumber: wawancara pra riset dengan Bidan Reni selaku petugas poskesdes pada tanggal 4 November 2009 di poskesdes).

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, maka pada penelitian ini peneliti mencoba menganalisis fenomena yang ada di Desa Sungai Langka dengan menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn, dikarenkan keenam variabelnya beroperasi secara stimulant dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam hal ini peneliti ingin melihat peran keenam faktor dari implementasi kebijakan Van Horn dan Van Meter (model implementasi kebijakan) dalam Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Di Desa Sungai Langka.


(36)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Implementasi Kebijakan

Program Desa Siaga Di Desa Sungai Langka:

FKMD Puskesmas Induk Pemerintah Desa

Indikator Implementasi Kebijakan dengan menggunakan Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan

Van Horn:

1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan 3. Karakterisirik atau sifat

badan/instansi pelaksana 4. Komunikasi antara organisasi

terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Disposisi (Kecenderungan) 6. Lingkungan ekonomi, sosial dan

politik


(37)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti berkesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka telah berjalan cukup baik, meskipun dalam pelaksanaannya peran keenam indikator yang diajukan oleh model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn belum sepenuhnya dapat terimplementasi secara maksimal karena masih terdapat kendala-kendala dalam tiga indikator lainnya seperti:

1. Sumber dana yang masih belum memadai. 2. Fasilitas yang kurang memadai.

3. Sikap anggota FKMD yang cenderung kurang aktif.

B. Saran

Mengacu pada simpulan yang telah dipaparkan, maka dapat diajukan beberapa saran yang dianggap perlu dan berguna, yaitu sebagai berikut :

1. Memenuhi sember dana yang memadai. Hal tersebut dapat dilakukan melalui:

a) Kerjasama Pemerintah Desa dengan berbagai pihak-pihak yang tidak mengikat agar dapat menggalang dana untuk membantu


(38)

sumber-sumber dana yang dibutuhkan oleh FKMD dan Poskesdes agar pengelolaan organisasi dapat berjalan dengan baik.

b) Pemerintah Desa selaku pelaksana otonomi Desa Sungai Langka juga dapat memasukkan anggaran dana dalam APBDes untuk membantu pelaksanaan dan pengelolaan program desa siaga di Desa Sungai Langka.

2. Melakukan pengadaan fasilitas yang memadai agar pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui peninjauan dan evaluasi secara detail oleh Pemerintah Desa tentang kekurangan-kekurangan yang sangat dibutuhkan oleh Poskesdes.

3. Pemerintah Desa agar dapat meningkatkan fungsi-fungsi pemahaman anggota FKMD agar kembali menjalankan tugas dan fungsinya secara aktif dengan memahami kondisi dan lingkungan yang ada.Hal ini dapat dilakukan melalui:

a) Pelimpahan dana program Desa Siaga oleh FKMD. Dana yang sekarang diolah oleh Puskesmas Induk seharusnya diberikan atau diolah langsung oleh FKMD sehingga FKMD dapat berjalan aktif seiring dengan pengolahan dana program.

b) Poskesdes diharapkan dapat merealisasi model pelayanan Puskesmas ditingkat desa seperti pengobatan gratis dan adanya insentif bidan serta kader.


(39)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu perlu upaya pemberdayaan masyarakat. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.


(40)

Berikut beberapa kondisi umum masalah-masalah kesehatan yang dihadapi pemerintah adalah:

1. Di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, berdasarkan laporan pihak Biro Pusat Statistik (BPS) Sumsel menyebutkan angka kematian ibu mencapai 398 per 100.000 kelahiran.

(Sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=45912).

2. Kabupaten Bandung tahun 2004 sebesar 68,52 dengan Umur Harapan Hidup (UHH) sebesar 68,09, IPM Tahun 2005 sebesar 69,16 dengan UHH sebesar 68,72. Sedangkan target IPM Kabupaten Bandung tahun 2006 sebesar 77,3; tahun 2007 sebesar 78,5; tahun 2008 sebesar 79,7 dan tahun 2009 sebesar 81,1. Untuk tercapainya target IPM tersebut diperlukan upaya penanggulangan berbagai penyakit dan masalah kesehatan di Kabupaten Bandung.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

Sebagai contoh, masih belum hilangnya penyakit endemis seperti Diare dan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang pada bulan Januari sampai dengan Februari 2007 terdapat sebanyak 564 kasus dengan kematian 8 (delapan) orang. Selain itu merebaknya penyakit yang bersifat pandemik seperti HIV-AIDS dan Flu Burung di tahun 2006 sebanyak 12 kasus dan Januari-Februari 2007 sebanyak 14 kasus. Sementara penyakit lama muncul kembali, seperti TBC, Polio, Diphteri, Tetanus, Pes dan Leptospirosis. Masalah lain yaitu masyarakat yang ber-Perilaku Hidup


(41)

Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga masih di bawah 26%. Sedangkan stratifikasi Posyandu yang merupakan gambaran keterpaduan pelayanan SKPD dan masyarakat, tahun 2006 dari jumlah 5435 posyandu berstrata rendah (I dan II) sebesar 66%.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

Sementara itu, jumlah Balita Gizi Buruk di Kabupaten Bandung sebanyak 0,92% dari jumlah 437.199 balita, jumlah kematian bayi 105 kasus dan persalinan yang tidak ditolong tenaga kesehatan 36,5% dari seluruh persalinan. Keadaan tersebut diperparah dengan bencana dan kegawatdaruratan yang menuntut adanya penanganan yang komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

3. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (≤ 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita. Anemia Gizi Besi (AGB) diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Sekitar 3,4 juta


(42)

anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).

(Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).

Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

Di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh: a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik

jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.

b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal:

1) Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya.


(43)

3) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas dll).

c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas.

d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan.

(Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka ragam.

(Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).


(44)

Berdasarkan paparan di atas ternyata dapat dilihat masih banyaknya masalah-masalah kesehatan dan bencana yang sangat sering terjadi dan memungkinkan terjadi disekitar kita. Penyebab hal ini diasumsikan karena dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor resiko secara dini dan menanggulangi masalah yang telah berlangsung serta pendampingan dari pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas yang juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).

Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, maka pemerintah memberlakukan kebijakan program desa siaga guna meningkatkan kemandirian masyarakat dalam hal kesehatan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan melalui pembentukan Poskesdes yang merupakan salah satu syarat pelaksanaanya program, merupakan salah satu upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa yang meliputi kegiatan peningkatan hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.


(45)

Desa Siaga dikembangkan melalui penyiapan masyarakat, pengenalan masalah, perumusan tindak lanjut pencapaian khususnya kesepakatan pembentukan Poskesdes dan dukungan sumberdaya. Pengembangan desa siaga/Poskesdes walaupun bersumberdaya masyarakat, namun mengingat kemampuan masyarakat terbatas, pemerintah membantu stimulan biaya operasional Poskesdes melalui anggaran Dana Bantuan Sosial Pembangunan Poskesdes.

Desa Siaga terbentuk melalui 8 kriteria/indikator yang harus dipenuhi, yaitu adanya :

1. Forum Masyarakat Desa/ Forum Kesehatan Masyarakat Desa (FKMD) 2. Sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya

3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikembangkan

4. Memiliki sistem surveilans (pengamatan) penyakit dan faktor-faktor resiko berbasis masyarakat

5. Sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan serta bencana berbasis masyarakat

6. Upaya menciptakan dan mewujudkan lingkungan sehat 7. Upaya menciptakan dan mewujudkan PHBS

8. Upaya menciptakan dan mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Sumber:

http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=71&tbl=infobadan browsing pada 5 november 2008).


(46)

Hasil (outcome) Desa Siaga yang berhasil antara lain: 1. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar

2. Meningkatnya pemanfaatan dan pengembangan UKBM, seperti Posyandu, Polindes, Pokmair, dll

3. Intensifnya pelaporan kasus kegawatdaruratan dan Kejadian Luar Biasa (KLB)

4. Cakupan rumah tangga yang memperoleh penyuluhan keluarga Sadar Gizi dan PHBS.

(Sumber:

http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=71&tbl=infobadan browsing pada 5 november 2008).

Desa Sungai Langka mendirikan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran dengan status tanah hibah dari masyarakat yang mulai berjalan aktif pada 20 oktober 2008. Berdasarkan hasil Kegiatan Survei Mawas Diri (SMD) diketahui gambaran permasalahan awal khususnya masalah kesehatan dengan urutan prioritas permasalahan sebagai berikut:

1. ASI ekslusif

2. Saluran pembuangan air limbah 3. Penimbangan bayi tidak naik

(Sumber: Laporan Kegiatan Survei Mawas Diri Desa Sungai Langka Dalam Rangka Gerakan Menuju Desa Sehat (GDMS) tahun 2008).

Adapun kendala dalam implementasi program ini adalah fungsi pemahaman masyarakat awam tentang pentingnya kesehatan dan cara penanggulanan gejala


(47)

penyakit ringan masih sangat minim, untuk itu diperlukan perhatian petugas poskesdes yang bekerjasama dengan pemerintah desa dan puskesmas induk untuk selalu intens melakukan surveilans (pengamatan), penyuluhan dan sosialisasi terhadap lingkungan dan masyarakat di Desa Sungai Langka.

Berdasarkan pemaparan di atas keberadaan program desa siaga di Desa Sungai Langka dengan segenap program kebijakannya diharapkan akan dapat mewujudkan masyarakat sehat, serta dengan adanya pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait akan mendukung keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai Langka sekaligus menjadi acuan pelaksanaan program desa siaga di desa-desa yang masih belum menerapkan program ini atau desa yang baru berupa rintisan program.

Dengan memperhatikan beberapa variable-variabel seperti: standard dan tujuan kebijakan, sumber daya (dana, sumber daya manusia, dan waktu), komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, karakterisktik badan-badan pelaksana serta kondisi ekonomi, sosial dan politik akan dapat menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan ini.

Keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai Langka juga sangat membantu program pemerintah untuk menciptakan “Indonesia Sehat” karena Desa Siaga merupakan basis dan akar dari gerakan mewujudkan Indonesia Sehat, seperti dalam gambar sebagai berikut:


(48)

Gambar 1. Bagan Desa Siaga Basis Indonesia Sehat

(Sumber: Dokumen Departemen Kesehatan oleh Dr. Sri Astuti Suparmanto, MSc.Ph Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat)

INDONESIA SEHAT

PROVINSI SEHAT

PROVINSI SEHAT

KABUPATEN/KOTA SEHAT

KECAMATAN SEHAT

DESA SEHAT

DESA SIAGA

DESA SIAGA

KABUPATEN/KOTA SEHAT

KECAMATAN SEHAT

DESA SEHAT


(49)

B. Rumusan Masalah

Berpijak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran?

2. Apakah kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

2. Mengetahui kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Pemerintahan khususnya berkaitan dengan pengembangan konsep Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga.


(50)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi aparat Desa Sungai Langka dalam upaya meningkatkan program-program Forum Kesehatan Masyarakat dan Pos Kesehatan Desa dimasa yang akan datang.


(51)

PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran)

(Skripsi)

Oleh

ANGGA RINZANI

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian dan fokus-fokusnya yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Bab ini akan mengemukakan implementasi kebijakan program desa siaga dalam peningkatan kesehatan masyarakat di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. berikut pembahasannya. Sebelumnya akan dikemukakan tentang deskripsi informan.

A. Deskripsi Informan

Berikut ini keterangan mengenai informan dalam penelitian ini :

Tabel 4: Keterangan Informan

No Nama Pekerjaan Kapasitas

1 2 3 4

1 Dr. Harry Topan Kepala Puskesmas Induk Bernung

Unsur Pelaksana 2 Toto Sugiarto,

A.Md.K

Promosi Kesehatan

Puskesmas Induk Bernung

Unsur

Pelaksana/Pembina Pendamping FKMD 3 Erwan Sukijo, S.P Sekretaris Desa Sungai

Langka

Unsur Pelaksana

4 Subandi Kaur Kesejahteraan

Masyarakat Desa Sungai Langka/ Anggota FKMD

Unsur Pelaksana

5 Ngadiman Kepala FKMD (Forum

Kesehatan Masyarakat Desa) Desa Sungai Langka


(53)

1 2 3 4 6 Eka Aprianti,

A.Md.K

Anggota FKMD/ Bidan Desa

Unsur Pelaksana/ Tenaga Fungsional

7 Yani Ibu Rumah Tangga Pihak penerima

kebijakan

8 Sumarsih Guru Pihak penerima

kebijakan

9 Sudirman Tokoh Masyarakat Pihak penerima

kebijakan

10 Waginten Petani Kakau Pihak penerima

kebijakan

11 Ngatijan Petani kakau Pihak penerima

kebijakan Sumber: Data Observasi (Diolah Kembali)

Kesebelas orang informan di atas dipilih dan ditentukan peneliti berdasarkan pusposive sampling atau ditentukan secara sengaja oleh peneliti karena para informan memiliki kapasitas yang dianggap dan dipandang berkaitan langsung dengan program desa siaga serta para informan memahami tentang Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka. Para informan ini dijadikan sebagai sumber data primer melalui wawancara secara langsung. Peneliti membagi pedoman wawancara dalam 4 kategori yang meliputi: (1).Pedoman wawancara yang ditujukan kepada Pemerintah Desa, (2).Pedoman wawancara yang ditujukan kepada Puskesmas Induk, (3).Pedoman wawancara yang ditujukan kepada FKMD (Forum Kesehatan masyarakat Desa), (4).Pedoman wawancara yang ditujukan kepada masyarakat desa.


(54)

B. Hasil Penelitian Analisis Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Pada penelitian ini peneliti menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn sebagai alat untuk menganalisis, dalam model implementasi Van Meter dan Van Horn ini terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan (performance). Model ini tidak mengkhususkan hungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel tergantung (dependent variable), tetapi juga hubungan antara variabel bebas itu sendiri. Keenam variabel itu terdiri dari dua variabel utama dan empat variabel antara (Winarno, 2002: 195).

Dua variabel utama itu adalah variabel ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan (standart and objectivity) dan variabel sumber daya (resource). Sedangkan empat variabel lainnya meliputi karakteristik badan pelaksana (the characteristics of the implemting agencies), komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksanaan (introrganization communication and enforcement activities), kondisi sosial ekonomi dan politik (economic, social and political conditions), dan disposisi pelaksana (the disposition of implementers). Berikut adalah hasil dan pembahasan dari model implementasi ini:

1. Standar (Ukuran-Ukuran Dasar) dan Tujuan Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka

Standar dan tujuan kebijakan merupakan faktor yang akan mempengaruhi proses implementasi. Ketidakmenentuan standar dan tujuan kebijakan dapat membuat kesulitan bagi implementor untuk memahaminya dan sekaligus


(55)

dapat memunculkan keragaman pada disposisi (kecenderungan implementor untuk melaksanakan kebijakan) berbagai aktor yang terlibat dalam proses implementasi. Kondisi ini akhirnya akan kurang mendukung kelancaran dan keberhasilan implementasi kebijakan.

Dalam penelitian ini peneliti membagi penilaian standar (ukuran-ukuran dasar) dan tujuan kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka ke dalam dan 2 (dua) indikator, yaitu:

a. Ketepatan Tujuan dan Sasaran Kebijakan

Menurut Van Meter dan Van Horn, setiap kebijakan publik harus memiliki standar dan tujuan yang harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada setiap program. Karena standar dan tujuan yang jelas akan mempermudah pelaksana untuk melaksanakan program tersebut. Kegagalan juga sering terjadi apabila standar dan tujuannya tidak jelas (Winarno, 2002: 197-198). Variabel ukuran dasar dan tujuan ini menurut Van Meter dan Van Horn juga akan berdampak secara tidak langsung pada kecenderungan pelaksana melalui variabel komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan (Winarno, 2002: 119).

Standar dan tujuan kebijakan desa siaga di Desa Sungai Langka mengacu pada dasar kebijakan Keputusan Menteri Kesehatan No. 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Dengan mengambil kebijakan bahwa ”Seluruh desa di Indonesia menjadi siaga pada akhir tahun 2008”. Dan tujuan dari pengembangan desa siaga ini


(56)

sendiri adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Pelaksanaan desa siaga Di Desa Sungai Langka dilaksanakan sepenuhnya oleh FKMD dan Poskesdes dengan dibantu oleh Puskesmas Induk dan dukungan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa serta tidak luput dari peran serta masyarakat untuk mendukung berjalannya kebijakan ini di Desa Sungai Langka.

Bila dilihat dari latar belakang pembentukan desa siaga di Desa Sungai Langka, ukuran-ukuran dasar kebijakan pembentukan desa siaga ini mengacu pada landasan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang meliputi:

1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Desa

3. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

4. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 574/Menkes/SK/II/2004 Tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 5. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 131/Menkes/SK/II/2004

Tentang Sistem Kesehatan Nasional

6. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 331/Menkes/SK/II/2004 Tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009


(57)

7. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 564/Menkes/SK/II/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga

8. Surat Edaran Gubernur Lampung Nomor. 890/2636/07/2006 (Sumber: Laporan Hasil Kegiatan GMDS Sungai Langka, 2008)

Hal ini diungkapkan informan 2 yaitu Bapak Toto Sugiarto Selaku Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Induk:

“Latar belakang terbentuknya desa siaga ini berdasarkan landasan hukum yang sudah ada, ada 8 landasan hukum yang tertera dalam landasan hukum pembentukan desa siaga di Desa Sungai Langka, sebelum desa siaga ini dibentuk harus melalui kegiatan PTD (Pertemuan Tingkat Desa), SMD (Survei Mawas Diri), dan MMD (Musyawarah Masyrakat Desa), dan bidan pun harus melalui pelatihan, setelah dapat persamaan persepsi dari masyarakat bahwasannya kegiatan ini adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, barulah kita bentuk desa siaga”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 6 Eka Apriyanti Selaku Bidan Desa yaitu:

“Departemen kesehatan mempunyai program untuk Indonesia sehat 2010, salah satu kriterianya adalah desa harus menjadi desa siaga, diharapkan dengan adanya desa siaga dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri. Salah satu syaratnya adalah harus mendirikan Poskesdes”

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan, kemampuan, kemauan dan sumberdaya untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan telah menjadi sebuah desa siaga apabila desa


(58)

tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang merupakan koordinator upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan dasar bagi masyarakat desa.

Desa Sungai Langka merupakan desa yang pertama dijadikan desa siaga oleh Kecamatan Gedong Tataan. Ini dapat dilihat dari adanya kemauan dan kemampuan Desa Sungai Langka untuk merealisasikan agar program desa siaga ini terwujud di Desa Sungai Langka.

Seperti yang diungkapkan oleh informan 2 Bapak Toto Sugiarto yaitu: “Syarat untuk desa siaga itu adalah harus ada Poskesdes, artinya desa itu juga harus punya kemauan, kemampuan, kesiapan sumber daya masyarakat, dan pihak-pihak terkait, hanya saja mengingat kita harus memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan kita harus tindak lanjuti program pemerintah, untuk awalnya desa-desa yang mempunyai kemauan dan kemampuan dulu, Desa Sungai Langka yang awal dibentuk desa siaga, karena desa ini ada dalam kategori yang mau dan mampu”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal senada diungkapkan oleh informan 3 Bapak Erwan Sukijo Selaku Sekretaris Desa Sungai langka yaitu:

“Desa ini masyarakatnya secara ekonomi mempunyai kemampuan yang cukup untuk mensukseskan program ini, dan secara pendidikan pun cukup baik untuk banyak memahami soal kesehatan”

(Wawancara hari Senin, 18 Januari 2010)

Berdasarkan peryataan-peryataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Desa Sungai Langka melaksanakan program desa siaga ini sangat memperhatikan dan mengikuti ukuran-ukuran dasar kebijakan pengembangan desa siaga yang telah ditetapkan pemerintah melalui


(59)

landasan hukum dan memenuhi prasyarat agar Desa Sungai Langka dapat dikatakan sebagai desa siaga.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga bahwa tujuan dari pengembangan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Hal ini diungkapakan oleh informan 1 Dr. Harry Topan selaku Kepala Puskesmas Induk yaitu:

“Dalam rangka mensukseskan gerakan Indonesia Sehat 2010, sasarannya masyarakat dari segala lapisan, tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan kemandirian masyarakat dibidang kesehatan”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 4 Bapak Subandi Selaku Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) yaitu:

“Biar masyarakat itu sehat, sehatnya sehat sendiri, gak ngerepotin orang”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa segenap elemen terkait telah memahami dan melaksanakan tujuan serta sasaran dari kebijakan program pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka.

Pelaksanaan kebijakan program pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka dilaksanakan sepenuhnya oleh FKMD (Forum Kesehatan


(60)

Masyarakat Desa) dan Poskesdes sebagai tempat pertemuan pelaksanan musyawarah dan pusat pelayanan kesehatan di desa. Namun pada pelaksanaannya, FKMD dan Poskesdes tidak melaksanakan program ini sendiri, tetapi dibantu oleh Puskesmas Induk melalui pembinaan dan Pemerintah Desa melalui monitoring dan fasilitasi serta sebagai penggerak masyarakat yang ada di desa.

Upaya FKMD dan Poskesdes dalam mensosialisasikan program desa siaga di Desa Sungai Langka sejauh ini sudah berjalan dengan baik, terbukti dengan sudah berjalannya program ini selama 1 tahun sejak berdirinya pada 13 Oktober 2008. Hal ini disampaikan oleh informan 6 Bidan Eka Apriyanti yaitu:

“Sosialisasi program ini dilakukan lewat 3 tahapan musyawarah, meliputi: (1). PTD (Pertemuan Tingkat Dini). (2). SMD (Survei Mawas Diri). (3). Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Dimana di dalam kegiatannya adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan program desa siaga di Desa Sungai Langka. Sejauh ini keberadaan Poskesdes sudah mulai dirasakan oleh seluruh dusun di Desa Sungai Langka yang awalnya hanya dirasakan oleh dusun-dusun yang dekat saja oleh poskesdes. Kegiatan sosialisasi terus kami lakukan pada setiap kesempatan kegiatan masyarakat baik itu di posyandu, di pengajian masyarakat, kebetulan bapak FKMD kita pekerjaan lainnya adalah petani kakau yang aktif mengembangkan dunia usaha jadi waktu beliau tersita untuk kegiatan diluar FKMD, tapi sesekali beliau menyempatkan untuk ikut dalam setiap kegiatan sosialisasi”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Pernyataan informan 6 juga diperkuat oleh pernyataan dari informan 5 Bapak Ngadiman Selaku Ketua FKMD yaitu:

“Sosialisasi program ini dilakukan lewat musyawarah desa. Dimana di dalam kegiatannya adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan program desa siaga di Desa Sungai Langka. Sejauh ini kegiatan sosialisasi terus kami lakukan pada setiap kesempatan kegiatan


(61)

masyarakat baik itu di posyandu, di pengajian masyarakat, ya berhubung ini lingkupnya desa, jadi kegiatan sosialisasinya dari mulut ke mulut atau kalau ada kesempatan saja”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Kedua pernyataan di atas juga diperkuat oleh pernyataan informan 8 Sumarsih selaku masyarakat desa tentang bagaimana upaya FKMD dalam mensosialisasikan kebijakan di mata masyarakat desa:

“Sosialisasi yang dilakukan pihak terkait berjalan cukup baik, kita semua menerima informasi dengan baik, serta mengerti sekali tujuan dari desa siaga ini”.

(Wawancara hari Selasa, 19 Januari 2010)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan informan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa FKMD dan segenap pihak terkait telah merealisasikan serta mensosialisasikan program ini hingga sampai pada sasaran-sasaran kebijakan yang dituju, sehingga ketepatan ukuran-ukuran dasar kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan beserta sasarannya dan sosialisasi pembentukannya telah sampai pada masyarakat dan dilaksanakan dengan baik.


(62)

Tabel 5: Ketepatan Ukuran-Ukuran Dasar Tujuan dan Sasaran Kebijakan Desa Sungai Langka untuk Mewujudkan Desa Siaga

Fokus Substansi Desa Sungai Langka

Ketepatan Ukuran-Ukuran Dasar Tujuan dan Sasaran Kebijakan Desa Sungai Langka Untuk Mewujudkan Desa Siaga Ukuran-Ukuran Dasar

Landasan hukum serta Undang-undang yang dijadikan acuan untuk pembentukan desa siaga di di Desa Sungai Langka Tujuan Desa Sungai Langka membentuk

desa siaga untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan. Ketepatan Ukuran-Ukuran Dasar Tujuan dan Sasaran Kebijakan Desa Sungai Langka Untuk Mewujudkan Desa Siaga

Sasaran Puskesmas Induk, Pemerintah Desa, FKMD dan seluruh masyarakat yang ada di Desa Sungai Langka

Pelaksanaan Sosialisasi

1). PTD (Pertemuan Tingkat Dini).

2). SMD (Survei Mawas Diri). 3). MMD (Musyawarah Masyarakat Desa). Sumber: Hasil Wawancara (Diolah Kembali)

Berdasarkan hasil temuan mengenai ketepatan ukuran-ukuran dasar tujuan dan sasaran kebijakan Desa Sungai Langka untuk mewujudkan desa siaga peneliti dapat menginterpretasikan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam ketepatan ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan adalah kegiatan pembentukan desa siaga serta sosialisasi dan realisasi pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka melalui PTD (Pertemuan Tingkat Desa), SMD (Survei Mawas Diri) dan MMD (Musyawarah Masyarakat Desa).


(63)

Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan sangat memperhatikan dan mengikuti ukuran-ukuran dasar kebijakan pengembangan desa siaga yang telah ditetapkan pemerintah melalui landasan hukum yang berlaku dan telah memenuhi syarat agar Desa Sungai Langka dapat dikatakan sebagai desa siaga.

Segenap elemen masyarakat sangat memahami dan melaksanakan tujuan dari program desa siaga di Desa Sungai Langka, hal ini berarti para pelaksana kebijakan telah tepat pada sasaran yang diinginkan. Sehingga ketepatan ukuran-ukuran dasar kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan beserta sasarannya dan sosialisasi pembentukan desa siaga telah sampai pada masyarakat dan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian antara standar ketepatan tujuan dan sasaran dari program desa siaga di Desa Sungai Langka dengan model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn mengalami kesesuaian yang signifikan.

b. Indikator Keberhasilan Program Desa Siaga (input, proses dan

output) di Desa Sungai Langka

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, indikator keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai langka ini dibagi dalam 3 indikator yaitu input (masukan), proses dan output (keluaran), berikut dijabarkan satu per satu:


(64)

1. Input (masukan)

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga. Untuk memenuhi syarat input dari indikator keberhasilan pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka, maka Desa Sungai Langka harus memenuhi beberapa sub indikator masukan yang meliputi:

a) Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa

Di Desa Sungai Langka telah dibentuk FMD untuk selanjutnya dikenal dengan nama FKMD (Forum Kesehatan Masyarakat Desa) beserta pengurus-pengurusnya. FKMD Desa Sungai langka dibentuk dan disahkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Sungai Langka Nomor. 140/087/V.01.10/2009. Surat Keputusan ini menetapkan kepengurusan FKMD desa siaga yang betugas sebagai koordinator kesehatan desa dan mulai menjalankan tugasnya pada tanggal 16 Oktober 2008.

b) Ada atau tidaknya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Desa Sungai Langka maka perlu dibentuk Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) untuk meunju desa siaga 2008. Pos Kesehatan Desa yang dulu lebih dikenal dengan nama Polindes (Pos Persalinan Desa). Pos Kesehatan Desa dibentuk pada tanggal 13 Oktober 2008 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Sungai Langka Nomor.


(1)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa kekuatan dan ketekunan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)”. Disusun untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini, banyak sekali bantuan dan dukungan serta motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(2)

2. Drs. Hi. Aman Toto Dwijono, M.H, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Penguji Utama yang telah banyak membantu dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

3. Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama proses bimbingan skripsi dan sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Yana Ekana P.S, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan saran penulis dalam proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Lamisah selaku Kepala Desa Sungai Langka, Bapak Erwan Sukijo, selaku Sekeretaris Desa Sungai Langka, Bapak Subandi selaku Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra), Bapak Ngadiman selaku Ketua FKMD, Bidan Eka Apriyanti selaku Tenaga Fungsional Poskesdes yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Sungai Langka serta bersedia meluangkan waktu untuk menjadi informan penulis selama turun lapangan.

5. Dr. Harry Topan dan Bapak Toto Sugiarto yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Puskesmas Induk Bernung dan bersedia meluangkan waktu untuk menjadi informan penulis selama turun lapangan.

6. Seluruh Aparatur Pemerintah Desa Sungai Langka, Seluruh Aparatur Puskesmas Induk Bernung, Seluruh Anggota FKMD Desa Sungai Langka dan seluruh masyarakat Desa Sungai Langka yang telah memberikan bantuan penulis selama turun lapangan.


(3)

7. Mbak Yani, Bidan Reni, Bapak Waginten, Bapak Ngatijan, Bapak Sudirman, Ibu Sumarsih yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi informan penulis selama turun lapangan.

8. Teman-teman I.P Angkatan 2004 (Yustika Resti, Verdiana, Dede Maya, Andi Ferdiansyah, Iponk, Komenk, Toink, Rahmad, Nina, Suci, Tice, Vifi, Yenni, Yunni, Apriade, Ismail, Khanif, Dedi, Jeng Rika, Purba, Fajrun, Wahyu Agung, Reza (orgen&ojek), emol&dekta, Rully, Pinda, Dianika, Nirda, Rema, Hariani GE, Terry, Hanna, Indah, Ani, Sukma), I.P 2003 (Edi Prasetyo, Azizul, David, Slamet, Reni, Harry Edo, Ais Bipi Dll ), Adik-adik I.P ku (Ai, Gema, Boy, Icha, Reza Iyay, Adi Ksatria&Henny, Akhyar, Yustio Clara, Arif Munandar, Bendy, Geeto, Fitri (Pipid), Nurul, Wayan, Nissa And The Gank, Andri, Ikhsan, DLL), Bang Acil, Abang2 dan Adik2 I.P ku maaf tidak bisa disebutkan satu persatu. 9. Sahabat (Dwi Nartiara (Wiwi Rebel), Bahtiar Ikhsani, Koko, Fredy Boy, Yudi

Amir Saduy, Daus, Alm. Sutris, Arif, Albee, Bang Mbi, Hadi Kedot, Parjo 99, Andrew (Thanks For Camera), Tommy Louise, UUt Bernung (Sang Penunjuk Jalan), Andy Cebow, Dudunk, Intan dan Cartoon (Edo, Iyal, Rully, Amad, Wahyu, OOt), Mas Rully, Andi Road, Shinta, Sekjend (Indra, Rian Sofyan, Ibow, Raydo, amy Raden), CUSTOM Band, Ami Raden, Renta, Rudi Dharmawan & Rahmad (print-out), Mitha, Mei, Ipeh, Ucok, Rudi KJ, Ecie ciesa, Werdy (Ajo dan Emak), Bang AL (terimaksih atas cetak dan fotocopynya), Bunda Ratna Suminar, Bunda Reliany dan seluruh Keluarga Besar SMU.N. 1. Bandar Lampung.


(4)

10.Jendral Family (Haringga Tanjung, Avrila Bayu Santoso, Adi Setiawan, Risky Agung, Indra Waspada Para Dirgantara), Rajo Agustian Rizani dan Mbak Ila serta Para Bintang Jendral.

11.Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan pelajaran dan ilmu selama penulis menjadi mahasiswa.

12.Seluruh teman-teman Fisip dan Pemerintahan yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu per satu.

13.Fenny Sri Mardiany, terima kasih atas bantuannya dalam memberikan motivasi dan dorongan baik spirit maupun materil.

14.Terakhir, Untuk Keluarga ”tercinta” yang tidak bosan memberikan motivasi serta doa hingga terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2010 Penulis,


(5)

PERSEMBAHAN

Puji syukur sebesar-besarnya aku panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang tiada henti-hentinya memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepadaku. Salawat serta salam senantiasa aku curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan di muka bumi dan safaatnya yang kunanti di hari akhir nanti.

Dengan segenap jiwa, raga dan kerendahan hati kupersembahkan karya tulis sederhana ini

kepada:

Kedua orang tuaku

(Papa Zamhari Amiril dan Mama Rosma Dewi)

yang tak bosan-bosannya menunggu kelulusanku dengan untaian doa yang tak pernah putus. Terima kasih atas semuanya.

Adik-adik ku tersayang

(Ganes Fajar Semidang, Vino Mareza, Zara Nurvina)


(6)

Kakekku Syamsul Bahri dan Alm. Datuk Hi. Amiril

Mukminin dan Nenekku Oma dan Alm. Nyai serta Alm.

Nenek Vina

Seseorang yang menyayangiku, mengerti aku, memberiku

semangat, dukungan dan do’a

terhadap segala yang aku

kerjakan

(thanks for everythings)

Teman-Teman Jendral-ku, Jendral Family dan Para Bintang

Jendral yang memberikanku pelajaran berarti tentang hidup

dan pendewasaan diri

Teman-teman yang ku sayangi dan menyayangiku serta yang

membeciku terima kasih telah memberi warna dalam hidupku

Dan yang terakhir untuk Dosen-dosenku serta Almamater

Tercinta Universitas Lampung


Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PEMASARAN KAKAO DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

7 44 179

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

0 5 18

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Produktivitas Kerja Perangkat Desa ( Studi Pada Desa Wiyono Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran )

1 15 320

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PEMASARAN KAKAO DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PEASAWARAN

1 12 12

KUALITAS KIMIA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA BERBAGAI PERIODE LAKTASI DITINJAU DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 10 59

STATUS MIKROBIOLOGI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 23 59

KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA PADA BERBAGAI PERIODE LAKTASI DITINJAU DARI SIFAT FISIK DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

1 22 55

SIFAT FISIK KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA LAKTASI I—IV DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN Physical Quality of Crossbreed Etawa Goat Milk Lactation I—IV in Sungai Langka Village Gedong Tataan Subdistrict Pesawaran Dis

0 0 6

STATUS SOSIAL EKONOMI PETERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DI DESA SUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Social Economics Status of Farmer Groups Ettawa Crossbred Goat in Sungai Langka Village, Gedong Tataan Distric

0 0 5

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESA SUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG

0 0 8